Anda di halaman 1dari 71

KARYA TULIS ILMIAH

MODEL LAYANAN DAN TIPE PEMBIAYAAN DALAM PELAYANAN


KESEHATAN LANJUT USIA DI LAYANAN KESEHATAN SEKUNDER
WILAYAH KOTA MATARAM

Diajukan sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran


Universitas Mataram

Oleh
Ratu bagus Dika Pradana
H1A 015 056

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2019
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karunia-Nya, Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan

baik. Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter

di Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul:

Model Layanan Kesehatan dan Tipe Pembiayaan dalam Pelayanan Kesehatan

Lansia di Balai Sosial Lanjut Usia Mandalika NTB.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah Karya Tulis Ilmiah ini, penulis

banyak memperoleh bimbingan dan petunjuk-petunjuk, serta bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak baik dari institusi maupun dari luar instritusi Program

Studi. Melalui Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat :

1. dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL(K), M.Kes., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Mataram sekaligus Pembimbing I dan dr. Wahyu

Sulistya Affarah, MPH selaku Pembimbing II yang telah meluangkan

waktunya dan dengan arif serta penuh perhatian memberikan arahan,

masukan dan bimbingan sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

terselesaikan,

2. Pejabat Direktur Rumah Sakit Umum Provinsi NTB dan Pejabat Direktur

Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram, yang telah memberikan

kesempatan untuk melakukan penelitian,

iv
3. I Gusti Bagus Adri W. Dan NI Nym Tri Astini, S.H., kedua orang tua

tersayang yang sangat luar biasa dalam memberikan dukungan,

4. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram atas

bantuannya dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini,

5. Seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian Karya

Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan ktitik dan saran yang

membangun, agar hasil tulisan penulis di masa mendatang dapat lebih baik.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Salam hangat

Ratu Bagus Dika Pradana

v
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Mataram, 14 Februari 2019

Penulis

vi
ABSTRAK

MODEL LAYANAN DAN TIPE PEMBIAYAAN DALAM PELAYANAN


KESEHATAN LANJUT USIA DI LAYANAN KESEHATAN
SEKUNDER WILAYAH KOTA MATARAM

Ratu Bagus Dika Pradana, Hamsu Kadriyan, Wahyu Sulistya Affarah

Latar belakang : Indonesia merupakan Negara ke-5 dengan populasi lanjut usia
terbesar di dunia dengan presentase angka kesakitan lansia 26%. NTB sendiri masih
memiliki angka kesakitan lansia diatas angka kesakitan nasional sekitar 29%.
Peningkatan jumlah lansia harus sejalan dengan penyediaan layanan kesehatannya,
sebab fungsi tubuh akan semakin menurun seiring bertambahnya usia. Hal ini
bertujuan agar lansia tetap mampu mandiri, aktif, dan produktif.

Metode : Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan


rancangan penelitian cross sectional. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan
informan yaitu kepala pelayanan dan kepala rekam medis RSUD provinsi NTB dan
RS Risa Sentra Medika Mataram.

Hasil : Jenis pelayanan lansia di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB terdiri
atas loket lansia, perawatan rawat inap, dan rawat jalan. Pelayanan lansia di Rumah
Sakit Risa Sentra Medika Mataram terdiri dari kunjunga rumah, rawat jalan dan
rawat inap. Sumber pembiayaan RSUD Provinsi NTB sebagian besar berasal dari
APBD. Pasien pengguna BPJS di RSUP Provinsi NTB sekitar 85%, umum 12%,
asuransi swasta 3%; Pasien di RS Risa Sentra Medika Mataram sebagian besar
menggunakan asuransi swasta sekitar 95% dan umum 5%.

Simpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa di kedua rumah sakit termasuk ke


dalam pelayanan geriatri tingkat lengkap. Tipe pembiayaan yang digunakan para
lansia di RSUD Provinsi NTB sebagian besar menggunakan BPJS Kesehatan,
sedangan di RS Risa Sentra Medika Mataram sebagian besar menggunakan
asuransi swasta.

Kata kunci : Rumah sakit, lansia, home care , BPJS-Kesehatan

vii
ABSTRACT

SERVICE MODELS AND FINANCING TYPES FOR ELDERLY AT THE


SECONDARY HEALTH SERVICES IN MATARAM

Ratu Bagus Dika Pradana, Hamsu Kadriyan, Wahyu Sulistya Affarah

Background: Indonesia is known as the fifth largest country with high population
of elderly with a percentage of the number of pain elderly 26%. NTB still has pain
elderly above figures of national agony about 29%. The increasing number of
elderly must go hand in hand with provision of health care because body’s function
will degenerate along with age. The provison of health care has purpose so the
elderly could independently active and productive.

Method: This study belonged to descriptive qualitative by employing cross


sectional design. The data in this research was obtained from the interview
conducted to the person in charge in NTB Provincial Hospital and Risa Sentra
Medika Hospital.

Results: The type of elderly service in NTB Provincian hospital consist of special
geriatric patients counter service, inpatient, adn outpatient. The type of elderly
service in Risa Sentra Medika Mataram Hospital consist of home care, inpatient
and outpatient. The financing sources of NTB Provincial Hospital are from regional
goverment budget. The numbers of patient using BPJS in NTB provincial hospital
was around 85%, 12% used general funding, and 3% used privat assurance; Patients
at the Risa Sentra Medika Mataram Hospital mostly use private insurance is around
95% and 5% used general funding.

Conclusion: This study indicated that both of those hospitals belonged to geriatric
complete service level. The financing types used by the elderly in NTB provincial
hospital were mostly by BPJS while in Risa Sentra Medika hospital used privat
assurance.

Keywords: Hospital, Home Care, Indonesian Health Insurance System (BPJS).

viii
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................. iv

PERNYATAAN ..................................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................. vii

ABSTRACT ........................................................................................... viii

DAFTAR ISI .......................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ............................................ xv

BAB I – PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 7

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori ............................................................................... 9

2.1.1 Lanjut Usia .................................................................... 9

2.1.2 Layanan Kesehatan Lansia di Dunia ............................... 11

2.1.3 Layanan Lansia di Indonesia .......................................... 12

2.1.4 Pembiayaan Kesehatan .................................................. 16

2.1.4.1 Pembiayaan kesehatan secara global .................... 16

2.1.4.2 Pembiayaan kesehatan di Amerika ...................... 18

ix
2.1.4.3 Pembiayaan di Belanda ...................................... 19

2.1.4.4 Pembiayaan di Indonesia .................................... 20

2.1.4.5 Pembiayaan di Nusa Tenggara Barat ................... 20

2.1.4.6 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan 22

BAB III – KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 26

BAB IV – METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ........................................................................ 28

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 29

4.3 Populasi dan Sampel .................................................................. 29

4.4 Kriteria Sampel .......................................................................... 30

4.5 Definisi Operasional ................................................................... 31

4.6 Prosedur Pengumpulan Data ........................................................ 31

4.7 Metode Analisis Data .................................................................. 32

BAB V – HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil dan Pembahasan ................................................................ 34

5.1.1 Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB ........................ 34

5.1.1.1 Karakteristik Lansia di Rumah Sakit Umum Daerah

Provinsi NTB ................................................................... 34

5.1.1.2 Program Pelayanan Khusus Lansia di Rumah Sakit

Umum Daerah Provinsi NTB ............................................ 37

5.1.1.3 Tipe Pembiayaan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

NTB .................................................................................. 39

x
5.1.2 Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram ........................ 41

5.1.2.1 Karakteristik Kunjungan di Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram ............................................................... 41

5.1.2.2 Program Pelayanan Khusus Lansia di Rumah Sakit

Risa Sentra Medika Mataram ............................................ 43

5.1.2.3 Tipe Pembiayaan di Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram ............................................................... 45

5.1.3 Perbandingan Model Pelayanan dan Tipe Pembiyaan ........... 46

BAB VI – KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ................................................................................ 49

6.2 Saran .......................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 51

LAMPIRAN ................................................................................................ 54

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perkembangan Penduduk Di Dunia ........................................ 10

Gambar 2.2 Angka Kesakitan Penduduk Lanjut usia Menurut Provinsi

tahun 2011 ............................................................................................... 11

Gambar 2.3 Pembiayaan Kesehatan di Provinsi NTB Tahun 2016............ 21

Gambar 3.1 Diagram Pelayanan Kesehatan dan Tipe Pembiayaan ............ 26

Gambar 5.1 Loket pendaftaran lansia Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

NTB......................................................................................................... 37

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Rencana Kegiatan Penelitian ................................................... 29

Tabel 5.1 Tabel 5.1 Penyakit Terbanyak pada Lansia di Rumah Sakit

Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018 ................................................... 35

Tabel 5.2 Tipe Pembiayaan kesehatan dan Total Kunjungan Lansia di

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018 ............................ 40

Tabel 5.3 Penyakit Terbanyak pada Lansia di Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram tahun 2018 ................................................................... 43

Tabel 5.4 Tipe Pembiayaan kesehatan di Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram tahun 2018 ................................................................... 46

xiii
LAMPIRAN

Lampiran 1 Pertanyaan Wawancara........................................................ 54

Lampiran 2 Form Persetujuan Partisipan dalam Penelitian ..................... 55

Lampiran 3 Ethical Clearance ................................................................ 56

Lampiran 4 Izin Penelitian .................................................................... 57

Lampiran 5 Izin Penelitian .................................................................... 58

xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan

BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


BPS Badan Pusat Statistik
Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional
FKTL Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut
FKTP Fasilitas Kesahatan Tingkat Pertama
IGD Instalasi Gawat Darurat
INA-CBGs Indonesian Case Based Groups
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
Kemenkes RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Lansia Lanjut Usia
NTB Nusa Tenggara Barat
PBI Penerima Bantuan Iuran
PMK Peraturan Menteri Kesehatan
Posyandu Pos Pelayanan Terpadu
Puskesmas/Pkm Pusat Kesehatan Masyarakat
RITL Rawat Inap Tingkat Lanjut
RS Rumah Sakit
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
UHC Universal Health Coverage
UHH Usia Harapan Hidup
UU Undang-undang
VWOs Voluntary Welfare Organisations
WHO World Health Organizations

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan unsur vital untuk mendukung pembangunan

ekonomi serta berperan dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Keberhasilan pembangunan kesehatan sendiri mempunyai dampak terhadap

terjadinya penurunan angka kelahiran, angka kesakitan, dan angka kematian

serta peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) saat lahir. dan jika terus

bertambah, mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia dengan

jumlah yang cukup signifikan (Permenkes, 2016).

Salah satu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan

pelayanan kesehatan adalah penduduk lanjut usia. Seseorang dikatakan lanjut

usia jika berusia diatas 60 tahun bedasarkan UU RI Nomer 13 Tahun 1998.

Indonesia merupakan Negara ke-5 dengan populasi lanjut usia terbesar di dunia

berdasarkan hasil sensus 2010. Berdasarkan data Susenas 2016, presentase

penduduk lansia di Indonesia sebesar 8,69 persen atau sekitar 23 juta jiwa dari

populasi penduduk di mana presentase lansia perempuan sekitar satu persen

lebih tinggi dibandingkan lansia laki-laki (Susenas, 2016).

Besarnya jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia bisa membawa

dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lanjut

usia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Dan akan berdampak

negatif, apabila besarnya jumlah penduduk lanjut usia menjadi beban jika

1
2

lanjut usia memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat pada

peningkatan biaya pelayanan kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan,

dan peningkatan disabilitas. Oleh karena itu perlu dikembangkan pelayanan

yang lebih mengutamakan upaya peningkatan, pencegahan, dan pemeliharaan

kesehatan (Susenas, 2017).

Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia bertujuan untuk

menjaga agar para lanjut usia tetap sehat, mandiri, aktif dan produktif secara

sosial dan ekonomi sehingga pemerintah berkewajiban untuk menjamin

ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi pengembangan

kelompok lanjut usia. Sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyebutkan bahwa upaya untuk

meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat berdasarkan prinsip non

diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan (Permenkes, 2016).

Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok

lansia, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui

beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas

dan pelayanan kesehatan tingkat lanjut adalah Rumah Sakit. Puskesmas

merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (First Health Service) yang

diperlukan untuk masyarakat yang sedang sakit ringan atau masyarakat yang

sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka dan Rumah Sakit diperlukan

untuk penyakit kronis yang dialami kelompok lansia (Susenas, 2016).

Meningkatnya prevalensi penyakit kronis terjadi seiring dengan

bertambahnya usia. Berdasarkan laporan 50-80% lansia yang berusia 65 tahun


3

dan ke atas rata-rata akan mempunyai lebih dari satu penyakit kronis dan harus

di rawat di rumah sakit. Rata-rata penyebab lansia dirawat adalah karena

menderita penyakit penyakit degeneratif seperti stroke (15,1%), hipertropi

prostat (11,8%) dan diabetes melitus (9,8%). Sedangkan penyakit infeksi hanya

sedikit, misalnya pneumonia hanya 5,71% bronkhitis 1,63%. Penyebabnya

mungkin karena lansia yang telah semakin banyak dan rawan menderita sakit

yang berkaitan dengan kemunduran fungsi organ polifarmasi. Polifarmasi pada

lansia dengan keterbatasan fisiologik dalam metabolisme obat menyebabkan

rawan terhadap efek samping, interaksi dan keracunan obat. Oleh karena itu

perlu pertimbangan yang matang dalam penulisan resep dan penggunaan obat

untuk kelompok ini dan penanganan lebih lanjut di rumah sakit (Depkes,

2012).

Pada tahun 2005, semua negara anggota WHO, termasuk Indonesia

berkomitmen untuk mencapai Universal Health Coveage (UHC). Universal

Health Coverage adalah program yang memastikan masyarakat memiliki akses

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa harus mengahadapi kesulitan

finansial. Hal ini ditunjang dengan pelayanan fasilitas kesehatan yang

berkualitas.Indonesia sudah mengambil langkah signifikan dengan

menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional yang merupakan integerasi dari

berbagai bentuk jaminan kesehatan yang telah diterapkan sebeumnya.

Berdasarkan data BPJS Kesehatan 1 April 2018, ada 165 juta jiwa atau 75%

dari jumlah penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN. Sementara target

Pemerintah pada Januari 2019 sekitar 95% atau 257,5 juta jiwa penduduk
4

Indonesia sudah menjadi peserta JKN. Hal ini untuk mewujudkan UHC di

Indonesia sesuai target yang ditetapkan (WHO Indonesia, 2019).

Perkembangan jumlah Fasilitas Kesahatan Tingkat Pertama (FKTP)

yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan juga meningkat. Pada tahun 2014

sekitar 18.437 FKTP yang telah bekerja sama dengan BPJS, pada akhir tahun

2017 menjadi 21.763 atau terjadi peningkatan sekitar 18%. Sementara untuk

Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) yang bekerjasama dengan program

JKN pada tahun 2016 terdapat 1.681 FKTL, meningkat 36% menjadi 2.292

FKTL di akhir 2017. Dari total FKTL yang berpartisipasi, rumah sakit miliki

Pemerintah masih mendominasi sebanyak 52,2% dan rumah sakit swasta

sebanyak 47,8% (Kemkes, 2018).

Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-

KIS) menggunakan metode pembiayaan Indonesian Case Based Groups (INA-

CBGs) untuk pembayaran klaim di rumah sakit. Dengan INA-CBGs, standar

tarif yang digunakan untuk membiayai pelayanan di RS yang melayani pasien

peserta JKN-KIS sudah ditentukan oleh pemerintah. Model tarif INA-CBGs

sejatinya merupakan tarif paket berdasarkan diagnosa penyakit yang sudah

mencakup semua biayayang dihabiskan dalam pengobatan suatu penyakit

yangtelah dihitung total dari biaya obat, perawatan maupun operasi, sehingga

pelayanan pada pasien pun sesuai standar (Idris, 2016).

Menurut Ketua Komisi Monitoring dan Evaluasi Dewan Jaminan

Sosial Nasional (DJSN) pengelompokan tarif INA-CBGs kurang baik,

khususnya perawatan intensif dan rawat inap jangka panjang. Akibatnya, RS


5

mengeluarkan biaya lebih dibanding tarif yang bisa diklaim. Rendahnya tarif

yang tercantum dalam paket INA-CBGs membuat RS swasta masih ragu untuk

menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan selaku pengelola program JKN-

KIS. Berdasarkan data, dari sekitar 2.500 RS di Indonesia, 1.900 RS

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Dari jumlah itu, sekitar 50%-nya ialah

RS milik swasta yang dapat menjadi provider JKN-KIS. Belum bergabungnya

sejumlah RS swasta untuk melayani pasien JKN-KIS, akan berdampak negatif

pada pelaksanaan sistem JKN-KIS. Pasalnya, pasien rujukan akan menumpuk

di RS milik pemerintah. Imbasnya, pemandangan pasien yang mengantri cukup

panjang untuk mendapatkan pengobatan menjadi pemandangan sehari-hari di

RS pemerintah. Selain itu, juga harus ada perbedaan tarif antara RS pemerintah

dan swasta. Pasalnya, berbeda dengan RS pemerintah yang mendapatkan

bantuan dana APBN/ APBD, RS swasta mengeluarkan investasi dan modal

yang cukup besar untuk misalnya membangun gedung, pengadaan alat

kesehatan dan obat-obatan (Idris, 2016).

Berdasarkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS

Tahun 2018, sistem rujukan berobat harus berjenjang maka pasien dari fasilitas

kesehatan (faskes) pertama harus dirujuk terlebih dahulu ke RS tipe D dan C,

kemudian tipe B dan A. Jika RS tipe D dan C tidak memiliki SDM dan sarana

dan prasarana sesuai kebutuhan pasien barulah peserta bisa dirujuk ke RS tipe

B. Tapi untuk penyakit-penyakit tertentu yang fasilitasnya hanya ada di RS tipe

B, pasien bisa langsung dirujuk tanpa berjenjang, misalnya untuk pelayanan


6

hemodialisa harus dirujuk langsung ke RS Tipe B karena hanya RS tipe B yang

memiliki alat tersebut (Kemkes, 2018).

Maka dari itu, peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai model layanan kesehatan dan tipe pembiayaan di rumah sakit

pemerintah dengan swasta dan di rumah sakit tipe B dan tipe C. Sehingga

peneliti memilih Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB sebagai contoh

rumah sakit pemerintah dengan tipe B dan Rumah Sakit Risa Sentra Medika

Mataram sebagai contoh rumah sakit dengan tipe C.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana model layanan kesehatan kesehatan lanjut usia di Rumah

Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram?

2. Apa saja tipe pembiayaan pada pelayanan kesehatan lanjut usia di

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram?

3. Bagaimana karakteristik pasien lanjut usia di Rumah Sakit Umum

Daerah Provinsi NTB dan Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui model layanan kesehatan kesehatan lanjut usia di

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram
7

2. Untuk mengetahui apa saja tipe pembiayaan pada pelayanan kesehatan

lanjut usia di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan Rumah

Sakit Risa Sentra Medika Mataram

3. Untuk mengetahui karakteristik pasien lanjut usia di Rumah Sakit

Umum Daerah Provinsi NTB dan Rumah Sakit Risa Sentra Medika

Mataram

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai data

dasar penelitian untuk penelitian lebih lanjut mengenai model

layanan kesehatan dan tipe pembiayaan dalam pelayanan

kesehatan lanjut usia di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

dan Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram.

1.4.2 Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan evaluasi dan

informasi mengenai model layanan kesehatan dan tipe pembiayaan

dalam pelayanan kesehatan lanjut usia di Rumah Sakit Umum

Daerah Provinsi NTB dan Rumah Sakit Risa Sentra Medika

Mataram

1.4.3 Bagi Masyarakat dan Lanjut usia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi

masyarakat khususnya kelompok lansia mengenai model layanan

kesehatan dan tipe pembiayaan dalam pelayanan kesehatan lanjut


8

usia di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan Rumah

Sakit Risa Sentra Medika Mataram.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Lanjut Usia

Lanjut usia ialah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih

karena pada usia tersebut mulai terjadi penurunan fisik dan fisiologis yang cukup

signifikan. Dalam peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 25 tahun

2016 tentang rencana aksi nasional kesehatan lanjut usia tahun 2016-2019,

kelompok lanjut usia dibedakan menjadi beberapa kelompok antara lain :

a. Lanjut usia berkualitas, adalah lanjut usia yang sehat, mandiri, aktif dan

produktif.

b. Lanjut usia sehat adalah lanjut usia yang tidak menderita penyakit atau

walaupun menderita penyakit tetapi dalam kondisi yang terkontrol.

c. Lanjut usia mandiri adalah lanjut usia yang memiliki kemampuan untuk

melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri.

d. Lanjut usia aktif adalah lanjut usia yang masih mampu bergerak dan

melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa bantuan orang lain dan

beraktifitas dalam kehidupan sosialnya seperti mengikuti pengajian,

arisan, mengajar dan sebagainya.

e. Lanjut usia produktif adalah lanjut usia yang mempunyai kemampuan

untuk berdaya guna bagi dirinya dan atau orang lain.

Secara global populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan baik secara

global, Asia dan Indonesia dari tahun 2015 sudah memasuki era penduduk menua

9
10

(ageing population) karena jumlah penduduknya yang berusia 60 tahun ke atas

(penduduk lansia) melebihi angka 7 persen ( Depkes, 2017).

Gambar 2.1 Perkembangan Penduduk Di Dunia

Sumber : Susenas, 2016

Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017

terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi

jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta),

tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta). Dengan meningkatnya

jumlah lansia setiap tahun akan banyak juga kelompok lansia yang

mengalami keluhan kesehatan mengingat kondisi fisik lansia yang terus

menurun ( Depkes, 2017) .

Kondisi fisik lanjut usia yang terus menerus menurun membuat

rentan mengalami keluhan kesehatan dan menyebabkan peningkatan angka

kesakitan bagi kelompok lansia. Secara geografis, angka kesakitan lanjut


11

usia bervariasi antar provinsi. Angka kesakitan tertinggi yaitu di Provinsi

Aceh dengan persentase sebesar 36,02 persen, sedangkan provinsi dengan

angka kesakitan terendah adalah Maluku (20,49 persen) dan rata-rata untuk

angka kesakitan lanjut usia di Indonesia sebesar 26,72 persen. NTB sendiri

memiliki angka kesakitan lansia sekitar 29,97 persen yang artinya angka

kesakitan Provinsi NTB sendiri diatas rata-rata angka kesakitan nasional

(BPS, Susenas 2017).

Gambar 2.2 Angka Kesakitan Penduduk Lanjut usia Menurut

Provinsi tahun 2017

2.1.2 Layanan Kesehatan Lansia di Dunia

Penanganan lansia merupakan pelayanan kesehatan geriatrik komprehensif

(preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif) dengan pendekatan holistik. Di Negara

maju seperti Singapura, layanan kesehatan lansia mencakup skrining dan preventif,

poliklinik rawat jalan, dan dokter keluarga, dengan kontak langsung antara

profesional kesehatan dengan lansia. Di Singapura juga terdapat organisasi non


12

pemerintah yang beperan dalam pelayanan kesehatan lansia yaitu Voluntary

Welfare Organisations (VWOs). VWOs didukung oleh pemerintah Singapura

mulai dari pendanaan, mengkoordinasikan antar pihak pemerintah terkait, dan

penyediaan fasilitas untuk peningkatan pelayanan (AIC, 2016).

Di Negara Jepang, penduduk yang sudah berusia lanjut diberikan pelayanan

berupa Home care. Pelayanan home care ini terdiri dari home help, home bath

service, visiting nurse, home rehabilitation, nursing home daycare, health daycare.

Dampak positif dari layanan ini berupa penurunan angka kematian pada lansia

(Kato et al, 2009).

Negara Malaysia sebagai negara tetangga terdekat dengan Indonesia juga

sudah menerapkan program home care untuk lansia. Program ini dimonitor oleh

Ministry of Women, Family, and Community Development dan melalui pengawasan

langsung Department of Social Welfare. Ini diperuntukan untuk lansia yang

membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas harian. Pelayanannya berupa

perawatan, bantuan aktivitas harian, pengobatan, perawatan medis regular dan

darurat oleh dokter, tempat tinggal dan makana sehat, pastoral services, dan

program sosial dan rekreasi (Xin, Sulaiman, & Baldry, 2013).

2.1.3 Layanan Lansia di Indonesia

Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan

perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang

dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.


13

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71

Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan

Nasional, bahwa fasilitas pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua tingkat.

Tingkat primer yang terdiri dari puskesmas, praktik dokter, praktik dokter

gigi, dan klinik pratama atau yang setara. Sedangkan untuk tingkat sekunder

terdiri dari Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta (Depkes,

2013).

Salah satu layanan kesehatan primer di Indonesia adalah Pos

Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia. Posyandu lanjut usia adalah

suatu wadah pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat yang

bertugas untuk melayani penduduk lansia. Pembentukan dan pelaksanaan

pelayanan ini dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya

masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta,

organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan

kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Di samping pelayanan

kesehatan, Posyandu Lanjut Usia juga memberikan pelayanan sosial,

agama, pendidikan, keterampilan, olah raga, seni budaya, dan pelayanan

lain yang dibutuhkan para lansia dengan tujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Selain itu

Posyandu Lansia membantu memacu lansia agar dapat beraktifitas dan

mengembangkan potensi diri (Kemkes,2016).

Dalam meningkatan angka kesehatan lansia di tingkat lanjutan,

Pemerintah mengeluarkan Permenkes Nomor 79 Tahun 2014 tentang


14

Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit merupakan pedoman

dalam pelayanan geriatri di Rumah Sakit yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup, kualitas pelayanan, dan keselamatan pasien

geriatri di Rumah Sakit dan memberikan acuan dalam penyelenggaraan dan

pengembangan pelayanan geriatri di Rumah Sakit. Pelayanan geriatri

diberikan kepada pasien lansia dengan kriteria memiliki lebih dari 1 (satu)

penyakit fisik dan/atau psikis; atau memiliki 1 (satu) penyakit dan

mengalami gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial,

ekonomi dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Mengingat penyakit yang dialami oleh lansia tersebut lebih dari satu dan

multipatologi maka konsep pelayanan geriatri terpadu bagi lansia perlu

dikembangkan di Rumah Sakit, sehingga lansia mendapatkan pelayanan

one stop service, yang melibatkan beberapa spesialis pada satu tempat yang

sama (Kemkes, 2016). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia no. 79 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri di

rumah sakit, pelayanan geriatri di rumah sakit dibagi menjadi :

1. tingkat sederhana;

Jenis pelayanan Geriatri tingkat sederhana, terdiri atas

rawat jalan dan kunjungan rumah (home care).

2. tingkat lengkap;

Jenis pelayanan Geriatri tingkat lengkap, terdiri atas rawat

jalan, rawat inap akut, dan kunjungan rumah (home care).


15

3. tingkat sempurna; dan

Jenis pelayanan Geriatri tingkat sempurna, terdiri atas rawat

jalan, rawat inap akut, kunjungan rumah (home care), dan

Klinik Asuhan Siang.

4. tingkat paripurna.

Jenis pelayanan Geriatri tingkat paripurna, terdiri atas rawat

jalan, Klinik Asuhan Siang, rawat inap akut, rawat inap

kronik, rawat inap Psikogeriatri, penitipan Pasien Geriatri

(respite care), kunjungan rumah (home care), dan Hospice.

Pelayanan kesehatan lansia akan terus dikembangkan oleh

Kementerian Kesehatan dan menitikberatkan pada fasilitas kesehatan baik

yang berada di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi.

Pengembangan ini tetap mengacu pada PMK RI Nomor 25 Tahun 2016

tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019

berupa :

1) Pengembangan pelayanan perawatan bagi lansia dalam keluarga


2) Pengetahuan lansia tentang kesehatan

3) Jumlah lansia yang mendapatkan pelayanan kesehatan

4) Koordinasi dengan BPJS Kesehatan dalam meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan .
16

2.1.4 Pembiayaan Kesehatan

2.1.4.1 Pembiayaan kesehatan secara global

Proses pelayanan kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan

pembiayaan kesehatan. Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang

harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan

berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan,

keluarga, kelompok dan masyarakat. beberapa model sistem

pembiayaan pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh beberapa

negara, berdasarkan sumber pembiayaannya antara lain : (Febri,

2015).

1. Direct Payments by Patients

Model Pembayaran ini mewajibkan setiap individu menanggung

secara langsung besaran biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan

tingkat penggunaannya. Pada umumnya model ini akan

mendorong penggunaan pelayanan kesehatan secara lebih hati-

hati dalam memilih pelayanan kesehatan terbaik, serta adanya

kompetisi antara para provider pelayanan kesehatan untuk

menarik konsumen atau free market. Free market dalam

pelayanan kesehatan tidak selalu berakhir dengan peningkatan

mutu, tetapi bisa mengarah pada penggunaan terapi yang

berlebihan.
17

2. User payments

Pada sistem pembiayaan ini, individu membayar secara langsung

biaya pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan pemerintah

maupun swasta. Besaran biaya yang bebeda setiap kunjungan

sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan, biasanya

terjadi untuk fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Namun model

yang umum digunakan adalah ’flat rate’ artinya besaran biaya

per-episode sakit bersifat tetap.

3. Saving based

Dalam model ini biaya kesehatan akan ditanggung oleh individu

sesuai dengan tingkat penggunaannya, namun individu tersebut

mendapatkan bantuan dalam mengelola pengumpulan dana

(saving) dan penggunaannya bilamana membutuhkan pelayanan

kesehatan. Biasanya model ini hanya mampu mencakup

pelayanan kesehatan primer dan bersifat akut, bukan pelayanan

kesehatan yang bersifat kronis karena biasanya tidak bisa

ditanggung oleh setiap individu meskipun dengan mekanisme

saving.

4. Informal

Pembayaran pada model ini dilakukan oleh individu pada

provider kesehatan formal seperti dokter, bidan tetapi juga pada

provider kesehatan lain misalnya: mantri, dan pengobatan

tradisional; tidak dilakukan secara formal atau tidak diatur


18

besaran, jenis dan mekanisme pembayarannya. Besaran biaya

biasanya timbul dari kesepakatan atau sudah diatur oleh provider

dan juga dapat berupa pembayaran dengan barang. Pada negara

berkembang biasanya model ini sering digunakan karena belum

mempunyai sistem pelayanan kesehatan dan pembiayaan yang

mampu mencakup semua golongan masyarakat dan jenis

pelayanan.

5. Insurance Based

Pada sistem pembiayaan ini, individu tidak menanggung biaya

langsung pelayanan kesehatan. Dapat digambarkan bahwa satu

kelompok individu mempunyai resiko kesakitan yang telah

diperhitungkan jenis, frekuensi dan besaran biayanya.

Keseluruhan besaran resiko tersebut diperhitungkan dan dibagi

antar anggota kelompok sebagai premi yang harus dibayarkan.

Apabila pembiayaan kelompok, maka keseluruhan biaya

pelayanan kesehatan sesuai yang diperhitungkan akan ditanggung

dari dana yang telah dikumpulkan bersama-sama. Organisasi

pengelola dana asuransi bertugas untuk menentukan besaran

premi dan jenis pelayanan yang ditanggung serta mekanime

pembayarannya (Febri, 2015).

2.1.4.2 Pembiayaan kesehatan di Amerika

Amerika Serikat adalah negara yang menerapkan asuransi

kesehatan komersial bagi rakyatnya. Mereka bebas untuk


19

menentukan pilihan maupun tidak menggunakan asuransi. Meski

akhirnya jumlah perusahaan asuransi kesehatan menjamur namun

biaya operasional sangat besar, premi melesat turun setiap tahun,

tingginya unnecessary utilization karena sistem pembiayaan fee for

services maupun mutu pelayanan kesehatan yang meragukan meski

penggunaan teknologi canggih bukan lagi hal yang baru (Mosiolos

and Wenzl, 2015).

2.1.4.3 Pembiayaan di Belanda

Pemerintah Belanda merancang agar seluruh warganya

memperoleh jaminan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup

minimumnya. Maka itu diterapkan program asuransi kesehatan

sosial yang dikelompokkan menjadi dua yaitu yang berlaku bagi

seluruh penduduk (national scheme) dan bagi kelompok tenaga

kerja, yang kemudian membuka peluang jaminan sosial sesuai

kebutuhan atau kemampuan tenaga kerja. Belanda juga memiliki

undang-undang yang mengatur pengaturan tarif rumah sakit yaitu

“The Health Care Rates Act”. Tarif rumah sakit ditetapkan

berdasarkan negosiasi rumah sakit dan lembaga asuransi kesehatan

serta musti mendapat persetujuan “The Central Health Care Rates

Boards” (Mosiolos and Wenzl, 2015).


20

2.1.4.4 Pembiayaan di Indonesia

Menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial menyebutkan bahwa sumber pendanaan dapat

berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan

masyarakat, dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai

kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan, bantuan asing

sesuai dengan kebijakan pemerintah dan peraturan perundang-

undangan, serta sumber pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan

perundang-undangan.

2.1.4.5 Pembiayaan di Nusa Tenggara Barat

Sumber Pembiayaan pembangunan kesehatan di Provinsi NTB

diperoleh dari berbagai sumber yaitu APBD kabupaten/kota se-

NTB, APBD Provinsi NTB, APBN, Jaminan Kesehatan Nasional,

sumber pemerintah lainnya,swasta dan masyarakat. Pembiayaan

kesehatan se-Provinsi NTB tahun 2016 dapat dilihat pada gambar

berikut.
21

Gambar 2.3 Pembiayaan Kesehatan di Provinsi NTB Tahun 2016

Sumber: Profil Kesehatan Dinas Kesehatan kabupaten/kota Tahun 2016 dan Subag
Proglap Dinas Kesehatan Prov NTB, 2016.

Anggaran kesehatan di provinsi NTB masih dibawah patokan

tentang kecukupan anggaran kesehatan. Menurut WHO, bahwa

anggaran kesehatan yang ideal untuk menjamin terselenggaranya

program/pelayanan kesehatan esensial adalah sebesar US$34/kapita

atau sekitar Rp.462.400/kapita (1 US$ = Rp. 13.600). Sedangkan

anggaran kesehatan se-Provinsi NTB tercatat sebanyak

Rp.2.111.364.783.971,- atau Rp. 431.076 perkapita/tahun (Dinkes

provinsi NTB, 2017).

Anggaran kesehatan berasal dari APBD kabupaten/kota yaitu

dari Dinas Kesehatan dan RSUD tahun 2016 sebanyak Rp.

2.014.276.180.636,- (95%) dari total anggaran kesehatan se-Provinsi

NTB. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 mengamanatkan bahwa


22

anggaran untuk bidang kesehatan adalah 10% dari anggaran daerah

di luar gaji (Dinkes provinsi NTB, 2017).

2.1.4.6 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Menurut Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan Nomor 4 tahun 2016 Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan (BPJS) adalah badan hukum publik yang dibentuk

untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, dimana

Jaminan Kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan

kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan

kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar

iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Koordinasi Manfaat antara BPJS Kesehatan dengan

Penyelenggara Asuransi Kesehatan Tambahan dapat diberikan pada

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dilakukan

untuk pemberian pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)

sesuai indikasi medis dan di luar Kasus Non Spesialistik. Selain

koordinasi dengan FKRTL, BPJS Kesehatan dan Penyelenggara

Asuransi Kesehatan Tambahan dapat melakukan kerja sama dan

kordinasi : kepesertaan; sosialisasi; pengumpulan iuran; dan sistem

informasi.
23

a. Koordinasi pendaftaran peserta Program Jaminan Kesehatan,

dilakukan dengan tahapan:

1. Badan Usaha mendaftarkan seluruh Pekerjanya dan Anggota

Keluarganya ke Penyelenggara Asuransi Kesehatan

Tambahan;

2. Penyelenggara Asuransi Kesehatan Tambahan menerima

pendaftaran dari Badan Usaha untuk seluruh Pekerjanya dan

Anggota Keluarganya;

3. Penyelenggara Asuransi Kesehatan Tambahan memastikan

Badan Usaha telah mendaftarkan seluruh pekerjanya dan

Anggota Keluarganya sebagai Peserta BPJS Kesehatan;

4. Penyelenggara Asuransi Kesehatan Tambahan menyerahkan

berkas pendaftaran Badan Usaha kepada BPJS Kesehatan;

dan

5. Penyelenggara Asutransi Kesehatan Tambahan melaporkan

data peserta yang mengikuti Koordinasi Manfaat kepada

BPJS Kesehatan.

b. Koordinasi mutasi tambah kurang peserta Koordinasi Manfaat

dilakukan dengan tahapan:

1. Badan Usaha atau Peserta dapat memperbarui data peserta

Koordinasi Manfaat ke Penyelenggara Asuransi Kesehatan

Tambahan;
24

2. Penyelenggara Asuransi kesehatan tambahan melaporkan

pembaharuan data Peserta Koordinasi Manfaat ke BPJS

Kesehatan; dan

3. Penyelenggara Asuransi Kesehatan Tambahan menerbitkan

Kartu Identitas bersama bagi Peserta Koordinasi Manfaat.

c. Koordinasi sosialisasi dilakukan dalam bentuk :

1. Sosialisasi aktif dan pemasaran program jaminan kesehatan

nasional oleh Penyelenggara Asuransi Kesehatan

Tambahan; dan

2. Sosialisasi bersama antara BPJS Kesehatan dan

Penyelenggara Asuransi Kesehatan Tambahan kepada

Peserta, fasilitas kesehatan dan pihak-pihak lain yang terkait.

d. Koordinasi pengumpulan iuran dilakukan dengan tahapan:

1. Peserta atau Badan Usaha membayar iuran jaminan

kesehatan dan premi kepada Penyelenggara Asuransi

Kesehatna Tambahan;

2. Penyelenggara Asuransi Kesehatan Tambahan menerima

iuran jaminan kesehatan dan premi dari Peserta atau Badan

Usaha;

3. Penyelenggara Asuransi Kesehatan Tambahan membayar

iuran jaminan kesehatan Peserta atau Badan Usaha kepada

BPJS Kesehatan; dan


25

4. BPJS Kesehatan menerima iuran jaminan kesehatan dari

Penyelenggara Asuransi Kesehatan Tambahan.

e. Koordinasi sistem informasi dilakukan dalam proses

pendaftaran peserta Koordinasi Manfaat, perubahan data dan

mutasi tambah kurang peserta Koordinasi Manfaat.


BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:

BPJS Asuransi lain

Pemerintah Swasta Pribadi

Pembiayaan

Fasilitas Kesehatan Fasilitas Kesehatan


Tingkat Pertama Tingkat Sekunder

Puskesmas Rumah Sakit Rumah Sakit


Pemerintah Swasta

Derajat Kesehatan Lansia

Bappenas Kemensos RI Kemenkes RI

UU Nomor 17 Tahun 2007  PP No. 43 Tahun 2004  UU No. 13 Tahun 1998


tentang Rencana tentang Pelaksanaan upaya tentang Kesejahteraan Lansia
Pembangunan jangka Panjang peningkatan kesejahteraan  PMK RI No. 25 Tahun 2016
Nasional Tahun 2005-2025 tentang Rencana Aksi
sosial lanjut usia
Nasional Lansia Tahun 2016-
 UU No. 13 Tahun 1998 2019
tentang Kesejahteraan  UU No.24 Tahun 2014
Lansia  UU No.36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
 UU No.40 Tahun 2004
tentang SJSN

26
27

Keterangan :

: Yang diteliti

: Yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Diagram Pelayanan Kesehatan dan Tipe Pembiayaan


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang

dilaksanakan oleh dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL(K)., M.Kes., FICS.

dan dr. W. S. Affarah, MPH. yang berjudul Review Model Pelayanan

Kesehatan Bagi Penduduk Berusia Lanjut di Jepang, Korea, Cina, Thailand,

Indonesia, dan Philipina.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-

kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau

daerah tertentu. Penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif yaitu

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain

penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan informasi-

informasi yang jelas serta lengkap yang berhubungan dengan model layanan

kesehatan dan tipe pembiayaan dalam pelayanan kesehatan lanjut usia di

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram. (Sudigdo, 2014). Pengambilan data dilakukan secara

Potong Lintang (Cross Sectional) dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

28
29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

NTB dan Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram.

Tabel 4.1 Rencana Kegiatan Penelitian

Rencana Kegiatan Agustus - Januari - Februari


Desember Februari
Penyusunan Proposal Penyusunan

Pengambilan data pengambilan

Pengolahan dan pengambilan


analisis data
Penyusunan laporan penyusunan

4.3 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Pada penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi,

Karena penelitian jenis ini berangkat dari kasus tertentu yang ada pada

situasi tertentu, sehingga hasil penelitian tidak akan diberlakukan untuk

sebuah populasi melainkan diserahkan ketempat lain pada situasi sosial

yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari.

Penelitian kualitatif menggunakan istilah situasi sosial (social situation)

yang memiliki tiga elemen; tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas

(activity) yang berinteraksi secara sinergis (Sugiyono, 2008).


30

Tempat yang ingin diteliti adalah Kota Mataram, untuk pelaku

rumah sakit pemerintah dan swasta; rumah sakit tipe B dan tipe C, untuk

aktivitas yang ingin diteliti mengenai model pelayanan dan tipe

pembiayaan pada kelompok lansia.

4.2.2 Sampel

Sampel pada penelitian kualitatif bukan dinamakan responden

melainkan narasumber atau informan. Sampel disebut sampel teoritis

bukan sampel statistik karena pada penelitian ini bertujuan menghasilkan

suatu teori.

Sampel rumah sakit tibe B yang diambil adalah RSUD Provinsi

NTB dan sampel untuk rumah sakit swasta tipe C yang diambil adalah

Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram.

4.4 Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi sampel

Model pelayanan dan tipe pembiayaan lansia di rumah sakit

pemerintah tipe B dan rumah sakit swasta tipe C di Kota Mataram.

b. Kriteria Inklusi Informan

Orang yang dianggap paham mengenai model pelayanan dan tipe

pembiayaan lansia di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan

Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram, seperti Direktur rumah

sakit, penanggung jawab program lansia, penanggung jawab

program jaminan kesehatan atau asuransi, ataupun pasien lansia.


31

c. Kriteria Ekslusi

Orang yang tidak bersedia menjadi responden.

4.5 Definisi Operasional

Variable yang digunakan pada penelitain ini adalah

a) Model layanan lansia

Model layanan yang dimaksud peneliti seperti layanan atau

program-program yang di miliki rumah sakit yang dikhususkan bagi

pasien lansia.

b) Tipe pembiayaan

Jenis-jenis pembiayaan yang diberlakukan di rumah sakit yang ingin

diteliti dipenelitian ini.

4.6 Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Oleh karena itu agar hasil yang diperoleh dalam penelitian ini benar-

benar data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan, maka teknik

pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah

metode wawancara mendalam dan data sekunder. Wawancara mendalam

(in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai. Data

Sekunder adalah sumber data penelitian melalui media perantara seperti

buku profil rumah sakit, catatan, atau rekam medis.


32

Wawancara dilakukan dengan pemegang amanah/pejabat di Rumah

Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan Rumah Sakit Risa Sentra Medika

Mataram.

4.7 Metode Analisis Data

Penulis menganalisis data dengan analisis data model Miles and

Huberman (1984) selama berada di lapangan. Metode analisis data pada

penelitian kualitatif menurut Miles and Huberman meliputi :

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya

dan membuang yang tidak perlu. Dengan begitu, maka data yang

nantinya akan dipaparkan dalam penelitian ini akan lebih jelas dan

mudah dipahami karena hanya merupakan data-data yang

memberikan informasi yang penting dan memberi gambaran secara

lebih menyeluruh.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan

data. Dalam penelitian ini penyajian data akan disajikan dengan

uraian teks yang bersifat naratif. Tujuan dalam penyajian data ini

adalah agar hasil penelitian ini mudah untuk dipahami.


33

3. Verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data adalah verifikasi atau penarikan

kesimpulan. Dengan langkah ini maka diharapkan dapat menjawab

rumusan masalah yang telah ditetapkan sehingga menjadi suatu

masalah yang sudah jelas.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk

mengetahui model layanan dan tipe pembiayaan kes ehatan Lansia di layanan

kesehatan sekunder wilayah kota mataram. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Umum Daerah Provinsi NTB yang beralamat di jalan Prabu Rangkasari, Dasan

Cermen, Mataram dan Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram yang beralamat

di Jl Pejanggik No 115, Mataram. Pengambilan data dilakukan satu kali pada kurun

waktu 23 Januari hingga 10 Februari 2019. Data yang diambil adalah data primer

berupa hasil wawancara mendalam dan observasi serta data sekunder yang

diperoleh dari data rekam medis.

5.1.1 Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

Informan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB: (1) kepala bagian

bidang pelayanan dan (2) kepala instansi rekam medis.

5.1.1.1 Karakteristik Lansia di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

Karakteristik penyakit pada lansia di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

NTB sangat bervariasi. Berikut tabel 10 penyakit pada lansia terbanyak di Rumah

Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018.

34
35

Tabel 5.1 Penyakit Terbanyak pada Lansia di Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi NTB tahun 2018
No. Penyakit Jenis Kelamin Persentase (%)
Laki- Perempuan
laki
1 Penyakit jantung iskemik 224 99 18,2
2 Gagal jantung 125 95 12,4
3 Infark serebral 108 92 11,3
4 Gagal ginjal 98 83 10,2
5 Diabetes mielitus 81 98 10,1
6 Hiperplasia prostat 124 0 7
7 Hipertensi 66 81 8,3
8 Pnemonia 77 66 8,1
9 Pendarahan intrakranial 62 60 6,9
10 PPOK 70 62 7,5
Total 1035 736 100

Sumber : Data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018

Diagram 5.1 Jumlah Lansia berdasarkan jenis kelamin di Rumah Sakit


Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018

42% Laki-laki
Perempuan
58%

Sumber : Data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018
36

Berdasarkan tabel diatas, rata-rata penyakit pada pasien lansia di Rumah Sakit

Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018 bersifat degeneratif artinya penyakit-

penyakit yang diakibatkan karena seiring bertambahnya usia. Rasio pasien lansia

berjenis kelamin laki-laki lebih besar sekitar 58% dibandingkan dengan perempuan

yang hanya sekitar 42%. Pasien lansia yang berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah

Provinsi NTB untuk memperoleh pelayanan kesehatan rata-rata berasar dari Kota

Mataram, Lombok Barat, dan Lombok Tengah dengan proporsi pasien hampir

sama. Berikut disajikan diagram pasien Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

berdasarkan tempat tinggal pasien di kabupaten di NTB.

Diagram 5.2 Jumlah pasien berdasarkan kabupaten NTB di Rumah Sakit


Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

BIMA DOMPU KOTA BIMA


LOMBOK BARAT LOMBOK TENGAH LOMBOK TIMUR
LOMBOK UTARA MATARAM SUMBAWA
SUMBAWA BARAT

Sumber : Data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018
37

5.1.1.2 Program Pelayanan Khusus Lansia di Rumah Sakit Umum Daerah

Provinsi NTB

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB menyediakan pelayanan khusus

bagi kelompok lansia berupa loket lansia. Informan dr. Evi mengatakan bahwa loket

lansia tersebut sudah berdiri selama kurang lebih 10 tahun dengan tujuan agar

mempermudah dan memperingan lansia dalam mengantri untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan mengingat kondisi lansia yang sudah tidak kuat lagi. Loket

lansia ini buka selama 6 hari kerja dari pukul 7.00 sampai 12.00 wita.

Gambar 5.1 Loket pendaftaran lansia Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

Pasien lansia yang telah mendaftar pada loket pendaftaran khusus lansia

selanjutkan akan berkunjung ke poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

NTB sesuai dengan keluhan yang dialami. Poliklinik terbanyak yang dikunjungi

para lansia adalah poliklinik penyakit jantung dengan persentase 26% diikuti

poliklinik penyakit dalam dan poliklinik urologi.


38

Diagram 5.3 Jumlah kunjungan pasien lansia di poliklinik


Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018

Penyakit Jantung
7% Penyakit Dalam
9% 26% Urologi
8% Penyakit Paru

9% Mata
17% Syaraf
11%
13% Bedah Onkologi
Orthopedi

Sumber : Data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018

Informan dr. Evi juga mengatakan bahwa di Rumah Sakit Umum Daerah

Provinsi NTB juga sedang mempersiapkan poli khusus geriatri dan kunjungan

rumah (home care) dengan ruangan dan tenaga ahli yang sedang dipersiapkan.

Sumber daya manusia (SDM) di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB baik

tenaga kesehatan, perawat, maupun dokter umum belum ada yang mengikuti

pelatihan khusus geriatri guna meningkatkan kualitas pelayanan bagi pasien lansia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 79

tahun 2014 tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit. Sesuai

dengan pasal 5 tentang jenis pelayanan, untuk Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

NTB sudah dikategorikan sebagai jenis pelayanan geriatri tingkat lengkap

walaupun untuk layanan home care belum tersedia.


39

Berdasarkan penelitian Taufik (2017) tentang pelayanan geriatri di RSUD

Kabupaten Sumedang menyebutkan bahwa RSUD Kabupaten Sumedang telah

tersedia pelayanan home care untuk pasien geriatri; sudah terbentuk tim terpadu

geriatri yang terdiri atas dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis lainnya

yang sesuai dengan jenis penyakit pasien geriatri, dokter umum, perawat yang telah

mendapat pelatihan pelayanan geriatri, apoteker, tenaga gizi, fisioterapis, dan

okupasi terapis; serta loket pendaftaran khusus pasien geriatri di RSUD Kabupaten

Sumedang belum tersedia sehingga pasien lansia harus mengantri dengan pasien

umum lainnya(Taufik, 2017). Persamaan antara pelayanan untuk pasien geriatri di

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan RSUD Kabupaten Sumedang sama-

sama belum terdapat poliklinik geriatri. Beberapa rumah sakit pemerintahan tipe B

yang sudah terdapat pelayanan poliklinik geriatri, seperti RSUD Wangaya

Denpasar dan RSUD Kabupaten Buleleng (RSUD Wangaya, 2019; RSUD

Kabupaten Buleleng, 2018).

5.1.1.3 Tipe Pembiayaan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

Sumber pembiayaan yang digunakan untuk mendanai Pelayanan Lansia di

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB yaitu (1) APBN dan APBD, digunakan

untuk pengadaan atau pembangunan infrastruktur, (2) BPJS, digunakan untuk tarif

dokter dan biaya kesehatan yang diperlukan dan (3) Pembiayaan untuk para petugas

yang bekerja di layanan Lansia bersumber dari negara dengan jumlah sesuai dengan

tingkat golongan Pegawai Negeri Sipil masing-masing.


40

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB menyediakan beberapa tipe

pembiayaan kesehatan antara lain BPJS baik dari Penerima Bantuan Iuran (PBI)

maupun Non-PBI, umum (out of pocket), dan asuransi lain.

Berikut tabel jumlah kunjungan dan tipe pembiayaan pasien di Rumah Sakit Umum

Daerah Provinsi NTB 2018

Tabel 5.2 Tipe Pembiayaan kesehatan dan Total Kunjungan Lansia di Rumah
Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018
No. Tipe Pelayanan

Pembiayaan IGD Rawat Jalan Rawap Inap

1 Non-PBI 7367 (42,9%) 79120 (60,5%) 8600 (51,4%)

2 PBI 4712 (27,4%) 35743 (27,3%) 6366 (38%)

3 Umum 4896 (28,5%) 15667 (12%) 1338 (8%)

4 Asuransi Lain 198 (1,2%) 315 (0,2%) 427 (2,6%)

total 17173 (100%) 130845 (100%) 16731 (100%)

Sumber : Data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018

Para Lansia yang menggunakan jasa layanan kesehatan di Rumah Sakit Umum

Daerah Provinsi NTB dapat memilih metode pembiayaan, menggunakan BPJS,

mandiri, maupun asuransi lainnya baik untuk IGD, rawat inap dan rawat jalan.

Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB, tipe pembiayaan

lansia terbanyak menggunakan BPJS baik PBI maupun Non-PBI sekitar 80%

diikuti pembiayaan umum dan asuransi swasta lainnya. Data di Indonesia, terhitung

per 01 Januari 2019 sebanyak 215.784.340 penduduk telah terdaftar BPJS dari total

265.185.520 penduduk yang terdata pada 31 Desember 2018 dengan presentase

sekitar 81% (BPJS-Kesehatan, 2019; Disdukcapil, 2019). Berdasarkan persentase


41

tersebut dapat disimpulkan bahwa belum tercapainya target UHC di Indonesia,

yaitu terhitung sejak Januari 2019 seluruh penduduk Indonesia diharapkan terdaftar

dalam BPJS.

5.1.2 Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram

Informan di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram: (1) kepala bagian

bidang pelayanan dan (2) kepala instansi rekam medis.

5.1.2.1 Karakteristik Kunjungan di Rumah Sakit Risa Sentra Medika

Mataram

Pasien lansia yang berobat ke Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram untuk

memperoleh pelayanan kesehatan sebagian besar berasal dari Kota Mataram baik

untuk rawat inap maupun rawat jalan. Berikut disajikan diagram pasien Rumah

Sakit Risa Sentra Medika Mataram berdasarkan tempat tinggal pasien di kabupaten

di NTB.
42

Diagram 5.4 Jumlah pasien berdasarkan kabupaten NTB di Rumah Sakit


Risa Sentra Medika Mataram tahun 2018
3000

2500

2000

1500

1000

500

BIMA DOMPU KOTA BIMA


LOMBOK BARAT LOMBOK TENGAH LOMBOK TIMUR
LOMBOK UTARA MATARAM SUMBAWA
SUMBAWA BARAT

Sumber : Data rekam medis Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram tahun 2018

Karakteristik penyakit lansia di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram

rata-rata bersifat degeneratif dengan penyakit hipertensi sebagai penyakit

terbanyak yang dialami para lansia di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram

dengan jumlah pasien 158 laki-laki dan 225 perempuan. Jumlah pasien

perempuan di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram lebih banyak satu

persen dibandingkan jumlah pasien laki-laki.


43

Tabel 5.3 Penyakit Terbanyak pada Lansia di Rumah Sakit Risa Sentra
Medika Mataram tahun 2018
No. Nama Penyakit Laki-laki Perempuan
1 Hipertensi 158 225
2 Diabetes meilitus 155 184
3 Gagal jantung 81 65
4 Infark serebral 62 51
5 PPOK 46 10
6 Gagal ginjal 38 20
total 540 555
Sumber : Data rekam medis Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram tahun 2018

Diagram 5.5 Jumlah Lansia berdasarkan jenis kelamin di


Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB tahun 2018

Laki-laki
51% 49%
Perempuan

Sumber : Data rekam medis Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram tahun 2018

5.1.2.2 Program Pelayanan Khusus Lansia di Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 79

tahun 2014 tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit. Sesuai

dengan pasal 5 tentang jenis pelayanan, untuk Rumah Sakit Risa Sentra Medika

Mataram sudah dikategorikan sebagai jenis pelayanan geriatri tingkat lengkap.


44

Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram telah memiliki pelayanan home care.

Informan Yogie menyebutkan bahwa didirikannya layanan ini untuk

mempermudah pasien pasien pasca rawat inap untuk memperoleh kesehatan

sehingga pasien lansia tidak perlu untuk pergi berkunjung kembali ke rumah sakit

mengingat kondisi dan lokasi rumah yang jauh dari rumah sakit. Kunjungan dalam

pelayanan home care dilakukan 1 minggu sekali, dengan sekali kunjungan

mendatangkan 1 perawat dan 1 dokter umum. Tercatat selama 2018 sudah 9 orang

lansia yang menggunakan layanan ini. Biaya pelayanan home care ini sangat

bervariatif tergantung berat penyakit yang dialami dan lokasi pasien. Untuk dalam

Kota Mataram rentang harganya berkisar antara Rp 75.000 - Rp 160.000,- dan

untuk luar Kota Mataram rentang harganya berkisar antara Rp 100.000 – Rp

208.000,-. Informan Tatik mengatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) di

Rumah Sakit Risa Sentra Medika baik tenaga kesehatan, perawat, maupun dokter

umum belum ada yang pernah mengikuti pelatihan khusus geriatri guna

meningkatkan kualitas pelayanan bagi pasien lansia.

Rumah sakit swasta tipe C lainnya seperti Rumah sakit Prima Medika

Denpasar juga memiliki pelayanan home care yang dapat ditanggung asuransi

kesehatan yang bekerja sama denga pihak rumah sakit. Ruang lingkup pelayanan

home care di Rumah Sakit Prima Medika sama seperti Rumah Sakit Risa Sentra

Medika Mataram (Suarjana, Siswianti, agastya, 2012).


45

5.1.2.3 Tipe Pembiayaan di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram

Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram menyediakan beberapa tipe

pembiayaan kesehatan antara lain umum (out of pocket) dan asuransi lain yang

berkerja sama dengan Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram seperti Inhealth

assurance, AIA assurance, Pt. Angkasapura, Indosemen, dan masih banyak

asuransi yang berkerja sama dengan Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram.

Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram tidak menerima pasien yang

menggunakan BPJS Kesehatan. Dari data yang didapatkan (tabel 5.4) menunjukan

bahwa hampir 95% pasien menggukan asuransi yang sudah bekerja sama dengan

Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram baik dari rawat inap maupun rawat jalan.

Asuransi yang bekerja sama dengan rumah sakit yang digunakan pasien lansia

terbanyak menggunakan asuransi Admedika dengan persentase sekitar 65%, diikuti

asuransi PLN, Astrabuana, Trakindo, dan Inhealth assurance.

Informan Kanaah menyebutkan bahwa Rumah Sakit Risa Sentra Medika

Mataram pernah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sekitar tahun 2013 dan

memutuskan kerja sama pada tahun 2016 dengan alasan karena menguntungkan

salah satu pihak. Menurut Ketua Komisi Monitoring dan Evaluasi Dewan Jaminan

Sosial Nasional (DJSN) pengelompokan tarif INA-CBGs kurang baik, khususnya

perawatan intensif dan rawat inap jangka panjang. Akibatnya, RS mengeluarkan

biaya lebih dibanding tarif yang bisa diklaim. Rendahnya tarif yang tercantum

dalam paket INA-CBGs membuat RS swasta masih ragu untuk menjalin kerjasama

dengan BPJS Kesehatan selaku pengelola program JKN-KIS. Berdasarkan data,

dari sekitar 2.500 RS di Indonesia, 1.900 RS bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.


46

Dari jumlah itu, sekitar 50%-nya ialah RS milik swasta yang dapat menjadi

provider JKN-KIS. Belum bergabungnya sejumlah RS swasta untuk melayani

pasien JKN-KIS, akan berdampak negatif pada pelaksanaan sistem JKN-KIS.

(Idris, 2016)

Tabel 5.4 Tipe Pembiayaan kesehatan di Rumah Sakit Risa Sentra Medika
Mataram tahun 2018
No. Tipe Pelayanan

Pembiayaan Rawat Jalan Persentase Rawap Inap Persentase

(%) (%)

1 Umum 2796 7,6 1028 5,1

2 Asuransi 34207 92,4 19000 94,9

Lain

Total 37003 100 20028 100

Sumber : Data rekam medis Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram tahun 2018

5.1.3 Perbandingan Model Pelayanan dan Tipe Pembiayaan

Pelayanan geriatri di rumah sakit tipe B lebih terpadu dan terintegrasi

dibandingkan dengan rumah sakit tipe C ditandai dengan sudah terbentuknya tim

terpadu geriatri yang terdiri atas dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis

lainnya yang sesuai dengan jenis penyakit pasien geriatri, dokter umum, perawat

yang telah mendapat pelatihan pelayanan geriatri, apoteker, tenaga gizi, fisioterapis,

dan okupasi terapis serta terdapat loket pendaftran pelayanan khusus geriatri di

sebagian besar rumah sakit tipe B.


47

Rumah sakit yang berkerja sama dengan asuransi kesehatan BPJS jarang

mengadakan pelayanan home care dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak

bekerja sama dengan asuransi kesehatan BPJS, hal ini dikarenakan rumah sakit

yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan memiliki program rujuk balik bagi

pasien JKN sehingga untuk pelayanan home care biasanya dilakukan di layanan

kesehatan primer atau puskesmas. Sebagaian besar rumah sakit pemerintah bekerja

sama dengan asuransi kesehatan BPJS dibandingkan dengan rumah sakit swasta.

Belum bergabungnya sejumlah rumah sakit swasta untuk melayani pasien BPJS,

akan menimbulkan dampak negatif pada pelaksanaan sistem JKN-KIS. Pasalnya,

pasien rujukan akan menumpuk di RS milik pemerintah, yang berimbas pada

pemandangan pasien yang mengantri cukup panjang untuk mendapatkan

pengobatan menjadi pemandangan sehari-hari di rumah sakit pemerintah (Idris,

2016). Harga pelayanan home care pada rumah sakit pemerintah biasanya lebih

murah dibandingkan rumah sakit swasta. Pelayanan kesehatan untuk pasien geriatri

di sebagian besar rumah sakit pemerintah telah dilakukan di poliklinik geriatri.

Negara Singapura memiliki layanan kesehatan Lansia mencakup skrining dan

preventif, poliklinik rawat jalan, dan dokter keluarga. Pada layanan inilah titik

kontak pertama antara profesional kesehatan dengan Lansia. Voluntary Welfare

Organisations (VWOs) merupakan organisasi non pemerintah yang beperan dalam

pelayanan kesehatan Lansia. VWOs didukung oleh pemerintah Singapura mulai

dari pendanaan, mengkoordinasikan antar pihak pemerintah terkait, dan penyediaan

fasilitas untuk peningkatan pelayanan (AIC, 2016).


48

Di Negara berkembang seperti India, pemerintah mengadakan program

layanan kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan derajat hidup

para Lansia. Pelayanan ini tersedia di layanan rumah sakit tersier. Selain itu,

diperkoraan pemerintah juga menyediakan fasilitas berupa day care centers, old

age residential homes, dan fasilitas konseling dan rekreasi. Pada pelayanan

kesehatan primer difokuskan pada kesehatan preventif berupa pengetahuan tentang

kesehatan, kewaspadaan terhadap kondisi berbagai penyakit yang dapat menyerang

Lansia, konsumsi nutrisi yang baik dan diet seimbang, dan latihan fisik (Ingle dan

Nath, 2008).

Myanmar telah mempersiapkan program-program khusus Lansia. Program

ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan Lansia dan aksesibilitas layanan

kesehatan Lansia. Elderly clinics melayani perawatan gigi mulut dan mata serta

pencegahan penyakitnya. Promosi kesehatan berupa latihan fsik, Yoga, Tai chi

untuk pencegahan penyakit jantung. Termasuk pula didalamnya modifikasi gaya

hidup. Deteksi dini berbagai penyakit dilakukan skrining tekanan darah, kadar gula,

osteoporosis, hingga kanker. Selain itu, vaksinasi pneumonia dan influenza juga

dilakukan. Social care berupa; Rumah Lansia yang dikelola Departemen Sosial dan

Kesejahteraan, ROK-ASEAN home care untuk Lansia, National YMCA

diperuntukan untuk Lansia yang hidup sendiri, Myanmar Maternal and Child

Welfare Assocation (MMCWA), HelpAge International (HAI), dan Support Group

for Elderly Doctors (SGED) (Han, 2012).


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Jenis pelayanan lansia di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB terdiri atas

loket lansia, perawatan rawat inap, dan rawat jalan. Pelayanan lansia di Rumah

Sakit Risa Sentra Medika Mataram terdiri dari home care, rawat jalan dan rawat

inap.

Tipe pembiayaan yang digunakan para lansia di Rumah Sakit Umum Daerah

Provinsi NTB sebagian besar menggunakan BPJS Kesehatan. Untuk Rumah Sakit

Risa Sentra Medika Mataram sebagian besar menggunakan asuransi swasta yang

sudah bekerja sama dengan rumah sakit. Karakteristik penyakit lansia di kedua

rumah sakit sebagian besar bersifat degeneratif dengan penyakit jantung iskemik

dan hipertensi sebagai penyakit terbanyak yang diderita para pasien lansia di kedua

rumah sakit.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari penelitian ini, terdapat beberapa

saran yang berikan oleh peneliti:

1. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai model pelayanan kesehatan

khusus lansia di fasilitas kesehatan sekunder di Indonesia.

49
2. Perlunya sosialisasi mengenai model layanan lansia untuk memaksimalkan

pemanfaatan dari fasilitas kesehatan lansia yang sudah disediakan di fasilitas

kesehatan sekunder.

50
51

DAFTAR PUSTAKA

Agency of Integrated Care (AIC)., 2016. Introduction to Singapore Healthcare.

Anorital, A. 2015. Morbiditas dan Multi Morbiditas Pada Kelompok Lanjut Usia
di Indonesia. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia . Vol.4.2.2015:77-88
[pdf]. Available at : <
https://media.neliti.com/media/publications/76059-ID-morbiditas-dan-
multi-morbiditas-pada-kel.pdf > [accesed : 25 juni 2018]

Badan Pusat Statistik (BPS)., 2016. Statistik Penduduk Lanjut Usia Indonesia
2015.

Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2017. ©Badan Pusat
Statistik [pdf]. Available at :
<https://www.bps.go.id/publication/2018/04/13/7a130a22aa29cc8219
c5d153/statistik-penduduk-lanjut-usia-2017.html> [accesed : 26 juni
2018]

Depkes. 2012. Situasi dan Analisis Lanjut Usia. INFODATIN [pdf] Available at :
<https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://w
ww.depkes.go.id/download.php%3Ffile%3Ddownload/pusdatin/infod
atin/infodatin-
lansia.pdf&ved=2ahUKEwiA5Lbqi5bcAhXbXysKHXi3C0gQFjABeg
QIBhAB&usg=AOvVaw16XaPHi2k9g1hzYv3Tes5v> [Accesed in 9
juli 2018]

Depkes. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun


2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional
[pdf] Available at : <https
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PMK%20No.%
2071%20Th%202013%20ttg%20Pelayanan%20Kesehatan%20Pada%
20JKN.pdf > [Accesed in 10 juli 2018]

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil)., 2019. Informasi Hukum dan
Adminduk : Update Terbaru Data Kependudukan per 1 Januari 2019 di
https://disdukcapil.pontianakkota.go.id (Akses pada 18 Januari)

Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2017. Profil Kesehatan Provinsi NTB Tahun 2016.

Han, M., 2012. Health Care Of The Elderly In Myanmar. Regional Health Forum.

Volume 16. Nomor 1.


52

Idris, F. (2016). Pentingnya Dukungan Pemda untuk mencapai Universal Health


Coverage. Jakarta: BPJS Kesehatan.

Ingle, G. K., dan Nath, A., 2008. Geriatric Health in India : Concerns and Solutions.

Indian Journal of Community Medicine.

Kato, G., Tamiya, N., Kashiwagi, M., Sato, M., Takahashi, H., 2009. Relationship
Between Home Care Service Use and Change In The Care Need Level
of Japanese Elderly. BioMed Centra Geriatrics.

Kemkes. 2016. Situasi Lanjut Usia. INFODATIN [pdf] Available at : <


http://www.pusdatin.kemkes.go.id/pdf.php?id=16092300002>
[Accesed in 9 juli 2018]

Kemkes. (2018). Pencapaian Universal Health Coverage Adalah Layanan


Kesehatan Yang Berkualitas. Retrieved januari 07, 2019, from
Kementrian Kesehatan RI:
http://www.itjen.kemkes.go.id/berita/detail/menkes_pencapaian_unive
rsal_health_coverage_adalah_layanan_kesehatan_yang_berkualitas

Miles, M.B & Huberman A.M. 1984, Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh
Tjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Monssialos, E. Wenzl, M. 2015. International Profiles of Health Care Systems. The


Commonwealth Fund [pdf]. Available at : <
https://www.commonwealthfund.org/publications/fund-
reports/2016/jan/international-profiles-health-care-systems-2015>
[accesed : 25 juni 2018]

Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 tahun 2016


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 79 tahun 2014. tentang


penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit

RSUD Kabupaten Buleleng, 2018. Poliklinik Geriatri RSUD Kabupaten Buleleng

RSUD Wangaya, 2019. Poloklinik Geriatri RSUD Wangaya

Sastroamoto, S., Ismael, S. 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi


5. Jakarta; Sagung Seto.

Setyawan, F., E., B. 2015. Sistem Pembiayaan Kesehatan. Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Malang. Vol.11, No.2 [pdf]. Available at :
53

< http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/4206>
[accesed : 10 juli 2018]

Suarjana, K., Siswianti, V., agastya. 2012. Prospek Pengembangan Pelayanan


Home Care Rumah Sakit Prima Medika Denpasar. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan. Vol. 5. Hal. 99 -104 [pdf]

Sugiyono., 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta:


Bandung

Taufik, H., 2017. Pedoman Pelayanan Geriatri Rumah Sakit Umum Daerah Kab.
Sumedang

World Health Organisation. No Date. Health situation and trend assessment


[online] Available at :
<http://www.searo.who.int/entity/health_situation_trends/data/chi/elde
rly-population/en/> [Accesed in 9 juli 2018]

WHO Indonesia. (2019). Universal Health Coverage and Health Care Financing
Indonesia. Retrieved januari 07, 2019, from World Health Organization
Indonesia: http://www.searo.who.int/indonesia/topics/hs-uhc/en/

Xin, W. L. W., Sulaiman, N., Baldry, D., 2013. A Conceptual Framework for
Understanding the Social Care Facilitites Management Audit (SCFMA) at
the Residential Care Home for The Elderly (RCHfE) in Malaysia.
54

Lampiran 1

Pertanyaan yang akan diajukan pada saat wawancara mendalam :

1. Menyiapkan perlengkapan wawancara termasuk check list dan perekam

suara.

2. Memperkenalkan diri sebagai pewawancara atau peneliti.

3. Melakukan wawancara mendalam dengan pertanyaan sebagai berikut:

a. Pelayanan khusus lansia yang diberikan.

b. Nama dan pengembang model pelayanan yang diberikan.

c. Basis dari model tersebut.

d. SDM yang melakukan pelayanan (baik tenaga kesehatan maupun yang

bukan tenaga kesehatan).

e. Sumber pendanaan dari pelayanan tersebut.

f. Tujuan dan sasaran kebijakan.

g. Waktu pelaksanaan kebijakan.

h. Aturan atau pedoman pelaksanaan

4. Wawancara selesai, meminta rekam medis kelompok lansia ditinjau dari

usia, karakteristik penyakit, total kunjungan, lansia rawat inap, lansia rawat

jalan dan pembiayaan terhadap lansia tersebut.

5. Setelah semua selesai, perlengkapan wawancara dikumpulkan dan

dimatikan.

6. Menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada narasumber.


55

Lampiran 2

FORM PERSETUJUAN PARTISIPAN DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

1. Setelah membaca dan diberikan kesempatan untuk bertanya pada tim peneliti,

saya telah memahami sepenuhnya prosedur penelitian dan proses wawancara

yang akan dilakukan

2. Partisipasi saya dalam penelitian yang berjudul ”Model Layanan dan Tipe

Pembiayaan dalam Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Layanan Kesehatan

Sekunder Wilayah Kota Mataram” adalah secara sukarela dan tanpa paksaan.

Mataram, 2019

Peneliti, Saksi, Yang Membuat Pernyataan,

___________________ ___________________ ___________________


56

Lampiran 3
57

Lampiran 4
58

Lampiran 5

Anda mungkin juga menyukai