Tentang
MEMUTUSKAN
Ditetapkan di :
Pada tanggal :
RUMAH SAKIT UMUM PINDAD
KEPALA
Tembusan. :
1. Para Wakil Kepala
2. Ka. SPI
3. Kepala Bidang / Instalasi
4. Para Kepala Urusan / Ruangan
SAJI PURBORETNO
Lampiran Surat Keputusan Kepala Rumah Sakit Umum Pindad
Nomor : Skep/ /RS/XI/2018
Tanggal : 1 November 2018
BAB I
DEFINISI
1
Vena Central adalah catheter intravascular yang bermuara dekat
dengan jantung, digunakan untuk terapi infus, pengambilan darah atau
monitor hemodinamik. Adapun Yang tidak masuk Vena Central adalah
IABP, EMCO, Arteri Line, VAD, Arterio Venus Graft-Fistula, Atrial
Catheter, HERO Vascular Acces.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Catheter Associated Urinary Tract
Infection (CAUTI) adalah Infeksi saluran kemih yang terjadi setelah
pemasangan kateter urin ≥ 2 x 24 jam (≥ 48 jam).
Bio Film adalah kumpulan dari sel-sel mikroorganisme atau
mikrobial khususnya bakteri yang melekat pada suatu permukaan dan
oleh pelekat polisakharida yang disekresikan oleh sel-sel bakteri.
Bila pasien terjadi infeksi HAIs maka lama perawatan akan
meningkat, ini akan mempengaruhi biaya perawatan meningkat pula dan
pada akhirnya mutu pelayanan rumah sakit akan menjadi turun.
2
BAB II
RUANG LINGKUP
Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan
infeksi HAIs yaitu beberapa mengenai Infeksi Daerah Operasi (IDO),
Infeksi Aliran Darah (IAD), Ventilator Associated Pneumonia (VAP),
Infeksi Saluran Kemih (ISK), faktor-faktor risiko, kriteria/jenis-jenisnya,
penyebab dan cara mencegah terjadinya infeksi HAIs.
3
d. Pasien : daya tahan tubuh lemah, Kolonisasi mikroorganisme
(MRSA) nasal, diabetes, obesitas, perokok, lama rawat inap
pra bedah, tidak mandi pre-op, perubahan immunitas, status
gizi, infeksi di tempat lain.
4
c) Kultur positif atau tanpa kultur
d) Ditemukan abses atau adanya infeksi lain yang
mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung,
waktu pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan
histopatologis atau radiologis.
e) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.
3) Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga
Infeksi daerah operasi organ/rongga memiliki kriteria
sebagai berikut :
a) Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur
pembedahan, bila tidak dipasang implan atau dalam
waktu 90 hari bila dipasang implan dan infeksi
tampaknya ada hubungannya dengan prosedur
pembedahan.
Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali
insisi kulit, fascia atau lapisan-lapisan otot yang
dibuka atau dimanipulasi selama prosedur
pembedahan. Atau pasien paling sedikit menunjukkan
satu gejala berikut :
(1) Drainase purulen dari drain yang dipasang
melalui luka tusuk ke dalam organ/rongga.
(2) Organisme/kuman (+) dari biakan yang diambil
secara aseptik dari cairan atau jaringan dari
dalam organ atau rongga :
(a) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang
mengenai organ/rongga yang ditemukan
pada pemeriksaan langsung waktu
pembedahan ulang atau dengan
pemeriksaan histopatologis atau radiologis.
(b) Dokter menyatakan sebagai IDO
organ/rongga.
5
2) Operasi Bersih Tercemar
- Operasi membuka traktus respiratorius,
gastrointestinal, orofaring, traktus urinarius atau
traktus bilier traktus reproduksi kecuali ovarium.
- Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage)
contoh pada traktus billier, apendiks, vagina atau
orofaring.
3) Operasi Tercemar
- Operasi yang dilakukan pada kulit yang terbuka, tetapi
masih dalam Golden periode.
c. Durasi Operasi
- Sesuai dengan waktu yang ditentukan nilai → 0
- Lebih dari waktu yang ditentukan nilai → 1
d. Interpretasi
Skor 3 : Semua faktor risiko ada → sangat berpotensi
terjadi IDO
Prognosa : buruk
Skor 1 – 2 : Sebagian faktor risiko ada → berpotensi IDO
Skor 0 : Tidak ada faktor risiko → tidak seharusnya
terjadi IDO
Prognosa : baik
6
Teknik Perhitungan : Angka IDO
𝑵𝒖𝒎𝒆𝒓𝒂𝒕𝒐𝒓
𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 = … %
𝑫𝒆𝒏𝒖𝒎𝒆𝒓𝒂𝒕𝒐𝒓
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑲𝒂𝒔𝒖𝒔 𝑰𝑫𝑶
(𝑷𝒂𝒔𝒊𝒆𝒏 𝑶𝒑𝒆𝒓𝒂𝒔𝒊 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝑫𝒊𝒍𝒂𝒌𝒖𝒌𝒂𝒏 𝑷𝒆𝒓𝒂𝒘𝒂𝒕𝒂𝒏)
𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 = ⋯ %
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑷𝒂𝒔𝒊𝒆𝒏 𝑶𝒑𝒆𝒓𝒂𝒔𝒊 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝑫𝒊𝒍𝒂𝒌𝒖𝒌𝒂𝒏 𝑷𝒆𝒓𝒂𝒘𝒂𝒕𝒂𝒏
1. Klasifikasi VAP
a. Early Onset :
- 48 – 72 jam setelah pemasangan intubasi trachea
- Komplikasi pada proses intubasi
b. Late Onset :
- Setelah 72 jam
7
2. Identifikasi VAP (NHSN, 2008)
a. Klinis :
- Demam
- Temperatur > 38oC atau 35oC
- Sputum Purulent
- Batuk, dyspneu atau tachipneu
- Suara napas : rales / bronchial
b. X – ray
Infiltrat baru resisten atau progresif : Cavitation/salah satu,
consolidation (penggabungan keduanya).
c. Laboratorium
- Leukosit > 12000 / mm³ atau ˂ 4000 / mm³
- Kultur aspirasi tracheal ≥ 10 5 ppm/ml
- Perubahan hasil analisa gas darah (↓sats, P:F rasio ˂ 240,
↑O2 Req).
8
c. Patogenesis
Mikroorganisme yang menyerang saluran pernapasan
kemudian menginfeksi parenkimal dari paru dan
menyebabkan kejadian VAP.
Sumber kuman dapat berasal dari endogen yang
merupakan kolonisasi dari mikroorganisme pada nasofaring
cairan lambung atau secret trakheal. Apabila cairan ini
teraspirasi maka akan memunculkan kejadian pneumonia.
Sedangkan sumber exogen/kuman yang berasal dari
luar yaitu dapat berasal dari tangan tenaga kesehatan
paramedis maupun medis, dari sirkuit ventilator, dan dari bio
film endotracheal tube
9
10) Understaffing/petugas yang tidak punya keahlian/tidak
terlatih.
5. Pencegahan VAP
a. Menerapkan Bundles VAP
1) Kebersihan tangan
2) Posisi pasien
3) Kebersihan mulut
4) Manajemen sekresi oropharingeal dan tracheal
5) Pengkajian setiap hari “sedasi dan ekstubasi“
b. Pendidikan staf
c. Kebersihan lingkungan
d. Dekontaminasi peralatan
e. Jarak tempat tidur atau lebih baik single room
f. Peptic Ulcer Prophylaksis
g. DVT Prophylaxis
h. Surveilans
𝑵𝒖𝒎𝒆𝒓𝒂𝒕𝒐𝒓
𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 = . . . %
𝑫𝒆𝒏𝒖𝒎𝒊𝒏𝒂𝒕𝒐𝒓
∑ 𝐾𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑉𝐴𝑃
∑ 𝐻𝑎𝑟𝑖 𝑃𝑒𝑚𝑎𝑘𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑉𝑒𝑛𝑡𝑖𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑀𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑘
𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 = … %
10
infeksi sekunder, dan disebut sebagai Central Line Associated Blood
Stream Infection (CLABSI).
IADP menempati urutan ke-3 HAIs setelah ISK dan IDO. 7 % di
negara maju dan 10 % di Negara berkembang, pasien yang dirawat
mendapatkan infeksi HAIs. Diperkirakan terjadi 250.000 kasus IADP
setiap tahunnya dan 80.000 kasus tersebut terjadi di ICU. Biaya
$ 55.646 (± 55 juta rupiah) dan perpanjangan rawat ± 19 hari.
11
2. Kriteria IADP
Dewasa & anak > 12 bulan, jika terdapat salah satu atau lebih dari
tanda berikut :
a Suhu > 38ᵒC, BERTAHAN ≥ 24 JAM
b Hipotensi, sistolik ˂ 90 mmHg
c Oliguria, jumlah urin ˂ 0,5 cc/kgBB/jam
d Terdapat kontaminasi kulit dari 2 (dua) biakan berturut-turut
e Telah diberi antibiotic sesuai sepsis
Bayi ˂ 12 bulan, jika terdapat salah satu atau lebih dari tanda
berikut :
a. Demam > 38 ᵒC
b. Hipotermi ˂ 37 ᵒC
c. Apneu
d. Bradikardi ˂ 100 x / menit
Catatan : suhu diukur axiler tiap 3 jam, bila ada gejala maka suhu
diukur di rectal.
12
4. Risiko infeksi akibat terapi intravaskuler
Beberapa sumber yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
yang berhubungan dengan terapi intravaskuler:
a. Kontaminasi udara
b. Cairan infus yang kadaluarsa
c. Admixtures, pencampuran
d. Manipulasi peralatan terapi intravascular
e. Injection ports
f. Three way stopcocks
g. Kateter intravaskuler
h. Terapi antibiotik
i. Persiapan kulit (area pemasangan intravaskuler), desinfektan
yang terkontaminasi
𝑁𝑢𝑚𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟
𝑥 1000 = . . . %
𝐷𝑒𝑛𝑢𝑚𝑖𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟
13
1) Diagnosis Infeksi Saluran Kemih
a. Urin kateter terpasang ≥ 48 jam.
b. Gejala klinis: demam, sakit pada suprapubik dan nyeri pada
sudut costovertebra.
c. Kultur urin positif ≥ 105 Coloni Forming Unit (CFU) dengan 1
atau 2 jenis mikroorganisme dan Nitrit dan/atau leukosit
esterase positif dengan carik celup (dipstick).
14
2) Ukuran kateter : 14 – 18 French (French adalah skala
kateter yang digunakan dengan mengukur lingkar luar
kateter)
3) Balon kateter : diisi cairan Salina tau aquabidest 30 cc
4) Kantong urin dengan ukuran 350 – 750 cc
15
Penggunaan metode saluran urin sistem tertutup telah
terbukti nyata mengurangi risiko kejadian infeksi.
Teknik aseptik yang dilakukan dengan benar sangat penting
dalam pemasangan dan perawatan urin kateter, dan kebersihan
tangan merupakan metode pertahanan utama terhadap risiko
kontaminasi bakteri penyebab infeksi bakteri sekunder pada saat
pemasangan kateter.
Kewaspadaan standar harus dipertahankan saat kontak
dengan urin dan atau cairan tubuh lainnya.
Sistem gravitasi perlu diperhatikan dalam sistem drainase
dan pencegahan aliran balik urine, sehingga pastikan bahwa urine
bag selalu berada pada posisi lebih rendah dari uretra dengan
mengikatkannya pada tempat tidur dan tidak terletak dilantai serta
hindari terjadi tekukan pada saluran kateter urine.
𝑁𝑢𝑚𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟
𝑥 1000 = . . . %
𝐷𝑒𝑛𝑢𝑚𝑖𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟
16
BAB III
TATA LAKSANA
17
Jangan mencukur dengan silet atau pencukur kumis
yang berbahan silet/razor, karena dapat mengakibatkan
lecet/iritasi yang dapat mengarah kepada IDO.
Mencukur dengan razor dapat meningkatkan risiko
infeksi sebanyak 1,3 %. Sedangkan mencukur dengan
Electrical Clippers hanya berisiko sebanyak 0,4 % pada
IDO.
Semakin jauh jarah antara pencukuran dan saat
operasi, semakin meningkatkan risiko IDO. Dan saat
terbaik untuk mencukur menurut penelitian Seropian &
Reynolds adalah beberapa saat (≤ 2 jam) sebelum
operasi, yang risikonya hanya setinggi 3,1 %. Sedangkan
mencukur pada ≤ 24 jam sebelum operasi meningkatkan
risiko IDO sebanyak 7,1 % dan yang tertinggi adalah
mencukur ≥ 24 jam sebelum operasi yaitu mencapai 20 %.
Seropian, 1971
Method of hair removal
Razor = 5,6 % SSI Rates
Depilatory = 0,6 % SSI Rates
No hair removal = 0,6 % SSI Rates
18
2) Antibiotics
Bila diperlukan, berikan antibiotik profilaktik sebelum
operasi. Waktu pemberian antibiotik profilaksis adalah 1
jam sebelum operasi/insisi. Karena 1 jam setelah
pemberian antibiotik adalah waktu obat bereaksi
mencapai kadar efektif dalam jaringan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri.
Pemberiannya tunggal artinya sekali pemberian.
Dosis pemberian sama dengan dosis teurapeutik.
Sedangkan frekuensi pemberian antibiotik profilaksis
dapat diulang apabila operasi lebih dari 3 jam dan atau
terjadi perdarahan ≥ 1.500 ml. Dapat diperpanjang
pemberiannya hingga 24 jam post operasi dan diupayakan
pemberian antibiotik berdasarkan pendekatan definitive
dan pola kuman rumah sakit.
3) Temperatur
Sebelum dilakukan operasi pasien harus dipastikan
suhu badannya dalam keadaan normal (Normothermi
36,5 ᵒC – 37,5 ᵒC ) termasuk saat intra dan post operasi.
Hipotermi dapat meningkatkan risiko infeksi 2 kali
lipat. Maka pasien dalam suhu kamar operasi yang dingin,
sebaiknya dihangatkan dalam batasan capaian suhu
normothermi tubuh pasien untuk menghindari
berkembangnya risiko peningkatan IDO dengan
menggunakan intraoperative / warming blankets.
19
4) Sugar
20
Secara garis besar CATS adalah pencegahan IDO
yang paling utama. Karena IDO paling terpengaruh dari
CATS.
21
(c) Sarankan pasienyang operasi elektif untuk berhenti
merokok, minimun 30 hari sebelum hari operasi.
Karena rokok akan menurunkan distribusi oksigen dan
mengganggu sistem cardiopulmonary yang dapat
mengganggu proses pemulihan yang berujung pada
lambatnya penyembuhan luka dan mengarah pada
IDO.
(d) Masa rawat inap sebelum operasi diusahakan
sesingkat mungkin dan cukup waktu untuk persiapan
operasi yang memadai.
Sehingga interaksi dengan lingkungan pelayanan
kesehatan dapat dikurangi. Hal ini perlu karena
semakin lama kontak dengan lingkungan pelayanan
kesehatan, risiko infeksi semakin meningkat. Sebab
meskipun lingkungan rumah sakit adalah lingkungan
infeksius yang dikendalikan sedemikian rupa,
sehingga tidak menyebabkan infeksi tetapi tetap
berisiko tinggi terhadap terjadinya HAIs.
(e) Oleskan antiseptik pada kulit dengan gerakan
melingkar mulai dari bagian tengah menuju ke arah
luar.
22
b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah
1) Jaga agar kuku selalu pendek dan jangan memakai kuku
palsu.
2) Jangan memakai perhiasan di tangan atau lengan.
3) Tidak ada rekomendasi mengenai pemakaian cat kuku,
namun sebaiknya tidak memakai.
4) Bersihkan sela-sela dibawah kuku setiap hari sebelum
cuci tangan bedah yang pertama.
5) Lakukan kebersihan tangan bedah (surgical scrub)
dengan antiseptik yang sesuai (Chlorhexidin 4 %). Cuci
tangan dan lengan sampai ke siku.
6) Setelah cuci tangan, lengan harus tetap mengarah ke atas
dan dijauhkan dari tubuh supaya air mengalir dari ujung
jari ke siku. Keringkan tangan dengan handuk steril dan
kemudian pakailah gaun steril dan sarung tangan steril.
23
3) Ambil sampel untuk kultur dan berikan larangan bekerja
untuk anggota tim bedah yang memiliki luka pada kulit,
hingga infeksi sembuh atau menerima terapi yang
memadai.
4) Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi
mikroorganisme seperti S. Aureus atau Streptococcus
grup A tidak perlu dilarang bekerja, kecuali bila ada
hubungan epidemiologis dengan penyebaran
mikroorganisme tersebut di rumah sakit.
24
2) Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus atau
penutupan kamar bedah setelah selesai operasi kotor.
3) Jangan menggunakan keset berserabut untuk kamar
bedah ataupun daerah sekitarnya.
4) Pel dan keringkan lantai kamar bedah dan disinfeksi
permukaan lingkungan atau peralatan dalam kamar bedah
setelah selesai operasi terakhir setiap harinya dengan
disinfektan.
5) Tidak ada rekomendasi mengenai disinfeksi permukaan
lingkungan atau peralatan dalam kamar bedah di antara
dua operasi bila tidak tampak adanya kotoran.
25
3) Jangan menggunakan pembungkus sepatu untuk
mencegah IDO.
4) Bagi anggota tim bedah yang telah cuci tangan bedah,
pakailah sarung tangan steril. Sarung tangan dipakai
setelah memakai gaun steril.
5) Gunakan gaun dan drape yang kedap air.
6) Gantilah gaun bila tampak kotor, terkontaminasi percikan
cairan tubuh pasien.
7) Sebaiknya gunakan gaun yang dispossable.
26
3. Pencegahan Infeksi Setelah Operasi.
Perawatan luka setelah operasi :
a. Lindungi luka yang sudah dijahit dengan perban steril selama
24 sampai 48 jam paska bedah.
b. Lakukan kebersihan tangan sesuai ketentuan, misalnya
sebelum dan sesudah mengganti perban atau bersentuhan
dengan luka operasi.
c. Bila perban harus diganti gunakan teknik aseptik.
d. Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai
perawatan luka operasi yang benar, gejala IDO dan
pentingnya melaporkan gejala tersebut.
Catatan:
a. Belum ada rekomendasi mengenai perlunya menutup luka
operasi yang sudah dijahit lebih dari 48 jam ataupun kapan
waktu yang tepat untuk mulai diperbolehkan mandi dengan
luka tanpa tutup.
b. Beberapa dokter membiarkan luka insisi operasi yang bersih
terbuka tanpa kasa, ternyata dari sudut penyembuhan
hasilnya baik.
c. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa luka insisi
operasi yang bersih dapat pulih dengan baik walaupun tanpa
kasa.
d. Belum ada terbukti tertulis yang mengatakan bertambahnya
tingkat kemungkinan terjadinya infeksi bila luka dibiarkan
terbuka tanpa kasa.
e. Namun demikian masih banyak dokter tetap menutup luka
operasi dengan kasa steril sesuai dengan prosedur
pembedahan, dengan tujuan :
1) Menutupi luka terhadap mikroorganisme yang dari tangan.
2) Menyerap cairan yang meleleh keluar agar luka cepat
kering.
27
3) Memberikan tekanan pada luka supaya dapat menahan
perdarahan superficial.
4) Melindungi ujung luka dari trauma lainnya.
28
6. Peptic ulcer disease Prophylaxis diberikan pada pasien-pasien
dengan risiko tinggi.
7. Berikan Deep Vein Trombosis (DVT) Prophylaxis.
8. Penggunaan APD.
9. Kontrol Cuff Pressure tisp 8 jam.
29
d. Gunakan sarung tangan baru jika terjadi pergantian kateter
yang diduga terkontaminasi.
e. Gunakan sarung tangan bersih atau steril jika melakukan
perbaikan (dressing) kateter intra vena.
3. Antiseptik Kulit
Bersihkan area kulit disekitar insersi dengan menggunakan
cairan antiseptik (alkohol 70% atau larutan klorheksidin glukonat
alkohol 2-4%) dan biarkan antiseptik mengering (tidak ditiup)
sebelum dilakukan penusukan/insersi kateter.
Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit
dibersihkan dengan antiseptik (lokasi dianggap daerah).
Penggunaan cairan antiseptik dilakukan segera sebelum
dilakukan insersi mengingat sifat cairan yang mudah menguap dan
lakukan swab dengan posisi melingkar dari area tengah keluar.
Bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum
pemasangan kateter, maka harus dibilas dengan alkohol.
Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk
menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme
berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar
makhluk hidup/jaringan hidup atau kulit untuk mengurangi
kemungkinan infeksi.
30
4. Pemilihan lokasi insersi kateter
Pemasangan kateter vena sentral sebaiknya
mempertimbangkan faktor risiko yang akan terjadi dan pemilihan
lokasi insersi dilakukan dengan mempertimbangkan risiko yang
paling rendah. Vena subklavia adalah pilihan yang berisiko rendah
untuk kateter non-tunneled catheter pada orang dewasa.
a. Pertimbangkan risiko dan manfaat pemasangan kateter vena
sentral untuk mengurangi komplikasi infeksi terhadap risiko
komplikasi mekanik (misalnya, pneumotoraks, tusukan arteri
subclavia, hemotoraks, trombosis, emboli udara, dan lain-lain).
b. Hindari menggunakan vena femoralis untuk akses vena sentral
pada pasien dewasa dan sebaiknya menggunakan vena
subclavia untuk mempermudah penempatan kateter vena
sentral.
c. hindari penggunaan vena subclavia pada pasien hemodialisis
dan penyakit ginjal kronis.
d. Gunakan panduan ultra sound saat memasang kateter vena
sentral.
e. Gunakan CVC dengan jumlah minimum port atau lumen
penting untuk pengelolaan pasien.
f. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter intravaskuler
yang sudah ditentukan.
g. Segera lepaskan kateter jika sudah tidak ada indikasi lagi.
31
6. Menggunakan stopper needle
7. Selang infus diganti sesuai standar
Mengganti Perlengkapan dan Cairan Intra Vena
a. Set Perlengkapan
Secara umum, set perlengkapan intravaskular terdiri atas
seluruh bagian mulai dari ujung selang yang masuk ke
kontainer cairan infus sampai ke hubungan alat vaskuler.
Namun kadang-kadang dapat dipasang selang penghubung
pendek pada kateter intra vaskuler dan dianggap sebagai
bagian dari kateter inta vaskuler untuk memudahkan teknik saat
mengganti set perlengkapan.
1) Ganti selang penghubung tersebut bila alat vaskuler diganti.
2) Ganti selang IV, termasuk selang piggyback dan stopcock,
dengan interval yang tidak kurang dari 72 jam, kecuali bila
ada indikasi klinis.
3) Belum ada rekomendasi mengenai frekuensi penggantian
selang IV yang digunakan untuk infuse intermittent.
4) Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah,
komponen darah atau emulsi lemak dalam 24 jam dari
diawalinya infus.
b. Cairan Parentral
1) Rekomendasi tentang waktu pemakaian cairan IV,
termasuk juga cairan nutrisi parentral yang tidak
mengandung lemak sekurang-kurangnya 96 jam.
2) Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol
cairan parentral yang mengandung lemak.
3) Bila hanya emulsi lemak yang diberikan, selesaikan infus
dalam 12 jam setelah botol emulsi mulai digunakan.
8. Swab alkohol setiap injeksi
Bersihkan port injeksi Intravena dengan alkohol 70% atau
povidone-iodine sebelum mengakses sistem.
9. Spuit yang digunakan disposable
32
10. Perawatan Luka Kateterisasi/Lokasi insersi setiap 4 hari dan jika
kotor
Pasien yang terpasang kateter vena sentral dilakukan
pengawasan/observasi rutin setiap hari. Dan segera lepaskan, jika
sudah tidak ada indikasi lagi karena semakin lama alat
intravaskuler terpasang maka semakin berisiko terjadi infeksi.
33
4) Pada pasien yang memakai perban tebal sehingga susah
diraba atau dilihat, lepas perban terlebih dahulu, periksa
secara visual setiap hari dan pasang perban baru.
Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi
yang dapat dilihat dengan jelas.
34
b) Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan
alkohol sebelum menusukkan alat ke vial.
c) Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan
dari vial multi dosis, dan hindari kontaminasi alat
sebelum menembus karet vial.
d) Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai
atau terlihat adanya kontaminasi, atau bila telah
mencapai tanggal kedaluarsa.
5) Filtre In Line Jangan digunakan secara rutin untuk
pengendalian infeksi.
6) Petugas Terapi Intravena
Tugaskan personil untuk pemasangan dan pemeliharaan
peralatan intravaskuler.
7) Alat Intravaskuler Tanpa Jarum
Belum ada rekomendasi mengenai pemakaian,
pemeliharaan atau frekuensi penggantian IV tanpa jarum.
8) Profilaksis Antimikroba
Jangan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin
sebelum pemasangan atau selama pemakaian alat
intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau
infeksi bakterimia.
35
Segera Lepaskan kateter urine sesegera mungkin jika sudah
tidak sesuai indikasi lagi.
3. Teknik insersi
a. Teknik aseptik perlu dilakukan untuk mencegah kontaminasi
bakteri pada saat pemasangan kateter (sarung tangan steril,
cairan antiseptik yang tepat, membersihkan bagian meatus
uretra, dan tirai)
b. Kembangkan balon dengan jumlah aquabidest/cairan salin
yang direkomendasikan pabrik.
36
perawatan meatus dan jika terjadi kerusakan atau kebocoran pada
kateter lakukan perbaikan dengan teknik aseptik.
a. Fiksasi kateter urin untuk mencegah gerakan dan trauma
pada meatus.
b. Selalu meletakan urine bag lebih dari pada kandung kemih.
c. Tidak meletakannya urine bag di lantai.
d. Periksa selang sesering mungkin jangan sampai terlipat.
e. Mempertahankan kesterilan sistem drainase tertutup.
f. Gunakan penampung pembuangan urin untuk satu pasien
satu alat.
g. Gunakan teknik aseptik untuk mendapatkan spesimen.
7. Catheter Care
a. Lakukan perawatan perineal sehari-hari dan setiap selesai
buang air besar.
b. Gunakan kateter terkecil yang mencapai drainase.
c. Tidak ada penggunaan krim atau serbuk di daerah perineum.
d. Irigasi Kandung kemih & pemakaian antibiotik tidak dapat
mencegah infeksi saluran kemih.
37
8. Melepaskan kateter/Catheter Removal
a. Kateter urin segera lepas jika tidak diperlukan. Lepas atau
ganti semua kateter urin dalam waktu 24 jam masuk ke rumah
sakit.
b. Lepas atau ganti kateter urin jika pasien timbul gejala
c. Sebelum membuka kateter urine keluarkan cairan dari balon
terlebih dahulu, pastikan balon sudah mengempes sebelum
ditarik untuk mencegah trauma, tunggu selama 30 detik dan
biarkan cairan mengalir mengikuti gaya gravitasi sebelum
menarik kateter untuk dilepaskan.
Ditetapkan di : B a n d u n g
Pada tanggal : 1 November 2018
RUMAH SAKIT UMUM PINDAD
KEPALA
BAGUS ANINDITO
38