Anda di halaman 1dari 36

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

KESEHATAN

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

Disusun oleh:

PRIMA GITA PRADAPANINGRUM 25010113130233


WIWID NOVITARIA 25010113140330
MEYTRI SARASWATI 25010113130344
RIDA KRITA IMAROH 25010113130392

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis. Agar kondisi tersebut dapat terwujud diperlukan upaya
pemenuhan kesehatan secara komperhensif yang didukung oleh sumber daya
kesehatan. Salah satu sumber daya di bidang kesehatan yang sangat strategis
adalah Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK). Sumber Daya Manusia
Kesehatan yang selanjutnya disingkat SDMK adalah seseorang yang bekerja
secara aktif di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal
kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
dalam melakukan upaya kesehatan.
Tersedianya SDMK yang bermutu dapat mencukupi kebutuhan,
terdistribusi secara adil dan merata, serta termanfaatkan secara berhasil-guna
dan berdaya-guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang tinggi-
tingginya mutlak diperlukan secara berkesinambungan. Untuk itu
perencanaan kebutuhan SDMK yang mengawali aspek manjemen SDMK
secara keseluruhan harus disusun sebagai acuan dalam menentukan
pengadaan yang meliputi pendidikan dan pelatihan SDMK, pendayagunaan
SDMK, termasuk peningkatan kesejahteraannya, dan pembinaan serta
pengawasan mutu SDMK. Perencanaan kebutuhan SDMK dilakukan dengan
menyesuaikan kebutuhan pembangunan kesehatan, baik lokal, nasional,
maupun global, dan memantapkan komitmen dengan unsur terkait lainnya.
Di era desentralisasi bidang kesehatan, pemerintah daerah memiliki otoritas
untuk merekrut SDMK di daerah masing-masing sebagai pegawai
pemerintah daerah. Konsekuensinya, daerah harus memiliki kemampuan
dalam melakukan perencanaan kebutuhan SDMK, baik di pemerintah daerah
provinsi maupun di pemerintah daerah kabupaten/kota.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Job Description, Job analysis dan Job
Specification?
2. Bagaimana teknik perencanaan SDM kesehatan dengan analisis beban
kerja (kuantitatif)?
3. Apa saja masalah-masalah yang terjadi dalam perencanaan SDM
kesehatan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai Job Description, Job analysis dan Job
Specification.
2. Untuk mengetahui teknik perencanaan SDM kesehatan dengan analisis
beban kerja (kuantitatif).
3. Untuk mengetahui masalah-masalah yang terjadi dalam perencanaan
SDM kesehatan.

BAB II
ISI

2.1 Job Analysis

2.2.1 Pengertian Job Analysis


Analisis pekerjaan adalah sebagai pengumpulan, penilaian
dan penyusunan informasi secara sistemis mengenai tugas-tugas
dalam organisasi, yang hiasanya dilakukan oleh seorang ahli.
Analisis jabatan merupakan bagian dari perencanaan sumber daya
manusia. Menurut Flippo (1994), Analisis jabatan adalah proses
mempelajari dan mengumpulkan informasi yang berhubungan
dengan operasi dan tanggung jawab suatu pekerjaaan tertentu.
Flippo menekankan bahwasanyaa ada dua kegiatan utama dalam
analisis jabatan, yaitu mengumpulkan informasi tentang operasi
dan tanggung jawab suatu pekerjaan dan mempelajarinya lebih
mendalam
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Job Analysis
Analisis pekerjaan memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Menyediakan informasi pekerjaan yang realistis bagi para
pelamar kerja mengenai kewajiban, kondisi kerja dan
persyaratannya
b. Mengidentifikasi hubungan antar supervisor dan bawahan
c. Memberi bantuan dalam menentukan kewajiban masing-
masing karyawan dan tugas-tugas yang berkaitan
d. Dipergunakan sebagai dasar pelatihan, perencanaan karir dan
pengembangan karir
e. Mengarahkan supervisor dan para pemegang jabatan dalam
menulis referensi dan menyiapkan resume, baik pada waktu
keluarnya karyawan maupun pada mencari karyawan baru.
Manfaat dari analisis pekerjaan yaitu akan memberikan
informasi tentang aktivitas pekerjaan, standar pekerjaan, konteks
pekerjaan, persyaratan personalia, perilaku manusia dan alat-alat
yang akan dipergunakan.

2.2.3 Langkah-Langkah Analisis pekerjaan


Proses dalam menganalisis pekerjaan melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Menentukan penggunaan hasil informasi analisis pekerjaan,
artinya penganalisis harus mengetahui secara jelas apa
kegunaan hasil informasi analisis pekerjaannya. Karena
hasilnya akan digunakan untuk jenis data yang akan
dikumpulkan dan teknik pengumpulan datanya.
b. Mengumpulkan informasi tentang latar belakang, artinya
penganalisis harus mengumpulkan dan mengkualifikasikan
data, meninjau informasi latar belakang. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode penelitian deskriptif analisis, survey,
sensus dan sample.
c. Menyeleksi muwakal jabatan yang akan dianalisis, artinya
penganalisis harus memilih beberapa muwakal jabatan untuk
dianalisis. Hal ini perlu dilakukan untuk menghemat biaya dan
waktu jika banyak pekerjaan yang akan dianalisis.
d. Mengumpulkan informasi analisis pekerjaan, artinya
penganalisis mengadakan analisis pekerjaan secara aktual
dengan menghimpun data tentang aktivitas pekerjaan,perilku
karyawan yang diperlukan, kondisi kerja dan syarat-syarat
personel yang akan melaksanakan pekerjaan.
e. Meninjau informasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan,
artinya langkah meninjau ini juga akan membantu perolehan
penerimaan seseorag atas data analisis pekerjaan yang telah
dihimpun dengan memberikan kesempatan bagi orang tersebut
untuk memodifikasi uraian tentang aktivitas yang
dilaksanakan.
f. Menyusun uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan, artinya
penganalisis kemudian menyusun uraian pekerjaan, uraian
jabatan dan evaluasi pekerja.
g. Meramalkan atau mempertimbangkan perkembangan
perusahaan, artinya penganalisis juga harus
mempertimbangkan perkembangan uraian pekerjaan,
spesifikasi pekerjaan, apakah dikemudian hari diperlukan
pengayaan pekerjaan, perluasan pekerjaan dan penyederhanaan
pekerjaan dalam perusahaan. Hal ini untuk memperhitungkan
kemampuan karyawan untuk masa kini dan masa depan supaya
mereka dapat melaksanakan pekerjaan walaupun ada
reorganisasi perusahaan.

2.2.4 Syarat-Syarat dalam Analisis Pekerjaan


Menurut Drs. Moekijat dalam bukunya Analisis Jabatan
hal- hal yang pelu diperhatikan adalah:
a. Analisis pekerjaan harus memuat semua fakta yang berkaitan
dengan pekerjaan
b. Analisis pekerjaan harus memberikan informasi yang
diperlukan untuk berbagai keperluan
c. Analisis pekerjaan harus pula sering dikaji kembali untuk
disesuaikan dengan perkembangan keadaan
d. Analisis pekerjaan harus memberikan informasi lengkap, tepat
dan dapat dipercaya kebenarannya.

2.2.5 Proses Analisis Jabatan


Mathis and Jackson (2000), mengembangkan lima tahapan
dalam proses analisis jabatan yang harus diadakan dengan suatu
cara yang efektif.

Gambar Tahapan Dalam Proses Analisa Jabatan


Penjelasan:
1. Planning the Job Analysis
Sebelum mengumpulkan data dari para manajer dan
karyawan, adalah penting untuk melakukan proses
perencanaan terhadap analisis jabatan. Permasalahan
utama dalam perencanaan analisis pekerjaan adalah
menjawab dan mengidentifikasi sasaran dan analisis
pekerjaan itu. Selanjutnya perencana meminta
persetujuan dan dukungan dari manajemen puncak untuk
menghindari munculnya keresahan dan resisensi
manajerial dan karyawan.
2. Preparing and Communication the Job Analysis
Pada tahap ini, pegawai yang akan dilibatkan dalam
melakukan analisis pekerjaan dan metode yang akan
digunakan harus diidentifikasi. Apakah mereka yang
dilibatkan termasuk kelompok pegawai harian, untuk
salah satu divisi, atau seluruh pegawai yang ada dalam
organisasi. Kegiatan lain dalam tahap ini adalah mengkaji
dokumentasi pekerjaan yang ada, baik menyangkut
struktur organisasi maupun sumber daya yang tersedia.
Terakhir adalah mengkomunikasikan proses kepada para
manajer dan pegawai untuk menghindari keresahan.
3. Conducting the Job Analysis
Tahap ini analisis sudah dapat dilakukan. Berbagai data
yang diperlukan dikumpulkan melalui sebuah angket
yang disertai dengan sebuah surat yang menjelaskan
proses dan instruksi untuk pengisian dan mengembalikan
angket analisis pekerjaan itu. Setelah data terkumpul,
kegiatan berikutnya adalah melakukan pemilahan (sortir)
menurut kelompok atau unit-unit. Bila perlu untuk
mencocokan data perlu digunakan wawancara atau
pertanyaan tambahan.
4. Developing Job Descriptions and Job Specifications
Apabila data yang dikumpulkan sudah sesuai, maka
selanjutnya menyiapkan draft uraian pekerjaan dan
spesifikasi pekerjaan. Begitu draft tersebut rampung diisi,
selanjutnya ditinjau ulang oleh manajer. Setelah selesai
ditinjau oleh manajer, uraian pekerjaan kemudian
didistribusikan oelh bagian SDM ke para manajer,
supervisor, dsn pegawai.
5. Maintaining and Updating Job Description and Job
Specification
Begitu uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan telah
selesai dan ditinjau ulang oleh semua individu yang
sesuai, sebuah system harus dikembangkan untuk
menjaga keakuratannya. Satu cara efekitf untuk menjamin
terjadinya tinjauan ulang yang akurat adalah
menggunakan uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan
dalam aktivitas SDM lainnya. Misalnya, setiap kali terjadi
kekosongan, uraian dan spesifikasi pekerjaan harus
ditinjau ulang dan direvisi secara tepat sebelum kegiatan
perekrutan dan seleksi dimulai.

2.2.6 Metode Analisis Pekerjaan


Metode yang umum digunakan dalam mengumpulkan
informasi adalah wawancara, angket, observasi, diary or log, dan
kombinasi metode.
1. Metode Wawancara
Pekerja diseleksi dan diwawancara secara langsung ditempat
pekerjaan mereka atau mereka yang terkait langsung dengan
pekerjaan yang dianalisis. Tiga jenis wawancara dapat digunakan
untuk mengumpulkan data analisis jabatan, yaitu wawancara
individual, wawancara kelompok, dan wawancara penyelia
(Dessler : 1997). Dalam beberapa keadaan, seperti pekerjaan yang
diarahkan oleh tim, dapat juga digunakan wawancara kelompok.
Salah satu kelemahan metode wawancara adalah sangat memakan
waktu, khususnya jika pewawancara berbicara dengan dua atau tiga
pegawai yang melakukan setiap pekerjaan.
2. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode yang digunakan dalam
mengumpulkan informasi dengan mengamati individu yang
melakukan pekerjaan itu dan mencatatnya untuk menguraikan
tugas dan kewajiban yang dilakukannya. Metode observasi sangat
tepat jika dilakukan pada jenis pekerjaan yang bersifat
pengulangan. Penggunaan metode observasi memungkinkan
analisis dilakukan dekat dengan suasana pekerjaan dilapangan.
3. Metode Angket
Dengan mengunakan angket, yang bersangkutan diminta untuk
memberikan data-data mengenai jabatannya dangan kata-kata
sendiri. Analis meminta karyawan mengisi kuisioner untuk
menggambarkan tugas-tugas yang berkaitan dengan jabatan dan
tanggung jawab mereka. Keuntungan utama dari metode kuisioner
angket adalah informasi atas sejumlah pekerjaan dapat
dikumpulkan secara murah dan dalam waktu yang relative singkat.
Sebaliknya, metode angket memerlukan waktu yang lama untuk
menguji kuisioner tersebut.
4. Metode Catatan Karyawan (Diary)
Metode yang menganalisis pekerjaan dikumpulkan dengan
meminta para karyawan mendeskripsikan aktivitas kerja mereka
sehari-hari dalam sebuah buku harian atau log. Dalam metode ini,
masalah di mana para karyawan membesar-besarkan pentingnya
pekerjaan mungkin dapat di atasi.
5. Kombinasi Metode
Biasanya analisis tidak menggunakan satu metode analisis
pekerjaan secara eksklusif. Kombiasi dari berbagai metode
seringkali lebih tepat. Dalam menganalisis pekerjaan-pekerjaan
klerikal dan administratif, analisis mungkin menggunakan
kuesioner didukung dengan wawancara dan observasi terbatas.
Dalam mempelajari pekerjaan-pekerjaan produksi, wawancara
dilengkapi observasi kerja yang ekstensif, bisa memberikan data
yang di perlukan. Pada dasarnya, analisis harus menggunakan
kombinasi beberapa teknik yang dibutuhkan untuk menghasilkan
deskripsi atau spesifikasi pekerjaan yang akurat.
2.2 Job Description

2.2.1 Pengertian Job Description


Menurut Edwin B. Flippo dalam bukunya Principles of
Personnel Management menyebutkan bahwa job description atau
uraian pekerjaan adalah rumusan kewajiban dan tanggung jawab
dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu yang disusun secara jelas dan
teratur. Dale Yoder dalam bukunya Personnel Management and
Industrial Relations menyatakan bahwa uraian pekerjaan adalah
semacam ikhtisar informaasi sistematis yang berasal dari catatan-
catatan yang termuat dalam analisis pekerjaan. John B. Miner dan
Mary Green Miner mengemukakan bahwa uraian pekerjaan adalah
pernyataan tertulis tentang tugas, kewajiban, dan perilaku-perilaku
yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu serta kualifikasi pribadi
yang perlu dimiliki oleh calon-calon untuk pekerjaan tertentu.
Herbert J. Chruden dan Arthur W. Sherman, Jr mengatakan bahwa
pernyataan tertulis yang berisi kewajiban-kewajiban dan tanggung
jawab-tanggung jawab dalam satu pekerjaan disebut uraian
pekerjaan.
Dari pendapat para tokoh tersebut sebenarnya mempunyai
satu persamaan bahwa uraian pekerjaan itu: berupa pernyataan
tertulis tentang pekerjaan, berisi kewajiban-kewajiban yang akan
dilaksanakan dan didalamnya memuat tanggung jawab pelaksana.

2.2.2 Manfaat dan Tujuan Job Description


Manfaat dari adanya uraian pekerjaan antara lain:
a. Dapat memberi arahan tentang pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman SDM yang diperlukan untuk menjalankan
pekerjaan ketika mengikuti rekruitmen.
b. Bila uraian pekerjaan dimulai dalam iklan, berguna bagi pencari
kerja untuk mengukur potensi sendiri sebelum yang
bersangkutan mengajukan lamaran
c. Dapat digunakan sebagai bahan wawancara ketika ujian seleksi
d. Dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan
karyawan, bila hasil pekerjaan belum sesuai dengan yang
digarapkan
e. Dapat bermanfaat untuk menentukan besarnya imbalan yang
akan diberikan kepada SDM yang bersangkutan.
Menurut Drs. Moekijat, manfaat dengan adanya uraian
pekerjaan antara lain:
b. Membantu manajemen untuk menentukan standar kerja untuk
mengukur hasil pekerjaan
c. Memudahkan dlaam pengendalian SDM, member pekerjaan
yang cocok dengan latar belakang pendidikan dan minat.
d. Memberikan kesempatan kerja kepada SDM yang memenuhi
syarat
e. Bermanfaat untuk menetukan tingkat pemberian kompensasi
kepada SDM
f. Berguna untuk memperbaiki syarat-syarat kerja

Sedangkan tujuan dari dibuatnya job description adalah karena:


1. Konsistensi pekerjaan menjamin kehidupan organisasi yang
teratur
2. Keberhasilan atau kegagalan semua organisasi tergantung pada
prinsip : Adanya Jabatan yang benar yang dilakukan oleh
orang-orang yang benar dengan cara yang benar
3. Bahwa seperti waktu kita diserap untuk bekerja, oleh karena itu
harus ada penyusunan job description yang baku dan benar

2.2.3 Faktor-Faktor Job Description


Menurut Drs. Moekijat yang mengutip pendapat Dale
Yoder, bahwa faktor-faktor job description menguraikan:
a. Pekerjaan yang dilakukan
b. Tanggung jawab-tanggung jawab yang dipikul
c. Kecakapan atau keahlian yang diperlukan
d. Kondisi dan lokasi pekerjaan tersebut dilaksanakan
e. Syarat-syarat khusus yang diperlukan

Dengan demikian, uraian pekerjaan lebih banyak memuat


isi pekerjaan itu sendiri daripada SDM yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut.
2.2.4 Model Job Description
Prof. Dr. Sondang P. Siagian, M.P.A, dalam bukunya
Manajemen Sumber Daya manusia menyebutkan bahwa uraian
pekerjaan mencakup:
a. Nama pekerjaan
b. Kode pekerjaan (kalau ada)
c. Tanggal dibuatnya job description
d. Penyusunan job description
e. Lokasi tempat pekerjaan dilakukan
f. Uraian pekerjaan secara singkat
g. Tugas yang dikerjakan
h. Kondisi fisik tempat pekerjaan yang dilakukan.

2.2.5 Elemen-Elemen Job Description


Dalam menyusun job description menurut Stone, 2005
maka setidaknya harus disebutkan secara jelas dan ringkas
mengenai elemen-elemen dalam job description, yaitu:
b. Job Identification (Identifikasi Pekerjaan)
Bagian identifikasi pekerjaan menempatkan pekerjaan
dalam struktur organisasi. Ini mencakup informasi mengenai
judul jabatan karyawan, deparmen dan hubungan pelaporan.
Judul jabatan harus deskriptif, bermakna dan konsisten dengan
posisi sebanding dalam organisasi. Sebuah judul yang secara
akurat mengidentifikasi pekerjaan untuk:
1. Menyediakan informasi karyawan dan mendorong harga diri
2. Mengidentifikasi hubungan pekerjaan
3. Membandingkan posisi dengan pekerjaan yang serupa di
organisasi
c. Job Objective (Tujuan Pekerjaan)
Tujuan pekerjaan menjelaskan secara singkat mengapa
pekerjaan itu ada yaitu, tujuan utama atau tujuan posisi.
Idealnya, harus menggambarkan esensi dari pekerjaan itu dalam
kurang dari 25 kata.
d. Duties and Responsibilities (Tugas Dan Tanggung Jawab)
Bagian ini berisi daftar tugas pekerjaan utama dan tanggung
jawab. Ini adalah jantung dari deskripsi pekerjaan dan harus
menunjukkan dengan jelas dan spesifik apa yang harus
dilakukan karyawan. Mengingat perubahan yang cepat,
kebutuhan untuk meningkatkan kinerja, fleksibilitas dan
multiskilling, tugas dan tanggung jawab semakin sering
dinyatakan sebagai standar kinerja berasal dari tujuan strategis
bisnis organisasi. Namun demikian, banyak format deskripsi
pekerjaan masih mendaftar standar kinerja secara terpisah (atau
tidak sama sekali).
e. Relationships (Hubungan)
Bagian ini mengidentifikasi hubungan dengan posisi
lainnya (di dalam dan luar organisasi) yang diperlukan untuk
kinerja yang memuaskan. Contohnya, posisi apa yang melapor
langsung untuk pekerjaan ini? Apa kontak pekerjaan yang paling
sering dalam organisasi itu? Apa kontak pekerjaan yang paling
sering dan penting di luar organisasi?
f. Know-How (Pengetahuan/Mengetahui-Bagaimana)
Bagian pengetahuan berurusan dengan tingkatan minimal
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, pengalaman dan
kualifikasi formal diperlukan untuk melakukan pekerjaan.
Misalnya, apa saja kualifikasi akademik minimum yang
diperlukan? Kemampuan TI apa yang dibutuhkan? Berapa
banyak dan apa jenis pengalaman yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan itu dengan berhasil?
g. Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Bagian pemecahan masalah mengidentifikasi jumlah
pemikiran original yang diperlukan dalam pengambilan
keputusan dan lingkungan di mana pemecahan masalah terjadi.
Misalnya, apakah pekerjaan membutuhkan solusi sederhana,
rutin dan berulang atau solusi kompleks, bervariasi dan kreatif?
Apakah lingkungan yang stabil atau dinamis? (Misalnya, tidak
ada persaingan atau bahkan banyak persaingan).
h. Accountability (Akuntabilitas)
Rincian akuntabilitas merinci dampak keuangan dari
pekerjaan dengan mengidentifikasi nilai dolar aset, volume
penjualan, penggajian, dan sebagainya untuk pekerjaan yang
bertanggung jawab. Ini, mengukur jawaban-kemampuan untuk
tindakan yang diambil pada pekerjaan.
i. Authority (Kewenangan)
Hal ini mengidentifikasi hak-hak tertentu dan keterbatasan
yang berlaku untuk otoritas pengambilan keputusan dalam kata
lain, kebebasan untuk bertindak. Sebagai contoh, keputusan apa
yang dapat dibuat tanpa mengacu pada atasan? Apa keputusan
harus dirujuk kepada atasan? Apakah pekerjaan itu melibatkan
hak untuk mempekerjakan dan memecat? Apa batas dolar
spesifik ada pada otoritas pengambilan keputusan?
j. Special Circumstances (Keadaan Khusus)
Bagian keadaan khusus berkaitan dengan apa yang khusus,
tidak biasa atau berbahaya mengenai posisi dan atau lingkungan
tempat pekerjaan itu dilakukan (misalnya, kotor, berdebu,
berbahaya, tekanan tinggi, jam panjang).
k. Performance Standards (Standar Kinerja)
Bagian ini mengidentifikasi (a) standar yang dibutuhkan
untuk kinerja yang efektif dan (b) tindakan untuk mengevaluasi
kinerja.
l. Trade Union / Professional; Associations (Serikat Pekerja /
Profesional; Asosiasi)
Bagian ini mengidentifikasi asosiasi profesi atau
perdagangan keanggotaan serikat yang diperlukan.
m. Licenses (Lisensi)
Bagian ini menyoroti lisensi khusus atau pendaftaran yang
diperlukan (misalnya, licenseto praktek psikologi atau
pengobatan).

2.2.6 Pedoman Uraian Pekerjaan


Meskipun gaya dan format deskripsi pekerjaan sangat
ditentukan oleh penggunaan dan preferensi organisasi, ada
beberapa pedoman standar untuk menulis deskripsi pekerjaan yang
efektif:
a) Daftar tugas dan tanggung jawab dalam urutan yang logis
b) Tugas bagian terpisah dan tanggung jawab jelas, sederhana dan
ringkas
c) Memulai setiap kalimat dengan kata kerja tindakan
d) Menggunakan istilah kuantitatif dimana memungkinkan untuk
mencapai objektivitas yang lebih besar dan kejelasan
e) Menggunakan istilah khusus daripada yang tidak jelas
f) Jawab pertanyaan apa, bagaimana, kapan, mengapa. Ini akan
membantu menghasilkan deskripsi pekerjaan lengkap

2.3 Job Spesification

2.3.1 Pengertian Job Spesification


Spesifikasi pekerjaan adalah uraian persyaratan kualitas
minimum orang yang bias diterima agar dapat menjalankan satu
jabatan dengan baik dan kompeten. Pada umumnya spesifikasi
pekerjaan memuat ringkasan pekerjaan yang jelas dan kualitas
definitive yang dibutuhkan dari pemangku jabatan tersebut.
Spesifikasi pekerjaan memberikan uraian informasi mengenai hal-
hal berikut: tingkat pendidikan pekerja, jenis kelamin pekerja,
keadaan fisik pekerja, pengetahuan dan kecakapan pekerja, batas
umur pekerja, nikah atau belum, minat pekerja, emosi dan
temperamen pekerja, pengalaman pekerja.
Setiap spesifikasi di perusahaan-perusahaan tidak sama
karena spesifikasi ini pada dasarnya disusun dari uraian pekerja
sedang uraian pekerjaan perusahaan tidak sama, missal ada
perusahaan yang membutuhkan tinggi badan, pakai kacamata atau
tidak serta cantik atau tidak.

2.3.2 Tujuan menyusun Job Spesification


1. Menemukan pekerja yang prospektif
Spesifikasi jabatan penting dalam mendapatkan calon karyawan
untuk pekerjaan tertentu sesuai rumusan spesifikasi jabatan yang
ada . juga akan membantu dalam proses seleksi, serta membantu
menyediakan daftar pertanyaan penting untuk wawancara sesuai
isi spesifikasi jabatan yang ada.
2. Rincian spesifikasi
Jabatan yang ada dalam recruitment merupakan gambaran calon
pekerja. Sebuah spesifikasi pekerjaan akan menjadi perkenalan
pertama untuk calon. Oleh karena itu penting bahwa itu adalah
profesional dan menggambarkan citra yang tepat. Sehingga
ketika Anda menyusun spesifikasi anda akan menarik kandidat
yang sesuai.
3. Mengatur kompetensi organisasi
Organisasi harus menetapkan kompetensi inti dan spesifikasi
pekerjaan yang akan membantu mereka untuk melaksanakan
program kompetensi yang sesuai. Spesifikasi pekerjaan penting
dalam mengidentifikasi kompetensi karyawan. Organisasi dapat
mengidentifikasi tugas yang tepat dan kompetensi dari posisi
pekerja.
4. Sebagai orientasi untuk calon
Calon dapat menentukan apakah dirinya berkualifikasi sesuai
dengan spesifikasi jabatan yang ada.

2.3.3 Manfaat Uraian dan Spesifikasi Jabatan


Uraian Jabatan dan Spesifikasi Jabatan, sebagai hasil dari
Analisis Jabatan mempunyai banyak manfaat, antara lain:
a. Sebagai dasar untuk melakukan Evaluasi Jabatan
b. Sebagai dasar untuk menentukan standar hasil kerja seseorang
c. Sebagai dasar untuk melakukan rekruitmen, seleksi, dan
penempatan pegawai baru
d. Sebagai dasar untuk merancang program pendidikan dan latihan
e. Sebagai dasar untuk menyusun jalur promosi
f. Untuk rnerencanakan perubahan dalam organisasi dan
penyederhanaan kerja
g. Sebagai dasar untuk mengembangkan program kesehatan dan
keselamatan kerja.

2.3.4 Langkah Menyusun Job Specification


a. Langkah 1: Mengumpulkan informasi pekerjaan, meliputi unsur:
1) Menyiapkan daftar dari semua pekerjaan di perusahaan dan
lokasi mereka berada.
2) Kumpulkan semua deskripsi pekerjaan meliputi daftar tugas
dan posisi.
b. Langkah 2: Set up prosedur instruksi kerja. Menyusun prosedur
instruksi kerja, meliputi: a. Prosedur, b. Instruksi pekerjaan, c.
Mesin yang digunakan instruksi, d. MSDS (material safety data
sheet).
c. Langkah 3: Identifikasi spesifikasi pekerjaan untuk setiap tugas.
d. Langkah 4: Buat job specification

2.4 Teknik Perencanaan SDM Kesehatan dengan Analisis Beban Kerja


(kuantitatif)

Komponen kunci dari perencanaan SDM adalah penentuan tipe


SDM yang diperlukan. Perencanaan SDM bertujuan untuk mencocokkan
SDM dengan kebutuhan organisasi yang dinyatakan dalam bentuk
aktifitas. Perencanaan sumber daya manusia di bidang kesehatan diatur
dalam KEPMENKES No. 81 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di tingkat Propinsi,
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menghitung kebutuhan SDM, salah satu di antaranya
adalah dengan menggunakan analisis beban kerja. Yang dimaksud
dengan beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis
pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja juga dapat berarti
berat ringannya suatu pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan yang
dipengaruhi oleh pembagian kerja (job distribution), ukuran kemampuan
kerja (standard rate of performance) dan waktu yang tersedia
(Moehijat,1979)
Metode beban kerja adalah teknik yang paling akurat dalam
peramalan kebutuhan tenaga kerja untuk jangka pendek (short-term).
Peramalan jangka pendek ini untuk waktu satu tahun dan selama-
lamanya dua tahun. Teknik analisis ini memerlukan penggunaan rasio
atau pedoman penyusunan staf standar dalam upaya mengidentifikasi
kebutuhan personalia (Sunarto dan Sahedy Noor, 2001)
Salah satu cara untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja
berdasarkan beban kerja diformulasikan oleh Peter J. Shipp (1998) dan
dianjurkan oleh WHO yaitu metode WISN (Workload Indicator Staff
Need) dan Metode Work Load Analysis.

2.4.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Analisis Beban Kerja


Maksud penyusunan analisis beban kerja adalah untuk
menyediakan instrumen dalam proses penataan
kelembagaan/SDM Kesehatan, melakukan penilaian beban kerja
Unit Kerja, yang hasilnya akan dipergunakan sebagai bahan
(input) bagi proses perencanaan penataan/penyempurnaan
struktur organisasi dan kepegawaian di bidang kesehatan.
Adapun tujuan penyusunan analisis beban kerja di bidang
Kesehatan, yaitu :
a. Membangun/merumuskan sistem penilaian beban kerja dan
perencanaan kebutuhan pegawai pada masing-masing Unit
kerja;
b. Melakukan penilaian beban kerja Unit Kerja berdasarkan
beban kerja jabatan/unit kerja dengan menggunakan
variabel norma waktu, volume kerja dan jam kerja efektif,
dikaitkan dengan jumlah pegawai/jabatan.
2.4.2 Keluaran Penyusunan Analisis Beban Kerja
Keluaran (output) yang dihasilkan dari penyusunan analisis
beban kerja pada suatu organisasi adalah informasi berupa:

a. Efektivitas dan efisiensi jabatan serta efektivitas dan


efisiensi unit kerja;
b. Prestasi kerja jabatan dan prestasi kerja unit;
c. Jumlah kebutuhan pegawai/pejabat;
d. Jumlah beban kerja jabatan dan jumlah beban kerja unit;
e. Nilai indeks beban kerja individu masing-masing jabatan;
f. Standar norma waktu kerja.

2.4.3 Metode Analisis Beban Kerja


a. Analisis Beban Kerja (Work Load Analysis)
Teknik analisis beban kerja adalah serangkaian proses untuk
menghitung beban kerja suatu posisi atau sub posisi, dan juga
membutuhkan jumlah orang untuk mengisi posisi atau sub posisi.
Analisis beban kerja sangat penting untuk menghitung berapa
banyak karyawan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua
tugas dalam bagian atau departemen. Dalam metode ini, ada tiga
tahap utama yang akan dijelaskan di bawah ini:
1. Menentukan output utama dari fungsi / sub fungsi dan
mengidentifikasi urutan pekerjaan yang diperlukan untuk
memproduksi output.
2. Rincian rantai peristiwa ke dalam tugas yang lebih spesifik.
3. Menghitung jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas kelompok.
Analisis beban kerja adalah penentuan jumah pekerja yang
diperukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam jangka
waktu tertentu. Analisis beban kerja dapat dihitung dengan rumus:

volume pekerjaan
Analisis Beban Kerja= x satu orang
standar prestasi

Perputaran karyawan (labor turnover) adalah perbandingan


antara masuk dan berhentinya karyawan dari suatu perusahaan.
Besarnya turnover dengan cara sebagai berikut :
( yang diterima yang keluar)
Turnover= 100
1
(karyawan awal +karyawan akhir)
2
Jadi, jika turnover diperhitungkan, maka jumlah karyawan
yang dibutuhkan suatu perusahaan adalah jumlah perhitungan
analisis beban kerja ditambah dengan perhitungan turnover.

b. WISN (Workload Indicator Staff Need)


WISN (Workload Indicator Staff Need) adalah indikator
yang menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga kerja di suatu tempat
kerja berdasarkan beban kerja, sehingga alokasi/relokasi akan lebih
mudah dan rasional. Metode perhitungan kebutuhan SDM
berdasarkan beban kerja (WISN) adalah suatu metode perhitungan
kebutuhan SDM berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang
dilaksanakan oleh tiap kategori SDM pada tiap unit kerja di suatu
tempat kerja. Panduan penghitungan kebutuhan tenaga kerja ini
telah disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit di Indonesia.
Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan,
secara teknis dapat mudah diterapkan, komprehensif dan realistis
dan dapat diterima oleh manajer medik maupun manajer non-medik.
Adapun langkah-langkah penyusunan kebutuhan tenaga
kerja berdasarkan metode ini adalah : 1) menetapkan unit kerja
beserta kategori tenaganya, 2) menetapkan waktu kerja yang
tersedia selama satu tahun, 3) menyusun standar beban kerja, 4)
menyusun standar kelonggaran dan 5) menghitung kebutuhan
tenaga per unit kerja. Untuk menghitung beban kerja ini diperlukan
hal-hal seperti : standar pelayanan, prosedur kerja tetap serta uraian
kerja (job description) bagi setiap tenaga kerja.
Ada lima langkah dalam menghitung kebutuhan tenaga
kesehatan berdasarkan beban kerja, yaitu:
1) LANGKAH PERTAMA: Menetapkan Unit Kerja dan Kategori
Tenaga/SDM
Menetapkan unit kerja dan kategori SDM tujuannya
adalah diperolehnya unit kerja dan kategori SDM yang
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan baik di
dalam maupun di luar tempat kerja. Sebagai contoh, unit kerja
yang digunakan adalah unit kerja teknis (hematologi, kimia
klinik, mikrobiologi, imunoserologi) dan kategori tenaga yang
dipilih adalah Analis Kesehatan.
Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit
kerja dan sub unit kerja sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan. Setelah unit kerja dan sub unit kerja telah
ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori
SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menjamin
mutu, efisensi dan akuntabilitas pelaksanaan
kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja.

2) LANGKAH KEDUA: Menetapkan Waktu Kerja yang Tersedia


Menetapkan waktu kerja yang tersedia tujuannya adalah
diperolehnya waktu kerja tersedia masing-masing kategori
SDM yang bekerja selama kurun waktu satu tahun. Data yang
dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja yang tersedia
adalah:
Hari kerja (A). Sesuai ketentuan yang berlaku di tempat
kerja atau Peraturan Daerah setempat, pada umumnya
dalam 1 minggu 5 hari kerja. Dalam 1 tahun 250 hari kerja
(5 hari x 50 minggu). Suatu contoh, di suatu instalasi
laboratorium rumah sakit, pelayanan dilaksanakan selama
24 jam yang dibagi dalam 3 shift sehingga dalam seminggu
terdapat 7 hari kerja.
Cuti tahunan (B). Sesuai ketentuan setiap SDM memiliki
hak jumlah cuti tahunan 12 hari dalam satu tahun.
Pendidikan dan pelatihan (C). Sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di tempat kerja untuk mempertahankan dan
meningkatkan kompetensi/profesioanlisme setiap kategori
SDM memiliki hak untuk mengikuti pelatihan
khusus/kursus/seminar/lokakarya dalam 6 hari kerja.
Sebagai contoh, Rumah Sakit, Pranata Laboratorium
memiliki hak untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
selama 5 hari kerja per tahun.
Hari libur nasional (D). Sebagai contoh, berdasarkan
Keputusan Bersama Menteri Terkait tentang Hari Libur
Nasional dan Cuti Bersama, pada tahun 2002-2003
ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4 hari kerja untuk cuti
bersama.
Ketidakhadiran kerja (E). sesuai data rata-rata ketidak
hadiran kerja (selama kurun waktu 1 tahun) karena alasan
sakit, tidak masuk dengan atau tanpa pemberitauan/ijin.
Sebagai contoh, dengan adanya sistem shift di Rumah
Sakit, sesudah bertugas pada sore dan malam hari seorang
Pranata Laboratorium mendapatkan ekstra libur selama 1
hari. Di Instalasi Patologi Klinik rata-rata ketidakhadiran
kerja dalam satu bulan selama 7 hari
Waktu kerja (F). Sesuai ketentuan yang berlaku di tempat
kerja atau Peraturan Daerah. Pada umumnya waktu kerja
selama sehari adalah 8 jam (5 hari/minggu).
Berdasarkan data-data tersebut selanjutnya dilakukan
penghitungan untuk menetapkan waktu tersedia dengan rumus
sebagai berikut :
Waktu Kerja Tersedia = {A - (B+C+D+E)} X F

Keterangan :
A = Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B = Cuti Tahunan E = Ketidak Hadiran Kerja
C = Pendidikan & Pelatihan F = Waktu Kerja

Tabel berikut menunjukkan jumlah waktu kerja yang tersedia


dalam setahun.
Waktu
Kode Faktor Keterangan
Kerja
A Hari Kerja 365 Hari per tahun
B Cuti Tahunan 12 Hari per tahun
C Pendidikan dan Latihan 5 Hari per tahun
D Hari Libur Nasional 15 Hari per tahun
E Ketidakhadiran Kerja 84 Hari per tahun
F Waktu Kerja 8 Jam per hari
Waktu Kerja 249 Hari per tahun
Jam Kerja 1992 Jam per hari
Waktu Kerja 119520 Menit per tahun

Adapun uraian penghitungannya adalah sebagai berikut :


Waktu kerja tersedia = 365 ( 12 + 5 + 15 + 84 )
= 249 hari/tahun
= 1992 jam/tahun
= 119520 menit/tahun

Apabila ditemukan adanya perbedaaan rata-rata ketidak


hadiran kerja atau perusahaan menetapkan kebijakan untuk
kategori SDM tertentu dapat mengikuti pendidikan dan
pelatihan lebih lama di banding kategori SDM lainnya, maka
perhitungan waktu kerja tersedia dapat dilakukan perhitungan
menurut kategori SDM.

3) LANGKAH KETIGA: Menyusun Standar Beban Kerja


Standar beban kerja adalah volume atau kuantitas beban
kerja selama 1 tahun untuk setiap kategori tenaga kesehatan.
Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun
berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun
yang dimiliki oleh masing-masing tenaga. Data dan informasi
yang dibutuhkan untuk menyusun standar beban kerja untuk
kategori tenaga adalah sebagai berikut:
Kategori tenaga pada unit kerja yang telah ditetapkan pada
langkah pertama
Standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur
operasional tetap yang berlaku
Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh kategori tenaga
kesehatan/SDM untuk melaksanakan/menyelesaikan
kegiatan pelayanan, dan
Data dan informasi kegiatan pelayanan di masing-masing
unit pelayanan teknis/unit kerja (misalnya: hematologi,
kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi).
Beban kerja masing-masing kategori SDM di tiap unit
kerja adalah meliputi:
a) Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing
kategori SDM.
Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis
kegiatan sesuai standar pelayanan dan standar operasional
prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan
perusahaan yang dilaksanakan oleh SDM dengan
kompetensi tertentu.
b) Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tiap kegiatan pokok.
Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan pokok,
oleh masing-masing kategori SDM pada tiap unit kerja.
Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan kegiatan sangat
bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan, standar
operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik
yang tersedia serta kompetensi SDM.
Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan
pengamatan dan pengalaman selama bekerja dan
kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-rata waktu
yang cukup akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya
ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang
memilikikompetensi, kegiatan pelaksanaan standar
pelayanan, standar operasional prosedur (SOP) dan
memiliki etos kerja yang baik.
c) Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori
SDM
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas
beban kerja selama 1 tahun per kategori SDM. Standar
beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun
berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaiakan nya (waktu rata-rata) dan waktu kerja
tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.

Adapun rumus perhitungan standar beban kerja


adalah sebagai berikut:
Waktu Kerja Tersedia
Standar Beban Kerja =
Rata-rata waktu Kegiatan Pokok

4) LANGKAH KEEMPAT: Menyusun Standar Kelonggaran


Penyusunan standar kelonggaran bertujuan untuk mengetahui
faktor kelonggaran tiap kategori tenaga kesehatan/SDM yang
meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk
menyelesaikan suatau kegiatan yang tidak terkait langsung atau
tidak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kuantitas atau jumlah
kegiatan pokok/pelayanan.
Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan
melalui pengamatan dan wawancara kepada tiap tenaga
kesehatan mengenai:
Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan
pelayanan, misalnya rapat, istirahat, sholat, makan;
Frekuensi kegiatan dalam satu hari, minggu, bulan;
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori
SDM
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban
kerja selama 1 tahun per kategori SDM. Standar beban kerja
untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaiakan nya (waktu rata-rata) dan
waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing-masing
kategori SDM.
Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar
beban kerja, sebaiknya mulai dilakukan pencatatan tersendiri
apabila ditemukan kegiatan yang tidak dapat dikelompokkan
atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak/kurang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan untuk selanjutnya
digunakan sebagai sumber data penyusunan faktor kelonggaran
tiap kategori SDM.
Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM
diperoleh, langkah selanjutnya adalah menyusun Standar
Kelonggaran dengan melakukan perhitungan berdasarkan
rumus di bawah ini:
Waktu per faktor kelonggaran
Standar kelonggaran =
Waktu kerja tersedia

Tabel berikut adalah standar kelonggaran (Contoh: Pranata


Laboratorium):

Faktor Standar
Rata-rata Waktu
Kelonggaran Kelonggaran
Rapat 2 Jam per bulan 0.012
Istirahat, Solat,
30 menit per hari 0.092
Makan
Jumlah 0.104
5) LANGKAH KELIMA: Menghitung Kebutuhan Tenaga per
Unit Kerja
Perhitungan kebutuhan Tenaga/SDM per unit kerja bertujuan
untuk memperoleh jumlah dan jenis/kategori tenaga
kesehatan/SDM per unit kerja sesuai dengan beban kerja
selama 1 tahun. Sumber data yang diperlukan untuk
penghitungan kebutuhan tenaga ini terdiri dari:
Data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya,
yaitu waktu kerja tersedia, standar beban kerja dan standar
kelonggaran;
Kuantitas kegiatan pokok selama kurun waktu satu tahun.
Data kegiatan pada pelayanan di tiap unit teknis yang
telah diperoleh, Standar Beban Kerja, dan Standar
Kelonggaran merupakan sumber data untuk menghitung
kebutuhan tenaga kesehatan unit dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

Jumlah Kegiatan Pokok


Kebutuhan Tenaga = + Standar Kelonggaran
Standar Beban Kerja

Data kegiatan yang telah diperoleh dan Standar Beban


Kerja dan Standar Kelonggaran merupakan sumber data untuk
perhitungan kebutuhan SDM di setiap instalasi dan unit kerja
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Total Produk Layanan


Kebutuhan SDM = + Standar Kelonggaran
Standar Beban Kerja

Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan


SDM untuk tiap kegiatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan
sebelum di tambahkan dengan Standar Kelonggaran masing-
masing kategori SDM.

2.5 Masalah dalam Perencanaan SDM Kesehatan


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2015 berikut ini masalah-masalah yang sering
ditemukan terkait perencanaan kebutuhan SDMK antara lain:

1. Adanya penafsiran yang berbeda oleh pemangku kepentingan yang


terkait dan para perencana SDMK di daerah terhadap kebijakan-
kebijakan perencanaan kebutuhan SDMK sehingga menimbulkan
keraguan dalam memilih dan menggunakannya dalam proses
penyusunan perencanaan kebutuhan SDMK;
2. Belum optimalnya kapasitas para perencana SDMK dalam
merencanakan kebutuhan SDMK di berbagai tingkatan administrasi
pemerintahan;
3. Perencanaan SDMK masih kurang didukung sistem informasi
manajemen SDMK yang terintegrasi antar pemangku kepentingan;
4. Tim perencana SDMK di daerah belum berfungsi secara optimal
dalam perencanaan kebutuhan SDMK;
5. Pembinaan perencanaan SDMK secara berjenjang kurang terintegrasi
dan belum berkesinambungan; dan
6. Implementasi perencanaan SDMK kurang didukung dengan kebijakan
lokal baik kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota maupun
pemerintah daerah provinsi.
Hasil pemetaan kebutuhan SDM Kesehatan Tahun 2013 menunjukkan
bahwa :
1. Gambaran keadaan tenaga kesehatan menunjukkan masih besarnya
kesenjangan distribusi antar wilayah provinsi. Di tingkat daerah
masalah ketidakseimbangan distribusi tenaga kesehatan juga terjadi
antar Kabupaten dan antar fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini
ditandai dengan masih ada sekitar 14,70% puskesmas yang tidak
mempunyai dokter. Secara keseluruhan persentase puskesmas yang
tidak memiliki tenaga kesehatan 1 dokter, 1 bidan, dan 1 perawat
sesuai Standar Indikator Kinerja Utama Kementerian Kesehatan
adalah 16,76%.
2. Ketidakseimbangan distribusi tenaga kesehatan juga ditunjukkan dari
hasil perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan. Rumah sakit dan
puskesmas sudah mengalami kelebihan semua jenis tenaga kesehatan,
namun kenyataannya masih banyak diantara fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut juga mengalami kekurangan tenaga kesehatan.
3. Penggunaan metode perhitungan berdasarkan standar ketenagaan pada
fasilitas pelayanan kesehatan bersifat terlalu umum sehingga hasil
analisis kebutuhan jumlah tenaga yang diindikasikan dengan
oversupply atau undersupply tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi
nyata di fasilitas pelayanan kesehatan.

1.3.1 Kekurangan Dan Ketersediaan Dokter, Perawat Dan Bidan


Di Puskesmas
1) Ketersediaan Dokter
Data Rifaskes Tahun 2011 menunjukan ketersediaan
dokter di Puskesmas per provinsi sebagai berikut :
Masih ada Puskesmas yang tidak memiliki tenaga
dokter
Sebagian besar Puskesmas memilki 1 dokter
Sebagain besar Puskesmas di wilayah barat memiliki
lebih dari 2 dokter per puskesmas.

Hal yang harus diantisipasi adalah distribusi tenaga


dokter Pemenuhan kekurangan tenaga dokter telah
diupayakan melalui penempatan Dokter PTT maupun
pengangkatan Dokter PNS, sebagai gambaran persen
Puskesmas menurut keberadaan per propinsi, dapat dilihat
pada grafik dibawah ini:
Grafik 1. Persen Puskesmas Menurut Keberadaan Dokter Per Provinsi Tahun 2011
2) Ketersediaan dan Kebutuhan Perawat dan Bidan di
Puskesmas
Berdasarkan data Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan
tahun 2013 (Tabel 2.1 dan 2.2), menunjukkan masih
terdapat kekurangan tenaga perawat dan bidan, yang
dihitung menggunakan dua pendekatan yaitu:
a. Mengacu pada standar minimal kebutuhan di
Puskesmas yaitu 6 perawat dan 4 bidan, maka
diperkirakan masih terdapat kekurangan 9.505 perawat
dan 5.484 bidan.
b. Mengacu pada standar kebutuhan puskesmas perawatan
yaitu 11 perawat dan 6 bidan, serta puskesmas non
perawatan yaitu 6 perawat dan 4 bidan, maka
diperkirakan masih kekurangan 17.522 perawat dan
7.990 bidan.
Tabel 2.1 Kebutuhan Tenaga Perawat Pada Puskesmas
Keterangan:
- Kekurangan perawat menurut standar minimal: 6 perawat per puskesmas
- Kekurangan perawat menurut standar revitalisasi puskesmas:
Puskesmas non perawatan: 6 perawat
Puskesmas perawatan: 11 perawat

Tabel 2.2 Kebutuhan Tenaga Bidan Pada Puskesmas


Keterangan:
- Kekurangan bidan menurut standar minimal: 4 bidan per puskesmas
- Kekurangan bidan menurut standar revitalisasi puskesmas:
Puskesmas non perawatan: 4 bidan
Puskesmas perawatan: 6 bidan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Salah satu sumber daya di bidang kesehatan yang sangat strategis


adalah Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK). Tersedianya SDMK
yang bermutu dapat mencukupi kebutuhan, terdistribusi secara adil dan
merata, serta termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang tinggi-tingginya mutlak diperlukan
secara berkesinambungan. Untuk itu perencanaan kebutuhan SDMK yang
mengawali aspek manjemen SDMK secara keseluruhan harus disusun
sebagai acuan dalam menentukan pengadaan. Dalam melakukan
perencanaan SDMK diperlukan job description, job analysis, job
specification. Dari ketiga unsur tersebut diharapkan dapat memberikan
uraian informasi mengenai pekerja yang dapat dimanfaatkan dalam
menghitung kebutuhan SDM. Salah satu di metode yang digunakan untuk
menghitung kebutuhan SDM adalah metode analisis beban kerja.

DAFTAR PUSTAKA
Pemanfaatan dan Pemberdayaan Sumber Daya Kesehatan dikutip dari
http://www.perpustakaan-depkes. 18 Februari 2016. 15:00 WIB
Amstrong, Michael. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik:
Mengelola Karyawan, Buku Wajib Bagi Manajer Lini. Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
B. Siswanto Sastrohadiwiryo. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia
Pendekatan Administrasi dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2005. Laporan Kebijakan
Perencanaan Tenaga Kesehatan.
Badan PPSDM Kesehatan. 2013. Pengembangan dan Pemberdayaan SDM
Kesehatan dalam Persiapan Pelaksanaan JKN. Diakses melalui
http://bppsdmk.depkes.go.id/web/images/news/13-05-2014/ISI%20BUKU
-5-Edit.pdf pada 18 Februari 2016.
Ernawati, Ika. 2009. Analisis Kebutuhan Tenaga. Fakultas Kesehatan Masyarakat
UI.
Filippo, Edwin, B. 1994. Manajemen Personalia. Terjemahan oleh Moh. Masud.
Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.
French, W.L. 1986. Human Resource Management. Houghton Mifflin.
Grensing-Pophal, Lin. 2006. Human Resources Book: Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk Bisnis. Jakarta: Prenada.
Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi
Kedua, Cetakan Kesebelas. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi.
Isna, Nilna Rahma. 2009. Sumber Daya Manusia Kesehatan. Skripsi. Fakultas
Kedokteran, Universitas Andalas. Sumatera Barat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
81/MENKES/SK/I/2004
Komarudin, Ahmad. 1996. Dasar-dasar Manajemen Modal Kerja. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kurniati, Rhina Widhi. 2003. Menghitung Kebutuhan Tenaga Analis
Laboratorium di Sub Unit Penyakit Infeksi Instalasi Patologi Klinik RS
Dr. Sardjito. Laporan Manajemen, Program Pendidikan Dokter Spesialis-
I Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mathis, Robert L dan Jackson, John H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Moehijat. 1979. Perencanaan Tenaga Kerja. Bandung: Penerbit Alumni.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakart:
Rineka Cipta.
Siagian, P. Sondang. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Simamora, Henry. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian
Penerbitan STIE YKPN.
Stone, Raymond J. 2005. Human Resource Management. Fifth Edition. Australia,
Willey.
Sunarto dan Sahedy Noor. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).
Yogyakarta: Bagian Penerbitan FE-UST.
Tan Chwee Huat, Derek Torrington. 1993. Human Resource Management
Southeast Asia and Hong Kong. 2nd Edition. Prentice Hal. Singapore.

Anda mungkin juga menyukai