Anda di halaman 1dari 11

Tinjauan umum tentang Paritas Paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami seorang ibu.

Paritas yang terlalu tinggi dan jarak kehamilan yang terlalu dekat akan mempengaruhi kondisi ibu dan janin. Hal ini dapat diterangkan bahwa setiap kehamilan yang disusul persalinan akan menyebabkan kelainan-kelainan pada uterus. Oleh karena itu, seksio sesarea pada keadaan tersebut dapat dipertimbangkan. Kehamilan yang berulang (paritas tinggi) akan membuat uterus menjadi renggang, sehingga dapat menyebabkan kelainan letak janin dan plasenta yang akhirnya akan berpengaruh buruk pada proses persalinan. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan komplikasi yang dapat menjadi penyulit dalam persalinan dan menjadi indikasi dilakukannya operasi Caesar (Sri, 2005). 1. Pengertian paritas 1. Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara. 2. Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008). Sedangkan menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. 2. Klasifikasi Paritas 1. Primipara Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006). 2. Multipara

Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2009). Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viabel (hidup) beberapa kali (Manuaba, 2008). 3. Multigravida adalah wanita yang sudah hamil, dua kali atau lebih (Varney, 2006). 4. Grandemultipara Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008). Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati (Rustam, 2005). Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih (Varney, 2006). 3. Faktor yang Mempengaruhi Paritas 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2 orang. 2. Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang

diinginkan. Banyak anggapan bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai anak banyak karena mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup. 3. Keadaan Ekonomi Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk mempunyai anak lebih karena keluarga merasa mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup. 4. Latar Belakang Budaya Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian-penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual. Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara lain adanya anggapan bahwa semakin banyak jumlah anak, maka semakin banyak rejeki. 5. Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui (Friedman, 2005).

Tabel 1. Sintesa Faktor Risiko Paritas terhadap Persalinan Sectio Caesar


No 1. Nama peneliti Jun Zhang, et al (2008) Judul penelitian Cesarean Delivery on Maternal Request In Southeast China Variabe l Paritas Karakteristik variable Jenis Sampel Penelitian Surveillans 21 Kota dan System daerah yang disurvei, dimana 1.1 milyar kelahiran dari tahun 1994-2004 Case 120 control responden

Hasil 50% responden yang paritas tinggi melakukan Seksio Caesar. Variable paritas p=0,003 OR=4,2(95% Cl=1,5-11,4) berisiko terhadap kejadian persalinan

2.

Tri Susilowati (2004)

Beberapa Faktor Paritas Yang Berhubungan Dengan Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan Di RS Kasih Ibu Dan RS Permata Kabupaten Purworejo

Sumber : Diolah dari berbagai studi pustaka, 2011 DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF Paritas Paritas pada penelitian ini adalah jumlah persalinan yang pernah dialami ibu, atau banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Indikasi Pengukuran berdasarkan atas informasi yang tercantum di dalam Medical record (catatan medis) dari subyek penelitian tentang jumlah Paritas. Kriteria Objektif: a. Risiko Tinggi : Jika jumlah paritas 1 atau > 3 kali b. Risiko Rendah : Jika jumlah paritas 2-3 kali

Lama Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Kontrasepsi hormonal adalah salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan obat berkhasiat hormonal. Khasiat hormonal ini diperankan oleh hormon estrogen dan progestin yang dapat diproduksi oleh tubuh sendiri atau faktor endogen yang diproduksi secara sintesis atau eksogen, hormon endogen tidak banyak digunakan secara luas sebagai alat kontrasepsi oleh karena sifat-sifat yang dimilikinya kurang menguntungkan, dan yang digunakan secara luas sebagai alat kontrasepsi adalah hormon estrogen dan progestin sintetik yang dianggap memiliki keuntungan lebih banyak (Hermawati, 2010). Berdasarkan jenis dan cara penggunaannya, dikenal 3 macam yaitu kontrasepsi oral, kontrasepsi suntikan, kontrasepsi implantasi. Berikut ini penjelasan dari ketiga macam kontrasepsi hormonal ini. a. Kontrasepsi Oral (pil KB) Pil KB mengandung hormon, baik dalam bentuk kombinasi progestin dengan estrogen atau progestin saja. Pil KB mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi (pelepasan sel telur oleh ovarium) dan menjaga kekentalan lendir servikal sehingga tidak dapat dilalui oleh sperma. Tablet yang hanya mengandung progestin sering menyebabkan pendarahan tidak teratur. Pil kombinasi ada yang memiliki estrogen dosis rendah dan ada yang mengandung estrogen dosis tinggi. Estrogen dosis tinggi biasanya diberikan kepada wanita yang mengkonsumsi obat tertentu (terutama obat epilepsy).

b. Kontrasepsi Implan Kontrasepsi implan adalah kapsul plastik yang mengandung progestin, yang bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan menghalangi masuknya sperma melaui lendir serviks yang kental. Enam kapsul dimasukkan ke bawah kulit lengan atas. Setelah diberi obat bius, dibuat sayatan dan dengan bantuan jarum dimasukkan kapsul implan, tidak perlu dilakukan penjahitan. Kapsul ini melepaskan progestin ke dalam aliran darah secara perlahan dan biasanya dipasang selama 5 tahun. Interkasi dengan obat lain jarang terjadi karena implan tidak mengandung estrogen. Efek samping yang utama adalah perdarahan tidak teratur atau sama sekali tidak terjadi menstruasi. Efek samping lainnya adalah sakit kepala dan penambahan berat badan. Kapsul implan tidak larut dalam tubuh sehingga setelah 5 tahun harus dilepaskan. Segera setelah implan dilepas, fungsi ovarium akan kembali normal dan wanita pemakai implan kembali menjadi subur. c. Kontrasepsi Suntikan Kontrasepsi suntikan di Indonesia merupakan kontrasepsi yang popular. Kontrasepsi suntikan yang digunakan adalah iong-acting progestin, yaitu Noretisteron enantat (NETEN) dan Depomedroksi progesterone acetat (DMPA). Medroksiprogesteron (sejenis progestin) disuntikkan secara intramuskuler dalam, 1 kali/3 bulan di daerah m.gluteus maksimus (otot bokong) atau deltoideus (lengan atas) (Deviarbi, 2008).

Adapun beberapa kontrasepsi hormonal yang beredar di Indonesia sebagai berikut : Tabel 4. Beberapa Kontrasepsi Hormonal yang Ada Di Indonesia

Sumber: Farmakologi dan Terapi, Fakutas KedokteranUI (1995) dalam Buraerah (2004)

Penderita kanker payudara terus meningkat tiap tahunnya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2004 panyakit kanker payudara menempati peringkat nomor dua diantara penyakit kanker penyebab kematian di negara-negara berkembang. Adanya pernyataan bahwa penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dapat meningkatkan risiko kejadian kanker payudara menadi kontroversi dan perhatian bagi dunia kesehatan saat ini. Karena penggunaan pil kontrasepsi juga terus meningkat di seluruh dunia, sehingga peningkatan risiko kanker payudara dalam penggunaan pil kontrasepsi menjadi

sangat penting karena frekuensi penggunaan pil kontrasepsi yang sangat tinggi dan dalam waktu yang lama (Harianto, 2005). Kandungan estrogen dan progesteron pada kontrasepsi oral akan memberikan efek proliferasi berlebih pada duktus ephitelium payudara. Berlebihnya proliferasi bila diikuti dengan hilangnya kontrol atau proliferasi sel dan pengaturan kematian sel yang sudah terprogram (apoptosis) akan mengakibatkan sel payudara berproliferasi secara terus-menerus tanpa adanya batas kematian. Hilangnya fungsi kematian sel yang terprogram (apoptosis) ini akan menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat adanya kerusakan pada DNA, sehingga sel-sel abnormal akan berprofilerasi secara terus-menerus tanpa dapat dikendalikan (Rini, 2004). Penelitian Harianto (2002) menemukan bahwa OR pengguna pil kontrasepsi mempunyai risiko 1,86 kali lebih tinggi untuk terkena kanker payudara dibandingkan dengan bukan pengguna pil kontrasepsi. Suatu metaanalisis menyatakan walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, perempuan yang menggunakan obat ini dalam jangka waktu lama mempunyai risiko tinggi mengalami kanker payudara sebelum menopause (Anna, 2009).

Tabel Sintesa 5 . Hasil Penelitian Variabel Lama Pemakaian Kontrasepsi Hormonal terhadap Kejadian Kanker Payudara
Peneliti (Jurnal,tahun) Indrati Rini, dkk, Faktorfaktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Kanker Payudara Wanita. Program Pascasajana Universitas Diponegoro. 2005 Harianto,dkk Risiko Penggunaan Pil Kontrasepsi Kombinasi terhadap Kejadian Kanker Payudara pada Reseptor KB di Perjan S.DR. Cipto Mangunkusu mo Majalah Ilmu Kefarmasian Vol.II No.1, April 2005, 8499 Masalah utama Melihat secara luas faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara dan memperkirak an probabilitas individu untuk terkena kanker Risiko penggunaan pil kontrasepsi kombinasi terhadap kejadian kanker payudara Karakteristik Subjek Data dkumpulkan dari Bulan September 2004 sampai dengan Februari 2005. Kasus adalah wanita yang baru didiagnosa kanker payudara primer. Kasus dan kontrol berasal dari divisi bedah bagian rawat jalan dan rawat inap. Kelompok kasus adalah kelompok pasien wanita pasangan usia subur (15-49 tahun) yang menderita kanker payudara stadium I-IV yang berada di poli Perjan RS.Dr.Cipto Mangunkusumo periode September Desember 2004 Kelompok kontrol adalah kelompok wanita pasangan usia subur (15-49 tahun) yang bukan menderita kanker payudara berada di poli Perjan RS.Dr.Cipto Mangunkusumo periode September Desember 2004 Instrumen Kuesioner Metode desain Case control Temuan Lama menggunakan kontrasepsi oral > 10 tahun merupakan faktor risiko kejadian kanker payudara dengan OR 3,10 (1,189,55)

Kuesioner

Kasus kontrol

Pengguna pil kontrasepsi kombinasi memiliki risiko 1,864 kali lebih tinggi untuk terkena kanker payudara dibandingkan dengan buka pengguna pil kontrasepsi kombinasi

Sumber data : Rini (2005), Harianto,dkk (2005)

Lanjutan Tabel Sintesa 5 . Hasil Penelitian Variabel Lama Pemakaian Kontrasepsi Hormonal terhadap Kejadian Kanker Payudara
Peneliti (Jurnal,tahun) Sirait, Anna Maria,dkk. Hubungan Kontrasepsi Pil dengan Tumor/Kanker Payudara di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol.59 No.8, Agustus 2009. Masalah utama Mengkaji hubungan antara pemakaian pil kontrasepsi dengan tumor/kanker payudara di Indonesia Karakteristik Subjek Kasus adalah semua responden perempuan yang sudah menikah dan berusia 10 tahun atau lebih yang pernh mengalami tumor/ kanker payudara. Kontrol adalah semua responden perempuan yang sudah menikah dan usia 10 tahun atau lebih dan tidak pernah menderita tumor/kanker. Kasus 907 wanita, 731 wanita kulit putih dan 176 wanita kulit hitam yang menderita kanker payudara. Kontrol 1711, 1152 wanita kulit putih, 599 wanita kulit hitam Instrumen Data Riskesdas 2007 dan data dari Kor Susenas 2007 Metode desain Nested Case control Temuan Risiko tumor/ kanker payudara pada pemakai kontrasepsi pil sebesar 1,34 kali lebih besar dibanding dengan mereka yang memakai kontrasepsi lainnya. (CI: 0,92-1,94)

Rosenberg Lynn. A CaseControl Study of Oral Contraceptive Use and Incident Breast Cancer. Am J Epidemiol 2009;169:473479

Melihat hubungan kontrasepsi oral dengan peningkatan risiko kanker payudara

Medical record

Case Control

Penggunaan kontrasepsi oral 1-4 tahun OR=1,4 (CI:1,1,1,7) 5-9 tahun OR=1,6 (CI:1,2,2,2) 10-14 tahun OR=2,0(CI:1, 3,2,9) 15 tahun OR=1,7 (CI:1,0,3,1)

Sumber data : Anna (2009), Rosenberg (2009)

DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF Lama Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Penggunaan kontrasepsi hormonal dalam penelitian ini adalah lamanya responden menggunakan kontrasepsi hormonal berupa pil, suntik dan susuk (implan) berdasarkan keterangan responden. Kriteria Objektif : Risiko tinggi : bila pemakaian kontrasepsi hormonal 5 tahun.

Risiko rendah : bila tidak memakai kontrasepsi hormonal atau pemakaian kontrasepsi hormonal < 5 tahun.

Anda mungkin juga menyukai