Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK SEPTIC

A. DEFINISI SYOK
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk
kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Shock juga didefinisikan sebagai gangguan
sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya
volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Apabila sel tidak dapat menghasilkan
energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada
gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat
menimbulkan kematian (Guntur,2008).
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskular seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh
darah perifer. Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis
atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu :
1. Syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal
2. Syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi,
alergi sengatan lebah
3. Syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan >
65 tahun, malnutrisi(Napitupulu,2010).
B. DEFINISI SYOK SEPTIK
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas
yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok septik
dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik
terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi
rongga peritonium dengan isi usus.
Syok septic yaitu infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai
potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan
ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan. Syok septic
sering terjadi karena adanya infeksi nosokomial, yaitu terpapar oleh bakteri di RS.
Sebagian besar syok septic disebabkan oleh bakteri gram negative tapi bakteri gram
positif dan virus juga dapat menyebabkan syok septic.
Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah
(sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda
kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu
vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ
Napitupulu,2010).
.
C. ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon
imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas
kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah
dua efek tersebut.
Microorganisme dari syok septic adalah bakteri gram-negatif. Namun
demikian, agen infeksius lain seperti bakteri gram positif dan virus juga dapat
menyebab syok septic.

Infeksi bakteri aerobik dan anaerobic :


1. Gram negatif seperti: Echerichia coli, Kebsiella sp, Pseudomonas sp, Bacteroides sp,
dan Proteus sp.
2. Gram positif seperti: Stafilokokus, Streptokokus, dan Pneumokokus.
Sumber eksogen meliputi lingkungan rumah sakit dan anggota tim perawatan
kesehatan. Sumber endogen seperti kulit pasien, saluran gastrointestinal (GI), saluran
pernapasan, dan traktus genitourinaria. Dalam beberapa tahun terakhir, kejadian
infeksi dada meningkat secara dramatis dan paru-paru telah menggantikan organ
intrabdominal sebagai faktor yang paling umum terjadi dalam memproduksi sepsis
berat dan syok septik (Hermawan,2016).

Factor pencetus berhubungan dengan syok septik :

a. Faktor intrinsik :
 Usia
 Luka bakar
 AIDS
 Diabetes
 Penyalahgunaan zat
 Disfungsi dari satu atau lebih dari tubuh sistem utama malnutrisi
b. Faktor ekstrinsik :
 Perangkat invasive
 Terapi obat
 Terapi Cairan
 Bedah dan luka traumatis
 Prosedur diagnostik invasif Bedah
 Terapi imunosupresif

D. FASE-FASE
Dalam syok septik terjadi 2 fase yang berbeda yaitu :
a Fase pertama disebut sebagai fase “hangat” atau hiperdinamik ditandai oleh
tingginya curah jantung dan fase dilatasi. Pasien menjadi sangat panas atau
hipertermi dengan kulit hangat kemerahan. Frekuensi jantung dan pernafasan
meningkat. Pengeluaran urin dapat meningkat atau tetap dalam kadar normal.
Status gastroinstestinal mungkin terganggu seperti mual, muntah, atau diare.
b Fase lanjut disebut sebagai fase “dingin” atu hipodinamik, yang ditandi
oleh curah jantung yang rendah dengan fasekontriksi yang mencerminkan
upaya tubuh untuk mengkompensasi hipofolemia yang disebabkan oleh
kehilangan volume intravsakuliar melalui kapiler. Pada fase ini tekanan darah
pasien turun, dan kulit dingin dan serta pucat. Suhu tubuh mungkin normal
atau dobawah normal. Frekuensi jantung dan pernafasan tetap cepat. Pasien
tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan organ multiple
(Purwadianto dan Sampurna, 2010).

E. MANIFESTASI KLINIK
Syok septic terjadi dalam dua fase yang berbeda.
1. Fase pertama disebut sebagai fase hangat (hiperdinamik)
 Hipotensi
 Takikardi
 Takipnea
 Alkalosis respiratorik
 Curah jantung (CJ) tinggi dengan TVS (Tahanan Vaskuler Vistemik) rendah
 Kulit dingin, pucat
 Hipertermia/hipotermia
 Perubahan status mental
 Poliuria
 SDP meningkat
 Hiperglikemia
2. Fase lanjut disebut fase dingin (hipodinamik)
 Hipotensi
 Takikardi
 Takipnea
 Asidosis metabolic
 CJ rendah dengan TVS tinggi
 Kulit hangat, kemerahan
 Hiportermia
 Status mental memburuk
 Disfungsi organ dan selular (spt, ARDS, KIT, oliguria)
 SDP menurun
 Hipoglisemia

Tanda-tanda dan gejala-gejala primer syok septik adalah; Demam, Kedinginan menggigil,
Hiperventilasi, Takikardi, Hipotermia, Lesi kulit ( petekie, ekimosis, ektima gangrenosum,
eritema difusa, selulitis), Perubahan status mental seperti rancu, Agitasi, Kecemasan, Eksitasi,
Letargi, penumpulan (obtundasi), koma

Manifestasi sekunder seperti:

 Hipotensi
 Sianosis
 gnangren perifer simetreis(purpura reaksi-langsung)
 tanda-tanda gagal jantung (Arvin, 2000)
 Peningkatan tingkat jantung
 Penurunan tekanan darah
 Penurunan PaO2
 Penurunan PaCO2 (awal) / peningkatan PaCO2 (akhir)
 Penurunan HCO3-
 Meningkatkan saturasi oksigen vena campuran (Svo2) (Purwadianto dan Sampurna,
2010).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Biakan: dari darah, sputum, urine, luka operasi atau non operasi dan aliran invasif
(selang atau kateter) hasil positip tidak perlu untuk diagnosis.
2. Lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, CRP (+), LED
meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).
3. Gas-gas darah arteri: alkalosis respiratorik terjadi pada sepsis (PH > 7,45, PCO2 <
35) dengan hipoksemia ringan (PO2 < 80)
4. Kultur ( luka, sputum, urine, darah ) untuk mengindentifikasi organisme penyebab
sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling efektif. Ujung
jalur kateter/intravaskuler mungkin diperlukan untuk memindahkan dan
memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
5. SDP : Ht mungkinmeningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leukopenia ( penurunan SDP ) terjadi sebelumnya, dikuti oleh pengulangan
leukositosis ( 15.000 – 30.000 ) dengan peningkatan pita ( berpiondah ke kiri )
yang mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
6. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
7. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan ( trombositopenia ) dapat
terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati /
sirkulasi toksin / status syok.
8. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
9. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneogenesis
dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan selulaer dalam
metabolisme.
10. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
11. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya dalam
tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena
kegagalan mekanismekompensasi.
12. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein dan
SDM.
13. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan udara
bebas didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi abdomen /
organ pelvis.
14. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan disritmia
yang menyerupai infark miokard(Purwadianto dan Sampurna, 2010).

G. PENATALAKSANAAN
Pasien dengan syok septic memerlukan pemantauan cepat dan agresif serta
penatalaksanaan dalam unit perawatan kritis penatalaksanaannya melibatkan seluruh
sistem organ yang memerlukan pendekatan tim dari bebagai disiplin antara lain:
1. Terapi-terapi definitive
a. Identifikasi dan singkirkan sumber infeksi
b. Multipel antibiotik spektrum luas
2. Terapi-terapi suportif
a. Pulihkan volume intra vaskuler
b. Pertahankan curah jantung yang adekuat
c. Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
d. Berikan lingkungan metabolik yang sesuai
3. Terapi-terapi penelitian
a. Anti histamine
b. Antibodi monoklonal untuk:
c. Nalokso
d. Inhibitor neutrofi
e. Inhibitor prostagladin (obat-obat anti inflamatori nonsteroidal)
f. Steroid

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang


perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam
pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway:
a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan
transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya
dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri
rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi
miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah
akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen
ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler,
mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami
iskemia. Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi
oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid
maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar
tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat
terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi
nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan
kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan
vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit
(PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada
keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang
akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropi
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60
mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin
dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8
mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan
adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-
0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9
meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan
gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi
digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama
perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan
bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan
diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison dengan
dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol. (Napitupulu,2010).
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengkajian Primer

Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

a. Airway
 Yakinkan kepatenan jalan napas
 Berikan alat bantu napas jika perlu
 Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa
segera mungkin ke ICU

b. Breathing

 Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
 Kaji saturasi oksigen
 Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
 Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 Periksa foto thorak

c. Circulation

 Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
 Monitoring tekanan darah, tekanan darah
 Periksa waktu pengisian kapiler
 Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 Pasang kateter
 Lakukan pemeriksaan darah lengkap
 Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari
360C
 Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
 Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

d. Disability

Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.

e. Exposure

Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

3. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
b. Sirkulasi
 Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
 Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
 Heart rate : takikardi biasa terjadi
 Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
 Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
c. Integritas Ego
 Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
 Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.

d. Makanan/Cairan

 Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea


 Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan,
hilang/melemahnya bowel sounds

e. Neurosensori

 Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,


disfungsi motorik

f. Respirasi

 Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal


diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
 Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting

g. Rasa Aman

 Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi


darah, episode anaplastik

h. Seksualitas

 Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi


eklampsia
I. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2 , edema paru.
2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipertensi pulmonal
3 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.
4 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang
tidak mencukupi.
6 Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
7 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
J. INTERVENSI
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2 edema paru.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen :
keperawatan selama ... x 24 jam
. pasien akan : Ø Buka jalan nafas

Ø TTV dalam rentang normal Ø Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


( fowler/semifowler)
Ø Menunjukkan jalan napas
yang paten Ø Auskultasi suara nafas , catat adanya suara
tambahan
Ø Mendemostrasikan suara
napas yang bersih, tidak ada Ø Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
sianosis dan dypsneu. jalan nafas buatan

Ø Monitor respirasi dan status O2

Ø Monitor TTV.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan tindakan Cardiac care :


keperawatan selama ... x 24 jam
. pasien akan : Ø catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
output
Ø Menunjukkan TTV dalam
rentang normal Ø monitor balance cairan

Ø Tidak ada oedema paru dan Ø catat adanya distritmia jantung


tidak ada asites Ø monitor TTV
Ø Tidak ada penurunan Ø atur periode latihan dan istirahat untuk
kesadaran menghindari kelelahan
Ø Dapat mentoleransi aktivitas Ø monitor status pernapasan yang menandakan
dan tidak ada kelelahan. gagal jantung.

c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment :


keperawatan selama ... x 24
jam . pasien akan : Ø Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.

Ø Suhu tubuh dalam rentang Ø Beri kompres hangat pada bagian lipatan tubuh ( Paha dan
normal aksila ).

Ø Tidak ada perubahan Ø Monitor intake dan output


warna kulit dan tidak ada Ø Monitor warna dan suhu kulit
pusing
Ø Berikan obat anti piretik
Ø Nadi dan respirasi dalam Temperature Regulation
rentang normal
Ø Beri banyak minum ( ± 1-1,5 liter/hari) sedikit tapi sering

Ø Ganti pakaian klien dengan bahan tipis menyerap keringat.

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output


yang tidak mencukupi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan Management sensasi perifer:


tindakan keperawatan
selama ... x 24 jam . Ø Monitor tekanan darah dan nadi apikal setiap 4 jam
pasien akan : Ø Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
Ø Tekanan sisitole dan ada lesi
diastole dalam rentang Ø Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
normal terhadap panas atau dingin
Ø Menunjukkan tingkat Ø Kolaborasi obat antihipertensi.
kesadaran yang baik

e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan Activity Therapy


tindakan keperawatan
selama ... x 24 jam . Ø Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
pasien akan : Ø Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai
Ø Berpartisipasi dalam dengan tingkat keterbatasan klien
aktivitas fisik tanpa Ø Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat
disertai peningkatan membantu dan meningkatkan kekuatan fisik klien.
tekanan darah nadi dan
respirasi Ø Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien

Ø Mampu melakukan Ø Jelaskan pada keluarga dan klien tentang pentingnya


aktivitas sehari-hari secara bedrest ditempat tidur.
mandiri

Ø TTV dalam rentang


normal

Ø Status sirkulasi baik

f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan Anxiety Reduction


tindakan keperawatan
selama ... x 24 jam . Ø Kaji tingkat kecemasan
pasien akan : Ø Jelaskan prosedur pengobatan perawatan.
Ø Mampu Ø Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya
mengidentifikasi dan tentang kondisi pasien.
mengungkapkan gejala
cemas Ø Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien dan manfaatnya bagi pasien.
Ø TTV normal
Ø Beri dorongan spiritual.
Ø Menunjukkan teknik
untuk mengontrol cemas.

DAFTAR PUSTAKA

Guntur HA. SIRS.(2008).SEPSIS dan SYOK SEPTIK (Imunologi, Diagnosis dan


Penatalaksanaan). Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Napitupulu H. Sepsis.(2010). Anastesia & Critical Care. Sep;vol.28(3):50-56.

Purwadianto A dan Sampurna B. (2010). Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta: Bina
Aksara.

Hermawan A.G. (2016). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai