Anda di halaman 1dari 13

PNEUMONIA

No Dokumen
No. revisi Halaman
1 1/4
PANDUAN Ditetapkan oleh,
PRAKTEK KLINIS Direktur RSU Mitra Sejati
(PPK) ILMU
Tanggal terbit
PULMONOLOGY

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)


NAMA PENYAKIT Pneumonia

DEFENISI Suatu peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus


terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. Pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

ANAMNESIS 1. Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif


dengan dahak purulen bahkan bisa berdarah.
2. Sesak nafas
3. Demam
4. Kesulitan makan/minum
5. Tampak lemah
6. Serangan pertama atau berulang untuk membedakan dengan
kondisi imunokompromais, kelainan anatomi bronkus atau
asma

PEMERIKSAAN 1. Pasien tampak sakit berat, kadang disertai sianosis


FISIK 2. Suhu tubuh meningkatkan dan nadi cepat
3. Respirasi meningkatkan tipe cepat dan dangkal
4. Sianosis
5. Nafas cuping hidung
6. Retraksi interkostalis disertai tanda pada paru, yaitu 1. Inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas. 2.
Palpasi fremitus dapat meningkat, 3. Perkusi redup, 4.
Auskultasi terdengar suara nafas bronkovesikuler sampai
bronkial yang mungkin disertai ronkhi basah halus, yang
kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.

KRITERIA Gejala Klinis Onset Nilai


DIAGNOSIS 1. TIA sebelum 1

1
serangan
2. Permulaan Sangat mendadak (1-2 menit) 6,5
serangan
Mendadak 9menit-1 jam) 6,5
Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3. Waktu Bekerja (aktivitas) 6,5
serangan
Istirahat/duduk/tidur 1

STROKE

No Dokumen
No. revisi Halaman
1 2/4
PANDUAN
Ditetapkan oleh,
PRAKTEK KLINIS
Direktur RSU Mitra Sejati
(PPK) ILMU
SYARAF Tanggal terbit

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)


Gejala Klinis Onset Nilai
4. Sakit Kepala Bangun tidur 1
Sangat hebat 10
Ringan 1
5. Muntah Tidak ada 0
Langsung sehabis serangan 10
Mendadak (menit-jam) 7.5
Pelan-pelan (1 hari/>) 1
Tidak ada 0
6. Kesadaran Menurun langsung waktu 10
serangan
Menurun mendadak (menit- 10
jam)
Menurun pelan-pelan (1 1
hari/>)
Menurun sementara lalu 1
sadar lagi
Tidak ada gangguan 0
7. Tekanan Waktu serangan sangat tinggi
Darah (>200/110)

2
Sistolik
Waktu MRS sangat tinggi

PEMERIKSAAN - Laboratorium : darah perifer lengkap, penurunan LFG


PENUNJANG dengan rumus Kockroft-Gault, penurunan serum ureum
dan kreatinin, tes klirens kreatinin (TTK) ukur, asam urat,
elektrolit, gula darah, profil lipid, analisa gas darah,
serologis hepatitis, SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH,
albumin, globulin, pemeriksaan imunologi, hemostasis
lengkap, urinalisis.
- Radiologis : foto polos abdomen, BNO IVP, USG, CT
scan, ekokardografi.
- Biopsi ginjal.

DIAGNOSIS
Penyakit ginjal akut, Acute on Chronic Kidney Disease
BANDING

PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

No Dokumen
No. revisi Halaman
1 3/4
PANDUAN
Ditetapkan oleh,
PRAKTEK KLINIS
Direktur RSU Mitra Sejati
(PPK) ILMU
PENYAKIT DALAM Tanggal terbit

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)

Nonfarmakologis
TAT LAKSANA - Nutrisi : pada pasien non-dialisis dengan LFG < 20 ml/menit,
evaluasi status nutrisi dari 1) serum albumin dan/atau 2) berat

3
badan aktual tanpa edema.
- Protein :
Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan
CCT dan toleransi pasien.
Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari
Pasien peritoneal dialysis 1,3 gram/kgBB/hari
- Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas
jenuh dan tidak jenuh.
- Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total.
- Natrium : <2 gram/hari (dalam bentuk garam<6gram/hari).
- Kalium : 40-70 mEq/hari.
- Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari.
- Kalsium : 1400-1600 mg/hari (tidak melebihi 2000mg/hari).
- Besi : 10-18 mg/hari.
- Magnesium : 200-300 mg/hari.
- Asam folat pasien HD : 5 mg.
- Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)

Farmakologis
- Kontrol tekanan darah :
Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II :
evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemi harus dihentikan.
Penghambat kalsium.

PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

No Dokumen No. Revisi Halaman


1 4/4
PANDUAN
PRAKTEK Tanggal terbit Ditetapkan oleh,
KLINIS (PPK) Direktur RSU Mitra Sejati
ILMU PENYAKIT
DALAM

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)

Diuretik.
- Pada pasien DM, control gula darah : hindari pemakaian
metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja

4
panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai
normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
- Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
- Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat
- Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
- Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
- Koreksi hiperkalemi
- Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100mg/dl, dianjurkan
golongan statin
- Terapi ginjal pengganti
Kardiovaskular, ganggguan keseimbangan cairan, natrium, kalium,
KOMPLIKASI
kalsium, fosfat, asidosis metabolik, osteodistrofi renal, anemia.
Penting sekali untuk merujuk pasien PGK stadium 4 dan 5. Terlambat
merujuk (kurang dari 3 bulan sebelum onset terapi penggantian ginjal)
berkaitan erat dengan meningkatnya angka mortalitas setelah 5ascular
dimulai. Pada titik ini, pasien lebih baik ditangani bersama oleh
PROGNOSIS pelayanan kesehatan tingkat primer bersama nefrologis. Selama fase ini,
perhatian harus diberikan terutama dalam memberikan edukasi pada
pasien mengenai terapi penggantian ginjal (hemodialisis, 5ascular
peritoneal, transplantasi) dan pemilihan akses 5ascular untuk
hemodialisis. Bagi kendidat tranplantasi, evaluasi donor garus segera
dimulai.
- Lascano M, Schreiber M, Nurko S. Chronic Kidney Disease.
In : Carey W, Abelson A, Dweik R. et al. Current Clinical
Medicine. 2nd
- The National Kidney Foundation : NFK KDOQI Clinical
DAFTAR RUJUKAN Practice guidelines for Chronic Kidney Disease : Evaluation,
classification, and stratification. Am J Kidney Dis 2002;39:S1-
226
- Suwitra K.Penyakit Ginjal Kronik. Dalam:Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

No Dokumen
No. revisi Halaman
1 1/5
Ditetapkan oleh,
PANDUAN PRAKTEK
Direktur RSU Mitra Sejati
KLINIS (PPK) ILMU
PENYAKIT DALAM Tanggal terbit
02 Februari 2016

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)


NAMA PENYAKIT Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS)

DEFENISI Pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria sebagai berikut :
a) Suhu >38oC atau <36oC,

5
b) Denyut jantung >90 denyut/menit,
c) Respirasi >20/menit atau PaCO2<32 mmHg
d) Hitung leukosit >12.000/mm3 atau >10% sel imatur (band)
Sepsis adalah SIRS ditambah sumber infeksi yang diketahui
(ditandai dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat
tersebut atau procalcitonin positif).
Sepsis berat adalah sepsis ditambah dengan salah satu lebih
disfungsi organ seperti berikut :
- Tekanan sistolik darah < 90mmHg atau MAP <70 mmHg yang
berespon terhadap pemberian cairan intravena.
- Keluaran urin <0,5 ml/kg/jam untuk selama 1 jam dengan
resusitasi cairan,
- PaO2/FIO2 < 300,
- Trombosit < 100.000,
- pH ≤7,30 atau defisit basa ≥5,0 Meq/L dan laktat plasma > 1,5
kali batas atas nilai normal (>/mmol/L)
- Adanya resusitasi cairan yang adekuat ditandai dengan tekanan
arteri paru ≥12 mmHg atau tekanan vena sentral ≥8 mmHg.
Renjatan septik adalah sepsis dengan hipotensi (tekanan darah
sistolik <90 mmHg atau 40 mmHg lebih rendah dari tekanan
darah pasien yang biasa) selama kurang lebih satu jam dengan
resusitasi cairan adekuat atau pasien memerlukan vasopresor
untuk mempertahankan tekanan sistolik ≥90 mmHg atau MAP ≥
70 mmHg.
ANAMNESE - Menentukan apakah infeksi didapat dari komunitas atau
nosokomial atau apakah pasien imunokompromais.
- Demam, mual, muntah, diare, ileus
- Sesak nafas
- Disorientasi, bingung, perubahan status mental, perdarahan

SEPSIS DAN
1 RENJATAN SEPTIK

No Dokumen
No. revisi Halaman
1 2/5
PANDUAN PRAKTEK
KLINIS (PPK) ILMU Ditetapkan oleh,
Tanggal terbit
PENYAKIT DALAM Direktur RSU Mitra Sejati
02 Februari 2016

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)


- Hipotensi
- Sianosis
PEMERIKSAAN - Nekrosis iskemik jaringan perifer, umumnya jari
FISIK - Selulitis, pustul, bula atau lesi hemoragik pada kulit
- Ikterik
- Pemeriksan fisik lengkap untuk mencari sumber infeksi
PEMERIKSAAN - Darah perifer lengkap dengan hitung diferensial

6
PENUNJANG - Urinalisis
- Gambaran koagulasi
- Glukosa darah
- Urea darah, kreatinin
- Tes fungsi hati
- Kadar asam laktat
- Analisis gas darah
- Kadar asam laktat
- Biakan darah (minimal 2 set dalam 24 jam), sputum, urin dan tempat
lain yang dicurigai terinfeksi
DIAGNOSIS
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik
BANDING
1. Pasien dengan procalcitonin > 2, ditambah 2 atau lebih kriteria sebagai
berikut:
KRITERIA a. Suhu >38oC atau <36oC,
DIAGNOSIS b. Denyut jantung >90 denyut/menit,
BANDING
c. Respirasi >20/menit atau PaCO2<32 mmHg
d. Hitung leukosit >12.000/mm3 atau >10% sel imatur (band)
Nonfarmakologis
- Stabilisasi pasien (pemulihan airway, breathing, circulation)
- Perawatan ICU
- Dialisis
- Nutrisi, pemantauan glukosa hingga <150mg/dl setiap 1-2 jam
hingga 4 hari
- Transfusi darah PRC apabila Hb < 7 gr/d, TC apabila
trombosit < 5000 tanpa perdarahan atau 5.000 – 30.000 dengan
perdarahan.
- Menghilangkan fokus infeksi (penyaluran eksudat purulen,
nekrotomi, drainase abses).

2
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
TAT LAKSANA

No Dokumen No. Revisi Halaman


1 3/5
PANDUAN
PRAKTEK KLINIS Tanggal terbit Ditetapkan oleh,
(PPK) ILMU 02 Februari 2016 Direktur RSU Mitra Sejati
PENYAKIT
DALAM
(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)

Farmakologis
- Cairan kristaloid atau koloid
- Obat-obatan vasoaktif untuk kondisi renjatan : dopamin (> 8
mcg/kg/menit), norepinefrin (0,03-1,5 mcg/kg/menit),

7
epinefrin
- (0,1-0,5 mcg/kg/menit) atau fenilefrin (0,5-8 mcg/kg/menit).
- Obat-obatan inotropik : dobutamin (2-28 mcg/kg/menit),
dopamine (3-8 mcg/kg/menit), epinefrin (0,1-0,5/kg/menit)
atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon)
- Dalam 6 jam pertama, target resusitasi adalah tekanan vena
sentral 8-12 mmHg, MAP ≥65 mmHg, keluaran urin ≥0,5
ml/kg/jam, saturasi oksigen vena sentral atau campuran
berturut-turut ≥70% atau 65%. Target tekanan vena sentral
pada penggunaan ventilasi mekanik atau penurunan
compliance ventrikel adalah 12-15 mmHg.
- Sodium bikarbonat bila pH <7,2 atau bikarbonat serum
<9mEq/L.
- Antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton pada
sepsis berat untuk mencegah stress ulcer.
- Kortikosteroid dosis rendah (hidrokortison 200-300 mg/hari
terbagi dalam 3-4 dosis selama 7 hari) bila terbukti insufiensi
adrenal.
- Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya
tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis 100
IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam dengan infus
kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target
aPTT 1,5-2 kali kontrol atau antikoagulan lainnya.
- Antimikroba empirik diberikan sesuai dengan tempat infeksi,
dugaan kuman penyebab, profil antimikroba (farmakokinetik
dan farmakodinamik), keadaan fungsi ginjal dan fungsi hati.
Antimokroba defenitif diberikan bila hasil kultur
mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat diberikan

3
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

No Dokumen No. Revisi Halaman


1 4/5
PANDUAN
PRAKTEK KLINIS Tanggal terbit Ditetapkan oleh,
(PPK) ILMU 02 Februari 2016 Direktur RSU Mitra Sejati
PENYAKIT
DALAM
(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)

- sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme. Antimikroba yang


dipakai adalah yang dianggap tidak menyebabkan pelepasan
lebih banyak lipopolisakarida (LPS) sehingga menimbulkan
masalah yang lebih banyak. Antimikroba yang dianggap tidak
menyebabkan perburukan adalah karbapenem, seftriakson,
glikopeptida, aminoglikosida, kuinolon.
Berikut adalah pilihan antimikroba sesuai sumber infeksi :

8
- Pneumonia komuniti 2 regimen obat, yaitu sefalosporn
generasi 3 (seftriakson 1x1 gram selama 2 minggu) atau
keempat (sefepim 2x2 gram selama 2 minggu) dan
aminoglikosida (gentamisin iv atau im 2mg/kgBB dilanjutkan
dengan 3x1,7 mg/kgBB atau 1x5 mg/kgBB selama 14-21 hari
atau amikacin 1x15mg/kgBB atau tobramisin 1x1,7
mg/kgBB).
- Pneumonia nosokomial : sefepim (2x2 gram selama 2 minggu)
atau imipenem-silastatin (4x0,5 gram) dan aminoglikosida.
- Infeksi abdomen : imipenem-silastatin (4x0,5 gram) atau
piperasilin-tazobaktam (4-6x3,375 gram) dan aminoglikosida.
- Infeksi abdomen nosokomial : imipenem-silastatin (4x0,5
gram) dan aminoglikosida atau pipersilin-tazobaktam (4-
6x3,375gram) dan amfoterisin B (dosis inisial 0,25 0,3
mg/kgBB atau hingga 1,5 mg/kgBB pada amfoterisin
mencapai dosis biasa 0,5-1 mg/kgBB atau hingga 1,5
mg/kgBB, pada keadaan mengancam nyawa dosis inisial dapat
langsung diberikan 0,6-0,7 mg/kgBB).
- Kulit/jaringan lunak nosokomial : vanokomisin (2x15
mg/kgBB) dan sefepim (2x2 gram selama 2 minggu).
- Infeksi traktus urinarius : siprofloksasin (2x400 mg) dan
aminoglikosida
- Infeksi traktus urinarius nosokomial : vankomisin (2x15
mg/kgBB) dan sefepim (2x2 gram selama 2 minggu).
- Infeksi SSP : vankomisin (2x15 mg/kgBB) dan sefalosporin
generasi ketiga atau meropenem (3x1 gram).
- Infeksi SSP nosokomial : meropenem (3x1 gram) dan
vankomisin (2x15 mg/kgBB)

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

No Dokumen
No. revisi Halaman
1 5/5
Ditetapkan oleh,
PANDUAN PRAKTEK
Direktur RSU Mitra Sejati
KLINIS (PPK) ILMU
PENYAKIT DALAM Tanggal terbit
02 Februari 2016

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)


KOMPLIKASI - Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS)
- Koagulasi intravascular diseminata (DIC)

9
- Gagal ginjal akut (ARF)
- Perdarahan usus
- Gagal hati
- Disfungsi sistem saraf pusat (SSP)
- Gagal jantung
- Kematian
PROGNOSIS Sekitar 20-35% pasien dengan sepsis berat dan 40-60% pasien
dengan renjatan septik meninggal dalam 30 hari. Sistem stratifikasi
prognosis seperti APACHE II menunjukkan bahwa usia pasien,
penyakit dasar dan berbagai variable fisiologi menentukan resiko
kematian pada sepsis berat. Pada pasien tanpa penyakit morbiditas
sebelumnya, case fatality rate di bawah 10% hingga usia dekade
keempat, dan setelahnya meningkat hingga 35%.

DAFTAR RUJUKAN - Guntur HA.SIRS, SEPSIS dan SYOK SEPTIK (Imunologi,


Diagnosis dan Penatalaksanaan). Surakarta: Sebelas Maret
University Press. 2008
- Vincent JL SY, Sprung CL, Ranieri VM, Reinhart K, Gerlach
H, et al.Sepsis in European intensive care units: results of the
SOAP study. Crit Care Med 2006;34(2):344-53.
- Angus DC L-ZW, Lidicker J, Clermont G, Carcillo J, Pinsky
MR. Epidemiology of severe sepsis in the United States:
analysis of incidence, outcome, and associated costs of care.
Crit Care Med. 2001;29(7):1303

PPOK
5
(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF
KRONIS)

No Dokumen
No. revisi Halaman
1 1/3
PANDUAN PRAKTEK Ditetapkan oleh,
KLINIS (PPK) Direktur RSU Mitra Sejati
PERNAFASAN
Tanggal terbit

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)


NAMA PENYAKIT PPOK(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS)

DEFENISI Penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, dikarakteristikkan
dengan hambatan aliran udara yang persisten, progresif dan berhubungan
dengan peningkatan respons inflamasi kronis di paru terhadap partikel

10
dan gas berbahaya.
ANAMNESE - Sesak napas
- Kadang-kadang disertai mengi
- Batuk kering atau dengan dahak yang produktif d. Rasa berat di dada
PEMERIKSAAN Inspeksi
FISIK - Sianosis sentral pada membran mukosa mungkin ditemukan
- Abnormalitas dinding dada yang menunjukkan hiper inflasi paru
termasuk iga yang tampak horizontal, barrel chest (diameter antero -
posterior dan transversal sebanding) dan abdomen yang menonjol
keluar
- Hemidiafragma mendatar
- Laju respirasi istirahat meningkat lebih dari 20 kali/menit dan pola
napas lebih dangkal
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), laju
ekspirasi lebih lambat memungkinkan pengosongan paru yang lebih
efisien
- Penggunaan otot bantu napas adalah indikasi gangguan pernapasan
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
Palpasi dan Perkusi
- Sering tidak ditemukan kelainan pada
PPOK
- Irama jantung di apeks mungkin sulit ditemukan karena
hiperinflasi paru
- Hiperinflasi menyebabkan hati letak rendah dan mudah di palpasi
Auskultasi
- Pasien dengan PPOK sering mengalami penurunan suara napas tapi
tidak spesifik untuk PPOK

PPOK
(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS)

No Dokumen
No. revisi Halaman
1 2/3
PANDUAN PRAKTEK Ditetapkan oleh,
KLINIS (PPK) Direktur RSU Mitra Sejati
PERNAFASAN
Tanggal terbit

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)


- Mengi selama pernapasan biasa menunjukkan keterbatasan aliran udara.
Tetapi mengi yang hanya terdengar setelah ekspirasi paksa tidak spesifik
untuk PPOK
- Ronki basah kasar saat inspirasi dapat ditemukan

11
- Bunyi jantung terdengar lebih keras di area xiphoideus

PEMERIKSAAN Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji jalan 6 menit yang
PENUNJANG dimodifikasi. Untuk di Puskesmas dengan sarana terbatas, evaluasi yang dapat
digunakan adalah keluhan lelah yang timbul atau bertambah sesak.
Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat dilakukan bila fasilitas tersedia:
Spirometri
Peak flow meter (arus puncak respirasi)
Pulse oxymetry
Analisis gas darah
Foto toraks
Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit)

PENATALAKSANAAN Komprehensif (Plan)


Tujuan penatalaksanaan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama:
- Mengurangi laju beratnya penyakit
- Mempertahankan PPOK yang stabil
- Mengatasi eksaserbasi ringan
Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit Penatalaksanaan PPOK stabil
Obat-obatan dengan tujuan mengurangi
laju beratnya penyakit dan mempertahankan
keadaan stabil.
Bronkodilator dalam bentuk oral, kombinasi
golongan ß2
golongan xan
Masing-masing dalam dosis suboptimal,
sesuai dengan
penyakit. Untuk dosis pemeliharaan, 5.
aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinasi
dengn salbutamol 1 mg.
Kortikosteroid
inhalasi, bila tersedia.
PPOK
(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS)

No Dokumen
No. revisi Halaman
1 3/3
PANDUAN PRAKTEK Ditetapkan oleh,
KLINIS (PPK) Direktur RSU Mitra Sejati
PERNAFASAN
Tanggal terbit

(dr. H.SG. WELDY RITONGA, MM)


Ekspektoran dengan obat batuk hitam (OBH)
Mukolitik (ambroxol) dapat diberikan bila sputum mukoid.
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut ringan
Oksigen (bila tersedia)

12
Bronkodilator
Pada kondisi eksaserbasi, dosis dan atau frekuensi bronkodilator kerja pendek
ditingkatkan dan dikombinasikan dengan
antikolinergik. Bronkodilator yang disarankan adalah dalam sediaan inhalasi.
Jika tidak tersedia, obat dapat diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau
perdrip, misalnya: Adrenalin 0,3 mg subkutan, digunakan dengan hati-hati
Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) harus perlahan (10 menit)
utk menghindari efek samping.dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8
mg/kgBB/jam.
Kortikosteroid
Diberikan dalam dosis 30 mg/hari diberikan maksimal selama 2 minggu.
Pemberian selama 2 minggu tidak perlu tapering off.
Antibiotik yang tersedia di Puskesmas
Pada kondisi telah terjadi kor pulmonale, dapat diberikan diuretik dan perlu
berhati-hati dalam pemberian cairan.
PERALATAN Spirometer
Peak flow meter
Pulse oxymeter
Tabung oksigen
Kanul hidung
Sungkup sederhana
Sungkup inhalasi
Nebulizer
Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin
PROGNOSIS 1. Ad vitam : Dubia
2. Ad functionam : Dubia
3. Ad sanationam : Dubia

DAFTAR RUJUKAN - Perhimpunan dokter paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik. Diagnosis
dan penatalaksanaan. Jakarta. 2011. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011)
- Global strategy for the diagnosis, management and prevention of chronic
obstructive pulmonary disease. GOLD, Inc. 2013.(GLobal Initiatives for COPD,
2013)

13

Anda mungkin juga menyukai