Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian maternal adalah kematian wanita saat hamil hingga 42

hari setelah melahirkan yang berhubungan dengan kehamilan atau

manajemen dan bukan merupakan sebuah insidental. WHO mencatat sekitar

10,7 juta wanita meninggal pada tahun 1990 2015 dikarenakan mengalami

komplikasi maternal. Tingkat maternal mortality rate (MMR) global pada

tahun 2015 adalah 216 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di wilayah

Asia Tenggara mempunyai MMR yang lebih rendah yaitu 110 per 100.000

kelahiran hidup.1
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan

bahwa MMR atau angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2012

adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tergolong tinggi

dibandingkan dengan negara Asia Tenggara yang lain. Sebagai perbandingan,

pada tahun 2007 ketika angka kematian Ibu di Indonesia mencapai 227 per

100.000 kelahiran hidup, di Singapura mencatat angka kematian Ibu sebesar 6

per 100.000 kelahiran hidup, Brunei Darussalam 33 per 100.000 kelahiran

hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara Malaysia dan

Vietnam mempunyai angka kematian Ibu yang sama 160 per 100.000

kelahiran hidup.2

Tiga penyebab utama kematian Ibu di Indonesia adalah perdarahan, hipertensi


dalam kehamilan, dan infeksi.3 Hipertensi dalam kehamilan biasanya disertai
dengan preeklamsia atau eklamsia sehingga mengakibatkan komplikasi yang lebih
serius dan merupakan salah satu penyebab kematian Ibu di Indonesia.

1
Dalam rangka mengurangi angka kematian Ibu di Indonesia,

pemerintah telah mencanangkan berbagai program yang dituangkan dalam

UU maupun Permenkes yang telah disahkan oleh Presiden Republik

Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu melaksanakan program

Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam bidang kesehatan di Kabupaten

atau Kota. Peraturan tentang SPM bidang kesehatan Kabupaten/Kota tertuang

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun

2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Permenkes

tersebut memiliki berbagai poin yang menjadi target pencapaian untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu target yang

akan dicapai adalah penurunan AKI melalui berbagai program layanan dasar

pada wanita.
Pelayanan kesehatan ibu hamil menjadi salah satu layanan dasar di

dalam Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 yang bertujuan meningkatkan

kesehatan ibu hamil sehingga dapat menurunkan AKI di Indonesia. Pada

poin tersebut, ibu hamil wajib mendapatkan pelayanan antenatal sesuai

standar. Pelayanan antenatal sesuai standar adalah pelayanan yang diberikan

kepada ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan dengan jadwal satu kali

pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada

trimester ketiga yang dilakukan oleh Bidan dan atau Dokter dan atau Dokter

Spesialis Kebidanan baik yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan

pemerintah maupun swasta yang memiliki Surat Tanda Register (STR).4

2
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengulas tentang kebijakan
pelayanan antenatal di Indonesia beserta peraturan tertulis yang mendukung
program tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis kebijakan standar pelayanan Antenatal di Indonesia.

2. Tujuan Khusus.
a. Mengetahui kebijakan pelayanan antenatal di Indonesia dalam

Permenkes No. 43 Tahun 2016 Pasal 2 tentang standar minimal

kunjungan ANC.
b. Mengetahui proses yang melatarbelakangi munculnya kebijakan

pelayanan antenatal di Indonesia dalam Permenkes no 43 tahun 2016

Pasal 2 tentang standar minimal kunjungan ANC.

C. Manfaat
Memberikan informasi mengenai alasan dan proses yang

melatarbelakangi munculnya kebijakan satndar pelayanan antenatal di

Indonesia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 Pasal 2 Poin 2 tentang

Standar Pelayanan Minimal pada Pelayanan Antenatal Care menetapkan bahwa

setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar. Pemerintah

3
Daerah Kabupaten atau Kota wajib memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil

kepada semua ibu hamil di wilayah Kabupaten atau Kota tersebut dalam kurun

waktu kehamilan.

A. Kebijakan Standar Pelayanan Antenatal di Indonesia


Pelayanan antenatal sesuai standar adalah pelayanan yang diberikan

kepada ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan dengan jadwal satu kali

pada trimester pertama atau sebelum 14 minggu, satu kali pada trimester

kedua atau antara minggu 14-28 dan dua kali pada trimester ketiga atau antara

minggu 28-36 dan setelah minggu ke 36.


Pelayanan ini dilakukan oleh Bidan dan atau Dokter dan atau Dokter

Spesialis Kebidanan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah

maupun swasta yang memiliki Surat Tanda Register. Pelayanan antenatal

care sering disebut dengan istilah kunjungan kehamilan. Kunjungan

Kehamilan dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan

kesehatan atau sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil di

rumahnya atau posyandu. 4

B. Tujuan Progam Pelayanan ANC


Tujuan dari diselenggarakannya program ANC terpadu pada ibu hamil

oleh Bidan antara lain:


a. Tujuan umum adalah :
Untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan antenatal

yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat,

bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat.


b. Tujuan khusus adalah :
1)Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu

dan tumbuh kembang bayi.

4
2)Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan

sosial ibu dan bayi.


3)Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi

yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara

umum, kebidanan dan pembedahan.


4)Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan

selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.


5)Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian

ASI eksklusif.
6)Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.


7)Melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai

dengan sistem rujukan yang ada.5


C. Manfaat Program Antenatal Care
Manfaat yang dapat diperoleh dai program ANC terpadu antara lain:
a. Mendeteksi sedini mungkin adanya faktor risiko dan tanda-tanda

awal komplikasi pada kehamilan, seperti perdarahan dan preeklampsia.


b. Memberikan edukasi kepada para bumil seputar masalah gizi,

persiapan persalinan, dan kemungkinan terjadinya komplikasi

persalinan.6

D. Standar Pelayanan Kebidanan


Standar pelayanan antenatal adalah pelayanan yang dilakukan kepada ibu

hamil dengan memenuhi kriteria 10 T yaitu :


a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Untuk menentukan kenaikan berat badan ibu sesuai pertambahan usia

kehamilan serta mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.

Kenaikan berat badan ibu sebelum hamil sampai hamil aterm normalnya

yaitu 10-16 kg. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram

5
selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya

menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.


b. Ukur tekanan darah.
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah 140/90

mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema

wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria).

c. Nilai status gizi (Ukur Lingkar Lengan Atas/LILA).


Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining

ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis

disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah

berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5

cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir

rendah (BBLR).
d. Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri).
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan

untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur

kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan,

kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran

menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.


e. Tentukan presentasi janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ).
Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali

kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat

lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin.


f. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus

Toksoid (TT) bila diperlukan.


Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus

mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining

6
status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil,

disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini.


g. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama

kehamilan.
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet

zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak

pertama.
h. Tes laboratorium: tes kehamilan, pemeriksaan Hemoglobin darah

(Hb), pemeriksaan golongan darah bila belum pernah dilakukan

sebelumnya, pemeriksaan protein urin (bila ada indikasi); yang

pemberian pelayanannya disesuaikan dengan trimester kehamilan.


i. Tatalaksana/penanganan kasus sesuai kewenangan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan

laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus

ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan.

Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem

rujukan.
j. Temu wicara atau konseling.
Termasuk perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)

serta KB pasca persalinan. Memberikan saran yang tepat kepada ibu

hamil, suami serta keluarganya tentang tanda-tanda resiko kehamilan.7

7
BAB III
PEMBAHASAN

Keberhasilan upaya kesehatan ibu dapat dilihat dari indikator Angka

Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2007 AKI di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. AKI yang

diharapkan menurun tetapi mengalami kenaikan pada tahun 2012 yaitu mencapai

359/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut juga semakin jauh dari target MDGs

2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab terbesar

kematian ibu selama tahun 2010-2013 masih tetap sama yaitu perdarahan

(30,3%), hipertensi (27,1%), dan infeksi(7,3%).6


Salah satu upaya pemerintah menurunkan AKI adalah dengan menetapkan

standar pelayanan antenatal care. Pelayanan kesehatan ibu hamil juga harus

memenuhi K4 yaitu frekuensi minimal satu kali pada trimester pertama (usia

kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan12-24

minggu), dan dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai

persalinan).4
Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk ANC merupakan

program terencana berupa observasi, edukasi, dan penanganan medik pada ibu

hamil, dengan tujuan menjaga agar ibu sehat selama kehamilan, persalinan, dan

nifas serta mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat; proses kehamilan dan

persalinan yang aman dan memuaskan; memantau kemungkinan adanya risiko-

risiko kehamilan; merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap

kehamilan risiko tinggi; dan menurunkan morbilitas dan mortalitas ibu dan janin

perinatal.5

8
Pelayanan yang diberikan dalam kunjungan ANC dengan standar 10 T, yaitu
timbang berat badan dan ukur tinggi badan, Tekanan darah, Tentukan / nilai status
gizi (ukur LiLA), Tinggi fundus uterus, Tentukan presentasi janin dan denyut
jantung janin, Tetanus toxoid, Tablet besi, Tes laboratorium (Rutin dan Khusus),
Tatalaksana kasus, Temu wicara atau Konseling (termasuk P4K, KB pascasalin,
Tempat pelayanan antenatal care, Tanda bahaya kehamilan, tanda-tanda
persalinan, nasehat untuk ibu selama hamil, dan lain-lain).4

Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat

dilakukan dengan melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu

hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga

kesehatan. K1 terdiri dari K1 murni dan K1 akses. K1 murni adalah kunjungan

pertama kali yang dilakukan ibu hamil ke tenaga kesehatan atau fasilitas

kesehatan sebelum 12 minggu. K1 akses adaah kunjungan yang dilakukan

pertama kali oleh ibu selama hamil tetapi melebihi batas 12 minggu. Sedangkan

K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai

dengan standar paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap

trimester dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun

waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan

terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan

kehamilannya ke tenaga kesehatan.7


Cakupan K1 pelayanan ibu hamil di Indonesia dari tahun 2010-2015 yaitu

85,56%, 88,27%, 90,18%, 86,85%, 86,70% dan 87,48% . Sedangakan Cakupan

K4 pelayanan ibu hamil dari tahun 2010-2015: 95,26%, 96,84%, 95,25%94,99%,

dan 95,75%. Hal ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan besar antara cakupan

K1 dan K4. Artinya masih ditemukan ibu hamil yang melakukan kunjungan K1

akses daripada K1 murni, sehingga jika ditemukan kelainan pada saat ANC maka

9
tidak cukup waktu untuk pengelolaan kelainan tersebut. Adapun provinsi di

Indonesia yang belum mencapai target cakupan K4 sesuai Rencana Strategis

(Renstra) Kementerian Kesehatan sebesar 72% yaitu Provinsi seperti Papua

sebesar 24,5%, Papua Barat sebesar 30,40%, Maluku sebesar 43,48%, Nusa

Tenggara Timur sebesar 61,63%, dan Sulawesi Tengah 71,07%.6


Rendahnya cakupan K4 ini terkait dengan teori tentang perilaku yang

dikemukakan oleh WHO. Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku manusia seperti thoughts and feelings (tingkat pengetahuan, kepercayaan,

sikap, persepsi), reference group (kepala desa, alim ulama, keluarga, tenaga

kesehatan), resources (fasilitas, uang, waktu dan tenaga), dan way of life

(kebiasaan dan nilai-nilai).12 Penelitian Sri Rahayu menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara pengetahuan, sikap, peran tenaga kesehatan, dan dukungan

keluarga, terhadap pelayanan kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan ANC

Oleh Ibu Hamil.12 Penelitian Lisa Indrian menyebutkan terdapat hubungan akses

meliputi jarak dan biaya berhubungan dengan kunjungan ANC.13


Pelayanan antenatal memiliki peranan yang sangat penting diantaranya agar

dapat dilakukan deteksi dan tata laksana dini komplikasi pada saat persalinan.

Apabila ibu datang untuk bersalin di tenaga kesehatan tanpa adanya riwayat

pelayanan antenatal sebelumnya, maka faktor resiko dan kemungkinan komplikasi

saat persalinan akan lebih sulit diantisipasi. Penelitian Carolli, G et all yang

berjudul How Effective Is Antenatal Care In Preventing Mortality And Serious

Morbidity An Overview Of The Evidence menunjukkan bahwa di Argentina

Antenatal Care dapat menurunkan angka kematian dan angka kesakitan Ibu.

Selain itu ANC dapat meningkatkan ibu untuk bersalin dengan tenaga kesehatan

10
di fasilitas kesehatan, mencegah terjadinya anemia dengan pemberian

suplementasi besi dan pengecekan kadar hemoglobin secara reguler, mencegah

kecacatan janin dengan pemberian asam folat, mendeteksi dini adanya

preeklamsia dengan pengecekan tekanan darah rutin dan protein urine, dan dapat

mendeteksi dini adanya kejadian infeksi saluran kencing pada ibu hamil serta

pencegahan infeksi menular seksual seperti sifilis dan gonorrhoea.8


Penelitian Therese Dowswel, et al yang berjudul Alternative versus

standard packages of antenatal care for low-risk pregnancy menunjukkan bahwa

ada perbedaan ANC pada 3 negara yang berpenghasilan rendah, menengah, dan

tinggi. Pada negara yang berpenghasilan tinggi, ibu hamil melakukan kunjungan

standar sebanyak 12 kali. Pada negara berpenghasilan rendah dan menengah ibu

hamil melakukan kunjungan standar sebanyak 5 kali. Hasil menunjukkan bahwa

Angka Kematian Perinatal pada negara yang berpenghasilan menengah dan

rendah meningkat 1,3 kali lebih besar daripada negara yang berpenghasilan tinggi.

Salah satu alasan ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal care sesuai

standar terkait penghasilan yang kecil. Ibu hamil yang tidak melakukan

Kunjungan ANC memiliki risiko tinggi apalagi jika ibunya berpendidikan rendah

dan mempunyai banyak anak.9


Penelitian di Rumah Sakit Kuopio, Finlandia tahun 1989-2001

menyebutkan bahwa Ibu yang melakukan kunjngan ANC 1-5 kali mengalami 4

kali lebih besar kejadian bblr, Selain itu mereka dapat mengalami komplikasi

seperti solusio plasenta, persalianan dengan tindakan, dan meningkatkan 2 kali

lebih besar terjadinya kematian bayi baru lahir dibanding ibu yang melakukan

kunjungan antenatal sebanyak 6-18 kali.10

11
Pemeriksaan ANC selama kehamilan juga ada hubungannya dengan

deteksi dini adanya gangguan psikologi pada ibu. Penelitian menunjukkan bahwa

Angka Kematian sebanding dengan tingkat depresi akibat stress pada ibu hamil.

Depresi selama kehamilan merupakan gangguan mood yang sama seperti halnya

pada depresi yang terjadi pada orang awam secara umum, dimana pada kejadian

depresi akan terjadi perubahan kimiawi pada otak. Setiap trimester pada

kehamilan memiliki resiko gangguan psikologis masing-masing. Antenatal care

berperan sangat penting bagi keselamatan ibu dan janin, meminimalkan resiko-

resiko kehamilan, dan menekan angka kematian pasca persalinan. Hendaknya

pelayanan keperawatan antenatal harus berjalan sesuai dengan standard minimal

agar ibu hamil memperoleh proses persalinan yang aman dan memuaskan.11

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kebijakan Pemerintah mengenai Pelayanan Antenatal Care yang

menetapkan frekuensi sebanyak empat kali selama kehamilan masih belum

dapat menurunkan Angka Kematian Ibu secara maksimal dan mendeteksi

komplikasi kehamilan secara dini. Namun tidak hanya dilihat dari frekuensi

12
yang telah ditetapkan kualitas pelayanan antenatal care juga tidak kalah

penting .

B. SARAN

1. Peran partisipasi tenaga kesehatan terhadap ibu hamil di wilayah kerja

perlu ditingkatkan.
2. Meningkatkan kerjasama dengan kader dan tokoh masyarakat agar ibu

mau melakukan kunjungan sesuai dengan standar pelayanan yang telah di

tetapkan oleh pemerintah.


3. Perlunya dukungan keluarga dalam melakukan kunjungan antenatal

care untuk meningkatkan kesadaran ibu.

13

Anda mungkin juga menyukai