Tahun 1950 menandai awal era Manajemen Proyek modern datang bersama-sama
dengan bidang Rekayasa Teknis (Enjinering) sebagai satu kesatuan. Manajemen proyek
menjadi dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang berbeda yang timbul dari disiplin ilmu
manajemen dengan model rekayasa Di Amerika Serikat . Sebelum tahun 1950-an secara
garis besar, proyek dikelola dengan menggunakan Grafik Gantt, sebagai suatu alat dan
teknik informal. Pada saat itu, dua model penjadwalan proyek dengan model matematis
sedang dikembangkan. Yang pertama adalah Metode Jalur Kritis (CPM - Critical Path
Method) yang dikembangkan pada suatu proyek sebagai usaha patungan antara DuPont
Corporation dan Remington Rand Corporation untuk mengelola proyek-proyek
pemeliharaan tanaman. Dan yang kedua adalah "Evaluasi Program dan Tinjauan Teknik"
(atau PERT - Program Evaluation and Review Technique), dikembangkan oleh Booz Allen
Hamilton sebagai bagian dari Angkatan Laut Amerika Serikat (dalam hubungannya dengan
Lockheed Corporation) dalam pengembangan Program rudal kapal selam Polaris;
Perhitungan teknik matematis ini kemudian cepat menyebar ke perusahaan-perusahaan
swasta untuk diterapkan. Dalam waktu yang sama, model penjadwalan-proyek juga sedang
dikembangkan, teknik menghitung biaya proyek, manajemen biaya, dan ekonomi teknik
terus berkembang, dengan kepeloporannya oleh Hans Lang dan lain-lain.
Pada tahun 1956, American Association of Cost Engineers (AACE), yang sekarang
disebut AACE Internasional; Asosiasi Internasional untuk ahli Teknik Biaya yang pada
awalnya dibentuk oleh praktisi manajemen proyek dan spesialisasi terkait dengan
perencanaan dan penjadwalan, perkiraan biaya , dan pengenadalian jadwal proyek
(Pengendali Proyek - Project Control). AACE terus bekerja sebagai perintis dan pada tahun
2006 pertama kali merilis proses yang terintegrasi untuk manajemen portofolio, program
dan proyek (Total Cost Management Framework). AACE meneawarkan beberapa
sertifikasi seperti CCE, PSP dan lain sebagainya.
Dan pada tanggal 16 Juli 1999 didirikanlah Ikatan Ahli Manajemen Proyek
Indonesia (IAMPI) yang merupakan asosiasi dari para Ahli Manajemen Proyek Indonesia
dan didirikan di Jakarta, sebagai salah satu asosiasi profesi anggota LPKJ. Lembaga IAMPI
ini juga menawarakan sertifikasi yang betaraf nasional di Indonesia.
Dan terakhir adalah lembaga ITAPPI (Ikatan Tenaga Ahli Pengendali Proyek
Indonesia) yang didirikan pada tahun 2008 dan merupakan organisasi profesional dengan
bidang pengendali proyek (Project Control).
Perkembangan Industri Jasa Kontruksi di Dunia dan di Indonesia
Pada zaman purba, kebanyakan konstruksinya berasal dari bahan bahan yang mudah
ditemui, dan perlakuan terhadap bahan baku itu sangat sederhana, contoh bahan bakunya
adalah batu dan kayu. Kurangnya pengetahuan manusia mengenai konstruksi pada saat itu
menyebabkan konstrusi yang dibuat sangatlah sederhana, misalnya rumah-rumah penduduk
memanfaatkan gua-gua alam dan rumah kayu yang sederhana. Salah satu peninggalan di
bidang konstruksi yang masih dapat terihat adalah Stonehenge di Britania Raya, pada
konstruksi bangunan ini terlihat sangat sederhana, hanya seperti batu yang ditumpuk,
namun hebatnya masih bisa bertahan.
Setelah zaman perunggu, Babylonia kemudian muncul dengan indahnya setelah Ur.
Di Nippur, di dataran Sungai Eufrat dan Sungai Tigris ditemukan pada lempengan keramik
tanah menggambarkan sebuah rencana kota tertua (1500 SM). Perubahan-perubahan aliran
sungai Eufrat dilaksanakan, pembuatan bendungan di bagian hulu dikerjakan pada abad ke-
7 SM. Lanskap berubah oleh campur tangan manusia, pembangunan Menara Babel yang
terkenal dan juga Taman Tergantung terjadi antara tahun 604 dan 562 SM. Percepatan
perubahan budaya dipicu oleh pesatnya perkembangan falsafah manusia terhadap
lingkungannya dan tumbuhnya ilmu pengetahuan yang diprakarsai oleh Socrates dan
kawan-kawan.
Pada zaman kerajaan ini, beberapa bangunan dibangun sebagai pertanda hebatnya
kekuasaan kerajaan tersebut seperti pembangunan kota-kota yang megah, istana-istana yang
hebat, kastil-kastil yang mewah maupun Tembok Besar China, yang kesemua konstruksi
bangunan tersebut menakan waktu yang lama dikarenakan kurangnya efisiensi dalam
pengerjaanya.
Akuaduk Romawi, dengan deretan tiang berbentuk gapura yang menjulang megah
hingga mencapai kaki langit itu sebenarnya berada di bawah tanah. Sekitar 20% dari
deretan tiang tersebut membentuk jembatan air. Rancangan ekonomis ini tidak hanya
melindungi akuaduk terhindar dari erosi, namun juga untuk mengurangi dampaknya
terhadap lingkungan sekitar dan lahan penduduk. Seperti, Aqua Marisa yang selesai
dibangun pada tahun 140 SM. Panjangnya sekitar 90 Km, tapi bagian yang berbentuk
jembatan air hanya 11 Km.
Pada saat membangun akuaduk, sebelumnya para insinyur menilai mutu sumber
airnya dengan memeriksa kejernihan, kecepatan aliran, dan rasanya. Selain itu, mereka juga
memperhatikan kondisi fisik penduduk sekitar yang mengkonsumsi air tersebut.
Pembangunan akuaduk memakan waktu bertahun-tahun dan menjadi proyek yang mahal,
apalagi jika ditambah dengan pembangunan jembatan air.
Salah satu kesuksesan Romawi adalah penemuan beton yang membuat semakin
pesatnya perkembangan di bidang konstruksi. Beton dimanfaatkan sebagai bahan pembuat
bangunan-bangunan yang hebat di Romawi. Banyak struktur Romawi Kuno seperti
Pantheon, Colosseum dan Forum yang masih berdiri kokoh. Kekokohan bangunan-
bangunan itu tak lepas dari pengembangan semen dan beton oleh bangsa Romawi Kuno.
Mereka telah menggunakan beton lebih dari 2.100 tahun yang lalu dan digunakan di
seluruh Mediterania untuk membangun saluran air, jembatan, monument, bangunan-
bangunan lainnya. Memang, beton Romawi Kuno tak bisa dibandingkan dengan beton
modern, tetapi telah terbukti sangat awet berkat resep unik yang menggunakan kapur dan
abu vulkanik yang dikenal sebagai pozzolana. Dikombinasikan dengan batuan vulkanik
yang disebut tufa, semen kuno tersebut mampu membentuk beton yang bisa bertahan dari
pembusukan kimia.
Sebagai negara kekaisaran yang besar di dunia saat itu, jalan merupakan hal yang
penting untuk memperlancar roda pemerintahannya. Hal ini karena pada puncak
kekuasannya, wilayah Kekaisaran Romawi mencakup hampir 1.7 juta mil persegi, termasuk
sebagian besar Eropa bagian selatan. Untuk memastikan administrasi yang efektif di
wilayahnya yang begitu luas, bangsa Romawi membangun sistem jalan yang paling
canggih di dunia kuno yang pernah dilihat. Banyak jalan peninggalan Romawi yang masih
digunakan sampai sekarang. Dengan menggunakan kombinasi kotoran, kerikil dan batu
bata yang terbuat dari granit atau lava vulkanik yang mengeras, insinyur-insinyur Romawi
menganut standar yang ketat ketika merancang jalan raya di mana jalan-jalan itu dibuat
sedemikian rupa untuk memungkinkan drainase air. Bangsa Romawi membangun jalan
sepanjang lebih dari 50.000 mil selama 200 SM, terutama dalam rangka kampanye militer.
Jalan raya memungkinkan legiun Romawi untuk melakukan perjalanan sejauh 25 mil per
hari. Dengan jalan raya pula jaringan pos menyampaikan pesan dan mekakukan kegiatan
intelijensi secara cepat. Jalan-jalan tersebut pun dikelola dengan cara yang sama seperti
jalan raya modern: ada batu penanda dan tanda-tanda informasi bagi wisatawan, sementara
tentara bertindak sebagai patroli jalan raya.
Dari zaman awal sampai saat ini, walaupun sudah ada beberapa bahan baku yang
bisa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi namun pengerjaan konsruksi masih
menggunakan tenaga kasar/ tenaga manusia maupun hewan. Namun Setelah terjadinya
revolusi industri dan penemuan mesin uap menyebabkan semakin pesatnya pembangunan
di bidang konstruksi. Hal ini megakibatkan dibangunnya kota kota dengan tujuan untuk
memperoleh bahan-bahan tambang dan minyak bumi yang dibutuhkan pada masa itu.
Perkembangan kota-kota terjadi di kelima benua, di Eropa, Asia Tengah, Afrika, Asia
Timur, Amerika Selatan dan di Australia. Pembangunan kota kota tua didasari atas berbagai
hal antara lain lokasi yang strategis dipandang dari segi perdagangan, pertahanan, adanya
mineral bahan tambang dan kegiatan penambangan, sumber, air yang melimpah, tempat
rekreasi atau kegiatan keagamaan, mata air panas untuk penyembuhan. Kerusakan atau
kehancuran sebuah kota dapat pula terjadi karena beberapa hal, di antaranya habisnya
cadangan hasil tambang, pelabuhan yang mendangkal, lahan kota yang amblas terus-
menerus, gempa bumi, letusan gunung api, atau oleh peperangan, dan sebagainya. Revolusi
Industri selalu memicu negara-negara industri untuk mencari lebih banyak lagi mencari
sumber energi fosil.
Ini berarti pembangunan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup
juga terus bertambah seperti pembangunan sarana air bersih, listrik, berbagai fasilitas
umum dan fasilitas sosial, transportasi, tempat pembuangan sampah, dan lainlain. Dan
kesemuanya memerlukan lahan, bahan bangunan, bahan dasar industri, air, dan
bangunanbangunan pengendali berbagai bencana alam. Manusia tidak henti-hentinya
mengintervensi alam, kadang-kadang disertai upaya reklamasi, preservasi, maupun
konservasi tetapi sering kali hal-hal tersebut terabaikan.
2. Perkembangan Industri Jasa Kontruksi di Indonesia
A. Periode 1945-1950
Industri jasa konstruksi belum bangkit pada periode ini, karena Belanda masih
berusaha menjajah dan tidak mengakui kemerdekaan negara kita. Perusahaan jasa
konstruksi yang ada dalam periode ini kebanyakan perusahaan Belanda. Perusahaan
pribumi juga ikut bergerak, walau termasuk usaha-usaha kecil.
B. Peridoe 1951-1959
Industri jasa konstruksi pada periode ini dapat dikatakan belum bangkit, kalaupun
ada masih berskala kecil. Hal ini karena pemerintahan yang tidak pernah stabil, karena
menggunakan sistem Kabinet Parlementer. Bentuk kontrak pun masih mengacu pada
AV41, warisan Belanda.
C. Periode 1960-1966
Pada 5 Juli 1959 keluar Dekrit Presiden yang sebagai awal memulai pembangunan
oleh Bung Karno. Proyek-proyek yang bisa kita lihat hasilnya sekarang seperti MONAS,
Gelora Senayan, Jembatan Semanggi, Hotel-hotel mewah, dan lainnya. Semua bangunan
tersebut kontrak konstruksinya masih sangat sederhana dan bersifat formalitas bukan
sebagai acuan yang dapat digunakan pengguna maupun penyedia jasa. Penyedia
Jasa/Kontraktor Pelaksananya adalah Perusahaan Negara yang berasal dari perusahaan
milik Belanda yang dinasionalisasikan oleh pemerintah. Pekerjaan juga ditunjuk langsung
oleh pemerintah (tanpa tender). Kontrak yang dipakai adalah Cost Plus Fee. Kelemahan
kontrak ini yaitu mudah terjadi manipulasi dan tidak efisien sehingga biaya proyek menjadi
tidak terukur. Pada tahun 1966 pemerintah melarang menggunakan kontrak ini. Dari segi
pendanaan, belum dikenal loan pada periedo ini. Negara penyandang dana belu ikut
berperan dalam proyek.
D. Periode 1967-1996
Inilah periode (tahun 1970) sebagai awal kebangkitan industri jasa konstruksi. Pada
tahun 1969 pemerintah menetapkan program Pembanguna Jangka Panjang Tahap I (PJPI)
1969-1994. Pada tahun 1994 memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJP II)
1994-2019. Keberhasilan PJPI menimbulkan dampak positif, dimana jasa konstruksi
meningkat sehingga sumbangan industri jasa kontruksi dalam pendapatan domestik bruto
juga meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga industri jasa konstruksi telah menjadi
„Lokomotif Pembangunan‟.
E. Periode 1997-2002