1. Griseofulvin
Griseofulvin menghambat mitosis jamur dengan berkaitan dengan mikrotubulus dan
menghambat polimerisasi tubulin menjadi mikrotubulus. Griseofulvin tidak larut air.
Obat diberikan per oral, dan hanya sekitar 50% dosis oral yang masuk ke sirkulasi.
Absorbsi meningkat bila diberikan bersama lemak. Griseofulvin dimetabolisme di hati
dengan dealkilasi dan metabolitnya yang inaktif diekskresi dalam urine sebagai
glukuronid. Griseofulvin menghambat jamur dari spesies Microsporum, Tricophyton,
dan Epidermophyton
Griseofulvin biasanya hanya digunakan untuk mengobati infeksi dermatofit pada
kulit, kuku atau rambut. Infeksi kulit dan rambut memerlukan terapi 4-6 minggu,
kuku tangan sampai 6 bulan, dan kuku kaki memerlukan 1 tahun terapi. Pada saat ini,
griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan tinea kapitis. Tinea kapitis
lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans.
Dosis pada anak-anak 20-25 mg/kg/hari (mikrosize), atau 15-20 mg/kg/hari (ultrasize)
selama 6-8 minggu. Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500-
1000 mg/ hari (microsize) dosis tunggal atau terbagi dan 330-375 mg/hari
10
(ultramicrosize) dosis tunggal atau terbagi. Lama pengobatan untuk tinea korporis
dan kruris selama 2-4 minggu, untuk tinea kapitis paling sedikit selama 4-6 minggu,
untuk tinea pedis selama 4-8 minggu dan untuk tinea unguium selama 3-6 bulan.5,10
Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet 125, 250, dan 500 mg, dan suspensi 125
mg/ml.
Dosis dewasa adalah 500-1000 mg/hari dosis tunggal atau dosis terbagi. Untuk anak,
dosisnya adalah 10 mg/kg BB/hari.
2. Azol
Azol adalah kelompok obat sintesis dengan aktivitas spektrum yang luas. Obat yang
masuk kelompok ini antara lain ketokonazol, ekonazol, kloritmazol, tiokonazol, mikonazol,
flukonazol, itrakonazol. Pada jamur yang tumbuh aktif, azol menghambat 14-demetilase,
enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama
membran sel jamur. Pada konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K+ dan komponen lain bocor
keluar dari sel jamur.
a. Ketokonazol
Obat ini mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida, Coccidioides immitis,
Cryptococcus neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Sporothrix spp, dan
Paracoccidioides brasiliensis. Ketokonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Pada
pemberian oral, obat ini diserap baik pada saluran cerna (75%), dan absorpsi
meningkat pada pH asam. Dalam plasma, 84% ketokonazol berikatan dengan protein
plasma terutama albumin, 15% berikatan dengan sel darah dan 1% dalam bentuk
bebas. Ketokonazol dimetabolisme secara ekstensif oleh hati. Sebagian besar
ketokonazol diekskresi bersama cairan empedu ke lumen usus dan hanya sebagian
kecil yang keluar bersama urine.
Efek samping yang sering pada pemberian oral adalah mual dan muntah. Bahaya
utama ketokonazol adalah toksisitas hati. Obat ini harus dihindari pada wanita hamil
Pada pemberian topikal, efek sampingnya bisa berupa iritasi, pruritus, dan rasa
terbakar.
Diindikasikan pada Paracoccidioides brasiliensis, thrush (kandidiasis faringeal),
kandidiasis mukokutan, dan dermatofit (termasuk yang resisten terhadap
griseofulvin). Ketokonazol mungkin jangan dikombinasi dengan amfoterisin B karena
ketokonazol mengganggu sintesis ergosterol.
Dosis ketokonazol yang diberikan pada dewasa 400 mg/hari sedangkan dosis untuk
anak-anak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea korporis
dan tinea kruris selama 2-4 minggu, 5 hari untuk kandida vulvovaginitis, 2 minggu
untuk kandida esofagitis, tinea versikolor selama 5-10 hari, 6-12 bulan untuk mikosis
dalam
Ketokonazol tersedia dalam bentuk tablet 200 mg, gel/krim 2%, dan scalp solution 20
mg/ml.
b. Mikonazol
Spektrum aktivitas antijamurnya hampir sama dengan ketokonazol, termasuk
dermatofit. Mikonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Obat ini diindikasikan
secara topikal untuk dermatofitosis dan kandidiasis.
Mikonazol terdapat dalam sediaan krim 2%.
3. Nistatin
Nistatin adalah antibiotik makrolida polyene dari Streptomyces noursei. Struktur
nistatin mirip dengan struktur amfoterisin B. Nistatin tidak diserap dari membran
mukosa atau dari kulit. Obat ini terlalu toksik untuk pemberian parenteral. Bila
diberikan per oral, absorpsinya sedikit sekali dan kemudian diekskresi melalui feses.
Spektrum antijamurnya sebenarnya juga mencakup jamur-jamur sistemik, namun
karena toksisitasnya, nistatin hanya digunakan untuk terapi infeksi Candida pada
kulit, membran mukosa dan saluran cerna.
Nistatin efektif untuk kandidiasis oral, kandidiasis vaginal dan esofagitis karena
Candida.
Nistatin terdapat dalam sediaan obat tetes/suspensi, tablet oral, tablet vagina, dan
suppositoria
4. Terbinafin
Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat squalen epoksidase, enzim yang
diperlukan untuk mengkonversi squalen menjadi squalen epoksid. Terbinafin
diberikan per oral, dan diabsorpsi baik dari saluran cerna, dengan kadar puncak dalam
plasma tercapai dalam 2 jam. Terbinafin sangat aktif terhadap dermatofit, dengan
aktivitas lebih baik daripada itrakonazol.
Obat ini diindikasikan pada jamur dan kuku.
Tersedia dalam bentuk krim 1% dan tablet 250mg.
Terbinafin dosis rejimen5
Dewasa Anak-anak
Onikomikosis Kuku tangan : 250 mg/hr x 6 3-6 mg/khg/hr x 6-12 minggua
minggu
Kuku kaki : 250 mg/hr x 12
minggu
Tinea kapitis 250 mg/hr x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 3-6
mg/kg/hr x 2-4 minggua
Infeksi Microsporum : 3-6
mg/kg/hr x 6-8 minggua
Tinea korporis, tinea kruris 250 mg/hr x 1-2 minggu 3-6 mg/kg/hr x 1-2 minggu
b
Tinea pedis (mokasin) 250 mg/hr x 2 minggu
b
Dermatitis seboroik 250 mg/hr x 4-6 minggu
a
Dosis anak berdasarkan berat badan : 62,5 mg/hr (10-20 kg), 125 mg/hr (20-40 kg), 250 mg/hr (>40
kg). Catatan : tingkat kesembuhan tinggi dicapai dengan dosis 4,5 mg/hr atau lebih.
b Tidak ada penelitian.
1. Amfoterisin B
Amfoterisin B termasuk ke dalam golongan polyene (strukturnya mirip dengan
nistatin). Amfoterisin mempunyai spektrum aktivitas terhadap Aspergillus, B.
dermatitidis, Candida, C. neoformans, C. immitis. H. capsulatum, Mucor, P.
brasiliensis. Amfoterisin tidak larut dalam air, dan tidak diabsorpsi dari saluran cerna.
Amfoterisin diberikan secara iv lambat pada infeksi sistemik, intrateka untuk
meningitis, iritasi vesika urinaria untuk sistitis. Amfoterisin juga dapat diberikan
secara topikal.
Farmakokinetik obat ini kompleks, >90% terikat pada protein plasma, serta beberapa
fase distribusi dan eliminasi dengan waktu paruh 24-48 jam, dan waktu paruh
terminalnya 15 hari. ABLC (amphotericin B lipid complex) adalah formula
amfoterisin B non-liposomal yang digabungkan dengan 2 fosfolipid
Efek samping yang paling sering dan paling serius adalah toksisitas ginjal.
Obat ini diindikasikan untuk infeksi jamur sistemik, meningitis karena jamur, dan ISK
karena jamur. Amfoterisin B secara topikal juga efektif terhadap keratitis mitotik.
Amfoterisin merupakan drug of choice untuk terapi sebagian besar infeksi jamur yang
berat. Meningitis karena Cryptococcus diterapi dengan amfoterisin saja atau
amfoterisin dan flusitosin.
Amfoterisin B tersedia dalam bentuk salep mata/tetes mata 1%, injeksi 50 mg/10ml
atau 0,1 mg/ml larutan.
2 Flusitosin (5-fluorositosin)
Flusitosin adalah obat antimetabolit yang mengalami metabolisme intrasel menjadi
bentuk aktif, yang kemudian mengakibatkan inhibisi sintesis DNA. Flusitosin
mempunyai spektrum aktivitas antijamur terhadap Candida, C. neoformans,
Cladosporium, Phialophora.
Flusitosin diberikan per oral dan diabsorpsi baik dari saluran cerna serta terdistribusi
secara luas pada tubuh, dengan kadar LCS 70-85% dari kadar plasma.