Anda di halaman 1dari 22

TUGAS TERSTRUKTUR

MATA KULIAH GINEKOLOGI


DI
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 6
NAMA ANGGOTA
1. LAISI AFRIZA
2. IMA FAJRIANI
3. MAULIDAWATI
4. IVA YUSRINA
5. SRI GUSLINA WATI
6. ELVI SURYANI
DOSEN : dr.EDWAR AYUB,Sp.OG

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN


INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
TAHUN 2021/2022
Kata Pengantar

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karunia
Nyalah, makalah yang berjudul “Prolapsus Genetalia” ini bisa diselesaikan. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ginekologi.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan
tugas untuk menulis makalah ini, serta kepada siapa saja yang telah terlibat dalam
proses penulisannya, yang senantiasa memotivasi.Akhirnya, harapan penulis semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun
penulis menyadari makalah inibelumlah sempurna.Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan
makalah.

Tapaktuan, 26 Februari 2022


Penyusun

Kelompok 6

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………..1
Daftar Isi………………………………………………………………………………………2
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………………………3
A. Latar Belakang………………………………………………………………………..3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………5
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………..5
Bab II Prolapsus Genetalia…………………………………………………………………..6
A. Anatomi Panggul…………………………………………………………………….6
B. Penyebab Prolapsus Genetalia………………………………………………………11
C. Diagnosis …………………………………………………………………………...15
D. Penatalaksanaan …………………………………………………………………….17
Bab III Penutup………………………………………………………………………………20
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..20
B. Saran…………………………………………………………………………………20
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….21

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang
dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Disfungsi dasar panggul memiliki prevalensi
yang tinggi, baik di negara sedang berkembang maupun di negara berkembang,
meskipun penyebab utamanya belum diketahui. (Ewies et al, 2003) Diperkirakan 11%
dari semua wanita menjalani setidaknya satu kali prosedur operasi. (Philips et al, 2005)
Prolaps organ panggul disebut juga sebagai prolaps urogenital, adalah turunnya organ
panggul yang menyebabkan penonjolan vagina, uterus atau keduanya.
Keadaan ini dapat merusak dinding anterior, posterior vagina, dan uterus atau puncak
vagina, yang umumnya tampak sebagai gabungan beberapa keadaan di atas. Tahun 1997,
lebih dari 225.000 pasien menjalani operasi prolaps organ panggul di USA (22.7/10000
wanita), dengan estimasi pembiayaan lebih dari 1 milyar US$. Prolaps organ panggul
merupakan indikasi terbanyak dilakukannya histerektomi pada wanita postmenopause
dan jumlahnya berkisar 15-18 % dari seluruh prosedur pada semua kelompok umur.
Keadaan ini jarang menyebabkan morbiditas atau mortalitas yang berat; tetapi cukup
menimbulkan gejala genital bagian bawah, urinari, dan traktus gastrointestinal yang
dapat mempengaruhi aktivitas keseharian dan kualitas hidup wanita. (Jelovsek et al,
2007) Prolaps organ panggul merupakan kondisi yang mempengaruhi kualitas hidup
wanita. Presentase prolaps uteri mencapai 35%-50% wanita dan kejadiannya semakin
meningkat seiring meningkatnya paritas dan usia.
Diperkirakan 50% wanitayang telah melahirkan akan menderita prolaps genitalia, dan
hampir 20% kasus ginekologi yang menjalani operasi adalah kasus prolaps genitalia.
Kasus prolaps uteri akan meningkat jumlahnya karena usia harapan hidup wanita juga
meningkat. Sebuah penelitian terhadap 16.000 pasien, didapatkan 14,2 % menderita
prolaps uteri. Penelitian lainnya mengungkapkan estimasi 11% dari seluruh wanita
mempunyai resiko akan menjalani operasi prolaps organ panggul. Di Amerika Serikat,
usia yang dihubungkan dengan kejadian operasi prolaps uteri adalah wanita usia diatas
50 tahun, yaitu 2,7- 3,3 prolaps uteri per 1000 wanita. (Rizkar M, 2011) Prolaps organ
panggul merupakan masalah kesehatan yang banyak mempengaruhi jutaan wanita
diseluruh dunia.

3
Prolaps organ panggul merupakan indikasi lebih dari 300.000 operasi dan merupakan
urutan ketiga sebagai indikasi untuk dilakukannya histerektomi. (Schorge J O, Schaffer J
I, Cunningham F. G. et al, 2008) Walaupun data yang ada terbatas, penelitian
menunjukkan bahwa prevalensi dari prolaps organ panggul meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia (Olsen, 1997, Swift, 2005). Dengan melihat kondisi yang
berhubungan dengan usia dan perubahan demografis di Amerika Serikat, prevalensi
kelainan dasar panggul akan jelas meningkat.
Di prediksi akan terjadi peningkatan 45% pada wanita yang akan mencari pengobatan
untuk penyakit yang berhubungan dengan kelainan dasar panggul di masa depan.
(Schorge J O, Schaffer J I, Cunningham F. G. et al, 2008) Kejadian Prolap uteri di
Indonesia belum banyak ditemukan datanya. Menurut laporan tahunan Bagian Obstetri
dan Ginekologi RS Hasan Sadikin tahun 2007, kejadian prolaps uteri selama tahun 2007
terdapat 30 kasus. (Rizkar M, 2011) Jumlah pasien dengan diagnosa prolaps organ pelvis
yang berkunjung ke Poliklinik Uroginekologi RSUP. DR. M. Djamil Padang periode
Januari 2007-Juli 2009 adalah 173 orang (76,21%). Jumlah pasien dengan diagnosis
prolaps organ pelvis yang berkunjung ke Poliklinik Ginekologi RSUP. DR. M. Djamil
Padang yang hanya rawat jalan/ konservatif sebanyak 67,63% dan yang menjalani rawat
inap untuk tindakan operatif adalah 56 orang (32,37%). (Irwanto L E, 2009) Prolaps
organ panggul ini dapat disebabkan oleh usia dan proses penuaan, kehamilan, perlukaan
sewaktu proses persalinan, paritas, menopause, komposisi jaringan pada seorang wanita,
konstipasi, batuk-batuk kronis, atau sering melakukan pekerjaan berat. (Richard S, 2006)
Meskipun mekanisme terjadinya prolaps organ panggul pada wanita dan faktor-faktor
yang menyebabkan kegagalan perbaikan dengan operasi belum sepenuhnya dimengerti.
Terdapat beberapa bukti yang mendukung bahwa abnormalitas struktur jaringan
penyambung merupakan faktor predisposisi. (Ewies et al, 2003) Organ panggul di
sokong oleh otot – otot dasar panggul dan perlekatannya pada fasia endopelvik. (Philips
et al, 2005). Pengetahuan tentang penyangga organ panggul yang normal diperlukan
untuk dapat mengerti patofisiologi terjadinya prolaps organ panggul. Saat ini yang
digunakan adalah tiga level penyangga dari Delancey. (Doshani et al, 2007) Kekuatan
ligamen dan fasia dasar panggul yang bervariasi di antara individu merupakan salah satu
faktor penting terjadinya prolaps. Ligamentum sakrouterina adalah ligamen yang
memegang uterus agar tidak bergerak, membawa kembali kurva serviks kiri dan kanan
melalui anus ke arah tulang sacrum kiri dan kanan. (Aditya M et al, 2011). Dalam studi
menunjukkan bahwa ligamen sakrouterina dapat menahan beban lebih dari 17 kg.

4
Ekstraseluler matriks juga mengandung glikosaminoglikan seperti tenascin, fibronektin
dan laminin. Kolagen merupakan unsur pokok jaringan penyambung dasar panggul.
Beberapa penulis menemukan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada protein ini pada
pasien dengan prolaps genital dan stress inkontinensia. (Takano et al, 2002) Pada
kejadian prolaps uteri, perubahan komposisi jaringan pada seorang wanita harus
dipikirkan sebagai salah satu penyebab terjadinya prolaps. Salah satu jaringan yang
sangat mempengaruhi adalah komposisi jaringan kolagen pada ligamentum yang
menopang uterus. Jackson dan rekan menemukan bahwa wanita dengan prolaps uteri
mengalami pengurangan total kolagen sebanyak 25 % (Yvonne Hsu, John O.L.
DeLancey, 2008).
Liapis dan rekan menemukan penurunan sederhana dalam kolagen tipe III pada
wanita dengan prolaps dan penurunan yang lebih signifikan pada wanita dengan stres
inkontinensia, dan disfungsi dasar panggul. Namun peneliti lain tidak menemukan
perbedaan dalam rasio kolagen (Yvonne Hsu, John O.L. DeLancey, 2008) Metabolisme
kolagen yang abnormal telah diidentifikasi dan berhubungan dengan kejadian prolaps
organ panggul dan stress inkontinensia. (Philips et al, 2005). Beberapa penelitian
menduga bahwa gangguan sintesis dan tipe kolagen memiliki hubungan sebab akibat
pada gangguan jaringan penyambung, seperti prolaps organ panggul dan stres
inkontinensia. (Yamamoto et al, 1997) Masih belum jelasnya mekanisme terjadinya
prolaps organ panggul, menjadi dasar dilakukannya penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut : Apakah yang dimaksud dengan prolapsus genitalia
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk Mengetahui penyebab prolapsus genitalia
2. Tujuan Khusus
a. untuk mengetahui anatomi dasar panggul
b. untuk mengetahui penyebab prolapsus genitalia
c. untuk mengetahui bagaimana penanganan prolapsus genitalia

5
BAB II
PROLAPSUS GENETALIA

A. Anatomi Dasar Panggul


Dasar panggul terdiri dari otot, ligamen, fasia, yang bertindak sebagai sling untuk
menunjang kandung kemih, organ reproduksi dan rektum. Sling ini dari jaringan lunak
yang tertutup oleh tulang panggul. (Eickmeyer, 2017).
1. Tulang Panggul
Tulang panggul terdiri dari dua buah tulang os coxae, os sacrum dan os
coccygeus. Os coxae atau tulang panggul dextra dan sinistra merupakan tulang
yang berbentuk besar, irregular dan masing-masing berkembang dari fusi tiga
tulang ilium, ischium, dan pubis. Setelah pubertas tiga tulang tersebut menyatu
membentuk tulang panggul (Moore et al., 2013). Ilium merupakan tulang yang
paling besar mebentuk bagian atas dan belakang panggul. Ditulang tersebut
terdapat linea terminalis sebagai batas panggul mayor dan minor. Pinggir atas
paling tebal disebut crista iliaca. Bagian ujung depan crista iliaca disebut spina
iliaca anterior superior (SIAS). Di bagian ujung belakang crista iliaca adalah spina
iliaca posterior superior (SIPS) (Sumiasih & Budiani, 2016). Ischium memiliki
corpus ossis ischii yang membentuk acetabulum dan ramus ossis ischii
membentuk bagian foramen obturatorium. Tonjolan bawah tulang ilium disebut
spina ischiadica. Pinggir bawah tulang duduk sangat tebal, yang mendukung
badan saat duduk disebut tuber ischiadicum. Cekungan antara spina ischiadica dan
tuber ischiadicum adalah incisura ischiadica minor. Cekungan yang lebih besar,
incisura ischiadica major, terletak di atas spina ischiadica dan terbentuk oleh
ilium. Pubis disebelah bawah dan depan tulang ilium. Pubis adalah suatu tulang
bersudut dengan ramus superior ossis pubis, yang membantu membentuk
acetabulum, dan ramus inferior ossis pubis, yang membantu membentuk foramen
obturatorum. Suatu penebalan pada bagian anterior corpus ossis pubis adalah
crista pubica, yang berakhir dibagian lateral sebagai knop yang menonjol,
tuberculum pubicum. Os sacrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga,
terdiri dari lima ruas tulang yang bersatu. Permukaan depan cekung, kiri dan
kanan dari garis tengah terdapat lubang disebut foramina sacralia anterior.
Lubang-lubang ini sebagai tempat masuknya plexus sacralis. Os coccygeus yang

6
berbentuk segitiga, terdiri dari 3-5 ruas tulang dan bersatu. Saat persalinan dapat
ditolak ke belakang 1-2 cm untuk memperluas jalan lahir (Moore et al., 2013;
Sumiasih & Budiani, 2016).

Gambar 2.1 Anatomi Tulang Panggul (Sumber : Moore et al., 2013)

2. Persendian dan Ligamen


Sendi–sendi utama gelang panggul adalah articulatio sacroiliaca dan symphysis
pubis. Articulatio lumbosacralis dan sacrococcygea secara langsung dihubungkan
dengan gelang panggul. Ligamentum yang kuat menopang dan memperkuat
sendi–sendi tersebut.
 Symphysis Pubis Merupakan artikulasi dari fibrocartilaginosa diantara dua
tulang pubis. Pada wanita umumunya, sendi ini lebih luas dan lebih pendek
dari laki-laki. Ligamen-ligamen yang menyatukan tulang tebal di tepi superior
dan inferior, yang membentuk ligamentum pubicum superius dan ligamentum
pubicum inferius (arcuata). Secara fungsional, untuk menahan ketegangan,
pergeseran, kompresi, dan tergantung pada besar stres mekanik seperti melebar
pada saat kehamilan (Moore et al., 2013; Irion & Irion, 2010).
 Articulatio Sacroiliaca Merupakan sendi sinovial yang kuat menahan berat
badan, terdiri dari sendi sinovial anterior dan syndesmosis posterior.
Permukaan artikulasi ditutupi oleh kartilago dan kapsul artikular fibrosa. Sendi
ini mobilitasnya terbatas karena perannya mentransmisi besar berat tubuh ke
tulang panggul. Persendian ini diperkuat oleh ligamen sacroiliaca anterior
yang berfungsi menstabilkan sendi dengan menahan gerakan sacrum ke atas
dan gerakan ilium ke lateral. Ligamen sacroiliaca interosseous merupakan
struktur primer yang terlibat dalam memindahkan berat tubuh bagian atas dari

7
skeleton aksial ke dua ilium skeleton apendikular, dan ligamen sacroiliaca
posterior berfungsi menahan gerakan sacrum ke bawah dan ke atas dan
gerakan ke arah medial ilium. Selain itu terdapat ligamen aksesoris yaitu
ligament sacrospinosus dan sacrotuberus yang menghubungkan sacrum dan
ischium (Moore et al., 2013; Irion & Irion, 2010).
 Articulatio Lumbosacralis Vertebra L5 dan S1 berartikulasi pada articulatio
intervertebralis (IV) anterior yang terbentuk oleh discus IV di antara corpus-
corpusnya dan facet joint diantara processus articularis vertebra-vertebra
tersebut. Persendian ini diperkuat oleh ligamen iliolumbalis seperti kipas yang
menjalar dari processus transversus vertebra L5 ke ilia (Moore et al., 2013).
 Articulatio Sacrococcygea Merupakan suatu sendi kartilaginosa sekunder
dengan discus IV. Diperkuat oleh ligamentum sacrococcygeum anterior dan
posterior (Moore et al., 2013).

Gambar 2.2 Ligamen (Sumber : Moore et al., 2013)

3. Otot Dasar Panggul


Otot-otot dasar panggul mendukung visera: menghasilkan fungsi sfingter pada
rektum dan vagina serta membantu meningkatkan tekanan intraabdomen saat
meengggeliat. Rektum, uretra, dan vagina (pada wanita) melewati dasar panggul
dan menuju ke luar. M. Levator ani dan m.koksigeus membentuk dasar panggul,
sedangkan m.piriformis menutupi bagian sakrum.
Koksigeus keluar dari spina iskiadika dan masuk ke bagian bawah sakrum dan
koksigis. Levator ani keluar dari aspek posterior pubis, fasia yang menutupi

8
obturatorius internus di dinding dalam pelvis dan spina iskiadika. Dari origo yang
lebar ini serabut-serabut otot menyapu ke belakang ke arah garis tengah sebagai
berikut : serabut-serabut anterior (sfingter vagina atau m.levator prostat)- serabut-
serabut ini mengelilingi vagina pada (prostat pada pria) dan masuk ke korpus
perineum. Korpus perineum merupakan nodus fibromuskular yang terletak di
anterior kanalis analis. Serabut-serabut intermedia (puborektalis)- serabut-serabut
ini mengelilingi sambungan anorektalis dan juga masuk ke bagian dalam sfingter
ani. Serabut ini memiliki fungsi sfingter yang penting pada sambungan
anorektalis. Serabut-serabut posterior (iliokoksigeus)-serabutserabut ini masuk ke
aspek lateral koksigis dan raphe fibrosa median (korpus anokoksigeus) (Faiz &
Moffat, 2002).

Gambar 2.3 Otot Dasar Panggul (Sumber : Moore et al., 2013)


4. Fasia Pelvis
Fasia pelvis adalah istilah untuk menyebut jaringan ikat yang membatasi panggul,
melapisi m. Levator ani dan m. Obturatorius internus. Fasia ini menyatu dengan
lapisan fasia dinding abdomen di atas dan perineum di bawah. Fasia endopelvis
adalah istilah untuk menyebut jaringan ikat longgar yang melapisi visera pelvis.
Fasia endopelvis memadat menjadi ligamentum fasialis yang fungsinya
menunjang serviks dan vagina. Ligamentum-ligamentum ini di antaranya:
ligamentum kardinale yang melewati sebelah lateral serviks dan bagian atas
vagina ke dinding pelvis, ligamentum utero-sakrale yang melewati bagian
belakang serviks dan forniks vagina ke fasia yang melapisi sendi sakroiliaka,
ligamentum puboservikale yang meluas ke anterior dari ligamentum kardinale ke

9
pubis (puboprostatika pada pria), dan ligamentum pubovesikale dari belakang
simfisis pubis menuju leher kandung kemih (Faiz & Moffat, 2002).
5. Arteri dan Vena
a. Arteria pada pelvis
 A.iliaka komunis: keluar dari bifurkasio aorta ke sebelah kiri garis
tengah setinggi umbilikus.
 A. iliaka komunis: keluar dari bifurkasio aorta ke sebelah kiri garis
tengah setinggi umbilikus.
 A. iliaka eksterna: berjalan dari muaranya (seperti disebut di atas)
menjadi a. femoralis saat lewat di bawah ligamentum inguinale di
titik mid.inguinal (Faiz & Moffat, 2002).
b. Cabang-cabang trunkus anterior
 A. obturatorius
 A. umbilikalis
 A. Vesikalis inferior
 A. rektalis media
 A. Pudenda interna
 A. uterina
 A. glutealis inferior
 A. vaginalis

c. Cabang-cabang trunkus posterior

 A. glutealis superior
 A. ilio-lumbalis
 A. sakralis lateralis
d. Vena pada pelvis

Vv. Iliaka komunis dekstra dan sinistra bergabung membentuk v. Kava


inferior di belakang a.iliaka komunis dekstra namun di sebelah anterolateral
korpus vertebra L5. Pengaturan drainase vena pelvis secara keseluruhan
resiprokal dengan pasokan arteri (Faiz & Moffat, 2002).

10
Gambar 2.4 Arteri dan Vena Pelvis (Sumber: Moore et al., 2013)

6. Serabut Saraf Panggul


Pleksus Sakralis (L4-S4), origo dari rami anterior L4-S4. Saraf sakralus muncul
dari foramina sakralis anterior. Saraf ini menyatu dan bergabung dengan trunkus
lumboskaralis, disebelah aneterior otot piriformis. Cabang-cabang pleksus sakralis
yaitu nervus gluteus, nervus gluteus inferior, nervus kutaneus, nervus pudendus,
dan nervus iskiadikus.

Gambar 2.5 Pleksus Sakralis (Sumber: Moore et al., 2013)

B. Penyebab prolaksus Genetalia


Penyebab prolapsus organ panggul ( genetalia ) belum diketahui secara pasti, namun
secara hipotetik penyebab utamanya adalah persalinan pervaginam dengan bayi aterm.
Pada studi epidemiologi menunjukkan bahwa faktor risiko utama penyebab prolapsus
uteri adalah persalinan pervaginam dan penuaan. Para peneliti menyetujui bahwa etiologi

11
prolapsus organ panggul adalah multifaktorial dan berkembang secara bertahap dalam
rentang waktu tahun.Terdapat berbagai macam faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya prolapsus dan dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan faktor non-obstetri.
 Faktor obstetri
a. Proses persalinan dan paritas Prolapsus uteri terjadi paling sering pada wanita
multipara sebagai akibat progresif yang bertahap dari cedera melahirkan pada
fascia endopelvik (dan kondensasi, ligamentum uteroskral dan kardinal) dan
laserasi otot, terutama otot-otot levator dan perineal body (perineum).
Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko utama terjadinya prolapsus organ
genital. Pada penelitian tentang levator ani dan fascia menunjukkan bukti bahwa
kerusakan mekanik dan saraf terjadi pada perempuan dengan prolapsus
dibandingkan perempuan tidak prolapsus, dan hal tersebut terjadi akibat proses
melahirkan.Secara global, prolapsus mempengaruhi 30% dari semua wanita yang
telah melahirkan. Jumlah paritas berbanding lurus dengan kejadian prolapsus.
WHO Population Report (1984) menduga bahwa kejadian prolapsus akan
meningkat tujuh kali lipat pada perempuan dengan tujuh anak dibandingkan
dengan perempuan yang mempunyai satu anak
b. Faktor obstetri lainnya Penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi, disebutkan
sebagai faktor risiko potensial dalam terjadinya prolaps organ panggul.
Penggunaan forsep secara langsung terlibat dalam terjadinya cedera dasar
panggul, yaitu dalam kaitannya dengan terjadinya laserasi sfingter anal. Manfaat
forsep terhadap dasar panggul dalam memperpendek kala dua masih mempunyai
bukti yang kurang. Penggunaan forsep elektif untuk mencegah kerusakan pada
dasar panggul tidak direkomendasikan. Percobaan kontrol secara acak pada
penggunaan elektif dan selektif episiotomi tidak menunjukkan manfaat, tetapi
telah menunjukkan hubungan dengan terjadinya laserasi sfingter anal
inkontinensia dan nyeri pasca persalinan.
Sejumlah cedera pada ibu dan bayi dapat terjadi sebagai akibat
penggunaan forsep. Luka yang dapat ditimbulkan pada ibu berkaitan dengan
penggunaan forsep berkisar dari ekstensi sederhana sampai ruptur uterus atau
kandung kemih.Klein, dkk menemukan hubungan antara episiotomi dan
berkurangnya kekuatan dasar panggul tiga bulan post partum. Fascia pelvis,
ligamentum-ligamentum dan otot-otot dapat menjadi lemah akibat peregangan
yang berlebihan selama kehamilan, persalinan dan persalinan pervaginam yang

12
sulit, terutama dengan penggunaan forsep dan vakum ekstraksi.Pada penelitian
yang dilakukan oleh Handa dkk, menunjukkan bahwa persalinan menggunakan
forsep dan laserasi perineum berhubungan dengan gangguan dasar panggul 5-10
tahun setelah persalinan yang pertama, tetapi pada episiotomi tidak
berhubungan. Wanita dengan laserasi perineum dalam dua atau lebih persalinan
beresiko lebih tinggi secara signifikan terhadap prolapsus.
Perlukaan diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani yang terjadi
pada waktu persalinan pervaginam atau persalinan dengan alat dapat
melemahkan dasar panggul sehingga mudah terjadi prolapsus genitalia.
 Faktor non-obstetri
a. Genetik
Dua persen prolapsus simptomatik terjadi pada perempuan
nulipara.Perempuan nulipara dapat menderita prolapsus dan diduga
merupakan peran dari faktor genetik. Bila seorang perempuan dengan ibu atau
saudaranya menderita prolapsus, maka risiko relatif untuk menderita
prolapsus adalah 3,2. Dibandingkan jika ibu atau saudara perempuan tidak
memiliki riwayat prolapsus, risiko relatifnya adalah 2,4
b. Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya kolagen dan terjadi
kelemahan fascia dan jaringan penyangga. Hal ini terjadi terutama pada
periode post-menopause sebagai konsekuensi akibat berkurangnya hormon
estrogen.
c. Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolapsus organ panggul (POP) telah
dibuktikan dalam beberapa penelitian. Perempuan berkulit hitam dan
perempuan Asia memiliki risiko yang lebih rendah, sedangkan perempuan
Hispanik dan berkulit putih memiliki risiko tertinggi. Perbedaan kandungan
kolagen antar ras telah dibuktikan, tetapi perbedaan bentuk tulang panggul
juga diduga memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak
yang memiliki arkus pubis (lengkungan kemaluan) yang sempit dan bentuk
panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk panggul tersebut adalah
pelindung terhadap POP dibandingkan dengan panggul ginekoid yang
merupakan bentuk panggul terbanyak pada perempuan berkulit putih.
d. Menopause

13
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi hormon
berkurang dan berangsur hilang, yang berakibat perubahan fisiologik.
Menopause terjadi rata-rata pada usia 50-52 tahun. Hubungan dengan
terjadinya prolaps organ panggul adalah, di kulit terdapat banyak reseptor
estrogen yang dipengaruhi oleh kadar estrogen dan androgen. Estrogen
mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin dan prolin
sebagai penyusun jaringan kolagen. Ketika menopause, terjadi penurunan
kadar estrogen sehingga mempengaruhi jaringan kolagen, berkurangnya
jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot dasar panggul.
Saraf pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar serabut saraf
cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf adrenergik dan kolinergik,
jumlah serabut kolinergik lebih sedikit. Sebagian besar serabut ini
menghilang setelah menopause.
e. Peningkatan BMI (obesitas)
Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-otot
pendukung panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot dasar panggul.
Pada studi Women’s Health Initiative (WHI), kelebihan berat badan (BMI 25
– 30 kg/m2 ) dikaitkan dengan peningkatan kejadian prolapsus dari 31- 39%,
dan obesitas (BMI > 30 kg/m2 ) meningkat 40-75%.
f. Peningkatan tekanan intra abdomen
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena batuk-batuk kronis (bronkitis
kronis dan asma), asites, mengangkat beban berat berulang-ulang, dan
konstipasi diduga menjadi faktor risiko terjadinya prolapsus. Seperti halnya
obesitas (peningkatan indeks massa tubuh) batuk yang berlebihan dapat
meningkatkan tekanan intraabdomen (rongga perut) dan secara progresif
dapat menyebabkan kelemahan otot-otot panggul.
g. Kelainan jaringan ikat
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk mengalami
prolapsus. Pada studi histologi menunjukkan bahwa pada wanita dengan
prolapsus, terjadi penurunan rasio kolagen tipe I terhadap kolagen tipe III dan
IV. Pada beberapa penelitian, sepertiga dari perempuan dengan Sindroma
Marfan dan tigaperempat perempuan dengan Sindroma Ehler Danlos tercatat
mengalami POP. Kelemahan bawaan (kongenital) pada fasia penyangga

14
pelvis mungkin penyebab prolapsus uteri seperti yang kadang-kadang
ditunjukkan pada nulipara.
h. Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan prolapsus. Senyawa kimia
yang dihirup dalam tembakau dipercaya dapat menyebabkan perubahan
jaringan yang diduga berperan dalam terjadi prolapsus. Namun, beberapa
penelitian tidak menunjukkan hubungan antara merokok dengan terjadinya
prolapsus
C. Diagnosis
 Anamnesis
Gejala prolapsus uteri bersifat individual, berbeda-beda pada setiap orang. Tingkat
keparahan prolapsus uteri bervariasi. Kadangkala penderita dengan prolapsus yang
cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan
prolapsus ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang paling umum
dijumpai:
 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal di vagina atau menonjol di genitalia
eksterna
 Rasa sakit di panggul atau pinggang (backache) merupakan gejala klasik dari
prolapsus
 Luka dan dekubitus pada porsio uteri akibat gesekan dengan celana atau pakaian
dalam
 Gangguan berkemih, seperti inkontinensia urin atau retensi urin
 Kesulitan buang air besar
 Infeksi saluran kemih berulang
 Perdarahan vagina
 Rasa sakit atau nyeri ketika berhubungan seksual (dispareunia)
 Keputihan atau cairan abnormal yang keluar melalui vagina
 Prolapsus uteri derajat III dapat menyebabkan gangguan bila berjalan dan bekerja
Gejala dapat diperburuk apabila berdiri atau berjalan dalam waktu yang lama.
Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan pada otot-otot panggul oleh pengaruh
gravitasi. Latihan atau mengangkat beban juga dapat memperburuk gejala.
Pemeriksaan Fisik Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu:
a. Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi litotomi.
b. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.

15
c. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
 Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
 Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus yang
bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.
 Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsus uteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolapsus uteri dengan inspeksi terlebih dahulu
sebelum dimasukkan inspekulum.
d. Manuver Valsava
 Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan
manuver Valsava.
 Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior vagina,
serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum perlu
dievaluasi secara sistematis dan terpisah.
 Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengejan pada posisi
berdiri di atas meja periksa.
 Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolapsus.
e. Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan
otot levator ani.
 Pemeriksaan rektovaginal Untuk memastikan adanya rektokel yang
menyertai prolapsus uteri.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Urin residu pasca berkemih
 Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih
yang penuh, kemudian diikuti dengan pengukuran volume residu urin
pasca berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
b. Skrining infeksi saluran kemih.
c. Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi

16
 Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif
mudah dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan
informasi real time.
 Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis. Namun
belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar
panggul pada kasus POP.
Jadi, yang dimaksud dengan prolapsus organ panggul adalah apabila
jelas ada penurunan organ ke dalam vagina atau keluar melalui vagina
dengan keluhan seperti di atas.

D. Penatalaksanaan
 Observasi
Derajat luasnya prolapsus tidak berhubungan dengan gejala. Apabila telah
menderita prolapsus, mempertahankan tetap dalam stadium I merupakan pilihan
yang tepat. Observasi direkomendasikan pada wanita dengan prolapsus derajat
rendah (derajat 1 dan derajat 2, khususnya untuk penurunan yang masih di atas
himen). Memeriksakan diri secara berkala perlu dilakukan untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan, seperti gangguan dalam berkemih atau
buang air besar, dan erosi vagina
 Konservatif
Pilihan penatalaksaan non-bedah perlu didiskusikan dengan semua wanita yang
mengalami prolapsus. Terapi konservatif yang dapat dilakukan, diantaranya:
 Latihan otot dasar panggul Latihan otot dasar panggul (senam Kegel)
sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang terjadi pada pasca
persalinan yang belum lebih dari enam bulan. Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otototot yang mempengaruhi
miksi. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of
conservative management prolapsus uteri menyimpulkan bahwa latihan
otot dasar panggul tidak ada bukti ilmiah yang mendukung. Cara
melakukan latihan yaitu, penderita disuruh menguncupkan anus dan
jaringan dasar panggul seperti setelah selesai buang air besar atau
penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan
buang air kecil dan tiba-tiba menghentikannya.

17
 Pemasangan pesarium Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh
wanita dengan prolapsus tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari
prolapsus. Pesarium digunakan oleh 75%- 77% ahli ginekologi sebagai
penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini tersedia dalam berbagai
bentuk dan ukuran, serta mempunyai indikasi tertentu.

Penempatan pesarium bila tidak tepat atau bila ukurannya terlalu besar
dapat menyebabkan iritasi atau perlukaan pada mukosa vagina sehingga
dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahan.
 Operatif
Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur
penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau mempertahankan
uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan. Prolapsus uteri biasanya disertai
dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus
uteri, prolapsus vagina juga perlu ditangani. Terdapat kemungkinan prolapsus
vagina yang membutuhkan pembedahan, tetapi tidak ada prolapsus uteri atau
prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi.
Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk
prolapsus vagina. Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolapsus
uteri, disertai dengan perbaikan prolapsus vagina pada waktu yang sama. Macam-
macam operasi untuk prolapsus uteri sebagai berikut:
 Ventrofikasi Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan
masih menginginkan anak. Cara melakukannya adalah dengan

18
memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare
(membuat uterus ventrofiksasi).
 Operasi Manchester Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus
yang masih muda, tetapi biasanya dilakukan amputasi serviks uteri,
dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di depan
serviks dilakukan pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik.
Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang
memanjang (elongasio koli). Tindakan ini dapat menyebabkan
infertilitas, partus prematurus, abortus .28,41 Bagian yang penting
dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di
depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale
diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi
anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
 Histerektomi Vagina Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri
tingkat lanjut (derajat III dan IV) dengan gejala pada saluran
pencernaan dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus
diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum
kanan dan kiri atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian
operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala
saluran pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi
tinja, kesulitan dalam mengosongkan rektum atau gejala yang
berhubungan dengan gangguan buang air besar dan untuk mencegah
prolaps vagina di kemudian hari. Histerektomi vagina lebih disukai
oleh wanita menopause yang aktif secara seksual.Di Netherlands,
histerektomi vaginal saat ini merupakan metode pengobatan
terkemuka untuk pasien prolapsus uteri simtomatik.
 Kolpokleisis (kolpektomi) Tindakan ini merupakan pilihan bagi
wanita yang tidak menginginkan fungsi vagina (aktivitas seksual dan
memiliki anak) dan memiliki risiko komplikasi tinggi.Operasi ini
dilakukan dengan menjahit dinding vagina depan dengan dinding
vagina belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak
di atas vagina. Keuntungan utama dari prosedur ini adalah waktu

19
pembedahan singkat dan pemulihan cepat dengan tingkat
keberhasilan 90 - 95%.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prolapsus uteri adalah suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus ke dalam atau
keluar melalui vagina.1 Hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari
ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur penyangga pelvis mengalami
kerusakan dan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut turun.

B. Saran
Diharapkan kepada pasien dengan prolapsus genetalia mengenal gejala prolapsus
genetalia tersebut, karna gejala yang timbul berbeda-beda dan bersifat individual.

20
DAFTAR PUSTAKA
https://dokumen.tips/documents/bab-iii-prolaps-uteri.html
http://eprints.undip.ac.id/46280/3/
BAIQ_CIPTA_HARDIANTI_22010111140197_Lap.KTI_Bab2.pdf
http://scholar.unand.ac.id/12265/7/BAB%20I%20pdf.pdf
https://repository.unair.ac.id/55029/13/FK.%20BID.%20104-16%20Fal%20p-min.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai