Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN ABSES PERITONEUM

DI RUANG ICU RS SARI MULIA BANJARMASIN

KELOMPOK 2 :
DINAH (15.IK.424)
JHONI SETIAWAN (15.IK.427)
M. NOVYAN MADYA (15.IK.435)
M. REZA APRIANDI (15.IK.436)
SRI MARTIWI (15.IK.447)
SRI RUSMILAWATI (15.IK.448)
INDANA FITRIANI RAHMAH (15.IK.453)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Abses Peritoneum

TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : ICU Rumah Sakit Umum Sari Mulia


Banjarmasin

NAMA : Dinah

Indana Fitriani Rahmah

Jhoni Setiawan

Muhammad Novyan Madya

Muhammad Reza Apriandi

Srimartiwi

Sri Rusmilawat

Banjarmasin, .........................2019

Menyetujui

RS Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Sarjana Keperawatan


Persetor Klinik Universitas Sari Mulia Banjarmasin
Perseptor Akademik

................................... .............................................

NIK. NIK.
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Abses Peritoneum

TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : ICU Rumah Sakit Umum Sari Mulia


Banjarmasin

NAMA : Dinah

Indana Fitriani Rahmah

Jhoni Setiawan

Muhammad Novyan Madya

Muhammad Reza Apriandi

Srimartiwi

Sri Rusmilawati

Banjarmasin, .........................2019

Menyetujui

RS Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Sarjana Keperawatan


Persetor Klinik Universitas Sari Mulia Banjarmasin
Perseptor Akademik

................................... .............................................

NIK. NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS
DI RUANG ICU RS SARI MULIA BANJARMASIN

KELOMPOK 2 :
DINAH (15.IK.424)
JHONI SETIAWAN (15.IK.427)
M. NOVYAN MADYA (15.IK.435)
M. REZA APRIANDI (15.IK.436)
SRI MARTIWI (15.IK.447)
SRI RUSMILAWATI (15.IK.448)
INDANA FITRIANI RAHMAH (15.IK.453)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut survei WHO, angka mortalitas peritonitis mencapai 5,9 juta per
tahun dengan angka kematian 9661 ribu orang meninggal. Negara tertinggi
yang menderita penyakit ini adalah Amerika Serikat dengan penderita
sebanyak 1.661 penderita. Dalam kasus peritonitis yang sering terjadi,
sebagian besar disebabkan karena bakteri atau yang biasa disebut peritonitis
bakterial spontan
Peritonitis merupakan inflamasi peritoneum yang dapat terjadi karena
kontaminasi mikroorganisme dalam rongga peritoneum, bahan kimiawi, atau
keduanya. (King., 2017). Infeksi peritonitis dibagi menjadi primer, sekunder,
dan tersier. Peritonitis perforasi disebut juga peritonitis sekunder, terjadi karena
adanya proses dalam intra-abdomen, seperti apendiks yang ruptur, perforasi
gastrointestinal, ataupun perforasi pada organ kolon dan rectum. (Marshall.,
2014).
Infeksi intra-abdominal diidentifikasikan sebagai penyebab kedua
terbanyak severe sepsis pada intensive care unit (ICU). Penelitian terbaru
menunjukkan hubungan antara infeksi intra-abdominal dengan tingkat
mortalitas yang signifikan. (Lopez, et al., 2011). Tingkat mortalitasnya dapat
hanya 1% saja pada pasien dengan apendisitis perforasi, namun bisa
mencapai 20% atau lebih pada pasien dengan perforasi colon atau trauma
tajam pada abdomen, bahkan dapat mencapai 81% pada pasien yang
mendapatkan infeksi intra abdominal pasca operasi. (Marshall., 2014). Telah
banyak dilaporkan beberapa sistem skoring untuk memprediksi hasil akhir
pada pasien dengan peritonitis perforasi.
Sebagaimana dalam penelitian Tarigan pada tahun 2012, peritonitis
didefenisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga
abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat
lokal maupun generalisata, bakterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda
asing. Kemudian disebutkan juga bahwa peritonitis merupakan salah satu
penyebab kematian tersering pada penderita bedah dengan mortalitas sebesar
10-40%. Peritonitis difus sekunder yang merupakan 90% penderita peritonitis
dalam praktek bedah dan biasanya disebabkan oleh suatu perforasi
gastrointestinal ataupun kebocoran.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan peritonitis
2. Untuk mengetahui lokasi perforasi pada lambung
3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan peritonitis
4. Mampu merumuskan diagnosa dan memprioritaskan masalah pada pasien
dengan peritonitis
5. Mampu membuat perencanaan tindakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan peritonitis.
C. MANFAAT
1. Bagi Akademik
Sebagai bahan evaluasi sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien bedah khususnya dengan
peritonitis.
2. Bagi Pembaca
Sebagai salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi
keperawatan khususnya tentang peritonitis.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES PERITONEUM

A. Anatomi Peritoneum
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.
Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu
coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding
enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm,
dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian
menjadi peritonium.
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi
dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ
yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan
ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa
kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka
masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan
atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang
terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati,
kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk
mesenterium usus halus.

Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:


1) Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2) Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3) Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Fungsi peritoneum:
1) Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
2) Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga
peritoneum tidak saling bergesekan.
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen.
4) Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap
infeksi.
B. Pengertian
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan membran serosa rongga
abdomen) lamnya. (Arif Muttaqin, 2011)
Abses Peritoneum adalah pecahnya peritonium-lapisan membran serosa rongga
abdomen dan meliputi visera. (Brunner dan Suddarth, 2008)
Abses Peritoneum adalah pecahnya peritoneum, pada membrane serosa, pada
bagian rongga perut (Andra, 2007)
Abses Peritoneum adalah pecahnya peritoneum, pada selaput rongga perut
(peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian
dalam.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya peritonitis adalah
Invasi kuman bakteri ke dalam rongga peritoneum,bakteri yang paling sering
menyebabkan infeksi, meliputi
1. Gram negative meliputi Escherichia coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%),
Pseudomonas species, Proteus species, gram negatif lainnya (20%).
2. Gram positif, seperti Streptococcus pneumoniae (15%), Streptococcus lainnya
(15%), dan Staphylococcus (3%). Mikroorganisme anaerob kurang dari 5%.
(Cholongitas, 2009).
Invasi kuman ke lapisan peritoneum dapat disebabkan juga oleh berbagai
kelainan pada gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ di dalam
abdomen (Rotstein, 2009) atau perforasi organ pascatrauma abdomen (Ivatury,
2010)
Biasanya, akibat dari infeksi bakteri : organisme berasal dari penyakit
saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif internal. Peritonitis
dapat juga akibat dari sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal : luka
tembak atau luka tusuk) atau oleh inflamasi yang luas yang berasal dari organ
diluar area peritonium, seperti ginjal
Inflamasi dan ileus paralitik adalah efek langsung dari infeksi. Penyebab umum
lain dari peritonitis adalah apendisitis, ulkus perforasi, divertikulitis, dan perforasi
usus. Peritonitis juga dapat dihubungkan dengan proses bedah abdominal dan
dialisis peritoneal. (Brunner dan Suddarth, 2008)

D. Patofisiologi
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra-abdomen
(peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan
pembentukan adhesi berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan reaksi
penting pertahanan tubuh, tetapi sejumlah besar bakteri dapat dikarantina dalam
matriks fibrin. Matriks fibrin tersebut memproteksi bakteri dari mekanisme
pembersihan oleh tubuh (van Goor, 2009)
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi, namun proses ini dapat mengakibatkan infeksi persisten dan
sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan
bakteri dan agen potensi abses menuju kelingkungan steril. Pertahanan tubuh
tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran
melalui sistem kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor yang
memiliki fitur yang umum, yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada
peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi
umum. Resultan paparan antigen bakteri telah ditunjukkan untuk mengubah
respon imun ke inokulasi peritoneal berulang. Hal ini dapat mengakibatkan
peningkatan insidensi pembentukan abses, perubahan konten bakteri, dan
meningkatnya angka kematian. Studi terbaru menunjukkan bahwa infeksi
nosokomial di organ lain (misalnya pneumonia, sepsis, infeksi luka) juga
meningkatkan kemungkinan pembentukan abses abdomen berikutnya (Bandy,
2008)
Selanjutnya abses yang terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa. Bila bahan
yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum, maka aktivitas
motilitas usus menurun dan meningkatkan risiko ileus paralitik (Price, 2010)
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena
kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi
dengan cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator, misalnya interleukin, dapat memulai respons hiperinflamatorius
sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ.
Oleh karena itu tubuh mencoba untuk mengimpensasi dengan cara retensi cairan
dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardia awalnya
meningkatkan curah jantung, tetapi kemudian akan segera terjadi bradikardia
begitu terjadi hipovolemia (Finlay, 2009)
Organ-organ di dalam kavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami edema. Edema disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler
organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum
dan lumen-lumen usus, serta edema seluruh organ intraperitoneal dan edema
dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hopovolemik.
Hipovolemik bertambahan dengan adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada,
serta muntah. Terjebaknya cairan dirongga peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit, dan menimbulkan penurunan perfusi.
Peritonitis tersier mewakili peritonitis yang bersifat persisten atau rekuren.
Pasien dengan peritonitis tersier biasanya hadir dengan abses, atau phlegmon,
dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier berkembang lebih sering pada pasien
dengan kondisi penyakit signifikan yang sudah ada sebelumnya dan pada pasien
dengan penurunan fungsi imun. Meskipun jarang diamati pada peritonitis tanpa
komplikasi, insiden peritonitis tersier pada pasien memerlukan masuk ICU pada
peritonitis yang parah dapat mencapai 50-74% (Sawyer, 2013)
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga
abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau
perforasi tumor. Terjadi proliferasi bakterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam
waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritonial menjadi
keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler, dan
darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus
peralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus. (Brunner dan Suddarth,
2008)

E. Manisfestasi klinis
Gejala tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manisfestasi klinis awal dari
peritonitis adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini.
a. Nyeri menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan,
terlokalisasi, lebih terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya diperbesar oleh
gerakan. Area yang sakit dari abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan,
dan otot menjadi kaku. Nyeri tekan lepas dan ileus peralitik dapat terjadi.
b. Mual dan muntah
c. Penurunan peristaltik.
d. Suhu dan frekuensi nadi meningkat,
e. Terdapat peningkatan jumlah leukosit.

F. Komplikasi
a. Sepsis adalah penyebab umum dari kematian pada peritonitis.
b. Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau hipovolemia.
c. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama
berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus.
Dua komplikasi pascaoperatif paling umum adalah
a. Eviserasi luka
b. Pembentukan abses. Berbagai petunjuk dari pasien tentang area abdomen
yang mengalami nyeri tekan, nyeri, atau “merasa seakan sesuatu terbuka”
harus dilaporkan. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa
menunjukkan adanya dehisens luka.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit akan meningkat. Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila
terjadi kehilangan darah. Elektrolit serum dapat menunjukkan perubahan kadar
kalium, natrium, dan klorida.
b. Sinar-x dada dapat menunjukkan udara dan kadar cairan serta lengkung usus
yang terdistensi.
c. Pemindaian CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
d. Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kultur serta sensitivitas cairan teraspirasi
dapat menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.

H. Penatalaksanaan
a. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama dari
penatalaksanaan medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia
terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus
kedalam rongga peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler.
b. Analgestik diberikan untuk mengatasi nyeri.
c. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
d. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi
abdomen dan dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga
abdomen dapat menyebabkan distres pernapasan.
e. Terapi oksigen dengan kanula rasal atau masker akan meningkatkan
oksigenisasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan
bantuan ventilasi diperlukan.
f. Terapi antibiotik masif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis. Dosis
besar dari antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena sampai
organisme penyebab infeksi diidentifikasi dan terapi antibiotik khusus yang
tepat dapat dimulai.
g. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (apendiks), reseksi
dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi), dan drainase
(abses). Pada sepsis yang luas, perlu dibuat diversi fekal.

I. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata/ identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,no medrek,diagnose,
tanggal masuk, dan alamat
2. Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit
sering kali membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum viseral).
Kemudian berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih
terlokalisasi (peritoneum parietal). Jika tidak terdapat proses infeksi,
rasa sakit menjadi berkurang. Pada beberapa penyakit tertentu
(misalnya: perforasi lambung, pankreatitis akut berat, iskemia usus)
nyeri abdomen dapat digeneralisasi dari awal
b) Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan
suhu tubuh, mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan
didapatkan penurunan kesadaran akibat syok sirkulasi dari septikemia
c) Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang
menyebabkan kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis,
perawat dapat melihat pada tabel. Penyebab dari peritonitis sebagai
bahan untuk mengembangkan pernyataan. Anamnesis penyakit
sistemik, seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis dipertimbangkan
sebagai sarana pengkajian preoperatif.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola
makan, gaya hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga
sehingga dapat menyebabkan peritonitis seperti penyakit apendititis,
ulkul peptikum, gastritis, divertikulosis dan lain-lain
3. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana
pembedahan, serta perlunya pemenuhan informasi prabedah
4. Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manisfestasi klinis yang muncul.
a) Keadaan umum : pasien terlihat lemah dan kesakitan
b) TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan
hemodinamik.
c) Suhu badan meningkat ≥38,0c dan terjadi takikardia, hipotensi, pasien
tampak legarti serta syok hipovolemia
d) Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
1) Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen
didapatkan pada hampir semuja pasien dengan peritonitis dengan
menunjukkan peningkatan kekakuan dinding perut. Pasien dengan
peritonitis berat sering menghindari semua gerakan dan menjaga
pinggul tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut. Perut
sering mengembung disertai tidak adanya bising usus. Temuan ini
mencerminkan ileus umum. Terkadang, pemeriksaan perut juga
mengungkapkan peradangan massa
2) Auskultasi : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah
satu tanda ileus obstruktif
3) Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), peningkatan suhu
tubuh, adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan
memberikan tanda-tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan
peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular. Pekak
hati dapat menghilang akibat udara bebas dibawah diafragma.
Pemeriksaan rektal dapat memunculkan nyeri abdomen, colok
dubur ke arah kanan mungkin mengindikasikan apendisitis dan
apabila bagian anterior penuh dapat mengindikasikan sebuah
abses.
Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual vagina dilakukan untuk
mendeteksi penyakit radang panggul (misalnya endometritis,
salpingo-ooforitis, abses tuba-ovarium), tetapi temuan sering sulit
diinterprestasikan dalam peritonitis berat
4) Perkusi : nyeri tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen
5. Pengkajian B1 – B6
1. B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
a. Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
b. Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
c. Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya
atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
d. Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan
bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam
trakeobronkial dan alveoli.
e. Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan
peningkatan usaha napas)
f. Bentuk dada : Perubahan diameter anterior – posterior (AP)
menunjukan adanya COPD
g. Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
h. Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada
paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau
penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
i. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-
otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat
terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakan dinding
dada.
j. Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan
konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan
astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa terjadi
pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang
mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC, dan
kanker paru.
k. Selang oksigen
Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube
yang berada di luar.
l. Parameter pada ventilator
Volume Tidal
Normal : 10 – 15 cc/kg BB.
m. Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status
ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan
adanya penurunan ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2.
Sedangkan peningkatan volume tidal secara mendadak menunjukan
adanya peningkatan ventilasi alveolar yang akan menurunkan PCO2.
Kapasitas Vital : Normal 50 – 60 cc / kg BB
Minute Ventilasi
Forced expiratory volume
Peak inspiratory pressure

2. B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)


a. Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irreguler
b. Distensi Vena Jugularis
c. Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan
ventilator
d. Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
a) S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid.
b) S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup pulmonal dan katup aorta.
c) S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi
ventrikel.
e. Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya
terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
f. Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
g. Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia
dapat terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
h. PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada
interkostal ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi
menunjukan adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis.
i. Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.

3. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
a. Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator
dapat terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan
vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala
pengkuran yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS
memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap
lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka
mata, respon motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien
adalah jumlah nilai-nilai dari ketiga komponen tersebut.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi :
a) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya..
b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
4. B 4 : Bladder (Perkemihan – Eliminasi Uri/Genitourinaria)
a. Kateter urin
b. Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine.
c. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
d. Distesi kandung kemih

5. B 5 : Bowel (Pencernaan – Eliminasi Alvi/Gastrointestinal)


a. Rongga mulut
b. Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
c. Bising usus
d. Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum
melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik
ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit.
Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang
berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
e. Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui
dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi
abdomen dapat juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan
karena penggunaan IPPV. Penyebab lain perdarahan saluran cerna
pada pasien dengan respirator adalah stres, hipersekresi gaster,
penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi antasid, dan
kurangnya pemasukan makanan.
f. Nyeri
g. Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
h. Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
i. Mual dan muntah.

6. B 6 : Bone (Tulang – Otot – Integumen)


a. Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
b. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran
mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat
berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau shok. Pucat,
sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi
akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada pasien yang
menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah
portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
c. Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak
begitu jelas terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan
adanya demam, infeksi. Pada pasien yang menggunkan ventilator,
infeksi dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan napas dan
suktion yang tidak steril.
d. Integritas kulit
e. Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus
6. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium, meliputi (Laroche, 2011) hal-hal berikut :
1) Sebaian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukkan
leukositosis (>11.000 sel/µL)
2) Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis
3) Pemeriksaan waktu pembekuan dan pendarahan untuk mendeteksi
disfungsi pembengkuan
4) Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis
5) Urinalisis penting untuk menyingkirkan penyakit saluran kemih,
namun pasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul
sering menunjukkan sel darah putih dalam air seni dan
mikrohematuria
6) Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia
7) Cairan peritoneal (yaitu paracentesis, aspirasi cairan perut dan
kultur cairan peritoneal). Pada peritonitis tuberkulosa, cairan
peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml)
dan banyak limfosit; basil tuberkel diindikasi dengan kultur
b) Pemeriksaan radiografik
1) Foto polos abdomen
Walaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus mungkin
didapatkan usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas
hadir dalam kebanyakan kasus anterior perforasi lambung dan
duodenum, tetapi jauh lebih jarang dengan perforasi dari usus kecil
dan usus besar, serta tidak biasa dengan appendiks perforasi.
Tegak film berguna untuk mengidentifikasi udara bebas di bawah
diafragma (paling sering disebalah kanan) sebagai indikasi adanya
viskus berlubang
2) Computed tomography scan (CT scan)
CT scan abdomen dan panggul tetap menjadi studi diagnostik
pilihan untuk abses peritoneal. CT scan ditunjukkan dalam semua
kasus dimana diagnosis tidak dapat dibangun atas dasar klinis dan
temuan foto polos abdomen. Abses peritoneal dan cairan lain dapat
diambil untuk diagnostik atau terapi dibawah bimbingan CT scan
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu modalitas pencitraan muncul untuk diagnostis
dicurigai abses intra-abdomen. Abses abdomen menunjukkan
penurunan itensitas sinyal pada gambar T1-weighted dan homogen
atau peningkatan intensitas sinyal heterogen pada gambar T2-
weighted. Terbatasnya
c) USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi kuadran kanan atas
(misalnya perihepatic abses, kolesistitis, biloma, pankreatitis, pankreas
pseudocyst), kuadran kanan bawah, dan patologi pelvis (misalnya
appendisitis, abses tuba-ovarium, abses Douglas), tetapi terkadang
pemeriksaan menjadi terbatas karena adanya nyeri, distensi abdomen
dan gangguan gas usus. USG dapat mendeteksi peningkatan jumlah
cairan peritoneal (asites), tetapi kemampuannya untuk mendeteksi
jumlah kurang dari 100 ml sangat terbatas

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d infeksi, inflamasi intestinal, abses abdomen ditandai dengan
nyeri tekan pada abdomen
2. Kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanis (tindakan operasi)
3. Intoleransi aktivitas b.d
c. Intervensi Keperawatan
Diagnose
No Tujuan Intervensi
keperawatan
1 Nyeri b.d agen Tujuan : Setelah 1. Kaji nyeri dengan pendekatan
biologis (infeksi, dilakukan tindakan PQRST
inflamasi) keperawatan 1 x 1 jam 2. Beri oksigen nasal apabila skala
diharapkan nyeri hilang nyeri ≥ 4 (0-5)
Kriteria evaluasi : 3. Istirahatkan pasien pada saat nyeri
1. Secara subjektif muncul
pernyataan nyeri 4. Atur posisi fisiologis
berkurang atau 5. Berikan kompres hangat pada
teradaptasi abdomen
2. Skala nyeri 0-1 (0-4) 6. Kolaborasi dengan dokter dalam
3. TTV dalam batas pemberian obat
normal, wajah
pasien rileks

2 Kerusakan Tujuan : setelah 1. Monitor perkembangan kerusakan


integritas dilakukan tindakan kulit pasien
jaringan b.d keperawatan selama 1 x 2. Monitor karakteristik luka meliputi
faktor mekanis 24 jam mengurangi warna dan ukuran
(tindakan kerusakan jaringan 3. Bersihkan luka dengan normal salin
operasi) dengan kriteria hasil : 4. Lakukan pembalutan luka pada
1. Warna kulit normal daerah luka
2. Bebas lesi jaringan 5. Pertahankan teknik steril dalam
3. Tidak ada perluasan perawatan luka
tepi luka
3 Intoleransi Tujuan : setelah 1. Observasi adanya pembatasan klien
aktivitas b.d dilakukan tindakan dalam melakukan aktivitas
imobilisasi keperawatan selama 1 x 2. Kaji adanya faktor yang
24 jam. Pasien menyebabkan kelelahan
bertoleransi terhadap 3. Monitor nutrisi dan sumber energi
aktivitas dengan Kriteria yang adekuat
Hasil : 4. Monitor pasien akan adanya
1. Berpartisipasi dalam kelelahan fisik dan emosi secara
aktivitas fisik tanpa berlebihan
disertai peningkatan 5. Monitor respon kardivaskuler
tekanan darah, nadi terhadap aktivitas, takikardi,
dan RR disritmia, sesak nafas, diaporesis,
2. Mampu melakukan pu%at, perubahan hemodinamik
aktivitas sehari hari 6. Monitor pola tidur dan lamanya
(ADLs) secara tidur/istirahat pasien
mandiri 7. Kolaborasikan dengan 5enaga
3. Keseimbangan (ehabilitasi edik dalam
aktivitas dan istirahat meren%anakan progran terapi yang
tepat.
8. &antu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Nama : An.F
Usia : 10 Th
Alamat :Sebamban
No. Register : 42-xx-x
Kriteria Klien : Parsial
Tanggal MRS :28-01-2019
Tanggal Pengkajian : 18-02-2019

I. PENGKAJIAN
1. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu Px. Mengatakan sebelum masuk rumah sakit px memiliki kebiasaan
minum extrajos susu setiap hari , sampai pada suatu ketika px
mengeluh demam turun naik selama 7 hari dan sakit pada area perut,
setelah itu px dibawa ke IGD Umum rs sari mulia , saat dirumah sakit
sari mulia px di periksa oleh dokter jaga dan perawat jaga di IGD ,
setelah diperiksa oleh dokter dan perawat IGD, PX di diagnosa
menderita apendiksitis dan disarankan untuk rawat inap, dan px di
rawat oleh dokter spesialis bedah, dari dokter spesialis bedah px di
diagnosa abses peritoneal ,kemudian px disarankan untuk tindakan
laparotomy , setelah dilakukan operasi px dirawat di ruang ICU, Pada
saat pengkajian di ruang ICU px mengeluh nyeri pada daearh perut
bekas operasi, px Nampak meringis, px Nampak luka pada daerah
abdomen , Nyeri nya :
P :Nyeri Luka Pal Operasi R: Seluruh bagian perut
Q: Nyeri menusuk-nusuk S: 6 (1-10) T: Hilang Timbul
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga Px mengatakan Px tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya dan Keluarga Px Mengatakan px tidak pernah
dilakukantindakan operasi.
c. Keluarga Riwayat Penyakit Keluarga.
Ibu Px mengatakan di anggota keluarga yang lain tidak memiliki
riwayat penyakit DM, Hipertensi , Dan penyakit seperti yang diderita
oleh pasien sekarang serta tidak ada anggota keluarga yang dilakukan
Operasi.
2. Diagnosa Medis
Abses pertitonium

3. Secondary Survey
a. B1 (Breath)
I : PX Nampak terpasang NGT Padalubang hidung sebelah kiri,
Nampak terpasang 02 nasal canul 3lpm, tidak Nampak tarikan
dinding dada, tidak nampak cuping hidung pada saat bernafas ,
terpasang drain pada NGT , tidak ada purse LIP
P : pada saat dipalpasi perkembangan dada simetris, iktus kordis
teraba.
P : Suara lapang paru sonor pada saat di perkusi
A : Suara nafas vesikuler.
b. B2 (Blood)
Akral px teraba hangat , CRT < 2 Detik irama jantung regular ,SpO2
99%, EKG Sinus Rhyteme, TD 107/77 MmHg, N 82X/Mnt, MAP 87
MmHg suara jantung S1 & S2 Tunggal.
c. B3 (Brain)
Tingkat kesadaran px composmentis , GCS = E4V5M6. Reflek Pupil
saat di berikan rangsangan cahaya mampu membesar dan mengecil.
B4 (Bowel)
Px terpasang NGT pada lubang hidung sebelah kiri dan dari selang
NGT keluar cairan sebanyak 70CC berwarna hijau ,Terpasang drain
pada abdomendi daerah luka operasisebanyakan 150 CC, terdapat
kolostomi di sebelah kiri , pada abdomen terdapat luka operasi kurang
lebih 15CM dan dalamnya 5 cm, jaringan pada luka memerah, luka
berbentuk lingkaran, pada daerah luka terdapat luka nyeri tekan.
d. B5 (Bladder )
Px terpasang kateter ,warna urine kuning jernih, urine tampung
sebanyak 1950 cc , px diberikan cairan infus NS 20 TPM.
e. B6 (Bone)
Pada extremitas atas dan bawah pasien mampu bergerak namun
terbatas karena saat bergerak pasien merasakan nyeri pada daerah
luka abdomen, kekuatan otot 4 ( Di bantu sebagian )
Skala Mose 35 (Resiko Rendah ), px Nampak lemah,
Skala aktifitas 5 (Di bantu penuh )

4. Pemeriksaan Penunjang
NAMA/JENIS PEMERIKSAAN DAN
NO HASIL
TANGGAL PEMERIKSAAN
1. Rontgen (BNO) Udara bebas pada
jaringan lunak
kanan.
2. Rontgen (Thoax ) COR & Pulmo
Normal.
3. USG sebelum operasi USG curiga
retroperitoneal,
abses dengan
ekstensi kanan.

4. Hasil lab:
Na : 142.2
Kalium : 328`
Klorida : 110.8`
Hematologi
Hb : 9.6`
Leukosit : 7500
Trombosit : 102000
Hematokrit : 27.2`
Paal Hemostatis
Pt : 18.4`
ApTT : 41.1`
Kontrol Pt : 13.6`
Kontrol Aptt : 35.2`
Inf : 1.46`
GDS : 72
Ureum : 5.69`
BUN : 2.66`
Creatinin : 0.20
5. Terapi Farmakologi

NO NAMA OBAT DOSIS KOMPOSISI INDIKASI KONTRAINDIKASI

Cedera mukosa esophagus & Hipersensitfitas


1. Pumpisel 2x1 Pantoprazole
perawatan usus ulkus.
Diberikan pada px keluhan berupa Alergi & Hiperssensitif
2. Trichodazole 3 x 500 Mg Metronidazole HCL.
urethritis & Vaginets.
Hipersensitivitas
3. Antrain 3 x 200 Mg MetaMizole Anti nyeri dan Anti Demam

Hipersensitivitas
4. Rime 2 x 1 Gr Cefdirome Membunuh bakteri

5. Pelastin 3 x 500 Mg Cilastatin Sodium. Perawatan Penghambat Ginjal Alergi Obat berat

6. Nacl 0.9% 20 TPM Alergi dan kelebihan cairan


Natrium Clorida Pasien kekurangan cairan dalam tubuh

Banjarmasin, 2019

Kelompok 2
II. ANALISA DATA (Senin 18 February 2019)
No. Data (Symptom) Penyebab (Etiologi) Masalah (Problem)
Ds Agen cedera fisik Nyeri Akut
- Pasien mengatakan nyeri (abses pentonium)
P: nyeri luka Post OP
Q: nyeri seperti di tusuk-tusuk
R: dada daerah bagian perut
S: skala 6 (1-10)
T: saat bergerak

Do
- Pasien tampak meringis
1
- TTV
TD 107/77 MmHg, N 82X/Mnt T 36,9
C RR 17x/menit
- Terpasang Drain di luka operasi
- Luas luka operasi kurang lebih 15
cm dengan kedalaman 5 Cm.
Ds_

Do
- Pasien tampak terdapat luka pada
area abdomen
2 Luka Post Operasi Laparatomi Kerusakan intergritas jaringan
- Pada daerah luka Nampak jaringan
merah
- Kedalaman luka kurang lebih 5 Cm
- Luas luka kurang lebih 15 cm
- Terpasang Drain pada bagian perut
Ds
- Pasien mengatakan nyeri saat
bergerak
Do
- Pasien tampak lemah
Imobalisasi
3 - Terdapat luka pada bagian abdomen Intoleransi aktivitas
(luka pada abdomen)
- Hb = 9.6
- Skala aktivitas = 5 dibantu perawat
III. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik (abses peritonium)
2. Kerusakan intergritas jaringan b/d luka post op laparatomi
3. Intoleransi aktivitas b/d imobilisasi (luka pada abdomen)
IV. RENCANA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut b/d agen cedra fisik (abses) Dalam waktu 1x60 menit nyeri berkurang Pain management
dengan kreteria hasil 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
1. Melaporan nyeri berkurang menjadi kompeherensip
skala 4 2. Observasi reaksi verbal dan non verbal
2. Mampu mengenali nyeri (skala, 3. Observasi TTV
intersitas, frekuensi) 4. Kurang factor penyebab nyeri
3. Menyatakan rasa nyaman 5. Lakukan relaksasi dan distraksi
Analgesik administration
1. Kaji drajat nyeri
2. Kaji riwayat alergi
3. Berikan analgesik tepat waktu
4. Evaluasi efek analgesik
Kerusakan intergritas jaringan b/d post Dalam waktu 3x24 jam intergritas jaringan Perawatan luka
op membaik 1. Monitor tanda-tanda infeksi
1. Perfusi jaringan membaik 2. Monitor keadaan luka
2. Intergritas kulit membaik 3. Monitor pendarahan / cairan pada daerh luka
2
3. Bekas luka membaik 4. Posisikan pasien dengnan nyaman
5. Kurangi pajangan infeksi secara langsung
6. Lakukan perawatan luka
7. Kalaborasi untuk perawatan luka
3 Intolernsi aktivitas b/d imobilisasi luka Setelah dilakukan tindakan 3x 24 jam Pengaturan posisi
(luka pada bagian abdomen) peningkatan aktivitas fisik 5. Monitor gerakan dan kekuatan otot
1. Gerakan bertujuan pada perintah 6. Monitor tingkat nyeri
2. Nyeri pada luka bekurang 7. Monitor reksi verbal dan non verbal saat
3. Keseimbangan dalam bergerak bergerak
8. Ganti posisi setiap 2 jam sekali
9. Anjurkan pasien melakukan aktivitas sesuia
perintah
10. Latihan ROM
V. IMPLEMENTASI
No Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Paraf
.
1 18 – 2- 2019 1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
11.00 Wita P = Nyeri luka post operasi
Q = Menusuk-nusuk
R = Luka pada bagian perut
S = SKala 6 (1-10)
T = Saat Bergerak
2. Mengobservasi reaksi verbal dan nonverbal
Px Nampak meringis
3. Mengobservasi TTV
TD = 100/90 mmHg
N = 73x/Mnt
S = 36.9o
P = 17x/Mnt
4. Mengurangi factor penyebab nyeri
Px dibatasi bergerak agar tidak merasakan sakit
5. Memberikan teknik distraksi
-Menonton Youtube dan bermain game
6. Berkolaborasi pemberian analgetik
Inj Antrain 3 x 300 mg (IV)
7. Mengevaluasi efek samping pemberian obat Inj Antrain
Tidak terdapat ruam dan gatal-gatal

2. 18 – 2- 2019 1. Memonitor tanda-tanda infeksi


11.10 Wita Teraba panas pada daerah luka, tidak ada keluar pus pada daerah luka
2. Memonitor keadaan luka
Luka Nampak kemerahan pada pinggiran luka, luka hingga lapisan subkutan
3. Posisikan px dengan nyaman
PX diberikan posisi supinasi
Px diberikan penyangga daerah bawah kaki
4. Mengurangi pajanan infeksi
Membersihkan daerah luka dengan teknik aseptik
5. Melakukan perawatan luka
Px dilakukan perawatan luka setiap hari dengan teknik aseptic dan luka
ditutup dengan kain kasa steril.
6. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik
Inj Rime 2 x 1 gr (IV)
18 – 2- 2019 1. Memonitor gerakan kerusakan otot
11.20 Wita Px mampu bergerak namun terbatas karena ada luka
2. Momonitor tingkat nyeri
Px mengatakan nyeri skala 6 (1-10)
3. Menganjurkan px untuk melakukan aktivitas
Px dianjurkan untuk beraktivitas ditempat tidur, seperti bermain game dan
nonton youtube.

VI. EVALUASI
No Diagnosa Keperawatan Tanggal/Jam Evaluasi (SOAP)
.
1 Nyeri akut b\d agen 18-2-2019 S = px mengatakan nyeri
cedra fisik 12.00 wita P = Nyeri pada luka operasi
Q= menusuk-nusuk
R= daerah Adomen
S = 6 (1-10)
T= hilang Timbul
O = Px Nampak meringis
A = masalah belum teratasi
P = intervensi dilanjutkan
2 Kerusakan integritas 18-2-2019 S = px mengatakan nyeri pada daerah luka
jaringan b\d agen 21.10 wita O = Nampak luka pada bagian abdomen luas 15 cm kedalaman 5 cm
farmasentra A = masalah belum teratasi
P = Intervensi dilanjutkan

3 Intolernsi aktivitas b/d 18-2-2019 S = px mengatakan sakit saat bergerak


imobilisasi luka (luka 22.20 wita O = Nampak pasien hanya berbaring di tempat tidur
pada bagian abdomen) Skala aktivitas
A = masalah belum teratasi
P = intervensi dilanjutkan
CATATAN OBSERVASI (Siang)
No Diagnosa Keperawatan Tanggal/Jam Evaluasi (SOAP)
.
1 Nyeri akut b/d agen 18-2-2019 S: px mengatakan nyeri pada abdomen
cedra fisik 16.00 wita P= nyeri luka post op
Q= seperti ditusuk-tusuk
R= bagian perut
S= skala 6 (1-10)
T= saat bergerak
O: - px nampak meringis
- TD= 100/70 mmHg N=105 R= 19x/menit T 36.5C
- Luas luka kurang 15 Cm, kedalam kurang lebih 5 Cm
A: masalah belum tertasi
P: lakukan pengkajian
- Observasi rekasi verbal dan non verbal
Exspresi wajah
- Observasi TTV
TD= 100/70 mmHg N=105 R= 19x/menit T 36.5C
- Kolaborasi pemberian analgesik
Inj Antrain 3 x 500 Mg
I: lakukan pengkajian
- Observasi rekasi verbal dan non verbal
Exspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan
- Observasi TTV
TD= 100/70 mmHg N=105 R= 19x/menit T 36.5C
- Kolaborasi pemberian analgesic
Inj Antrain 3 x 500 Mg
E: S= px mengatakan nyeri
P: nyeri luka
Q: sperti ditusuk-tusuk
R: Bagian perut
S: skala 6 (1-10)
T: saat bergerak
O= px tampak meringis
- Luas luka kurang lebih 15 Cm, kedalam kurang lebih 5 cm
A= masalah belum tertentu
P= intervensi dilanjutkan
2 Kerusakn intrgritas 18-2-2019 S:
jaringan b/d luka post op 16:10 Wita O: - px nampak luka pada bagian abdomen
- Luas kurang lebih 15 Cm
- Pada daerah luka nampak jaringan merah
- Kedalaman luka kurang lebih 5 Cm
A: masalah belum teratasi
P: - monitor tanda-tanda infeksi
Jaringan tampak kemerahan dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Leokosit 7500
- Monitor keadaan luka
Terdapat Luka OP di abdomen dengan lebar kurang lebih 15 cm
dengan kedalaman 5 cm.
Luka tampak Bersih karena setiap pagi di lakukan perawatan luka
Luka tertutup kasa Steril
- Monitor pendarahan
Darah yang keluar pada drain yang terpasang pada daerah Oprasi 150
C
- Posisikan pasien dengan Nyman
Px di posisikan supinasi
- Lakukan perawatan luka
Pasien dilakukan perawatan luka aseptic disetiap pagi
I: monitor tanda-tanda infeksi
Jaringan tampak kemerahan dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Leokosit 7500

- Monitor keadaan luka


Terdapat Luka OP di abdomen dengan lebar kurang lebih 15 cm
dengan kedalaman 5 cm.
Luka tampak Bersih karena setiap pagi di lakukan perawatan luka
Luka tertutup kasa Steril
- Monitor pendarahan
Darah yang keluar pada drain yang terpasang pada daerah Oprasi 150
C
- Posisikan pasien dengan Nyman
Px di posisikan supinasi
- Lakukan perawatan luka
Pasien dilakukan perawatan luka aseptic disetiap pagi
E: S= -
O= tidak ada tanda infeksi
- Luka kurang lebih 115 Cm, kedalaman urang lebih 5 Cm, nampak
jaringan merah terbuka
- Px diberikan antibiotic
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3 Intolernsi aktivitas b/d 18-2-2019 S = px mengatakan sakit saat bergerak
imobilisasi luka (luka 16.20 wita O = Nampak pasien hanya berbaring di tempat tidur
pada bagian abdomen) Skala aktivitas

A = masalah belum teratasi


P= - Memonitor gerakan kerusakan otot
Px mampu bergerak namun terbatas karena ada luka
-Momonitor tingkat nyeri
Px mengatakan nyeri skala 6 (1-10)
- Menganjurkan px untuk melakukan aktivitas Px dianjurkan untuk
beraktivitas ditempat tidur
I= Memonitor gerakan kerusakan otot
Px mampu bergerak namun terbatas karena ada luka
-Momonitor tingkat nyeri
Px mengatakan nyeri skala 6 (1-10)
- Menganjurkan px untuk melakukan aktivitas Px dianjurkan untuk
beraktivitas ditempat tidur
E= S: px mengatakan sakit saat bergerak
O: Nampak pasien hanya berbaring di tempat tidur
Skala aktivitas

A:masalah belum teratasi


P: intrvensi dilanjutkan

No Diagnosa Keperawatan Tanggal/Jam Evaluasi (SOAP)


.
1 Nyeri akut b/d agen 19-2-2019 S: px mengatakan nyeri pada abdomen
cedra fisik 09.00 wita P= nyeri luka post op
Q= seperti ditusuk-tusuk
R= bagian perut
S= skala 5 (1-10)
T= saat bergerak
O: - px nampak meringis
- TD= 120/80 mmHg N=95 R= 17x/menit T 36.7C
- Luas luka kurang 15 Cm, kedalam kurang lebih 5 Cm
A: masalah belum tertasi
P: lakukan pengkajian
- Observasi rekasi verbal dan non verbal
Exspresi wajah
- Observasi TTV
TD 110/80 MmHg N=98 R= 17x/menit T 36.6C
- Kolaborasi pemberian analgesic
Inj Antrain 3 x 500 Mg
I: lakukan pengkajian
- Observasi rekasi verbal dan non verbal
Exspresi wajah pasien tampak masih meringis kesakitan
- Observasi TTV
TD 110/80 MmHg N=98 R= 17x/menit T 36.6C
- Kolaborasi pemberian analgesik
Inj Antrain 3 x 500 Mg
E: S= px mengatakan nyeri
P: nyeri luka
Q: sperti ditusuk-tusuk
R: Bagian perut
S: skala 5 (1-10)
T: saat bergerak
O= px tampak meringis
- Luas luka kurang lebih 15 Cm, kedalam kurang lebih 5 cm
- TD 110/80 MmHg N=98 R= 17x/menit T 36.6C
A= masalah belum teratasi
P= intervensi dilanjutkan
2 Kerusakn intrgritas 19-2-2019 S:
jaringan b/d luka post op 09:10 Wita O: - px nampak luka pada bagian abdomen
- Luas kurang lebih 15 Cm
- Pada daerah luka nampak jaringan merah
- Kedalaman luka kurang lebih 5 Cm
A: masalah belum teratasi
P: - monitor tanda-tanda infeksi
Jaringan pada luka memerah
Leukosit 7500
- Monitor keadaan luka
Terdapat Luka OP di abdomen dengan lebar kurang lebih 15 cm
dengan kedalaman 5 cm.
Luka tampak Bersih karena setiap pagi di lakukan perawatan luka
Luka tertutup kasa Steril
- Monitor pendarahan
Darah yang keluar pada drain yang terpasang pada daerah Oprasi 80 C
- Posisikan pasien dengan Nyaman
Px di posisikan supinasi
- Lakukan perawatan luka
Pasien dilakukan perawatan luka aseptic disetiap pagi
I: monitor tanda-tanda infeksi
Jaringan tampak kemerahan dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Leokosit 7500

- Monitor keadaan luka


Terdapat Luka OP di abdomen dengan lebar kurang lebih 15 cm
dengan kedalaman 5 cm.
Luka tampak Bersih karena setiap pagi di lakukan perawatan luka
Luka tertutup kasa Steril
- Monitor pendarahan
Darah yang keluar pada drain yang terpasang pada daerah Oprasi 80 C
- Posisikan pasien dengan Nyaman
Px di posisikan supinasi
- Lakukan perawatan luka
Pasien dilakukan perawatan luka aseptic disetiap pagi
E: S= -
O= tidak ada tanda infeksi
- Luka kurang lebih 15 Cm, kedalaman urang lebih 5 Cm, nampak
jaringan merah terbuka
- Px diberikan antibiotic
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3 Intolernsi aktivitas b/d 19-2-2019 S = px mengatakan sakit saat bergerak
imobilisasi luka (luka 09.20 wita O = Nampak pasien hanya berbaring di tempat tidur
pada bagian abdomen) Skala aktivitas

A = masalah belum teratasi


P= - Memonitor gerakan kerusakan otot
-Momonitor tingkat nyeri
Px mengatakan nyeri skala 5 (1-10)
- Menganjurkan px untuk melakukan aktivitas Px dianjurkan untuk
beraktivitas ditempat tidur
I= Memonitor gerakan kerusakan otot
Px mampu bergerak namun terbatas karena ada luka
-Momonitor tingkat nyeri
Px mengatakan nyeri skala 5 (1-10)
- Menganjurkan px untuk melakukan aktivitas Px dianjurkan untuk
beraktivitas ditempat tidur
E= S: px mengatakan sakit saat bergerak
O: Nampak pasien hanya berbaring di tempat tidur
Skala aktivitas

A:masalah belum teratasi


P: intrvensi dilanjutkan
VII. CATATAN OBSERVASI
No Diagnosa Keperawatan Tanggal/Jam Catatan Observasi (SOAPIE)
.
1 Nyeri akut b/d agen 20-02-2019 S: px mengatakan nyeri pada abdomen
cedra fisik 09.20 Wita P= nyeri luka post op
Q= seperti ditusuk-tusuk
R= bagian perut
S= skala 5 (1-10)
T= saat bergerak
O: - px nampak meringis
- TD= 110/80 mmHg N=90 R= 17x/menit T 36.9C
- Luas luka kurang 15 Cm, kedalam kurang lebih 5 Cm
A: masalah belum tertasi
P: lakukan pengkajian
- Observasi rekasi verbal dan non verbal
Expresi wajah meringis sakit
- Observasi TTV
TD 110/80 MmHg N=98 R= 17x/menit T 36.6C
- Kolaborasi pemberian analgesic
Inj Antrain 3 x 500 Mg
I: lakukan pengkajian
- Observasi rekasi verbal dan non verbal
Expresi wajah
- Observasi TTV
TD 110/80 MmHg N=98 R= 17x/menit T 36.6C
- Kolaborasi pemberian analgesik
Inj Antrain 3 x 500 Mg
E: S= px mengatakan nyeri
P: nyeri luka
Q: sperti ditusuk-tusuk
R: Bagian perut
S: skala 5 (1-10)
T: saat bergerak
O= px tampak meringis
- Luas luka kurang lebih 15 Cm, kedalam kurang lebih 5 cm
- TD 110/80 MmHg N=98 R= 17x/menit T 36.6C
A= masalah belum teratasi
P= intervensi dilanjutkan

No Diagnosa Keperawatan Tanggal/Jam Catatan Observasi (SOAPIE)


.
2. Kerusakn intrgritas 20-02-2019 S:
jaringan b/d luka post op 09.30 Wita O: - px nampak luka pada bagian abdomen
- Luas kurang lebih 15 Cm
- Pada daerah luka nampak jaringan merah
- Kedalaman luka kurang lebih 5 Cm
A: masalah belum teratasi
P: - monitor tanda-tanda infeksi
Jaringan pada luka memerah
Leukosit 7500
- Monitor keadaan luka
Terdapat Luka OP di abdomen dengan lebar kurang lebih 15 cm
dengan kedalaman 5 cm.
Luka tampak Bersih karena setiap pagi di lakukan perawatan luka
Luka tertutup kasa Steril
- Monitor pendarahan
Darah yang keluar pada drain yang terpasang pada daerah Oprasi 80 C
- Posisikan pasien dengan Nyaman
Px di posisikan supinasi
- Lakukan perawatan luka
Pasien dilakukan perawatan luka aseptic disetiap pagi
I: monitor tanda-tanda infeksi
Jaringan tampak kemerahan dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Leokosit 7500

- Monitor keadaan luka


Terdapat Luka OP di abdomen dengan lebar kurang lebih 15 cm
dengan kedalaman 5 cm.
Luka tampak Bersih karena setiap pagi di lakukan perawatan luka
Luka tertutup kasa Steril
- Monitor pendarahan
Darah yang keluar pada drain yang terpasang pada daerah Oprasi 80 C
- Posisikan pasien dengan Nyaman
Px di posisikan supinasi
- Lakukan perawatan luka
Pasien dilakukan perawatan luka aseptic disetiap pagi
E: S= -
O= tidak ada tanda infeksi
- Luka kurang lebih 15 Cm, kedalaman urang lebih 5 Cm, nampak
jaringan merah terbuka
- Px diberikan antibiotic
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

3. Intolernsi aktivitas b/d 20-02-2019 S = px mengatakan sakit saat bergerak


imobilisasi luka (luka 09.40 Wita O = Nampak pasien hanya berbaring di tempat tidur
pada bagian abdomen) Skala aktivitas

A = masalah belum teratasi


P= - Memonitor gerakan kerusakan otot
-Momonitor tingkat nyeri
Px mengatakan nyeri skala 5 (1-10)
- Menganjurkan px untuk melakukan aktivitas Px dianjurkan untuk
beraktivitas ditempat tidur
I= Memonitor gerakan kerusakan otot
Px mampu bergerak namun terbatas karena ada luka
-Momonitor tingkat nyeri
Px mengatakan nyeri skala 5 (1-10)
- Menganjurkan px untuk melakukan aktivitas Px dianjurkan untuk
beraktivitas ditempat tidur
E= S: px mengatakan sakit saat bergerak
O: Nampak pasien hanya berbaring di tempat tidur
Skala aktivitas

A:masalah belum teratasi


P: intrvensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai