Anda di halaman 1dari 49

I.

PENDAHULUAN

Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda


asing eksogen dan benda asing endogen yang dalam
keadaan normal seharusnya benda tersebut tidak ada.
Benda asing eksogen dapat terdiri dari zat organik seperti
kacang-kacangan, tulang, dan zat anorganik seperti peniti,
jarum, batu dan lain-lain. Benda asing endogen dapat
berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah,
krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan
amnion, dan mekonium. (Junizaf, 2014)
Aspirasi benda asing masuk ke saluran napas jarang
terjadi pada dewasa tetapi merupakan suatu pertimbangan
pada keadaan tertentu. Refleks menelan mencegah
terjadinya aspirasi pada dewasa. (Jennifer, 2013) Keadaan
dimana mekanisme refleks tersebut tidak ada atau
terganggu dapat menjadi predisposisi terjadinya aspirasi
benda asing ke jalan napas. Faktor predisposisi tersebut
meliputi disfungsi neurologis, retardasi mental, kejang,
pengaruh alkohol, tumor otak, dan penyakit Parkinson
yang mempengaruhi fungsi neurologis pasien. (Junizaf,
2014)
Benda asing di saluran nafas atau dikenal aspirasi
benda asing di jalan napas adalah suatu keadaan yang
mengancam dan membutuhkan intervensi segera
Keterlambatan penanganan dapat meningkatkan
terjadinya komplikasi bahkan kematian. Gambaran klinis
bergantung pada lokasi di mana benda asing tersebut
berada. Apabila benda asing berada pada saluran napas
utama, maka pasien akan mengalami asfiksia, gagal napas
akut, dan hemoptisis. Apabila lokasi benda asing lebih ke
distal dari saluran napas maka gejala yang muncul adalah
batuk, sesak napas, dan hemoptisis dapat terjadi. Pada
keadaan dimana riwayat aspirasi tidak jelas diketahui dan
penegakan diagnosis terlambat, dapat menyebabkan
perubahan-perubahan signifikan dari saluran napas
seperti edema, jaringan granulasi, bronkiektasis, dan
pneumonia obstruksi. Sehingga dibutuhkan kemampuan
diagnosis yang dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang sehingga
dapat dilakukan manajemen penatalaksanaan yang sesuai
untuk mengeluarkan benda asing di saluran napas.
(Junizaf, 2014)
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang


berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh yang dalam
keadaan normal tidak ada ke saluran pernafasan. Benda
asing pada saluran nafas merupakan keadaan emergensi
yang memerlukan penanganan segera. Keterlambatan
penanganan dapat meningkatkan terjadinya komplikasi
bahkan kematian. Aspirasi benda asing di bronkus sering
menyebabkan gangguan pernafasan dan merupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas karena dapat
mengakibatkan gangguan nafas akut, penyakit paru kronis
dan bahkan kematian. Umumnya terjadi pada anak usia
antara 6 bulan sampai 4 tahun dengan puncaknya pada
umur 1-2 tahun. Diperkirakan aspirasi benda asing
bertanggung jawab terhadap 7% kematian mendadak pada
anak dibawah usia 4 tahun. Di Amerika Serikat, pada
tahun 2006 terdapat 4100 kasus (1.4 per 100.000)
kematian anak yang disebabkan aspirasi benda asing di
jalan nafas. (Philip, 2013)
2.2 Anatomi Thorax

Thorax dapat didefinisikan sebagai area yang


dibatasi di superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh
thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding thorax
yang disusun oleh vertebra torakal, costae, sternum,
muskulus, dan jaringan ikat. Rongga thorax dibatasi
dengan rongga abdomen oleh diafragma. Rongga
thorax dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu :
paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum.
Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior,
anterior, dan posterior. Mediastinum terletak diantara
paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat
organ-organ penting thorax selain paru-paru (yaitu:
jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cava, esofagus,
trakhea, dll.). (Dhadke, 2015)
Thoracic inlet merupakan “pintu masuk” rongga
thoraks yang disusun oleh: permukaan ventral vertebra
torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan
kanan (lateral), serta manubrium sterni(anterior).
Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga bagian
anterior terletak lebih inferior dibanding bagian
posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi
vertebra torakal II. Batas bawah rongga thoraks atau
thoracic outlet (pintu keluar thoraks) adalah area yang
dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral
oleh batas bawah costae dan anterior oleh processus
xiphoideus.

Dinding Thorax (Gambar dikutip dari : Moore, Keith L,


2007)
A. Dinding toraks
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang
yang membentuk dinding toraks adalah costae, columna
vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan
scapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding toraks
adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh
darah intrerkostalis dan torakalis interna. (Jennifer, 2013)

B. Kerangka dinding toraks


Kerangka dinding toraks membentuk sangkar toraks
osteokartilogenous yang melindungi jantung, paru-paru
dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka
torak terdiri dari: (Jennifer, 2013)

1. Vertebra toraksika (12) dan diskus intervertebralis.

2. Costae (12 pasang) dan cartilago kostalis.

3. Sternum.
Costae adalah tulang pipih yang sempit dan
lengkung, dan membatasi bagian terbesar sangkar toraks
terdiri dari: (Jennifer, 2013)

1. Ketujuh (kadang-kadang delapan) kostae I disebut kosta


sejati (vertebrosternal) karena menghubungkan vertebra
dengan sternum melalui kartilago kostalis.

2. Kosta VIII sampai kosta X adalah kosta tak sejati


(vertebrokondral) karena kartilago kostalis masing-
masing kosta melekat pada kartilago kostalis tepat
diatasnya.

3. Kosta XI dan kosta XII adalah kosta bebas atau kosta


melayang karena ujung kartilago kostalis masing-masing
kosta berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal.

Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan


membatasi bagian ventral sangkar toraks. Sternum terdiri
atas tiga bagian: manubrium sterni, corpus sterni, dan
processus xiphoideus.

C. Dasar toraks
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus
frenikus dan merupakan struktur yang menyerupai kubah
(dome-like structure). Diafragma membatasi abdomen
dari rongga torak serta terfiksasi pada batas inferior dari
sangkar toraks. Diafragma termasuk salah satu otot utama
pernapasan dan mempunyai lubang untuk jalan Aorta,
Vana Cava Inferior serta esophagus. (Jennifer, 2013)

D. Rongga toraks (Cavitas thoracis)


Rongga thorax adalah suatu ruangan yang ditutupi
oleh dinding thorax, yang terdiri dari 3 kompartemen:
Gambar 2 : Rongga Thorax (Gambar dikutip dari :
Moore, Keith L, 2007)

 Dua kompartemen lateral “cavum pulmonal” yang


terdiri dari paru-paru dan pleura
 Satu kompartemen sentral “mediastinum” yang terdiri
dari : jantung, pembuluh darah besar pars thorakalis,
trakea pars thorakalis, oesofagus, timus, dn struktur
lainnya (Moore,2007).
Rongga mediastinum terdiri dari bagian superior dan
inferior, dimana bagian yang inferior dibagi menjadi :
mediastinum anterior, medius, dan superior.

Gambar 3 : Pembagian Mediastinum (Gambar


dikutip dari : Lawrence M,

a. Mediastinum Superior

Mediastinum superior dibatasi oleh :

 Superior : Bidang yang dibentuk oleh vertebrae Th


I, costae I dan incisura jugularis.

 Inferior : Bidang yang dibentuk dari angulus


sternal ke vertebrae Th IV
 Lateral : Pleura mediastinalis

 Anterior : Manubrium sterni. (Rofiq, 2008)

b. Mediastinum Inferior

Mediastinum inferior dibagi menjadi : mediastinum


anterior, medius, dan superior.

 Mediastinum anterior dibatasi oleh :

 Anterior : Sternum

 Posterior : Pericardium

 Lateral : Pleura mediastinalis

 Superior : Plane of sternal angle

 Inferior : Diafragma. (Rofiq, 2008)

Mediastinum anterior terdiri dari : Timus, lemak, dan


kelenjar limfe (Lawrence M).

 Mediastinum medius dibatasi oleh :

 Anterior : Pericardium

 Posterior ; Pericardium

 Lateral : Pleura mediastinalis


 Superior : Plane of sternal angle

 Inferior : Diafragma (Rofiq, 2008)

Mediastinum medius terdiri dari : Jantung, pericardium,


aorta, trakea, bronkus primer, kelenjar limfe (Lawrence
M).

 Mediastinum posterior dibatasi oleh :

 Anterior : Pericardium

 Posterior : Corpus VTh 5 – 12

 Lateral : Pleura mediastinalis

 Superior : Plane of sternal angle

 Inferior : Diafragma (Rofiq, 2008).

Mediastinum posterior terdiri dari : aorta desenden,


oesofagus, vena azigos, duktus thoracicus (Lawrence M).

Pleura (selaput paru) adalah selaput tipis yang


membungkus paru – paru, pleura terdiri dari 2 lapis yaitu:

1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung


pada paru – paru
2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada
dinding toraks

Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian


bersatu membentuk kantong tertutup yang disebut rongga
pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit
cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut.

2.3 Patofisiologi

Benda asing dapat berupa benda asing eksogen


dan endogen. Benda asing eksogen dapat terdiri dari zat
organik seperti kacang-kacangan, tulang, dan zat
anorganik seperti peniti, jarum, batu dan lain-lain.
Sedangkan benda asing endogen dapat berupa sekret
kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkijuan,
membran difteri, bronkolit, cairan amnion, dan
mekonium. Pada kasus aspirasi benda asing, sebanyak 80-
90% kasus terperangkap pada bronkus. (Junizaf, 2014)
Aspirasi benda asing mengarah kepada inhalasi dari
material padat atau cair yang masuk ke saluran napas
Pada dewasa, aspirasi benda asing jarang terjadi. Aspirasi
benda asing lebih sering terjadi pada anak-anak usia di
bawah 3 tahun dan pada manula. Aspirasi benda asing
pada dewasa biasanya berkaitan dengan retardasi mental,
penggunaan alkohol dan sedatif, trauma akibat tindakan
medik di daerah mulut dan faring (intubasi), gangguan
kesadaran, trauma maksilofasial, gangguan neurologis.
Aspirasi bahan makanan merupakan kasus tersering,
banyak penulis telah melaporkan bermacam jenis aspirasi
benda asing seperti biji-bijian, jarum, peniti, kacang,
serpihan tulang, paku, mainan, uang logam, serpihan alat
kesehatan, gigi palsu, tutup pena, serpihan sayuran. (Flint,
2010)
Pada orang dewasa, benda asing bronkus lebih
sering terperangkap pada bronkus kanan karena sudut
konvergensi yang lebih kecil daripada bronkus kiri dan
lokasi karina berada di sisi kiri garis tubuh. Benda asing
masuk ke saluran nafas saat laring terbuka atau pada saat
terjadi aspirasi. Benda asing yang masuk ke saluran nafas
akan mengakibatkan terjadinya reflek batuk, kemudian
akan muncul gejala sesuai dengan lokasi, besarnya
sumbatan dan lamanya benda asing berada di dalam
saluran nafas. (Flint, 2010)
Benda asing yang masuk ke dalam saluran nafas
akan menimbulkan reaksi pada jaringan sekitarnya.
Reaksi jaringan yang timbul dapat berupa inflamasi lokal,
edema, ulserasi, dan terbentuknya jaringan granulasi yang
dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Akibat
obstruksi ini maka bagian distal dari sumbatan akan
terjadi air trapping, empisema, atelektasis, abses paru dan
bronkiektasi. Reaksi inflamasi akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan vaskularisasi mukosa, edema, dan
bertambahnya sekret mukoid. Berkurangnya gerakan silia
mengakibatkan menumpuknya lendir atau sekret di ujung
bronkiolus sehingga dapat mengakibatkan atelektasis
maupun komplikasi lainnya. Bila terdapat infeksi dapat
terbentuk pus serta dapat terbentuk jaringan granulasi.
(Fitri, Fachzi, M.Rusli, Pulungan., 2012)

2.4 Gejala Klinis

Gejala klinis yang muncul bervariasi, tergantung


pada derajat sumbatan, lokasi, sifat, bentuk, ukuran dan
lamanya benda asing berada di saluran nafas. Gejala yang
timbul bervariasi, dari tanpa gejala sampai kematian
sebelum diberi pertolongan, akibat sumbatan total.
Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing akan
mengalami 3 stadium. Pertama, terjadi gejala permulaan
yaitu batuk-batuk hebat secara tiba-tiba, rasa tercekik,
rasa tersumbat di tenggorok, bicara gagap dan obstruksi
jalan nafas yang terjadi dengan segera. Gejala yang timbul
terjadi akibat reaksi infiltrasi leukosit polimorfonuklear
dan edema yang diikuti dengan leukosit mononuklear dan
infiltrasi makrofag. Fase ini merupakan inflamasi akut
selama 3 hari setelah aspirasi dan menjadi inflamasi
kronik setelah 10 hari. Kedua, gejala stadium permulaan
diikuti oleh interval asimtomatik. Hal ini karena benda
asing tersebut tersangkut, refleks-refleks akan melemah
dan gejala ransangan akut menghilang. Stadium ini
berbahaya dan sering menyebabkan keterlambatan
diagnosis atau cenderung mengabaikan kemungkinan
aspirasi benda asing karena gejala dan tanda tidak jelas.
Ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi,
erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi benda asing,
sehingga timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia,
atelektasis, abses paru, dan gagal tumbuh. Pada dewasa,
gejala benda asing di saluran napas mirip dengan
gangguan saluran napas pada kondisi lain. Tidak adanya
riwayat tersedak atau rasa tercekik (choking) dapat
mempersulit penegakan diagnosis sehingga diagnosis bisa
terlambat. (Kose, 2014. )
2.5 Diagnosis

Anamnesis
Diagnosis benda asing di saluran nafas ditegakkan
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang seperti Rontgen toraks maupun. Diagnosis
adanya benda asing di saluran nafas ditegakkan dengan
melakukan anamnesis yang teliti terhadap pasien maupun
saksi yang melihat kejadian, namun sering tidak terdapat
saksi yang melihat dan penderita yang belum bisa
menceritakan keajadian yang dialaminya. Gejala klinis
yang sering ditemukan adalah batuk kronik, dispneu dan
hemoptisis yang sering dimisdiagnosis sebagai penyakit
obstruksi paru. Adanya riwayat tersedak atau tercekik
menjadi tanda penting adanya aspirasi benda asing jalan
napas meskipun hal tersebut tidak selalu ditemukan pada
beberapa pasien. Anamnesis yang khas untuk aspirasi
seperti batuk yang paroksismal, mendadak sesak nafas
berbunyi atau kebiruan di sekitar mulut, ditemukan lebih
dari 90% kasus. Benda asing di bronkus akan
menyebabkan gejala seperti batuk yang pada awalnya
tidak produktif menjadi produktif, sesak nafas, sianosis,
dan terdapat retraksi. (Kose, 2014. )

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada kasus aspirasi
benda asing sangat diperlukan. Kegawatan nafas atau
sianosis memerlukan penanganan yang segera. Pada jam-
jam pertama setelah terjadinya aspirasi benda asing, tanda
yang bisa ditemukan di dada penderita adalah akibat
perubahan aliran udara di traktus trakeobronkial yang
dapat dideteksi dengan stetoskop. Benda asing di saluran
nafas akan menyebabkan suara nafas melemah atau
timbul suara abnormal seperti wheezing pada satu sisi
paru-paru. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan tidak
adanya kelainan atau asimtomatis (40%), wheezing
(40%) penurunan suara nafas pada sisi terdapatnya benda
asing (5%).7 Pada sumbatan jalan nafas yang nyata dapat
ditemukan sianosis. (Salah MT, 2007)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologik toraks merupakan
pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan yang sangat
pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik
pemeriksaan radiologik toraks dan pengetahuan untuk
menilai suatu roentgenogram toraks menyebabkan
pemeriksaan toraks dengan sinar roentgen ini suatu
keharusan rutin. (Philip, 2013)
Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan roentgen
saat ini dapat dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru
belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologik. Selain itu,berbagai kelainan dini
dalam paru juga sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto
roentgen sebelum timbul gejala-gejala klinis. Foto
roentgen yang dibuat pada suatu saat tertentu dapat
merupakan dokumen yang abadi dari penyakit seorang
penderita, dan setiap waktu dapat dipergunakan dan
diperbandingkan dengan foto yang dibuat pada saat- saat
lain. (Junizaf, 2014)
Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR)
adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk
mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi
thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya.Foto thorax
menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray.
(Junizaf, 2014)
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis
banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax, tulang
thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax
termasuk paru-paru, jantung.Pneumonia dan gagal
jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax.
CXR sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang
terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti
pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu.
(Junizaf, 2014)
Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah :
- untuk memeriksa keadaan paru-paru
- untuk memeriksa keadaan jantung
- untuk melihat abnormalitas congenital
(jantung, vaskuler)
- untuk melihat adanya infeksi (umumnya
tuberculosis/TB)
- untuk melihat adanya trauma (pneumothorax,
hemothorax)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Macam-Macam Pemeriksaan : (Meseret, 2015)


1. Fluoroscopy Thorax
Adalah cara pemeriksaan yang mempergunakan
sifat tembus sinar rontgen dan suatu tabir yang
bersifat fluorosensi bila terkena sinar tersebut.
Umumnya cara ini tidak dipakai lagi, hanya pada
keadaan tertentu yaitu bila kita ingin menyelidiki
pergerakan suatu organ/sistem tubuh seperti
dinamika alat-alat peredaran darah, misalnya
jantung dan pembuluh darah besar, serta pernapasan
berupa diafragma dan aerasi paru-paru.
2. Rontgenography
Adalah pembuatan foto rontgen thorax agar distorsi
dan magnifikasi yang diperoleh menjadi sekecil
mungkin, maka jarak antara tabung dan film harus
1,80 meter dan foto dibuat sewaktu penderita
sedang bernapas dalam (inspirasi maksimal).
3. Tomography
Istilah lainnya adalah Plannigrafi, Laminagrafi, atau
Stratigrafi. Pemeriksaan lapis demi lapis dari
rongga dada, biasanya untuk evaluasi adanya tumor
atau atelektase yang bersifat padat.
4. Computerized Tomography (CT-Scan)
Adalah tomography tranversal, dengan X-ray dan
computer. Pemeriksaan ini terutama pada daerah
mediastinum.
5. Bronchography
Adalah pemeriksaan percabangan bronkus, dengan
cara mengisi saluran bronchial dengan salah satu
bahan kontras yang bersifat opaque (menghasilkan
bayangan putih pada foto). Bahan kontras tersebut
biasanya mengandung jodium (lipiodol, dionosil,
dsb).
Indikasi pemeriksaan ini misalnya pada
bronkiektasis untuk meneliti letak, luas, dan sifat
bagian-bagian bronkus yang melebar dan pada
tumor yang terletak dalam lumen bronkus (space
occupying lesions), yang mungkin mempersempit
bahkan menyumbat sama sekali bronkus
bersangkutan.

6. Arteriography
Mengisi kontras pada pembuluh darah pulmonale,
sehingga dapat diketahui vaskularisasi pada
mediastinum atau pada paru.
7. Angiocardiography
Adalah pemeriksaan untuk melihat ruang-ruang
jantung dan pembuluh darah besar dengan sinar
rontgen (fluoroskopi atau rontgenografi), dengan
menggunakan suatu bahan kontras radioopaque,
misalnya Hypaque 50% dimasukkan dalam salah
satu ruang jantung melalui kateter secara intravena.

Indikasi Pemeriksaan Foto Thorax (Meseret, 2015)


Indikasi dilakukan antara lain :
1. Infeksi traktus respirasi bawah (TB Paru,
Bronkitis, Pneumonia)
2. Batuk kronis / berdarah
3. Trauma dada
4. Tumor
5. Nyeri dada
6. Metastase neoplasma
7. Penyakit paru kerja
8. Aspirasi benda asing
9. Persiapan pasien pre-operasi
10. Pemeriksaan berkala (follow up) yang objektif

2.4 Posisi foto thorax (Rasad, 2013)

2.4.1 Foto thorak standar

Foto thoraks PA (posterior anterior) adalah foto


standar pada semua pasien dewasa.Foto PA dapat
dilakukan dengan erect (berdiri) atau duduk. Pada
umunya, pemeriksaan thoraks adalah posisi PA
erect. Karena pada posisi ini apabila ada cairan
dalam paru akan nampak jelas batas-batasnya.
Gambar Posisi foto thorax PA
Tujuan
Untuk memperlihatkan organ rongga dada beserta
kelainannya.
Technical Faktor
- FFD 150 cm
- Kaset 35cm x 43cm atau sesuai dengan lebar
dada pasien.
- Kolimasi letakkan pada daerah paru-paru yang
akan diperiksa. Lakukan ekspose pada akhir
inspirasi penuh

Posisi Pasien
- Erect (berdiri ), bagian anterior tubuh
menempel kaset. sisi atas kaset berada 3 cm
diatas margin kulit diatas apex thorax.
- Dagu pasien diletakkan ditas cassette holder
dan sedikit ekstensi.
- Pasien meletakkan bagian belakang tangan di
pinggang kanan-kiri.
- Bahu dan lengan diputar ke luar & depan
untuk membawa scapula keluar dari cavum
thorax.
- Exposure dilakukan saat pasien diminta untuk
inspirasi.

Posisi Alat
- Letakkan MSP pada pertengahan kaset.
- CR diarahkan pada pertengahan kaset dengan
ujung atas kaset harus berjarak sekitar 7-8 cm
diatas bahu pasien.
Center Ray
Arah sinar Horizontal.Tegak lurus kaset.

Center Point
Pada T5-T6

Kriteria (Rasad, 2013)


- Tampak gambaran trachea, lungs, arcus aorta
dan jantung
- Scapula tidak menutupi gambaran paru-paru
- Kedua costal margin dan sinus costofrenikus
tidak terpotong
- Kedua paru simetris dilihat dari jarak costal
margin ke columna vertebra dan jarak
acromioclavicular joint simetris
- Tampak juga gambaran thoracal I-VII sebagai
indikasi kV yang cukup

2.4.2 Foto thoraks AP


Foto thoraks dengan posisi AP (anterior
posterior) merupakan alternative posisi foto dada
yang digunakan pada pasien yang tidak dapat
berdiri atau pasien yang sudah tua atau pada bayi.
Teknik pemeriksaan foto Thorax AP :
- Pasien tidur terlentang di atas meja
pemeriksaan dengan kedua tangan di samping
tubuh.
- Tubuh sejajar dengan garis tengah meja
pemeriksaan / tengah kaset, batas atas 3-5 cm
di atas shoulder joint. Jika memungkinkan
fleksikan siku, pronasikankan tangan serta
letakkan kedua tangan pada pinggul untuk
meminimalkan gambaran scapula ke arah
lateral. Usahakan bahu simetris kanan kiri dan
inspirasi penuh jika memungkinkan.

Gambar foto thorax posisi AP


Indikasi foto thoraks AP adalah digunakan
pada pasien yang tidak dapat difoto dengan foto
standar PA.masalah yang dijumpai pada foto AP
adalah jantung akan terlihat lebih besar. Pada foto
AP dengan posisi supine, diafragma terletak pada
bagian atas dan paru akan terlihat mengecil akibat
hilangnya efek gravitasi pada organ abdominal.

2.4.3 Foto thoraks lateral

Terdiri atas 2 posisi yaitu left lateral view dan


right lateral view. Hasil foto ditandai menurut
bagian tubuh yang menghadap pada film. Sebagai
contoh jika bagian tubuh sebelah kiri menghadap
film, maka hasil foto diberi label left lateral karena
bagian tubuh kiri lebih dekat dengan film.
Teknik pemeriksaan foto thorax lateral :
- Pasien berdiri dengan posisi lateral/miring
dengan bagian yang diperiksa menempel pada
film.
- Tempatkan pasien sejajar dengan garis tengah
kaset.
- Tempatkan tangan ke atas dengan siku fleksi
serta kedua lengan bersilang diletakkan di
belakang kepala seperti bantalan dengan kedua
tangan memegang siku.Usahakan pasien
bernapas dan inspirasi penuh untuk
memaksimalkan area paru-paru

Gambar Posisi foto thorax lateral


Indikasi : untuk menilai bagian hilum,
mediastinum, ruang retrosternum, ruang
retrocardial, ruang thorakal, bagian anterior dan
posterior costophrenicus, bagian atas abdomen, dan
untuk memperjelas daerah yang tertutupi pada
pengambilan foto dengan posisi yang lain.

2.4.4 Apical view


Teknik pemeriksaan Foto thorax Apical :

- Pasien berdiri 30 cm di depan chest stand.


- Tubuh sejajar dengan garis tengah kaset.
- Fleksikan siku, tangan berada di atas pinggul
untuk fiksasi. Sandarkan pasien ke belakang
dengan posisi lordosis hingga punggung
menyentuh kaset / chest stand. Posisi ini
menyebabkan posisi apeks paru dan tulang iga
akan terlihat jelas
Gambar Posisi foto thorax apikal
Indikasi : digunakan untuk menilai bagian
belakang klavikula, rusuk pertama dan pertemuan
costochondral yang tertutup pada saat pengambilan
foto PA.

2.4.5 Lordosis
Teknik Pemeriksaan Foto Thorax Lordosis :
Pada posisi foto lordosis, pasien diposisikan
keterbalikan dengan posisi apical yaitu pasien
menghadap ke daerah film dan dada depan bagian
bawah menyentuh film.

Gambar foto thorax posisi lordosis


Indikasi : untuk menilai bagian lobus tengah
paru atau segmen lingual paru kiri dan menilai lobus
bawah dari sudut yang berbeda. Foto pada posisi ini
bermanfaat untuk menilai lobus tengah paru kanan
atau lobus lingual paru kiri.

2.4.6 Lateral dekubitus view


Pemerriksaan Foto Thorax Lateral Dekubitus :
- Pasien tidur miring / lateral recumbent dengan
tangan di atas sebagai bantalan kepala dan kaki
fleksi untuk fiksasi.
- Tempatkan kaset di belakang pasien.

Gambar posisi foto thorax lateral dekubitus


Indikasi : foto posisi dekubitus digunakan
untuk menilai adanya cairan pleura dan menentukan
apakah dapat dilakukan thorakosintesis tapi juga
dapat digunakan untuk menilai adanya
pneumothoraks.

2.4.7 Foto oblik


Terdapat 4 cara pengambilan foto yaitu right
anterior oblique (RAO), left anterior oblique
(LAO), right posterior oblique (RPO) dan left
posterior oblique (LPO)
- Posisi foto LPO: Merotasikan pasien ke kanan
dengan cara tangan kiri lurus dan tangan kanan
fleksi dan menahan saat badan dirotasikan
berikut dengan kaki kanan fleksi untuk
menahan bagian pelvis ketika rotasi agar obyek
benar-benar true oblik.
- Posisi foto RAO:Merotasikan pasien ke kiri
dengan cara tangan kanan lurus dan tangan kiri
fleksi dan menahan saat badan dirotasikan
berikut dengan kaki kiri fleksi untuk menahan
bagian pelvis ketika rotasi agar obyek benar-
benar true oblik. Foto dibuat saat inspirasi
penuh
- Posisi foto LPO/RPO : Rotasikan pasien
membentuk sudut 45 derajat ke arah yang
diinginkan (LPO / RPO). Untuk LPO letakkan
tangan kanan di belakang tubuh untuk fiksasi /
penahan bobot tubuh dan tangan kiri letakkan
sebagai bantalan kepala. Untuk RPO
sebaliknya. Fleksikan kaki sebagai fiksasi agar
obyek yang di foto true oblik. Foto ini dibuat
saat inspirasi penuh
Gambar posisi foto thorax posisi oblik
Indikasi : foto oblik sangat berguna untuk
menilai lesi pada bagian lateral yang dekat dengan
dinding dada atau sudut kostofrenikus.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI BENDA ASING


Foto rontgen toraks adalah pemeriksaan utama
pada anak-anak dengan gejala gangguan pernapasan yang
persisten dan berat. Pada 30% kasus aspirasi benda asing,
pemeriksaan rontgen tidak memperlihatkan adanya
kelainan. Pada hasil foto rontgen yang positif terdapat
gambaran hiperlusen pada paru, atelektasis, kombinasi
emfisema dan atelektasis pada paru-paru, serta infiltrat
paru. Gambaran hiperlusen (obstruktif emfisema) paling
sering ditemukan pada aspirasi benda asing. Gambaran
benda asing berupa radioopak pada foto rontgen
ditemukan pada 1 dari 3 kasus. Pada anak-anak gambaran
radiolusen unilateral sering ditemukan dan merupakan
akibat dari posisi pasien yang kurang tepat atau
nonkooperatif. (Upreti, 2015)
Pada 24 jam pertama sering pemeriksaan radiologi
tidak menunjukkan kelainan. Gambaran radiologi yang
dijumpai dapat berupa gambaran normal, air trapping,
atelektasis, pneumonia, kolaps paru, konsolidasi dan
benda asing radioopak. Hasil Rontgen toraks pada aspirasi
benda asing didapatkan gambaran paru normal 32%,
kolaps paru 32%, pergeseran mediastinum 20%,
konsolidasi 20%, empisema 16%, dan benda asing
radioopak 6%. Giannoni CM7 mendapatkan hasil
Rontgen toraks normal 10% - 20%, atelektasis 22%,
pneumonia 20%, benda asing radioopak 13%, pada kasus
aspirasi benda asing. Pada kebanyakan kasus aspirasi
pada anak-anak, benda asing pada pemeriksaan radiologi
bersifat radiolusen dan hanya 7% yang bersifat radioopak.
Oleh karena itu pemeriksaan radiologi terutama berguna
untuk mendeteksi gejala yang ditimbulkan oleh benda
asing tersebut. (Zissin, 2001)
CT scan adalah modalitas yang dapat digunakan
dalam penegakan diagnosis aspirasi benda asing. Benda
asing ditunjukkan dengan adanya gambaran hiperdens
pada lumen saluran pernapasan. CT scan juga dapat
memperlihatkan perbedaan densitas dari benda asing.
Penemuan berupa post obstruktif emfisema, kolaps,
konsolidasi dan bronkiektasis juga dapat
didemonstrasikan dengan baik melalui CT scan. Selain
itu, pemeriksaan berupa bronkoskopi virtual
menggunakan Multidetector Computed Tomography
(MDCT)-scan merupakan metode efektif untuk
mendiagnosis benda asing radiolusen berupa sayuran
pada saluran trakeobronkial. Multi-detektor Computed
Tomography (MDCT) telah memungkinkan untuk
mendapatkan gambar isotropik resolusi tinggi di setiap
potongan yang diinginkan. Sehingga dapat
memperlihatkan kelainan yang minimal sekalipun .
Rekonstruksi multiplanar, proyeksi intensitas minimum
dari saluran napas dan bronkoskopi dapat sangat
membantu ahli bedah untuk merencanakan endoskopi.
(Swain SK, 2015)
Walaupun jarang dilakukan, pemeriksaan MRI
juga bermanfaat untuk mendeteksi benda asing yang tidak
ditemukan pada saat pemeriksaan endoskopik atau jika
migrasi dari saluran nafas atau esofagus dicurigai.
Penggunaan MRI lebih sering ditujukan pada kasus
kronik dan disertai komplikasi. Benda asing ditunjukkan
dengan gambaran hipointensitas atau signal void pada
pemeriksaan MRI. Jaringan lunak disekitar benda asing
dapat bersifat hipointensitas atau hiperintensitas
tergantung onset. MRI memiliki keunggulan berupa
noninvasif dan minim radiasi, tetapi memerlukan waktu
yang lama, lebih mahal dan kontraindikasi terhadap
pasien dengan alat pacu jantung buatan. Di samping itu,
penggunaan MRI pada kasus benda asing yang bersifat
feromagnetik dapat berbahaya karena dapat menyebabkan
benda asing berpindah akibat tertarik medan magnet.
Karena itu, modalitas lain lebih sering dikerjakan dalam
kasus benda asing dibandingkan dengan MRI.
Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk
mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa
serta tanda infeksi traktus trakeobronkial. (Salah MT,
2007)
- B.
Gambar .Gambaran radioopak dari kawat gigi (dental bridge) di
bronkus utama kanan.11

Foto chest X-ray posisi supinasi menunjukkan adanya fragmen gigi


disertai infiltrat
mediastinitis pada pasien dengan abses odontogen. lobus kanan
bawah dicurigai sebagai benda asing.

(2a) X-ray dada menunjukkan hiperlusen pada lapangan paru atas.


(2b) CT scan menunjukkan adanya air trapping pada bronkus utama
III. KESIMPULAN

Benda asing toraks pada dewasa dapat bersifat


eksogen seperti kacang, biji, gigi, gigi palsu dan lain
sebagainya. Pada kasus kronik dimana riwayat aspirasi
benda asing tidak diketahui dapat menyebabkan
misdiagnosis sehingga pemeriksaan penunjang berupa
radiologi, bronkoskopi sangat dibutuhkan.
Hampir seluruh benda asing di saluran nafas dapat
diangkat dengan bronkoskopi. Komplikasi akan
meningkat jika diagnosis maupun penatalaksanaan
dilakukan setelah 24 jam kejadian. Tidak cukup data
untuk mengatakan berapa lama benda asing di dalam
saluran nafas sehingga tidak dapat diangkat dengan
bronkoskopi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Junizaf, MH. Benda Asing di Saluran Nafas. Dalam:
i
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher Edisi Ketujuh Cetakan Ketiga. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI; 2014:p237-243.
2. Kam, Jennifer C., et al. 2013. Foreign Body Aspiration
Presenting with Asthma Like Symptoms. Hindawi
Publishing Corporation. USA.
3. Ozdemir, Cengiz, et al. 2015. Foreign Body Aspiration in
Adult: Analysis of 28 Cases. Eurasian J Pulmonal; 17: 29-
34. Istanbul, Turki.
4. Dhadke, Shubhangi V., et al. 2015. Foreign Body in Left
Main Bronchus. Journal of The Association of Physicians
of India, vol 63. Dept. of Medicine, Dr. V.M. Govt.
Medical College, Solapur, Maharashtra.
5. Ajay Philip, et al. 2013. Case Report: A Reclusive Foreign
Body in the Airway: A Case Report and a Literature
Review. Hindawi Publishing Corporation. Department of
Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, Christian
Medical College, India.
6. Flint, P.W. 2010. Cummings Otolaryngology - Head and
Neck Surgery E-Book, 5th Edition. Mosby. Philadelphia.
p1240-1250.
7. Fitri, Fachzi, M.Rusli, Pulungan. 2012. Ektraksi Benda
Asing (Kacang Tanah) Di Bronkus Dengan Bronkoskop
Kaku. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUP dr.
M. Djamil Padang. Padang
8. Mahmoud, Monay, et al. 2012. Case Report: Foreign Body
Aspiration of a Dental Bridge in the Left Main Stem
Bronchus. Hindawi Publishing Corp, Nashville, USA.
9. Kose, Ataman, et al. 2014. Case Report: Tracheobronchial
Foreign Body Aspiration: Dental Prosthesis. Hindawi
Publishing Corporation. Turki
10. Upreti, L., Natasha, Gupta. 2015. Imaging for
Diagnosis of Foreign Body Aspiration in Children.
Department of Radiology and Imaging, University
College of Medical Sciences and Guru Tegh Bahadur
Hospital, Delhi, India. Journal of Indian Pediatrics,
vol 52.
11. Zissin, Rivka, et al. 2001. CT Findings of the Chest in
Adults with Aspirated Foreign Bodies. Europe Radiology,
11:606-611. Springer-Verlag. Tel Aviv, Israel.
12. Swain SK, Panigrahi R, Mishra S, Sundaray C, dan Sahu
MC. An Unusual Long Standing Tracheal Foreign Body –
A Rare Incidence. Egyptian Journal of Ear, Nose, Throat
and Allied Sciences. 2015; 16:p91-3
13. Salah MT, Hamza S, Murtada M, Salma M. Delayed
diagnosis of foreign body aspiration in children. Sudanese
Journal of Public Health: January 2007.Vol 2(1):48-50
14. Saragih, A. R. dan Aliandri. 2007. Benda Asing
Kacang di Trakea. Departemen/SMF THT-KL RSUP
H. Adam Malik Medan.
15. Meseret S. 2015. Screening chest X-Ray
interpretations and radiographic techniques. Manila.
Global radiology coordination and teleradiology
centre. International organization for migration
16. Rasad S. 2013. Radiologi diagnostic Ed 2. Jakarta.
Badan penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai