Anda di halaman 1dari 30

PEMBELAJARAN BERBASIS

KOMPENTENSI

Oleh:
APRIADANI HARAHAP (8146171007)
HADI RITONO
(8146171017)
NOVA JUNIATI
(8146171057)
YESSI JURNALA
(8146171089)
YULIA TIARA TANJUNG
(8146171090)

Pendidikan Matematika
KELAS A3

A. Hubungan antara Kompetensi, Tujuan Pembelajaran,


Perilaku dan Karakteristik Peserta Didik
1. Definisi kompetensi

kompetensi lebih dekat pada kemampuan, atau kapabilitas


yang diterapkan dan menghasilkan kinerja (performance)
yang baik atau sangat baik, tidak semua pejabat yang
mempunyai kewenangan atau otoritas otomatis mempunyai
kompetensi. Hanya pejabat yang menunjukkan kinerja tinggi
disebut mempunyai kompetensi.
Berbagai definisi kompetensi berikut ini diharapkan dapat
membantu
memperjelas
pengertian
kompetensi.
Competence (or competency) is the ability of an individual to
perform
a
job
properly.
(
http://en.Wikipedia.org/Wiki/Competence_(human_resourses).
Definisi itu mengartikan kompetensi sebagai kemampuan dari
seorang individual yang ditunjukkan dengan kinerja baik
dalam jabatan atau pekerjaannya. Definsi itu menunjuk
dengan jelas bahwa kompetensi itu melekat pada individual,
bukan pada jabatan.

Definisi itu mengartikan kompetensi sebagai kemampuan


dari seorang individual yang ditunjukkan dengan kinerja
baik dalam jabatan atau pekerjaannya. Definsi itu menunjuk
dengan jelas bahwa kompetensi itu melekat pada individual,
bukan pada jabatan.
Definsi lain di bawah ini menunjukkan apa saja unsur
dalam kompetensi itu. Competence as a combination of
knowledge, skill, and behavior used to improve
performance; or as the states or quality of being adequately
or well qualified, having the ability to perform a specific
role.(http://en.Wikipedia.org/Wiki/Competence_(human_res
urces).

Kompetensi itu kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, dan prilaku


yang digunakan untuk meningkatkan kinerj; atau keadaan atau kualitas yang
memadai

atau

sangat

berkualitas,

mempunyai

kemampuan

untuk

menampilkan peran tertentu. Kedua definisi tersebut menjelaskan dua hal


penting untuk di sebut kompetensi.
Pertama, kompetensi itu merupakn kombinasi dari tiga kawasan
kemampuan manusia secara terkombinasi, yaitu pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku untuk meningkatkan kinerja.
Kedua, indikator kuat tentang kompetensi di sini adalah peningkatn kinerja
sampai tingkat baik atau sangat baik.
Ketiga, kombnasi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku adalah modal
dasar untuk menghasilkan kinerja.

Dua definisi terdahulu mungkin masih belum cukup untuk memantapkan pengertian kita
tentang kompetensi. Berikut ini ada beberapa definisi lain Pearson (1984) menyatakan
bahwa:...as a continuous path (continum) which starts at the knowledge of how to do
something well ends at the knowledge of how to do something very well. So, the capability to
accomplish task competently would be placed somewhere in the mid of the path. (
http://www.Leidyakla.vu.1t/fileadmin/Ekonomi/86/22-41.fdf).
Kompetensi itu ditunjukkan dengan suatu kontinum yang dimulai dari pengetahuan tentang
cara mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik berakhir pada cara mengerjakan sesuatu itu
dengan sangat baik. Pertanyaaan ini menunjukkan bahwa terdapat skala kontinum dari baik ke
sangat baik dalam pelaksanaan tugas.
Jadi, kompetensi ditunjukkan dengan kompabilitas penyelesaian tugas dengan hasil yang
berada di antara skala bik dan sangat baik. Definisi ini sangat jelas bahwa seorang individu
dianggap mempunyai kompetensi tau kompeten bila menunjukkan kinerja minimal baik. Bila
kinerjanya di bawah baik maka inivisu itu tidak dapat disebut kompeten.

Untuk memantapkan pengertian tentang kompetensi berikut ini dikemukakan


beberapa definisi lain. ... the term is defined as a productivity, a capability to solve hot
issues at work (Ivanonic, Collin, 1997).
http://www.Leidyakla.vu.1t/fileadmin/Ekonomi/86/22/41.fdf).
Kompetensi itu didefinisikan sebagai suatu produktivitas, suatu kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang sedang hangat dalam pekerjaan. Seperti halnya definsis
Pearson, Ivanovic menunjukkan ciri kompetensinya yang berbentuk produktivitas atau
kemampuan dalam memecahkan masalah penting dan aktual dalam pekerjaan. Ciri dari
kompetensi itu adalah kinerja dalam pekerjaan, kapabilitas menyelesaikan masalah yang
aktual. Definisi lain menyatakan:
Capability is the basis of competence...The capability may be naturally inherited (part
of personal capabilities) and gained (most of professional capabilities).

Definisi itu mengemukakan beberapa konsep


dasar.

Pertama, kapabilitas adalah dasar dari


kompetensi
yang
berarti
bahwa
kompetensi dicapai setelah seseorang
mempunyai kapabilitas.
Kedua, kapabilitas boleh jadi berasa dari
dua sumber, yaitu keturunan atau bakat
dan hasil pencapaian dari kapbilitas
profesional
dalam
pekerjaan.
Hasil
pencapaian
yang
diperoleh
karena
kapabilitas profesional adalah kinerja baik.

Freden dan Nilson (2003) mengartikan kompetensi sebagai berikut, ...the


ability to do what needs to be done to dead productively with another person and
their environments. (Freden an Nilson, 2003).
(http://www.authorstream.com/presentation/kwongboonsin-162739-humancompetences-education-ppt-powerpoint).
Kompetensi adalah kemampuan mengerjakan apa yang perlu dilakukan pada
saat berhubungan kerja secara produktif dengan orang lain dan lingkungan mereka.
Kata kunci berhubungan kerja secara produktif menunjukkan ada unsur hasil kerja. Jadi,
kompetensi itu mempunyai indikator produktifvitas kerja.
Satu lagi definisi terakhir kompetensi yang dapat kita simak adalah:...usuble knowledge,
skills and attitudes are often considered as essential parts of competence, while skills may also
Refer topractical knowledge. (http://www.authorsstream.com/presentation/Kwongboonsin162739
human-competences-education-ppt powerpoint).

Definisi itu menujukkan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku


adalah bagian penting dari kompetensi. Definisi ini juga secara jelas menyatakan
bahwa kompetensi itu lebih dari sekedar pengetahuan keterampilan dan sikap
perilaku. Dari berbagai definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
kompetensi diindikasikan dengan kinerja yang minimal baik sebagai hasil
penggunaan kemampuan. Kemampuan itu sendiri adalah hasil penerapan dari
kombinasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku.
Setelah kita menyimak cukup banyak definsi dapat kita identifikasi bahwa:
1.Kompetensi berbeda dengan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap
(attitude).
2.Kapabilitas atau kemampuan adalah hasil penerapan tiga kawasan kemampuan, yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

3.

Kapabilitas atau kemampuan adalah dasar untuk mencapai


kompetensi. Oleh karena itu, kemampuan disebut pula kompetensi
dasar

4.

Kompetensi dicapai sebagai hasil penggunaan kapabilitas atau


kemampuan.

5. Kompetensi melekat pada diri individu bukan pada jabatan formal.


6. Kompetensi diindifikasikan dengan kualitas penyelesaian pekerjaan
atau kinerja minimal baik. Bila seseorang mempunyai kinerja yang
baik, lebih baik, atau baik sekali maka ia disebut mempunyai
kompetensi. Orang itu boleh jadi tidak punya kewenangan formal
dan boleh jadi pula pejabat.

Di manakah letak hasil belajar (learning) yang ditunjukkan dengan terjadinya


perubahan perilaku (behavior) pada peseta didik? Apa kaitannya dengan kompetensi?
Pertanyaan seperti ini acapkali muncul dari peserta didik karena mereka merasa bahwa
perubahan perilaku yang berbentuk peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
seolah-olah tidak mendapat tempat dan apresiasi sebagai tujuan instruksional.
Kebanyakan orang hanya menghargai kompetensi.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu disimak kembali pengertian kompetensi,
di dalamnya disebutkan bahwa kemampuan atau kapabilitas adalah hasil penerapan dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta merupakan dasar untuk mencapai kompetensi.
Oleh karena itu, sebelum mencapai kompetensi yang diindikasikan dengan (performance)
yang baik peserta didik terlebih dahulu harus melalui peningkatan atau perubahan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Peningkatan atau perubahan tersebut disebut
learning atau belajar.

2.
Tujuan Pembelajaran
Kompetensi memberikan inspriasi bagi penyelesaian
pendidikan untuk merumuskan tujuan pembelajaran berbasis
kompetensi. Isi dari tujuan pembelajaran adalah kompetensi
yang diharapkan dicapai peserta didik setelah menyelesaikan
proses pembelajaran. Isi dari tujuan pembelajaran adalah
kompetensi yang diharapkan dicapai peserta didik setelah
menyelesaikan proses pembelajaran.
Berikut ini bagan tentang hubungan antara kompetensi,
kemampuan, dan pengetahuan itu tampak sebagai berikut:

Penggunaan konsep tujuan pembelajaran berbasis kompetensi lahir karena fenomena


lulusan pendidikan yang tidak siap bekerja. Lulusan tersebut hanya mempunyai
pengetahuan, keterampilan, dan sikp perilaku, tetapi belum dapat menggunakannya sampai
tingkat mempunyai kinerja yang baik bila sudah bekerja. Penyelenggara pendidikan
mendapakan masukan tersebut dari berbagai pihak, terutama pengguna lulusan. Bila
dianalisis ke belakang, ditemukan masalah pada titik pangkal pembelajaran, yaitu rumusan
tujuan pembelajaran tidak sampai pada pencapaian kompetensi yang diperlukan dalam
dunia kerja. Melihat fenomena tersebut para pengambil keputusan pendidikan menetapkan
perlunya penggunaan kurikulum pendidikan berbasis kompetensi pada semua jenjang dan
jenis pendidikan.
Siregar dan Nara (2010, p.67) mengartikan kurikulum berbasis kompetensi sebagai suatu
kurikulum yang ditunjukkan untuk mencapai tamatan yang kompeten dan cerdas dalam
membangun identitas budaya dan bangsanya. Kompetensi yang dikembangkan berupa
keterampilan

dan

keahlian

bertahan

hidup

dalam

perubahan,

ketidakmenetuan, ketidakpastian, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan.

pertentangan,

Pada jenjang pendidikan sekolah menengah kejuruan, polteknik, dan


program studi yang diarahkan pada pencapaian kompetensi. Desain dan
pengembangan sistem pembelajaran dengan seluruh komponen di dalamnya
harus difokuskan pada tujuan pembelajaran yang berisi kompetensi.
Ahli lain Sullivan dan Higgins (1983, p. 1) memandang bahwa pembelajaran
berbasis kompetensi tidak hanya difokuskan pada pencapaian peserta didik,
tetapi juga pada pencapaian pengajar. Ia menyatakan bahwa ...Compentencybased instruction, it is based on the idea of teaching specific skills or
competencies...enable both teachers and students to accomplish something the
something that is the very essence of their roles as teachers and learners.
Berikut ini akan disampaikan hubungan kompetensi sebagai isi tujuan pembelajaran
dengan
kompetensi awal dan karakteristik awal peserta didik pada program pendidikan yang
dimaksudkan untuk mempersiapkan tenaga kerja.

3.

Kompetensi Awal dan Karakteristik Awal Peserta

Didik
Kompetensi awal peserta didik diperoleh dari sumber internal yang berupa bakat dan dua
sumber eksternal, yaitu pendidikan dan pengalaman . kombinasi kedua sumber tersebut
diperoleh peserta didik sebelum mengikuti proses pembelajaran. Kompetensi awal ini
merupakan fakor yang akan dibandingkan dengan kompetensi akhir, yaitu kompetensi yang
dicapai peserta didik setelah menyelesaikan proses pembelajaran. Siapa yang menetukan
kompetnsi akhir ini?
Kompetensi akhir ini dirumuskan oleh tiga pihak yang paling berkepenting dalam proses
pembelajaran, yaitu
1. peserta didik, penyelenggara pendidikan termasuk pengajar dan pengelola satuan
pendidikan, dan masyarakat pengguna lulusan.
2. penyelenggaraan pendidikan, termasuk pengajar dan pengelola satuan pendidikan
3. Penggunaan Lulusan

Penyelenggara pendidikan berkewajiban mendesain dan mengembangkan sistem


pembelajaran yang dapat memenuhi cita-cita peserta didik dan dapat memenuhi
harapan penggua kelulusan. Pembelajaran seperti itu menjadi salah satu kunci jawaban
terhadap isu relevansi pendidikan.
Kesenjangan antara kompetensi awal dan kompetensi akhir peserta didik harus
menjadi fokus dari desain, pengembangan, dan pelaksanaan pembelajaran. Proses
pembelajaran dinyatakan efektif bila dapat mengubah kompetensi awal menjadi
kompetensi akhir.
Agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik, perlu diperhatikan
karakteristik awal peserta didik. Karakteristik ini tidak boleh diabaikan dalam
menyusun strategi pembelajaran agar peserta didik dapat mengikuti proses
pembelajaran dengan nyaman dan bermotivasi tinggi. Peserta didik perlu merasa
bahwa proses pembelajaran itu sesuai benar dengan dirinya dan memang untuk
dirinya.

Karakteristik awal itu antara lain yaitu:


motivasi belajar,
akses terhadap sumber belajar,
kebiasaan belajar,
domisili tempat tinggal diukur dengan jarak dari
pusat penyelenggaraan pendidikan,
saluran komunikasi dan media yang tersedia,
disiplin dalam mengatur waktu,
kebiasaan belajar secara sistematik, dan
kebiasaan belajar dalam berpikir tentang penerapan
materi yang dipelajari.

Penilaian tentang kesesuaian suatu pembelajaran


dengan karakteristik awal peserta didik dilakukan oleh
pendesain pembelajaran dengan menggunakan analisis
logis tentang hubungan keduanya dan diperkuat data dan
informasi hasil interviu dan kuesioner dengan peserta
didik

tentang

minat

belajar,

kebiasaaan

belajar,

kepemilikan sumberdaya belajar dan lain-lain yang


berhubungan dengan kemungkinan mempelajari mata
pelajaran, mata kuliah atau program studi yang dimaksud.

B. Kompetensi dan Pengukuran Hasil Belajar


Salah satu isu penting dan selalu aktual dalam bidang pendidikan adalah penilaian prestasi belajar
peserta didik yang diperoleh atas dasar pengukuran terhadap hasil belajar. Alat pengukuran apa yang
seharusnya digunakan dan bagaimana menafsirkan hasil pengukuran tersebut?
Pada akhir proses pembelajaran, baik pengajar, peserta didik, dan masyarakat ingin tahu bagai mana
hasil pembelajaran itu. Secara sederhana mereka menunggu nilai yang diperoleh peserta didik yang
lebih dalam dan lebih penting dari itu adalah rasa ingin tahu tentang makna nilai yang diperoleh bagi
berbagai kehidupan peserta didik, untuk dunia kerja, dan untuk kesiapan melanjutkan studi. Apakah
kompetensi akhir seperti yang diharapkan semua pihak dan sudah tercantum dalam tujuan pebelajaran
dapat dicapai dengan baik?
Untuk menjawab pertanyaan ini, pendesain pembelajaran perlu membuat alat pengukuran yang dapat
mengukur kompetensi yang dimaksud dalam tujuan pembelajaran. Hanya alat pengukuran seperti itu
yang dapat dinyatakan valid, mengukur yang dapat diukur. Fenomena yang muncul adalah pengukuran
yag digunakan oleh pengajar di kelas didominasi oleh tes obyektif yang mengukur kemampuan berfikir
kognitif, bukan mengukur kompetensi yang berisi kinerja, produk kerja, dan hasil karya cipta.

Yang diukur dalam kompetensi seharusnya hasil kerja, bukan tentang


cara mengerjakan; berupa hasil pemecahan masalah, bukan teori tentang
cara memecahkan masalah, hasil tulisan proposal penelitian; tulisan laporan
hasil penelitian, bukan teori tentang cara membuat laporan penelitian; unjuk
kerja menggunakan alat-alat di laboratorium, bukan tulisan teoritis tentang
penggunaan alat-alat dilaboratorium; hasil rancang bangunan bukan teori
cara tentang membuat rancang bangunan; perilaku sopan santun, bukan
uraian tentang cara berperilaku sopan santun; perilaku gotong-royong bukan
uaraian tentang cara bergotong royong; dan sebagainya .
Berikut ini disampaikan perbandingan kemampuan dalam pengetahuan
keterampilan, dan sikap dengan kompetensi yang dimaksud.

Tujuan pembelajaran yang berhenti pada tahap kemampuan berteori dapat digunakan
sebagai tujuan-tujuan pembelajaran pada tahap bawah atau tahap awal. Melalui teknik
analisis instruksional (instruksional analysis) tujuan-tujuan pembelajaran tingkat bawah itu
dapat diketahui, dan diurut ke atas sampai pada tujuan yang berisi kompetensi. Teknik
analisis instruksional adalah proses menjabarkan kompetensi yang paling tinggi menjadi
satu set kompetensi yang lebih rendah sampai pada tingkat kemampuan atau kapabilitas
yang selanjutnya dijabarkan lagi menjadi pengetahuan keterampilan, dan sikap perilaku
yang tersusun secara logis dan sistematis. Urutan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
perilaku tersusun dari bawah ke atas sampai pada tingkat kemampuan atau kapabilitas.
Selanjutnya satu set kemampuan tersusun dari bawah ke atas sampai mencapai kompetensi
yang relevan dengan dunia kerja. Susunan pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku
menuju kemampuan atau kapabilitas itu diteruskan sampai pada tahap kompetensi. Seluruh
susunan tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan tahapan proses pembelajaran secara
sistematik.

C. Hubungan Kompetensi dan Strategi Pembelajaran


Pendesain pembelajaran diharapkan melaksanakan kegiatan bertahap sebagai berikut:
Pertama, menentukan tahapan dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan
urutan isi yang diarahkan pada pencapaian kompetensi. Demikian pula, pada saat
menentukan usur metode, media dan alat serta alokasi waktu yang dibutuhkan setiap
langkah kegiatan pembelajaran. Pendesain pembelajaran selalu mempertimbangkan dengan
matang tentang kesesuaian unsur-unsur dalam strategi instruksional dengan kompetensi
dalam tujuan pembelajaran. Penilaian terhadap kesesuaian itu membutuhkan kemampuan
profesional judgement dari pendesain.
Kedua, pengajar melaksanakan rencana strategi pembelajaran yang telah disusun
dengan memasukkan upaya-upaya pemberian motivasi sepanjang proses pembelajaran agar
peserta didik selalu memfokuskan perhatiannya Pada seluruh proses pembelajaran tersebut.
Upaya-upaya pemberian motivasi itu berupa pemberian pujian, penguatan, pemberian
latihan yang relevan, dan menanamkan keyakinan kepada setiap peserta didik bahwa ia
secara bertahap akan berhasil mencapai kompetensi yang ada dalam tujuan pembelajaran.

D. Hubungan Kompetensi dan Pengajaran


Bila peserta didik diharapkan mempunyai kompetensi tertentu, pertanyaan selanjutnnya
adalah: pengajar yang bagaimana yang dapat membantunya?
Pertama, pengajar perlu menguasai bahan pembelajaran dengan baik atau sangat baik.
Dengan penguasaan bahan pembelajaran tersebut ia akan mampu tampil dengan menyakinkan,
baik pada saat mempresentasikan isi bahan tersebut, maupun pada saat menjawab pertanyaan
peserta didik.
Kedua, Pengajar perlu terampil merancang dan melaksanakan strategi pembelajaran, di
dalamnya meliputi tahapan dan langkah-langkah pembelajaran yang runtut pada saat menyajikan
isi pembelajaran, menggunakan berbagai metode, media dan alat, mengelola waktu yang telah
dialokasikan dengan efisien dan melakukann upaya-upaya motivasi penguatan dan penghargaan
(reward) sepanjang proses pembelajaran. Keterampilan pembelajaran ini diperoleh dari berbagai
sumber seperti pelatihan, pengalaman, mencontoh, dan belajar secara mandiri.

Ketiga, pengajar perlu mampu menggunakan sumber belajar yang tersedia di


perpustakaan, peralatan yang tersedia di laboratorium, di ruang pembelajaran dan atau
mampu menciptakan sendiri sumber-sumber belajar lain bila sumber belajar yang ideal
tidak tersedia.
Keempat, pengajar mampu merancang dan menggunakan alat pengukuran yang baik
sesuai dengan kompetensi dalam tujuan pembelajaran. Alat pengukuran yang baik dilihat
dari validitas, reliabilitas, dan kepraktisan penggunaannya.
Kelima, pengajar mampu memperoleh dukungan dari tenaga kependidikan dan
pengelolaan satuan pendidikan tempatnya kerja. Dukungan dari tenaga kependidikan
berupa penyediaan ruangan pembelajaran dan peralatan yang tersedia, sedangkan dari
pimpinan satuan pendidikan mendapatkan keleluasaan berkreasi dan berinovasi dalam
melaksanakan pembelajaran. Dukungan dari pengelola satuan pendidikan ini sangat
penting sehingga pengajar dapat menggunakan hasil pelatihan dan pengalamannya dalam
menciptakan secara kreatif berbagai metode, media dan peralatan dalam pembelajaran
yang sesuai dengan tujuan pembelajarannya.

E Hubungan Kompetensi dan Manajemen Satuan Pendidikan


Manajemen satuan pendidikan sesungguhnya mendapat lampu hijau dari kebijakan pendidikan
nasional dengan pemberlakuan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kebijakan tersebut
bermaksud memberikan kewenangan dan kesempatan berkreasi bagi setiap satuan pendidikan
untuk menciptakan kurikulum dan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi masing-masing.
Disamping itu, manajemen satuan pendidikan sesungguhnya diberi peluang untuk kreatif dengan
pemberlakuan kebijakan nasional melalui desentralisasi dan otonomi daerah. Otonomi tersebut
memberikan keleluasaan bagi daerah, kabupaten, dan kota madya untuk melakukan berbagai
inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan kedua kebijakan nasional itu, yaitu kebijakan
otonomi daerah melalui Dinas Pendidikan Kebijakan KTSP melalui kepala sekolah secara
bersama mendapat kesempatan untuk menampilkan kreativitas dan daya inovatifnya untuk
melakukan pembaharuan dalam dunia pendidikan termasuk pembaharuan dalam pembelajaran.

Namun, kedua kebijakan tersebut tampaknya belum cukup efektif. Mengapa? Salah satu
kemungkinan penyebabnya adalah pengalaman masa lalu yang sangat panjang dimana hampir
semua hal yang seharusnya diciptakan sendiri oleh pengajar telah ditentukan oleh Pemerintah
(Pusat). Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang berfungsi sebagai cetak biru
pembelajaran dan buku yang digunakan selalu ditentukan Pemerintah. Bahkan ada suatu masa
yang cukup panjang dimana GBPP itudiperkuat dengan satuan acara pembelajaran (SAP),
buku wajib, dan kisi-kisi tes hasil belajar, seluruhnya dibuat oleh Pemerintah Pusat.
Ruang berkreasi dan berinovasi bagi pengajar seolah ditutup karena kekhawatiran
ketidakseragaman dan ketidakmampuan sebagian besar pengajar untuk menciptakan
pembelajaran hasil kreasinya sendiri. Masa-masa seperti itu setiap pelatihan tentang metode
pembelajaran dipandang oleh pengajar, kepala sekolah, dan dinas pendidikan secara keliru,
yaitu sebagi intruksi bahwa hanya metode itu yang boleh digunakan. Pada gilirannya
manakala dikenalkan metode baru seolah-olah metode yang lama sudah ketinggalan zaman,
dan mereka hanya boleh menggunakan metode terbaru.

Pada akhir proses pembelajaran hampir selalu digunakan tes obyektif. Kebiasaan ini
seakan-akan memberi petunjuk lebih jelas bahwa dalam setiap kegiatan pembelajaran di
kelas sebaiknya digunakan tes obyektif. Pada hal ujian nasional yang menggunakan tes
obyektif itu karena tidak memungkinkan penggunaan tes karangan (essay) apalagi
penilaian kinerja atau kompetensi. Penggunaan tes obyektif itu karena alasan praktis
(practicality) dan efisiensi waktu dalam penggunaannya. Tes karangan membutuhkan
waktu terlalu panjang untuk memeriksa dan menentukan nilai peserta tes, apalagi jumlah
peserta didik sangat besar, ribuan bahkan jutaan orang.
Penggunaan tes karangan, tugas-tugas pembuatan makalah, dan penilaian kinerja
praktek, misalnya kompetensi merancang gagasan, menyusun rencana, menyusun laporan
tertulis, membuat desain bangunan, membuat model bangunan, berpraktek mengajar, dan
sebagainya dapat lebih digalakkan di dalam ujian-ujian dan ulangan umum tingkat sekolah.
Sistem pembelajaran memang membutukan dukungan setiap komponen yang ada di
dalamnya karena hanya melalui keterkaitan fungsi seluruh komponen pembelajaranlah
dapat diwujudkan komponen peserta didik seperti yang diharapkan.

SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai