Anda di halaman 1dari 134

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. V

DENGAN POST PARTUM BLUES

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG

Karya Tulis Ilmiah

Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Ujian Akhir Program

Pada Studi DIII Keperawatan Magelang

Oleh :

Patria Amanta

P.17420513059

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK

KESEHATAN SEMARANG

2016
ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM BLUES

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelanng

Oleh:

Patria Amanta

NIM. P 17420513059

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG

2016
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Patria Amanta

NIM : P17420513059

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa KTI yang saya tulis ini adalah benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri; bukan merupakan pengambilalihan tulisan

atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau pikiran saya

sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Laporan Kasus ini adalah

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Magelang, 2016

Yang membuat pernyataan,

Tanda tangan

Patria Amanta
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya penulis

dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Kasus dengan judul Asuhan

Keperawatan pada Ny. V dengan Post Partum Blues di Rumah Sakit Umum

Daerah Tidar Magelang. Dalam pembuatan Laporan Kasus ini penulis banyak

menghadapi masalah dan hambatan tetapi, berkat bantuan, bimbingan,arahan serta

support dari berbagai pihak maka Laporan Kasus ini dapat diselesaikan. Oleh

karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Sugiyanto, S.Pd. M. App. Sc, Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Semarang yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk

melaksanakan studi khususnya dalam pembuatan Laporan Kasus.

2. Putrono, S.Kep. Ns, M.Kes, Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang yang telah memberikan ijin

dan kesempatan untuk melaksanakan studi khususnya dalam pembuatan

Laporan Kasus.

3. Hermani Tri Redjeki, S.Kep, Ns.,M.kes. , Ketua Program Studi DIII

Keperawatan Magelang yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk

melaksanakan studi khususnya dalam pembuatan Laporan Kasus.

4. Wiwin Renny R, SST, S.Pd, M.Kes Dosen pembimbing penyusunan

Laporan Kasus.

5. Sri Adiyati ,S.Pd. S.Kep dan Lulut Handayani,S.Kep.Ns, M.Kes Dosen

penguji Laporan Kasus peminatan maternitas.


6. Bapak dan Ibu Dosen beserta staf Program Studi DIII Keperawatan

Magelang.

7. Bapak dan ibu serta keluarga tercinta yang selalu memberikan doa dan

memberikan motivasi, dukungan moril dan materiil untuk segera

menyelesaikan Laporan Kasus ini.

8. Teman-teman di kelas Nakula khususnya kelas Nakula 2 yang telah sama-

sama berjuang dalam menyelesaikan Laporan Kasus ini.

9. Teman-temanku Nindhita Dyah Satiti, Siti Nur Halimah,Zazhila Nailatun

Nikmah, dan yang terkasih Tri Fajar Setiawan yang selalu memberikan

semangat, dukungan serta doa untuk kelancaran dan kemudahan dalam

menyelesaikan Laporan Kasus ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penyusunan Laporan Kasus ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat

membangun sebagai masukan untuk melengkapi dan memperbaiki Laporan Kasus

ini. Semoga Laporan Kasus ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan

kontribusi bagi kemajuan profesi keperawatan.

Magelang, 2016

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………................................ i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……………………………….. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………. iii

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………. iv

KATA PENGANTAR …………………………………………….……… v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………….…... 1

B. Tujuan Penulisan …………………………………………….…… 4

C. Manfaat Penulisan …………………………………………….….. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Masa Nifas ………………………………………………. 6

1. Definisi ……………………………………………………….. 6

2. Tahap Masa Nifas ………………………………………......... 7

3. Adaptasi Fisiologi Postpartum ……………………………….. 8

4. Proses Adaptasi Fisiologi …………………………………….. 18

B. Postpartum Blues

1. Pengertian …………………………………………………….. 20

2. Etiologi ……………………………………………………….. 21

3. Manifestasi …………………………………………………… 26
C. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian …………………………………………………….. 27

2. Diagnosa Keperawatan ……………………………………….. 32

3. Rencana Keperawatan ……………………………………........ 33

4. Implementasi dan Evaluasi …………………………….…........ 43

BAB III TINJAUN KASUS

A. BiodataKlien ………………………………………………. 46

B. Pengkajian ………………………………………………….. 46

1. PemeriksaanFisik ………………………………………. 50

2. PemeriksaanDiagnostik ………………………………... 51

3. PengkajianData Fokus

a) MenurutDoenges …………………………………... 51

b) MenurutBobak ………………………………….…. 54

C. PerumusanMasalah ………………………………………… 56

D. DiagnosaKeperawatan ………………………………….….. 57

E. Perencanaan ………………………………………………… 58

F. Implementasi……………………………………………….. 59

G. Evaluasi…………………………………………………….. 68

BAB IV PEMBHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan ………………………………………………… 73

B. Simpulan ……………………………………………………. 81

Daftar Pustaka
DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Pathway Post Partum Blues ……………………………….. 28


DAFTAR TABEL

Gambar

1.1 Tabel involusi uterus pada masa nifas ……………………... 8


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Dokumentasi Askep

2. SOP Memandikan Bayi

3. SAP

4. LEAFLET

5. Lembar Bimbingan

6. Daftar Riwayat Hidup


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wanita yang dapat melahirkan adalah sebuah karunia terbesar dan

merupakan momen yang sangat membahagiakan. Setelah melahirkan banyak

orang menganggap bahwa kehamilan adalah kodrat wanita yang harus dilalui

namun kenyataannya pada wanita yang mengalami hal tersebut, melahirkan

dapat menjadi episode yang dramatis dan traumatis yang sangat menentukan

kehidupannya, karena ibu yang mengalami stress, perasaan sedih dan takut

akan mempengaruhi emosional dan sensivitas ibu pasca melahirkan. (Suherni

dkk, 2009)

Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya placenta sampai enam

minggu berikutnya. Istilah waktu yang tepat digunakan dalam rangka

pengawasan post partum adalah 2-6 jam, 2 jam - 6 hari, 2 jam - 6 minggu.

Kelahiran bayi merupakan peristiwa yang menyenangkan karena telah

berakhir masa kehamilan yang telah lama ditunggu-tunggu, tetapi dapat

menimbulkan masalah atau gangguan yang dapat membahayakan kesehatan

ibu, karena itu pengawasan dan asuhan post partum masa nifas sangat

diperlukan. (Amar YettiZ,EkoSuryani, 2005)

Perubahan pasca persalinan tidak hanya terjadi pada fisik ibu saja

namun juga terjadi perubahan psikologis pasca persalinan atau pada masa

nifas. Perubahan psikologis selama masa nifas tidak terlepas dari


meningkatnya kesehatan ibu. Seorang ibu yang baru melahirkan pada

umumnya digambarkan tampak gembira, penuh cinta kasih, dan sangat

tenang. Tetapi apakah semua memiliki perasaan yang sama? Sebenarnya,

tidak semua ibu menunjukan gambaran emosi yang sama seperti perasaan

sedih, cemas, bahkan depresi. (Herri,NamoraLumongga, 2011)

Wanita pada pasca persalinan perlu melakukan penyesuaian diri

dalam melakukan aktivitas dan peran barunya sebagai seorang ibu di minggu-

minggu pertama atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan. Wanita yang

telah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan baik dapat melewati

gangguan psikologis ini, tetapi sebagian lain yang tidak berhasil melakukan

penyesuaian diri ini akan mengalami gangguan-gangguan psikologis, inilah

yang dinamakan syndrome baby blues (Mansur, 2009).

Secara global diperkirakan 20% wanita melahirkan menderita post

partum blues. Di Belanda tahun 2001 diperkirakan 2-10% ibu melahirkan

mengidap gangguan ini. Diperkirakan 50-70% ibu melahirkan menunjukkan

gejala-gejala awal kemunculan post partum blues, walau demikian gejala

tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi yang baik serta

dukungan dari keluarga yang cukup. Suatu penelitian di Negara yang pernah

di lakukan seperti di Swedia, Australia, Italia dan Indononesia dengan

menggunakan EDPS (Edinburg Postnatal Depressiob Scale) tahun 1993

menunjukkan 73% wanita mengalami post partum blues. (Zietraelmart, 2008)


Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia yaitu di Jakarta

yang dilakukan oleh dr. Irawati Sp.Kj, 25% dari 580 ibu yang menjadi

respodennya mengalami sindroma ini. Dan dari beberapa penelitian yang

telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya, ditemukan bahwa 3

angka kejadian syndrome baby bluest terdapat 11-30% , ini merupakan

jumlah yang tidak sedikit dan tidak mungkin dibiarkan begitu saja (Pangesti,

2010). Data penelitian di berbagai belahan dunia secara tegas menunjukkan

2/3 atau sekitar 50-75% wanita mengalami baby blues syndrome. Sementara

itu menurut Journal medika tahun 2009 di Indonesia saat ini terdapat hampir

80% ibu mengalami depresi pasca bersalin dan 75% diantaranya terjadi pada

ibu primigravida.

Dari uraian di atas, dapat menunjukan bahwa angka kejadian post

partum blues pada ibu pasca persalinan cukup tinggi, di sisi lain tenaga

kesehatan kebanyakan hanya mengutamakan pemulihan ibu pasca persalinan

hanya dari segi fisik saja dan kurang memperhatikan dari segi psikologis.

Jika hal ini dianggap enteng, keadaan ini bisa serius dan bisa bertahan dua

minggu sampai satu tahun dan akan berlanjut menjadi Post Partum Sindrome.

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang memiliki berbagai peran, juga sangat

dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien tidak hanya

dari segi fisik namun juga psikologis, khususnya klien dengan postpartum

blues. Hal tersebut yang mendasari penulis tertarik untuk mengambil judul

“Asuhan Keperawatan Post Partum Blues di Rumah Sakit Umum Derah

Tidar Magelang”
A. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menggambarkan Asuhan Keperawatan pada Post Partum Blues dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi

pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

2. Tujuan khusus

a. Menggambarkan hasil pengkajian post partum blues

b. Menggambarkan rumusan diagnosa keperawatan post partum

blues

c. Menggambarkan rencana keperawatan post partum blues

d. Menggambarkan implementasi keperawatan post partum blues

e. Menggambarkan evaluasi keperawatan post partum blues

B. Manfaat Penelitian

1. Penulis

Penulis dapat menerapkan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan

kepada pasien dengan post partum blues

2. Institusi Kesehatan

Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada kasus maternitas

khususnya dengan asuhan keperawatan post partum blues

3. Institusi Pendidikan

Asuhan keperawatan post partum blues ini dapat menjadi bahan bacaan
untuk menjadi pengetahuan dan sebagai referensi baru di perpustakaan

sehingga dapat berguna bagi seluruh pembaca

4. Pembaca

Memberikan manfaat tambahan dan pengetahuan bagi pembaca

tentang asuhan keperawatan post partum blues


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Masa Nifas

1. Definisi

a. Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya

plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas

dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang

berlangsung kira-kira 6 minggu. Masa nifas merupakan masa

selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi

minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi

kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. Masa nifas adalah

masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan

untuk memulihkan kesehatanya kembali yang umumnya

memerlukan waktu 6-12 minggu. (Marmi, 2014)

b. Menurut (Bobak, 2005), periode pasca partum adalah masa enam

minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali

ke keadaan normal sebelum hamil.

c. Periode post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan,

waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian

terhadap hadirnya anggota keluarga baru. (Mitayani, 2009)

Dari definisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa


postpartum atau masa nifas adalah masa setelah lahirnya bayi dan

keluarnya plasenta dari rahim ibu dan berakhir sampai organ-organ

reproduksi kembali normal seperti keadaan sebelum hamil yang

berlangsung kira-kira 6 minggu, dimana masa nifas ini dipergunakan

untuk memulihkan kesehatan ibu yang umumnya memerlukan waktu

6-12 minggu.

2. Tahap masa nifas

Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut (Mochtar, 2012),

sebagai berikut :

a. Periode Immediate Postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada

,masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya terjadi

perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan

teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,

pengeluaran lokhea, tekanan darah dan suhu.

b. Periode Early Postpartum (24 jam- 1 minngu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan

normal, tidak ada perdarahan, lokhea tidak berbau busuk, tidak

demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu

dapat menyusui dengan baik.

c. Periode Late Postpartum (1 minngu – 5 minggu)

Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan

pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.


3. Adaptasi Fisiologis Postpartum

a. Sistem reproduksi

Menurut (Siti Saleha, 2009), selama masa nifas, alat-alat interna

maupun eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetalia ini disebut

involusi. Pada masa ini terjadi jga perubahan penting lainya,

perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut :

1) Uterus

Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu

proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil

dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga

dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan

semula atau keadaan sebelum hamil. Ukuran uterus pada

masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-

perubahan normal pada uterus selama post partum adalah

sebagai berikut :

Tabel. 1.1 Perubahan Involusi Uterus Masa Nifas

Involusi uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus


Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram
7 hari (1 minggu) Pertengahan pusat dan 500 gram
simpisis
14 hari (2 minggu) Tidak terba 350 gram
6 minggu Normal 60 gram
Sumber : (Marmi, 2014)
2) Endometrium

Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis,

degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada

hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai

permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput

janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada

pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta.

3) Serviks

Segera setelah berakhirnya kala IV, serviks menjadi sangat

lembek, kendur dan terkulai. Serviks tersebut bisa melepuh

dan lecet, terutama bagian anterior serviks akan terlihat padat

yang mencerminkan vaskularitasnya yang tinggi, lubang

serviks lambat laun akan mengecil, beberapa hari setelah

persalinan diri retak karena robekan dalam persalinan.

Rongga leher serviks bagian luar akan membentuk seperti

keadaan sebelum hamil pada saat empat minggu post partum.

4) Vagina dan perineum

Penurunan esterogen pascapartum dapat mempengaruhi

dalam penipisan mukosa vagina. Vagina dan lubang vagina

pada permulaan peurperium merupakan saluran yang luas

berdnding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya berkurang,

tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara.

Rugae timbul kembali pada minggu ketiga. Himen tampak


sebagai tonjolan jaringan yang kecil, yang dalam proses

pembentukan berubah menjadi karunkulae mitiformis yang

khas bagi wanita multipara.

5) Lokia

Lokia adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan

vagina selama nifas.

a) Lokia rubra (cruenta) berwarna merah segar karena berisi

darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, set-set desidua,

verniks caseosa, lanugo, dan mekonium selama 2 hari

pascapersalinan. Inilah lokia yang akan keluar selama dua

sampai tiga hari post partum.

b) Lokia sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah

dan lendir yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca

persalinan.

c) Lokia serosa adalah lokia berikutnya. Dimulai dengan

versi yang lebih pucat dari lokia rubra. Lokia ini

berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian

menjadi kuning. Cairan ini tidak berdarah lagi pada hari

ke-7 sampai hari ke-14 pascapersalinan. Lokia alba

mengandung terutama cairan serum, jaringan desidua,

leukosit, dan eritrosit.

d) Lokia purulenta adalah lokia yang infeksi, keluar cairan

seperti nanah berbau busuk.


e) Lokia stasis adalah lokia yang tidak lancar keluarnya.

6) Payudara (mamae)

Pada semua wanita yang melahirkan proses laktasi terjadi

secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme

fisiologis, yaitu sebagai berikut.

a) Produksi susu

b) Sekresi susu atau let down

Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara

tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan

makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika

hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk

menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan

prolaktin (hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah

melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa

dirasakan. Pembuluh payudara mulai bengkak terisi

darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa

sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai

berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks saraf

merangsang lobus posterior pituitari untuk menyekresi

hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refles let down

(mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui

sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada

puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau


dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk

menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat

berlanjut sampai waktu yang cukup lama.

b. Tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital yang harus dikaji selama masa nifas adalah

sebagai berikut.

1) Suhu

Suhu tubuh wanita inpartu tidak labih dari 37,2 deajat

Celsius. Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat

Celsius dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 38

derajat Celsius. Sesudah dua jam pertama melahirkan

umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih

dari 38 derajat Celsius, mungkin terjadi infeksi pda klien.

2) Nadi dan pernafasan

Nadi berkisar 60-80 denyutan per menit setelah partus, dan

dapat terjadi bradikardi. Bila terdapat takikardi dan suhu

tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau

ada vitium kordis pada penderita. Pada masa nifas umumnya

denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh,

sedangkan pernafasan akan lebih sedikit meningkat setelah

partus kemudian kembali ke keadaan semula.

3) Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi

postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak

terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam ½

bulan tanpa pengobatan.

c. Sistem perkemihan : selama proses persalinan, trauma pada

kandung kemih dapat terjadi diakibatkan oleh bayi sewaktu

melewati jalan lahir. Kombinasi trauma akibat persalinan dapat

meningkatkan kapasitas kandung kemih dan efek konduksi

anestesi dapat menyebabkan keinginan berkemih menurun.

Penurunan kandung kemih seiring deuresis pasca persalinan

dapat mengakibatkan distensi kandung kemih, sehingga pada

keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan karena bisa

menghambat keadaan kontraksi uterus. Deuresis pascapartum

salah satu penyebabnya yaitu akibat penurunan kadar hormon

estrogen yang merupakan mekanisme lain untuk mengatasi

kelebihan cairan. (Bobak, 2005)

d. Sistem pencernaan

1) Nafsu makan

Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia

boleh mengkonsumsi makanan ringan. Setelah ia benar-benar

pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan,

kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk

mengonsumsi makanan dua kali dari jumlah yang biasa


dikonsumsi disertai konsumsi camilan.

2) Motilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna

menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.

Kelebihan analgesia dan anestesia bisa memperlambat

pengembalian tonus ke keadaan normal.

3) Defekasi

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua

sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa

disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses

persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum

persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau

dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi

karena nyeri yang dirasakanya di perineum akibat episiotomi,

laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang

teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali

normal. (Bobak, 2005)

e. Sistem kardiovaskuler

Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-

400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan seksio menjadi dua

kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan

hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi

akan naik dan pada persalinan seksio, hemokonsentrasi cederung


stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.

Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba.

Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan

menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia.

Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan

timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali

seperti sedia kala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga

sampai kelima postpartum. (Marmi, 2014)

f. Hematologi jumlahnya selama beberapa hari pertama masa

postpartum. Jumlah sel-sel darah putih tersebut masih bisa naik

labih tinggi lagi hingga 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi

patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Akan

tetapi, berbagai jenis kemungkinan harus dikesampingkan pada

penemuan semacam ini. Jumlah hemoglobin dan hematokrit serta

eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa nifas

sebagai akibat dari volume darah, volume plasma, dan volume

sel darah yang berubah-ubah. Sering dikatakan bahwa jika

hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik

2% atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan awal,

maka klien akan dianggap telah kehilangan darah yang cukup

banyak. Titik 2% tersebut kurang lebih sama dengan kehilangan

500 ml darah. Biasanya terdapat suatu penurunan besar kurang

lebih 1.500 ml dalam jumlah darah keseluruhan selama kelahiran


dan masa nifas. Rincian jumlah darah yang terbuang pada klien

kira-kira 200-500 ml hilang selama masa persalinan, 500-800 ml

hilang selama minggu pertama postpartum, dan terakhir 500 ml

selama sisa masa nifas.

Leukosit adalah meningkatnya sel-sel darah putih sampai

sebanyak 15.000 selama masa persalinan leukosit akan tetap

tinggi.

g. Sistem endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada

sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan

dalam proses tersebut.

1) Oksitosin

Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang.

Selama tahap ketiga persalian, hormon oksitosin berperan

dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi,

sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat

merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut

membantu uterus kembali ke bentuk normal.

2) Prolaktin

Menurunya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya

kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan

prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara

untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui


bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada

rangsangan folikel dalam ovarium yang tertekan. Pada

wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi

prolaktin menurun dalam 14-1 hari setelah persalinan,

sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang

mengontrol ovarium ke arah permulaan pola produksi

estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,

ovulasi, dan menstruasi.

3) Estrogen dan Progesteron

Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun

mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan

bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon

antidiuretik yang meningkat volume darah. Di samping itu,

progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi

perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini

sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding

vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.

h. Sistem Integumen

Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang

seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi

pada daerah tersebut akan menetap. Kulit yang meregang pada

payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tetapi

tidak hilang seluruhnya.


Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada waktu hamil

biasanya akan menghilang setelah wanita melahirkan, tetapi

rambut kasar yang timbul sewaktu hamil biasanya akan menetap.

Kekuatan kuku akan kembali pada keadaan sebelum hamil.

(Bobak, 2005)

4. Proses Adaptasi Psikologis

Penyesuaian ibu terhadap peran sebagai orang tua ada 3 fase.

Dimana dalam fase-fase ini ditandai oleh perilaku dependen, perilaku

dependen mandiri sampai perilaku interdependen (Bobak, 2005).

a. Fase dependen

Merupakan fase periode ketergantungan yang terjadi selama

satu sampai dua hari pasca melahirkan. Pada fase ini ibu berharap

bahwa segala kebutuhannya bisa dipenuhi oleh orang lain,

sehingga ibu dapat memindahkan energi psikologisnya terhadap

bayinya. Rubin mengatakan periode ini sebagai fase menerima

(taking-in phase). Selain itu Rubin juga menjelasakan bahwa fase

ini terjadi selama 2 sampai 3 hari. Selain itu ibu suka

menginformasikannya kepada orang lain tentang persalinannya.

Namun, keasikkan dan kecemasan terhadap peran barunya ini

dapat mengakibatkan ibu mudah sensitif. Sehingga

membutuhkan pemahaman yang baik dalam menyampaikan

informasi atau berkomunikasi.


b. Fase dependen-mandiri

Pada fase ini muncul kebutuhan ibu dalam mendapat

perawatan dan penerimaan dari orang lain, serta berkeinginan

untuk bisa melakukan segala sesuatu dengan mandiri. Ibu juga

mulai belajar dalam merawat bayinya. Rubin menjelaskan bahwa

keadaan seperti ini disebut sebagai fase taking-hold yang terjadi

kira-kira hingga 10 hari. Keseriusan dalam mengurus bayi dan

tanggung jawab baru dapat membuat ibu mudah jenuh akibat dari

kurangnya dukungan yang tidak diterimanya, sehingga mudah

bagi ibu untuk timbul perasaan seperti depresi. Oleh sebab itu,

ibu dengan fase ini membutuhkan dukungan yang baik untuk

merawat diri dan bayinya.

Selama kehamilan sampai enam bulan pasca melahirkan, ibu

akan mengalami terjadinya perubahan peran. Tidak adanya

pengalaman pada masa lalu biasanya akan menyebabkan

ketegangan, peran konflik dan kesulitan yang dirasakan oleh ibu.

Sehingga dibutuhkan peranan keluarga dalam memberikan

dukungan terkait dengan pemahaman terhadap informasi

mengenai peran baru yang di alaminya. (Cahyo, 2008)

c. Fase interdependen

Fase interdependen atau yang biasa disebut dengan fase

letting-go merupakan fase dimana muncul antara ibu dan


keluarganya bergerak maju sebagai suatu sistem dengan anggota

saling berinteraksi. Tuntutan utama ialah menciptakan suatu

gaya hidup yang melibatkan anak dalam beberapa hal.

Kesenangan dan kebutuhan sering terbagi dalam fase ini. Ibu

dan ayah mulai melakukan aktifitas sebagai peran baru yang di

alaminya, seperti mengatur rumah dan membina karier.

B. Postpartum Blues

1. Pengertian postpartum blues

Post partum blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak

masa hamil yang berhubungan dengan kesulitan ibu menerima

kehadiran bayinya. Perubahan ini sebenarnya merupakan respon

alami dari kelelahan pasca persalinan (Herri,Namora,2011).

Sedangkan menurut Bobbak (2005) menjelaskan bahwa postpartum

blues merupakan keadaan yang terjadi setiap waktu setelah

perempuan melahirkan, tetapi sering terjadi pada hari ketiga atau ke-

4 yang memuncak pada hari kelima dan ke-14 postpartum.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Gale & Harlow, (2003)

yang menjelaskan bahwa post partum blues merupakan sebagai

bentuk gejala ringan atau depresi sementara dengan durasi 3-7 hari

pasca melahirkan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

postpartum blues merupakan gejala seperti depresi ringan yang

terjadi sementara atau salama beberapa jam setelah melahirkan


dengan durasi 3- 7 hari dan dapat memuncak pada hari yang ke-14

postpartum.

2. Penyebab postpartum blues

Penyebab dari postpartum blues sampai saat ini masih belum

diketahui secara pasti. Namun, di dalam beberapa penelitian

postpartum blues dikarenakan ada beberapa faktor predisposisi yang

mempengaruhi, di antaranya faktor internal dan faktor eksternal

(Bobak, 2005; Fatimah, 2009; Afiyanti, 2002).

a. Faktor internal

1) Hormon

Faktor internal yang berperan salah satunya adalah adanya

perubahan kadar hormon. Selama kehamilan kadar hormon

(progesteron, esterogen, prolaktin, kortisol, endorphin) akan

mengalami kenaikan, dan setelah melahirkan kadar hormon

tersebut akan pengalami penurunan. Sehingga dapat

mempengaruhi pada perubahan fisik, psikis, dan mental ibu

(Gale & Harlow, 2003).

2) Selain hormon, faktor internal lain yang dapat

mempengaruhi, yaitu faktor usia. Usia dalam persalinan dan

melahirkan seringkali dikaitkan dengan masalah ini. Usia

yang terlalu muda untuk hamil akan memicu resiko bagi ibu
dan anak dari segi fisik dan psikis baik itu selama

kehamilan maupun persalinan (Rusli, 2011).

3) Faktor fisik seperti kelelahan fisik akibat proses persalinan

yang baru di alaminya dapat berperan serta munculnya

postpartum blues. Seperti dehidrasi, kehilangan banyak

darah dan faktor lain yang dapat memicu penurunan

stamina ibu ikut menyebabkan munculnya emosi ibu pasca

persalinan (Rahmandani, 2008).

4) Kehamilan yang tidak direncanakan dimana merencanakan

kehamilan terkait dengan kesiapan ibu, baik fisik, mental

maupun ekonominya. Apabila ibu mempunyai kesiapan

fisik, mental yang kuat akan mempengaruhi keadaannya

seperti stress dan cemas dalam menghadapi kehamilan dan

persalinan, sehingga nantinya ibu akan lebih bisa

beradaptasi dengan peran barunya. Namun, beda halnya

pada perempuan yang belum siap terhadap kehamilannya,

misalnya hamil diluar nikah dan pada ibu yang tidak

menginginkan anak lagi, resiko terhadap kejadian depresi

pasca melahirkan kemungkinan akan lebih tinggi. Selain itu

remaja tahap awal yang dalam masa hamil juga beresiko

BBLR, kematian bayi dan abortus (Bobak, 2005).

5) Kehamilan pada usia remaja akan cenderung mengalami

resiko seperti anemia yang berpotensial pada hampir semua


perempuan hamil, hepetensi kehamilan dan disproporsi

sevalopelvis (CPD), kelahiran yang menyebabkan

kemungkinan berat badan bayi rendah (BBLR), selain itu

orang tua remaja tahap awal ini akan memiliki angka

mortalitas pascaneonatus, sindrom kematian bayi mendadak

(sudden infant death syndrome, SIDS) . Remaja yang hamil

akan cenderung menutupi kehamilannya karena mereka

tidak ingin diketahui, sehingga remaja akan gagal

memdapatkan perawatan prenatal sebelum trimester tiga.

(Bobak, 2005)

6) Faktor pengalaman ibu

Ibu yang sudah pernah mengalami melahirkan secara

psikologis akan lebih siap dalam mengahadapi bayinya

dibandingkan ibu yang baru pertama kali mengalami

kelahiran bayinya. Perempuan yang baru pertama kali

melahirkan akan lebih umum menderita depresi karena

setelah melahirkan perempuan tersebut dalam rentang

adaptasi baik fisik maupun psikisnya (Ibrahim, 2012).

Menurut Dewi, (2012) hal ini dikarenakan pada perempuan

yang primipara masih merasakan kekhawatiran mengenai

perubahan bentuk tubuh, menjadi peran baru dan dukungan

sosial yang terjadi terhadap dirinya.

7) Jenis Persalinan
Jenis persalinan merupakan satu dari faktor dapat yang

mempengaruhi terjadinya postpartum blues. Perempuan

yang sudah terbiasa dengan prosedur yang diberikan rumah

sakit mungkin mempunyai aksi terhadap gangguan mental

lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang belum

pernah mengenalnya sama sekali (Dewi, 2012). Intervensi

medis yang tidak diinginkan mungkin juga akan dapat

menimbulkan perubahan emosional, misalnya : persalinan

yang lama, penggunaan obat-obatan, induksi persalinan,

analgesia epidural, peralatan yang digunakan untuk

membantu persalinan (ekstraksi forseps dan vakum) atau

bahkan sampai tindakan operatif. Persalinan darurat yang

termasuk dalam persalinan yang tidak direncanakan. Hal ini

dilakukan karena biasanya adanya ketidakseimbangan

antara ukuran bentuk kepala janin dengan panggul ibu atau

mungkin alasan janin (janin stres). Sehingga dapat

menjadikan ibu sebagai trauma fisik yang di alami selama

proses persalinan sehingga akan semakin besar pula trauma

psikis yang di alami perempuan yang pada akhirnya

menyebabkan depresi pasca persalinan. (Dewi, 2012).

b. Faktor eksternal yang mempengaruhi meliputi:

1) Dukungan sosial seperti suami dan keluarga

Dukungan dari suami merupakam bentuk interaksi sosial yang


nyata, yang didalamnya terdapat hubungan saling memberi dan

menerima bantuan yang pada akhirnya akan dapat memberikan

cinta dan perhatian (Fatimah, 2009). Wanita yang merasa

dihargai, diperhatikan dan dicintai oleh keluarganya tentunya

tidak akan merasa dirinya kurang berharga. Sebaliknya wanita

yang kurang mendapatkan dukungan sosial akan mudah merasa

bahwa dirinya tidak berharga dan kurang diperhatikan oleh

keluarga. Dampaknya apabila kurangnya dukungan dari suami

dan keluarga pada ibu postpartum dapat membuat ibu lebih

sensitif dan cenderung mengalami depresi. (Urbayatun, 2010).

2) Status sosial ekonomi

Merupakan satu faktor terjadinya postpartum blues yaitu adanya

status sosial ekonomi yang tidak mendukung. Keadaan ekonomi

yang kurang mendukung tersebut dapat mengakibatkan stress

dalam keluarga, sehingga dapat mempengaruhi depresi ibu

postpartum seperti keadaan emosional, yang dapat

mengakibatkan konflik dalam keluarga. Hal ini dikarenakan

berhubungan lansung dengan kebutuhan bayi dan perawatanpada

bayi yang membutuhkan banyak kebutuhan. Sehingga keadaan

yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan karena menerima

kelahiran bayi, bisa menimbulkan tekanan karena adanya

perubahan baru dalam hidup seorang perempuan (Ibrahim, 2012).

3) Pendidikan
Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi adanya

kejadian postpartum. Pada ibu yang memiliki pendidikan rendah

akan cenderung mempunyai banyak anak dan tehnik dalam

perawatan bayi pun kurang baik (Machmudah, 2010). Sedangkan

dalam Rusli, (2011) menyatakan bahwa ibu yang mempunyai

pendidikan tinggi akan menghadapi konflik peran dan tekanan

sosial antara tuntutan sebagai ibu yang bekerja dan sebagai ibu

rumah tangga. Selain itu hal ini juga dinyatakan oleh penelitian

Manurung, (2011) bahwa ibu yang berpendidikan SD/SMP akan

berpeluang mengalami postpartum blues sebesar empat kali

dibanding ibu yang berpendidikan SLTA atau Diploma I.

C. Tanda dan gejala postpartum blues

Gejala postpartum blues biasanya terjadi pada hari ketiga atau

keempat post partum dan memuncak pada hari kelima atau ketujuh

sampai keempat belas post partum. Hal ini dapat ditandai dengan

perasaan mudah marah, sedih, perasaan kesepian atau ditolak,

cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa, cenderung mudah menangis,

jengkel, perasaan putus asa bahkan sampai ibu merasa enggan untuk

mengurus bayinya sendiri (Fatimah S., 2009; Bobak, 2005; Cury,

2008). Sebenarnya, untuk menetapkan kategori blues cukup sulit

karena ketiadaannya alat dalam pengkajian standar yang digunakan

untuk mendiagnosis terjadinya blues. Sehingga dalam


penjelasannya Kennerley dan Gath, seseorang mengalami

postpartum blues apabila ditemukan tujuh tanda dan gejala seperti;

perubahan mood, merasa rendah, cemas, merasa terlalu emosional,

mudah menangis, letih, bingung dan pikiran yang mudah kacau.

(Bobak, 2005).

Asuhan Keperawatan pada Pasien Postpartum Blues

1. Pengkajian

Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk

dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus

merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu.

Rencana individu didasarkan pada karakteristik pasien dan keadaannya

yang spesifik yang bisa diketahui melalui hasil pengkajian pada pasien

post partum blues.

Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat

dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.

Pengkajiannya meliputi ;

a. Dampak pengalaman melahirkan

Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses

kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil

dalam upaya retrospeksi diri ( Konrad, 1987 ). Selama hamil, ibu dan

pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang

kelahiran anak mereka, hal – hal yang mencakup kelahiran pervagina


dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam

persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan ( misalnya ; induksi,

anestesi epidural, kelahiran sesar ), orang tua bisa merasa kecewa

karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa

yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti

akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.

b. Citra diri ibu

Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan

seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru melahirkan tentang diri

dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan

adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu

juga dapat mempengaruhi seksualitasnya.

Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku

seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada

orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk

memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa

hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.

c. Interaksi Orang tua – Bayi

Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi

interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap

kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik

ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini

kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu.


Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua

sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau

kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan

perlindungan anak. Tanda – tanda yang menunjukkan ada atau

tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang

tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk

menegakkan hubungan mereka.

d. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang

tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan

kemampuan mereka, respon sosial yang tidak matur, dan

ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif

ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan

karena tugas – tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya,

saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi

emosi yang diperlihatkan bayi dan kemudian menenangkan bayinya,

dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa

tingkat kelelahan bayi.

Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai

dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan

dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan

dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk

melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau


mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan.

Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda

yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk

berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata.

Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak

yang sehat dan gembira.

e. Struktur dan fungsi keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum

blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian

seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh

hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan

anak – anak lain.

Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan

pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi

diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi

untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.

Sedangkan pengkajian dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges (

2001 ) adalah :

1) Aktivitas / istirahat

Insomnia mungkin teramati.

2) Sirkulasi

Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.


3) Integritas Ego

Peka rangsang, takut / menangis ( " Post partum blues " sering terlihat

kira – kira 3 hari setelah kelahiran ). Hal ini disebabkan karena

adanya perubahan hormon, dimana ketika ibu hamil terjadi

peningkatan hormon (progesteron, estrogen, prolaktin, kortisol,

endorphin ) namun setelah ibu melahirkan, kadar hormon tersebut

mengalami penurunan sehingga dapat mempengaruhi emosi ibu.

4) Eliminasi

Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.

5) Makanan / cairan

Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari

ke-3.

6) Nyeri / ketidaknyamanan

Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3

sampai ke-5 pascapartum.

7) Seksualitas

Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran,

menurun kira – kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra

berlanjut sampai hari ke-2 sampai hari ke-3, berlanjut menjadi

lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi ( misalnya ;

rekumben versus ambulasi berdiri ) dan aktivitas ( misalnya ;

menyusui ).

Di samping itu, ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan


dalam memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau

merasa takut jika melakukan hubungan seksual, dapat mengganggu

proses penyembuhan jaringan perineum.

Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu

matur, biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih dini, tergantung

kapan menyusui dimulai.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues menurut Marilynn

E.Doenges ( 2001 ) adalah :

a) Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan

dengan kurang dukungan diantara / dari orang terdekat, kurang

pengetahuan, ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran,

harapan tidak realistis untuk diri sendiri / bayi / pasangan, tidak

terpenuhinya kebutuhan maturasi sosial / emosional dari klien /

pasangan, adanya stresor ( misalnya ; finansial, rumah tangga ,

pekerjaan )

b) Risiko koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran

ibu dan menjadi orang tua ( atau melepaskan untuk adopsi ),

kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi

tidak realistis
c) Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan

psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri /

ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.

d) Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi

berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan

interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.

e) Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan

kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas –

tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke

permukaan.

3. Intervensi Keperawatan

a. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan

dengan kurang dukungan diantara / dari orang terdekat, kurang

pengetahuan, ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran,

harapan tidak realistis untuk diri sendiri / bayi / pasangan, tidak

terpenuhinya kebutuhan maturasi sosial / emosional dari klien /

pasangan, adanya stresor ( misalnya ; finansial, rumah tangga,

pekerjaan )

Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi

orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis,

secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan

tepat, mengidentifikasi sumber – sumber.


Kritria Hasil :

➢ Klien mau bertanya tentang bagaimana menjadi orang tua yang

baik

➢ Klien mau mengungkapkan masalah yang dirasakan tentang

menjadi orang tua

➢ Klien mampu melakukan tugas merawat bayi baru lahir dengan

tepat

➢ Klien bersama pasangan dapat berdiskusi mengenai peran

menjadi orang tua secara realistis

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan

sumber pendukung dan latar belakang budaya

Rasional : Mengidentifikasi faktor – faktor risiko potensial dan

sumber – sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan

klien / pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang

tua.

2) Perhatikan respons klien / pasangan terhadap kelahiran dan peran

menjadi orang tua

Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk

menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan

kuat.

3) Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang

pernah dialami klien / pengalaman selama kanak – kanak


Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu

memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran.

4) Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan,

adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan

Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara

menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk

mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif

mempengaruhi menyusui.

5) Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi

pranatal, intranatal, atau pascapartal

Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi,

atau adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi

psikologis klien.

6) Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan

sesuai indikasi

Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati

bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan.

7) Pantau dan dokumentasikan interaksi klien / pasangan dengan bayi

Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang

bermakna pada pertama kali ; selanjutnya , mereka dikenalkan

pada bayi secara bertahap.

8) Anjurkan pasangan / sibling untuk mengunjungi dan menggendong

bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin


Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan

putus asa.

9) Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko

tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif

diantara klien / pasangan dan bayi tidak terjadi

Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan

ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui konseling,

pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.

b. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran

ibu dan menjadi orang tua ( atau melepaskan untuk adopsi ),

kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi

tidak realistis

Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional,

mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi,

mencari sumber – sumber yang tepat sesuai kebutuhan

Kriteria Hasil :

➢ Klien dapat mengontrol emosi

➢ Klien dapat menggunakan strategi koping yang efektif

➢ Kien mau mangungkapkan kecemasan yang dirasakan

➢ Klien mampu mengontrol kecemasan

Intervensi Keperawatan :
1) Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode

intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama

persalinan.

Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang

positif akan peran feminin dan keunikan fungsi feminin serta

adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan

menyusui.

2) Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi

pengalaman kelahiran

Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan

memperjelas realitas dari pengalaman fantasi.

3) Kaji terhadap gejala depresi yang fana ( " perasaan sedih "

pascapartum ) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum (

misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang

buruk, dan depresi ringan atau berat )

Rasional : Sebanyak 80 % ibu – ibu mengalami depresi

sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.

4) Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang

budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuan domestik

pada saat pulang

Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk

mengatasi stres.
5) Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk

membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk

koping terhadap bayi baru lahir

Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara

insting tetapi harus dipelajari

6) Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau

keragu – raguan tentang kemampuan menjadi orang tua

Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area

masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap

bantuan profesional yang tepat.

7) Kolaborasi dalam merujuk klien / pasangan pada kelompok

pendukungan menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok

komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung

Rasional : Kira – kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum

ringan mempunyai gejala – gejala yang menetap sampai 1 tahun

dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan

psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri /

ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.

Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan

yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru,

melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat.

Kriteria Hasil :
➢ Klien melaporkan cukup istirahat

➢ Klien melaorkan adanya peningkatan dalam istirahat

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat

Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit,

khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat

kelelahan.

2) Kaji faktor – faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat

Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi

dan menurunkan rangsang.

3) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat

setelah kembali kerumah

Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur

dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk

memenuhi kebutuhan tubuh.

4) Berikan informasi tentang efek – efek kelelahan dan ansietas

pada suplai ASI

Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis,

suplai ASI , dan penurunan refleks secara psikologis.

5) Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan

anggota keluarga lain

Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur

lebih banyak dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur


dan memenuhi kebutuhannya.

d. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi

berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan

interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.

Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan

fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang diharapkan, melakukan

aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan – alasan untuk

tindakan.

Kriteria Hasil :

➢ Klien mengetahui bagaimana cara merawat bayi baru lahir dengan

tepat

➢ Klien mau bertanya mengenai masalah tentang kesiapan merawat

bayi

Intervensi Keperawatan :

1) Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama

persalinan, dan tingkat kelelahan klien

Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan

kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktifitas

– aktifitas perawatan diri / perawatan bayi.

2) Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar

Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman

positif bila penyuluhan yang tepat untuk membantu pertumbuhan

ibu, maturasi, dan kompetensi.


3) Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan

perineal dan higiene, perubahan fisiologis

Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan

dan penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang positif dari

perubahan fisik dan emosional.

4) Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi

Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai

ketersediaan metoda kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan

dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan minggu ke-6

e. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan

kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas –

tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke

permukaan.

Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas – tugas

yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru,

mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan

terbentuknya kemajuan dan adaptasi.

Kriteria Hasil :

➢ Klien bersama pasangan berdiskusi mengenai pembagian tugas

dalam merawat anggota keluarga baru

➢ Klien menunjukkan hubungan yang baik dengan anggota keluarga

➢ Klien dengan anggota keluarga menunjukkan kerjasama yang baik

dalam perawatan bayi


Intervensi Keperawatan :

1) Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain

Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman

positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap

pertumbuhan melalui tahap – tahap perkembangan.

2) Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan

bayi

Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan

keluarga membantu mengembangkan harga diri dan rasa

kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang.

3) Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal

berkenaan dengan periode pascapartum

Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan

perubahan yang mereka alami, menurunkan stres dan

meningkatkan koping positif.

4) Berikan informasi tertulis mengenai buku – buku yang

dianjurkan untuk anak – anak ( sibling ) tetang bayi baru

Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi

perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakan.

5) Kolaborasi dalam merujuk klien / pasangan pada kelompok orang

tua pascapartum di komunitas

Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang

membesarkan anak dan perkembangan anak.


4. Implementasi dan Evaluasi

Menurut Doenges (2000) implementasi adalah perawat

mengimplementasikan intervensi-intervensi yang terdapat dalam rencana

perawatan. Menurut Allen (1998) komponen dalam tahap implementasi

meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan

respon pasien terhadap asuhan keperawatan.

Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mancapai hasil

akhir yang ditetapkan yaitu meliputi : kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan

dipertahankan. Ibu dan keluarga akan mengembangkan koping yang

efektif. Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan dan

perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin bahwa perawatan

berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat

dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara

efektif, dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan

dan perkembangan yang sehat.


BAB III

LAPORAN KASUS

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 08.00 WIB

dan pada tanggal 13 Januari 2016 pada pukul 09.00 WIB, pada pasien dengan post

partum spontan yang dirawat di Bangsal Lily RSUD Tidar Magelang. Data

diperoleh dari wawancara dengan pasien, keluarga dan juga observasi langsung

serta dari rekam medik pasien.

A. Biodata Klien

Klien bernama Ny. V yang berusia 19 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

Klien beragama Islam. Klien berbangsa Indonesia dan bersuku Jawa.

Pendidikan terakhir klien SMA (Sekolah Menengah Atas). Klien masih

berstatus sebagai mahasiswi semester 1 di sebuah universitas swasta di

Magelang dan belum bekerja. Alamat klien di Wates RT 06/02 Magelang.

Klien masuk rumah sakit pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 11.45 WIB

dengan riwayat GıPоAо. Penanggung jawab klien adalah suami klien yang

bernama Tn. L usia 21 tahun, beragama Islam, pekerjaan karyawan swasta,

beralamat di Wates RT 06/02 Magelang.

B. Pengkajian

1. Riwayat Keperawatan (Nursing History)

Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 Januari 2016 pada pukul


08.00 WIB, klien mengeluh nyeri pada jalan lahir. Riwayat kesehatan saat

ini klien masuk ke rumah sakit pada tanggal 11 Januari 2016 pukul11.45

WIB dengan riwayat kehamilan primipara. Klien datang dengan keluhan

perut terasa kencang-kencang sejak pukul 07.30 WIB dengan frekuensi

teratur. Umur kehamilan klien 35 minggu dan HPL tanggal 18 Februari

2016. Klien masih merasakan gerakan janin, dan mengatakan keluar lendir

bercampur darah. Ketika dilakukan pemeriksaan dalam sudah pembukaan

5.

Riwayat penyakit dahulu, klien belum pernah mengalami penyakit

hipertensi, jantung, diabetes mellitus, ginjal, alergi makanan maupun obat-

obatan, klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Dalam

riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan tidak ada anggota keluarga

yang menderita penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus,

kanker, maupun asma. Keluarga klien juga tidak ada yang menderita

penyakit menular seperti TBC, hepatitis B, maupun HIV/AIDS. Dalam

riwayat perkawinan klien baru satu kali menikah yaitu sekitar 1 bulan yang

lalu saat berusia 19 tahun dan usia suami 21 tahun. Lama perkawinan klien

sampai saat ini baru 2 bulan.

Riwayat obstetri, klien mengatakan mengalami menarche pada usia

13 tahun saat masih kelas 1 SMP, siklus haid kadang tidak teratur, lama

haid 7 hari, hari pertama haid terakhir (HPHT) klien mengatakan lupa dan

hari perkiraan lahir (HPL) tanggal 18 Februari 2016.


Riwayat KB, klien belum pernah mengikuti program KB. Riwayat

kehamilan sekarang, klien hamil anak pertama, tidak pernah aborsi

ataupun keguguran (GıPоAо).

Klien mengatakan ANC tidak rutin, pada trimester pertama klien

tidak memeriksakan kandungannya karena klien mengetahui bahwa ia

hamil ketika umur kehamilan sudah 3 bulan, pada trimester kedua klien

memeriksakan kandungan sebanyak 3 kali di bidan terdekat dan diberi

obat penambah berat badan dan obat tamabh darah, setelah masuk

trimester ketiga klien memeriksakan kandungannya sebanyak 3 kali di

dokter praktek. Riwayat persalinan sekarang, persalinan klien dilakukan

secara spontan dengan kondisi bayi prematur, klien melahirkan bayi laki-

laki pada pukul 15.35 WIB dengan berat badan 2400 gram dan panjang

badan 44 cm, linkar kepala 31 cm, dan lingkar dada 28 cm, APGAR score

10 dan tidak ada cacat, kehilangan darah selama persalinan ± 200 cc.

Plasenta lahir dengan spontan pada jam 15.40 WIB, plasenta lahir lengkap,

kotiledon utuh dan bentuk plasenta tali pusat berada di tengah.

Pukul 16.05 WIB, dilakukan pemantauan tekanan darah, nadi,

jumlah perdarahan pervagina, kontraksi uterus dimana hasilnya TD 100/70

mmHg, nadi 82x/menit, lokhea ±100 cc, TFU 2 jari di bawah pusat,

kontraksi uterus keras. Jam 16.20 WIB TD 110/70 mmHg, nadi 84x/menit,

lokhea ±100cc, TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus keras. Jam

16.35 WIB TD 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, lokhea ±100 cc, TFU 2 jari

di bawah pusat, kontraksi uterus keras. Jam 16.50 WIB TD 120/80 mmHg,
nadi 72x/menit, lokhea ±100 cc, TFU dua jari di bawah pusat, kontraksi

uterus keras. ASI belum keluar dan IMD dilakukan selama 2 jam. Ketika

dilakukan pengkajian, kondisi emosional klien secara umum kurang baik

karena klien terlihat sering melamun jika sendiri, klien mengatakan jika

dirinya sebenarnya malu karena hamil di luar nikah dan merasa kecewa

pada dirinya sendiri karena sudah membuat orang tua kecewa karena

berhenti kuliah karena hamil. Klien masih merasa takut untuk bergerak

karena adanya luka jahitan pada perineum akibat episiotomi.

Tanggal 12 Januari 2016 pukul 08.00 WIB dan pada tanggal 13

Januari 2016 pukul 08.30 dilakukan pengkajian psikologis pada klien.

Pengkajian psikologis saat ini, klien masih dalam fase taking in, klien

mengatakan masih merasa sedikit lemah dan juga masih merasa nyeri pada

perineum akibat luka episiotomi. Aktivitas kien seperti makan, toileting,

ambulasi masih dibantu orang lain dengan skala ketergantungan 2. Klien

kadang terlihat melamun saat sendiri, klien mengatakan merasa sedih

karena sudah mengecewakan kedua orang tuanya. Klien mengatakan

bahwa orang tua klien berharap klien bisa menyelesaikan kuliah dan bisa

menjadi guru, namun klien putus kuliah karena hamil dan harus menikah

muda, klien mengatakan sebenarnya malu pada teman-teman maupun pada

masyarakat dikarenakan klien hamil dahulu baru menikah, klien

mengatakan khawatir mengenai perawatan bayinya karena klien belum

mempunyai pengalaman mengurus bayi sebelumnya, klien juga


mengatakan ingin meneruskan kuliahnya lagi namun klien tidak ada biaya

sedangkan klien sudah tidak mau menyusahkan orang tua lagi.

2. Pemeriksaan Fisik (Review of system)

Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis, tanda-tanda

vital : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x/ menit, respirasi rate 24x/

menit, suhu 37,2º C. Hasil pemeriksaan fisik secara head to toe diperoleh

data sebagai berikut yaitu dari kepala mesochepal, rambut bersih hitam

merata, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,pupil isokor, telinga

simetris, bersih tidak ada serumen, hidung bersih tidak ada polip dan

secret, mulut bersih mukosa lembab dan tidak terdapat stomatitis, pada

pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Pemeriksaan pada bagian dada dilakukan periksaan paru-paru,

jantung, payudara dan abdomen. Pemeriksaan jantung diperoleh data

sebagai berikut ini : ictus cordis tidak terlihat, ictus cordis teraba di

interciostal ke-4 dan 5, perkusi jantung redup, auskultasi bunyi jantung S1

dan S2 reguler. Pada pemeriksaan paru-paru diperoleh data ekspansi dada

simetris, vokal fremitus kakan dan kiri teraba sama, perkusi paru resonan,

auskultasi paru vesikuler. Pemeriksaan payudara terdapat areola mamae

yang masih menghitam, puting menonjol, payudara simetris membesar dan

keras, air susu yang keluar dari payudara kanan belum lancar sedangkan

payudara kiri belum bisa mengeluarkan air susu.

Pemeriksaan abdomen masih terdapat linea nigra, terdapat striae

gravidarum, perut masih membesar, auskultasi bising usus 12x/ menit,


tidak ada nyeri tekan, TFU dua jari di bawah pusat, kontraksi uterus keras,

tidak terdapat distensi kandung kemih, perkusi tympani.

Pemeriksaan ekstermitas kanan dan kiri kekuatan otot seluruh

ekstremitas skala 5. Ekstremitas tidak terdapat edema, ekstremitas bawah

pemeriksaan Homan Sign’s negative. Pemeriksaan integumen terdapat

hiperpigmentasi areola mamae, terdapat striae gravidarum, terdapat linea

nigra, CRT kembali ˂ 2 detik, tidak terdapat lesi.

Pemeriksaan genetalia vulva tidak terdapat edema, terpasang

pembalut dengan pengeluaran lokhea ±100cc, warna lokhea merah segar

dan tidak berbau busuk, perineum terdapat 4 jahitan luar, rupture perineum

derajat 2, tidak ada kemerahan, tidak ada kebiruan, tidak ada edema, tidak

ada pengeluaran pus pada luka episiotomy, penutupan luka baik.

Anus : tidak terdapat hemoroid.

3. Pemeriksaan Diagnostik

Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 11 Januari 2016

diperoleh data sebagai berikut : WBC 17,5 x 10³/uL; RBC 4,90 x 10³/ uL;

Hb 14,8 g/dl; HCT 45,0 %; PLT 298 x 10³/Ul; PCT 0,33%; MCV 98,8 fL;

MCH 29,5 pg; MCHC 33,5 g/dl; MPV 10,3 fL; PDW 10,3 fL. Program

terapi Amoxilin 3x 500 mg, asam mefenamat 3x 500 mg, pospargin 3x

0,125 mg, ferosus 3x 100 mg.

4. Pengkajian Data Fokus

Pengkajian menurut Doeges (2001)

Pengkajian pola aktivitas diperoleh data subjektif, klien


mengatakan masih merasakan nyeri saat duduk, masih merasa sedikit

lelah, sebagian aktivitas masih dibantu oleh suami dan kakak ipar klien

seperti ke kamar mandi, berpindah tempat dan mengurus bayi dengan

skala ketergantungan 2.

Pola sirkulasi diperoleh data tekana darah 110/70 mmHg, nadi 80x/

menit, repirasi rate 24x/ menit, suhu 37,2ºC, tidak pucat dan tidak sianosis,

CRT ˂ 2 detik, Homan’s sign (-), selama persalinan kehilangan darah

sebanyak ±200 cc, plesenta lahir lengkap, kotiledon utuh, dan bentuk

plasenta tali pusat berada di tengah.

Integritas ego yang terkaji klien merasa senang dengan kelahiran

putra pertamanya namun ada perasaan malu karena klien menikah karena

hamil duluan, klien mengatakan merasa bersalah pada kedua orang tuanya

karena sudah mengecewakan mereka dan harus berhenti kuliah karena

hamil dan melahirkan, klien mengatakan khawatir mengenai perawatan

bayinya karena klien belum mempunyai pengalaman mengurus bayi

sebelumnya.

Pola makan dan cairan : klien mengatakan kurang nafsu makan,

klien makan ½ porsi rumah sakit, BB : 52 kg, TB : 155 cm, Hb : g/dl,

turgor kulit baik, mukosa bibir lembab, diit TKTP, klien minum 5-6 gelas

belimbing sehari.

Pengkajian pola eliminasi secara subjektif, tidak terdapat

perubahan frekuensi BAK, empat jam setelah persalinan klien mengatakan

mulai BAK. klien mengatakan setelah persalianan BAK sebanyak 3 kali


dalam sehari. Pengkajian secara objektif, tidak terdapat distensi kandung

kemih. Sebelum persalinan klien mengatakan sudah BAK dan sehari

sebelum persalian terakhir klien BAB. Klien mengatakan belum BAB

karena masih merasa takut dan nyeri.

Pengkajian nyeri diperoleh data klien mengatakan nyeri di daerah

perineum, nyeri hilang timbul dan bertambah nyeri jika digunakan duduk

atau bergerak, kualitas nyeri terasa perih dan terasa seperti ditusuk-tusuk,

skala 4, dikarenakan adanya luka jahitan akibat episiotomi. Data objektif

yang diperoleh klien tampak meringis ketika menahan sakit, klien tampak

berhati-hati saat bergerak terutama saat berpindah dari posisi tiduran ke

posisi duduk.

Pengkajian pola seksualitas diperoleh data tinggi fundus uteri

(TFU) setinggi dua jari di bawah pusat, kontraksi otot uterus keras

payudara teraba keras dan tegang, puting menonjol,areola menghitam,

tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan, payudara kanan sudah mengeluarkan

ASI namun belum lancar sedangkan payudara kiri belum mengeluarkan

ASI. Vulva tidak terdapat edema, jenis lokhea rubra, warna merah, tidak

terdapat bau busuk. Aliran lokhea normal, terpasang pembalut dengan

jumlah lokhea ±100 cc. Perineum terdapat luka jahitan sebanyak 4 jahitan

luar, redness : tidak ada kemerahan, ecchimosis : tidak ada kebiruan,

edema : tidak ada edema, drainage : tidak ada pengeluaran pus pada luka

episiotomy, approximation : penutupan luka baik terdapat 4 luka jahitan.

Pengkajian neurosensori klien mengatakan tidak pusing/ sakit


kepala, tidak ada kesemutan pada ekstremitas, refleks tendon ekstremitas

baik. Pola interaksi sosial klien menunjukkan kedekatan dengan bayi

namun kadang terlihat mengeluh lelah jika menggendong bayinya terlalu

lama, klien bersedia menyusui bayinya walaupun ASI belum keluar

dengan lancer dan cara menyusui yang belum benar. Pengkajian

pengetahuan klien mengatakan bahwa klien belum mengetahui cara

menyusui yang benar, klien sudah mengetahui mengenai pemberian ASI

eksklusif, perawatan bayi baru lahir dan nutrisi ibu nifas, namun klien

sudah mempunyai pengetahuan mengenai KB dari bidan walaupun belum

pernah menggunakan KB, namun klien belum mengetahui penggunaan KB

yang cocok untuk dirinya.

Pengkajian focus menurut Bobak (2004)

a. Dampak pengalaman melahirkan

Klien dan suami sebelumnya sudah merencanakan proses persalinan untuk

anak mereka yaitu dengan proses persalinan spontan dan janin cukup umur

dan akhirnya klien melahirkan secara spontan namun bayi klien lahir

prematur sehingga apa yang diharapkan oleh klien dan suami tidak sesuai

dengan harapan.

b. Citra diri ibu

Klien mengatakan setelah malahirkan badan klien menjadi gemuk dan

kendur tidak seperti sebelum klien hamil. Klien mengatakan masih belum

bisa menyesuaikan diri dengan peran barunya menjadi seorang ibu


sehingga klien dalam memenuhi kebutuhan dan perawatan bayinya masih

mengandalkan kakak iparnya untuk membantu.

c. Interaksi orang tua – bayi

Klien mengatakan masih belum terampil dalam merawat bayinya, klien

selalu berhati-hati saat menggendong bayinya, klien jarang mengajak

ngobrol bayinya ketika menggendong, klien kadang mengeluh pegal ketika

menggendong bayinya terlalu lama dan menyuruh kakak ipar untuk

gantian menggendong bayinya. Klien selalu berusaha menyusui bayinya

walaupun ASI belum keluar dengan lancar. Suami klien mengatakan

bahwa dirinya belum berani menggendong anaknya kerena takut anaknya

jatuh atau terkilir.

d. Perilaku adaptif dan perilaku maladaptive

- Perilaku adaptif : klien dan suami berusaha menjadi orang tua yang

baik untuk anak mereka, jika bayi menangis klien menyusui anaknya,

dan jika bayi BAK atau BAB suami ataupun kakak ipar membantu

klien untuk mengganti popok/ kain yang kotor.

- Perilaku maladaptif : klien kadang mengeluh lelah saat bayinya

rewel dan tak jarang meminta bantuan kakak ipar untuk membantu

mengurus bayinya. Suami klien belum berani mncoba untuk

menggendong anaknya, jika bayi menangis selalu meminta bantuan

pada kakak ipar maupun perawat.

- Struktur dan fungsi keluarga

Klien tinggal dengan suami, mertua dan kakak ipar. Dalam mengambil
keputusan suami lebih dominan, klien mengatakan bahwa dirinyadan

suami kurang mendapat dukungan dari mertua dan orang tua kandung

klien yang tinggal dan bekerja di Jakarta. Semua kebutuhan klien di

rumah sakitdan dalam merawat bayinyaklien dan suami dibantu oleh

kakak ipar klien.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan data di atas, penulis sudah melakukan pengelompokan data serta

melakukan nalisa data,maka muncul diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1) Resiko koping individu tidak efektif berhubungan dengan adalah krisis

maturasi dari kehamilan/ mengasuh anak dan melakukan peran baru

menjadi orang tua ditandai dengan DS : klien mengatakan belum bisa

merawat bayinya dengan benar dan masih memerlukan bantuan orang lain

dalam merawat bayinya, klien mengatakan khawatir mengenai kesehatan

bayinya yang lahir prematur, klien mengatakan sering merasa kerepotan

mengurus bayinya dan merasa bingung jika bayinya menangis. DO :

didapatkan data klien terlihat belum terampil dalam merawat bayinya,

klien dalam merawat bayinya masih dibantu oleh suami dan kakak ipar,

klien kadang terlihat melamun.

2) Kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi berhubungan dengan tidak

mengenal sumber-sumber ditandai dengan DS : klien mengatakan belum

terampil dalam perawatan bayinya, klien mengatakan belum tahu

bagaimana cara melakukan perawatan bayinya. DO : klien terlihat sangat


hati-hati dan masih takut saat menggendong dan mengganti pakaian atau

balutan bayi, belum bisa menyusui dengan benar.

3) Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan

kecukupan pemenuhan kebutuhan keluarga dan tugas adaptif ditandai

dengan DS : klien mengatakan dalam memenuhi kebutuhan bayi masih

sering dibantu oleh keluarga mertua, klien mengatakan merasa tidak enak

hati dan merasa sering merepotkan keluarga. DO : klien terlihat kurang

akrab dengan keluarga dari suami.

D. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan/ mengasuh anak dan peran baru ibu menjadi

orang tua

2. Kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi berhubungan dengan tidak

mengenal sumber-sumber

3. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan

kecukupan pemenuhan kebutuhan individu dan tugas adaptif

E. Perencanaan

Tujuan yang diharapkan dari masalah keperawatan :

1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam diharapkan

masalah resiko koping individual tidak efektif dapat teratasi dengan

kriteria hasil klien dapat mengontrol emosi, dapat menggunakan strategi

koping yang efektif, klien mau mengungkapkan kecemasan yang


dirasakan, mampu mengontrol kecemasan. Intervensi yang disusun yaitu

kaji respon emosional klien selama masa nifas, anjurkan pengungkapan

rasa bersalah, keraguan tentang kemampuan merawat bayi, berikan

dukungan emosional dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir,

kolaborasi dengan keluarga untuk membantu tugas klien dan memberi

perhatian kepada klien.

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan

masalah kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi dapat teratasi

dengan kriteria hasil klien mengetahui cara merawat bayi baru lahir

dengan benar dan tepat, klien terampil dalam merawat bayi, klien dan

sukeluarga dapat bekerjasama dalam merawat bayi. Intervensi yang

disusun yaitu kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar, ajarkan cara

mengenai teknik menyusui yang benar dan cara memandikan bayi, berikan

informasi mengenai perawatan bayi baru lahir, kolaboerasi dengan

keluarga dalam perawatan bayi.

3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam diharapakan

masalah potensial pertumbuhan koping keluarga dapat teratasi dengan

kriteria hasil : klien menunjukan hubungan yang baik dengan keluarga,

klien menunjukkan kerjasama yang baik dengan keluarga, klien dan

keluarga bekerjasama dengan keluarga dalam merawat bayi. Intervensi

yang disusun yaitu kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain,

anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua dalam perawatan bayi,


berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosional berkenaan

dengan periode postpartum.

F. Implementasi

1. Resiko koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan/ mengasuh anak dan peran baru ibu menjadi

orang tua

a. Selasa, 12 Januari 2016 pukul 10.15 WIB

Tindakan pada masalah keperawatan resiko koping individual koping

tidak efektif berhubungan dengan krisis maturasional dari kehamilan /

mengasuh anak dan peran ibu menjadi orang tua yaitu tindakan

pertama mengkaji respon emosional klien selama masa nifas

didapatkan data subjektif : klien mengatakan kadang merasa lelah

mengurus bayinya terutama ketika bayi menangis dan klien

mengatakan kadang merasa kesal dan bingung ketika bayinya

menangis. Tindakan yang kedua yaitu menganjurkan pengungkapan

rasa bersalah, keraguan tentang kemampuan merawat bayi didapatkan

data subjektif klien mengatakan belum bisa jika harus mengurus

bayinya sendiri, klien mengatakan masih bingung tentang cara

merawat bayinya dengan baik. Tindakan yang ketiga yaitu

memberikan dukungan emosional dan strategi untuk koping terhadap

bayi baru lahir didapatkan data subjektif klien mengatakan akan

mencoba belajar merawat bayinya dengan baik dan akan lebih sabar.
Tindakan yang keempat yaitu berkolaborasi dengan keluarga untuk

membantu tugas klien dan member perhatian lebih kepada klien,

didapatkan data subjektif suami klien mengatakan akan memberi

perhatian kepada istrinya dan akan membantu tugas klien mengurus

bayi, data objektif didapatkan suami klien dan kakaknya selalu

membantu klien.

b. Rabu, 13 Januari 2016 pukul 08.00 WIB

Tindakan pada masalah keperawatan resiko koping

individual tidak efektif berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan peran

baru ibu menjadi orang tua yaitu tindakan pertama

mengkaji respon emosional klien selama masa nifas,

didapatkan data subjektif klien mengatakan masih bingung

dan merasa repot jika anaknya menangis, klien mengatakan

masih belum telaten dalam mengurus bayinya. Tindakan

yang kedua menganjurkan pengungkapan rasa bersalah dan

keraguan tentang kemampuan merawat bayi, didapatkan

data subjektif klien mengatakan masih sering merasa

kecewa pada dirinya sendiri karena telah mengecewakan

orang tuanya, data objektif didapatkan klien kadang terlihat

melamun dan terlihat murung. Tindakan yang ketiga yaitu

memberikan dukungan emosional dan strategi untuk koping

terhadap bayi baru lahir, didapatkan data subjektif klien


mengatakan akan lebih telaten merawat bayinya, data

objektif klien masih kurang telaten dalam merawat bayinya

dan sering meminta tolong kakak iparnya untuk membantu

merawat bayinya. Tindakan yang ketiga yaitu berkolaboasi

dengan keluarga untuk membantu tugas klien dan memberi

perhatian lebih kepada klien, didapatkan data subjektif

klien mengatakan jika suami kadang sibuk dengan

pekerjaan sehingga klien merasa kurang ada perhatian,

suami klien mengatakan akan lebih memperhatikan istrinya,

data objektif yang didapatkan klien lebih sering dibantu dan

didampingi oleh kakak iparnya.

c. Kamis, 14 Januari 2016 pukul 14.00 WIB

Tindakan pada masalah keperawatan resiko koping

individual tidak efektif berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan peran

baru ibu menjadi orang tua yaitu tindakan yang pertama

mengkaji respon emosional klien selama masa nifas,

didapatkan data subjektif klien mengatakan kadang malas

melakukan aktivitas tanpa sebab, data objektif yang

didapatkan klien kadang terlihat murung jika sendirian.

Tindakan yang kedua yaitu menganjurkan pengungkapan

rasa bersalah dan keraguan tentang kemampuan merawat

bayi, didapatkan data subjektif klien mengatakan masih


merasa bersalah kepada orang tua karena merasa sudah

mengecewakan mereka, data objektif mimik klien terlihat

sedih. Tindakan yang ketiga yaitu memberikan dukungan

emosional dan strategi untuk koping terhadap bayi baru

lahir, didapatkan data subjektif klien selalu berusaha

merawat bayinya dengan baik. Tindakn yang keempat yaitu

berkolaborasi dengan keluarga untuk membantu klien dan

member perhatian kepada klien, didapatkan data subjektif

suami klien mengatakan jika di rumah klien sering dibantu

kakak ipar dan kadang dibantu oleh mertua klien, data

objektif didapatkan ibu klien tmpak kurang kooperatif

dengan klien.

d. Jum’at, 15 Januari 2016 pukul 15.00 WIB

Tindakan pada masalah keperawatan resiko koping

individual tidak efektif berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan peran

baru ibu menjadi orang tua yaitu tindakan yang pertama

mengkaji respon emosional klien selama masa nifas,

didapatkan data subjektif klien mengatakan kadang merasa

jengkel jika bayinya rewel. Tindakan yang kedua yaitu

menganjurkan pengungkapan rasa bersalah dan keraguan

tentang kemampuan merawat bayi, didapatkan data

subjektif klien mengatakan masih kesulitan merawat


bayinya, data objektif didapatkan klien kadang terlihat

bingung jika anaknya menangis / rewel. Tindakan yang

ketiga yaitu memberikan dukungan emosional dan stertegi

untuk koping terhadap bayi baru lahir, didapatkan data

subjektif klien mengatakan akan terus belajar mengurus

bayinya dengan baik. Tindakan yang keempat yaitu

berkolaborasi dengan keluarga untuk membantu tugas klien

dan memberi perhatian lebih kepada klien, data subjektif

didapatkan suami klien mengatakan akan memberi

perhatian lebih kepada istri dan anaknya, data objektif

didapatkan suami dan kakak ipar klien sering membantu

klien merawat bayinya.

2. Kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi berhubungan dengan tidak

mengenal sumber-sumber

a. Selasa, 12 Januari 2016 pukul 10.20 WIB

Tindakan keperawatan pada masalah kurang pengetahuan mengenai

perawatan bayi berhubungan dengan kurang mengenal sumber-sumber

adalah tindakan yang pertama mengkaji kesiapan klien dan memotivasi

klien untuk belajar, didapatkan data subjektif klien mengatakan mau

belajar menjadi ibu yang baik untuk anaknya, data objektif klien

terlihat kurang antusias untuk belajar mengurus bayinya. Tindakan

yang kedua yaitu mengajarkan teknik menyusui yang benar dan cara

memandikan bayi, didapatkan data subjektif klien mengatakan masih


bingung, data objektif klien masih terlihat bingung. Tindakan ketiga

memberikan informasi mengenai perawatan bayi baru lahir, didapatkan

data subjektif klien mngatakan mengerti dengan apa yang

diinformasikan. Tindakan keempat berkolaborasi dengan keluarga

dalam perawatan bayi, didapatkan data subjektif suami klien

mengatakann akan berusaha membantu klien dalam merawat bayinya,

data objektif klien terlihat sering dibantu oleh suami dan kakak iparnya

dalam merawat bayinya.

b. Rabu, 13 Januari 2016 pukul 08.15 WIB

Tindakan keperawatan pada masalah kurang pengetahuan mengenai

perawatan bayi berhubungan dengan kurang mengenal sumber-sumber

adalah tindakan yang pertama mengkaji kesiapan klien dan memotivasi

klien untuk belajar, didapatkan data subjektif klien mengatakan akan

lebih telaten merawat bayinya, data objektif klien terlihat kurang

telaten dalam merawat bayinya. Tindakan kedua mengajarkan

mengenai teknik menyusui yang benar dan cara memandikan yang

benar, data subjektif klien sudah mengerti mengenai teknik menyusui

yang benar namun belum berani memandikan bayi, data objektif klien

kadang masih salah mengenai teknik menyusui yang benar. Tindakan

yang ketiga memberikan informasi mengenai perawatan bayi baru

lahir, didapatkan data subjektif klien mengatakan sudah mengerti, data

objektif klien belum bisa mengaplikasikan mengenai perawatan bayi

baru lahir. Tindakan yang keempat berkolaborasi dengan keluarga


mengenai perawatan bayi, didapatkan data subjektif klien mengatakan

lebih sering dibantu oleh kakak ipar dalam perawatan bayinya.

c. Kamis, 14 Januari 2016 pukul 14.10 WIB

Tindakan keperawatan pada masalah kurang pengetahuan mengenai

perawatan bayi berhubungan dengan kurang mengenal sumber-sumber

adalah tindakan yang pertama mengkaji kesiapan klien dan memotivasi

klien untuk belajar, didapatkan data subjektif klien mengatakan sudah

berusaha merawat bayinya dengan baik, data objektif klien terlihat

sudah mulai terampil dalam merawat bayinya. Tindakan yang kedua

yaitu megajarkan teknik menyusui yang benar dan cara memandikan

bayi, didapatkan data subjektif klien mengatakan sudah bisa menyusui

dengan benar namun masih takut untuk memandikan bayinya sendiri

dan masih dibantu. Tindakan yang ketiga memberikan informasi

mengenai perawatan bayi baru lahir, didapatkan data subjektif klien

mengatakan sudah paham mengenai perawatan bayi baru lahir namun

belum bisa mengaplikasikan dengan baik, data objektif klien terlihat

masih kurang bisa mengaplikasikan apa yang sudah dijelaskan.

Tindakan yang keempat berkolaborasi dengan keluarga dalam

perawatan bayi, didapatkan data subjektif klien mengatakan dalam

perawatan bayinya sering dibantu oleh kakak ipar, data objektif klien

terlihat sering dibantu oleh kakak iparnya dalam mengurus bayinya.

d. Jum’at, 15 Januari 2016 pukul 15.10 WIB

Tindakan keperawatan pada masalah kurang pengetahuan mengenai


perawatan bayi berhubungan dengan kurang mengenal sumber-sumber

adalah tindakan yang pertama mengkaji kesiapan klien dan memotivasi

klien untuk belajar, didapatkan data subjektif klien mengatakan akan

berusaha menjadi ibu yang baik untuk anaknya, data objektif klien

terlihat sudah mulai terampil dalam merawat bayinya. Tindakan yang

kedua mengevaluasi mengenai teknik menyusui yang benar dan cara

memandikan bayi, didapatkan data subjektif klien mengatakan sudah

bisa menyusi bayinya dengan benar dan sudah mulai bisa memandikan

bayinya namun masih dibantu. Tindakan yang ketiga memberikan

informasi mengenai perawatan bayi baru lahir, didapatkan data

subjektif klien mengatakan sudah mengerti, data objektif kllien sudah

mulai bisa merawat bayinya dengan baik. Tindakan yang keempat

berkolaborasi dengan keluarga dalam perawatan bayi, didapatkan data

subjektif klien mengatakan dalam perawatan bayinya sering dibantu

oleh kakak ipar dan suami, data objektif didapatkan kakak ipar klien

terlihat berperan aktif dalam membantu klien mengurus bayinya.

3. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan

kecukupan pemenuhan kebutuhan individu dan tugas adaptif

a. Selasa, 12 Janusri 2016 pukul 10. 45 WIB

Tindakan keperawatan pada masalah potensial terhadap pertumbuhan

koping individu berhubungan dengan kecukupan pemenuhan

kebutuhan individu dan tugas adaptif adalah tindakan pertama

mengkaji hubungan anggota keluarga satu sama lain, didapatkan data


subjektif klien mengatakan hubungan dengan keluarga baik. Tindakan

yang kedua menganjurkan partisipasi seimbang orang tua dalam

perawatan bayi, didapatkan data subjektif klien mengatkan dalam

perawatan bayinya lebih sering meminta bantuan pada kakak iparnya,

suami klien mengatakan belum berani untuk menggendong bayi dan

masih bingung mengurus bayinya, data objektif klien dan suami telihat

kurang terampil dan kompak dalam merawat bayi. Tindakan yang

ketiga memberikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi

berkenaan dengan periode postpartum, didapatkan data subjektif klienn

mengatakan kadang merasa jengkel tanpa sebab yang jelas.

b. Rabu, 13 Januari 2016 pukul 09.30 WIB

Tindakan keperawatan pada masalah potensial terhadap pertumbuhan

koping individu berhubungan dengan kecukupan pemenuhan

kebutuhan individu dan tugas adaptif adalah tindakan yang pertama

mengkaji hubungan keluarga satu sama lain, didapatkan data subjektif

klien mengatakan hubungan dengan keluarga kurang harmonis, data

objektif klien hanya ditunggu suami dan kakak ipar saja. Tindakan

yang kedua menganjurkan partisipasi seimbang dari orang tua dalam

perawatan bayi, didapatkan data subjektif klien mengatakan dalam

perawatan bayi lebih mengandalkan kakak ipar, data objektif klien

lebih sering dibantu oleh kakak ipar. Tindakan yang ketiga

memberikan dukungan antisipasi mengenai perubahan emosional

normal berkenaan dengan periode postpartum, didapatkan data


subjektif klien mengatakan akan mengontrol emosi, klien mengatakan

kadang merasa kesal sendiri.

c. Rabu, 14 Januari 2016 pukul 14.50 WIB

Tindakan keperawatan pada masalah potensial terhadap pertumbuhan

koping individu berhubungan dengan kecukupan pemenuhan

kebutuhan individu dan tugas adaptif adalah tindakan yang pertama

mengkaji hubungan keluarga satu sama lain, didapatkan data subjektif

klien mengatakan lebih dekat dengan kakak ipar dibandingkan dengan

mertua, data objektif klien terlihat kurang dekat dengan mertua.

Tindakan yang kedua menganjurkan partisipasi seimbang dari orang

tua dalam perawatan bayi, didapatkan data subjektif suami klien

mengatakan sering membantu klien dalam mengurus bayinya.

Tindakan yang ketiga memberikan dukungan antisipasi mengenai

perubahan emosional normal berkenaan dengan periode postpartum,

didapatkan data subjektif klien mengatakan kadang merasa jengkel jika

bayinya menangis terus-menerus.

G. Evaluasi

1. Resiko koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan/ mengasuh anak dan peran baru ibu menjadi

orang tua

a. Selasa, 12 Januari 2016 pukul 13.00 WIB


S : klien mengatakan masih bingung mengurus bayinya, klien

mengatakan kadang bingung jika bayinya menangis, klien mengatakan

kesulitan dalam merawat bayinya. O : klien terlihat bingung jika

anaknya menangis, klien kadang terlihat murung jika sendirian. A :

masalah koping individual tidak efektif belum teratasi. P : lanjutkan

intervensi

b. Rabu, 13 Januari 2016 pukul 11.00 WIB

S : klien mengatakan kadang merasa cemas dengan peran barunya

menjadi orang tua, klien mengatakan kadang masih bingung mengurus

bayinya, klien kadang masih terlihat murung jika sendirian. O : klien

belum mau terbuka penuh mengenai perasaan, klien terlihat cemas. A :

masalah resiko koping individual tidak efektif belum teratasi. P :

lanjutkan intervensi

c. Kamis, 14 Januari 2016 pukul 16.00 WIB

S : klien mengatakan kadang merasa malas melakukan aktivitas tanpa

sebab, klien mengatakan kadang merasa jengkel sendiri jika bayinya

menangis terus, klien mengatakan kadang masih merasa bersalah pada

orang tua karena sudah mengecewakan mereka. O : klien terlihat sedih.

A : masalah resiko koping individual tidak efektif belum teratasi. P :

lanjutkan intervensi

d. Jum’at, 15 Januari 2016 pukul 17.00

S : klien mengatakan kadang merasa kasulitan dalam merawat bayinya,

klien mengatakan kadang masih ada perasaan jengkel jika anaknya


rewel. O : klien kadang terlihat bingung jika bayinya menangis. A :

masalah resiko koping individual tidak efektif belum teratasi. P :

lanjutkan intervensi

2. Kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi berhubungan dengan tidak

mengenal sumber-sumber

a. Selasa, 12 Januari 2016 pukul 13.10 WIB

S : klien mengatakan masih kesulitan merawat bayinya, klien

mengatakan masih mengandalkan kakak ipar untuk membantunya

merawat bayinya. O : klien terlihat belum terampil merawat bayinya,

klien belum bisa menyusui dengan benar. A : masalah kurang

pengetahuan mengenai perawatan bayi belum teratasi. P : lanjutkan

intervensi.

b. Rabu, 13 Januari 2016 pukul 11.00 WIB

S : klien mengatakan dalam merawat bayinya lebih sering dibantu oleh

kakak ipar, klien mengatakan kadang masih merasa takut untuk

menggendong bayi. O : klien masih terlihat belum terampil dalam

mengurus bayinya, klien lebih sering dibantu oleh kakak ipar. A :

masalah kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi belum teratasi.

P : lanjutkan intervensi.

c. Kamis, 14 Januari 2016 pukul16.00 WIB

S : klien mengatakan sudah bisa menyusui dengan benar namun belum

berani untuk memandikan bayi dan masih dibantu. O : klien sudah

mulai terampil merawat bayinya, klien sudah bisa menyusui bayinya


dengan benar. A : masalah kurang pengetahuan mengenai perawatan

bayi belum teratasi. P : lanjutkan inervensi.

d. Jum’at, 15 Januari 2016 pukul 17.00 WIB

S : klien mengatakan sudah mulai bisa mengurus bayinya sendiri,

namun masih dibantu saat memandikan bayi. O : klien terlihat sudah

bisa menyusui bayinya dengan benar. A : masalh kurang pengetahuan

mengenai perawatan bayi belum teratasi. O : lanjutkan intervensi.

3. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan

kecukupan pemenuhan kebutuhan individu dan tugas adaptif

a. Selasa, 12 Januari 2016 pukul 13.15 WIB

S : klien mengatakan dalam perawatan bayinya dibantu oleh kakak

ipar, klien mengatakan hubungan dengan keluarga kurang harmonis. O

: klien selama di rumah sakit hanya ditunggui oleh kakak ipar dan

suami, klien jarang dijenguk oleh mertua atau keluarga yang lain. A :

masalah potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga belum

teratasi. P : lanjutkan intervensi

b. Rabu, 13 Januari 2016 pukul 11.10 WIB

S : klien mengatakan hubungan dengan keluarga kurang harmonis,

klien mengatakan lebih sering mengandalkan kakak ipar dan suami

untuk membantu tugas klien mengurus bayi. O : klien terlihat lebih

akrab dengan kakak ipar, suami klien kurang aktif dalam merawat

bayinya. A : masalah potensial pertumbuhan koping keluarga belum

teratasi. P : lanjutkan intervensi.


c. Kamis, 14 Januari 2016 pukul 16.00 WIB

S : klien mengatakan lebih dekat dengan kakak ipar dibandingkan

dengan mertua, klien mengatakan suami selalu berusaha membantu

dalam mengurus bayinya. O : klien terlihat kurang dekat dengan

mertuanya. A : masalah potensial pertumbuhan koping keluarga belum

teratasi. P : lanjutkan intervensi.

d. Jum’at, 15 Januari 2016 pukul 17.00 WIB

S : klien mengatakan hubungan dengan kelurga masih renggang, klien

mengatakan suami dan kakak iparnya sering membantu dalam

merawat bayinya. O : klien tampak kurang akrab dengan mertua, klien

tampak senang jika ada suami di rumah. A : masalah potensial

pertumbuhan koping keluarga belum teratasi. P : lanjutkan intervensi.


BAB IV

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan

Penulis dalam bab ini akan membahas tentang kesenjangan antara

teori dengan kenyataan pada pengelolaan kasus asuhan keperawatan pada

Ny. V dengan post partum blues di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar

Magelang, dimulai tanggal 12 Januari 2016 sampai tanggal 15 Januari

2016. Pembahasan difokuskan pada aspek kesenjangan antara teori dengan

tinjauan kasus.

1. Pengkajian

Pengkajian psikologis saat ini klien dalam fase taking in, klien

mengatakan masih sedikit lemah dan merasakan nyeri pada perineum

akibat luka episiotomi. Aktivitas klien seperti makan, minum, toileting,

ambulasi dibantu orang lain dengan skala ketergantungan 2. Klien

masih membutuhkan bantuan orang lain dalam mengurus bayinya,

klien merasa khawatir dengan peran barunya sebagai orang tua baru

karena belum ada pengalaman mengurus anak sebelumnya. Fase taking

in pada klien terjadi selama 4 hari setelah persalinan.Dalam hal ini

terdapat kesenjangan dengan teori menurut Bobak (2004) bahwa fase

taking in pada post partum terjadi 2 sampai 3 hari setelah persalinan.

Masa taking in pada klien lebih 1 hari dari apa yang ada pada teori

dikarenakan klien belum bisa mandiri, klien masih merasa kecewa

dengan kehamilan yang di luar rencana, dan dikarenakan klien belum


terbiasa dengan tugas barunya menjadi seorang ibu sehingga dalam

memenuhi kebutuhan klien dan perawatan bayi, klien masih dibantu

oleh orang lain.

Menurut Bobak (2004) ibu post partum biasanya suka

menginformasikan kepada orang lain tentang persalinannya.

Sedangkan pada tinjauan kasus ketika penulis melakukan pengkajian

klien sendiri tidak suka menginformasikan mengenai persalinannya

kepada orang lain dikarenakan klien merasa malu dengan keadaannya

yang hamil dulu sebelum menikah dan merasa kecewa karena harus

berhenti kuliah karena ketahuan hamil.

Menurut Sarwono (2010) Antenatal Care (ANC) adalah

pemeriksaan kehamilan untuk menyiapkan diri sebaik-baiknya fisik

dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,

sehingga keadaan mereka selama post partum sehat dan normal, tidak

hanya fisik tetapi juga mental. Jadwal melakukan pemeriksaan

antenatal care sebanyak 12 sampai 13 kali selama kehamilan.

Sedangkan pada tinjauan kasus, klien tidak rutin memeriksakan

kandungannya ke bidan maupun ke dokter kandungan. Klien

mengatakan ANC pada trimester pertama klien tidak memeriksakan

kandungannya karena klien mengetahui bahwa hamil ketika umur

kehamilan sudah masuk bulan ketiga hal tersebut dikarenakan klien

malu untuk memeriksakan ke bidan karena klien saat itu belum

menikah, pada trimester kedua klien memeriksakan kandungan


sebanyak 3 kali di bidan terdekat, setelah masuk trimester ketiga klien

memeriksakan kandungannya sebanyak 3 kali di dokter praktek

terdekat.Sedangkan pada tinjauan kasus yang didapat klien hanya

memeriksakan kehamilan sebanyak 6 kali selama kehamilan

dikarenakan klien masih merasa malu setiap kali memeriksakan

kehamilannya klien masih belum berstatus menikah. Berbeda dengan

pasangan yang sudah menikah dan sudah merencanakan kehamilan,

mereka akan lebih bisa mempersiapkan kebutuhan ibu maupun calon

bayi mereka terkait dengan kebutuhan nutrisi dan kesehatan ibu serta

bayi, mereka akan lebih antusias dalam memeriksakan kandungan ibu

untuk memastikan kondisi ibu dan bayi dalam keadaan sehat dan

normal. Sedangkan pada klien kurang antusias dalam memeriksakan

kandungannya dikarenakan klien merasa malu dengan kehamilan yang

di luar rencana.

Menurut Bobak (2004) gizi dan nutrisi ibu hamil merupakan hal

penting yang harus terpenuhi selama kehamilan berlangsung. Bersama

dengan usia kehamilan yang terus bertambah, makin bertambah pula

gizi dan nutrisi ibu hamil, khususnya usia kehamilan memasuki

trimester kedua. Pada saat trimester kedua, janin tumbuh dengan

sangat pesat, khususnya mengenai pertumbuhan otak dan

syarafnya.Sedangkan ketika klien hamil, klien kurang memperhatikan

mengenai kebutuhan gizi yang harus terpenuhi oleh klien maupun

janin.Selama kehamilan, klien mengatakan kurang nafsu makan dan


kurang memeperhatikan asupan makanan yang dimakan selama

hamil.Ketika klien memeriksakan kandungan ke bidan, klien mendapat

suplemen dan vitamin untuk meningkatkan nafsu makan klien dan

bertujuan untuk meningkatkan berat badan janin. Namun, karena

kondisi klien yang tertekan dan mengalami gangguan psikologis terkait

dengan kehamilan klien yang tidak direncanakan, sehingga

menurunkan metabolism dalam tubuh. Hal ini terjadi karena otak

berhubungan langsung dengan sistem pencernaan melalui syaraf kecil-

kecil(terutama syaraf vagus) yang membantu mengkomunikasikan

pesan-pesan antara otak dengan sistem pencernaan. Sistem pencernaan

sangat sensitif terhadap stress sehingga jika seseorang sedang dalam

kondisi stress, asupan nutrisi tidak akan diserap dengan baik oleh

tubuh . Hal tersebut yang menyebabkan di usia kehamilan klien yang

sudah memasuki 35 minggu, berat badan bayinya hanya 2400 gram.

Terdapat kesenjangan antara teori dengan kenyataan dimana saat

pengakajian pola istirahat klien tidak mengalami keluhan insomnia

atau kesulitan tidur hal ini dikarenakan respon koping terhadap stresor

dari klien yaitu nafsu makan yang menurun, perasaan malu, dan

kadang melamun namun tidak mempengaruhi pola istirahat klien.

Sedangkan menurut Marilyn E. Doenges (2001) pada pengkajian pola

istirahat ibu dengan postpartum blues insomnia mungkin akan

teramati.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul

Diagnosa keperawatan yang muncul pada asuhan keperawatan

pada Ny. V dengan post partum blues di Rumah Sakit Umum Daerah

Tidar Magelang berdasarkan hasil pengkajian adalah sebagai berikut :

a. Resiko koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan, ketidakadekuatan sistem pendukung

dan peran baru menjadi orang tua

Intervensi yang ada pada teori yaitu ada tujuh, namun tidak

semua inervensi penulis lakukan dalam asuhan keperawatan pada

klien. Terdapat satu intervensi yang tidak penulis lakukan yaitu

kolaborasi dengan merujuk klien / pasangan pada kelompok

pendukungan menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok

komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung, intervensi tersebut

tidak penulis lakukan karena dalam membantu klien melakukan

peran barunya menjadi orang tua sudah ada suami dan kakak ipar

klien yang siap membantu klien dalam melakukan tugas barunya

menjadi seorang ibu, selain itu intervensi yang tertulis dirasa

penulis kurang efektif jika dilakukan mengingat klien masih

merasa malu dengan masyarakat karena hamil yang tidak

direncanakan.

Evaluasi yang didapat setelah penulis melakukan asuhan

keperawatan selama 2x24 jam dan kunjungan rumah masalah

resiko koping individu tidak efektif belum teratasi dan blum sesuai
dengan apa yang sudah ada pada kriteria hasil karena klien

mengatakan kadang merasa jengkel jika bayinya rewel dan sering

menangis, klien mengatakan merasa kesulitan dalam merawat

bayinya, klien kadang terlihat bingung jika bayinya menangis dan

sering meminta bantuan kakak ipar ataupun suami untuk

membantunya mengurus bayi.

b. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan

dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan individu dan tugas

adaptif

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi

potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan

dengan pemenuhan kebutuhan individu dan tugas adaptifsudah

sesuai dengan teori, namun ada tindakan yang pada teori ada

namun tidak penulis lakukan yaitu berikan informasi tertulis

mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling)

tentang bayi baru.Hal tersebut tidak penulis lakukan karena klien

merupakan ibu primipara yang belum saatnya untuk diberi

informasi mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak

(sibling) tentang bayi baru.

Evaluasi yang didapat setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 2x24 jam dan kunjungan rumah masalah

potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan

dengan pemenuhan kebutuhan individu dan tugas adaptif belum


teratasi karena klien mengatakan hubungan klien dengan keluarga

masih renggang, klien tampak kurang akrab dengan mertua, dalam

pemenuhan kebutuhan dan perawatan bayi klien hanya

mengandalkan bantuan dari suami dan kakak ipar saja, lanjutkan

intervensi.

c. Kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi berhubungan

dengan kurang mengenal sumber-sumber

Diagnosa ini diangkat sebagai diagnosa ketiga karena tidak

memerlukan tindakan segera dan dampaknya tidak terlalu

berbahaya dibandingkan diagnosa yang lain. Akan tetapi jika

diagnosa ini tidak didukung, akan terjadi respon yang bervariasi

yaitu ketidakmampuan merawat bayi dengan baik dan dapat

mengakibatkan kebingungan ibu dalam perawatan bayi secara

mandiri.

Evaluasi yang didapat setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 2x24 jam dan kunjungan rumah masalah

kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi berhubungan

dengan tidak mengenal sumber-sumber teratasi. Penulis

menghentikan intervensi pada hari keempat yaitu pada tanggal 15

Januari 2016 karena masalah kurang pengetahuan mengenai

perawatan bayi telah teratasi dengan respon subjektif klien

mengatakan paham dengan materi yang diberikan, respon objektif

klien tampak sudah mengerti, mampu mengulang apa yang telah


dijelaskan pada klien, klien terlihat sudah mengaplikasikan dengan

benar apa yang sudah penulis jelaskan pada klien, hentikan

intervensi.

3. Diagnosa keperawatan yang tidak muncul

BAB ini penulis akan membahas diagnosa yang tidak muncul pada

klien dari lima diagnosa dari teori, tetapi ada 2 diagnosa yang tidak

muncul yaitu :

a. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan

dengan ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran

Diagnosa resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang

tua tidak ditegakkan karena menurut Bobak (2004) banyak orang

tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai

akhirnya ketrampilan mereka membaik. Tanda-tanda yang

menunjukkan ada atau tidaknya kualitas menjadi orang tua terlihat

segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bayi bereaksi

terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan

hubungan mereka sedangkan saat pengkajian klien mau berusaha

menyusui bayinya walaupun ASI belum keluar dengan lancar,

klien mau menggendong serta mau belajar merawat bayinya, suami

klien juga mau membantu klien dalam mengurus bayinya, serta

kakak ipar klien yang bisa dijadikan model peran klien dalam

melaksanakan peran barunya sebagai orang tua. Hal tersebut yang

membuat penulis tidak menegakkan diagnosa resiko tinggi


terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan

ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan

psikologis

Gangguan pola tidur menurut Doenges (2011) adalah keadaan

dimana individu mengalami atau beresiko mengalami suatu

perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang

menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup

yang diinginkan.

Diagnosa ini tidak ditegakkan karena data yang didapat saat

pengkajian pola tidur dan istirahat tidak ditemukan adanya

insomnia dan klien melaporkan bahwa kualitas maupun kuantitas

tidurnya baik, hal ini dikarenakan respon klien terhadap stressor

diwujudkan dalam bentuk perasaan malu, bingung, konsentrasi

menurun, dan nafsu makan menurun, namun tidak mempengaruhi

pola istirahat klien. Hal tersebut menunjukkan adanya kesenjangan

antara teori dengan kenyataan dimana pada teori menurut Doenges

(2001) menjelaskan bahwa ibu yang mengalami post partum blues

insomnia mungkin akan teramati.

B. SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa post partum

blues merupakan gejala seperti gejala ringan yang terjadi sementara atau

selama beberapa jam setelah melahirkan dengan durasi 3-7 hari dan dapat
memuncak pada hari yang ke-14 pospartum. Gejala-gejala post partum blues

berdasarkan teori yaitu antara lain perasaan mudah marah, sedih, perasaan

kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, perasaan kecewa, cenderung

mudah menangis, bahkan sampai ibu merasa enggan untuk mengurus bayinya

sendiri. Sedangakan saat pengkajian yang penulis lakukan pada Ny. V,

didapatkan bahwa tanda-tanda post partum blues yang dialami oleh klien yaitu

klien merasa malu dengan kehamilan klien yang tidak direncanakan, klien

merasa kecewa pada dirinya sendiri dikarenakan terpaksa berhenti kuliah

karena hamil, klien mengatakan sedih karena kurangnya dukungan dari

keluarga. Namun, hal tersebut tidak membuat klien mencampakan

bayinya.Klien tetap berusaha merawat bayinya dengan baik, klien tetap mau

untuk menyusui bayinya demi tumbuh kembang bayinya, klien dan suami

berusaha menjadi orang tua yang baik untuk anak mereka.

Berdasarkan pengkajian yang didapat, penulis menegakkan tiga diagnosa

dari lima diagnosa yang ada pada teori. Diagnosa yang tidak muncul yaitu

yang pertama resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua behubungan

dengan ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran, diagosa yang

kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan

psikis.Penulis tidak menegakkan kedua diagnosa tersebut karena saat

pengkajian tidak ada data yang mendukung serta dalam implementasi tidak

semua yang ada pada teori penulis lakukan karena menyesuaikan dengan

keluhan dan kondisi klien.


Evaluasi yang didapat setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x

24 jam dan kunjungan rumah, terdapat dua masalah keperawatan yang belum

teratasi karena belum mencapai kriteria hasil yang penulis buat sebelumnya.
LAMPIRAN
SAP
CARA MEMANDIKAN BAYI DAN
MERAWAT TALI PUSAT DENGAN BENAR

SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Topik : memandikan bayi dan merawat tali pusat


2. Pokok bahasan : memandikan bayi dan merawat tali pusat bayi baru
lahir dengan benar
3. Tempat : rumah Ny. V
4. Hari/tanggal : Kamis, 14 Januai 2016
5. Waktu : 14.30 - selesai
6. Sasaran : Ny. V
7. Tujuan :
Tujuan umum
Ny. V diharapkan dapat memandikan dan merawat tali pusat bayinya dengan
benar.
Tujuan khusus
a. Ny. V diharapkan dapat mengetahui pengertian dari memandikan bayi dan
merawat tali pusat dengan benar.
b. Ny. V diharapkan mengerti langkah – langkah/ cara memandikan bayi dan
merawat tali pusat dengan benar sesuai prosedur.
c. Ny. V diharapkan dapat memperagakan cara memandikan bayi dan
merawat tali pusat dengan benar.
d. Ibu dapat mengetahui tanda bahaya pada tali pusat.

8. Isi / materi
a. Pengertian dari memandikan bayi dan merawat tali pusat dengan benar.
b. Langkah – langkah /cara memandikan bayi dan merawat tali pusat dengan
benar.
c. Tanda bahaya infeksi tali pusat
9. Metode
a. Ceramah.
b. Diskusi.

10. Media
a. Leaflet

11. Kegiatan penyuluhan


No Kegiatan Penyuluh Sasaran Waktu
1. Pendahuluan 1. salam pembuka 1. menjawab salam. 5 menit
2. menyampaikan 2. menyimak,
tujuan penyuluhan mendengarkan,
menjawab
pertanyaan.
2. Kerja 1. Penyampaian garis
1. Mendengarkan 20
besar materi tentang dengan penuh menit
cara memandikan perhatian.
bayi dan merawat tali
2. Menanyakan hal –
pusat yang benar. hal yang belum
2. Memberi jelas.
kesempatan peserta
3. Memperhatikan
untuk bertanya. jawaban dari
3. Menjawab penceramah.
pertanyaan. 4. Menjawab
2. Mempraktikkan apa pertanyaan.
yang sudah Mempraktikkan apa
dijelaskan yang sudah
4. Evaluasi. dijelaskan
penceramah
3. Penutup 1. Menyimpulkan. 1. Mendengarkan. 5 menit
2. Salam penutup. 2. Menjawab salam

12. Kriteria evaluasi


a. Klien mampu menjelaskan pengertian dari memandikan bayi dan merawat
tali pusat dengan benar.
b. Klien dapat memahami dan melakukan langkah – langkah memandikan
bayi dan merawat tali pusat dengan benar.
c. Klien dapat mengaplikasikannya pada bayi klien.
d. Klien dapat mengerti dan memahami tanda bahaya pada tali pusat dan
dapat segera melakukan tindakan yang tepat.

MATERI

A. PENGERTIAN
Memandikan bayi yang benar adalah cara ibu untuk membuat bayinya
bersih dengan cara dimandikan dengan cara yang benar sesuai
petunjuk/prosedur.
Merawat tali pusat adalah kegiatan yang merawat tali pusat dengan benar
untuk mencegah infeksi pada tali pusat bayi baru lahir sampai tali pusatnya
lepas.

B. Cara memandikan bayi dan merawat tali pusat dengan benar


1. Cara memandikan bayi dengan benar
a. Mencuci tangan kemudian dikeringkan.
b. Mempersiapkan alat-alat:
Pakaian bayi lengkap (baju, gurita, popok, kain bedong, kaos
kaki, sarung tangan dan topi)
Handuk
Sabun bayi
Waslap 2 buah
Shampoo bayi
Baby oil, baby lotion, baby cologne
Bedak
Minyak telon
Kassa
Kapas mata (dibasahi dengan air matang)
Sisir
Kom sedang 2
Cotton buds
Bak mandi
Air panas
c. Mengisi air dingin ke dalam bak mandi bayi kira-kira 10-15 cm dari dasar bak
mandi, kemudian tambahkan air panas hingga hangat-hangat kuku (cek
dengan siku).
d. Mengalas tempat tidur/ meja dengan handuk atau meletakkan handuk pada
dada petugas.
e. Mengatur pakaian bayi yang bersih sesuai dengan urutan. (bedong, baju bayi,
popok, gurita, topi, kaos kaki, kaos tangan).
f. Membuka pakaian bayi sambil memeriksa apakah bayi BAK/BAB, kemudian
bayi dibedong.
g. Membasahi rambut bayi kemudian diberi shampo.
h. Bilas rambut bayi hingga bersih, lalu keringkan dengan handuk (membilas
bisa dilakukan dengan membawa bayi mendekati bak kemudian dibilas, atau
dapat dibilas saat bayi dimandikan).
i. Membersihkan mata bayi dengan kapas mata yang sudah dibasahi dengan air
matang dari arah luar ke dalam.
j. Membersihkan hidung dan telinga bayi dengan cotton buds.
k. Membersihkan mulut bayi dengan kassa.
l. Membersihkan muka, telinga bayi dengan menggunakan waslap, keringkan
dengan handuk.
m. Membuka kain bedong, basahi tubuh bayi dengan waslap, kemudian
menyabuni tubuh bayi dengan urutan tubuh, paha, kaki, kedua lengan bagian
depan dan belakang, lalu miringkan bayi dan menyabuni tubuh bagian
belakang.
n. Membersihkan tubuh bayi dari sabun dengan menggunakan waslap hingga
bersih.
o. Gendong bayi ke dalam bak mandi dengan cara pegangi bayi sedemikian rupa
sehingga lengan kiri ibu berada di bawah tengkuknya dan jari-jari tangan kiri
mencengkeram disekitar ketiak.
p. Bersihkan tubuh dalam bak mandi daerah leher, tengkuk, telinga luar, tubuh
bayi serta lipatan-lipatan tubuh secara hati-hati.
q. Tengkurapkan bayi dengan hati-hati dan bersihkan anggota tubuh bagian
belakang. Setelah bersih terlentangkan kembali.
r. Mengangkat bayi dan selimuti dengan handuk, keringkan tubuh bayi secara
perlahan-lahan dengan cara menekan-nekan handuk pada tubuh bayi.
s. Rawat tubuh bayi dengan baby oil pada lipatan-lipatan (leher, ketiak, lengan,
selangkangan, dengkul) dan beri minyak telon sekitar perut, dada dan
punggung, serta beri baby lotion pada daerah lengan dan kaki. Bila tali pusat
belum lepas, bungkus tali pusat dengan kassa steril kering.
t. Kenakan baju bayi dimulai dari gurita (gurita berfungsi untuk fiksasi/pengikat
tali pusat, jadi apabila tali pusat sudah lepas gurita tidak perlu digunakan lagi),
popok, baju bayi, kaos kaki, kaos tangan, dan bungkus bayi dengan bedong.
u. Sisiri bayi, beri bedak tipis-tipis dan jangan terkena mata atau hidung, lalu beri
topi.
v. Tidurkan bayi pada tempat yang aman.
w. Rapikan/bereskan peralatan yang telah digunakan.
x. Cuci tangan lalu dikeringkan.

2. Cara merawat tali pusat dengan benar


Selama waktu tali pusat bayi Anda belum puput, adalah penting untuk
menjaga daerah tersebut bersih dan kering .
Apa yang harus dilakukan ?
· Cuci tangan Anda sebelum menyentuh tali pusat bayi Anda. (Kuman dapat
tularkan melalui tangan Anda.)
· Bersihkan sekitar area ‘udhel’ bayi setidaknya sekali setiap hari atau lebih
sering jika kabel nya terlihat lengket atau basah, bisa dengan menggunakan
air matang hangat.
· Keringkan area yang diolesin air hangat tadi. kering menggunakan tissue
atau kassa steril. (Jangan menggunakan bola kapas kering karena dapat
meninggalkan serat pada tali pusat-nya.)
· Biarkan tali pusat bayi Anda terbuka. Talikan popoknya di bawah udhel
dan Juga menggulung kemejanya di atas pusat untuk memungkinkan udara
beredar secara bebas di daerah tapi pusat/udhel.

C. Tanda bahaya infeksi tali pusat


Ada beberapa gejala yang menandakan bayi baru lahir Anda terkena infeksi
tali pusat, seperti:
a. Tercium bau.
b. Timbul ruam merah atau bengkak di sekitar pangkal tali pusat.
c. Bisa disertai nanah atau cairan lengket jernih.
d. Pada beberapa kasus disertai keluhan sistemik, seperti demam, malas
minum dan lain-lain.
Apa yang TIDAK untuk dilakukan!
Jangan menutupi pusat bayi Anda dengan apa pun, karena hal ini dapat
meningkatkan kemungkinan infeksi dengan tidak membiarkan tali pusat
benar-benar kering.
Hindari sesatu menggesek tali pusat bayi Anda, seperti popoknya atau pakaian.
Jangan pernah mencoba untuk menarik tali pusat bayi Anda. Biarkan dia jatuh
atau puput secara alami, bahkan jika itu hanya tinggal tergantung seperti
benang.
Jangan menaruh minyak, lotion atau bubuk pada atau sekitar tali pusat bayi
Anda.
Kapan Anda harus ke dokter?
Jika Anda melihat salah satu dari berikut :
Wilayah atau arrea sekitar tali pusat memerah atau meradang.
Pembengkakan di sekitar pusat bayi Anda.
Nanah keluar terus menerus walaupun sudah di bersihkan.
Adanya perdarahan Aktif yang tidak berhenti dengan cepat.
Bau dari tali pusat yang tidak hilang walaupun Anda sudah membersihkan dan
mengeringkan.
Tanda-tanda bahwa daerah ini menyakitkan bagi bayi Anda.
Jika bayi Anda demam.
Sebelum 'mengobati' tali pusat bayi Anda dengan apa pun.
(SAP)
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Teknik Menyusui yang Benar


Sup Pokok Bahasan : a. Pengertian teknik menyusui yang benar
b. Posisi dan perlekatan menyusui
c. Persiapan memperlancar pengeluaran ASI
d. Langkah-langkah menyusui yang benar
e. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar
Hari/Tanggal : 12 Januari 2016
Waktu : 30 menit
Tempat : ruang lily RSUD Tidar Magelang
Sasaran : Ny. V

A. Tujuan Umum:
Setelah dilakukan penyuluhan, klien mengerti tentang cara menyusui yang
benar.

B. Tujuan Khusus:
Setelah dilakukan penyuluhan, klien dapat mengetahui tentang:
1. Pengertian teknik menyusui yang benar
2. Posisi dan perlekatan menyusui
3. Persiapan memperlancar pengeluaran ASI
4. Langkah-langkah menyusui yang benar
5. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar.

C. Materi
1. Pengertian teknik menyusui yang benar
2. Posisi dan perlekatan menyusui
3. Persiapan memperlancar pengeluaran ASI
4. Langkah-langkah menyusui yang benar
5. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar.

D. Metode
Ceramah dan tanya jawab.

E. Media
Leaflet

F. Kegiatan Penyuluhan
NO TAHAP / KEGIATAN KEGIATAN SASARAN
WAKTU PENYULUHAN
1. Pembukaan : Memberi salam Menjawab salam
3 MENIT pembuka
Memperkenalkan diri Memperhatikan
Menjelaskan Memperhatikan
pokok bahasandan
tujuan penyuluhan Memperhatikan
Membagi leaflet
2. Pelaksanaan : Menjelaskan Memperhatikan
20 menit pengertian teknik
menyusui yang benar
Menjelaskan posisi dan Memperhatikan
perlekatan menyusui
Menjelaskan persiapan
memperlancar Memperhatikan
pengeluaran ASI
Menjelaskan langkah-
langkah menyusui yang Memperhatikan
benar
Menjelaskan cara
pengamatan teknik Memperhatikan
menyusui yang benar.
3. Evaluasi : Menanyakan kepada Menjawab pertanyaan
5 menit peserta tentang materi
yang telah diberikan, dan
memberi reinforcement
kepada peserta yang
dapat menjawab
pertanyaan.
4. Terminasi : Mengucapkan Mendengarkan
2 menit terimakasih atas peran
serta peserta
Mengucapkan salam Menjawab salam
penutup

G. Evaluasi
1. Struktur
▪ Klien bersedia untuk diberi penyuluhan
▪ Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di ruangan klien
▪ Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
(SAP, leaflet)
2. Proses
▪ Klien antusias terhadap materi penyuluhan
▪ Klien mengajukan pertanyaan dan penyuluh menjawab pertanyaan
secara benar
3. Hasil
▪ Klien mengerti penjelasan yang telah diberikan
▪ Klien dapat mempraktikkan dengan benar apa yang sudah dijelaskan
oleh penyuluh
MATERI PENYULUHAN
“CARA MENYUSUI YANG BENAR”

A. Pengertian Teknik Menyusui yang Benar


Teknik Menyusui yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada
bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar . Tujuan
menyusui yang benar adalah untuk merangsang produksi susu memperkuat
refleks menghisap bayi
Menyusui adalah sebuah pokok bahasan yang bermuatan emosional:
sangatlah sulit untuk tidak beraksi ketika anda mendengar kata ini. Kata ini
memunculkan respon emosional yang kuat dari wanita yang sedang hamil
dan memikirkan cara memberi makanan bayinya ; dari para bidan dan dokter
yang merawat wanita ini, yang mungkin mempunyai pandangan dan
pendapat yang sama kuatnya.

B. Posisi dan Perlekatan Menyusui


Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang
tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring.
Contoh cara menyusui yang benar sebagai berikut:
a. Breast-feeding positions
b. Cara menyusui yang baik dengan posisi rebahan
c. Cara menyusui yang baik dengan posisi duduk
d. Cara menyusui yang baik dengan posisi berdiri
e. Cara menyusui yang baik untuk bayi kembar

C. Persiapan memperlancar pengeluaran ASI


Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan jalan :
1. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang
lepas tidak menumpuk.
2. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk
memudahkan isapan bayi.
3. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan
jalan operasi.

D. Langkah-langkah menyusui yang benar


1. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan
disekitar puting, duduk dan berbaring dengan santai.
2. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh
bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus,
hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan
puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke
puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
3. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah
bayi terletak di bawah puting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan
benar yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar
dan bibir bawah bayi membuka lebar.
4. Bayi disusui secara bergantian dari payudara sebelah kiri, lalu ke sebelah
kanan sampai bayi merasa kenyang.
5. Setelah selesai menyusui, mulut bayi dan kedua pipi bayi dibersihkan
dengan kapas yang telah direndam dengan air hangat.
6. Sebelum ditidurkan, bayi harus disendawankan dulu supaya udara yang
terhisap bisa keluar.
7. Bila kedua payudara masih ada sisa ASI, supaya dikeluarkan dengan alat
pompa susu.

E. Cara Pengamatan Teknik Menyusui yang Benar


Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan
puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi
produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Apabila bayi telah
menyusui dengan benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai
berikut :
1. Bayi terlihat kenyang setelah minum ASI.
2. Berat badannya bertambah setelah dua minggu pertama.
3. Payudara dan puting Ibu tidak terasa terlalu nyeri.
4. Payudara Ibu kosong dan terasa lebih lembek setelah menyusui.
5. Kulit bayi merona sehat dan pipinya kencang saat Ibu mencubitnya
6. Bayi tidak rewel.
7. Bayi tampak tenang.
8. Badan bayi menempel pada perut ibu.
9. Mulut bayi terbuka lebar.
10. Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
11. Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak
yang masuk.
12. Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
13. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
14. Kepala bayi agak menengadah.

F. Teknik Melepaskan Hisapan Bayi


Setelah selesai menyusui kurang lebih selama 10 menit, lepaskan hisapan bayi
dengan cara :
1. Masukkan jari kelingking ibu yang bersih kesudut mulut bayi
2. Menekan dagu bayi ke bawah
3. Dengan menutup lubang hidung bayi agar mulutnya membuka
4. Jangan menarik putting susu untuk melepaskan.
G. Cara menyendawakan bayi setelah minum ASI
Setelah bayi melepaskan hisapannya, sendawakan bayi sebelum menyusukan
dengan payudara yang lainnya dengan cara :
1. Sandarkan bayi dipundak ibu, tepuk punggung nya sampai bayi
bersendawa
2. Bayi ditelungkupkan dipangkuan ibu sambil di gosok punggungnya.
SOP MEMANDIKAN BAYI BARU LAHIR

I. Mempersiapkan Alat

1. Washlap bersih

2. Waskom berisi air hangat

3. Handuk

4. Sabun dan shampoo bayi

5. Pakaian bayi

6. Popok dan bedong

7. Minyak telon

8. Kapas untuk membersihkan daerah perineal

II. Orientasi

1. Berikan salam, panggil pasien dengan namanya

2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada pasien

III. Kerja

1. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai

2. Menanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada pada pasien

3. Memulai tindakan dengan cara yang baik

4. Berikan privasi pasien

5. Memandikan :

a. Pastikan bayi dalam posisi nyaman dalam pegangan atau terbaring

dalam incubator.
b. Periksa kembali temperature air dengan suhu (37 derajat C-39 derajat

C), hangat-hangat kuku, air dalam waskom hanya digunakan untuk

membasuh dan membersihkan rambut.

c. Mulai memandikan : usap mata dari kantus dalam ke kantus luar.

Gunakan air bersih dan bagian yang berbeda untuk tiap-tiap mata.

d. Bersihkan wajah dengan lembut. Gunakan air biasa/tanpa

menggunakan sabun.

e. Membersihkan rambut :

- Pegang bayi dengan aman, basahi rambut dengan air secara lembut.

- Usapkan shampoo bayi dengan menggunakan lap, bilas rambut dan

keringkan kulit kepala dengan cepat

f. Membersihkan telinga luar : membersihkan dengan gerakan memutar

dan gunakan bagian yang berbeda untuk tiap-tiap telinga.

g. Setelah melepas selimut mandi/pakaian bayi,bersihkan leher, dada,

lengan dan punggung dengan cara yang sama.

h. Bersihkan tubuh dengan sabun dan air, bilas dengan hati-hati dan

keringkan bagian tubuh yang dibersihkan sebelum berpindah ke bagian

lain

i. Membersihkan bagian genetalia

Bayi perempuan : bersihkan labia secara perlahan dengan arah dari

depan ke belakang.
Bayi laki-laki : Tarik kutup dengan lembut dan sejauh-jauhnya,

bersihkan ujung glands dengan gerakan memutar dan kembalikan

kutup dengan segera setelah dibersihkan

j. Bersihkan dan keringkan daerah perineal

k. Gunakan popok dengan lipatan kedepan dan berada di bawah tali

pusat, biarkan tali pusat dalam keadaan terbuka.

l. Gunakan pakaian bayi yang tepat sesuai kondisi lingkungan.

IV. Terminasi

1. Evaluasi kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang

diharapkan (subjektif dan objektif)

2. Simpulkan hasil kegiatan

3. Berikan reinforcement positif pada keluarga

4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

5. Akhiri kegiatan

6. Cuci tangan.
A. DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama Lengkap : Patria Amanta
2. NIM : P. 17420513059
3. Tanggal Lahir : 11 Maret 1995
4. Tempat Lahir : Purworejo
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat rumah : a. Desa : Mranti RT 03 RW 03
b. Kelurahan : Mranti
c. Kecamatan : Purworejo
d. Kab/ Kota : Purworejo
e. Provinsi : Jawa Tengah
7. Telepon : a. Rumah : -
b. HP : 089677143687
c. Email : amanta.patria@gmail.com
B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Pendidikan SD di SD Negeri 1 Mranti, lulus tahun 2007

2. Pendidikan SMP di SMP Negeri 4 Purworejo, lulus tahun 2010

3. Pendidikan SMA di SMA Negeri 6 Purworejo, lulus tahun 2013

Magelang, ………………. 2016

PATRIA AMANTA

NIM P17420513059

Anda mungkin juga menyukai