Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

1 JANUARI 2021 – 30 DESEMBER 2023

ICD.10 = K30

DISPEPSIA
Dispepsia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh salah satu
atau lebih gejala utama area gastroduodenal berikut: nyeri
1. Pengertian ( Definisi) epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh setelah
makan atau sensasi cepat kenyang.
1. Nyeri atau rasa terbakar di ulu hati
3. Mual, rasa kembung bahkan sampai disertai
2. Anamnesis
muntah.
4. Rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa.
3. Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan uluhati
1. Satu atau lebih gejala berikut:
- Kembung setelah makan yang mengganggu
- Cepat kenyang yang mengganggu
- Nyeri ulu hati yang mengganggu
- Rasa terbakar di ulu hati yang mengganggu
4. Kriteria Diagnosis dan
2. Tidak ada bukti penyakit anatomis (termasuk dari
hasil endoskopi atas) yang berhubungan dengan
gejala sebelumnya
Gejala dialami selama 3 bulan terakhir dengan onset gejala
paling tidak 6 bulan sebelum diagnosis.
5. Diagnosis Kerja Dispepsia
1. Penyakit refluks gastroesopageal
2. IBS
6. Diagnosis Banding 3. Hepatitis
4. Pankreatitis
5. Karsinoma saluran cerna bagian atas
1. Darah perifer lengkap
2. Endoskopi bagian atas
3. Helicobacter pylori dengan pemeriksaan urea
breath test (UBT)
7. Pemeriksaan Penunjang 4. Amilase, lipase bila diduga pakreatitis
5. SGOT&SGPT, alkali fosfatase, gama GT,
bilirubin total atau bilirubin direk
6. USG abdomen bila diduga gangguan fungsi hati
dan saluran empedu maupun kandung empedu
8. Tata Laksana : Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain:
1. H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin 150 mg/kali,
Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800
mg/kali)
2. PPI 2x/hari (Omeprazol 20 mg/kali,
Lansoprazol 30 mg/kali), serta
3. Antasida dosis 3 x 500-1000 mg/hari.
9. Edukasi (Hospital Health 1. Modifikasi gaya hidup
Promotion) 2. Pengaturan diet sesuai gizi
Ad vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
1. dr. Dani Rosdiana, SpPD
2. dr. Ligat P Sembiring, SpPD
11. Penelaah Kritis
3. dr. Yohana Sitompul, Sp.PD
4. dr. Hendra Saputra, Sp.PD
12. Indikator 80% dispepsia dirawatselama 5 hari.
1. Schmulson MJ dan Drossman DA. 2017. What Is
New in Rome IV. J Neurogastroenterol Motil.
13. Kepustakaan 23(2), p:151-63.
2. Stanghelini V, et al. 2016. Gastroduodenal
Disorders. Gastroenterology. 150(6), p:1380-92.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

1 JANUARI 2021 -30 DESEMBER 2023

ICD.10 = l.10
HIPERTENSI ESENSIAL
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg
1. Pengertian ( Definisi) secara kronis.
Keluhan :
1. Sakit kepala/ kepala terasa berat, terkadang
sensasi berputar
2. Mual (+) muntah (+)
3. Leher kaku
4. Dapat tidak bergejala
Faktor resiko kardiovaskuler lainnya:
1. Merokok
2. Obesitas (IMT >30
3. Inaktivitas fisik
4. Dislipidemia
5. DM
6. Mikroalbuminuria atau LFG< 60 ml/menit
2. Anamnesis 7. Usia (laki-laki >55 tahun, Perempuan >65
tahun)
8. Riwayat keluarga dengan penyakit
kardiovaskuler dini (laki-laki <55 tahun
Perempuan <65 tahun)
Kerusakan organ sasaran:
1. Jantung: hipertrofi ventrikel kiri, angina, atau
riwayat infark miokard, riwayat revaskularisasi
koroner, gagal jantung
2. Otak: Stroke atau Transient Ischemic Attack
(TIA)
3. Penyakit ginjal kronik
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati
Nilai tekanan darah diambil dari rerata 2x pengukuran pada
setiap kunjungan ke dokter.
3. Pemeriksaan Fisik Hipertensi ditegakkanjika tekanan darah ≥ 140/90 pada 2 atau
lebih kunjungan.
Klasifikasi TD sistolik TD diastolic
(mmHg) (mmHg)

4. Kriteria Diagnosis Normal < 20 dan < 80


Pre-hipertensi 120-139 atau 80 - 89
Hipertensi stage I 140 - 159 atau 90-99
Hipertensi stage 2 160 atau > 100
5. Diagnosis Kerja Hipertensi esensial
1. White collar hypertension
2. Nyeri akibat tekanan intraserebral
6. Diagnosis Banding
3. Ensefalitis
4. Akibat obat
7. Pemeriksaan Penunjang Memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi:
1. Darah Lengkap
2. Ureum, Kreatinin
3. Kadar Gula Darah
4. Elektrolit darah: Na, K, Cl, Ca
5. Profil lipid: Kolesterol; Total, LDL, HDL,
Trigliserida.
6. Asam Urat
7. Urinalisis
8. Rontgen Thorax
9. EKG
Kecurigaan hipertensi sekunder:
1.
TSH, FT4 dan FT3
2.
CT Scan/MRI Abdomen
3.
USG Ginjal
1.
Modifikasi gaya hidup
- Target berat badan ideal
- Batasi asupan garam
- Olahraga dan aktivitas fisik
2. Terapi Medikamentosa
8. Tata Laksana : - ACE inhibitor
- ARB
- CCB
- Diuretik
- Penyekat β
- Antagonis aldosteron
9. Edukasi (Hospital Health 1. Modifikasi gaya hidup
Promotion) 2. Menjalankan pengobatan seumur hidup
Ad vitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
1. dr. Dani Rosdiana, SpPD
2. dr. Ligat P Sembiring, SpPD
11. Penelaah Kritis
3. dr. Yohana Sitompul, Sp.PD
4. dr. Hendra Saputra, Sp.PD
80% Pasien hipertensi terkontrol tekanan darah dalam waktu 3
12. Indikator bulan pertama

1. Kaplan’s clinical hypertension 2010


13. Kepustakaan
2. Harrison’s principles of internal medicine 2012
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

HIPERTENSI KRISIS
1. Pengertian ( Definisi)
Krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas
pengobatan, sebagai berikut :
1. Hipertensi emergensi(darurat) ditandaidengan TD
Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat
dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau
lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan
pengobatanakanmenyebebabkan timbulnya
sequele ataukematian. TD harus
diturunkansampai batas tertentu dalam satu
sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di
ruangan intensive care unit atau (ICU).

2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik >


120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/
komplikasi minimum dari organ sasaran. TD
harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas
yang aman memerlukan terapi parenteral.

1. Riwayat hipertensi: lama dan beratnya.


2. Obat antihipertensiyang digunakan
dankepatuhannya.
3. Usia : sering padausia 40 – 60tahun.
4. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala,
hoyong,perubahan mental, ansietas ).
3. Anamnesis 5. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri,
jumlahurine berkurang ).
6. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah
jantung, kongestif dan oedemparu,nyeri dada ).
7. Riwayat penyakit : glomerulonefrosis,
pyelonefritis.
8. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan
berdiri) mencarikerusakanorgan sasaran (retinopati, gangguan
neurologi, payah jantungkongestif, altadiseksi ). Perlu
4. PemeriksaanFisik dibedakan komplikasi krisishipertensi dengan kegawatan
neurologiataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru.
perlu dicari penyakit penyertalain seperti penyakit jantung
koroner.
5. Kriteria Diagnosis 1. Hipertensi emergensi : TD Diastolik> 120 mmHg
disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
a. Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau
pendarahan subarakhnoid. ™
b. Hipertensi ensefalopati.
c. Aorta diseksi akut.
d. Oedema paru akut.
e. Eklampsi
f. Feokhromositoma.
g. Funduskopi KW III atau IV.
h. Insufisiensi ginjal akut.
i. Infark miokard akut, angina unstable.
j. Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
 Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
 Cedera kepala.
 Luka bakar.
 Interaksi obat.

2. Hipertensi urgensi :
a. Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120
mmHg, tetapi denganminimalatau tanpa
kerusakan organ sasaran dantidak dijumpai
keadaan pada hipertensi emergensi.
b. KW I atau II pada funduskopi
c. Hipertensi post operasi.
d. Hipertensitak terkontrol / tanpadiobati pada
perioperatif.

 Hipertensi emergensi
6. Diagnosis Kerja
 Hipertensi krisis
1. Hipertensi berat
2. Emergensineurologiyang dapatdikoreksidengan
7. Diagnosis Banding pembedahan.
3. Ansietas dengan hipertensi labil.
4. Oedema paru dengan payah jantung kiri.
Pemeriksaan penunjang dilakukanduacara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. darah : rutin, BUN, creatinine, elektrolik,
KGD.
b. Urine : Urinalisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat
ditunggu setelah pengobatan terlaksana).
8. PemeriksaanPenunjang 2. Pemeriksaan lanjutan tergantung dari keadaan
klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama,
(pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih
kompeten ) :
a. sangkaankelainan renal: IVP, Renal
angiography ( kasus tertentu), biopsirenal
(kasustertentu).
b.menyingkirkan kemungkinan tindakanbedah
neurologi : Spinal tab, CAT Scan.
9. Tata Laksana : Diltiazem (Herbesser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)
a. Terapi Konservatif - Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3
b. Lama perawatan menit kemudian diteruskan dengan infus 50
mg/jam selama 20 menit.
- Bila tekanan darah telah turun > 20% dad
awal, dosis diberikan 30 mg/menit sampai
target tercapai
- Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10
mg/jam dengan observasi 4 jam kemudian
diganti dengan tablet oral.
- Perlu perhatian khusus pada penderita
dengan gangguan konduksi jantung dan
gagal jantung.

10. Edukasi (Hospital Health


Promotion)
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif
survival penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian
sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%),
cerebro vascular accident (20%),payah jantungkongestif
disertaiuremia (48%), infrak Miocard(1%), diseksiaorta (1%).
Prognose menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang
efektif dan enaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis
dan transplantasi ginjal. Whitworth melaporkandari
11. Prognosis penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar
94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.
Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan
IV. Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling
baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita
dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik
dibandingkan dengan penderitayang mempunyai fungsi ginjal
yangjelek yaitu 9 %.
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat Rekomendasi

14. PenelaahKritis SMF Penyakit Dalam

15. Indikator
16. Kepustakaan  Alpert J. S, Rippe J.M ; 1980 : Hypertensive
Crisis in manual of Cardiovascular Diagnosis and
Therapy,Asean Edition Little Brown and Coy
Boston, 149-60.
 Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management
of Acute Hipertensive Crissis with Clonidine
(catapres ), Med. J. Aust. 1 :829-831.
 Angeli.P. Chiese. M, Caregaro,et al, 1991 :
Comparison of sublingual Captopril and
Nifedipine in immediate Treatment of
hypertensive Emergencies, Arch, Intren. Med,
151: 678-82.
 Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis
H.R; 1991 : Efek akut obat antihipertensi
(Nifedipine, Klonidin Metoprolol ) pada
penderita hipertensi sedang dan berat ; naskah
lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.
 Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang
C : 1983 :Nifedipine in Hypertensive
Emergencies, BrMmmed J, 286; 19-21.
 Calhoun D.A, Oparil. S ; 1990 : Treatment of
Hypertensive Crisis, New Engl J Med, 323 :
1177-83.
 Gifford R.W , 1991 : Mamagement of
Hypertensive Crisis, JAMA SEA, 2 66; 39-45.
 Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1988 : New
Approaches for the treatment of Hypertensive
Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.
 Haynes R.B, 1991 : Sublingual Captopril and
Nifedipine on Hipertensive Emergencies, AC P
Journal Clib, 45.
 Houston MC ; 1989 : Pathoplysiology Clinic al
Aspects and tereatment Dis, 32, 99-148.
 Kaplan N.M, 1986 : Clinical Hypertention, 4th
Edition , William & Elkins, Baltimore, 2273-89.
 Langton D, Mcgrath B ; 1990 : Refractory
Hypertantion and Hypertensive Emergencies in
Hypertention Management, Mc Leman & Petty
Pty Limited

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

1 JANUARI 2021 - 30 DESEMBER 2023

ICD.10 = E11.9
DIABETES MELITUS TIPE II
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
1. Pengertian ( Definisi) metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya
Keluhan klasik DM:
1. Polifagia (mudah lapar)
2. Poliuri (sering buang air kecil)
3. Polidipsi (mudah haus)
4. Penurunan berat badan yang tidak jelas
sebabnya
Keluhan tidak khas:
2. Anamnesis 1. Lemah
2. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung
ekstremitas)
3. Gatal
2. Mata kabur
3. Disfungsi ereksi pada pria
4. Pruritus vulvae pada wanita
5. Luka yang sulit sembuh
1. Antropometri : TB, BB, BMI, lingkar pinggang
2. Tanda vital :TD, frekuensi nadi, frekuensi
pernapasan, suhu
3. Pemeriksaan Fisik 3. Mata : Penurunan visus, lensa mata buram
4. Extremitas : Uji sensibilitas kulit dengan
mikrofilamen
5. Gangguan vaskuler ekstremitas
Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:
1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi)
+ glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan
hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir ATAU
2. Gejala Klasik DM + Kadar glukosa plasma
4. Kriteria Diagnosis puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
ATAU
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi
glukosa oral (TTGO)> 200 mg/dL (11,1
mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard
WHO, menggunakan beban glukosa anhidrus
75 gram yang dilarutkan dalam air.
5. Diagnosis Kerja Diabetes Mellitus Tipe II

6. Diagnosis Banding -

1. Gula Darah Puasa


2. Gula Darah 2 jam Post Prandial
3. Urinalisis rutin
7. Pemeriksaan Penunjang 4. Kreatinin, ureum
5. Kolesterol; Total, LDL, HDL, Trigliserida.
6. HbA1C.
7. EKG
1. Diet DM
2. Obat dapat tunggal/kombinasi sebagai berikut:
i. Metformin 2 – 3 x 500 mg/hari , dapat seumur hidup
8. Tata Laksana : ii. Glimeperide 1 – 4 mg/ 24 jam, dapat seumur hidup
iii. Acarbose 3 x 50-100 mg
3. Bila tidak ada respon terhadap obat oral, maka
diberikan terapi insulin
Penjelasan mengenai perjalanan penyakit danrencana
pengobatan :
9. Edukasi (Hospital Health 1. diet teratur sesuai anjuran ahli nutrisi
Promotion) 2. olah raga teratur dan adekuat
3. minum obat dan kontrol teratur
4. tidak minum obat diluar anjuran dokter
Ad vitam: dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
1. dr. Dani Rosdiana, SpPD
2. dr. Ligat P Sembiring, SpPD
11. Penelaah Kritis
3. dr. Yohana Sitompul, Sp.PD
4. dr. Hendra Saputra, Sp.PD

12. Indikator 60% pasien Diabetes Mellitus terkontrol gula darah

1. 1. American Diabetic Association2013


13. Kepustakaan 2. 2. Panduan penataksanaan DM dari Perkeni
2015

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

1 DESEMBER 2016 – 30 NOVEMBER 2019

ICD.10 = A01.0

DEMAM TIFOID
Demam Tifoid merupakan penyakit sistemik akut
1. Pengertian ( Definisi) yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
typhi atau Salmonella paratyphi.
1. Demam : tipe demam naik secara bertangga
pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.
Demam terutama sore/ malam hari, sakit
kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
1. Anamnesis
obstipasi, atau diarelebih dari7 hari
2. Gejala simptomatik : Nyeri kepala, Nyeri otot,
Mual, muntah
3. konstipasi/diare
4. Nyeri perut
1. Demam (38.0 °– 40.5°C)
2. Kesadaran: mulai dari composmentis
hinggaapatis - psikosis
3. Bradikardia relatif ; peningkatan suhu l oC
2. Pemeriksaan Fisik tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit),
4. Lidah kotor, tepi merah, tremor
5. Hepatomegali dan atau Splenomegali
6. Nyeri abdomen
7. Roseolae (jarang pada orang Indonesia).
1. Sesuai kriteria anamnesis
2. Sesuai kriteria pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan penunjang:
- Leukopenia/leukositosis
- Limfopenia
- Peningkatan LED
3. Kriteria Diagnosis - tes serologi Ig M anti salmonella skor ≥ 4
atau
- uji widal tunggal dengan titer antibodi 0
1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis
khas menyokong diagnosis.
- Kultur darah negative tidak menyingkirkan
diagnosis
4. Diagnosis Kerja Demam Tifoid
1. Demam Berdarah Dengue
2. Malaria
5. Diagnosis Banding 3. Hepatitis Akut
4. Cholesistitis Akut
1. Darah rutin: (Hb, Leukosit, LED, trombosit)
2. Transaminase : SGOT dan SGPT
6. Pemeriksaan Penunjang 3. kultur darah (biakan empedu)
4. uji widal titer antibodi 0 dan titer H
5. Ig M Salmonella
1. Non farmakologis
- Makanan lunak rendah serat : 30-40
kkal/kgBB/hari
- Bed rest
- Mobilisasi bertahap
2. Antibiotika
- Inf Levofloksasin 1 x 500 mg selama 5 hari,
ganti oral jika 2 x 24 jam bebas demam atau
7. Tata Laksana : - Inj ceftriakson 1 x 2 gram iv selama 7 hari,
ganti oral jika 2 x 24 jam bebas demam
3. Terapi suportif atau simptomatik:
- Parasetamol 3 x 500 mg sampai bebas
demam mg selama 5 hari
- Domperidone 3 x 1 tab jika terjadi mual,
muntah
- Omeprazol 1 x 20 mg selama 3 hari jika nyeri
epigastrium
Penjelasan mengenai perjalanan penyakit dan rencana
pengobatan :
8. Edukasi (Hospital Health 1. Diet lunak, bebas serat
Promotion) 2. Tirah baring hingga 2 hari bebas demam
3. Minum obat teratur
Ad vitam: dubia ad bonam
9. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
1. dr. Dani Rosdiana, SpPD
2. dr. Ligat P Sembiring, SpPD
10. Penelaah Kritis
3. dr. Yohana Sitompul, Sp.PD
4. dr. Hendra Saputra, Sp.PD
80% Pasien Demam Typhoid bebas demam dan membaik
11. Indikator secara klinis pada hari ke 3-5

1. Peters CJ. Infections Caused by Arthopod and


Rodent Borne viruses, In: Longo Fauci Kasper,
Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th
edition. United States of America. McGrow Hill.
2008
2. Widodo D. demam Tifoid. Buku Ajar penyakit
Dalam. Edisi 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam; 2797-2805.
3. Parry Christopher M, Hien Trans tinh. Thyphoid
fever. N Engl J Med 2002; 347: 1770-1782
12. Kepustakaan 4. Herath. Early Diagnosis of Typhoid Fever by the
detection on Salivary IgA. J Clin Pathol 2003: 56:
694-698
5. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J,
Tahapary D, editors. Panduan Praktik Klinis
Penatalaksanaan di Bidang ilmu Penyakit Dalam.
Indonesia. Interna Publishing. 2015. P892-898.
Background document: The diagnosis, and
prevention of typhoid fever. Communicable
Disease Surveillance and Response vaccines and
Biologicals. World Health Organization. 2003
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

1 DESEMBER 2016 – 30 NOVEMBER 2019

ICD.10 = A91

DEMAM BERDARAH DENGUE


Demam berdarah dengue merupakan penyakit
demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan
1. Pengertian ( Definisi) ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty
dan Aedes Albopictus serta memenuhi kriteria WHO
untuk demam berdarah -dengue (DBD).
1. Riwayat demam 2-7 hari
2. Nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala
3. Nyeri ulu hati, mual, muntah
2. Anamnesis
4. Dengan atau tanpa manifestasi perdarahan
(mimisan, gusi berdarah, buang air besar hitam,
dst.)
1. Demam (38.0 °– 40.5°C)
2. Nyeri tekan epigastrium
5. Pemeriksaan Fisik 3. Hepatomegali ringan
4. Tanda perdarahan dengan provokasi rumple leed tes (+)
atau perdarahan spontan
Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya
bifasik. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan
berikut ini:
- Uji toniquet positif (> 20 petekie dalam 2,54 cm 2 )
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau
6. Kriteria Diagnosis tempat lain - Hematemesis atau melena
2. Trombositopenia (< 100.000/mm3 )
3. Terdapat minimal satu tanda - tanda leakage:
- Hematokrit meningkat : 20% dibanding hematokrit rata-
rata pada usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama
- Hematokrit turun hingga > 20% dari hematokrit awal,
setelah pemberian cairan - Terdapat efusi pleura, efusi
perikard, asites, dan hipoproteinimia
7. Diagnosis Kerja Dengue Haemoragic Fever dibagi 4 grade
I. Demam disertai gejala konstitusional yang tidak
khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji
torniquet positif dan / atau mudah memar
II. Derajat I disertai perdarahan spontan
III. Terdapat kegagalan sirkulasi: nadi cepat dan
lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan
lembab serta gelisah
IV. Renjatan: tekanan darah dan nadi tidak teratur,
DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindrom renjatan
dengue
1.
Dengue Fever
8. Diagnosis Banding 2.
Chikungunya Fever
3.
Typhoid fever
1.
Darah rutin : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
2.
Serologi : IgG dan IgM Anti Dengue (setelah
hari keempat demam, IgM muncul lebih cepat
IgG muncul lebih lambat tetapi pada infeksi
dengue sekunder IgG muncul lebih cepat )
13. Pemeriksaan Penunjang 3. NS1 (terutama hari pertama sampai ketiga dan
umumnya menghilang pada hari kelima demam)
4. WIDAL atau Ig M Salmonella typhi
5. SGOT/SGPT
6. Albumin darah
7. X foto Thorax (sesuai indikasi)
1. Diet : Makanan lunak 40 kkal/kgBB, protein 1
gram/kgBB
2. Cairan kristaloid: kebutuhan cairan sesuai
algoritme.
14. Tata Laksana : 3. Parasetamol jika suhu > 380C
4. inj Ranitidin 2 x 1 ampul jika terdapat nyeri
epigastrium
atau injeksi omeprazol 1 x 20 mg jika terjadi
perdarahan gastrointestinal
Penjelasan mengenai perjalanan penyakit dan
rencana pengobatan :
15. Edukasi (Hospital Health 1. bed rest
Promotion) 2. banyak minum
3. tidak sikat gigi terlalu keras untuk mencegah
perdarahan

16. Prognosis Baikpada Demam Dengue dan DHF derajat 1 dan 2


Buruk pada DHF derajat 3 dan 4 apabila terlambat ditangani.
1. dr. Dani Rosdiana, SpPD
2. dr. Ligat P Sembiring, SpPD
17. Penelaah Kritis
3. dr. Yohana Sitompul, Sp.PD
4. dr. Hendra Saputra, Sp.PD
80% Pasien Demam Berdarah Dengue bebas demam, trombosit
18. Indikator dan hematokrit membaik secara klinis pada hari ke 4-5

1. Harrison internal principle 19 th edition


19. Kepustakaan 2. WHO guide line

Anda mungkin juga menyukai