Anda di halaman 1dari 11

Perkembangan Manajemen Proyek di Dunia dan di Indonesia

1. Perkembangan Manajemen Proyek di Dunia

Sebagai sebuah dispilin keilmuan, Manajemen Proyek dikembangkan dari beberapa


bidang aplikasi termasuk didalamnya konstruksi sipil, teknik rekayasa, dan juga aktivitas di
bidang HANKAM (pertahanan-keamanan)[5]. Manajemen Proyek telah diterapkan dari
awal perabadan manusia. Di antaranya misalnya Vitruvius (1 abad SM), Christopher Wren
(1632-1723), Thomas Telford (1757-1834) dan Isambard Kingdom Brunel (1806-1859).[6]

Kemudian baru pada tahun 1900 an Manajemen Proyek dengan proses


sistematiknya diterapkan pada proyek rekayasa yang kompleks. Dua tokoh yang fenomenal
dari manajemen proyek. Adalah Henry Gantt, disebut ayah dari teknik perencanaan dan
[7]
kontrol , yang terkenal dengan penggunaan tentang Gantt chart sebagai alat manajemen
proyek;. dan kemudian Henri Fayol untuk ciptaan-nya dari 5 fungsi manajemen yang
membentuk dasar dari tubuh pengetahuan yang terkait dengan proyek dan manajemen
program [8]. Gantt dan Fayol, keduanya adalah mahasiswa Frederick Winslow Taylor untuk
memperdalam teori manajemen ilmiah. Karyanya adalah pelopor alat manajemen proyek
modern termasuk rincian struktur kerja (WBS - Work Breakdown Structure) dan alokasi
sumber daya.

Tahun 1950 menandai awal era Manajemen Proyek modern datang bersama-sama
dengan bidang Rekayasa Teknis (Enjinering) sebagai satu kesatuan. Manajemen proyek
menjadi dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang berbeda yang timbul dari disiplin ilmu
manajemen dengan model rekayasa Di Amerika Serikat . Sebelum tahun 1950-an secara
garis besar, proyek dikelola dengan menggunakan Grafik Gantt, sebagai suatu alat dan
teknik informal. Pada saat itu, dua model penjadwalan proyek dengan model matematis
sedang dikembangkan. Yang pertama adalah Metode Jalur Kritis (CPM - Critical Path
Method) yang dikembangkan pada suatu proyek sebagai usaha patungan antara DuPont
Corporation dan Remington Rand Corporation untuk mengelola proyek-proyek
pemeliharaan tanaman. Dan yang kedua adalah "Evaluasi Program dan Tinjauan Teknik"
(atau PERT - Program Evaluation and Review Technique), dikembangkan oleh Booz Allen
Hamilton sebagai bagian dari Angkatan Laut Amerika Serikat (dalam hubungannya dengan
Lockheed Corporation) dalam pengembangan Program rudal kapal selam Polaris;
Perhitungan teknik matematis ini kemudian cepat menyebar ke perusahaan-perusahaan
swasta untuk diterapkan. Dalam waktu yang sama, model penjadwalan-proyek juga sedang
dikembangkan, teknik menghitung biaya proyek, manajemen biaya, dan ekonomi teknik
terus berkembang, dengan kepeloporannya oleh Hans Lang dan lain-lain.

Pada tahun 1956, American Association of Cost Engineers (AACE), yang sekarang
disebut AACE Internasional; Asosiasi Internasional untuk ahli Teknik Biaya yang pada
awalnya dibentuk oleh praktisi manajemen proyek dan spesialisasi terkait dengan
perencanaan dan penjadwalan, perkiraan biaya , dan pengenadalian jadwal proyek
(Pengendali Proyek - Project Control). AACE terus bekerja sebagai perintis dan pada tahun
2006 pertama kali merilis proses yang terintegrasi untuk manajemen portofolio, program
dan proyek (Total Cost Management Framework). AACE meneawarkan beberapa
sertifikasi seperti CCE, PSP dan lain sebagainya.

Pada tahun 1967, International Project Management Association (IPMA) didirikan


di Eropa, sebagai sebuah federasi dari beberapa asosiasi manajemen proyek nasional.
IPMA memelihara struktur federal hari ini dan sekarang termasuk asosiasi anggota pada
setiap benua kecuali Antartika. IPMA menawarkan Sertifikasi Tingkat Empat program
yang berdasarkan Baseline IPMA Kompetensi (ICB). ICB ini mencakup kompetensi teknis,
kompetensi kontekstual, dan kompetensi perilaku.

Pada tahun 1969, Project Management Institute (PMI) dibentuk di Amerika


Serikat.PMI menerbitkan buku Panduan yang sering disebut dengan PMBOK Guide
(Project Management Body of Knowledge Guide), yang menggambarkan praktek
manajemen proyek yang umum untuk "hampir semua proyek dan hampir semua waktu".
PMI juga menawarkan beberapa sertifikasi seperti PMP, CAMP dan lain sebagainya.
2. Perkembangan Manajemen Proyek di Indonesia

Di Indonesia sendiri Manajemen Proyek berkembang pada era tahun 1970-1990 an


diawali dengan semakin banyaknya berkembang proyek-proyek infrastruktur yang banyak
memerlukan profesional di bidang Manajemen Proyek. Salah satunya yang berdiri pertama
kali adalah Project Management Institut Chapter Jakarta (yan sekarang disebut PMI -
Indonesia). PMI Indonesia didirikan pada tahun 1996 dan merupakan organisasi yang
didedikasikan untuk meningkatkan, konsolidasi dan penyaluran manajemen proyek
Indonesia dan bekerja untuk pengembangan pengetahuan dan keahlian untuk kepentingan
semua stakeholder. Organisasi ini adalah salah satu cabang dari Project Management
Institute (PMI), sebuah organisasi, nirlaba profesional di seluruh dunia terkemuka.

Dan pada tanggal 16 Juli 1999 didirikanlah Ikatan Ahli Manajemen Proyek
Indonesia (IAMPI) yang merupakan asosiasi dari para Ahli Manajemen Proyek Indonesia
dan didirikan di Jakarta, sebagai salah satu asosiasi profesi anggota LPKJ. Lembaga IAMPI
ini juga menawarakan sertifikasi yang betaraf nasional di Indonesia.

Dan terakhir adalah lembaga ITAPPI (Ikatan Tenaga Ahli Pengendali Proyek
Indonesia) yang didirikan pada tahun 2008 dan merupakan organisasi profesional dengan
bidang pengendali proyek (Project Control).
Perkembangan Industri Jasa Kontruksi di Dunia dan di Indonesia

1. Perkembangan Industri Jasa Kontruksi di Dunia

Konstruksi pada zaman purba sangatlah berbeda dengan masa sekarang,


perkembangan konstruksi sangatlah bergantung pada pengetahuan yang dimiliki pada saat
itu, semakin tinggi ilmu pengetahuan maka semakin rumit dan kompleks kontruksi yang
dibangun, hal ini tidak lepas dari aspek kebutuhan manusia yang semakin meningkat,
kebutuhan akan berbagai hal yang mendorong semakin berkembangnya ilmu pengetahuan
tentang konstruksi, mulai dari kebutuhan akan tempat tinggal, tempat peribadatan, akses
dari suatu daerah ke daerah lain, tempat-tempat umum, kebutuhan akan air dan lain
sebagainya.

Pada zaman purba, kebanyakan konstruksinya berasal dari bahan bahan yang mudah
ditemui, dan perlakuan terhadap bahan baku itu sangat sederhana, contoh bahan bakunya
adalah batu dan kayu. Kurangnya pengetahuan manusia mengenai konstruksi pada saat itu
menyebabkan konstrusi yang dibuat sangatlah sederhana, misalnya rumah-rumah penduduk
memanfaatkan gua-gua alam dan rumah kayu yang sederhana. Salah satu peninggalan di
bidang konstruksi yang masih dapat terihat adalah Stonehenge di Britania Raya, pada
konstruksi bangunan ini terlihat sangat sederhana, hanya seperti batu yang ditumpuk,
namun hebatnya masih bisa bertahan.

Pada zaman perunggu seiring dengan penemuan logam-logam dan perkembangan


informasi di berbagai bidang. Terdapat beberapa peningkatan pengetahuan dan
pemanfaatan bahan bahan di bidang konstrusi seperti di Moenjo-Daro, Moenjo-Daro
merupakan sebuah kota besar yang indah, terbuat dari bata merah dengan barang-barang
temuan lain yang mencerminkan kemakmuran, kecerdasan dan disiplin suatu bangsa yang
berkembang di lembah Sungai Indus di India (2500 SM). Piramida Gizeh dari Mesir yang
dibangun sekitar 2500 SM dibuat dari batuan granit merupakan bangunan dengan bentuk
geometri yang sederhana di tepi Sungai Nil. Banjir Sungai Nil di wilayah delta memberi
makna kepada ritme kehidupan di wilayah itu. Bukit buatan yang didirikan manusia pada
waktu itu (2250 SM) di dataran Ur, berupa bukit buatan berundak setinggi lebih kurang 30
meter, dibuat dari batu bata di bagian luarnya dan lempung pada intinya, bukit tersebut
berfungsi sebagai tempat upacara pemujaan.

Setelah zaman perunggu, Babylonia kemudian muncul dengan indahnya setelah Ur.
Di Nippur, di dataran Sungai Eufrat dan Sungai Tigris ditemukan pada lempengan keramik
tanah menggambarkan sebuah rencana kota tertua (1500 SM). Perubahan-perubahan aliran
sungai Eufrat dilaksanakan, pembuatan bendungan di bagian hulu dikerjakan pada abad ke-
7 SM. Lanskap berubah oleh campur tangan manusia, pembangunan Menara Babel yang
terkenal dan juga Taman Tergantung terjadi antara tahun 604 dan 562 SM. Percepatan
perubahan budaya dipicu oleh pesatnya perkembangan falsafah manusia terhadap
lingkungannya dan tumbuhnya ilmu pengetahuan yang diprakarsai oleh Socrates dan
kawan-kawan.

Pada zaman kerajaan ini, beberapa bangunan dibangun sebagai pertanda hebatnya
kekuasaan kerajaan tersebut seperti pembangunan kota-kota yang megah, istana-istana yang
hebat, kastil-kastil yang mewah maupun Tembok Besar China, yang kesemua konstruksi
bangunan tersebut menakan waktu yang lama dikarenakan kurangnya efisiensi dalam
pengerjaanya.

Perkembangan peradaban yang digambarkan di atas yang bergerak dari masa


berburu hingga pertanian, telah menutup masa silam manusia untuk berpindah dari masa
tenaga otot ke tenaga lain. Selama perkembangan masa lalu itu telah terjadi perubahan pada
permukaan bumi oleh manusia. Hutan dibabat, bukit dipapras, dan pemandangan berubah
dari pemandangan alam ke pemandangan buatan manusia.

Pada masa ini juga kekaisaran Romawi menghasilkan beberapa inovasi-inovasi


dalam bidang konstruksi. Bangsa Romawi adalah arsitek luar biasa yang menghasilkan
kemajuan teknologi, budaya dan arsitektur yang tiada bandingnya selama berabad-abad,
beberapa inovasinya bahkan masih dipergunakan sampai saat ini.

Perkembangan masyarakat pada saat ini di Romawi mengakibatkan kebutuhan akan


air menjadi bertambah besar, sehingga dibutuhkan suatu sistem yang dapat mempermudah
masyarakat Romawi dalam mendapatkan air berseih yang menjadi kebutuhan utama
manusia dalam melangsungkan kehidupanya. Bangsa Romawi menikmati banyak fasilitas,
termasuk toilet umum, sistem pembuangan limbah bawah tanah, air mancur dan pemandian
umum. Tak satu pun dari inovasi air tersebut akan mungkin terjadi tanpa saluran air.
Bangsa Romawi pertama kali mengembangkan saluran air sekitar 312 SM. Keajaiban
rekayasa ini menggunakan gaya berat untuk mengangkut air di sepanjang batu, timah dan
pipa beton. Ratusan saluran air bermunculan di seluruh kekaisaran, beberapa di antaranya
mengangkut air sejauh 60 mil. Sebagian bahkan masih digunakan sampai hari ini. Trevi
Fountain atau Aqua Virgo, misalnya, merupakan salah satu dari 11 saluran air peninggalan
Romawi Kuno yang masih berfungsi.

Akuaduk Romawi, dengan deretan tiang berbentuk gapura yang menjulang megah
hingga mencapai kaki langit itu sebenarnya berada di bawah tanah. Sekitar 20% dari
deretan tiang tersebut membentuk jembatan air. Rancangan ekonomis ini tidak hanya
melindungi akuaduk terhindar dari erosi, namun juga untuk mengurangi dampaknya
terhadap lingkungan sekitar dan lahan penduduk. Seperti, Aqua Marisa yang selesai
dibangun pada tahun 140 SM. Panjangnya sekitar 90 Km, tapi bagian yang berbentuk
jembatan air hanya 11 Km.

Pada saat membangun akuaduk, sebelumnya para insinyur menilai mutu sumber
airnya dengan memeriksa kejernihan, kecepatan aliran, dan rasanya. Selain itu, mereka juga
memperhatikan kondisi fisik penduduk sekitar yang mengkonsumsi air tersebut.
Pembangunan akuaduk memakan waktu bertahun-tahun dan menjadi proyek yang mahal,
apalagi jika ditambah dengan pembangunan jembatan air.

Salah satu kesuksesan Romawi adalah penemuan beton yang membuat semakin
pesatnya perkembangan di bidang konstruksi. Beton dimanfaatkan sebagai bahan pembuat
bangunan-bangunan yang hebat di Romawi. Banyak struktur Romawi Kuno seperti
Pantheon, Colosseum dan Forum yang masih berdiri kokoh. Kekokohan bangunan-
bangunan itu tak lepas dari pengembangan semen dan beton oleh bangsa Romawi Kuno.
Mereka telah menggunakan beton lebih dari 2.100 tahun yang lalu dan digunakan di
seluruh Mediterania untuk membangun saluran air, jembatan, monument, bangunan-
bangunan lainnya. Memang, beton Romawi Kuno tak bisa dibandingkan dengan beton
modern, tetapi telah terbukti sangat awet berkat resep unik yang menggunakan kapur dan
abu vulkanik yang dikenal sebagai pozzolana. Dikombinasikan dengan batuan vulkanik
yang disebut tufa, semen kuno tersebut mampu membentuk beton yang bisa bertahan dari
pembusukan kimia.

Sebagai negara kekaisaran yang besar di dunia saat itu, jalan merupakan hal yang
penting untuk memperlancar roda pemerintahannya. Hal ini karena pada puncak
kekuasannya, wilayah Kekaisaran Romawi mencakup hampir 1.7 juta mil persegi, termasuk
sebagian besar Eropa bagian selatan. Untuk memastikan administrasi yang efektif di
wilayahnya yang begitu luas, bangsa Romawi membangun sistem jalan yang paling
canggih di dunia kuno yang pernah dilihat. Banyak jalan peninggalan Romawi yang masih
digunakan sampai sekarang. Dengan menggunakan kombinasi kotoran, kerikil dan batu
bata yang terbuat dari granit atau lava vulkanik yang mengeras, insinyur-insinyur Romawi
menganut standar yang ketat ketika merancang jalan raya di mana jalan-jalan itu dibuat
sedemikian rupa untuk memungkinkan drainase air. Bangsa Romawi membangun jalan
sepanjang lebih dari 50.000 mil selama 200 SM, terutama dalam rangka kampanye militer.
Jalan raya memungkinkan legiun Romawi untuk melakukan perjalanan sejauh 25 mil per
hari. Dengan jalan raya pula jaringan pos menyampaikan pesan dan mekakukan kegiatan
intelijensi secara cepat. Jalan-jalan tersebut pun dikelola dengan cara yang sama seperti
jalan raya modern: ada batu penanda dan tanda-tanda informasi bagi wisatawan, sementara
tentara bertindak sebagai patroli jalan raya.

Arsitektur konstruksi di Romawi kebanyakan menggunakan konstruksi seperti


pelengkung. Pelengkung telah ada selama sekitar 4.000 tahun, tapi orang-orang Romawi
Kunolah yang pertama kali menggunakannya dalam pembangunan jembatan, monumen dan
bangunan lain. Desain cerdik pelengkung memungkinkan berat bangunan akan merata
sehingga dapat mencegah struktur bagian Romawi yang besar, seperti Colosseum, dari
keruntuhan. Insinyur-insinyur Romawi memperbaharuinya dengan meratakan bentuknya
dan menciptakan apa yang dikenal sebagai lengkungan segmental, mengulanginya pada
berbagai interval untuk membangun dukungan kuat yang bisa menjangkau jarak yang lebar
bila digunakan dalam pembangunan jembatan dan saluran air. Seiring dengan munculnya
kolone, kubah dan langit-langit berkubah, pelengkung menjadi salah satu karakteristik yang
mendefinisikan gaya arsitektur Romawi.

Dari zaman awal sampai saat ini, walaupun sudah ada beberapa bahan baku yang
bisa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi namun pengerjaan konsruksi masih
menggunakan tenaga kasar/ tenaga manusia maupun hewan. Namun Setelah terjadinya
revolusi industri dan penemuan mesin uap menyebabkan semakin pesatnya pembangunan
di bidang konstruksi. Hal ini megakibatkan dibangunnya kota kota dengan tujuan untuk
memperoleh bahan-bahan tambang dan minyak bumi yang dibutuhkan pada masa itu.
Perkembangan kota-kota terjadi di kelima benua, di Eropa, Asia Tengah, Afrika, Asia
Timur, Amerika Selatan dan di Australia. Pembangunan kota kota tua didasari atas berbagai
hal antara lain lokasi yang strategis dipandang dari segi perdagangan, pertahanan, adanya
mineral bahan tambang dan kegiatan penambangan, sumber, air yang melimpah, tempat
rekreasi atau kegiatan keagamaan, mata air panas untuk penyembuhan. Kerusakan atau
kehancuran sebuah kota dapat pula terjadi karena beberapa hal, di antaranya habisnya
cadangan hasil tambang, pelabuhan yang mendangkal, lahan kota yang amblas terus-
menerus, gempa bumi, letusan gunung api, atau oleh peperangan, dan sebagainya. Revolusi
Industri selalu memicu negara-negara industri untuk mencari lebih banyak lagi mencari
sumber energi fosil.

Dengan semakin besarnya kebutuhan akan bahan baku industri sehingga


memunculkan upaya untuk menguasai sumber daya alam di wilayah lain hal ini memicu
peperangan, seperti Perang Dunia II, telah mendorong timbulnya industri perang secara
besar-besaran dan simultan di negara-negara yang aktif berperang, yaitu: Eropa, Rusia,
Amerika, dan Jepang; negara-negara kecil yang nota bene adalah negara jajahan tetapi
memiliki sumber daya alam, sumber daya energi dan sumber daya mineral turut serta
menyediakan bahan dasar industri dan bahan dasar energi secara besar-besaran pula. Tidak
jarang negara-negara kecil tersebut turut serta diperebutkan selama perang dan turut
menderita karenanya antara lain Indonesia (Hindia Belanda).
Setelah Perang Dunia II usai maka banyak negara-negara jajahan memanfaatkan
untuk melepaskan diri dari penjajahnya dan kemudian membangun negaranya masing-
masing. Kota-kota besar bermunculan demikian pula kawasan-kawasan industri, jaringan
transportasi baru, pembukaan lahan untuk tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan
perikanan, pembangunan sarana serta prasarana dan pariwisata. Semua pembangunan
tersebut memerlukan pendukung seperti ketersediaan lahan, tanah/batu/mineral untuk
pembangunan, air untuk berbagai keperluan. Eksploitasi sumber daya alam tersebut
menambah ramainya gangguan terhadap ekosistem yang tidak mudah untuk mengatasinya
karena berbagai kendala-kendala tadi turut menambah terjadinya bencana yaitu bencana
teknologi seperti longsoran, banjir, jebolnya bendungan, runtuhnya bangunan, robohnya
jembatan, meledaknya pabrik, dan lainlain. Pergerakan penduduk dari wilayah pedesaan ke
kota besar selalu bertambah dari waktu ke waktu. Di tahun 1960-an persentase pergerakan
penduduk ke kota berkisar antara 40-70%, dan pertambahan kota dari yang berpenduduk
5.000 orang hingga lebih dari 1.000.000 juga selalu bertambah demikian pula di Indonesia.

Ini berarti pembangunan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup
juga terus bertambah seperti pembangunan sarana air bersih, listrik, berbagai fasilitas
umum dan fasilitas sosial, transportasi, tempat pembuangan sampah, dan lainlain. Dan
kesemuanya memerlukan lahan, bahan bangunan, bahan dasar industri, air, dan
bangunanbangunan pengendali berbagai bencana alam. Manusia tidak henti-hentinya
mengintervensi alam, kadang-kadang disertai upaya reklamasi, preservasi, maupun
konservasi tetapi sering kali hal-hal tersebut terabaikan.
2. Perkembangan Industri Jasa Kontruksi di Indonesia

Kontak konstruksi sangat dipengaruhi oleh proyek konstruksi, tingkat kecanggihan


teknologi, dukungan dana, pengguna jasa, penyedia jasa dan tingkat persaingannya.
Perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia dibagi menjadi lima periode, yaitu :

A. Periode 1945-1950

Industri jasa konstruksi belum bangkit pada periode ini, karena Belanda masih
berusaha menjajah dan tidak mengakui kemerdekaan negara kita. Perusahaan jasa
konstruksi yang ada dalam periode ini kebanyakan perusahaan Belanda. Perusahaan
pribumi juga ikut bergerak, walau termasuk usaha-usaha kecil.

B. Peridoe 1951-1959

Industri jasa konstruksi pada periode ini dapat dikatakan belum bangkit, kalaupun
ada masih berskala kecil. Hal ini karena pemerintahan yang tidak pernah stabil, karena
menggunakan sistem Kabinet Parlementer. Bentuk kontrak pun masih mengacu pada
AV41, warisan Belanda.

C. Periode 1960-1966

Pada 5 Juli 1959 keluar Dekrit Presiden yang sebagai awal memulai pembangunan
oleh Bung Karno. Proyek-proyek yang bisa kita lihat hasilnya sekarang seperti MONAS,
Gelora Senayan, Jembatan Semanggi, Hotel-hotel mewah, dan lainnya. Semua bangunan
tersebut kontrak konstruksinya masih sangat sederhana dan bersifat formalitas bukan
sebagai acuan yang dapat digunakan pengguna maupun penyedia jasa. Penyedia
Jasa/Kontraktor Pelaksananya adalah Perusahaan Negara yang berasal dari perusahaan
milik Belanda yang dinasionalisasikan oleh pemerintah. Pekerjaan juga ditunjuk langsung
oleh pemerintah (tanpa tender). Kontrak yang dipakai adalah Cost Plus Fee. Kelemahan
kontrak ini yaitu mudah terjadi manipulasi dan tidak efisien sehingga biaya proyek menjadi
tidak terukur. Pada tahun 1966 pemerintah melarang menggunakan kontrak ini. Dari segi
pendanaan, belum dikenal loan pada periedo ini. Negara penyandang dana belu ikut
berperan dalam proyek.

D. Periode 1967-1996

Inilah periode (tahun 1970) sebagai awal kebangkitan industri jasa konstruksi. Pada
tahun 1969 pemerintah menetapkan program Pembanguna Jangka Panjang Tahap I (PJPI)
1969-1994. Pada tahun 1994 memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJP II)
1994-2019. Keberhasilan PJPI menimbulkan dampak positif, dimana jasa konstruksi
meningkat sehingga sumbangan industri jasa kontruksi dalam pendapatan domestik bruto
juga meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga industri jasa konstruksi telah menjadi
„Lokomotif Pembangunan‟.

E. Periode 1997-2002

Pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter. Proyek pembangunan


mendadak berhenti. Pada tahun 1998 industri jasa konstruksi jatuh dan menurun drastis.
Dalam periode ini situasi tanah air belum kondusif yang menyebabkan calon investor
belum bersedia menanamkan modal di Indonesia sehingga industri jasa konstruksi belum
berhasil bangkit. Lalu pada tahun 1999 pemerintah membuat peraturan perundang-
undangan baku mengenai industri jasa konstruksi, yaitu UU No.18/1999 diikuti dengan tiga
Peraturan Pemerintah (PP No. 28,29 dan 30/2000). Namun UU ini belum teruji, apakah
dapat memenuhi kebutuhan industri konstruksi terutama untuk menyusun kontrak
konstruksi di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai