Anda di halaman 1dari 42

GAMBARAN KASUS PROLAPS UTERI PADA WANITA MENOPAUSE DI

RSU DR. SOEKARDJO TASIKMALAYA


TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar


Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb)

Oleh :
HILDA LESTARI
NPM :0200110033

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI
TASIKMALAYA
2014
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud

derajat kesehatan yang optimal. Tujuan kesehatan reproduksi sebagaimana dalam

Millenium Development Goals (MDGs) mencantumkan bahwa tujuan

pembangunan berwawasan kesehatan yaitu mewujudkan akses kesehatan

reproduksi bagi semua penduduk pada tahun 2015. Sesuai dengan apa yang

diamanatkan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pada

pasal 19, bahwa kesakitan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif (Depkes RI,

2011).

Wanita lanjut usia atau lansia akan mengalami perubahan fisik dan

psikologis. Menopause dan ketuaan bukanlah mitos keduanya merupakan

kenyataan yang harus diterima oleh semua wanita. Seorang wanita lanjut usia

disertai dengan paritas tinggi akan mengalami perubahan fisik khususnya pada

alat reproduksi akan terjadi penurunan uterus atau yang dikenal dengan istilah

prolaps genitalia, walaupun angka kejadian ini terbilang masih sedikit. Namun

keadaan atau kelainan ini perlu ditangani secara seksama baik oleh keluarga

maupun oleh tenaga kesehatan (Rahyani, 2013).

1
2

Prolapsus uteri adalah keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus

menjadi kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser kebawah dan dapat

menonjol keluar dari vagina. Terjadinya prolapsus genitalis juga meningkat pada

lansia wanita yang mengalami penurunan kadar hormon estrogen dan jaringan

yang menjadi kendur seiring bertambahnya usia. Beberapa faktor predisposisi

penyebab prolaps uteri pada wanita menopause adalah keadaan organ reproduksi

yang kering, memiliki paritas banyak dan riwayat persalinan (Widjanarko, 2009).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011) mengenai analisis

faktor yang berhubungan dengan kejadian prolaps uteri pada pasien kunjungan

baru di poli kandungan RSUD dr. Soetomo Surabaya, dalam penelitiannya

menemukan bahwa ada hubungan antara usia dengan OR (1,71-6,04, IK 95%),

OR paritas (1,15-4,29, IK 95%) dan OR persalinan pervaginam lebih tiga kali

dibandingkan dengan dua kali yaitu 2,36(1,22-4,55, IK 95%). Pada hasil akhir

analisis multivariat hanya faktor risiko usia yang dapat masuk ke regresi logistik

dengan OR 3,21 (1,71-6,04, IK 95%).

Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti

dilaporkan di klinik d’Gynecologie et Obstetrique Geneva insidensinya 5,7%, dan

pada periode yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,7%. Dilaporkan di Mesir,

India, dan Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika dan

Indonesia kurang.

Menurut Nadir (2014) mengungkap bahwa jumlah wanita yang menderita

prolaps organ panggul di Indonesia cukuplah tinggi. Pada tahun 2010, jumlah
3

wanita yang mengidap POP di Indonesia sebanyak 166 ribu. Frekuensi prolapsus

uteri di Indonesia hanya 1,5% dan lebih sering dijumpai pada wanita yang telah

melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerja berat. Dari 5.372 kasus

ginekologik di Rumah Sakit Dr. Pirngadi di Medan diperoleh 63 kasus prolapsus

uteri terbanyak pada grandemultipara dalam masa menopause, dari 63 kasus

tersebut 69% berumur diatas 40 tahun.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSU dr. Soekardjo menurut catatan

di Ruang Poli Kandungan diperoleh data bahwa tahun 2012 wanita menopause

yang melakukan pemeriksaan kesehatan sebanyak 49 orang dan 17 orang (34,7%)

diantaranya mengalami prolaps uteri, sedangkan tahun 2013 sebanyak wanita

menopause yang melakukan pemeriksaan kesehatan sebanyak 42 orang dan

sebanyak 22 orang (52,33%) diantaranya mengalami prolaps uteri. Data tersebut

menunjukkan prolaps uteri mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.

Hal yang dapat terjadi dari komplikasi prolaps uteri ini adalah Keratinisasi

mukosa vagina dan porsio uteri, gangguan miksi, Infeksi jalan kencing, Hemoroid

dan lain-lain, untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, maka untuk prolaps ringan

dapat dibantu dengan latihan otot dasar panggul, stimulasi otot-otot dengan alat

listrik, pengobatan dengan pessarium. Kemudian pentalaksanaan operatif dapat

dilakukan dengan histerektomi, manchester–fothergill, kolpocleisis (neugebauer –

le fort) dan operasi transposisi dari watkins (interposisi operasi dari wertheim)v

(Widjanarko, 2009).
4

Berdasarkan uraian tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan

penelitian mengenai gambaran kasus prolaps uteri pada wanita menopause di

RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya.

B. Rumusan Masalah

Prolaps uteri merupakan keadaan uterus atau rahim turun ke bawah melalui

dasar panggul sebagai akibat penyangga uterus yang kendor sehingga menonjol

ke luar vagina, hal ini dapat disebabkan karena paritas tinggi dan riwayat

persalinan. Hasil studi pendahuluan di Ruang Poli Kandungan RSU dr. Soekardjo

diperoleh data tahun 2012 sebanyak 17 orang wanita menopause mengalami

prolaps uteri, sedangkan tahun 2013 meningkat menjadi 42 orang. Berdasarkan

uraian latar belakang di atas, maka perlu kiranya dilakukan penelitian mengenai

gambaran kasus prolaps uteri pada wanita menopause di RSU dr. Soekardjo

Tasikmalaya

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran faktor yang menyebabkan prolaps uteri pada

wanita menopause di RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan analisa kasus untuk mendiagnosa ibu menopause dengan

prolaps uteri di RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya


5

b. Untuk mengetahui faktor paritas yang menyebabkan prolaps uteri pada

wanita menopause di RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya

c. Untuk mengetahui faktor riwayat persalinan yang menyebabkan prolaps

uteri pada wanita menopause di RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya.

d. Untuk mengetahui penatalaksanaan kasus prolaps uteri pada wanita

menopause di RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat praktis

Hasil pengkajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan wawasan dan informasi di bidang ilmu kebidanan yang

dititikberatkan pada asuhan geriatik pada menopuase dengan prolaps uteri.

2. Manfat teoritis

a. Bagi Rumah Sakit

Hasil pengkajian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi rumah

sakit dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada

kasus prolaps uteri pada menopause.

b. Bagi Masyarakat

Hasil Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi masyarakat khususnya

wanita premanopause tentang faktor yang dapat menyebabkan prolaps

uteri sehingga diharapkan dalam melakukan upaya pencegahan dan

pengobatan dengan pemeriksaan kesehatan berkelanjutan.


6

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sehubungan dengan prolaps uteri

menurut penelaahan terhadap berbagai faktor, diantaranya adalah hasil penelitian

yang dilakukan oleh Suryaningdyah (2008) mengenai hubungan paritas dengan

kejadian prolapsus uteri di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Hasil penelitiannya

menunjukkan hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian prolapsus

uteri. Diperoleh nilai x2 hitung sebesar 6,642 dengan taraf signifikansi 0,05,

derajat kebebasan (dk)=2, dan x2 tabel sebesar 3,841 dengan nilai signifikansi

0,011 < 0,05 artinya terdapat hubungan antara paritas dengan prolapsus uteri.

Hasil penelitian Khailullah (2011) mengenai kejadian prolapsus uteri pada

rumah sakit umum dr.Zainoel Abidin Banda Aceh, diperoleh data terdapat 71

kasus prolapsus uteri selama 4 tahun (2007 sampai 2011), 19 kasus pada 2007, 9

kasus 2008, 22 kasus 2009 dan 21 kasus 2010. Terbanyak dari kasus adalah pada

usia 60-80 tahun (57,74%). Terdapat 4 kasus dengan penyakit lain seperti

hemorrhoid, prolaps recti, hernia umbilical dan mioma uteri. Pada

penatalaksanaan 88,79% dilakukan total vaginal histerektomi (TVH), 5,63%, total

histerektomi dan 4 (5.63%) kasus menolak untuk di operasi.

Perbedaan dengan penelitian yang sekarang adalah terletak pada judul yaitu

gambaran kasus prolaps uteri pada wanita menopause di RSU dr. Soekardjo

Tasikmalaya, metode yang digunakan adalah deskriptif, instrumen menggunakan

format wawancara dan hasil diagnosis ke petugas kesehatan dengan pendekatan

studi kasus dan data analisis data secara kualitatif.


7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Prolaps Uteri

1. Pengertian

Prolapsus uteri adalah keadaan yang terjadi akibat otot penyangga

uterus menjadi kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser kebawah dan

dapat menonjol keluar dari vagina (Widjanarko, 2009).

Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh

karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal

menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus

genitalis (Pudjiastuti, 2013).

Prolapsus uteri adalah keadaan yang terjadi akibat otot penyangga

uterus menjadi kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser kebawah dan

dapat menonjol keluar dari vagina (Harlinda, 2013).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, prolaps uteri adalah keadaan

dimana uterus atau rahim turun ke bawah melalui dasar panggul sebagai akibat

penyangga uterus yang kendoir sehingga menonjol ke luar vagina.

7
8

Gambar 2.1 Prolaps uteri

2. Tanda dan gejala

Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang-kadang penderita

yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun.

Sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.

Prolaps dapat terjadi secara akut, dalam hal ini dapat timbul gejala nyeri yang

sangat, muntah dan kolaps. Keluhan-keluhan yang hampir dijumpai menurut

Yulifitra (2013) adalah:

a. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia

eksterna.

b. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita

berbaring keluhan menghilang atau menjadi kurang.

c. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:

1) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian

bila lebih berat juga pada malam hari;

2) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya;


9

3) Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,

mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urinae pada sistokel

yang besar sekali.

d. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:

1) Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel;

2) Baru dapat defekasi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari

vagina

e. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :

1) Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu

berjalan dan bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana menimbulkan

lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio uteri


2) Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan karena

infeksi serta luka pada porsio uteri.

f. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa

penuh di vagina.

3. Etiologi
Penyebab dasar terjadinya prolaps uteri pada wanita menopause adalah

kelemahan dari jaringan ikat yang menyokong struktur-struktur panggul, dasar

panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (rupture

perinea atau regangan) atau karena usia lanjut dan hormon estrogen telah

berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.

4. Faktor penyebab
a. Paritas
10

Seorang wanita menopause yang dengan Partus yang berulang kali

dan terjadi terlampau sering merupakan faktor utama terjadinya prolapsus

uteri. Kebanyakan wanita yang pernah melahirkan empat kali atau lebih

akan mengalami kelemahan otot besar panggul (Wiknjosastro, 2007).

Wanita yang pernah melahirkan terutama yang mempunyai riwayat

melahirkan empat kali atau lebih akan mengalami kelemahan otot besar

panggul sehingga terjadi penurunan organ panggul.

b. Riwayat persalinan

Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.

Persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi

dinding vagina bawah pada kala dua, penatalaksanaan pengeluaran

plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik.

Prolaps uteri, sering ditemui pada wanita dengan riwayat banyak

persalinan yang menimbulkan trauma berulang pada otot-otot dan

penunjang dasar panggul. Saat mencapai lansia, jaringan penunjang

tersebut mengalami keadaan degeneratif dan tidak kuat menopang sistem

organ di atasnya, seperti rahim maupun kandung kemih (Yulfitra, 2014)

Menurut Rasyidi (2013) prolapsus uteri terdapat dalam berbagai

tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri kompleta atau

totalis. Sebagai akibat persalinan, khususnya persalinan yang susah

terdapat kelemahan-kelemahan ligament yang tergolong dalam fascia

endopelvika dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Dalam keadaan


11

demikian tekanan intraabdominal memudahkan penurunan uterus,

terutama apabila tonus oto-otot berkurang.

c. Ras
Perbedaan frekuensi berdasar ras diperkirakan berhubungan dengan

komponen genetik
d. Hormon
Prolaps pada wanita dalam masa menopause dikarenakan

menurunnya hormon estrogen sehingga ovarium pada masa menopause

sudah tidak berfungsi yang dalam menyebabkan pengecilan ukuran rahim

(Rasyidi, 2013).
Menurut Pudjiastuti ( 2013) Menopause juga dapat menyebabkan

turunnya rahim karena produksi hormon estrogen berkurang sehingga

elastisitas dari jaringan ikat berkurang dan otot-otot panggul mengecil

yang menyebabkan melemahnya sokongan pada rahim.


5. Klasifikasi

Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan

pendapat antara ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961) dalam Widjanarko

(2009) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu:

a. Prolapsus uteri tingkat I, di mana serviks uteri turun sampai introitus

vaginae; Prolapsus uteri tingkat II, di mana serviks menonjol keluar dari

introitus vaginae; Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari

vagina; prolapsus ini juga dinamakan prosidensia uteri.


12

b. Prolapsus uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina; Prolapsus

uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus, sedang pada prosidensia uteri,

uterus seluruhnya keluar dari vagina.

c. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vaginae; Prolapsus

uteri tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari 1/2 bagian;

Prolapsus uteri tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari 1/2

bagian.

d. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosessus spinosus; Prolapsus

uteri tingkat II, serviks terdapat antara prosessus spinosus dan introitus

vaginae; Prolapsus uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus.

e. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri

tingkat IV (prosidensia uteri).

6. Patofisiologi

Pada masa menopause perubahan fisiologi adalah ovarium tidak

berfungsi dan kadar estrogen semakin menurun, alat kelamin dapat mengalami

kering tanpa lendir dan pengecilan ukuran rahim (Manuaba, 2009). Organ-

organ pelvik wanita ditunjang oleh kompleksitas jalinan otot-otot (levator), fa-

sia (diafragma urogenital, fasia endopelvik) dan beberapa ligamen. Kerusakan

pada salah satu struktur ini berpotensi menimbulkan kelemahan atau hilangnya

penunjang pelvis dan organ pelvik (Pudjiastuti, 2014).

Jika serviks uteri terletak di luar vagina, maka ia menggeser dengan

celana yang dipakai oleh wanita dan lambat laun bisa berbentuk ulkus, yang
13

dinamakan ulkus dekubitus. Jika fascia didepan dinding vagina kendor oleh

suatu sebab, biasanya trauma obstetric, ia terdorong oleh kandung kencing ke

belakang dan menyebabkan menonjolnya dinding depan vagina ke belakang,

hal ini dinamakan sistokel.

Sistokel ini pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena

persalinan berikutnya, terutama jika persalinan itu berlangsung kurang lancar,

atau harus diselesaikan dengan menggunakan peralatan. Urethra dapat pula

ikut serta dalam penurunan itu den menyebabkan urethrokel. Uretherokel ini

harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan urethra

dan kandung kencing normal, hanya dibelakang urethra ada lubang yang

menuju ke kantong antara urethra dan vagina.

Kekendoran fascia dibelakang vagina oleh trauma obstetric atau sebab-

sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan

dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina, ini dinamakan rectokel.

Enterokel adalah suatu hernia darimenurun


Estrogen cavum douglasi. Dinding vagina atas

bagian belakang turun , oleh karena itu menonjol kedepan, isi kantong hernia

ini adalah usus halus atau sigmoid


Ovarium tidak berfungsi

Pengecilan ukuran rahim

Kelemahan atau hilangnya


penunjang pelvis dan organ
pelvik

Uterus menggeser dan turun


14

Gambar 3.1 Patofisiologi prolaps uteri pada menopasue

7. Diagnosis

Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya

dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Friedman dan

Littla (1961) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:

a. Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan dengan

pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal, atau

porsio sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar dari

vagina.
b. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi, ditentukan

pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasa

dinamakan elongasio kolli.


c. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek

dan, tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita
15

mengejan. Jika dimasukkan ke dalam kandung kencing kateter logam,

kateter itu diarahkan ke dalam sistokel, dapat diraba kateter tersebut dekat

sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknva lebih ke bawah dari

sistokel, dekat pada orifisium urethral eksternum.

Menegakkan diagnosis rektokel mudah, yaitu menonjolnya rektum ke

lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong,

memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan

diagnosis., jari dimasukkan ke dalam rektum, dan selanjutnya dapat diraba

dinding rektokel yang menonjol ke lumen vagina. Enterokel menonjol ke

lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada pemeriksaan rektal dinding rektum

lurus, ada benjolan ke vagina terdapat di atas rektum.

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:

a. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.


Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio);

karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut,

dan berwarna keputih-putihan.


b. Dekubitus.
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha

dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan

lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu

dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia


16

lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat

kepastian akan adanya karsinoma.


c. Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli.
Jika serviks uteri turun ke dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan

penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian

uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah - serviks uteri

mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini

dinamakan elangasio kolli. Hipertrofi ditentukal dengan periksa lihat dan

periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih

panjang dari biasa.


d. Gangguan miksi dan stress incontinence.
Pada sistokel berat-miksi kadang kadang terhalang, sehingga kandung

kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga

menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan

hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara

kandung kencing dan urethra yang dapat menimbulkan stress

incontinence.

e. Infeksi jalan kencing.


Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi Sistitis yang

terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan

pielonefritis. Akhirnya, hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.


f. Hemoroid.
Faeses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan

timbul hemoroid.
g. Inkarserasi usus halus.
17

Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan

kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan

laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu.


9. Penatalaksanaan

Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu.

Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita masih

ingin mendapat anak lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi, atau

kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi.

a. Latihan-latihan otot dasar panggul

Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang

terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk

menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi

miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan. Caranya ialah,

penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti

biasanya setelah selesai miksi, atau penderita disuruh membayangkan

seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba

menghentikannya. Latihan ini bisa menjadi lebih efektif dengan

menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas abturator

yang dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan suatu pipa

dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-

otot dasar panggul dapat diukur.

b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik


18

Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan

alat listrik; elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang

dimasukkan ke dalam vagina.

c. Pengobatan dengan pessarium

Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif,

yakni menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena jika

pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium

ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian

atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun

dan melewati vagina bagian bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar

panggul terlalu lemah, pessarium jatuh dan prolapsus uteri akan timbul

lagi. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalis ialah pessarium

cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat

digunakan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (stem)

dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lobang, dan di

ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan di bawah serviks dan tali-tali

dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada

pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur

dengan jari jarak antara forniks vaginae dengan pinggir atas introitus

vaginae; ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk mendapat diameter

dari pessarium yang akan dipakai.


19

Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke

dalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut

ditempatkan ke forniks vagina posterior. Kadang-kadang pemasangan

pessarium dari plastik mengalami kesukaran, akan tetapi kesukaran ini

biasanya dapat diatasi. Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan,

sebaiknya dipakai pessarium dari karet dengan per di dalamnya. Pessarium

ini dapat dikecilkan dengan menjepit pinggir kanan dan kiri antara 2 jari,

dan dengan demikian lebih mudah dimasukkan ke dalam vagina. Untuk

mengetahui setelah dipasang, apakah ukurannya cocok, penderita disuruh

batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-

jalan, apabila tidak merasa nyeri, pessarium dapat dipakai terus.

Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja

penderita diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3

bulan sekali; vagina diperiksa inspekulo untuk menentukan ada tidaknya

perlukaan; pessarium dibersihkan dan disucihamakan, dan kemudian

dipasang kembali. Pada kehamilan, reposisi prolapsus dengan memasang

pessarium bentuk cincin dan kalau perlu ditambah tampon kasa serta tidur

baring, mungkin sudah menolong. Apabila pessarium dibiarkan dalam

vagina tanpa pengawasan yang teratur, dapat timbul komplikasi ulserasi,

dan terpendamnya sebagian dari pessarium dalam dinding vagina, malahan

biasa terjadi fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis.


20

Kontraindikasi terhadap pemakaian pessarium ialah adanya radang pelvis

akut atau subakut, dan karsinoma.

Indikasi penggunaan pessarium adalah: 1) kehamilan; 2) bila

penderita belum siap untuk dilakukan operasi; 3) sebagai terapi tes,

menyatakan bahwa operasi harus dilakukan; 4) penderita menolak untuk

dioperasi, lebih suka terapi konservatif; 5) untuk menghilangkan simpton

yang ada, sambil menunggu waktu operasi dapat dilakukan.

10. Pengobatan Operatif


a. Hysterektomi vagina

Hysterektomi vaginal sebagai terapi prolaps dipilih kalau ada methroragi,

patologi portio atau tumor dari uterus, juga pada prolaps uteri tingkat

lanjut.

b. Manchester – Fothergill
Dasarnya ialah memendekkan ligamentum Cardinale. Disamping itu dasar

panggul diperkuat ( Perineoplasty ) dan karena sering ada elongasio coli

dilakukan amputasi dari portio. Cystokele atau Rectokele dapat diperbaiki

dengan Kolporafia anterior atau posterior.


c. Kolpocleisis ( Neugebauer – Le Fort )
Pada wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi

sederhana dengan menghubungkan dinding vagina depan dengan bagian

belakang, sehingga lumen vagina ditiadakan dan uterus terletak diatas

vagina yang tertutup itu. Akan tetapi operasi ini dapat mengakibatkan

tarikan pada dasar kandung kemih kebelakang, sehingga dapat


21

menimbulkan inkontinensia urine, atau menambah inkontinensia yang

telah ada.
d. Operasi transposisi dari Watkins ( interposisi operasi dari Wertheim )

Prinsipnya ialah menjahit dinding depan uterus pada dinding depan vagina,

sehingga korpus uteri dengan demikian terletak antara dinding vagina dan

vesika urinaria dalam hiperantefleksi dan ekstra peritoneal. Disamping itu

dilakukan amputasi portio dan perineoplasty.

B. Kerangka Alur Pikir

Etiologi : Predisposisi :
Kelemahan penyangga organ a. Paritas
panggul b. Riwayat persalinan
(Wiknjosastro, 2007)

Prolaps uteri

Penatalaksanaan
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
c. Pengobatan dengan pessarium
d. Hysterektomi vagina
e. Manchester – Fothergill
f. Kolpocleisis ( Neugebauer – Le Fort
)
Operasi transposisi dari Watkins
22

Gambar 3.1 Kerangka Alur Pikir

Gambar 3.1 Kerangka Alur Pikir


23

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Definisi Istilah

1. Prolaps uteri adalah suatu

kondisi dimana keadaan dimana uterus atau rahim turun ke bawah melalui

dasar panggul sebagai akibat penyagga uterus yang kendor sehingga menonjol

ke luar vagina.

2. Paritas adalah jumlah anak

yang dilahirkan oleh ibu menopause sehingga mengalami prolaps uteri, paritas

yang meyebabkan prolaps adalah grandemultipara

3. Riwayat persalinan adalah

suatu keadaan dimana ibu bersalin mengalami persalinan melalui jalan lahir

yang terlampau sering dan menggunakan alat bantu seperti vakum atau

forceps.

4. Penatalaksanaan adalah

tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengatasi atau

mengobati ibu menopause yang mengalami prolaps uteri.

B. Pendekatan Penelitian
Rancangan laporan studi kasus ini menggunakan pendekatan studi kasus.

Dengan metode ini dapat menggambarkan keadaan ibu menopause dengan

prolaps uteri.
24

C. Subjek Studi Kasus


Subjek studi kasus dalam studi kasus ini adalah ibu menopause dengan

23
prolaps uteri di RSU dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2014.

