Anda di halaman 1dari 9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

a. Konsep Pendidikan Kejuruan

Pendidikan kejuruan oleh banyak negara termasuk Indonesia merupakan penggerak

roda perekonomian dan pembangunan bangsa serta menciptakan tenaga-tenaga terampil

yang siap berkompetisi dalam kerja. Hal ini sejalan dengan pernyataan “vocational

education is considered a key factor for improving or maintaining the competitiveness of

enterprises and national economies”. (Rauner & Maclean, 2008: 13). Pada dasarnya

pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang berbasis keterampilan. Hal ini sesuai

pendapat Wenrich and Gollaway dalam Direktorat Pembinaan PTK DIKMEN (2013: 5)

bahwa “vocational education might be defined as specialized education that prepares

the learner for entrance into a particular occupation or family occupation or to upgrade

employed workers”.

Evans (Djojonegoro, 1998: 33) mendefinisikan pendidikan kejuruan adalah bagian

dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar mampu bekerja pada satu

kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang pekerjaan lain. Isjoni

(Arif Firdausi & Barnawi, 2012: 13) menjelaskan SMK merupakan salah satu lembaga

pendidikan yang bertanggung jawab menciptakan sumber daya manusia yang memiliki

keterampilan, kemampuan, dan keahlian sehingga lulusannnya dapat mengembangkan

kinerja apabila terjun dalam dunia kerja.


Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU, 2003) menyebutkan bahwa

pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk

bekerja dalam bidang tertentu. Sejalan dengan pendapat tersebut Clarke & Winch (2007:

135) menyatakan “the proper aim of vocational education is to provide individuals with

the skill to earn their living, thus supplying one of the conditions for economic

prosperity”.

Schippers & Patriana (Arif Firdausi & Barnawi, 2012: 24) menjelaskan pendidikan

kejuruan menempa seseorang untuk menjadi terampil dalam kejuruan tertentu. Billet

(2011: 26) menyatakan pendidikan kejuruan “.......preparing and equipping learner for

working life. Vocational education is seen as provision of education that occurs prior

individuals or group commencing their working lives, and which prepares them for it”.

Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan

merupakan lembaga pendidikan kejuruan yang mempersiapkan seseorang atau peserta

didik untuk memiliki keterampilan, kemampuan dan keahlian sesuai bidang, karir,

profesi yang ditekuni untuk memasuki dunia kerja yang dapat menopang kehidupannya

dan memiliki tingkat ekonomi yang memadai. Komponen pendidikan secara terpadu

yang salah satunya pendidik/guru profesional sangat diharapkan untuk menghasilkan

tenaga kerja SMK kompeten yang akan siap pakai, siap kerja dan siap bersaing dalam

dunia kerja.

KINERJA

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kinerja sebagai sesuatu yang

dicapai, prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja. Sementara dalam terjemahan

bahas inggris, kinerja berasal dari kata performance yang berarti prestasi kerja,

pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja. Malthis dan
Jackson (2001: 112) menyebutkan kinerja individu sebagai kemampuan kerja, kualitas

kerja, produktivitas kerja dan pelayanan. Dari definisi di atas jelas bahwa kinerja

menunjukan prestasi kerja, kemampuan, penampilan kerja, ketepatan kerja, produktivitas

kerja/hasil kerja.

Berkaitan kinerja merupakan hasil kerja, Byars dan Rue (1991: 250) menyatakan

“performance refers to degree of accomplishment of the tasks that make up an

individual’s job. It reflect how well an individual is fulfilling the requirements of a job”.

Artinya kinerja atau performance mengacu pada derajat tingkat penyelesaian tugas yang

melengkapi pekerjaan seseorang. Hal ini merefleksikan atau mencerminkan seberapa

baik seseorang dalam melaksanakan tuntutan pekerjaan. Dapat dimaknai bahwa derajat

tingkat penyelesaian berkaitan dengan waktu yang tersedia dalam menyelesaikan suatu

pekerjaan atau kecepatan dan ketepatan kerja (waktu kerja). Sedangkan seberapa baik

dalam melaksanakan pekerjaan mengacu pada kuantitas dan kualitas hasil kerja yang

dapat diselesaikan.

Berk (1986: 237) mengatakan bahwa “performance on a job function is the record

of outcomes achieved in carrying out the job function during a specified period”. Kinerja

dalam pengertian ini dimaknai sebagai hasil kerja dan ketepatan waktu penyelesaian

yang telah ditentukan berdasarkan target waktu pencapaian. Susilo Martoyo (2000: 92)

menyatakan kinerja selain berkenaan dengan derajat penyelesaian tugas-tugas yang

dicapai individu juga merefleksikan seberapa baik karyawan telah memenuhi persyaratan

pekerjaannya, sehingga kinerja dilihat dan dimaknai sebagai hasil kerja.

Smith (E. Mulyasa, 2003: 136) menyatakan bahwa kinerja adalah “……output

drive from process, human or otherwise”. Yang artinya kinerja adalah hasil atau

keluaran dari suatu proses. Sejalan dengan Smith, Bernandin & Russel (Gomes, 2003:

135) memberikan batasan mengenai performance sebagai,….the record of outcome


produced on a specified job function or activity during specified time periode. Artinya

kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau

kegiatan selama satu periode tertentu. Hasil atau keluaran yang dicapai dalam suatu

proses dalam periode tertentu dapat menunjukan bagaimana pekerjaan itu telah

dilaksanakan, apakah telah memenuhi target atau standar yang telah ditetapkan. Sehingga

menjadi bahan pertimbangan untuk periode selanjutnya apakah dilakukan perbaikan atau

pengembangan kinerja.

Suyadi Pawirosentono (1999: 2) mengemukakan bahwa:

Performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Sejalan dengan itu, Barnawi & Arifin (2014: 13) mengemukakan kinerja merupakan

tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok dalam melaksanakan tugas sesuai

tanggung jawab dan wewenangnya berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan

selama periode tertentu dalam kerangka mencapai tujuan oganisasi. Dapat dipahami

bahwa kinerja yang dapat mencerminkan keberhasilan seseorang dan kelompok

mempunyai kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk diselesaikan dalam waktu

tertentu.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja atau

performance merupakan prestasi kerja atau hasil kerja yang ditunjukan seseorang selama

periode tertentu atau waktu tertentu berdasarkan standar tertentu dalam suatu pekerjaan.

Kinerja ditunjukan berupa hasil kerja yang dapat mencerminkan seberapa baiknya

karyawan/pekerja menjalankan pekerjaannya sesuai standar yang telah diberikan. Jelas

bahwa prestasi kerja yang dihasilkan selama periode tertentu dapat berupa hasil kerja

yang positif dan negatif. Prestasi kerja dikatakan positif jika kinerja yang ditunjukan
tinggi dan hasilnya juga tinggi demikian juga sebaliknya. Kinerja atau performance yang

ditunjukan melalui prestasi kerja jelas memberikan dampak yang positif jika seseorang

menunjukan kinerja tinggi dalam pekerjaan tertentu yang nantinya memberikan

sumbangan positif baik bagi diri sendiri maupun organisasi tempat dimana orang tersebut

bekerja.

Daftar Pustaka

Barnawi & Mohammad Arifin. (2014). Kinerja Guru Profesional: Instrumen Pembinaan,
Peningkatan & Penilaian. Yogyakarata: Ar-ruzz Media.

Barut Masih Kekurangan Guru. (19 Mei 2014). Borneonews.com. Diakses tanggal 12
Agustus 2014, dari http://borneonews.co.id/berita/9788-barut-masih-kekurangan-
guru

Billet, S. (2011). Vocational Education: Purposes, Traditions and Prospects. New York:
Springer.

Brown, R. D. (1979). Industrial Education Facilities: A Handbook for Organization and


Management. Boston: Allyn and Bacon, Inc

Budiyono. (2012). Kinerja Guru SMK di Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan. Tesis
magister, tidak diterbitkan. Yogyakarta: PPS UNY.

Clarke, L. & Winch, C. (2007). Vocational Education, Work and The Aims of Economic
Activity. New York: Routledge.

Department of Education and Training. (2004). Competency Framework for Teachers.


Diambil tanggal 23 September 2015 dari
http://id.zapmeta.com/c?u=http%3A%2F%2Fteindia.nic.in%2FFiles%2FResearch_
on_TE%2FCompetency_Framework_for_Teachers.pdf

Diah Maharsi. (2009). Kontribusi Kemampuan Memanfaatkan Media Pembelajaran,


Kecerdasan Emosional dalam Interaksi Sosial, dan Sikap Profesional Guru terhadap
Kinerja Guru dalam pembelajaran. Jurnal Ilmu Pendidikan, vol. 02, No. 1. Maret
2009

Dimyati & Mujiono (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Direktur Jendral Pendidikan Menengah. (2012). Revisi Rencana Strategis Ditjen Dikmen
2010-2014. (Versi Elektronik)

Direktorat Pembinaan PTK DIKMEN. (2013). Tantangan Guru SMK Abad 21. Jakarta :
Depdiknas

Dwi Rahdiyanta. (2012). Vocational Education Teacher Professional Challenge in The


Global Era. Prosiding Konvensi Nasional Asosiasi Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan Indonesia (APTEKINDO) ke VI Fakultas Teknik Universitas Negeri
Makasar, Makasar: 1743-1748.

Enco Mulyasa. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya

_______. (2003). Menjadi Kepala Sekolah Professional dalam Konteks Mensukseskan MBS
dan KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya

_______. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Kaakteristik, dan Implementasi.


Bandung: Remaja Rosdakarya

_______. (2009). Menjadi Guru Profesional: menciptakan pembelajaran Kreatif dan


Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

_______. (2013). Menjadi Guru Profesional: menciptakan pembelajaran Kreatif dan


Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Hary Susanto. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Sekolah Menengah
Kejuruan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Jurnal Pendidikan
Vokasi,Vol 2, No. 2., pp.197-212

Herminarto Sofyan. (2011). Optimalisasi Pembelajaran Berbasis Kompetensi Pada


Pendidikan Kejuruan. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol. 1, No. 1., pp. 113-132.

Herminarto Sofyan, dkk. (____). Paradigma Baru Pendidikan Vokasi. Diambil tanggal 8 mei
2015 dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/prof-dr-herminarto-
sofyan-mpd/paradigma-baru-dan-guru-pendidikan-vokasi-rev1.pdf

Herminarto Sofyan & Hamzah B. Uno. (2012). Teori Motivasi dan Penerapannya dalam
Penelitian. Yogyakarta: UNY Press

Killen, R. (2009). Effective Teaching Strategies: Lessons from Research and Practice (5th
ed.). Victoria. Cengage Learning Australia.

Kualitas Pendidikan harus dimulai dari guru. (2014, 17 Juli). Kompas, p. 11

Leonardo da Vinci Educational & Culture. (_____). Vocational Teacher Competences in


Slovenia. Diambil tanggal 21 September 2015 dari
http://id.zapmeta.com/c?u=http%3A%2F%2Fwww.emcet.net%2Fdownload%2Fpro
ducts%2Freq%2Fvocational_teacher_competencies_slovenia.pdf

Lin, R., Xie, J., Jeng, Y.C., et al. (2010).The Relationship between Teacher Quality and
Teaching Effectiveness Perceived by Students from Industrial Vocational High
Schools. Asian Journal of Arts and Sciences, 1, 167-187.

Margaret Puspitarini. (2 Mei 2014). Kualitas Guru RI Nyaris Terbawah di Dunia. Diambil
pada tanggal 28 Juli 2014, dari
http://news.okezone.com/read/2014/05/02/560/979356/kualitas-guru-ri-nyaris-
terbawah-di-dunia

Martinis Yamin dan Maisah. (2010). Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: GP Press.

Mastuhu. (2003). Menata Ulang Pemikiran Pendidikan Nasional Abad 21. Yoyakarta: Safiria
Insani Press.

Mendiknas. (2002). Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 045, Tahun 2002,
tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.

_______. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 40 Tahun 2008, tentang
Standar Sarana dan Prasarana untuk SMK/MAK.

_______. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009, tentang
Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan.

_______. (2010). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 35 Tahun 2010, tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

M. Ngalim Purwanto. (2012). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Nana Sudjana. (2013). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

Oemar Hamalik. (2009). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakata:


Bumi Aksara

Pemerataan Guru Perlu Dukungan Fasilitas. (22 Desember 2014). Borneonews.com. Diakses
tanggal 8 Januari 2014, dari http://borneonews.co.id/berita/3679-pemerataan-guru-
perlu-dukungan-fasilitas

Presiden. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, tentang
Standar Nasional Pendidikan

Prosser, C.A. & Quigley, T.H. (1950). Vovatonal Education in a Democracy. Chicago:
America Techinical Society.
Republik Indonesia. (2003). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13, Tahun 2003,
tentang Ketenagakerjaan.

_______. (2005). Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan.

_______. (2005). Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan


Nasional.

_______. (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru
dan Dosen.

Robbins, S. P. (1993). Organization Behavior:Concepts, Controversies and Applications (6th


ed). Englewood Cliffs: Prentice Hall

Robbins, S. P. & Judge, T. A. (2009). Organization behavior (13th ed). Upper Saddle River:
Pearson2 Prentice Hall

Ronny. (2014). DPRD Kalteng: Perhatikan Kualifikasi Pendidikan Guru/Dosen.


Antarakalteng.com. Diambil pada tanggal 12 Agustus 2014 dari
http://www.antarakalteng.com/berita/226547/dprd-kalteng-perhatikan-kualifikasi-
pendidikan-gurudosen

Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran (mengembangkan profesionalisme guru).


Jakarta: Rajawali Press

Sadler, P. (1997). Leadership. London: Kogan page limited

Sebaran Guru. (4 Januari 2014). Borneonews.com. Diakses tanggal 8 Januari 2014, dari
http://borneonews.co.id/berita/132-sebaran-guru

Sedarmayanti. (1995). Pengembangan kinerja guru. (www://id.wikipedia/Kinerja)

Siti Nurjanah. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru SLB di Kabupaten
Sleman. Tesis magister, tidak diterbitkan. Yogyakarta: PPS UNY.

Spencer, L. M, Jr., & Spencer, S. M. (1993). Competence at Work, Model for Superior
Performance. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Storey, J. (2010). Leadership in Organizations:Current Issues and Key Trends (2nd ed). New
York: Routledge Taylor & Francis Group

Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia, Teori,
Dimensi Pengukuran, dan Implementasi dalam Organisasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Sudarwan Danim. (2010). Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme


Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia
Sudarwan Danim & Suparno. (2009). Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah: Visi dan Strategi Sukses Era Teknologi, Situasi Krisis dan
Internasionalisasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta:


Bumi Aksara.

Suyadi Prawirosentono (1999). Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Wagiran. (2009). Peran LPTK dalam Mengembangkan Pendidikan Kejuruan Secara Holistik
dan Implikasinya bagi Penyiapan Guru Kejuruan Profesional. Seminar Nasional
Revitalisasi Peran UNY dalam Mewujudkan Tenaga Kependidikan Profesional.
Yogyakarta: DPP IKA UNY. (Versi Elektronik)

Wardiman Djojonegoro. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui Sekolah


Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta : Balai Pustaka

Wenrich, R. C. & Wenrich, J. W. (1974). Leadership in Administration of Vocational and


Technical Education. Ohio: A. Bell & Howell Company.

Anda mungkin juga menyukai