Anda di halaman 1dari 22

A.

Definisi
Secara umum trauma toraksdapat didefinisikan sebagai suatutrauma
yang mengenai dinding toraksyang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada padaorgan didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu
trauma tumpul maupun oleh sebabtrauma tajam.Peningkatan dalam
pemahaman mekanisme fisiologis yang terlibat, kemajuan dalam modalitas
imagingyang lebih baru, pendekatan invasifyang minimal, dan terapi
farmakologis memberikan kontribusi dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada pasiendengan cedera ini(Mattox,et al.,2013; Marc Eckstein,
2014; Lugo,,et al.,2015).

B. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65%
dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks
tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq,et
al.,2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact)
yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling. Oleh
karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma
toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat
energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang
seperti tembakan pistol,dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata
militer atau ledakan. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya
tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Saaiq,et al.,2010).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intra toraks dan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari
mekanisme cedera

C. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi
pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh
otot-otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan
tekanan negative dari intra thoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara
pasif ke paru-paru selama inspirasi.Trauma toraks mempengaruhi strukur-
struktur yang berbeda dari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi
kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada,rongga pleura, parenkim paru,dan
mediastinum. Dalam dinding dada termasuk tulang-tulang dada dan otot-otot
yang terkait. Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan
dapat terisi oleh darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks.
Parenkim paru termasuk paru-paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan
mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.
Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks,
cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggungjawab
untuk fungsi vital fisiologi kardio pulmoner dalam menghantarkan oksigenasi
darah untuk metabolism jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara
dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat
dari cedera toraks (Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,,et al.,2015).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada
beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari
cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit-penyakit komorbid yang
mendasari. Pasien -pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai
akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung. Pengobatan dari trauma Toraks
bertujuan untuk mengembalikan fungsi kardio respirasi menjadi normal,
menghentikan perdarahan dan mencegah sepsis (Saaiq,et al.,2010; Eckstein
& Handerson, 2014; Lugo,,et al.,2015)
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan sampai
berat tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma.
Kerusakan anatomi yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta
simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta
multiple dengan komplikasi pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio
pulmonum. Trauma yang lebih berat menyebakan robekan pembuluh darah
besar dan trauma langsung pada jantung (Saaiq et al.,2010; Lugo,et al.,2015).
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ di dalamnya dapat
mengganggu fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan kardiovaskuler.
Gangguan sistem respirasidan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat
tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal respirasi dapat berupa
gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi, dan gangguan mekanik alat
pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah
gangguan faal jantung dan pembuluh darah (Saaiq,et al.,2010; Mattox,et
al.,2013; Lugo,,et al.,2015).
D. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada;
1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
4. Dyspnea, takipnea
5. Takikardi
6. Tekanan darah menurun.
7. Gelisah dan agitasi
8. Kemungkinan cyanosis.
9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

E. Sistem Skoring Trauma Dada


1. Chest Trauma Score (CTS)
Chest Trauma Score dibuat dari beberapa faktor yang di identifikasikan
sebelumnya berhubungan dengan outcome yang lebih buruk, termasuk
umur, jumlah fraktur tulang rusuk, kontusio pulmonum,dan trauma yang
bilateral atau tidak (Pressley,et al.,2012).
Nilai Chest Trauma Score (CTS) lebih dari 5 berhubungan dengan
outcome pasien yang lebih buruk. Selain itu kelompok pasien tersebut
mempunyai risiko empat kali lipat kematian dibandingkan dengan kelompok
pasien dengan CTS kurang dari 5 (Chen,et al., 2014). Sistem CTS dapat
memprediksi kemungkinan pasien membutuhkan ventilasi mekanik dan
lamanya perawatan. Score CTS 7-8 dapat memprediksi peningkatan risiko
mortalitas dan perlunya intubasi (Pressley,et al.,2012).
2. Abbreviated Injury Scale(AIS)
Skala trauma pada AIS dari 1sampai 6. Setiap organ yang mengalami
trauma memiliki derajat AIS seperti pada table 2.2 (Chawda,et al.,2004).

Setiap trauma organ memiliki skor AIS yang dibagi menjadi enam
bagian tubuh yaitu kepala, wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan struktur
eksternal. Hanya skor AIS tertinggi yang digunakan pada setiap bagian
tubuh. Skor AIS tiga bagian tubuh yang mengalami trauma terberat di
kuadratkan dan di jumlahkan sehingga menghasilkan ISS seperti table 2.3
(Chawda, et al., 2004).
3. Injury Severity Score (ISS)
Skoring ISS ini digunakan untuk menentukan “trauma mayor”. Koding
cedera traumatik dengan ISS didasarkan pada lokasi anatomis dari enam
zona tubuh. Zona tubuh ini meliputi: 1) kepala atau leher termasuk spina
servikal, 2) wajah termasuk tulang wajah, hidung, mulut, mata, dan telinga,
3) dada, spina torakal, dan diafragma, 4) abdomen atau pelvis, organ
abdominal, dan spina lumbalis, 5) ekstremitas, tulang pelvis, 6) eksternal.
Abbreviated Injury Scale (AIS) didasarkan pada anatomi dari cedera dan
sistem skoring ini mengklasifikasikan tiap cedera pada zona tubuh
berdasarkan keparahan pada suatu skala angka enam. Oleh karena itu,
untuk menghitung ISS, kode AIS tertinggi diambil dari tiga zona tubuh yang
mengalami cedera terparah. Lalu, tiap kode AIS dikuadratkan kemudian
dijumlahkan (ISS=A2+B2+C2, dimana A,B,dan C merupakan skoring AIS
untuk tiga regio tubuh ISS yang mengalami cedera paling parah).Skoring
ISS berkisar antara 1 hingga 75 dan bila salah satu dari tiga skor adalah 6
maka skor secara otomatis dihitung menjadi 75. Skor 6 atau unsurvivable
dapat mengindikasikan penghentian untuk perawatan lebih lanjut. Suatu
trauma mayor ditentukan bila skor ISS lebih dari 15 (Domingues,et
al.,2011; Ehsaei,et al.,2014).
Walaupun ISS telah menjadi indeks terbaik untuk menentukan tingkat
keparahan trauma selama hampir 20 tahun, namun skoring ini hanya
meliputi satu cedera yang paling parah di setiap regio tubuh,
bagaiamanapun, pasien poli trauma dapat memiliki dua cedera terparah
pada satu regio tubuh yang sama. Pada kasus seperti ini, ISS akan meng-
underestimate tingkat keparahan trauma (Domingues,et al.,2011).

4. Thoracic Trauma Severity Score (TTSS)


Data menunjukkan bahwa untuk mendiagnosa dan memberikan terapi
pada pasien dengan trauma toraks masih mengikuti standar yang sangat
luas. System scoring yang dapat membantu dalam memprediksi komplikasi
pada pasien dengan trauma Toraks sangat diperlukan (Aukema,et
al.,2011). Untuk hal tersebut pada tahun 2000 Pape dan kawan-kawan di
Jerman mengembangkan suatu scoring system baru yang bernama
Thoracic Trauma Severity Score dengan parameter yang terdiri dari umur
pasien, parameter resusitasi, lesi intra Toraks, cedera yang melibatkan
dinding dada, cedera yang melibatkan pleura, ratio dari PaO2/FIO2.
Rontgen dada dapat memberikan data awal pada skor ini. Tujuan
dibuatnya skor ini untuk membantu dokter ataupun tenaga medis pada unit
gawat darurat mengidentifikasi pasien yang mengalami resiko tinggi
terjadinya komplikasi pada trauma toraks. Skor ini dirasakan lebih baik
dalam menentukan keparahan dari cedera toraks dibandingkan dengan
skor trauma secara umum seperti ISS dan TRISS.Grading dari TTSS dapat
dilihat pada Tabel 2.4 (Hildebrand,et al.,2002; Aukema,et al.,2011;
Subhani,et al.,2014).
Penerapan dari skor ini lebih pada peningkatan resiko kematian seiring
dengan meningkatnya skor. Skor 0-5 pada pasien trauma toraks
direkomendasikan untuk rawat jalan, skor 6-10 diindikasikan untuk rawat
inap, skor 11-20 diindikasikan untuk perawatan di ruang intensif dan diatas
itu 21-25 merupakan kasus yang fatal kebanyakan mengalami kematian
segera (Subhani,et al.,2014).

F. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan
pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care
of cervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disability
assessment, dan E: Exposure without causing hypothermia (Saaiq,et al.,2010;
Lugo,et al.,2015; Unsworth,et al.,2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan
harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan
napas, tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif,
hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar. Begitu
kondisi-kondisi yang mengancam nyawa sudah ditangani, maka pemeriksaan
sekunder dari kepala hingga kaki yang lebih mendetail disertai secondary
chest survey harus dilakukan. Pemeriksaan ini akan fokus untuk medeteksi
kondisi-kondisi berikut: kontusio pulmonum, kontusi miokardial, disrupsi aortal,
ruptur diafragma traumatik, disrupsi trakeobronkial, dan disrupsi esofageal
(Saaiq,et al.,2010; Lugo,et al.,2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi
utama untuk intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intra vena
merupakan terapi utama dalam menangani syok hemorhagik. Manajemen
nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien
trauma toraks. Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia,
hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas. Ventilator juga
diindikasikan pada pasien dengan kontusio paru berat, hemotoraks atau
penumotoraks, dan flail chest yang disertai dengan gangguan hemodinamik
(Saaiq,et al.,2010; Lugo,et al., 2015).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani
dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi
tube. Foto toraks harus dihindari pada pasien-pasien ini karena diagnosis
dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x-ray hanya akan menunda
pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan. Luka menghisap
pada dada harus segera dioklusi untuk mencegah berkembangnya tension
Pneumotoraks terbuka. Tindakan lainnya seperti torakostomi tube, torakotomi,
dan intervensi lainnya dilakukan sesuai dengan kondisi pasien (Saaiq,et
al.,2010; Lugo,et al., 2015).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral).
Pemeriksaan bantuan foto toraks sangat membantu. Bila penderita
memungkinkan untuk foto berdiri dibuat foto PA.
2. Diagnosis fisik :
a. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terapi
simtomatik, observasi.
b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase
dengan continues suction unit.
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
d. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain
lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
3. Laboratorium (Darah Lengkap)
4. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
b. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
c. Pa O2 normal / menurun
d. Saturasi O2 menurun (biasanya).
e. Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
f. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan

H. Komplikasi
1. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan
dinding dada, paru. Tanda-tanda khas: pembengkakan kaki, krepitasi.
2. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong
tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan
menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan
mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.
3. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi
keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong
mediastinim menekan paru sisi lain.
4. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi
pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri
dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
I. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Nyeri Akut
2. Pola Napas Tidak Efektif
3. Resiko Syok Hipovoleimik/Kardiogenik
4. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
5. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
6. Gangguan Pertukaran Gas
7. Penurunan Curah Jantung
8. Cemas
9. Resiko Infeksi

J. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri akut berhubungan NOC : Kontrol Nyeri NIC : Manajemen Nyeri Aktivitas
dengan: Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, 1. Mengetahui faktor menyeluruh meliputi lokasi, durasi,
kimia, fisik, psikologis), penyebab nyeri. kualitas, keparahan nyeri dan
kerusakan jaringan 2. Mengetahui permulaan faktor pencetus nyeri.
terjadinya nyeri. 2. Observasi ketidaknyamanan non
3. Menggunakan tindakan verbal.
DS:
pencegahan. 3. ajarkan untuk teknik
 Laporan secara
4. Melaporkan gejala. nonfarmakologi misal relaksasi,
verbal
5. Melaporkan kontrol nyeri. guide imajeri, terapi musik,
DO:
NOC : Tingkat Nyeri distraksi.
 Posisi untuk
Kriteria Hasil : 4. Kendalikan faktor lingkungan yang
menahan nyeri
1. Melaporkan nyeri berkurang dapat mempengaruhi respon
 Tingkah laku berhati-
atau hilang. pasien terhadap ketidaknyamanan
hati
2. Frekuensi nyeri berkurang. misal suhu, lingkungan, cahaya,
 Gangguan tidur
3. Lamanya nyeri kegaduhan.
(mata sayu, tampak
berlangsung. 5. Kolaborasi : pemberian Analgetik
cape
4. Ekspresi wajah saat nyeri. sesuai indikasi

5. Posisi tubuh melindungi NIC II : Manajemen Analgetik

Aktivitas
 k, sulit atau gerakan
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kacu, menyeringai)
kualitas dan tingkat nyeri sebelum
 Terfokus pada diri mengobati pasien.
sendiri 2. Cek obat meliputi jenis, dosis, dan
 Fokus menyempit frekuensi pemberian analgetik.
(penurunan persepsi 3. Tentukan jenis analgetik (
waktu, kerusakan Narkotik, Non-Narkotik) disamping
proses berpikir, tipe dan tingkat nyeri.
penurunan interaksi 4. Tentukan Analgetik yang tepat,
dengan orang dan cara pemberian dan dosisnya
lingkungan) secara tepat.
 Tingkah laku 5. Monitor tanda – tanda vital
distraksi, contoh : sebelum dan setelah pemberian
jalan-jalan, menemui analgetik
orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
 Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
 Perubahan
autonomic dalam
tonus otot (mungkin
dalam rentang dari
lemah ke kaku)
 Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan nafsu
makan dan minum

2 Pola Napas Tidak Tujuan dan Kriteria Hasil : NIC :


Efektif NOC : Airway Management
Definisi : Pertukaran - Respiratory status : - Buka jalan nafas, guanakan teknik
udara inspirasi Ventilation chin lift atau jaw thrust bila perlu
dan/atau ekspirasi - Respiratory status : Airway - Posisikan pasien untuk
tidak adekuat patency memaksimalkan ventilasi
- Vital sign Status - Identifikasi pasien perlunya
Faktor yang Kriteria Hasil : pemasangan alat jalan nafas
berhubungan : - Mendemonstrasikan batuk buatan
- Hiperventilasi efektif dan suara nafas - Pasang mayo bila perlu
- Deformitas tulang yang bersih, tidak ada - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Kelainan bentuk sianosis dan dyspneu - Keluarkan sekret dengan batuk
dinding dada (mampu mengeluarkan atau suction
- Penurunan sputum, mampu bernafas - Auskultasi suara nafas, catat
energi/kelelahan dengan mudah, tidak ada adanya suara tambahan
- pursed lips) - Lakukan suction pada mayo
Perusakan/pelema - Menunjukkan jalan nafas - Berikan bronkodilator bila perlu
han muskulo-skeletal yang paten (klien tidak - Berikan pelembab udara Kassa
- Obesitas merasa tercekik, irama basah NaCl Lembab
- Posisi tubuh nafas, frekuensi pernafasan - Atur intake untuk cairan
- Kelelahan otot dalam rentang normal, tidak mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan ada suara nafas abnormal) - Monitor respirasi dan status O2
- Hipoventilasi sindrom - Tanda Tanda vital dalam
- Nyeri rentang normal (tekanan Oxygen Therapy
- Kecemasan darah, nadi, pernafasan) - Bersihkan mulut, hidung dan
- Disfungsi secret trakea
Neuromuskuler - Pertahankan jalan nafas yang
- Kerusakan paten
persepsi/kognitif - Atur peralatan oksigenasi
- Perlukaan pada - Monitor aliran oksigen
jaringan syaraf tulang - Pertahankan posisi pasien
belakang - Onservasi adanya tanda tanda
- Imaturitas Neurologis hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

3 Resiko syok NOC NIC


Definisi : Beresiko 1. Syok prevention Syok prevention
terhadap ketidakcukupan 2. Syok management 1. Monitor status sirkulasi BP, warna
aliran darah kejaringan kulit, suhu kulit, denyut jantung,
tubuh, yang dapat Kriteria Hasil : HR, dan ritme, nadi perifer, dan
mengakibatkan disfungsi 1. Nadi dalam batas yang kapiler refill.
seluler yang mengancam diharapkan 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi
jiwa 2. Irama jantung dalam batas jaringan
yang diharapkan 3. Monitor suhu dan pernafasan
Faktor Resiko : 3. Frekuensi nafas dalam batas 4. Monitor input dan output
1. Hipotensi yang diharapkan 5. Pantau nilai labor : HB, HT, AGD
2. Hipovolemi 4. Irama pernapasan dalam dan elektrolit
3. Hipoksemia batas yang diharapkan 6. Monitor tanda awal syok
4. Hipoksia 5. Natrium serum dalam batas 7. Tempatkan pasien pada posisi
5. Infeksi normal supine, kaki elevasi untuk
6. Sepsis 6. Kalium serum dalam batas peningkatan preload dengan tepat
7. Sindrom respons normal 8. Lihat dan pelihara kepatenan jalan
inflamasi sistemik 7. Klorida serum dalam batas nafas
8. Perdarahan normal 9. Berikan cairan IV dan atau oral
8. Kalsium serum dalam batas yang tepat
normal 10. Berikan vasodilator yang tepat
9. Magnesium serum dalam 11. Ajarkan keluarga dan pasien
batas normal tentang tanda dan gejala
10. PH darah serum dalam datangnya syok
batas normal 12. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk mengatasi
Hidrasi gejala syok
1. Indicator :
2. Mata cekung tidak Syok management
ditemukan 1. Monitor fungsi neurotogisMonitor
3. Demam tidak ditemukan fungsi renal (e.g BUN dan Cr :
4. Tekanan darah dalam batas Lavel)
normal 2. Monitor tekanan nadi
5. Hematokrit dalam batas 3. Monitor status cairan, input, output
normal 4. Catat gas darah arteri dan
oksigendijaringan
5. Monitor EKG
6. Memanfaatkan pemantauan jalur
arteri untuk meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah, sesuai
7. Menggambar gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
4 Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan perifer 1. Circulation status Peripheral Sensation Management
2. Tissue Perfusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
Definisi : Penurunan 1. Monitor adanya daerah tertentu
sirkulasi darah ke perifer Kriteria Hasil : yang hanya peka terhadap
yang dapat mengganggu 1. Mendemonstrasikan status panas/dingin/tajam/tumpul
kesehatan sirkulasi yang ditandai 2. Monitor adanya paretese
dengan : 3. lnstruksikan keluarga untuk
Faktor Yang a. Tekanan systole dan mengobservasi kulit jika ada isi
Berhubungan : diastole dalam rentang atau laserasi
1. Kurang pengetahuan yang diharapkan 4. Gunakan sarung tangan untuk
tentang faktor b. Tidak ada ortostatik proteksi
pemberat (mis, hipertensi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher
merokok, gaya hidup c. Tidak ada tanda tanda dan punggung
monoton, trauma, peningkatan tekanan 6. Monitor kemampuan BAB
obesitas, asupan intrakranial (tidak lebih 7. Kolaborasi pemberian analgetik
garam, imobilitas) dari 15 mmHg) 8. Monitor adanya tromboplebitis
2. Kurang pengetahuan 2. Mendemonstrasikan, 9. Diskusikan menganai penyebab
tentang proses kemampuan kognitif yang perubahan sensasi
penyakit (mis, ditandai dengan :
diabetes, a. Berkomunikasi dengan
hiperlipidemia) jelas dan sesuai dengan
3. Diabetes mellitus kemampuan
4. Hipertensi b. Menunjukkan perhatian,
5. Gaya hidup monoton konsentrasi dan orientasi
6. Merokok c. Memproses informasi
d. Membuat keputusan
dengan benar
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik tidak
ada gerakan gerakan
involunter
5 Kecemasan NOC : NIC :
berhubungan dengan  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
Faktor keturunan, Krisis  Koping kecemasan)
situasional, Stress, Kriteria hasil : 1. Gunakan pendekatan yang
perubahan status 1. Klien mampu menenangkan
kesehatan, ancaman mengidentifikasi dan 2. Nyatakan dengan jelas harapan
kematian, perubahan mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
konsep diri, kurang cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan
pengetahuan dan 2. Mengidentifikasi, apa yang dirasakan selama
hospitalisasi. mengungkapkan dan prosedur
menunjukkan tehnik untuk 4. Temani pasien untuk
DO/DS: mengontol cemas memberikan keamanan dan
1. Insomnia
3. Vital sign dalam batas mengurangi takut
2. Kontak mata kurang
normal 5. Berikan informasi faktual
3. Kurang istirahat
4. Postur tubuh, ekspresi mengenai diagnosis, tindakan
4. Berfokus pada diri wajah, bahasa tubuh dan prognosis
sendiri tingkat aktivitas 6. Libatkan keluarga untuk
5. Iritabilitas
menunjukkan berkurangnya mendampingi klien
6. Takut
kecemasan 7. Instruksikan pada pasien untuk
7. Nyeri perut
menggunakan tehnik relaksasi
8. Penurunan TD dan
8. Dengarkan dengan penuh
denyut nadi perhatian
9. Diare, mual, 9. Identifikasi tingkat kecemasan
kelelahan 10. Bantu pasien mengenal situasi
10. Gangguan tidur
yang menimbulkan kecemasan
11. Gemetar
11. Dorong pasien untuk
12. Anoreksia, mulut mengungkapkan perasaan,
kering ketakutan, persepsi
13. Peningkatan TD, 12. Kelola pemberian obat anti
denyut nadi, RR cemas.
14. Kesulitan bernafas
15. Bingung
16. Bloking dalam
pembicaraan
17. Sulit berkonsentrasi
6 Bersihan Jalan Nafas NOC: NIC :
tidak efektifberhubungan 1. Respiratory status : 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
dengan : Ventilation suctioning.
1. Infeksi, disfungsi 2. Respiratory status : Airway 2. Berikan O2 ……l/mnt,
neuromuskular, patency metode………
hiperplasia dinding 3. Aspiration Control 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
bronkus, alergi jalan Setelah dilakukan tindakan napas dalam
nafas, asma, trauma keperawatan selama 4. Posisikan pasien untuk
2. Obstruksi jalan nafas : …………..pasien menunjukkan memaksimalkan ventilasi
spasme jalan nafas, keefektifan jalan nafas 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sekresi tertahan, dibuktikan dengan kriteria hasil 6. Keluarkan sekret dengan batuk
banyaknya mukus, : atau suction
adanya jalan nafas a. Mendemonstrasikan batuk 7. Auskultasi suara nafas, catat
buatan, sekresi efektif dan suara nafas yang adanya suara tambahan
bronkus, adanya bersih, tidak ada sianosis 8. Berikan bronkodilator :
eksudat di alveolus, dan dyspneu (mampu 9. Monitor status hemodinamik
adanya benda asing di mengeluarkan sputum, 10. Berikan pelembab udara Kassa
jalan nafas. bernafas dengan mudah, basah NaCl Lembab
tidak ada pursed lips) 11. Berikan antibiotik :
DS: b. Menunjukkan jalan nafas 12. Atur intake untuk cairan
 Dispneu yang paten(klien tidak mengoptimalkan keseimbangan.
DO : merasa tercekik, irama 13. Monitor respirasi dan status O2
 Penurunan suara nafas nafas, frekuensi pernafasan 14. Pertahankan hidrasi yang
 Orthopneu dalam rentang normal, tidak adekuat untuk mengencerkan
 Cyanosis ada suara nafas abnormal) sekret

 Kelainan suara nafas c. Mampu mengidentifikasikan 15. Jelaskan pada pasien dan
(rales, wheezing) dan mencegah faktor yang keluarga tentang penggunaan

 Kesulitan berbicara penyebab. peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

 Batuk, tidak efekotif atau d. Saturasi O2 dalam batas


tidak ada normal
e. Foto thorak dalam batas
 Produksi sputum
normal
 Gelisah
 Perubahan frekuensi
dan irama nafas
7 Risiko infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko : 1. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
1. Prosedur Infasif 2. Knowledge : Infection 1. Pertahankan teknik aseptif
2. Kerusakan jaringan control 2. Batasi pengunjung bila perlu
dan peningkatan 3. Risk control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan
paparan lingkungan sesudah tindakan keperawatan
3. Malnutrisi Kriteria hasil: 4. Gunakan baju, sarung tangan
4. Peningkatan paparan 1. Klien bebas dari tanda dan sebagai alat pelindung
lingkungan pathogen gejala infeksi 5. Ganti letak IV perifer dan dressing
5. Imonusupresi 2. Menunjukkan kemampuan sesuai dengan petunjuk umum
6. Tidak adekuat untuk mencegah timbulnya 6. Gunakan kateter intermiten untuk
pertahanan sekunder infeksi menurunkan infeksi kandung
(penurunan Hb, 3. Jumlah leukosit dalam kencing
Leukopenia, batas normal 7. Tingkatkan intake nutrisi
penekanan respon 4. Menunjukkan perilaku hidup 8. Berikan terapi antibiotic
inflamasi) sehat 9. Monitor tanda dan gejala infeksi
7. Penyakit kronik 5. Status imun, sistemik dan local
8. Imunosupresi gastrointestinal, 10. Pertahankan teknik isolasi k/p
9. Malnutrisi genitourinaria dalam batas 11. Inspeksi kulit dan membran
10. Pertahan primer normal mukosa terhadap kemerahan,
tidak adekuat panas, drainase
(kerusakan kulit, 12. Monitor adanya luka
trauma jaringan, 13. Dorong masukan cairan
gangguan peristaltik) 14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
8 Penurunan curah jantung NOC : Cardiac Care
b/d respon fisiologis otot 1. Cardiac Pump effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
jantung, peningkatan 2. Circulation Status ( intensitas,lokasi, durasi)
frekuensi, dilatasi, 3. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia jantung
hipertrofi atau Kriteria Hasil: 3. Catat adanya tanda dan gejala
peningkatan isi sekuncup 1. Tanda Vital dalam rentang penurunan cardiac putput
normal (Tekanan darah, 4. Monitor status kardiovaskuler
Nadi, respirasi) 5. Monitor status pernafasan yang
2. Dapat mentoleransi menandakan gagal jantung
aktivitas, tidak ada 6. Monitor abdomen sebagai
kelelahan indicator penurunan perfusi
3. Tidak ada edema paru, 7. Monitor balance cairan
perifer, dan tidak ada asites 8. Monitor adanya perubahan
4. Tidak ada penurunan tekanan darah
kesadaran 9. Monitor respon pasien terhadap
efek pengobatan antiaritmia
10. Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
12. Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
13. Anjurkan untuk menurunkan
stress

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus
paradoksus dan pulsus alterans
8. Monitor jumlah dan irama jantung
dan monitor bunyi jantung
9. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
10. Monitor suara paru, pola
pernapasan abnormal
11. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
12. Monitor sianosis perifer
13. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
14. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
9 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas b/d kongesti paru, 1. Respiratory Status : Gas Airway Management
hipertensi pulmonal, exchange 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
penurunan perifer yang 2. Respiratory Status : chin lift atau jaw thrust bila perlu
mengakibatkan asidosis ventilation 2. Posisikan pasien untuk
laktat dan penurunan 3. Vital Sign Status memaksimalkan ventilasi
curah jantung. 3. Identifikasi pasien perlunya

Kriteria Hasil : pemasangan alat jalan nafas


Definisi : Kelebihan atau 1. Mendemonstrasikan buatan
kekurangan dalam peningkatan ventilasi dan 4. Pasang mayo bila perlu
oksigenasi dan atau 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
oksigenasi yang adekuat
pengeluaran 6. Keluarkan sekret dengan batuk
2. Memelihara kebersihan
karbondioksida di dalam atau suction
paru paru dan bebas dari
membran kapiler alveoli 7. Auskultasi suara nafas, catat
tanda tanda distress
adanya suara tambahan
pernafasan
Batasan karakteristik : 8. Lakukan suction pada mayo
3. Mendemonstrasikan batuk
1. Gangguan 9. Berika bronkodilator bial perlu
efektif dan suara nafas yang
penglihatan 10. Barikan pelembab udara
bersih, tidak ada sianosis
2. Penurunan CO2 11. Atur intake untuk cairan
dan dyspneu (mampu
3. Takikardi mengoptimalkan keseimbangan.
mengeluarkan sputum,
4. Hiperkapnia 12. Monitor respirasi dan status O2
mampu bernafas dengan
5. Keletihan
mudah, tidak ada pursed Respiratory Monitoring
6. somnolen
lips) 1. Monitor rata – rata, kedalaman,
7. Iritabilitas
4. Tanda tanda vital dalam irama dan usaha respirasi
8. Hypoxia
rentang normal 2. Catat pergerakan dada,amati
9. kebingungan
kesimetrisan, penggunaan otot
10. Dyspnoe
tambahan, retraksi otot
11. nasal faring
12. AGD Normal supraclavicular dan intercostal
13. sianosis 3. Monitor suara nafas, seperti
14. warna kulit abnormal dengkur
(pucat, kehitaman) 4. Monitor pola nafas : bradipena,
15. Hipoksemia takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
16. hiperkarbia cheyne stokes, biot
17. sakit kepala ketika 5. Catat lokasi trakea
bangun 6. Monitor kelelahan otot diagfragma
18. frekuensi dan ( gerakan paradoksis )
kedalaman nafas 7. Auskultasi suara nafas, catat area
abnormal penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
Faktor faktor yang 8. Tentukan kebutuhan suction
berhubungan : dengan mengauskultasi crakles
1. ketidakseimbangan dan ronkhi pada jalan napas
perfusi ventilasi utama
2. perubahan membran 9. Uskultasi suara paru setelah
kapiler-alveolar tindakan untuk mengetahui
hasilnya

Anda mungkin juga menyukai