D. Pengumpulan Data
1. Observasi
Melakukan observasi langsung terhadap ibu menopause dalam mendiagnosis

kasus dan penatalaksanaan


2. Wawancara
Melakukan tanya jawab langsung dengan ibu yang mengalami prolaps uteri,

dengan dokter dan bidan untuk memperoleh informasi yang berhubungan

dengan prolaps uteri.

E. Waktu dan Tempat Penelitian


Studi kasus ini akan dilaksanakan pada bulan April tahun 2014 di RSU dr.

Soekardjo Kota Tasikmalaya.

F. Instrumen Penelitian
1. Pedoman Wawancara

Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini

adalah format wawancara dan di bantu dengan menggunakan media elektronik

(tape recorder) dan alat tulis untuk mengetahui paritas dan riwayat persalinan

yang lalu.

2. Rekam Medik

Penulis mengambil data dari hasil USG, hasil diagnosis dan

penatalaksanaan ibu dengan prolaps uteri.

3. Format Observasi
25

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data-data tentang

pentalaksanaan pada kasus prolaps uteri.

G. Etika Studi Kasus


Sebelum pengumpulan data, terlebih dahulu peneliti memberikan

penjelasan kepada ibu dan keluarga tentang maksud dan tujuan dari studi kasus,

kemudian memberikan lembar persetujuan (Informed consent) kepada responden

untuk ditandatangani, setelah diajukan informed consent ibu dan kelurga bersedia

bersedia menjadi sasaran studi kasus.


Mengenai data-data yang akan dikaji, penulis memberikan kebebasan

kepada responden untuk memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan ibu bersalin prolaps uteri. Penulis menjelaskan bahwa

penelitian ini tidak akan berdampak buruk dan menjamin kepada responden

bahwa semua data yang telah diperoleh akan dirahasikan dan hanya data yang

diperlukan untuk disajikan, meliputi kerahasian identitas responden dan data

yang telah diperoleh dari responden terkait dengan penelitian ini. Pernyataan

tersebut dibuat dalam format surat pernyataan penelitian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian


1. Keadaan Umum RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya
26

Lokasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya yang terletak di Jalan Rumah Sakit

No. 33 Tasikmalaya, terdiri dari 46 Unit Bangunan yang dipergunakan untuk

Ruangan Unit Perawatan dan lainnya yang dipergunakan untuk Unit Rawat

Jalan, Pelayanan Darurat Medik, Penunjang Medik dan penunjang-penunjang

lainnya serta Pelayanan Administrasi berdiri diatas areal seluas 32. 700 m 2,

dengan luas keseluruhan bangunan ada penambahan dari tahun yang lalu yaitu

16. 859m2 tahun 2002 menjadi 17. 030 tahun 2003, tahun 2004 sampai dengan

tahun 2007 menjadi 17. 777, 55 m2, dan tahun 2008 bertambah sebanyak 252

m2, untuk penambahan ruang kelas III sehingga keseluruhnnya menjadi 18.

029, 55 m2. (Profil RSUD Kota Tasikmalaya, 2012)


2. Keadaan Umum Ruang Poli Kandungan
=

B. Hasil Penelitian
1. Subjek Penelitian
a. Informan 1
Informan 1 bernama Ny. N berusia 68 tahun dan masih memiliki suami.

Ny. N berpendidikan dari SD, sampai saat ini Ny. N masih bekerja sebagai

buruh yang masih memiliki suami.


b. Informan 2
Informan 2 bernama Ny. S berusia 70 tahun, berpendidikan dari SD, ibu

tinggal bersama suami , sehari-hari ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga.
2. Analisa kasus untuk mendiagnosa ibu menopause dengan prolaps uteri
Tabel 4.1
Analisa kasus ibu menopause dengan prolaps uteri di RSU dr. Soekardjo
Tasikmalaya
27

Jawaban
Penegakkan Diagnosa Informan 1 Informan 2
1. Perasaan ada yang mengganjal Ya, Muhun, meni
pada perut bagian bawah mengganggu ngaganggu
Mengganggu aktivitas ibu

2. perasaan berat dan penuh pada Muhun, Muhun,


daerah panggul ngaganggu ngaganggu
Perasaan terganggu

3. Nyeri atau muntah bahkan jatuh Aya pusing, Lieur, teras


pingsan sok gatel, ateul
4. Luka atau lecet di daerah luka sareng Muhun, aya
kewanitaan ibu lecet namun lecet. Tapi teu
tidak ada aya nu kaluar
tonjolan
5. Merasakan nyeri pinggang atau Ya, pernah Ya, pernah
panggul yang berkurang
bahkan hilang dengan
berbaring
6. BAK sedikit-sedikit dan sering Lebih dari 8 Sekitar 7 kali
atau perasaan tidak puas saat kali an
BAK
7. Tidak bisa menahan BAK Tidak, Tidak
terkadang
8. Mengalami masalah saat ibu Tidak pernah Tidak
BAB
9. Hasil USG (Melihat hasil USG) - -
10. Catatan Rekam Medik (Melihat Ya Ya
status pasien)

Keterangan pada tabel 4.1 menunjukkan adanya kasus prolaps uteri

pada wanita menopause dengan gejala ada yang mengganjal pada perut bagian

bawah dan perasaan berat dan penuh pada daerah panggul sehingga kedua
28

informan merasa terganggu. Informan 1 dan 2 mengungkapkan dirinya merasa

pusing dan gatal pada daerah jalan lahir kemudian merasa nyeri pada

pinggang atau panggul, namun apabila berbaring rasa nyeri itu berkurang.

Masing-masing informan merasakan gangguan pada BAK yaitu sedikit-sedikit

bahkan tidak puas saat BAK, informan mengatakan BAK 7-8 kali sehari

3. Faktor yang menyebabkan kejadian prolaps uteri


a. Faktor paritas yang menyebabkan prolaps uteri pada wanita menopause
Tabel 4.2
Faktor paritas yang menyebabkan prolaps uteri pada wanita menopause di
RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya
Analisis Pertanyaan Jawaban
A. Faktor Paritas Informan 1 Informan 2
11. Jumlah anak ibu 6 orang Sudah 7 orang
12. Mengalami keguguran tidak Tidak

13. Usia anak ibu yang terakhir Lahirnya tahun 30 tahunan


1972
14. Jarak antara anak ibu yang satu Rata-rata 3 Ada yang dua
dengan yang lainnya tahun tahun aya nu 3
tahun

Hasil wawancara yang terdapat pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa

paritas informan 1 memiliki anak 6 orang dengan usia anak terakhir sekitar 42

tahun, sedangkan informan 2 memiliki anak 7 orang dengan usia anak teakhir

30 tahun. Namun kedua informan mengungkapkan tidak pernah mengalami

keguguran. Selanjutnya, kedua informan mengungkapkan jarak kelahiran

antara anak satu dengan yang lainnya berkisar 2-3 tahun.


29

B. Faktor riwayat persalinan yang menyebabkan prolaps uteri pada wanita

menopause

Tabel 4.3
Faktor riwayat persalinan yang menyebabkan prolaps uteri pada wanita
menopause di RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya

Analisis Pertanyaan Jawaban


B. Faktor Riwayat Persalinan Informan 1 Informan 2
15. Persalinan ibu di tolong oleh Tidak Nu terakhir di
tenaga kesehatan Jauh bidan, yang
alasannya lainnya di
paraji, tidak
punya biaya
16. Mengalami masalah selama Ya, Rada lami,
proses persalinan Meneran beda dari yang
Jenis masalah sebelum sebelumnya
pembukaan
lengkap
17. Bersalin dari jalan lahir dan Ya Ya
normal
18. Melahirkan dengan bedah Tidak Tidak
operasi
19. Melahirkan dengan bantuan Tidak Tidak
alat
30

Keterangan yang tercantum pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa

riwayat persalinan yang dialami oleh kedua informan dengan penolong

persalinan oleh non tenaga kesehatan. Kedua informan mengungkapkan

bersalin ditolong oleh dukun paraji. Informan 1 berasalan bersalin oleh paraji

karena jauh ke tenaga kesehatan, sedangkan informan 2 mangatakan tidak

memiliki biaya yang cukup. Informan 1 memiliki riwayat persalinan yang

kurang baik yaitu meneran sebelum lengkap, sedangkan informan 2

mengungkapkan riwayat persalinan lama. Kedua informan tersebut

mengungkapkan bersalin dari jalan lahir dan tidak pernah melahirkan dengan

bedah operasi atau dengan bantuan alat seperti vakum atau forceps.

C. Penatalaksanaan kasus prolaps uteri pada wanita menopause

Tabel 4.1
Penatalaksanaan kasus prolaps uteri pada wanita menopause di RSU dr. Soekardjo
Tasikmalaya
Penatalaksanaan Informan 1 Informan 2 Hasil

Bidan menganjurkan
ibu untuk melakukan
latihan otot panggul
dengan cara senam
kegel

Pengobatan dengan Ya, karena Ya, Pasien terpasang


pessarium ketakutan karena tidak pessarium dan
dilakukan mempunyai dapat segera
pembedahan biaya pulang, jika 1-2
hari ada keluhan
dianjurkan untuk
kontrol
31

Penatalaksanaan yang dilakukan pada kedua informan sebagai wanita

menopause dengan prolaps adalah dengan pessarium. Alasan yang

dikemukakan oleh Informan 1 menolak untuk operasi sedangkan informan 2

berasalan karena masalah ekonomi.

C. Pembahasan
1. Diagnosis

Berdasarkan hasil wawancara terhadap ibu yang mengalami prolaps

uteri diperoleh keterangan bahwa adanya kasus prolaps uteri pada wanita

menopause dengan gejala ada yang mengganjal pada perut bagian bawah dan

perasaan berat dan penuh pada daerah panggul sehingga kedua informan

merasa terganggu namun tidak ada organ yang menonjol keluar. Informan 1

dan 2 mengungkapkan dirinya merasa pusing dan gatal pada daerah jalan lahir

kemudian merasa nyeri pada pinggang atau panggul, namun apabila berbaring

rasa nyeri itu berkurang. Masing-masing informan merasakan gangguan pada

BAK yaitu sedikit-sedikit bahkan tidak puas saat BAK, informan mengatakan

BAK 7-8 kali sehari.

Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat bahwa melihat dari

tanda dan gejala yang dirasakan oleh kedua informan sesuai dengan teori

bahwa kedua informan mengalami prolaps organ panggul yaitu uteri pada
32

grade II. Gejala yang timbul pada prolapsus uteri bersifat individual dan

berbeda-beda. Gejala yang biasa muncul adalah tekanan kuat pada vagina,

serta terdapat pembengkakan pada introitus vagina dan ketika diperiksa dapat

ditemukan sistokel, rektokel atau enterokel.

Hal ini sesuai dengan Richter (2005) mengatakan bahwa gejala-gejala

yang muncul pada pasien POP tidak spesifik untuk membedakan prolaps dari

beberapa kompartemen tetapi dapat mencerminkan derajat prolaps secara

keseluruhan. Pada saat terjadi penurunan serviks ke dalam vagina, seorang

wanita tidak dapat menggunakan tampon lebih lama. Pasien biasanya tidak

menyadari adanya protrusi ketika prolaps masih diatas hymen, tetapi mereka

mengalami penekanan pada panggul atau merasa berat. Nyeri panggul dan

nyeri punggung sering dipertimbangkan sebagai gejala dari POP.

Dari hasil wawancara juga ditemukan bahwa ibu merasa nyeri panggul

saat berdiri namun terasa hilang atau berkurang saat berbaring dan adanya

gangguan berkemih. Richter (2005) menyebukan bahwa wanita dengan POP

sering mengeluhkan gejala pada sistem urinarius. Mekanisme yang mendasari

gejala ini dapat berbeda-beda. Beberapa wanita mengalami gejala stress

incontinence karena inkompeten uretra, tetapi wanita yang mengalami prolaps

vagina anterior berat, tidak mengalaminya. Pada kasus lain, wanita dengan

inkompeten uretra tidak mengeluhkan gejala karena terjadinya prolaps

menyebabkan uretra menjadi kaku dan mengalami obstruksi.


33

Menurut Marjike (2010) pada pemeriksaan fisik difokuskan pada

pemeriksaan panggul, dimulai dengan inspeksi pada vulva dan vagina untuk

mengidentifikasi adanya erosi, ulserasi, atau lesi lain. Lesi yang mencurigakan

harus dibiopsi dengan segera. Ulkus yang nampak jinak harus diobservasi

dengan ketat dan dibiopsi jika tidak sembuh dengan pemberian terapi.

Perluasan prolaps seharusnya dapat dinilai secara sistematis. Pada prolaps

yang berat, penentuan perluasan prolaps dan struktur yang menyertainya

(vagina anterior dan posterior, serviks atau ujung vagina) biasanya tidak sulit.

2. Paritas
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa paritas informan 1

memiliki anak 6 orang dengan usia anak terakhir sekitar 42 tahun, sedangkan

informan 2 memiliki anak 7 orang dengan usia anak teakhir 30 tahun. Namun

kedua informan mengungkapkan tidak pernah mengalami keguguran.

Selanjutnya, kedua informan mengungkapkan jarak kelahiran antara anak satu

dengan yang lainnya berkisar 2-3 tahun.


Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat bahwa partus yang

berulang kali dan terjadi terlampau sering merupakan faktor utama terjadinya

prolapsus uteri. Wanita yang pernah melahirkan terutama yang mempunyai

riwayat melahirkan empat kali atau lebih akan mengalami kelemahan otot

besar panggul sehingga terjadi penurunan organ panggul.


Hal ini sesuai dengan Wiknjosastro ( 2007) yang mengatakan bahwa

seorang wanita menopause yang dengan Partus yang berulang kali dan terjadi

terlampau sering merupakan faktor utama terjadinya prolapsus uteri.


34

Kebanyakan wanita yang pernah melahirkan empat kali atau lebih akan

mengalami kelemahan otot besar panggul. Wanita yang pernah melahirkan

terutama yang mempunyai riwayat melahirkan empat kali atau lebih akan

mengalami kelemahan otot besar panggul sehingga terjadi penurunan organ

panggul.
Hasil penelitian adalah adanya hubungan yang bermakna antara paritas

dengan kejadian prolapsus uteri. Diperoleh nilai x2 hitung sebesar 6,642

dengan taraf signifikansi 0,05, derajat kebebasan (dk)=2, dan x2 tabel sebesar

3,841. Didapatkan bahwa x2 hitung lebih besar dari x2 tabel dan nilai

signifikansi 0,011 < 0,05 ini berarti bahwa Ho ditolak, maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan

kejadian prolapsus uteri, dengan hubungan keeratan yaitu 0,365.


Besar nilai odds ratio yang diperoleh adalah lebih besar dari 1 (OR>1),

ini menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor terjadinya prolapsus uteri.

Dan peluang terjadinya prolapsus uteri untuk paritas > 3 adalah 5,667.

Kesimpulan yang didapat yaitu terdapat hubungan antara paritas dengan

kejadian prolapsus uteri di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2008.

Kata kunci : paritas, kejadian prolapsus uteri


3. Riwayat persalinan
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa riwayat

persalinan yang dialami oleh kedua informan dengan penolong persalinan

oleh non tenaga kesehatan. Kedua informan mengungkapkan bersalin ditolong

oleh dukun paraji. Informan 1 berasalan bersalin oleh paraji karena jauh ke

tenaga kesehatan, sedangkan informan 2 mangatakan tidak memiliki biaya


35

yang cukup. Informan 1 memiliki riwayat persalinan yang kurang baik yaitu

meneran sebelum lengkap, sedangkan informan 2 mengungkapkan riwayat

persalinan lama. Kedua informan tersebut mengungkapkan bersalin dari jalan

lahir dan tidak pernah melahirkan dengan bedah operasi atau dengan bantuan

alat seperti vakum atau forceps.


Berdasarkan data tersebut, penulis berpendapat bahwa riwayat

persalinan yang buruk yang diperberat dengan penolong persalinan oleh non

tenaga kesehatan memiliki resiko untuk menyebabkan prolaps di kemudian

hari. Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa kedua informan ditolong

oleh dukun paraji yang melakukan kesalahan dalam pimpinan persalinan yaitu

terlalu cepat mengejan sebelum pembukaan lengkap.


Menurut Sjamsuhidajat (2008) mengatakan bahwa kesalahan teknik

mengejan seperti mengejan sebelum pembukaan lengkap, dapat memicu

pembengkakan atau edema pada mulut rahim. Kondisi itu akan mempersulit

proses persalinan selanjutnya, dan menyebabkan prolaps otot panggul. Hal ini

sesuai dengan Yulfitra (2014) yang mengungkapkan bahwa prolaps uteri

sering ditemui pada wanita dengan riwayat banyak persalinan yang

menimbulkan trauma berulang pada otot-otot dan penunjang dasar panggul.

Saat mencapai lansia, jaringan penunjang tersebut mengalami keadaan

degeneratif dan tidak kuat menopang sistem organ di atasnya, seperti rahim

maupun kandung kemih.


Menurut Rasyidi (2013) prolapsus uteri terdapat dalam berbagai

tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri kompleta atau totalis.
36

Sebagai akibat persalinan, khususnya persalinan yang susah terdapat

kelemahan-kelemahan ligament yang tergolong dalam fascia endopelvika dan

otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Dalam keadaan demikian tekanan

intraabdominal memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus oto-

otot berkurang.
4. Penatalaksanaan
Menurut hasil wawancara dengan Bd. I di Ruang Poli Kandungan

diperoleh keterangan bahwa penatalaksanaan yang dilakukan pada kedua

informan sebagai wanita menopause dengan prolaps adalah dengan pessarium.

Alasan yang dikemukakan oleh Informan 1 menolak untuk operasi sedangkan

informan 2 berasalan karena masalah ekonomi. Berdasarkan keterangan

tersebut penulis berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk kasus wanita

menopause dengan prolaps dapat dilakukan dengan pessarium. Hal ini

didasarkan atas indikasi medis dimana pada usia tersebut ibu dalam keadaan

tua dan lemah.

Hal ini sesuai dengan Pratiwi (2011) Indikasi terapi menggunakan

pesarium meliputi kehamilan dan kontra indikasi medis khusus untuk

melakukan operasi pada pasien tua dan lemah. Pesarium juga dapat digunakan

pada semua keadaan dimana pasien memilih untuk tidak operasi. Pesarium

dapat disesuaikan pada setiap pasien yang mengalami POP tanpa

memperhatikan stadium atau tempat predominan terjadinya prolaps. Pesarium

tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, dan dapat dikategorikan sebagai

suportif (pesarium cincin) atau memenuhi celah (pesarium donut). Pesarium


37

yang sering digunakan untuk prolaps meliputi pesarium cincin (dengan atau

tanpa penyokong) dan Gellhorn, donut dan pesarium kubus.

Berdasarkan hasil observasi terhadap penatalaksanaan yang dilakukan

pemeriksaan dalam oleh petugas kesehatan, selanjutnya pesarium cincin yangs

udah tersedia dimasukkan untuk mendorong organ panggul yang menonjol

keluar, secara hati-hati dan pelan-pelan namun pasti sehingga organ tersebut

terkunci dalam jalan lahir. Hal ini sesuai dengan Pratiwi (2011) yang

mengatakan bahwa pesarium cincin lebih berhasil digunakan pada prolaps

stadium II. Pada sebuah penelitian tentang penggunaan pesarium selama 2

bulan, pasien dengan POP merasa puas dengan terapi menggunakan pesarium.

Hampir semua gejala prolaps membaik dan masalah saluran urinarius

berkurang. Stadium prolaps atau aktivitas seksual bukan kontraindikasi

pemakaian pesarium.

Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat bahwa,

penatalaksanaan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam kasus prolaps

uteri menggunakan pessarium yang didasarkan pada indikasi medis dimana

kedua informan dalam kondisi tua dan lemah. Selain itu, pentaalaksanaan ini

didasarkan pula terhadap grade dari prolaps uterus sendiri, dimana pada hasil

diagnosis diketahui bahwa ibu mengalami prolaps uteri grade II.


38

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan menguraikan pembahasan tentang

gambaran faktor yang menyebabkan prolaps uteri pada wanita menopause di RSU

dr. Soekardjo Tasikmalaya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil analisis dalam mendiagnosa ibu menopause dengan prolaps uteri di

RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya kedua informan termasuk prolaps grade II


2. Faktor paritas yang menyebabkan prolaps uteri pada wanita menopause di

RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya adalah grandemultipara


3. Faktor riwayat persalinan yang menyebabkan prolaps uteri pada wanita

menopause di RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya adalah mengejan sebelum

pembukaan lengkap dan persalinan lama.


4. Penatalaksanaan kasus prolaps uteri pada wanita menopause di RSU dr.

Soekardjo Tasikmalaya yaitu dengan pessarium karena prolaps termasuk

grade II

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit


39

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebaiknya pihak rumah sakit

mengoptimalkan program kesehatan reproduksi yang sudah ada khususnya

dalam penanganan kasus prolaps uteri pada menopause.

2. Bagi Masyarakat

Sebaiknya masyarakat khususnya wanita usia subur disarankan untuk

merencakan kehamilan dan persalinan seperti ikut serta dalam program

Keluarga Berencana dan melakukan pertolongan persalinan di fasilitas

kesehatan. Selain itu segera memeriksakan kesehatan ke fasilitas kesehatan

apabila mengenai tanda dan gejala prolaps uteri.


40

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2011. Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian


Tujuan MDGs di daerah (RAD MDGs)

Harlinda, 2013. Prolapsus Uteri. http://mediacastore.com diakses tanggal 5 April


2014

Khailullah, 2011. Jurnal : Prolapsus Uteri Pada Rumah Sakit Umum dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh, Indonesia Selama 2007 sampai 2010.
Http://www.ucu.ac.id diakses tanggal 5 April 2014

Lestari, 2011. Faktor yang berhubungan dengan kejadian prolaps uteri pada pasien
kunjungan baru di poli kandungan RSUD dr. Soetomo Surabaya

Manuaba, 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan. Jakarta

Nadir, 2014. Sering Terabaikan, Kasus Prolaps Organ Panggul di Indonesia Cukup
Tinggi

Pudjiastuti, 2013. Prolaps organ panggul. Dari http://www.iuga.org diakses tanggal 5


April 2014

Rahyani, 2013. Kesehatan Reproduksi. Buku Ajar Bidan. EGC. Jakarta

Rasyidi, 2013. Prolaps Uteri. http://www.lansia.org diakses tanggal 5 April 2014

Saifudin, AB.2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta, YBP Sarwono Prawirohardjo bekerja sama dengan
JPNPKKR – POGI – JHPIEGO/MNH PROGRAM.

Scott, James R, et all. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Widya Medika
41

Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.

Suardiman, 2005. Masa Menopause. From : http//:www.andipublisier. com. Diakses


tahun 2014

Suryaningdyah, 2008. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Prolapsus Uteri di RSUD


dr. Moewardi Surakarta. P3M Akademi Kebidanan Bhakti Putra Bangsa
Purworejo

Widjanarko, 2009. Prolapsus Uteri. http://widjanarko.blogspot.com diakses tanggal 5


April 2014

Wiknjosastro, H .2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta

Yulifitra, 2013. Artikel RS Mitra Keluarga : BPH dan Prolaps Uteri : Sembuh dengan
Terapi Medikamentosa atau Operatif. Juni : 2013. Edisi 9
http//www.rsmitrakeluarga.com diakses tanggal 5 April 2014

Anda mungkin juga menyukai