Anda di halaman 1dari 6

Tugas KKS

Nama: Riando Ginarsyah


NIM 0508111324
Dosen : dr Sukasihati, Sp.KK

OBAT ANTI JAMUR

Obat-obat yang digunakan untuk infeksi jamur superfisial

1. Griseofulvin
 Griseofulvin menghambat mitosis jamur dengan berkaitan dengan mikrotubulus dan
menghambat polimerisasi tubulin menjadi mikrotubulus. Griseofulvin tidak larut air.
Obat diberikan per oral, dan hanya sekitar 50% dosis oral yang masuk ke sirkulasi.
Absorbsi meningkat bila diberikan bersama lemak. Griseofulvin dimetabolisme di hati
dengan dealkilasi dan metabolitnya yang inaktif diekskresi dalam urine sebagai
glukuronid. Griseofulvin menghambat jamur dari spesies Microsporum, Tricophyton,
dan Epidermophyton
 Griseofulvin biasanya hanya digunakan untuk mengobati infeksi dermatofit pada
kulit, kuku atau rambut. Infeksi kulit dan rambut memerlukan terapi 4-6 minggu,
kuku tangan sampai 6 bulan, dan kuku kaki memerlukan 1 tahun terapi. Pada saat ini,
griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan tinea kapitis. Tinea kapitis
lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans.
 Dosis pada anak-anak 20-25 mg/kg/hari (mikrosize), atau 15-20 mg/kg/hari (ultrasize)
selama 6-8 minggu. Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500-
1000 mg/ hari (microsize) dosis tunggal atau terbagi dan 330-375 mg/hari
10
(ultramicrosize) dosis tunggal atau terbagi. Lama pengobatan untuk tinea korporis
dan kruris selama 2-4 minggu, untuk tinea kapitis paling sedikit selama 4-6 minggu,
untuk tinea pedis selama 4-8 minggu dan untuk tinea unguium selama 3-6 bulan.5,10
 Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet 125, 250, dan 500 mg, dan suspensi 125
mg/ml.
 Dosis dewasa adalah 500-1000 mg/hari dosis tunggal atau dosis terbagi. Untuk anak,
dosisnya adalah 10 mg/kg BB/hari.
2. Azol
Azol adalah kelompok obat sintesis dengan aktivitas spektrum yang luas. Obat yang
masuk kelompok ini antara lain ketokonazol, ekonazol, kloritmazol, tiokonazol, mikonazol,
flukonazol, itrakonazol. Pada jamur yang tumbuh aktif, azol menghambat 14-demetilase,
enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama
membran sel jamur. Pada konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K+ dan komponen lain bocor
keluar dari sel jamur.

a. Ketokonazol
 Obat ini mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida, Coccidioides immitis,
Cryptococcus neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Sporothrix spp, dan
Paracoccidioides brasiliensis. Ketokonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Pada
pemberian oral, obat ini diserap baik pada saluran cerna (75%), dan absorpsi
meningkat pada pH asam. Dalam plasma, 84% ketokonazol berikatan dengan protein
plasma terutama albumin, 15% berikatan dengan sel darah dan 1% dalam bentuk
bebas. Ketokonazol dimetabolisme secara ekstensif oleh hati. Sebagian besar
ketokonazol diekskresi bersama cairan empedu ke lumen usus dan hanya sebagian
kecil yang keluar bersama urine.
 Efek samping yang sering pada pemberian oral adalah mual dan muntah. Bahaya
utama ketokonazol adalah toksisitas hati. Obat ini harus dihindari pada wanita hamil
Pada pemberian topikal, efek sampingnya bisa berupa iritasi, pruritus, dan rasa
terbakar.
 Diindikasikan pada Paracoccidioides brasiliensis, thrush (kandidiasis faringeal),
kandidiasis mukokutan, dan dermatofit (termasuk yang resisten terhadap
griseofulvin). Ketokonazol mungkin jangan dikombinasi dengan amfoterisin B karena
ketokonazol mengganggu sintesis ergosterol.
 Dosis ketokonazol yang diberikan pada dewasa 400 mg/hari sedangkan dosis untuk
anak-anak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea korporis
dan tinea kruris selama 2-4 minggu, 5 hari untuk kandida vulvovaginitis, 2 minggu
untuk kandida esofagitis, tinea versikolor selama 5-10 hari, 6-12 bulan untuk mikosis
dalam
 Ketokonazol tersedia dalam bentuk tablet 200 mg, gel/krim 2%, dan scalp solution 20
mg/ml.
b. Mikonazol
 Spektrum aktivitas antijamurnya hampir sama dengan ketokonazol, termasuk
dermatofit. Mikonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Obat ini diindikasikan
secara topikal untuk dermatofitosis dan kandidiasis.
 Mikonazol terdapat dalam sediaan krim 2%.

c. Klotrimazol, ekonazol, dan tiokonazol


 Klotrimazol, ekonazol dan tiokonazol adalah obat antijamur azol yang digunakan
hanya untuk penggunaan topikal. Obat-obat ini diindikasikan untuk dermatofitosis
dan kandidiasis.
 Klotrimazol terdapat dalam bentuk sediaan krim atau solution 1% dan tablet vagina
100 dan 500 mg.
 Tiokonazol terdapat dalam sediaan krim 1%.
d. Itrakonazol
 Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol, plus Aspergillus.
Itrakonazol diberikan per oral, setelah diabsopsi akan mengalami metabolisme hati
yang ekstensif. Obat ini diindikasikan untuk tinea, infeksi Candida mukokutan dan
infeksi sistemik.
 Itrakonazol tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg.
 Tabel 1. Rejimen dosis itrakonazol
Dewasa Anak-anak
Onikomikosis Kuku tangan : 200 mg 2xsehari 1 Kuku tangan : 5 mg/kg/hari x 1
minggu/bulan , 2 dosis pulse minggu/bulan, 2 dosis pulsea
Kuku kaki : 200 mg/harix12 Kuku kaki : 5 mg/kg/hari x 1
minggu minggu/bulan, 3 dosis pulse
Atau
200 mg 2xsehari x 1minggu/bulan,
3 dosis pulse
Tinea kapitis 250 mg/hari x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 5
mg/kg/hari x 2-4 minggu
Infeksi Mikrosporum : 5
mg/kg/hari x 4-8 minggu
Tinea korporis, tinea kruris, tinea 200 mg 2xseharix1 minggu Dosis berdasarkan berat x 1-4
pedis minggu
Pitiriasis versikolor 200 mg/hari x 5-7 hari, untuk Tidak ada penelitian
pencegahan rekuren dengan 200
mg 2xsehari dosis tunggal/bulan
 a
Dosis pediatrik berdasarkan berat badan : 100 mg/hari (15-30 mg), 100 mg/hari dapat diganti dengan
200 mg/hari (30-40 kg), 200mg/hari (> 50 kg)
e. Flukonazol
 Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol. Flukonazol dapat
diberikan per oral atau iv. Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah
pemberian oral, dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat pada protein. Obat ini
mencapai konsentrasi tinggi dalam LCS, paru. dan humor aquosus, dan menjadi obat
pilihan pertama untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi fungisidanya juga
meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku.
 Flukonazol digunakan sebagai lini pertama terapi kandidiasis mukotan.5 Pada
pediatrik digunakan untuk terapi tinea kapitis yang disebabkan Tinea tonsurans
dengan dosis 6 mg/kg/hr selama 20 hari, dan 5 mg/kg/hr selama 30 hari. Tetapi
diberikan lebih lama pada infeksi Mycoplasma canis.
 Penggunaan untuk orang dewasa dan kandidiasis vagina adalah 150 mg dosis
tunggal. Pada kandidiasis vulvovaginal rekuren 150 mg tiap minggu selama 6 bulan
atau lebih. Tinea pedis dengan 150 mg tiap minggu selama 3-4 minggu, dengan 75%
perbaikan pada minggu ke-4. Pada terapi onikomikosis, terbinafin 250 mg sehari
selama 12 minggu lebih utama dibandingkan flukonazol 150 mg tiap minggu selama
24 minggu. Pada pitiriasis versikolor digunakan 400 mg dosis tunggal.
 Flukonazol tersedia sediaan tablet 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200mg; sediaan oral
solusio 10 mg/ml dan 40 mg/ml dan dalam bentuk sediaan intravena.
Direkomendasikan pada anak-anak <6 bulan.5

3. Nistatin
 Nistatin adalah antibiotik makrolida polyene dari Streptomyces noursei. Struktur
nistatin mirip dengan struktur amfoterisin B. Nistatin tidak diserap dari membran
mukosa atau dari kulit. Obat ini terlalu toksik untuk pemberian parenteral. Bila
diberikan per oral, absorpsinya sedikit sekali dan kemudian diekskresi melalui feses.
Spektrum antijamurnya sebenarnya juga mencakup jamur-jamur sistemik, namun
karena toksisitasnya, nistatin hanya digunakan untuk terapi infeksi Candida pada
kulit, membran mukosa dan saluran cerna.
 Nistatin efektif untuk kandidiasis oral, kandidiasis vaginal dan esofagitis karena
Candida.
 Nistatin terdapat dalam sediaan obat tetes/suspensi, tablet oral, tablet vagina, dan
suppositoria
4. Terbinafin
 Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat squalen epoksidase, enzim yang
diperlukan untuk mengkonversi squalen menjadi squalen epoksid. Terbinafin
diberikan per oral, dan diabsorpsi baik dari saluran cerna, dengan kadar puncak dalam
plasma tercapai dalam 2 jam. Terbinafin sangat aktif terhadap dermatofit, dengan
aktivitas lebih baik daripada itrakonazol.
 Obat ini diindikasikan pada jamur dan kuku.
 Tersedia dalam bentuk krim 1% dan tablet 250mg.
 Terbinafin dosis rejimen5
Dewasa Anak-anak
Onikomikosis Kuku tangan : 250 mg/hr x 6 3-6 mg/khg/hr x 6-12 minggua
minggu
Kuku kaki : 250 mg/hr x 12
minggu
Tinea kapitis 250 mg/hr x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 3-6
mg/kg/hr x 2-4 minggua
Infeksi Microsporum : 3-6
mg/kg/hr x 6-8 minggua
Tinea korporis, tinea kruris 250 mg/hr x 1-2 minggu 3-6 mg/kg/hr x 1-2 minggu
b
Tinea pedis (mokasin) 250 mg/hr x 2 minggu
b
Dermatitis seboroik 250 mg/hr x 4-6 minggu
 a
Dosis anak berdasarkan berat badan : 62,5 mg/hr (10-20 kg), 125 mg/hr (20-40 kg), 250 mg/hr (>40
kg). Catatan : tingkat kesembuhan tinggi dicapai dengan dosis 4,5 mg/hr atau lebih.
 b Tidak ada penelitian.

BEBERAPA SEDIAAN TOPIKAL LAIN


 Tolnaflat efektif untuk infeksi dermatofit, tetapi Candida tidak. Tolnoflat terdapat
dalam sediaan krim 1%.
 Salep Whitfield : kombinasi asam benzoat dan asam salisilat (2 : 1, biasanya 12% dan
6%). Biasanya digunakan untuk Tinea pedis.
 Asam undesilinat : aktif terhadap dermatofit. Tersedia dalam bentuk salep/krim,
kadang dikombinasi dengan asam benzoat dan asam salisilat
 Haloprogin : efektif terhadap dermatofit dan Candida.
 Siklopiroksolamin : efektif untuk infeksi dermatofit dan kandidiasis kutan.
OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK INFEKSI JAMUR SISTEMIK

1. Amfoterisin B
 Amfoterisin B termasuk ke dalam golongan polyene (strukturnya mirip dengan
nistatin). Amfoterisin mempunyai spektrum aktivitas terhadap Aspergillus, B.
dermatitidis, Candida, C. neoformans, C. immitis. H. capsulatum, Mucor, P.
brasiliensis. Amfoterisin tidak larut dalam air, dan tidak diabsorpsi dari saluran cerna.
 Amfoterisin diberikan secara iv lambat pada infeksi sistemik, intrateka untuk
meningitis, iritasi vesika urinaria untuk sistitis. Amfoterisin juga dapat diberikan
secara topikal.
 Farmakokinetik obat ini kompleks, >90% terikat pada protein plasma, serta beberapa
fase distribusi dan eliminasi dengan waktu paruh 24-48 jam, dan waktu paruh
terminalnya 15 hari. ABLC (amphotericin B lipid complex) adalah formula
amfoterisin B non-liposomal yang digabungkan dengan 2 fosfolipid
 Efek samping yang paling sering dan paling serius adalah toksisitas ginjal.
 Obat ini diindikasikan untuk infeksi jamur sistemik, meningitis karena jamur, dan ISK
karena jamur. Amfoterisin B secara topikal juga efektif terhadap keratitis mitotik.
Amfoterisin merupakan drug of choice untuk terapi sebagian besar infeksi jamur yang
berat. Meningitis karena Cryptococcus diterapi dengan amfoterisin saja atau
amfoterisin dan flusitosin.
 Amfoterisin B tersedia dalam bentuk salep mata/tetes mata 1%, injeksi 50 mg/10ml
atau 0,1 mg/ml larutan.

2 Flusitosin (5-fluorositosin)
 Flusitosin adalah obat antimetabolit yang mengalami metabolisme intrasel menjadi
bentuk aktif, yang kemudian mengakibatkan inhibisi sintesis DNA. Flusitosin
mempunyai spektrum aktivitas antijamur terhadap Candida, C. neoformans,
Cladosporium, Phialophora.
 Flusitosin diberikan per oral dan diabsorpsi baik dari saluran cerna serta terdistribusi
secara luas pada tubuh, dengan kadar LCS 70-85% dari kadar plasma.

Anda mungkin juga menyukai