Anda di halaman 1dari 20

PORTOFOLIO GURU SEKOLAH DASAR BERPRESTASI

Disusun oleh :

NENENG TANJIHAH, S.Pd.


NIP. 198009092009092001

SD NEGERI KARYASARI I
KORWILCAMBIDIK RENGASDENGKLOK
KABUPATEN KARAWANG

1
LEMBAR PENGESAHAN
PORTOFOLIO GURU SD BERPRESTASI

PENYUSUN

NAMA : NENENG TANJIHAH, S.Pd.

NIP : 198009092009092001

KARAWANG, FEBRUARI 2019

MENGESAHKAN
KEPALA SDN KARYASARI I
KEC. RENGASDENGKLOK

RIDA RATNA PURWANTI, S.Pd., M.M


NIP. 197411041998032002

2
BIODATA PESERTA
GURU SD BERPRESTASI TAHUN 2019

1. Nama : NENENG TANJIHAH, S.Pd.


2. NUPTK :
3. NIP : 198009092009092001
4. Pangkat/Golongan : Penata Muda III/a
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Tempat, Tgl. Lahir : Bandung, 09 September 1980
7. Pendidikan Terakhir : S-1 Pendidikan Guru SD
8. Sekolah tempat tugas :
Nama Sekolah : SDN KARYASARI I
Alamat Sekolah : Dusun Krajan Utara Desa Karyasari
Kecamatan : Rengasdengklok
Kabupaten : Karawang
Propinsi : Jawa Barat
No. Telp. : (0267) 8480530
E-mail : sdnkaryasari1@gmail.com
9. Mata Pelajaran yang diampu : Guru Kelas 6
10. Beban mengajar : 24 jam/minggu

Karawang, Februari 2019


Mengetahui,
Kepala Sekolah Calon Peserta

RIDA RATNA PURWANTI, S.Pd., M.M NENENG TANJIHAH, S.Pd.


NIP. 197411041998032002 NIP. 198009092009092001

3
B. PENDIDIKAN

NO TINGKAT NAMA SEKOLAH JURUSAN TAHUN LULUS

1 SD SDN PASIR HALANG II - 1993


2 SLTP SMPN CIHAMPELAS - 1996
3 SLTA SMUN 1 CISARUA - 1999
4 D. II UPI PURWAKARTA PGSD 2003
5 S.1 UNIVERSITAS NEGERI MANADO PGSD 2010

C. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

TANGGAL NOMOR LAMA


DIKLAT TEMPAT DIKLAT PENYELENGGARA
DIKLAT SERTIFIKAT DIKLAT

05-12 98.0665/PRAJAB/II.I
1. PRAJABATAN PNS TIMIKA
I
GUBERNUR 7 HARI
/03/2011
2. PLPG 2013 TIMIKA 1300833 UNIV. CENDRAWASIH 14 HARI
2047/J31.4/DL/201
3. DIKLAT KURTILAS 16-06-2014 KARAWANG
4
LPMP 52 JAM
APKASI-
4. AdiRESy Matematika YPAN/G.13/01-
25-04-2016 KARAWANG
496/ADIRESY/04/20
YPAN 32 JAM
Indonesia
16
5. GURU SASARAN 36235/MPK.D/PD/2
26/07/2016 KARAWANG
016
KEMDIKBUD 52 JAM
KURTILAS
1610092232150009
6. PKGP 22/12/2016 KARAWANG
25
KEMDIKBUD 12 HARI

D. SEMINAR PENDIDIKAN TINGKAT NASIONALL


TANGGAL
SEMINAR & WORKSHOP TEMPAT DIKLAT PERAN PENYELENGGARA
DIKLAT
1. AdiRESy Matematika Indonesia 25-04-2016 KARAWANG PESERTA YPAN

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu indikator keberhasilan pembelajaran adalah tingkat ketuntasan tinggi.


Hal ini terjadi bila dalam pembelajaran siswa aktif dan responsif. Namun fakta yang
peneliti alami sangat kontradiktif. Selama proses pembelajaran Matematika tentang
operasi hitung yang melibatkan berbagai bentuk pecahan pada kelas VI SDN Karyasari
I tahun pelajaran 2018/2019 semester II motivasi belajar siswa sangat rendah. Para
siswa sangat pasif tidak bergeming, hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam
pembelajaran. Hasil belajar siswa terpuruk, jauh di bawah kriteria ketuntasan minimal
yang telah ditetapkan yaitu 69. Dari hasil ulangan formatif sejumlah 32 siswa, hanya 6
siswa yang tuntas, sedangkan 8 siswa belum tuntas. Pencapaian ketuntasan
pembelajarannya 20 % sedangkan 25 % siswa belum tuntas. Nilai tertinggi yang
mampu dicapai 70 itu pun hanya 9 siswa, adapun nilai terendah 45 dan diduduki 3
siswa. Nilai rata-rata kelas 55, kondisi yang demikian sangat memprihatinkan. Daya
serap pembelajaran hanya 60 %, jauh dari tuntutan pembelajaran mastery learning.
Rendahnya motivasi dan hasil belajar tersebut karena peneliti selama 3 kali tatap muka
belum menerapkan model pembelajaran jigsaw.

Peneliti dalam menyajikan pembelajaran Matematika tentang operasi hitung


yang melibatkan berbagai bentuk pecahan kurang dapat memotivasi siswa sehingga
siswa tidak aktif dalam pembelajaran. Metode ceramah dan penugasan sangat
mendominasi. Siswa pasif hanya duduk mendengarkan dan menunggu perintah saja.
Pembelajaran berlangsung secara konvensional yang bersifat satu arah terpusat pada
guru (teacher centered) sehingga pembelajaran terasa kering dan membosankan, serta
tidak bermakna. Kreativitas siswa seakan beku tidak terdistribusikan. Respon terhadap
materi pembelajaran sangat minim. Kerja sama diantara siswa tidak terbangun. Siswa
belajar secara klasikal tanpa adanya diskusi kelompok. Siswa hanya mementingkan
dirinya sendiri tidak mau membantu siswa lain yang belum dapat memahami materi
pembelajaran. Keterampilan sosial siswa tidak tersalurkan. Situasi belajar yang terjadi
sangat individualistik tidak kompetitive dan kooperative. Memang Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang digemari sebagian besar
siswa.sehingga hasil belajar sangat rendah.

Bertolak dari motivasi dan hasil belajar siswa yang rendah maka hal tersebut
perlu ditingkatkan. kalau tidak kriteria ketuntasan belajar siswa juga tidak dapat

5
meningkat. Bila KKM sama seperti tahun sebelumnya maka mutu pendidikan tidak
akan meningkat dan berkembang. KKM yang rendah tidak mencerminkan
terealisasinya visi dan misi sekolah. Apa lagi Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang ikut dalam Ujian Nasional. Untuk dapat menyelesaikan soal-soal dalam
Ujian Nasional maka siswa dituntut memiliki kemampuan yang memadai. Apalagi nilai
Ujian Nasional sangat menentukan kelulusan siswa. Jika nilai Matematika siswa
rendah, maka siswa tidak akan lulus.. Jika ada salah satu siswa yang tidak lulus maka
citra sekolah akan menurun yang berdampak pada perolehan siswa baru akan
menurun, karena masyarakat tentu akan memilih menyekolahkan anaknya pada
sekolah yang mutu lulusannya tinggi. Nilai lulusan siswa yang rendah juga
mengakibatkan siswa kesulitan dalam melanjutkan sekolah yang favorit, bahkan siswa
cenderung tidak melanjutkan Namun sebaliknya jika nilai lulusan tinggi maka akan
mendongkrak nama baik sekolah, Siswa akan mudah diterima di sekolah yang negeri
dan juga sekolah favorit, Animo melanjutkan sekolah tinggi tidak seorang siswa pun
yang tidak melanjutkan.

Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar yang rendah peneliti menerapkan
model pembelajaran jigsaw, karena dengan model pembelajaran jigsaw siswa akan
terlibat aktif dalam diskusi penyelesaian tugas, sehingga tugas yang semula terasa
berat menjadi ringan. Memang model pembelajaran jigsaw termasuk student centered
yakni pembelajaran yang berpusat pada murid. Partisipasi siswa sangat besar,
keaktifan dituntut maksimal. Dengan demikian siswa akan mampu menyerap dan
mengkontruksi seluruh materi pembelajaran tanpa ada tekanan sehingga terasa
menyenangkan. Model pembelajaran jigsaw juga dapat membangkitkan keterampilan
sosial dan kreatifitas, sehingga siswa mampu membangun komunitas belajar yang
menumbuhkan rasa percaya diri. Siswa akan lebih berani mengemukakan
pendapatnya dalam diskusi dan juga dapat menghargai pendapat temannya,
pembelajarannya terasa bermakna (meaningful learning). Siswa akan dapat
menyelesaikan tugas dengan baik, karena pembelajarannya secara multi arah, sesama
siswa saling memberi dan menerima serta melengkapi. Siswa bekerja keras baik
secara individu maupun kelompok sehingga mastery learning tercapai.

Rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa sangat perlu ditingkatkan. Hal ini
sejalan dengan program pemerintah yaitu menciptakan pendidikan bermutu dan
berkarakter bangsa berbudi pekerti luhur. Bila motivasi dan hasil belajar siswa tidak
ditingkatkan maka tujuan pembelajaran tidak akan terwujudkan. Program pemerintah
dan tuntutan masyarakat tentang pendidikan bermutu tidak akan terealisasikan.
Sebagai dampaknya adalah siswa pasif, pengetahuannya tidak berkembang, apalagi
terbentuknya siswa kreatif dan mandiri. Bila sajian pembelajaran masih teacher

6
centered maka hasilnya akan nihil seperti semula. Untuk memicu motivasi dan
meningkatya hasil belajar, sajian pembelajaran harus diubah dari teacher centered
menjadi student centered seperti dalam model pembelajaran jigsaw yang menuntut
keaktifan seluruh siswa sehingga hasil belajar akan jauh lebih baik.

Sebagai solusi tindakan yang peneliti lakukan untuk meningkatkan motivasi dan
hasil belajar adalah menerapkan model pembelajaran jigsaw. Pada siklus pertama
dalam sajian pembelajaran siswa terbagi dalam kelompok-kelompok diskusi yang
beranggotakan 4-5 siswa. Dalam pembentukan kelompok terdiri atas kemajemukan
tingkat kecerdasan, sosial, ras, dan agama. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi adanya
kelompok pandai dan kurang pandai kelompok kaya dan miskin, kelompok putra dan
putri atau kelompok mayoritas dan minoritas sehingga jalannya diskusi kelompok
terasa hidup dan terfokus pada penyelesaian tugas yang diberikan, Untuk siklus kedua
siswa terbagi atas kelompok berpasangan atau dua-dua, dan dilanjutkan tugas
individual dikandung maksud agar siswa memiliki rasa tanggung yang lebih besar dan
lebih mandiri. Dengan demikian pengalaman belajar siswa semakin komplek yang
memberikan dampak positif pada hasil pembelajaran yaitu meningkatnya motivasi dan
hasil belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka teridentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Mengapa motivasi Matematika tentang bilangan pecahan rendah?

2. Mengapa hasil belajar Matematika tentang bilangan pecahan rendah?

3. Mengapa motivasi dan hasil belajar Matematika tentang bilangan pecahan rendah?

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus masalah adalah motivasi, hasil belajar,
dan model pembelajaran jigsaw. Motivasi berperan penting dalam pembelajaran.
Kuatnya motivasi akan berdampak positif, sebaliknya lemahnya motivasi hasilnya tidak
akan maksimal. Hasil belajar sangat dipengaruhi motivasi belajar seseorang. Hasil
belajar agar maksimal selain diperlukan motivasi yang tinggi, sajian pembelajarannya
harus menarik, berkesan, dan menyenangakan, sehingga siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran. Suatu pembelajaran dikatakan berhasil jika hasil pembelajaran sesuai
harapan dan tujuan pembelajaran yang telah digariskan. Untuk mencapai hasil
pembelajaran yang maksimal model pembelajaran jigsaw sangat efektif untuk
diterapkan, karena semua siswa akan terlibat aktif dalam pembelajaran.

7
Motivasi merupakan perangsang atau dorongan dalam diri individu untuk
bertindak mencapai tujuan. Bila kita melakukan suatu aktivitas tanpa adanya motivasi
maka hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Dalam pembelajaran guru hendaknya
mampu membangkitkan motivasi siswa, antara lain dengan melibatkan siswa dalam
pembelajaran, merespon jawaban siswa meskipun jawabanya belum benar,
memberikan pujian, menilai hasil pembelajaran, memberikan hadiah, dan menyajikan
pembelajaran yang menarik. Motivasi siswa juga dapat terbangkitkan oleh siswa lain
dalam komunitas belajar. Kuatnya motivasi belajar dalam diri siswa akan
mempengaruhi kesungguhan selama mengikuti proses pembelajaran. Motivasi belajar
merupakan dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan perubahan diri menjadi
lebih baik. Kuat lemahnya motivasi belajar akan berpengaruh pada hasil belajar.
Motivasi belajar diupayakan selalu adanya peningkatan.

Hasil belajar siswa menjadi tolok ukur sebuah keberhasilan pembelajaran. Hasil
belajar adalah produk perubahan tingkah laku menuju lebih baik yang dilakukan
dengan berbagai macam latihan secara terus menerus dan berkesinambungan. Hasil
belajar siswa akan meningkat apabila intensitas latihan dilakukan dengan serius
ditunjang sarana dan prasarana yang memadai. Banyaknya latihan yang tidak dilandasi
keseriusan tidak akan membuahkan hasil lebih baik. Untuk itu saat melakukan berbagai
latihan harus fokus pada hal yang dipelajari sehingga terjadi konstruktivistik diri dalam
membangun pengetahuan dan pengalaman belajar. Faktor yang mempengaruhi hasil
belajar bisa berasal dari dalam diri siswa sendiri dan juga berasal dari luar.
Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan akan dapat mengangkat hasil belajar.
Kekondusifan lingkungan belajar dan hubungan komunitas belajar juga dapat
mempengaruhi hasil belajar.

Model pembelajaran jigsaw merupakan salah satu bentuk pembelajaran


kooperativ (cooperative learning). Ciri khas pembelajaran kooperativ adalah adanya
diskusi kelompok dalam penyelesai tugas. Yang membedakan model pembelajaran
jigsaw dengan lainnya adalah adanya kelompok ahli (expert group) dan kelompok asal
(home teams). Cara diskusi dalam penyelesaian tugasnya pun unik. Tiap anggota
kelompok memiliki tanggung jawab yang berbeda kemudian berdiskusi dalam
kelompok ahli untuk menyelesaikan tugasnya. Karena diskusinya dalam kelompok ahli
maka pemahamannya akan lebih mendalam. Dengan adanya tanggung jawab
berbeda maka siswa dituntut lebih aktif, mandiri, berani, dan dapat bekerjasama secara
maksimak. Jadi model pembelajaran jigsaw sangat relevan untuk meningkatkan hasil
belajar. Dari uraian tersebut terdefinisikan pengertian model pembelajaran jigsaw yaitu
model pembelajaran yamg penyelesaian tugasnya melalui diskusi tim ahli, kemudian

8
hasil diskusinya disebarkan pada anggota kelompok asal dan dilanjutkan presentasi
kelas.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah di atas

maka sebagai rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Apakah melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan


motivasi belajar Matematika tentang bilangan pecahan bagi siswa kelas VI SDN
Karyasari I Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang pada semester II tahun
pelajaran 2018/2019?

2. Apakah melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil


belajar Matematika tentang bilangan pecahan bagi siswa kelas VI SDN Karyasari I
Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang pada semester II tahun pelajaran
2018/2019?

3. Apakah melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan


motivasi dan hasil belajar Matematika tentang bilangan pecahan bagi siswa kelas VI
SDN Karyasari I Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang pada semester II
tahun pelajaran 2018/2019?

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

a. Untuk meningkatkan motivasi seluruh siswa SDN Karyasari I

b. Untuk meningkatkan hasil belajar bagi siswa SDN Karyasari I.

c. Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar bagi seluruh siswa

SDN Karyasari I.

2. Tujuan Khusus

a. Melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan motivasi


Matematika tentang bilangan pecahan bagi siswa kelas VI SDN Karyasari I pada
semester II tahun pelajaran 2018/2019

9
b. Melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar
Matematika tentang bilangan pecahan bagi siswa kelas VI SDN Karyasari I pada
semester II tahun pelajaran 2018/2019

c. Melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan


hasil belajar Matematika tentang bilangan pecahan bagi siswa kelas VI SDN Karyasari I
pada semester II tahun pelajaran 2018/2019

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Siswa

a. Dapat meningkatnya motivasi.

b. Dapat meningkatnya hasil belajar.

c. Dapat meningkatnya motivasi dan hasil belajar

2. Manfaat Bagi Peneliti

a. Melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatnya motivasi


Matematika tentang bilangan pecahan bagi siswa kelas VI SDN Karyasari I pada
semester II tahun pelajaran 2018/2019

b. Melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatnya hasil belajar


Matematika tentang bilangan pecahan bagi siswa kelas VI SDN Karyasari I pada
semester II tahun pelajaran 2018/2019

c. Melalui penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatnya motivasi dan


hasil belajar Matematika tentang bilangan pecahan bagi siswa kelas VI SDN Karyasari I
pada semester II tahun pelajaran 2018/2019

3. Manfaat Bagi Sekolah

a. Meningkatnya mutu lulusan

b. Meningkatnya ajang diskusi pemecahan kasus pembelajaran

c. Meningkatnya kerjasama untuk kemajuan sekolah

d. Meningkatnya iklim sekolah yang kondusif

4. Manfaat Bagi Teman Sejawat

a. Sebagai acuan melakukan penelitian

b. Sebagai referensi penelitian yang akan dilakukan

10
c. Meningkatkan wawasan pembelajaran

d. Memberikan alternative pemecahan kasus pembelajaran

5. Manfaat Bagi Perpustakaan Sekolah

a. Memperkaya hasanah kepustakaan sekolah

b. Sebagai dokumen PTK di sekolah

c. Sebagai bukti laporan penanganan kasus pembelajaran

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Motivasi Belajar Matematika

a. Hakikat Motivasi

Menurut Daryanto (1994:141) motivasi adalah dorongan yang timbul untuk


melakukan tindakan. Devinisi senada disampaikan oleh Wahyudin (2008:2.37) motivasi
adalah kecenderungan atau dorongan pada diri individu untuk melakukan suatu
tindakan. Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu memiliki potensi yang kuat
untuk mewujudkan gagasan atau imajinasi diri. Apalagi bila didukung situasi dan
kondisi yang memadai, maka gagasan akan mudah direalisasikan. Namun perlu
diwaspadai karena motivasi dapat melahirkan dampak positif dan juga negatif
tergantung pada diri seseorang. Motivasi yang berdampak negatif hendaknya sedapat
mungkin diubah menuju dampak yang positif untuk peningkatan kualitas diri.

Oleh Winataputra (2008:3.15) motivasi didefinisikan sebagai suatu kondisi khusus


yang dapat mempengaruhi individu untuk belajar. Jadi untuk dapat belajar dengan
maksimal siswa memerlukan kondisi yang khusus. Hal ini dimaksudkan agar siswa
dalam mengembangkan potensi dirinya berjalan secara wajar tanpa adanya tekanan
dan gangguan dari luar, karena diri siswa masih labil mudah terimbas pengaruh
lingkungan. Motivasi belajar sangat penting dalam pembelajaran, karena motivasi
dapat mendorong kemauan belajar siswa sehingga siswa memiliki kecenderungan
untuk mengulangi apa yang sudah dipelajari. Proses pengulangan yang terus menerus
akan memberikan pemahaman yang mendalam dan kematangan diri.

11
Afifudin (1986:110-111) menggolongkan motivasi menjadi dua, yaitu: (1) motivasi
intrinsik yakni bentuk motivasi atau kesediaan untuk belajar karena terdorong oleh rasa
ingin tahu, (2) motivasi ekstrinsik yaitu bentuk motivasi atau kesediaan untuk belajar
karena terdorong oleh keinginan untuk mendapat sesuatu. Bekerjanya kedua motivasi
tersebut tidak selalu sejalan, terkadang berseberangan. Bruner menekankan
pentingnya motivasi intrinsik bila dibanding motivasi ekstrinsik namun bila keduanya
saling bersinergi siswa akan lebih aktif dalam belajar dan berdampak positif

Pada umumnya motivasi intrinsik lebih kuat dari pada motivasi ekstrinsik
(Purwanto, 1996:82), namun sebenarnya keduanya saling melengkapi dan
menguatkan. Motivasi ekstrinsik berfungsi bila ada rangsangan dari luar. Motivasi
sangat diperlukan dalam berbagai proses pembelajaran. Dengan adanya motivasi
pembelajaran akan lebih bermakna, lebih efektif dan maksimal. Bila motivasi intrinsik
kuat, siswa terlihat aktif dan tekun siswa. Kesinergian motivasi intrinsik dan ekstrinsik
membuat siswa lebih bersemangat dalam mengekspresikan potensi diri meraih
keberhasilan. Motivasi ekstrinsik agar bersinergi dengan motivasi intrinsik diperlukan
pembiasaan yang terus menerus agar tidak berseberangan. Selama proses
pembelajaran diupayakan motivasi tetap terpelihara dan tidak surut.

Fungsi motivasi belajar adalah untuk meggerakkan siswa belajar aktif dan kreatif,
menyeleksi perbuatan yang harus dilakukan dan mendorong tingkah laku untuk belajar.
Siswa yang memiliki motovasi tinggi akan berpengaruh pada keberhasilan belajarnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi yang tinggi akan mengantarkan
keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal.

b. Hakikat Belajar

Belajar berarti perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian


kegiatan, misalnya membaca, mengamati, mendengarkan dan meniru (Winkel,
1996:21). Perubahan tingkah laku tidak dapat terjadi secara tiba-tiba melainkan
berproses melalui serangkaian tahapan kegiatan atau latihan yang dilakukan secara
serius terpadu dan konsisten untuk memperoleh beragam kemampuan, keterampilan,
dan sikap yang lebih baik dari semula. Hal ini sejalan dengan Bell-Gredler (1986:1)
yang mendefinisikan belajar sebagai proses yang dilakukan manusia untuk
mendapatkan aneka ragam competencies, skill, and attitudes. Aktivitas belajar
dilakukan mulai dari masa bayi hingga akhir hayat dan dapat dilakukan melalui

12
pendidikan formal, informal, dan non formal, bahkan bisa terjadi di mana pun dan
kapan pun.

Menurut Afifudin (1986:109) belajar diartikan sebagai suatu proses pembentukan


atau perubahan tingkah laku yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan,
kecakapan, keterampilan, kebiasaan, sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan
dilaksanakan. Dari kegiatan belajar akan terjadi perubahan menuju peningkatan
kualitas dalam pengetahuan, kecakapan, keterampilan, kebiasaan, dan sikapnya. Jadi
yang dihasilkan dari kegiatan belajar yaitu adanya perubahan tingkah laku yang maju
(progresif) dan penyelarasan atau penyesuaian (adaptif).

Bell-Gredler (1986:317) mengintisarikan konsep belajar menjadi enam teori belajar


secara kontemporer yakni: (1) Teori operant conditioning dari B.F. Skinner; (2) Teori
codition of learning dari Robert Gagne; (3) Teori information processing; (4) Teori
cognetiv development dari Jean Peaget; (5) Teori social learning dari Albert Bandura;
(6) Teori attribution dari Bernard Weiner.

Berkenaan dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne dalam
(Winataputra, 2008:1.9-1.11) mengemukakan delapan jenis belajar yaitu: (1) Belajar
isyarat (signal learning); (2) Belajar stimulus-respon (stimulus-response learning); (3)
Belajar rangkaian (chaining learning); (4) Belajar asosiasi verbal (verbal association
learning); (5) Belajar membedakan (discrimination learning); (6) Belajar konsep
(concept learning); (7) Belajar hukum atau aturan (rule lerning); (8) Belajar
pemecahan masalah (problem solving learning);

Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa
harus aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan
hanya sekedar menerima penjelasan dari guru saja. Dalam proses pembelajaran siswa
benar-benar dituntut keaktifan dan kreatifitasnya. Siswa harus mampu
mendayagunakan potensi diri dan mengeksplor temuan selama pembelajaran sehingga
hasil belajar akan maksimal. Dengan demikian prinsip belajar tuntas (mastery learning)
akan terwujud.

Slameto (2003:2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang


dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar tidak terjadi secara
tiba-tiba melainkan berproses dan berkelanjutan yang diperolehnya melalui berbagai
latihan secara tekun. Lingkungan, keseriusan, dan frekuensi latihan sangat
mempengaruhi hasil belajar yang maksimal.

13
Angkowo (2007:49) mengemukakan bahwa belajar akan efektif jika dilakukan
dengan suasana menyenangkan. Maka perlu diciptakan suasana dan sistem yang
kondusif dalam pembelajaran. Mensikapi hal tersebut guru sebagai pengajar, fasilitator
dan motivator harus mampu memfasilitasi dan memotivasi siswa agar siswa dapat
mengembangkan potensi dirinya secara maksimal. Sejalan dengan hal tersebut
Soedjadi (1991:26) mengemukakan bahkan mungkin memerlukan perombakan
kebiasaan mengajar yang sudah rutin dewasa ini, dari pembelajaran tradisional menuju
ke pembalajaran yang kooperatif, interaktif, dan inovatif sehingga mutu pembelajaran
meningkat

c. Motivasi Belajar

Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam individu


yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dan memberi arah
demi tercapainya tujuan belajar (Winkel, 1991:92). Aktivitas pembelajaran akan menuai
hasil maksimal bila motivasi belajar selama proses pembalajaran meningkat, terarah
dan terpadu. Guru sebagai motivator hendaknya mampu membangkitkan motivasi
siswa dalam pembelajaran. Sedapat mungkin guru harus dapat mimicu motivasi belajar
siswa baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsiknya, sehingga siswa selalu bersemangat
dan fokus dalam mengikuti pembelajaran.

Menurut Sumanto (1984:108) faktor yang mempengaruhi motifasi belajar


digolongkan menjadi tiga, yaitu: (1) stimulasi belajar; (2) metode belajar; (3) faktor
individual. Motivasi belajar tidak bersifat statis namun dinamis hal yang demikian dapat
dikondisikan, dimantapkan, dan ditingkatkan. Menurut Dimyati (1999:102) untuk
meningkatkan motivasi belajar dapat ditempuh dengan berbagai cara dan pada
prinsipnya adalah pengoptimalan potensi diri, karena setiap siswa pada dirinya telah
melekat potensi yang siap dikembangkan dan dioptimalkan, untuk itu dalam
pembelajaran diperlukan usaha guru membangkitkan motivasi belajar melalui berbagai
model pembelajaran.

Usaha yang dapat dilakukan guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa
menurut Hamalik (2001:167) adalah sebagai berikut: (1). penilaian yang dilakukan
secara kontinu mendorong siswa untuk belajar; (2) pujian dapat mendorong rasa
puas dan senang dapat mendorong semangat belajar; (3) pemberian hadiah baik
berupa materi maupun bintang kehormatan; (4) Kerja kelompok yang harmonis; (5)
persaingan yang sehat; (6) penggunaan media pembelajaran elektrnika dan lain-lain.

Selanjutnya Dimyati (1999:102) menjelaskan untuk meningkatkan motivasi belajar


dapat juga ditempuh dengan cara: (1) mencipkatakan suasana belajar yang
menyenangkan; (2) memberanikan siswa untuk berdiskusi tentang keberhasilan atau

14
kegagalan mencapai keinginan. Guru juga dapat menggunakan media pembalajaran
yang sesuai yakni menggunakan CD pembelajaran, memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber pembelajaran, penerapan motede yang sesuai, pengelolaan kelas yang
kondusif, penerapan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

2. Hasil Belajar Matematika Bilangan Pecahan

a. Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2001:22) hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan


yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan sebagai
hasil belajar siswa beragam tingkatnya. Ada yang berkemampuan tinggi, sedang dan
juga rendah. Hal ini berpengaruh pada hasil pengalaman belajar. Bagi siswa yang
berkemampuan tinggi maka hasil belajarnya akan maksimal, tetapi bagi siswa yang
berkemampuan rendah maka hasilnya tidak bisa maksimal. Hasil belajar tampak dalam
bentuk perubahan perilaku dan perubahan pribadi seseorang ke arah yang lebih baik.
Pengalaman belajar siswa meskipun dalam situasi belajar yang sama namun hasilnya
berbeda. Bagi siswa yang telah memiliki kesiapan dan kematangan serta kepekaan
maka hasil belajarnya akan sangat membantu menuju ketercapaian maksud dan tujuan
pembelajaran.

Hal yang senada dikatakan oleh Anni (2006:5) bahwa hasil belajar merupakan
perubahan perilaku yang diperoleh setelah mengalami aktivitas belajar. Menurut
Soemanto (2006: 112-113) yang termasuk aktivitas belajar antara lain berfikir dan
latihan atau praktik. Dengan berfikir maka akan memperoleh penemuan baru, setidak-
tidaknya menjadi tahu hubungan antar sesuatu. Dengan berlatih tentunya telah
mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat mengembangkan
sesuatu aspek pada diri sendiri. Saat berlatih terjadi interaksi yang integral ke arah
tujuan sehingga terkontruksi suatu pengalaman yang dapat mengubah diri bahkan
dapat mengubah lingkungan. Namun perubahan perilaku sangat tergantung apa yang
dipelajari dalam pembelajaran.

b. Hakikat Matematika

15
Menurut Ruseffendi (1988:23) menyatakan bahwa metematika itu
terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didevinisikan, definisi-definisi aksioma-
aksioma, dan dalil-dalil, di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku
secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Selanjutnya
Johnson dalam (Karso, 2009:1.39-40) menyatakan bahwa matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didefiniskan dengan cermat, jelas, dan akurat
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti
dari pada bunyi; selanjutnya dijelaskan metematika adalah pengetahuan struktur yang
terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada
unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan
kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide; dan
matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterarutan dan
keharmonisannya.

Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif karena setiap melakukan pembuktian


menggunakan pendekatan deduktif. Dalam sajian pembelajarannya tidak dilakukan
secara melompat-lompat tetapi bertahap dan berkesinambungan, yang dimulai dari
pemahaman ide dan konsep sederhana ke jenjang yang lebih kompleks. Pembelajaran
matematika berkembang dari yang mudah ke yang sukar. Seseorang tidak mungkin
mempelajari konsep lebih tinggi sebelum menguasai prasyarat atau memahami konsep
yang lebih rendah.

Reys dalam Karso (2009:1.40) mengatakan bahwa matematika adalah telaahan


tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan
suatu alat, sedangkan menurut Kline dalam Karso (2009:1.40) bahwa matematika itu
bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi
keberadaannya untuk membantu manusia memahami, menguasai, permasalahan
sosial, ekonomi, dan alam.

Menurut Karso (2009:1.40) matematika disebut ilmu deduktif, karena kita ketahui
bahwa baik isi maupun metode pencarian kebenaran dalam matematika berbeda
dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan umumnya. Metode pencarian
kebenaran yang dipakai oleh matematika adalah metode deduktif, sedangkan ilmu
pengetahuan alam adalah induktif atau eksperimen. Namun dalam matemaika mencari
kebenaran itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang
benar untuk semua keaadaan harus dibuktikan secara deduktif.

Menurut Hudoyo (1990:4) secara singkat dapat dikatakan bahwa matematika


berkenaan dengan ide-ide, konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan

16
penalarannya deduktif, sedangkan Tambunan dalam Karso (2009:1.42) menyatakan
bahwa matematika adalah pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang, salah satu
cabang dari sekian banyak ilmu yang sistematis, teratur dan eksak. Matematika adalah
angka-angka perhitungan yang merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika
menolong manusia memperkirakan secara eksak berbagai ide dan kesimpulan.
Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem
menarik. Matematika membahas faktor-faktor dan hubungan-hubungannya, serta
membahas problem ruang dan bentuk. Matematika adalah ratunya ilmu.

Pada dasarnya tujuan belajar matematika yang sesuai dengan hakikat


matematika merupakan sasaran utama, sedangkan peranan-peranan teori belajar
merupakan strategi terhadap pemahaman matematika (Karso, 2009:1.42). Ada pun
tujuan akhir dari pembelajaran matematika adalah penguasaan berbagai konsep yang
relative abstrak, dengan beragam teori belajar sebagai jembatan dalam memahami
konsep-konsep matematika.

Menurut Karso (2009:1.43-44) konsep-konsep matematika yang tersusun dalam


GBPP matematika SD dapat dikelompokan ke dalam tiga jenis konsep yaitu: konsep
dasar, konsep yang berkembang, konsep yang harus dibina keterampilannya. Konsep
dasar ditanamkan sebagai prasyarat untuk memahami konsep-konsep selanjutnya.
Konsep yang berkembang merupakan penerapan dari konsep-konsep dasar. Konsep
ini akan mudah dipahami apabila siswa telah menguasi konsep dasar atau konsep
prasyaratnya. Konsep yang harus dibina keterampilannya yakni konsep dasar dan
konsep yang berkembang perlu mendapat pembinaan guru sehingga siswa terbantu
penggunaannya dalam kehidupan nyata sehari-hari.

c. Hakikat Bilangan Pecahan

Menurut Muhsetyo (2008:4.5) bilangan pecahan adalah bilangan yang ditulis


dalam bentuk di mana p disebut pembilang (numerator), dan q disebut penyebut
(denumerator). Bilangan yang ditulis dalam bentuk pecahan disebut bilangan
rasional, jadi pecahan merupakan lambang baku dari bilangan rasional. Pecahan juga
didefinisikan suatu lambang yang memuat pasangan berurutan bilangan-bilangan bulat
p dan q ( q ¹ o ) ditulis dengan , untuk menyatakan x yang memenuhi hubungan p :
q = x

17
DAFTAR PUSTAKA

Karso, dkk. 2009. Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Universitas Terbuka

Lie, A. 2002. Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperatif Learning di Ruang-


Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.


Malang: Universitas Negeri Malang

Purwanto. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Ruseffendi. E.T. 1988. Pengantar Kepada Guru Untuk Mengembangkan


Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito

Sudjana, dkk. 2001. Media Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia

Sumanto. 1984. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan).


Yogyakarta: Yayasan Paramita.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Revisi ke- 4 Jakarta:
PT Rineka Cipta.

S, Teguh Arifin, dkk.1987. Rumus-rumus Matematika Lengkap. Surabaya: Apollo

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.


Cetakan ke-1. Surabaya: Pretasi Pustaka

Tim PLPG IKIP PGRI Semarang. 2011. Bahan Ajar PLPG Rayon 39 IKIP PGRI
Semarang, Semarang:IKIP PGRI Semarang

Tri, Catharina Anni. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES

Udin, S. Winataputra, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas
terbuka.

18
Wasty, Soemanto. 2006. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemmimpin
Pendidikan). Jakarta. PT Asdi Mahasatya

Winataputra, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Winkel. 1991. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia

Karso, dkk. 2009. Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Universitas Terbuka

Lie, A. 2002. Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperatif Learning di Ruang-


Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.


Malang: Universitas Negeri Malang

Purwanto. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Ruseffendi. E.T. 1988. Pengantar Kepada Guru Untuk Mengembangkan


Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito

Sudjana, dkk. 2001. Media Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia

Sumanto. 1984. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan).


Yogyakarta: Yayasan Paramita.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Revisi ke- 4 Jakarta:
PT Rineka Cipta.

S, Teguh Arifin, dkk.1987. Rumus-rumus Matematika Lengkap. Surabaya: Apollo

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.


Cetakan ke-1. Surabaya: Pretasi Pustaka

Tim PLPG IKIP PGRI Semarang. 2011. Bahan Ajar PLPG Rayon 39 IKIP PGRI
Semarang, Semarang:IKIP PGRI Semarang

Tri, Catharina Anni. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES

Udin, S. Winataputra, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas
terbuka.

19
Wasty, Soemanto. 2006. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemmimpin
Pendidikan). Jakarta. PT Asdi Mahasatya

Winataputra, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Winkel. 1991. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia

20

Anda mungkin juga menyukai