Anda di halaman 1dari 20

A.

Definisi
Glomerulonefritis merupakan inflasi bilateral glomerulus yang secara
khas terjadi sesudah infeksi streptokokus. Glomerulonefritis akut juga
dinamakan Glomerulonefritis post streptokokus akut. (Kowalak, Wells,
Mayer, 2011: 570)
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak pada ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat
pengendapan kompleks antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus.
Kompleks biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
streptokokus (glomerulonefritis pasca streptokokus), tetapi dapat juga timbul
setelah infeksi lain. Sering terjadi pada laki-laki juga dapat terjadi pada semua
usia, biasanya berkembang pada anak-anak dan sering pada anak usia 6-10
tahun. (Muttaqin, 2011: 52)
Glomerulonefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama
dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis
akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis
kronik sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan peradangan
glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan
proteinuria (protein dalam urine) ringan. (Arif Muttaqin, 2011: 62)
Glomerulonefritis progresif cepat adalah peradangan glomerulus yang
terjadi sedemikian cepat sehingga terjadi penurunan GFR 50% dalam 3 bulan
setelah awitan penyakit. (Muttaqin, 2011: 73)

B. Etiologi
Menurut (Kowalak, Wells, Mayer, 2011: 570) Glomerulonefritis akut dan
progresif cepat meliputi beberapa faktor, yaitu:
1. Infeksi streptokokus pada saluran napas atas
2. Impetigo
3. Nefropati imunoglobulin A (IgA)
4. Nefrosis lipoid
Menurut (Kowalak, Wells, Mayer, 2011: 570) Glomerulonefritis kronis
meliputi beberapa faktor, yaitu:
1. Glomerulopati membranosa
2. Glomerulosklerosis lokal
3. Glomerulonefritis progresif cepat
4. Glomerulonefritis pasca streptokokal
5. Sistemik lupus eritematosus
6. Sindrom goodpasture
7. Sindrom uremik hemolitik

C. Tanda dan Gejala


1. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
2. Proteinuria (protein dalam urine)
3. Oliguria (keluaran urine berkurang)
4. Nyeri panggul
5. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian
menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang
mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan
baik).
6. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi
sekali pada hari pertama.
7. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama
dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika
terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya
menjadi kronik.
8. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
dan diare.
9. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan
kesadaran menurun.
10. Fatigue (keletihan atau kelelahan)

D. Pathofisiologi
Hampir pada semua tipe glomerulonefritis terjadi gangguan di lapisan
epitel atau lapisan podosit membran glomerulus. Gangguan ini
mengakibatkan hilangnya muatan negatif. Glomerulonefritis pasca
streptokokal akut terjadi karena kompleks antigen-antibodi terperangkap dan
menumpuk di dalam membran kapiler glomerulos sesudah infeksi oleh
streptococcus beta-hemolyticus grup A. (Kowalak, Wells, Mayer, 2011: 570)
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:52) secara patofisiologi, pada
glomerulonefritis akut akan terjadi dua perubahan, yaitu:
1. Perubahan Struktural
a. Poliferasi seluler: hal ini menyebabkan peningkatan jumlah sel di
glomerulus karena proliferasi endotel, mensangial, dan epitel sel.
Proliferasi tersebut dapat bersifat endokapiler (yaitu batas-batas dari
kapiler glomerular) atau ekstrakapiler (yaitu dalam ruang Bowman
yang melibatkan sel-sel epitel). Dalam proliferasi ekstrakapiler,
proliferasi sel epitel parietal mengarah pada pembentukan tententu dari
glomerulonefritis progresif cepat.
b. Proliferasi leukosit: hal ini ditunjukkkan dengan adanya neutrofil dan
monosit dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai
proliferasi seluler.
c. Penebalan membran basal glomerulus: perkembangan ini muncul
sebagai penebalan dinding kapiler baik di sisi endotel atau epitel
membran dasar.
d. Hialinisasi atau sklerosis: kondisi ini menunjukkan cedera ireversibel
2. Perubahan Fungsional
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR
(yaitu oligoanuria), serta sedimen urine aktif dengan sel darah merah.
Penurunan GFR dan retensi air akan memberikan manifestasi terjadinya
ekspansi volume intravaskular,edema, dan hipertensi sistemik. (Arif
Muttaqin, 2011:54)

E. Pathway

Infeksi/ Penyakit
(Streptococurs β hemoliticus grup A)

Migrasi sel-sel radang ke ke dalam glomerular

Pembentukan kompleks antigen-antibodi dalam dinding kapiler

Deposit, complement dan ant trass netrofil dan monosit

Ketidakseimbangan
Asam Basa Fibrinogen dan plasma protein lain Enzim lisosomal merusak membran
berimigrasi melalui dinding sel, manifestasi glomerular
klinis proteinuria

Mual Hypoalbumine Eritrosit berimigrasi melalui dinding sel yang


mi rusak, manifestasi klinis hematuria Gangguan
Eliminasi Urine
Tekanan onkotik
plasma berkurang
Anemia
Proliferasi sel A fibrin yang terakumulasi
Peningkatan filtrasi dalam kapsula bowman
diseluruh kapiler Kelelahan (fatigue)

Aktif renin Menurunnya perfusi kapiler glomerular,


angiotensin Penumpukan cairan manifestasi klinis meningkatnya BUN Intoleran Aktivitas
berlebih dan kreatinin, retensi cairan
Vasokontriksiv dicairan/Oedema
Oedem
Hipertensi Kelebihan Volume
Cairan Risiko Keseimbangan
Meningkatkan sekret Kerusakan Cairan
ADH dan Aldosteron Integritas Kulit
F. Komplikasi
Menurut(Kowalak, Wells, Mayer, 2011: 572)kompilasi dari glomerulonefritis,
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Glomerulonefritis Akut
a. Gagal ginjal akut
b. Decompensasi kordis
c. Ensefalopati hipertensif
d. Gagal jantung
e. Edema paru
f. Retinopati hipertensif
2. Glomerulonefritis Kronik
a. Kegagalan ginjal kronis
b. Hipertensi
c. Hematuria makroskopik
d. Proteinuria
e. Sindrom nefrotik

G. Pemeriksaan Penunjang
1. LED tinggi dan Hb rendah
2. Kimia darah:
3. Serum albumin turun sedikit, serum komplemen turun, ureum dan
kreatinin naik. Titer antistreptolisin umumnya naik kecuali infeksi
streptokokus yang mendahului mengenai kulit saja.
4. Jumlah urin mengurang, BJnya rendah, albumin +, erittrosit ++, leukosit +
dan terdapat silinder leukosit, Eri dan hialin.
5. Kultur darah dan tenggorokan : ditemukan kuman streptococus Beta
Hemoliticus gol A.
6. IVP : Test fungsi Ginjal normal pada 50 % penderita
7. Biopsi Ginjal : secara makroskopis ginjal tampak membesar, pucat dan
terdapat titik-titik perdarahan pada kortek. Mikroskopis tampak hampir
semua glomerulus terkena. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus
yang keras sehingga lumen dan ruang simpai Bowman, Infiltrasi sel
epitelkapsul dan sel PMN dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop
elektron tampak BGM tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di sub
epitel mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen
streptokokus.
8. Pemeriksaan urine: adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen
urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine
adanya strptococus
9. Pemeriksaan darah:
10. Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
11. Jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
12. Analisa gas darah : adanya asidosis.
13. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3
rendah.
14. Kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)
adanya anemia.
15. Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya
streptokokus.
16. Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti
Dnase.
17. Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun.
18. Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau
payah jantung
19. ECG : adanya gambaran gangguan jantung
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Kowalak, Wells, Mayer, 2011: 572) penanganan glomerulo-
nefritis, meliputi:
a. Penanganan penyakit primer untuk mengubah rangkaian kejadian
imunologi
b. Antibiotik selama tujuh hingga 10 hari untuk mengatasi infeksi yang
turut menimbulkan respons antigen-antibodi yang sedang terjadi
c. Antikoagulan untuk mengendalikan pembentukan struktur fibrin
berbentuk bulan sabit pada glomerulonefritis progresif cepat
d. Tirah baring untuk mengurangi kebutuhan metabolik
e. Pembatasan cairan untuk mengurangi edema
f. Diet rendah natrium untuk mencegah retensi edema
g. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
h. Preparat loop diuretics, seperti metolazon (zaroxolyn) atau furosemid
untuk mengurangi kelebihan muatan cairan.
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu untuk memberi kesempatan pada
ginjal untuk sembuh.
b. Pemberian diit rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari).
c. Bila ada anuria dan muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan.
d. Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlkah cairan yang diberikan harus dibatasi.
e. Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai
kemampuannya.
f. Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke
sindrom nefrotik atau GGK.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
Rencana Asuhan Klien Dengan Glomerulonefritis
1. Pengkajian
a. Pengkajian menurut (Arif Muttaqin, 2011: 54-56), yaitu:
b. Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan
nyeri pada pinggang atau kostovertebra, miksi berdarah, wajah atau
kaki bengkak, pusing atau keluhan badan cepat lelah.
c. Kaji apakah pada beberapa hari sebelumnya pasien mengalami
demam, nyeri tenggorokan, dan batuk karena peradangan pada
tenggorokan
d. Kaji berapa lama edema pada kaki atau wajah
e. Kaji adanya keluhan sesak napas
f. Kaji adanya frekuensi miksi dan urine output
g. Kaji adanya perubahan warna urine menjadi lebih gelap seperti warna
kola
h. Kaji berapa lama keluhan miksi berdarah dan adanya perubahan urine
output
i. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki, apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
j. Kaji keluhan nyeri daerah pinggang atau kostovertebra secara PQRST
k. Kaji keluhan adanya memar dan perdarahan hidung yang bersifat
rekuren
l. Kaji adanya anoreksi dan penurunan berat badan pada pasien
m. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
2. Riwayat Penyakit
Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu,
berhubungan dengan penyakit sekarang. Contoh: ISPA
Riwayat kesehatan sekarang, meliputi; keluhan/gangguan yang
berhubungan dengan penyakit saat ini. Seperti; mendadak nyeri abdomen,
pinggang, edema.
Riwayat kesehatan dahulu, kaji apakah pasien pernah menderita penyakit
diabetes melitus dan penyakit hipertensi sebelumnya. Kaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat tertentu.
3. Pengkajian Pola Fungsional
a. Pola nutrisi dan metabolik :
b. Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air,
edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Pasien mudah mengalami
infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual, muntah dan
anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB
meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi
karena uremia.
c. Pola eliminasi :
d. Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada
glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi
dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang
tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai
anuria, proteinuri, hematuria.
e. Pola Aktifitas dan latihan :
f. Pada pasien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan
kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan
pasien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan
darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila
tekanan darah sudah normal selama 1 minggu. Adanya edema paru
maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu
napas teraba, auskultasi terdengar rales dan krekels, pasien mengeluh
sesak, frekuensi napas meningkat. Kelebihan beban sirkulasi dapat
menyebabkan pembesaran jantung (dispnea, ortopnea dan pasien
terlihat lemah), anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh
spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat
menyebabkan gagal jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan
gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur,
pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang
tua tidak mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.
g. Pola tidur dan istirahat :
h. Pasien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena
adanya uremia, keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan
kehilangan tonus.
i. Kognitif & perseptual :
j. Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa
gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati
hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan
bila ada infeksi karena inumnitas yang menurun.
k. Persepsi diri :
l. Pasien cemas dan takut karena urinnya berwarna merah dan edema
dan perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali
seperti semula.
m. Hubungan peran
n. Toleransi koping
o. Nilai keyakinan
4. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing) : biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan
terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya
gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia.
b. B2 (Blood) : salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah
peningkatan tekanan darah sekunder dari retensi natrium dan air yang
memberikan dampak pada fungsi sistem kardiovaskuler dimana akan
terjadi penurunan perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi.
Pada kondisi azotemia berat, pada auskultasi ditemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder
dari sindrom uremik.
c. B3 (Brain) : didapatkan edema wajah terutama periorbital,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, dan mukosa mulut tidak
mengalami peradangan. Status neurologis mengalami perubahan
sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
Pasien berisiko kejang sekunder gangguan elektrolit.
d. B4 (Bladder) :Inspeksi. Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah.
Perubahan warna urin output seperti warna kola dari proteinuri,
silinderuri, dan hematuri. Palpasi. Didapatkan adanya nyeri tekan
ringan pada area kostovetebra. Perkusi. Perkusi pada sudut
kostovertebra memberikan stimulus nyeri ringan lokal disertai suatu
penjalaran nyeri ke pinggang dan perut.
e. B5 (Bowel) : didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone) : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
sekunder dari edema tungkai atau edema wajah terutama pada
periorbital, anemia, dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. LED tinggi dan Hb rendah
b. Kimia darah:
Serum albumin turun sedikit, serum komplemen turun, ureum dan
kreatinin naik. Titer antistreptolisin umumnya naik kecuali infeksi
streptokokus yang mendahului mengenai kulit saja.
c. Jumlah urin mengurang, BJnya rendah, albumin +, erittrosit ++,
leukosit + dan terdapat silinder leukosit, Eri dan hialin.
d. Kultur darah dan tenggorokan : ditemukan kuman streptococus Beta
Hemoliticus gol A.
e. IVP : Test fungsi Ginjal normal pada 50 % penderita
f. Biopsi Ginjal : secara makroskopis ginjal tampak membesar, pucat
dan terdapat titik-titik perdarahan pada kortek. Mikroskopis tampak
hampir semua glomerulus terkena. Tampak proliferasi sel endotel
glomerulus yang keras sehingga lumen dan ruang simpai Bowman,
Infiltrasi sel epitelkapsul dan sel PMN dan monosit. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron tampak BGM tidak teratur.
Terdapat gumpalan humps di sub epitel mungkin dibentuk oleh
globulin-gama, komplemen dan antigen streptokokus.
g. Pemeriksaan urine: adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan
sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak
selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan
lain-lain. Analisa urine adanya strptococus
h. Pemeriksaan darah:
1) Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
2) Jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan
hipokalsemia.
3) Analisa gas darah : adanya asidosis.
4) Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah.
5) Kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan
erytrosit) adanya anemia.
i. Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya
streptokokus.
j. Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan
anti Dnase.
k. Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun.
l. Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru
atau payah jantung
m. ECG : adanya gambaran gangguan jantung

6. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan
2) Mual
3) Gangguan eliminasi urine
4) Risiko kerusakan integritas kulit
5) Intoleransi aktivitas

7. Perencanaan
1) Kelebihan volume cairan b.d
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ….x24 jam diharapkan tidak terjadi
kelebihan volume cairan sistemik
Kriteria Hasil : Keseimbangan Cairan (0601)
Skala
Indikator
Awal Tujuan

Berat badan stabil 5

Tekanan darah 5

Oedema perifer 5

Skala :
1= sangat terganggu
2= banyak terganggu
3= cukup terganggu
4= sedikit terganggu
5= tidak terganggu
Intervensi : Monitor Cairan (4130)
 Kaji masukan yang relative terhadap keluaran secara akurat
Rasional : perlu untuk memnentukan fungsi ginjal, kebutuhan
penggantian cairan dan penurunan risiko kelebihan
cairan.
 Kaji perubahan oedema (ukur lingkar abdomen pada umbilicus
serta pantau oedema sekitar mata)
Rasional : untuk mengkaji asites dan merupakan sisi umum
oedema
 Monitor masukan cairan
Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang
dibutuhkan
 Pertahankan kepatenan akses IV
Rasional : untuk mempertahakna masukan yang diresepkan
 Berikan kotikosteroid sesuai ketentuan
Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria
 Berikan diuretic bila diresepkan
Rasional : untuk menghilangkan penghilangan sementara dari
oedema
 Monitor berat badan
Rasional : mengkaji retensi urin

2) Mual b.d
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ….x24 jam diharapkan mual dapat
teratasi.
Kriteria Hasil :Mual dan Muntah : Efek yang Menggangggu
(2106)
Skala
Indikator
Awal Tujuan

Output urin menurun 5

Perubahan asam/ basa 5

Kehilangan selera makan 5

Skala :
1= parah
2= banyak
3= cukup
4= sedikit
5= tidak ada
Intervensi : Manajemen Mual (1450)
 Dapatkan riwayat diet pasien seperti [makanan] yang disukai dan
yang tidak disukai serta preferensi [makanan] terkait budaya.
Rasional :
 Identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau
berkontribusi terhadap mual (misalnya, obat-obatan dan
prosedur).
Rasional :
 Pastikan bahwa obat antiemetik yang efektif diberikan untuk
mencegah mual bila memungkinkan (kecuali untuk mual yang
berhubungan dengan kehamilan)
Rasional :
 Tingkatkan istirahat dan tidur yang cukup untuk memfasilitasi
pengurangan mual
Rasional :
 Lakukan kebersihan mulut sesering mungkin untuk
meningkatkan kenyamanan, kecuali [hal ini] merangsang mual.
Rasional :
 Dorong pola makan dengan porsi sedikit makanan yang menarik
bagi [pasien] yang mual.
Rasional :

3) Gangguan Eliminasi Urine b.d infeksi saluran kemih


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ….x24 jam diharapkan klien tidak
menunjukan adanya gangguan eliminasi urine

Kriteria Hasil : Eliminasi Urin (0503)

Skala
Indikator
Awal Tujuan

Pola Eliminasi 5

Warna urine 5

Jumlah urine 5

Keterangan Skala :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi :
 Kaji pola berkemih dan catat produksi urin tiap 6 jam
Rasional : Mengetahui fungsi ginjal
 Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
Rasional : Menilai perubahan kandung kemih akibat dari
infeksi saluran kemih
 Istirahatkan pasien
Rasional : Pada kondisi istirahat maka ada kesempatan
jaringan untuk memperbaiki diri
 Anjurkan untuk miksi setiap 3 – 4 jam
Rasional : Mempercepat dan meningkatkan pembilasan pada
saluran kemih
 Anjurkan klien untuk minum minimal 2000cc/hari
Rasional : Membantu mempertahankan fungsi ginjal
 Kolaborasi pemberian antimikroba
Rasional : Antimiksoba yang bersifat bakterisid dapat
membunuh kuman yang diberikan sesuai dengan uji
sensitivitas.

4) Resiko kerusakan integritas kulit b.d.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama ….x24 jam diharapkan klien tidak
menunjukan adanya perubahan intergritas kulit

Kriteria Hasil :intergritas jaringan kulit dan membrane


mukhosa (1101)

Skala
Indikator
Awal Tujuan

Elastisitas 5

Ketebalan 5

Intergritas kulit 5

Keterangan Skala :
6. Sangat terganggu
7. Banyak terganggu
8. Cukup terganggu
9. Sedikit terganggu
10. Tidak terganggu

Intervensi : pengecekan kulit (6580)


 Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan
suhu.
Rasional : Mengantisipasi adanya kerusakan kulit sehingga
dapat diberikan penangan dini.
 Monitor kulit adanya kekeringan yang berlebih atau
kelembaban
Rasional : . mengecek tingkat kekeringan atau kelebaban kulit
pasien.
 Rawat kulit dengan menggunakan lotion untuk mencegah
kekeringan untuk daerah pruritus.
Rasional : . Lotion dapat melenturkan kulit sehingga tidak
mudah pecah/rusak.
 Hindari penggunaan sabun yang keras dan kasar pada kulit
klien
Rasional : Sabun yang keras dapat menimbulkan kekeringan
kulit dan sabun yang kasar dapat menggores kulit.
 Instruksikan klien untuk tidak menggaruk daerah pruritus.
 Rasional :Menggaruk menimbulkan kerusakan kulitAnjurkan
ambulasi semampu klien.
Rasional : Ambulasi dan perubahan posisi meningkatkan
sirkulasi dan mencegah penekanan pada satu sisi
 Lepaskan pakaian, perhiasan yang dapat menyebabkan
sirkulasi terhambat.
Rasional :Sirkulasi yang terhambat memudahkan terjadinya
kerusakan kulit..
 Pertahankan nutrisi adekuat.
Rasional : Nutrisi yang adekuat meningkatkan pertahanan
kulit
4) Intoleransi aktiviras berhubungan dengan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan tidak terjadi intoleransi aktivitas

INDIKATOR SKALA
AWAL TUJUAN
Penurunan energi 5
Penurunan nafsu makan 5 Kriteria hasil :
Gangguan aktifitas 5 Kelelahan: Efek
sehati-hari Yang Mengganggu
Perubahan status nutrisi 5 (0008)

Skala :
1= Berat
2= Cukup Berat
3= Sedang
4= Ringan
5= Tidak ada
Intervensi : Manajemen Nutrisi
 Tentukann status gizi pasien dan kemempuan (pasien) untuk
memenuhi kebutuhan gizi
Rasional :
 Instruksikan pasien mengenai kabutuhan nutrisi
Rasional :
 Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan
( misalnya bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari bau yang
menyengat)
Rasional :
 Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan pada
suhu yang paling cocok konsumsi secara optimal
Rasional :
 Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
Rasional :
 Monitor kalori dan asupan makanan
Rasional :

Daftar Pustaka

Kowalak, Wells, Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit buku kedokteran.
Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Penerbit


Salemba medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai