BAB II
PEMBAHASAN
1. SURVEI INVESTIGASI
1.1. TUJUAN
Untuk memastikan navigasi yang aman perlu dilakukan
deteksi dasar laut yang memungkinan menjadi bahaya untuk
navigasi, baik itu buatan manusia atau alam. Pendeteksian ini
digunakan untuk mendefinisikan benda atau objek apa pun di dasar
laut yang sangat berbeda dari daerah sekitarnya. Benda tersebut
dapat berupa isolated rock pada permukaan dasar laut yang datar
sampai bangkai pesawat maupun kapal. Kegiatan ini disebut dengan
deteksi dasar laut atau yang lebih dikenal dengan sebutan
investigasi bawah laut. Dalam suatu survei investigasi dapat
memanfaatkan bebrapa peralatan dengan metode yang berbeda
deteksi fitur dan memberikan informasi mengenai klasifikasi dasar
laut. Dalam beberapa kasus atau kegunaan deteksi fitur lebih penting
dibandingkan akuisisi batimetri. Umumnya fitur khusus yang telah
diidentifikasi pada Multibeam echosounder atau Singlebeam
Echosunder biasanya akan memerlukan pemeriksaan yang lebih
baik dari posisi dan kedalaman sebenarnya (IHO, 2008). Untuk itu
kemampuan dalam pendeteksian sangat bergantung terhadap
sistem yang digunakan dalam sebuah operasi survei, sebagai contoh
jenis fitur bawah laut dapat dideteksi oleh SSS namun tidak dapat
dideteksi dengan baik oleh MBES, lidar ataupun sistem lain karena
pengaruh keterbatasan algoritma ntuk pendeteksian. (IHO C-13,
2010). Dalam pendeteksian fitur bawah laut sangat erat
hubungannya dengan standar ketelitian dalam survei hidrografi.
Untuk itu dalam memenuhi aspek persyaratan keselamatan
pelayaran dalam suatu area, maka diperlukan suatu standarisasi
keamanan terhadap pelaksanaan survei dilapangan untuk itu dibuat
orde survei yang di buat oleh International Hydrographic
Organization (IHO). Menurut IHO S-44 edisi 2008, orde survei dibagi
menjadi beberapa kriteria antara lain :
a. Ordo Khusus
Ini adalah ordo yang paling ketat dari ordo lainnya dan
penggunaannya ditujukan hanya untuk kedalaman di bawah
lunas kritis. Oleh sebab itu diperlukan penggambaran dasar
laut dan luas tampilannya diusahakan tetap dijaga dan dibuat
kecil. Karena kedalaman di bawah lunas kritis sehingga tidak
mungkin ordo khusus dipakai untuk kedalaman di atas 40
meter. Contoh area survei yang menggunakan ordo khusus
adalah tempat sandar, pelabuhan dan alur pelayaran yang
memiliki kedalaman kritis.
b. Orde 1A
Ordo ini dimaksudkan untuk kedalaman yang cukup
dangkal, kapal yang melewati tempat tersebut harus berhati
hati terhadap tampilan dasar laut baik yang alami maupun
buatan, namun kedalaman di bawah lunas agak sedikit kritis
dibanding dengan ordo khusus. Penggambaran dasar laut
dibutuhkan karena tampilan alami atau buatan di dasar laut
mungkin ada sehingga diharapkan kapal harus hati-hati,
bagaimanapun juga cakupan tampilan dasar laut yang
terdeteksi lebih besar dari orde khusus. Kedalaman yang kritis
di bawah lunas agak berkurang karena kedalaman air
bertambah dan cakupan tampilan yang terdeteksi oleh
penggambaran dasar laut semakin besar yaitu pada daerah
yang memiliki kedalaman lebih dari 40 meter. Survei-survei
yang menggunakan ordo 1a terbatas pada kedalaman kurang
dari 100 meter
c. Orde 1B
Ordo ini dimaksudkan untuk daerah dangkal yang memiliki
kedalaman kurang dari 100 meter di mana gambaran umum dasar
laut dipandang dapat dilalui oleh kapal permukaan untuk transit di
daerah tersebut. Penggambaran dasar laut tidak diperlukan hal ini
berarti bahwa mungkin terdapat beberapa tampilan dasar laut yang
luput walaupun jarak lajur perum maksimum yang diijinkan
membatasi cakupan tampilan tersebut yang memungkinkan ada
area-area yang tak terdeteksi. Ordo ini hanya direkomendasikan
untuk area di mana kedalaman di bawah lunas tidak dianggap
bermasalah. Sebagai contoh pada area dimana karakteristik dasar
laut seperti bangunan buatan manusia dan tampilan alami dasar laut
yang membahayakan kapal permukaan yang lewat di atasnya
rendah.
d. Orde 2
Ordo ini sedikit lebih longgar dan dimaksudkan untuk daerah dimana
kedalaman air dan gambaran umum dasar lautnya dipandang cukup
aman. Penggambaran dasar laut tidak diperlukan. Survei-survei
yang menggunakan ordo 2 direkomendasikan terbatas untuk daerah
yang memiliki kedalaman lebih dari 100 meter karena pada
kedalaman lebih dari 100 meter walaupun terdapat bangunan buatan
atau tampilan alami dasar laut yang cukup besar mempengaruhi
pelayaran permukaan, dipandang tidak mungkin akan terdeteksi oleh
survei ordo 2.
Tabel 1. Standar Minimum Hidrografi
Sumber : IHO S-44 Edisi V. 2008
1.2. PELAKSANAAN
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam identifikasi
objek bawah laut dibuat pengklasifikasian investigasi berdasarkan
nilai kedalaman objek tersebut berada. adapun kriteria investigasi
dibagi menjadi beberapa, anatara lain :
a. Kedalaman 0 - 40 meter.
Seluruh obyek yang menonjol di dasar laut harus
diinvestigasi sehingga mendapatkan puncak obyek yang dicari.
b. Kedalaman 40 - 90 meter.
Obyek-obyek yang menonjol 1 (satu) meter atau lebih
dari kedalaman sekitarnya harus dilaksanakan investigasi.
30o 30o
15 10
5
30o 30o
15 10
5
Gambar 21. Investigasi metode kotak spiral.
15 10
5
2.1. PEMARITAN
b. Patch Test
Patch Test merupakan suatu kalibrasi yang memiliki
parameter berupa waktu tunggu (time delay), roll, pitch, dan
yaw (Lekkerkerk, dkk, 2006). Patch Test adalah kalibrasi alat
(Motion sensor) akibat pergerakan kapal, karena
keseimbangan kapal sounding sangat penting didalam
pelaksanaan survei, karena dapat dijadikan jaminan dalam
mendapatkan nilai ketelitian (accuracy) sekaligus dapat
dipertanggung jawabkan didalam pengukuran kedalaman laut
(Ramhadani, 2016).
c. Kalibrasi Kecepatan suara
Adanya perbedaan parameter seperti salinitas, suhu
dan tekanan di setiap kolom air laut mengakibatkan adanya
perbedaan kecepatan rambat akustik di setiap kolom tersebut.
Untuk itu dilakukan pengukuran kecepatan rambat akustik
menggunakan alat Sound Velocity Profiler (SVP) atau
menggunakan CTD (Conductivity Temperature and Depth).
2.4. MAGNETOMETER
Magnetometer umumnya digunakan sebagai peralatan survei
geofisika untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan
berdasarkan sifat kemagnetannya. Magnetometer laut merupakan
instrumen yang digunakan untuk mengukur intensitas medan
magnet di laut. Magnetometer mampu mengukur dan mencatat
penyimpangan medan magnet yang disebabkan oleh adanya bahan
feromagnetik (Camidge et al. 2010). Perbedaan maupun selisih nilai
kemagnetan yang terdapat pada suatu daerah disebut juga dengan
anomali magnetik lokal dengan nilai yang dimiliki lebih tinggi dari
pada nilai regionalnya (Arini et al. 2013). Magnetometer mampu
digunakan untuk mendeteksi obyek seperti pipa, kabel, ranjau
maupun benda logam lainnya.
Penggunaan instrumen magnetometer banyak dimanfaatkan
untuk mengidentifikasi perubahan kemagnetan bumi secara spasial.
Berbeda dengan prinsip akustik, magnetometer tidak
mentransmisikan sinyal namun menghitung variasi kemagnetan
bumi secara pasif (Plets & Dix 2013). Magnetometer mampu
mendeteksi perubahaan medan magnet lokal disebabkan oleh
struktur geologi maupun benda feromagnetik. Perubahan medan
magnet lokal dipengaruhi oleh kemagnetan induksi dan kemagnetan
permanen. Perubahan medan magnet lokal disebut dengan anomali
magnetik. Anomali magnetik yang teramati menerangkan pengaruh
kemagnetan induksi maupun kemagnetan permanen. Pengukuran
variabel kemagnetan permanen jarang dilakukan, sehingga total
anomali magnetik hasil pengamatan ditafsirkan bersumber dari
kemagnetan induksi (Breiner 1999).
Prinsip dasar yang digunakan dalam penentuan nilai anomali
magnetik menggunakan peralatan magnetometer adalah
menggunakan hukum Coloumb (Telford, 1986 & Blakely, 1994) yaitu:
(𝑚1 .𝑚2)
𝐹= ...............................................................................(2.8)
𝜇𝑟 2
Dimana:
𝐹 : Gaya Coloumb (kg.m.s-2),
𝑚1 . 𝑚2 : Besaran kutub magnetik (A.m),
𝑟2 : Jarak antara m1 dan m2 (m),
𝜇 : Permeabilitas medium (A-2.kg.m.s-2).
Sehingga diperoleh nilai intensitas medan magnetik yang
dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝐹 𝑚
𝐻 = 𝑚1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐻 = 𝜇𝑟 2.............................................................................( 2.9)
Dimana:
𝐻 ∶ intensitas medan magnet (A.𝑚-1)
Dimana:
𝐵: intensitas total magnetik (nT),
𝜇 : permeabilitas medium (A-2.kg.m.s-2),
𝐽 : besaran magnetisasi per unit volume (nT).
Dimana
𝑀 =Nilai Intensitas Magnetik (nT)
W = Berat Objek metal dalam ton,
D= Jarak antara alat dan objek
(Sumber : IHO C-13, 2010)
Umumnya benda dengan nilai intensitas magnetik 5nT dapat
dideteksi oleh magnetometer, sehingga rumus diatas dapat
digunakan untuk pendeteksian benda dengan nilai diatas 5nT (IHO
C-13, 2010). Sedangkan untuk pendeteksian tersebut nilai jarak
objek dapat dihitung dengan nilai sebagai berikut :
3
𝐷 = √10000 × 𝑊 .....................................................................(2.12)
Sedangkan untuk mengukur berat target yang terdeteksi oleh
magnetometer dapat menggunakan rumus sebagai berikut
(Dishidros, 2007):
𝐷 3
𝑊 = (40) × 𝑇............................................................................(2.13)
Dimana :
𝑊 = Prediksi berat target ( ton )
𝐷 = Kedalaman ( m )
𝑇 = Anomali Prediksi Target ( nT )
S ×h
𝐻= ....................................................................................(2.3)
R +S
𝑎2 = 𝑐 2 + 𝑏 2 ..............................................................................(2.4)
Dimana
𝑎 = Koreksi Slant
𝑏 = Tinggi towfish terhadap seabed
𝑐 = Jarak Slant
𝐿𝑏 = 𝑎 + 𝑋...................................................................................(2.4)
𝑋 = √𝐿2 − 𝑑2 − 𝐾........................................................................(2.5)
𝑑3
𝐾= .....................................................................................(2.6)
2𝐿2
Dimana
L = Panjang kabel
a = Jarak GPS terhadap towcble
d = Kedalaman towfish
Lb = Panjang Layback
SSS juga memilki keterbatasan dalam akuisisi data dimana
dalam sistem SSS memilki gap pada nadir dimana data akustik tidak
dapat mendeteksi objek pada sisi tersebut, sehingga dalam
akuisisinya dan pengolahannya harus dilaksanakan overlapping lajur
survei untuk mendapatkan data yang lebih baik (IHO C-13, 2010).
2.6. ROV
ROV (Remotely Operated Vehicle) adalah wahana bawah air
yang bertenaga listrik dan dikontrol melalui pusat, dapat bermanuver
sesuai perintah manusia dengan pendorong (thruster) hidrolik atau
elektrik (Hoong, 2010). Di dalam ROV biasanya terdapat CCD
(kamera video) dan lampu pencahayaan. Beberapa instrumen dapat
ditambahkan untuk menambahkan kemampuan ROV seperti
kamera, manipulator, water sampler, CTD ( Conductivity,
Temperature and Depth) (NOAA, 2010). Remote Operation Vehicle
secara luas dikenal sebagai nama umum bagi kapal selam mini yang
kerap digunakan pada industri minyak dan gas lepas pantai. Kapal
selam ini tak berawak, tapi dioperasikan dari kapal lain. ROV memiliki
kamera sehingga dapat menampilkan gambar keadaan bawah laut
secara real time kepada pengendali ROV. Bila dari gambar yang
terlihat menampilkan sesuatu yang dianggap penting untuk diteliti
maka akan lebih banyak lagi sensor yang digunakan untuk
memeriksa keadaan di lokasi tersebut lebih detail lagi.
ROV digunakan untuk mengetahui keadaan ekosistem laut
dalam. Selain itu ROV juga banyak digunakan oleh para pekerja di
pada industri perminyakan untuk mengecek struktur rig yang telah
atau akan dipasang. Pemakaian ROV digunakan baik untuk
kalangan militer, bisnis, komersial, maupun akademis dan riset.
Contoh untuk tujuan komersil di dunia pengeboran minyak dan gas
lepas pantai adalah sebagai berikut:
a. Menyertai para penyelam, untuk meyakinkan bahwa
para penyelam dalam keadaan aman dan siap memberi
bantuan
b. Inspeksi atau pemeriksaan anjungan atau kilang
minyak, dari mulai pemeriksaan visual sampai menggunakan
alat tertentu untuk memonitor efek dari korosi, kesalahan
konstruksi, mencari lokasi keretakan, estimasi biologi untuk
pencemaran
c. Inspeksi Jalur pipa, mengikuti jalur pipa bawah laut
untuk mengecek adanya kebocoran, menentukan perkiraan
umur pipa dan meyakinkan bila instalasi pipa dalam kondisi
baik.
d. Survei, baik visual maupun survei menggunakan
gelombang suara, diperlukan sebelum pemasangan pipa,
kabel, dan fasilitas bawah laut lainnya.
e. Pendukung pengeboran dan konstruksi, dari inspeksi
visual, memonitor pelaksanaan pengeboran dan konstruksi,
sampai melakukan perbaikan-perbaikan jika diperlukan.
f. Memindahkan benda-benda berbahaya di dasar laut,
terutama di sekitar fasilitas bangunan seperti kilang minyak.
ROV terbukti lebih bisa menekan biaya untuk menjaga daerah
tersebut tetap aman dan bersih.
Gambar 4. ROV
Di bidang telekomunikasi ROV digunakan untuk mendukung
pekerjaan pemasangan kabel telekomunikasi bawah laut, selain
memonitor, juga menjaga agar pemasangan kabel sesuai dengan
prosedur sehingga terlindung dari gangguan nelayan (kapal trawler)
dan kemungkinan kapal membuang jangkar. Selain itu dalam bidang
rise ROVdigunakan untuk menginvestigasi perubahan-perubahan
yang terjadi di dasar laut pasca gempa dan tsunami.
ROV bekerja dengan sebuah kontroler yang berada di
permukaan air laut (biasanya dikapal). Operator menggerakan ROV
dan mengatur segala kegiatan yang akan dilakukan oleh ROV
seperti pengambilan sampel air laut, gerakan kamera video dan lain
sebagainya. Antara ROV dan kontroler dihubungkan oleh kabel.
ROV tersusun dari satu set pengapung besar di atas sasis
baja atau aluminium. Pengapung itu biasanya terbuat dari busa
sintetis. Di bagian bawah konstruksi terpasang alat-alat sensor yang
berat. Komposisi ini–komponen ringan di atas dan berat di bawah–
akan menghasilkan pemisahan yang besar antara pusat apung dan
pusat gravitasi. Maka alat ini pun lebih stabil di dasar laut saat
melakukan tugas-tugasnya. ROV memiliki kemampuan manuver
yang tinggi. Kabel tambat berfungsi mengirimkan energi listrik serta
data video dan sinyal. Saat bertugas memasang kabel-kabel listrik
tegangan tinggi, ROV biasanya ditambahkan tenaga
hidrolik. Sistem ROV terdiri atas vehicle (atau sering disebut ROV
itu sendiri), yang terhubung oleh kabel umbilical ke ruangan kontrol
dan operator di atas permukaan air (bisa di kapal, rig atau barge).
Yang paling juga adalah sistem kendali, sistem peluncuran dan
sistem suplai tenaga listrik maupun hidrolik. Melalui kabel umbilical,
tenaga listrik dan hidrolik, juga perintah-perintah, atau sinyal-sinyal
kontrol, disampaikan dari ruang kontrol ke ROV, secara dua arah.
Berdasarkan ukuran, berat, dan kekuatannya, ROV dibagi
menjadi berikut:
2.7. AUV
Autonomous Underwater Vehicle (AUV) merupakan wahana
tanpa awak bawah air yang memiliki berbagai kegunaan. AUV dapat
melakukan survey bawah air untuk mengidentifikasi komponen
biologi dan fisika bawah air. AUV dapat melakukan pekerjaan yang
sulit dilakukan penyelam karena batasan kedalaman dan bahaya
yang mengancam nyawa penyelam. Metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi sedimen di daerah pantai umumnya dapat merusak
ekosistem dan menghancurkan terumbu. Penggunaan AUV dapat
menjadi jawaban untuk mengidentifikasi kondisi bentik perairan
pantai. Sensor yang dibawa AUV mencakup ADCP, CTD,
echosounder, side scan sonar, dan kamera. Semua sensor ini sangat
berguna untuk melakukan survey di perairan.