Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CRURIS


INJURY POST AMPUTASI + CLOSE FRAKTUR FEMUR
SINISTRA

OLEH :

LENY RAHAYU

201810461011019
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2007). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/
sekitar patah tulang masih utuh.
4. Fraktur terbuka (open/compound) adalah hilangnya atau terputusnya
jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang
berhubungan dengan dunia luar.Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga
derajat, yaitu :
a. Derajat I
1) Luka < 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kontinuitif ringan
4) Kontaminasi minimal

b. Derajat II
1) Laserasi > 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
3) Fraktur kontinuitif sedang
4) Kontaminasi sedang

c. Derajat III
1) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terbagi atas :
a) IIIA : Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b) IIIB : Fragmen tulang tak dibungkus jaringan
lunak terdapat pelepasan lapisan periosteum,
fraktur kontinuitif
c) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan
perbaikan agar bagian distal dapat diperthankan,
terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.

B. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan
tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma
terutama pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut (Doenges, 2000) adapun penyebab fraktur antara lain :
1. Trauma Langsung, yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian
tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada
anterbrachi yang mengakibatkan fraktur.
2. Trauma Tak Langsung, yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal
(kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik)
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu :
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan
lari.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur , menurut (Brunner and Suddarth, 2002) :
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai almiah yang di rancang utuk meminimalkan gerakan antar
fregmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas
yang normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-
5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
Trauma dengan
langsunglainnya (uji krepitus
Trauma tdk langsung
dapat Kondisi
mengaibatkan kerusakan patologis
jaringan
lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat
Fraktur
trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lbh tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tek kapiler
Melepaskan katekolamin

Ggn
D.fungsi
Pohonekstermitas
Masalah Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh


darah

Mengenai jaringan kutis dan sub kutis Ketidakefektifan perfusi


Kerusakan integritas
kulit jaringan perifer

Perdarahan
Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

Resiko syok
(hipovolemik)
E. Patofisiologis
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya :
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi. (Doenges, 2000).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-
sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Carpenito, 2000).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002).

F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi :
1. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral,
untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
2. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain :
radioisotope scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan
MRI, untuk memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
G. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur
tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi
terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi
alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
(OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan
tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan
atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas
hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi
dan harga diri.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Subjektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
Pengumpulan Data
 Anamnesa
 Identitas Klien
 Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.

2. Data Objektif
Pemeriksaan Fisik
a Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
b Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
c Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan ROM.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang, program pembatasan gerak.
3. Resiko infeksi.
4. Resiko syok hipovolemik.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri
ekstermitas.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.

C. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut NOC : NIC:
Pain level Pain management
berhubungan
Pain control a. Lakukan pengkajian
dengan agen Comfort level
nyeri secara
Kriteria Hasil
cidera
a. Mampu komprehensif
mengontrol nyeri termasuk lokasi,
(tahu penyebab karakteristik, durasi,
nyeri, mampu frekuensi, kualitas dan
menggunakan faktor presipitasi
tehnik b. Observasi reaksi
nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi ketidaknyamanan
c. Gunakan tehnik
nyeri, mencari
komunikasi terapeutik
bantuan)
b. Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri berkurang pengalaman nyeri
dengan pasien
d. Kaji kultur yang
menggunakan
mempengaruhi respon
managemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
e. Evaluasi pengalaman
nyeri (skala,
nyeri masa lampau
intensitas,
f. Evaluasi bersama
frekuensi dan tanda
pasien dan tim
nyeri)
kesehatan lain tentang
d. Menyatakan rasa
ketidakefektifan
nyaman setelah
kontrol nyeri masa
nyeri berkurang
lampau
g. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan dukungan
h. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
i. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)
k. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
m. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
n. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
o. Tingkatkan istrihat
p. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi,
karakter, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosi, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih dari
satu
e. Tentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian anlgesik
pertama kali
i. Berikan analgesic
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
j. Evalusi efektivitas
analgesic, tanda dan
gejala
2. Hambatan NOC: NIC
Joint movement : Exercise therapy :
mobilitas fisik
active ambulation
berhubungan
Mobility level a. Monitoring vital sign
dengan kekuatan Self care : ADLs
sebelum/sesudah
Transfer perfoormance
dan tahanan
Kriteria hasil: latihan respon pasien
sekunder akibat a. Klien meningkat
saat latihan
fraktur dalam aktivitas b. Konsultasikan dengan
fisik terapi fisik tentang
b. Mengerti tujuan
rencana ambulansi
dari peningkatan
sesuai dengan
mobilitas
kebutuhan
c. Memverbalisasikan
c. Bantu klien untuk
perasaan
menggunakan tongkat
dalammeningkatka
saat berjalan dan
n kekuatan dan
cegah terhadap cidera
kemampuan d. Ajarkan pasien atau
berpindah tenaga kesehatan lain
d. Memperagakan tentang teknik
penggunaan alat ambulansi
e. Kaji kemampuan
bantu untuk
pasien dalam
mobilisasi (walker)
mobilisasi
f. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Damping dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
h. Berikan alat bantu jika
pasien memerlukan
i. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
3. Resiko infeksi NOC NIC
Immune status Infection Control
Knowledge : infection a. Bersihkan lingkungan
control setelah dipakai pasien
Risk control
lain
Kriteria hasil
b. Pertahankan teknik
a. Klien bebas dari
isolasi
tanda dan gejala
c. Batasi pengunjung bila
infeksi
perlu
b. Mendeskripsikan
d. Instruksikan pada
proses penularann
pengunjung untuk
penyakit, factor
mencuci tangan saat
yang
berkunjung
mempengaruhi
meninggalkan pasien
penularan serta e. Gunakan sabun
penatalaksanaannya antimikroba untuk cuci
c. Menunjukkan
tangan
kemampuan untuk f. Cuci tangan setiap
mencegah sebelum dan sesudah
timbulnya infeksi tindakan keperawatan
d. Jumlah leukosit g. Gunakan baju, sarung
dalam batas normal tangan sebagai alat
e. Menunjukkan
penlindung
perilaku hidup h. Pertahankan lingkunan
sehat aseptic selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
j. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
k. Tingkatkan intake
nutrisi
l. Berikan terapi
antibiotic bila perlu

Infection protection
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
b. Monitor hitung
granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
f. Pertahankan teknik
isolasi k/p
g. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
h. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
i. Terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
j. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
l. Dorong masukan
cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotic sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
p. Ajarkan cara
menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan
infeksi
r. Laporkan kultur positif
4. Resiko syok NOC NIC
Syok prevention Syok prevention
hipovolemik
Syok management a. Monitor status
Kriteria hasil
sirkulasi BP, warna
a. Nadi dalam batas
kulit, suhu kulit,
yang diharapkan
b. Irama jantung denyut jantung, HR,
dalam batas yang dan ritme, nadi perifer,
diharapkan dan kapiler refill
c. Frekunsi napas b. Monitor tanda
dalam batas yang inadekuat oksigenasi
diharapkan jaringan
d. Irama pernapasan c. Monitor suhu dan
dalam batas yang pernafasan
d. Monitor input dan
diharapkan
e. Natrium serum dbn output
f. Kalium serum dbn e. Pantau nilai labor:
g. Klorida serum dbn HB, HT, AGD, dan
h. Kalsium serum dbn
elektrolit
i. Magnesium serum
f. Monitor hemodinamik
dbn
invasi yang sesuai
j. PH darah serum
g. Monitor tanda dan
dbn
gejala asites
Hidrasi
h. Monitor tanda awal
Indicator
a. Mata cekung tidak syok
i. Tempatkan pasien
ditemukan
b. Demam tidak pada posisi supine,
ditemukan kaki elevasi untuk
c. TD dbn
peningkatan preload
d. Hematokrit dbn
dengan tepat
j. Lihat dan pelihara
kepatenan jalan napas
k. Berikan cairan IV dan
atau oral yang tepat
l. Berikan vasodilator
yang tepat
m. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda
dan gejala datangnya
syok
n. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok
Syok management
a. Monitor fungsi
neurologis
b. Monitor fungsi renal
(e.g BUN dan Cr
Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan,
input, output
e. Catat gas darah arteri
dan oksigen di
jaringan
f. Monitor EKG
g. Memanfaatkan
pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan
akurasi pembacaan
tekanan darah
h. Menggambarkan gas
darah arteri dan
memonitor jaringan
oksigenasi
i. Memantau tren dalam
parameter
hemodinamik
(misalnya CPV, MAP,
tekanan kapiler
pulmonal/arteri)
j. Memantau factor
penentu pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya PaO2 kadar
haemoglobin SaO2,
CO) jika ada
k. Memantau tingkat
karbondioksida
sublingual dan/atau
tonometry
5. Ketidakefektifan NOC NIC
Circulation status Peripheral sensation
perfusi jaringan
Tissue perfusion :
management
perifer
cerebral a. Monitor adanya daerah
berhubungan Kriteria hasil
tertentu yang hanya
dengan nyeri Mendemonstrasikan peka terhadap
ekstermitas status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tu
ditandai dengan: mpul
a. Tekanan systole b. Monitor adanya
dan diastole dalam paretese
c. Instruksikan keluarga
rentang yang
untuk mengobservasi
diharapkan
b. Tidak ada ortostatik kulit jika ada lesi atau
hipertensi laserasi
c. Tidak ada tanda- d. Gunakan sarung
tanda peningkatan tangan untuk proteksi
e. Batasi gerakan pada
tekanan intracranial
kepala, leher, dan
(tidak lebih dari 15
punggung
mmHg)
f. Monitor kemampuan
Mendemonstrasikan
BAB
kemampuan kognitif
g. Kolaborasi pemberian
yang ditandai dengan:
analgetik
a. Berkomuniakasi
h. Monitor adanya
dengan jelas adn
tromboplebitis
sesuai dengan i. Diskusikan mengenai
kemampuan penyebab perubahan
b. Menunjukkan
sensasi
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. Memproses
informasi
d. Membuat
keputusan dengan
benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter

6. Kerusakan NOC NIC


Tissue integrity : skin Pressure management
integritas kulit
a. Anjurkan pasien untuk
and mucous
berhubungan
menggunakan pakaian
membranes
dengan
Hemodyalisis akses yang longgar.
imobilisasi fisik Kriteria hasil b. Hindari kerutan pada
a. Integritas kulit
tempat tidur
yang baik bisa c. Jaga kebersihan kulit
dipertahankan agar tetap bersih dan
(sensai, elastisitas, kering.
d. Mobilisasi pasien
temperature,
(ubah posisi pasien)
hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi setiap dua jam sekali
e. Monitor kulit akan
pada kulit
c. Perfusi jaringan adanya kemerahan.
f. Oleskan lotion atau
baik
d. Menunjukkan minyak/baby oil pada
pemahaman dalam daerah yang tertekan
g. Monitor aktivitas dan
proses perbaikan
mobilisasi pasien
kulit dan mencegah
h. Monitor status nutrisi
terjadinya cedera
pasien
berulang i. Memandikan pasien
e. Mampu melindungi
dengan sabun dan air
kulit dan
hangat
mempertahankan Insision site care
a. Membersihkan,
kelembaban kulit
memantau dan
perawatan alami
meningkatkan proses
penyembuhan pada
luka yang ditutup
dengan jahitan, klip
atau straples
b. Monitor proses
kesembuhan area insisi
c. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
d. Bersihkan area sekitar
jahitan atau straples,
menggunakan lidi
kapas steril
e. Gunakan preparat
antiseptic sesuai
program
f. Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program
Dialysis acces
maintenance
DAFTAR PUSTAKA

Anlie. 2013. Manajemen Perioperatif Pada Pasien Fraktur Multiple. (Online).


Available : https://www.scribd.com/doc/119623462/Manajemen-
Perioperatif-pada-Pasien-Fraktur-Multipel (diakses pada tanggal 4
Februari 2016 pukul 09.00 WIB)
Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley Edisi 7.
Jakarta: Widya Medika.
Baughman, Diane C.2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk
Brunner dan Suddarth.Jakarta : EGC.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,
EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta; EGC
Engram, Barbara.1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC.
Heather, Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC.
Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta:
EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai