Anda di halaman 1dari 156

5.

TATA TERTIB PRAKTIKUM SKILLS LAB

A. Penjelasan Umum
Praktikum Skills Lab dilakukan di Mini Hospital PSIK FKIK UMY sesuai jadwal yang telah
ditentukan. Mahasiswa akan dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dengan jumlah mahasiswa
sebanyak maksimal 10 mahasiswa per kelompok. Masing-masing kelompok akan dibimbing secara
intensif oleh instruktur praktikum dengan fasilitas yang tersedia di Mini Hospital. Mahasiswa
dituntut untuk berperan aktif dalam proses praktikum dan diharapkan semua mahasiswa mampu
mendemonstrasikan skill yang sedang dipraktikumkan. Selain kegiatan praktikum dibawah
bimbingan instruktur, mahasiswa juga mempunyai kesempatan untuk belajar mandiri sesuai jadwal
yang telah ditentukan.Diakhir kegiatan praktikum, mahasiswa wajib untuk mengikuti ujian skills
(OSCE).

B. Ujian Skills Lab


Ujian praktikum blok dilakukan pada akhir masa praktikum. Ujian ini bertujuan untuk mengetahui
penyerapan mahasiswa tentang praktikum yang telah dijalankan dan mengetahui kemampuan
mahasiswa dalam melakukan praktikum.Bahan–bahan ujian terutama dari bahan praktikum dan
teori.

C. Sistem Penilaian
Penilaian praktikum meliputi :
1. Ujian OSCE sebesar 60 %
2. Praktikum sebesar 40 %
a. Pretes : 15 %
b. Proses Praktikum : 25 %

D. Tata Tertib Skills Lab


Sebelum praktikum, mahasiswa:
1. Datang 15 menit sebelum praktikum dimulai
2. Kelompok menyiapkan alat-alat sesuai topik praktikum.
3. Memakai seragam biru-biru.
4. Memakai name tag.
5. Baju atasan menutupi pantat dan tidak ketat.
6. Bagi mahasiswa putri:
a. Baju bawahan longgar dan menutupi mata kaki.
b. Memakai jilbab biru polos, tanpa poni dan buntut.
c. Memakai sepatu tertutup dan berhak rendah, bukan sepatu karet, warna sepatu hitam,
memakai kaos kaki.
d. Tidak berkuku panjang dan tidak menggunakan pewarna kuku.
e. Tidak memakai cadar.
Bagi mahasiswa putra:
a. Memakai seragam biru-biru.
b. Celana longgar, bukan celana pensil.
c. Rambut rapi, tidak melebihi krah baju, tidak menutupi mata dan telinga.
d. Tidak beranting dan bertato.
e. Memakai sepatu tertutup berwarna hitam dan memakai kaos kaki.
f. Tidak berkuku panjang dan memakai perhiasan dalam bentuk apapun.
7. Mahasiswa sudah siap didalam ruangan maksimal 15 menit sebelum praktikum dimulai.
8. Apabila alat, bahan, dan mahasiswa belum siap dalam 15 menit setelah jam praktikum berjalan,
maka mahasiswa tidak diijinkan untuk mengikuti praktikum.

Selama praktikum, mahasiswa:


1. Melakukan pretes.
2. Mengikuti praktikum dari awal sampai akhir dengan aktif dan baik.
3. Melakukan postes.
4. Apabila mahasiswa terlambat lebih dari 15 menit, maka tidak diperkenankan mengikuti
praktikum.

Setelah praktikum, mahasiswa:


1. Mengembalikan dan merapikan alat, bahan dan ruangan dengan rapi pada tempatnya.
2. Mengisi daftar presensi mahasiswa.
3. Memberikan evaluasi terhadap proses berjalannya praktikum melalui instruktur masing-masing.
6. PANDUAN PRAKTIKUM SKILLS LAB

TOPIK-TOPIK PRAKTIKUM:
1. Pemasangan Infus
2. Pemasangan Tranfusi Darah dan Warmer, Jenis Cairan, Penghitungan Kebutuhan Cairan,
Penghitungan TPM
3. Pengukuran JVP dan CTR
4. Pemasangan EKG
5. Perawatan Trakeostomi dan Suction
6. Perawatan WSD
7. Terapi Oksigen dan Nebuliser
8. Pemasangan dan Pelepasan Kateter
9. Bladder Training, Perawatan Kateter, Irigasi Kateter
10. Terapi Panas Dingin
1st Topic
PEMASANGAN INFUS

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Menghitung tetesan infus yang dibutuhkan
2. Melakukan pemasangan infus dengan benar

Scenario

A patient comes into the ER with gastroenteritis and is dehydrated from vomiting and diarrhea.
Acutely, he receives a fluid bolus to expand her intravascular volume. His blood chemistry shows
that his electrolytes are a bit off, so the IV fluid is adjusted to bring them within normal
parameters. He is also given medication for nausea via his IV. He will remain on maintenance IV
fluids until he is able to drink adequate amounts of fluids.

Pertanyaan mInimal:
1. Sebutkan indikasi pemasangan infus
2. Jelaskan jenis-jenis cairan dan penggunaannya
3. Jelaskan komplikasi pemasangan infus

Masalah keperawatan:
1. Resiko deficit volume cairan
2. Defisit volume cairan
3. Resiko infeksi

PENUGASAN PRAKTIKUM PEMASANGAN INFUS


1. Buat kliping berbagai jenis cairan infus dan buat resumi dari masing-masing cairan tersebut terkait
penggunan dan dosisya
2. Tugas wajib dikumpulkan sebagai pra-syarat mengikuti praktikum topik ini
3. Jika mahasiswa tidak mengumpulkan tugas, dipersilahkan mengikuti praktikum di hari lain (Inhal)
PEMASANGAN INFUS
Yanuar Primanda, S.Kep., Ns., MNS
Erna Rochmawati, SKp., MNSc., M.Med.Ed., Ph.D
Fitri Arofiati, Skep.,Ns, MAN., Ph.D

A. PENGERTIAN
Memasukkan alat infus ke dalam vena untuk memberikan jalan masuk bagi pengobatan secara
parenteral.
B. INDIKASI
▪ Penggantian cairan
▪ Pemberian darah/produk darah
▪ Obat – obat intravena
C. PEMILIHAN VENA
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan vena , antara lain :
a. Riwayat kesehatan klien
b. Usia, kondisi umum dan tingkatan/kemmapuan klien dalam beraktifitas
c. Kondisi vena
d. Jenis cairan yang akan diberikan
e. Rencana lamanya pemberian terapi intaravena
f. Kemampuan perawat dalam melakukan vena pungsi
D. PRINSIP PEMILIHAN VENA ADALAH :
a. Vena pada bagian distal terlebih dahulu
b. Vena pada tangan non dominan
Sedangkan vena yang harus dihindari, yaitu :
a. Vena pada jari, karena mudah terjadi komplikasi (flebitis, infiltrasi) dan dekat dengan
persarafan.
b. Vena yang terletak dibawah vena yang terjadi flebitis dan infiltrasi
c. Vena yang mengalami trombosis
d. Area kulit yang mengalami inflamasi, lebam dan terluka
e. Lengan dimana dilakukan mastektomi radikal, edema, infeksi, arteriovenous shunt, fistula
E. BEBERAPA CARA UNTUK MELAKUKAN PENUSUKAN VENA :
1. Approaching the vein from the top. Insert the cannula at a 5- to 15-degree angle (depending on
vein depth; for example, use a 5- to 10-degree angle for a superficial hand vein). Take care not to
insert it too far into the lumen or it may penetrate the back wall.

2. Approaching the vein from the side. Position the cannula tip adjacent to the vein, aimed toward
it. This method, which is preferred if you’ve injected a local anesthetic, reduces the risk of
piercing the vein’s back wall.

3. Approaching a vein that’s palpable and visible for only a short segment. This technique may
help you cannulate a vein that extends into deeper tissues, where you can’t see or feel it. Insert
the cannula about 1 to 2 cm below the vein’s visible segment, then tunnel the cannula through
the tissue to enter the vein. Tunneling may reduce trauma to the vein wall on insertion.

Note: Avoid performing venipuncture in areas where valves are palpated or where two veins bifurcate.
The insertion site should be proximal to a valve or a bifurcation, according to the INS.

Figure 7.4.1 Figure 7.4.2 Figure 7.4.3 Figure 7.5


Place strip under Secure each wing Tuck strip arond Transparent dressing to
cannula wings. parallel cannula hub. cannula and securing IV
to cannula. set
to arm.
F. PEMILIHAN KANUL

Untuk pemilihan kanula, tergantung pada vena digunakan. Untuk pemasangan infus, kanula
sebaiknya berukuran ¾ - 1 ¼ inchi. Saat akan memilih ukuran kanula, pertimbangkan kondisi pasien dan
jenis cairan yang akan diberikan. Dibawah ini adalah ukuran kanul serta penggunaannya :
a. 24 – 22 : untuk anak – anak dan lansia
b. 24 – 20 : untuk klien penyakit dalam dan post operasi
c. 18 : untuk pasien yang operasi dan diberikan tranfusi darah
d. 16 : untuk pasien yang trauma dan memerlukan rehidrasi yang cepat

G. INTERVENTION: REGULATION OF FLOW RATE


The flow rate of an infusion is determined by the amount of fluid to be given over a prescribed
time. Fluid rate can be controlled manually by using a slide or roller clamp, which can be adjusted to
deliver fluid at a number of drops per minute by a gravity administration set. This method will deliver
approximate amounts, and therefore will not be suitable for all IV fluids. Fluids that require an exact
delivery rate should be given by a syringe driver, electronic pump or mechanical pump. It is important to
deliver fluids as prescribed to prevent fluid overload, and to ensure accurate drug doses. To accurately
deliver fluids the correct administration set should be selected. Check the label on the packaging to
determine how many drops per minute it will deliver and the compatible type of electronic infusion
device:
• Standard administration set = 20 drops per ml for aqueous solutions. This set may be used with
or without a compatible electronic device.
• Blood administration set = 15 drops per ml. This set has an integral filter system but particular
treatments may require additional filtration.
• Pediatric administration set (burette) = 60 drops per ml. A burette may also be used for adults
when delivering some intravenous drugs or small amounts of fluid.

H. CARA PENGHITUNGAN TETESAN INFUS


¤ volume x drip factor = tetesan/menit
waktu (dalam menit)
¤ volume /jam = ml/jam
ml/jam = ml/menit
ml/menit x dripfactor = tetesan/menit

Keterangan : Drip factor : 10 tetes/menit, 15 tetes/menit , 20 tetes/menit


Mikrodrip : 60 tetes/menit

I. ALAT DAN BAHAN


• Cannula – green (21G) or pink (23G) are the commonest sizes.
• Use the smallest size as possible, depending on the patient’s treatment needs, to reduce trauma
to the vein (RCN, 1999).
• Antiseptic skin preparation, e.g. 2% chlorhexidine solution or 70% alcohol wipes (Ayliffe et al.,
1999).
• Sterile tape and sterile dressing or designated IV dressing.
• Sterile gloves (correct size for the trained nurse or doctor inserting the cannula).
• Towel or disposable waterproof pad to protect the bed.
• Tourniquet.
• Intravenous infusion administration set.
• IV fluid as prescribed.
• Prescription sheet.
• 10 ml 0.9% saline solution to flush cannula; needle and 10 ml syringe to administer.
• Disinfectant hand rub.
• IV pole – this may be portable with casters, or fixed to the bed.
• Receiver.

TIP!

Some local policies advocate the use of local anaesthetic prior to insertion of IV cannula.
Anaesthetic cream should be applied at least 20–90 minutes before procedure (depending on the type
used) to allow for full effect; check the manufacturer instructions regarding this. Local anaesthetic cream
may be particularly useful for patients who are afraid of needles. Injecting local anaesthetic may be as
painful as siting the cannula, and the resultant localized swelling may obscure the vein (Dougherty 1998).

Figure 7.1 Types of IV clamp. Figure 7.2 Connecting IV bag Figure 7.3 Running through
Roller clamp. Slide clamp and administration set.
Administration set aseptically.
J. KOMPLIKASI
a. Phlebitis (peradangan pembuluh darah vena), tanda – tanda: kemerahan, hangat, merah, bengkak
di daerah luka tusukan, nyeri atau tidak nyaman saat penyuntikan obat. Penyebab: kurangnya
aliran darah di sekitar kanula, gesekan dari kanula di dalam vena, clotting pada ujung kanula.
Intervensi: ganti kanula, gunakan kompres hangat, gunakan krem heparin, laporkan dokter untuk
pemberian analgesik anti inflamasi. Terdapat 3 jenis phlebitis yaitu mechanical phlebitis, chemical
phlebitis, dan infective phlebitis.
• Mechanical phlebitis: terjadi akibat pergerakan benda asing (kanula IV/abocath) didalam
pembuluh darah yang menyebabkan inflamasi pada pembuluh darah. Biasanya phlebitis ini
disebabkan oleh pemilihan ukuran kanul yang terlalu besar pada vena yang dipasang kanul.
Untuk mencegah terjadinya phlebitis jenis ini, dianjurkan untuk memilih kanul mulai dari ukuran
yang paling kecil meskipun tetap harus menyesuaikan dengan tujuan pemasangan kanul, sebagai
contoh pada pasien yang memerlukan rehidrasi secara cepat, pemilihan kanul ukuran besar
merupakan pilihan yang sesuai.
• Chemical phlebitis: disebabkan oleh obat atau cairan yang dimasukkan melalui kanul/abocath.
Faktor-faktor seperti pH dan osmolaritas cairan/obat memiliki pengaruh signifikan terhadap
kejadian flebitis jenis ini. Cairan antibiotik menyebabkan phlebitis jenis ini karena rendahnya pH
(bersifat asam). Cairan isotonik lebih sedikit menyebabkan phlebitis dibandingkan dengan cairan
hipertonik yang menyebabkan terjadinya respon inflamasi pada vena.
• Infective phlebitis: terjadi karena masuknya bakteri ke dalam vena. Biasanya hal ini terjadi
ketika proses perlukaan akibat pemasangan infus yang mengakibatkan inflamasi vena dan
memungkinkan terjadinya kolonisasi bakteri dan menyebabkan infeksi. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya phlebitis jenis ini adalah karena teknik membersihkan area insersi
kanul yang kurang sempurna saat akan memasang kanul. Phlebitis ini dapat menyebabkan sepsis
sistemik yang mungkin berujung pada kematian pasien.

PENGKAJIAN DAN KLASIFIKASI PHLEBITIS


Semua pasien yang terpasang infus wajib dikaji secara rutin terkait kemungkinan terjadi
phlebitis. Area yang dikaji meliputi tempat penusukan infus. Beberapa instrumen untuk mengkaji
dan mengklasifikasikan phlebitis telah dikembangkan. Dua instrumen yang dianjurkan untuk
digunakan sebagai pengkajian phlebitis adalah The Phlebitis Scale (Infusion Nurses Society, 2006)
dan Visual Infusion Phlebitis / VIP (Jackson, 1998).
• The Phlebitis Scale: dikembangkan oleh the Infusion Nurses Society pada 2006. Skala ini
menggunakan skala derajat 0-4. Instrumen ini terbukti cepat, mudah, dan dapat digunakan
dalam praktek perawat sehari-hari.

Derajat Tanda dan Gejala


0 Tidak terdapat tanda dan gejala
1 Kemerahan pada area yang terpasang infus dengan atau tanpa nyeri
2 Nyeri di area yang terpasang infus dengan kemerahan dan/atau edema
3 Nyeri di area yang terpasang infus dengan kemerahan dan/atau edema,
perubahan warna area yang terpasang infus yang semakin jelas, teraba
pembuluh darah
4 Nyeri di area yang terpasang infus dengan kemerahan dan/atau edema,
perubahan warna area yang terpasang infus yang semakin jelas, teraba
pembuluh darah lebih besar dari 1 inchi dari tempat penusukan dan
terdapat pus
• Visual Infusion Phlebitis: dikembangkan oleh Jackson (1998) dan direkomendasikan oleh the
Royal College of Nursing. Alat ini merupakan alat yang valid dan reliabel untuk menentukan
apakah sebaiknya infus tetap terpasang atau harus dipindah.
PENCEGAHAN PHLEBITIS
Beberapa tindakan sederhana perawat dapat mencegah terjadinya phlebitis, yaitu:
1. Mencuci tangan dengan benar sebelum memasang infus
2. Menggunakan sarung tangan saat memasang infus
3. Membersihkan kulit pasien dengan baik sebelum memasang infus pada pasien
4. Menjaga sterilitas alat-alat yang digunakan saat memasang infus
5. Memperhatikan dan menjaga kebersihan area terpasang infus saat memberikan obat
melalui intravena
6. Memilih ukuran kanul yang sesuai
7. Memilih vena yang tepat
8. Melakukan dressing yang tepat untuk meminimalkan pergeseran kanul

b. Hematoma. Tanda – tanda: tenderness, memar. Penyebab: vena tertembus, jarum tidak pada
tempatnya, dan darah mengalir. Intervensi: kanula dipindahkan, gunakan tekanan dan kompres,
cek kembali tempat keluar darah.
c. Infiltrat. Infiltrat merupakan kebocoran cairan infus ke jaringan sekitar. Biasanya ditandai
dengan: kepucatan, bengkak, dingin, nyeri, dan terhentinya tetesan infus. Tindakan yang dapat
dilakukan adalah: kaji tingkat keparahan, lepas infus, dan tinggikan ekstremitas yang terpasang
infus.
L. GAMBAR PROSEDUR PEMASANGAN INFUS
CEKLIST PEMASANGAN INFUS

Raw score C D Score


Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
1 Baca catatan keperawatan dan catatan medis 0 1 2 1 2
2 Sebutkan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2
3 Cuci tangan handrub 6 langkah sebelum persiapan alat 0 1 3 1 3
4 Persiapkan alat: 0 1 2 3 1 6
- Cairan infus yang benar sesuai kebutuhan, perhatikan: Keutuhan kemasan, kejernihan, warna,
nama, dan waktu kadaluwarsa
Tahapan - Infus set /tranfusi set sesuai yang dibutuhkan, perhatikan: Keutuhan kemasan dan waktu
kadaluwarsa
- Intra vena kateter (abocath) sesuaikan ukuran
- Alcohol swap
- Tourniquet
- Hypafix, plester transparan dan gunting
- Kertas label, jam tangan detik
- Sarung tangan bersih, tiang infus, alat tulis
- perlak, bengkok
5 Cuci tangan 6 langkah sebelum ke pasien 0 1 3 1 3
Orientasi 1 Ucapkan salam (assalamu’alaikum wr wb) dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2
2 Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan alamat pasien, serta 0 1 2 2 1 4
cek gelang identitas pasien
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/keluarga 0 1 2 2 1 4
4 Lakukan tindakan pengurangan nyeri (non farmakologis/farmakologis) pada saat tindakan
invasive dilakukan
5 Kontrak waktu 0 1 1 1 1
6 Beri kesempatan pasien untuk bertanya 0 1 1 1 1
7 Minta persetujuan pasien/keluarga 0 1 2 1 2
8 Dekatkan alat di dekat pasien 0 1 1 1 1
9 Jaga privacy (tutup tirai), keamanan (pasang/lepas side rail), dan kenyamanan pasien (posisi dan 0 1 2 1 2
Raw score C D Score
Tahapan Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
lingkungan)
Kerja 1 Baca Bismillahirrohmanirrohiim sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2
2 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum melakukan tindakan 0 1 3 1 3
3 Periksa jenis cairan, kejernihan, warna, dan waktu kadaluwarsa dari cairan infus 0 1 2 3 4 3 1 12
4 Periksa set infus/set tranfusi sesuai order, periksa keutuhan pembungkus (sterilitas), dan waktu 0 1 2 3 3 1 9
kadaluwarsa
5 Atur posisi nyaman bagi klien 0 1 1 1 1
6 Buka set infus, dengan memperhatikan sterilitas 0 1 3 1 3
7 Tempatkan klem rol kurang lebih 2 – 5 cm dibawah ruang drip dan putar klem rol pada posisi off 0 1 2 3 1 6

8 Buka penutup ujung infus set, tusukkan ujung infus set pada botol infus ditempat yang telah 0 1 3 1 3
ditentukan dengan mempertahankan sterilitas
9 Gantung slang infus pada tiang infus 0 1 1 1 1
10 Isi tabung pengontrol ½ bagian (atau sesuai tanda) dengan cairan infuse 0 1 3 1 3
11 Alirkan cairan dengan membuka klem dan pastikan slang infus bebas dari udara sampai ke ujung 0 1 2 3 3 18
jarum
12 Klem ditutup kembali 0 1 3 1 3
13 Pakai sarung tangan bersih 0 1 3 2 6
14 Pasang pengalas dibawah tempat yang akan ditusuk 0 1 1 1 1
15 Tentukan vena tempat penusukan 0 1 3 2 6
16 Pasang tourniquet 10-15 cm arah proksimal dari area yang akan ditusuk 0 1 2 1 2
17 Pastikan vena tampak dengan jelas, bila perlu raba vena yang akan ditusuk, gunakan tempat 0 1 2 3 3 18
paling distal pada lengan non dominan bila mungkin
18 Minta klien menggenggam jari (jempol didalam) 0 1 1 1 1
19 Lakukan desinfeksi pada area yang akan ditusuk menggunakan alcohol swab dengan gerakan 0 1 3 1 3
melingkar dari arah dalam keluar sampai area seluas 5 cm dan biarkan kering
20 Buka tutup jarum, pegang jarum dengan posisi 100-300 sejajar vena, mata jarum menghadap ke 0 1 2 3 3 3 27
atas, tusuk vena perlahan dan pasti. Jika jarum tepat mengenai vena, darah akan masuk melalui
lubang jarum.
Raw score C D Score
Tahapan Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
21 Rendahkan posisi jarum sejajar kulit, dorong sedikit jarum (untuk memastikan bawa IV kateter 0 1 2 3 4 3 3 36
sudah masuk kepembuluh darah) tarik mandrin sedikit, lalu dorong kanul masuk ke dalam vena*
22 Lepaskan mandrin dari IV catheter, stabilkan IV catheter dengan tangan non dominan tanpa 0 1 2 3 4 5 3 3 45
menyentuk tempat insersi IV catheter, lalu hubungan selang infus dengan IV catheter yang telah
dipasang, tidak boleh ada udara pada slang, Lepaskan tourniquet, kemudian alirkan cairan infus
dengan membuka klem pada slang infus *
23 Bersihkan area insersi dengan alkohol swab dan tutup tempat insersi dengan plester transparan 0 1 2 3 2 12
24 Fiksasi IV catheter sedemikian rupa menggunakan plester hypafix (tidak boleh disambungan 0 1 2 2 2 8
antara IV catheter dan selang infus) dan di lengan
25 Atur tetesan infus sesuai dengan program pengobatan* 0 1 2 3 2 12
26 Pasang label di plester tempat fiksasi: tangal & jam pemasangan 0 1 3 1 3
27 Pasang label di selang: tanggal dan jam 0 1 3 1 3
28 Pasang label di botol infus: tetesan per menit, botol ke berapa, obat tambahan 0 1 3 1 3
29 Rapikan pasien dan alat 0 1 2 1 1 2
30 Baca Hamdalah (Alhamdulillahirobbil’aalamiin) setelah kegiatan selesai 0 1 2 1 2
31 Cuci tangan (handwash) setelah tindakan 0 1 3 1 3
Terminasi 1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2
2 Berikan edukasi setelah dilakukan pemasangan infus (tanda phlebitis, letak botol infus jangan di 0 1 2 1 2
bawah jantung)
3 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
4 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1
5 Doakan kesembuhan pasien 0 1 2 2 4
Raw score C D Score
Tahapan Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score

6 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1


7 Mengakhiri kegiatan dengan mengucapkan Wassalamu’alaikum wr wb 0 1 1 1 1
8 Rapikan alat dan bahan yang sudah tidak terpakai (pilah sampah infeksi/non ifkesi/benda tajam)
di tempat yang tepat
9 Cuci tangan handwash 6 langkah 0 1 3 1 3
Dokumentasi 1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 1 2
2 Data (data subjektif dan objektif sebelum tindakan) 0 1 2 2 1 4
3 Action (tindakan keperawatan yang dilakukan) 0 1 2 1 2
4 Respon 9data subjektif dan objektif sesudah tindakan) 0 1 2 1 1 2
5 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2
Soft Skill 1 Empati 0 1 2 1 2
2 Teliti 0 1 2 1 2
3 Hati-hati 0 1 2 1 2
4 Komunikasi verbal dan non verbal 0 1 2 1 2
5 Menjaga adab interaksi secara Islami
6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2
TOTAL SCORE 328
NILAI score/328 X 100
2nd Topic
BLOOD TRANFUSION “BLOOD WARMER”,
JENIS CAIRAN INFUS, PENGHITUNGAN
KEBUTUHAN CAIRAN DAN TPM

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan indikasi dilakukannya transfusi darah
2. Melakukan pemasangan blood warmer dengan benar

Scenario

A 34 years old man, 50 kg with cruris dextra fracture. He had surgery tomorrow and he get
low hemoglobin. The hemoglobin level is 6,4 g%. Is he need the blood transfusion? If he need
to blood transfussion, how much we can give for him?

Pertanyaan mInimal:
1. Sebutkan indikasi dilakukannya transfusi darah!
2. Berapa jumlah darah yang harus diberikan?

Masalah keperawatan:
1. Deficit fluid volume
”TRANSFUSI DARAH DENGAN “BLOOD WARMER”
Yanuar Primanda, S.Kep., Ns., MNS
Fitri Arofiati, S. Kep., Ns, MAN., Ph.D
Erfin Firmawati,S.Kep., Ns., MNS

Transfusi darah baik darah keseluruhan atau komponen darah saja merupakan suatu langkah
penanganan untuk menstabilkan kondisi haemodinamik tubuh. Dua indikasi diperlukanya tranfusi darah
yaitu :
1. Kehilangan darah dalam jumlah banyak, seperti pada kecelakaan dengan trauma hemoragik atau
pada saat operasi laparatomi.
2. Terjadi penurunan komponen darah yang signifikan (Hb, Trombosit)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses transfuse darah, antara lain:
1. Pemberian darah tidak boleh terlalu cepat karena ada kemungkinan jantung tidak dapat
mengkompensasi pertambahan volume darah tersebut. Kerja jantung akan semakin berat yang pada
suatu waktu akan dapat menimbulkan gambaran kepayahan jantung dalam memompa darah.
2. Apabila terjadi salah pemberian, dimana jenis dan tipe darah tidak sesuai maka akan dapat
menimbulkan reaksi patologis seperti alergi atau bahkan koagulasi transfusi.
3. Adanya kontaminasi bakteri atau parasit pada saat proses transfusi atau yang berasal dari darah
pendonor akan dapat menimbulkan reaksi yang fatal pada resipien donor.
Secara anatomi-fisiologis, jumlah darah yang terkandung dalam tubuh manusia yaitu 80 cc/Kg BB. Jika
terjadi kehilangan darah, maka setiap 1 cc darah yang hilang dapat digantikan dengan 2-4 cc larutan RL/Nacl.
Namun secara umum penentuan jumlah darah yang akan ditransfusikan memakai menggunakan rumus
berikut :

I. Koreksi dengan Whole Blood (WB) : patokan Hb Ideal = 12


• Dewasa : (Hb Ideal – Hb Skrg) x BB x 7
• Anak-anak : (Hb Ideal – Hb Skrg) x BB x 8
II. Koreksi dengan Packed Red Cell (PRC) patokan Hb Ideal = 12
• (Hb Ideal – Hb Skrg) x BB x 7

Darah Dan Produk Darah


Darah dan produk darah (platelet, PRC, plasma, Whole Blood) merupakan cairan pengganti yang sangat
penting. Tidak seperti koloid dan kristaloid, produk darah juga mengandung hemoglobin yang bermanfaat
untuk mengangkut oksigen, terutama pada produk darah yang mengandung sel darah merah. Pemberian
produk ini tidak hanya meningkatkan volume intra vaskuler, tetapi juga meningkatkan transport oksigen
menuju sel. Tetapi, mengungat darah dan produk darah ini merupakan cairan yang sulit diperoleh, maka
penggunaannya menjadi terbatas pada kasus kasus tertentu yang memang sangat membutuhkan darah.
Beberapa darah dan produk darah yang sering dipakai diantaranya:
General Wear gloves and face shield when working with blood products; ideally a 20g or larger IV catheter
Consideratio is preferred unless the patient is very young or very old and has smaller veins; use normal saline
ns: only between transfusions and to keep the vein open if there is a reaction; hang and start blood
infusion within 30 minutes of obtaining blood from the blood bank; remain with the patient and
assess vital signs/patient complaints during the first 15 minutes of the transfusion. If no signs of a
reaction, adjust flow to ordered rate or as fast as patient's circulatory system can tolerate.
SYMPTOMS OF A TRANSFUSION REACTION: flushing, feverish feeling, chills, nausea, low back pain and headache
OTHER SYMPTOMS: palpitations (usually when hypotension is present); difficulty swallowing or breathing
(possible anaphylaxis); tingling of fingers, muscle cramps, vomiting, faintness (hypotension, arrhythmia,
hypocalcemia); muscle weakness, irritability, bradycardia (hyperkalemia when large volumes of older stored blood
is transfused)

Administration/Nursing
Component What's in it Why use it
Considerations
Whole one unit contains 500 mL Increases blood volume
Blood of all blood components: and oxygen carrying
RBCs, WBCs, plasma, capacity after hemorrhage
- must be ABO and Rh compatible
platelets, clotting factors
- one unit must be infused within a 4-
(some clotting factors are
hour time period
not viable after 24 hours of
- use a Y-type blood administration set
storage)
with filter (to remove microaggregates
Packed Red one unit contains 250 mL Increases red blood cell
of degenerating platelets and fibrin
Blood Cells of whole blood (RBCs, mass and oxygen carrying
strands)
(RBCs) WBCs, platelets and capacity in chronic anemia
- one unit increases Hgb by 1 gm/dL
plasma) with 80% of the not due to nutritional or
plasma removed drug therapy and other
bleeding conditions
White Blood one unit contains 150 mL Sepsis that has been - must be ABO and Rh compatible
Cells of WBCs or leukocytes unresponsive to antibiotics - can use a straight-line or component
(WBCs) suspended in 20% of the with positive blood drip IV administration set with an in-
plasma cultures, persistent fever, line blood filter
and granulocytopenia - periodically agitate the bag of cells to
prevent the WBCs from settling and to
prevent accidental bolus of white
blood cells
- fever and chills in the patient is an
expected occurrence
- may reduce flow rate per MD order for
patient comfort if fever and chills
occur
- give antipyretics or premedicate with
Benadryl if ordered
Platelets one unit contains 35 to 50 Bleeding due to - must be ABO compatible when
mL of platelet sediment thrombocytopenia, possible and Rh compatible is
from RBCs or plasma, may decreased platelet counts preferred
have small numbers of or presence of abnormal - use a filtered component drip
RBCs and WBCs platelets; leukemia; administration set
blood bank may pool up to aplastic anemia; DIC; post- - infuse at rate of 100mL per 15 minutes
8 units for one infusion transfusion - should not be given if patient has a
thrombocytopenia fever
- platelet count should be drawn 1 to 3
hours after platelet transfusion
Fresh one unit contains 200 to Bleeding, coagulation - must be ABO compatible; Rh match is
Frozen 250 mL of plasma and all factor deficiencies, not required
Plasma clotting factors Warfarin reversal, - use a straight-line IV administration
(FFP) thrombotic set
thrombocytopenic purpura - infuse rapidly
- hypocalcemia can occur with multiple
transfusions of FFP due to presence of
citric acid in the FFP which binds
serum calcium
5% Albumin one unit of 5% Albumin Replaces volume lost by - ABO/Rh compatibility is NOT
(buffered contains 12.5 grams of shock in burns, trauma, necessary
saline) albumin in 250 mL surgery or infections; - manufacturer usually supplies the
10% one unit of 10% Albumin hypoproteinemia administration set you should use
Albumin contains 12.5 grams of - rate and volume infused dictated by
(salt poor) albumin in 50 mL patients response
- watch for circulatory overload in
patients with cardiac or pulmonary
disease
PANDUAN UMUM TRANSFUSI DARAH

A. Informed Consent
➢ Sebelum dimulai pemberian transfusi, pasien harus mendapatkan penjelasan tentang indikasi,
kemungkinan resiko, keuntungan, alternative, dan konsekuensi dari transfuse
➢ Informed consent harus didokumentasikan di dalam catatan medis pasien
➢ Pada kondisi kegawatdaruratan, dokter harus membuat justifikasi bahwa pasien akan menyetujui
untuk dilakukan transfuse
➢ Transfusi tidak boleh ditunda pada saat kondisi gawat darurat dan mengancam jiwa dan proses
pemberian transfuse pada saat kritis ini harus didokumentasikan dalam catatan medis

B. Penyimpanan dan Transportasi Darah dan Produk Darah


➢ Darah dan produk darah harus dibawa dari unit bank darah dengan menggunakan box tertutup, dapat
menjaga darah dan produk darah tetap dingin, dan tahan terhadap panas dari suhu lingkungan
➢ Red Blood Cell dan plasma components harus disimpan dalam suhu antara 1 – 6 derajat C dan suhu
saat proses transportasi tidak boleh melebihi 10 derajat C. Red Blood Cell dan plasma components
harus digunakan dalam rentang waktu 30 menit setelah dikeluarkan dari lemari pendingin di bank
darah. Jika sudah lebih dari 30 menit, maka harus segera dimasukkan (ditransfusikan) dan dihabiskan
dalam waktu 4 jam terhitung sejak mulai dikeluarkan dari lemari pendingin di bank darah. Jika sudah
lebih dari 30 menit berada di suhu ruangan, jangan dimasukkan lagi ke dalam lemari pendingin
➢ Platelet dan Cryoprecipitate dapat disimpan dalam suhu ruang dan tidak langsung digunakan

C. Persiapan Sebelum Transfusi Darah


➢ Sebelum dimulai transfusi, pasien harus diukur tanda-tanda vitalnya terdiri dari pengukuran tekanan
darah, suhu, pernafasan, dan nadi. Pasien yang mengalami demam sebaiknya tidak mendapatkan
transfusi karena demam yang dialami pasien dapat menyamarkan kemungkinan demam yang terjadi
akibat reaksi transfusi
➢ Perawat harus memverivikasi order untuk transfuse, mencocokkan identitas, golongan darah, darah
dan atau produk darah yang dibutuhkan, dan tanggal kadaluwarsa. Jika ada ketidaksesuaian, jangan
memulai proses tranfusi
➢ Perawat harus mendokumentasikan dokter yang mengorder transfuse, personel yang memberikan
transfusi, tanggal dan jam dimulainya dan berakhirnya transfuse, banyaknya transfusi yang diberikan,
dan tandatangan
D. Prosedur Transfusi Darah
➢ Jumlah aliran tranfusi dimulai perlahan tidak lebih dari 1 ml/min sehingga perawat dapat mengenali
jika ada efek samping atau reaksi transfuse
➢ Jika tidak ada reaksi transfusi muncul pada 15 menit pertama, maka kecepatan aliran dapat
ditingkatkan menjadi 4 ml/min. Pada pasien anak-anak, sebaiknya diberikan 10 – 20 ml/kg selama 30
– 60 menit
➢ Waktu yang dibutuhkan untuk transfusi Red Blood Cell adalah 2 jam, kecuali pasien hanya dapat
mentoleransi peningkatan volume intravascular secara bertahap
➢ Waktu yang dibutuhkan untuk transfusi plasma components, platelet, dan cryoprecipitate adalah
sekitar 10 ml/min, biasanya sekitar 30 menit
➢ Waktu maksimum transfuse tidak lebih dari 4 jam untuk semua darah dan produk darah
➢ Perawat wajib memonitor: suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, dan kondisi kulit sebelum dan 30
menit setelah transfuse dimulai. Perawat juga harus memonitor kecepatan aliran pada 15 menit dan
30 menit pertama proses transfusi dan tiap jam hingga transfusi selesai
➢ Jangan menambahkan obat pada darah atau produk darah secara langsung pada saat transfusi
➢ Obat yang dapat diberikan dengan injeksi IV dapat diberikan dengan menghentikan proses transfusi
sementara, membilas IV line dengan NaCl 5 – 10 ml, meninjeksikan obat, membilas dengan NaCl
kembali, dan memulai lagi proses transfuse
➢ Jika perawat menemukan kemungkinan tanda-tanda reaksi tranfusi, proses transfusi harus segera
dihentikan saat itu juga dan melapor kepada dokter
PENILAIAN BLOOD TRASFUSION WITH BLOOD WARMER

Raw score C D Score


Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
1 Baca catatan keperawatan dan catatan medis 0 1 2 1 2
2 Tentukan tindakan keperawatan yang akan dilkukan 0 1 2 1 2
3 Cuci tangan sebelum persiapan alat 0 1 3 1 3
4 Persiapkan alat: 0 1 2 3 1 3
- Blood unit
Tahapan
- Selang transfusion set dengan filter (Blood Set)
- Mesin blood warmer
- Cairan Nacl
- Termometer, Sphygmomanometer, Stetoskop
- Sarung tangan
(buang sampah alat pada tempat yang sesuai – bengkok/safety box/tempat sampah)
5 Pastikan contoh darah pasien untuk dibawa ke Bank Darah / Cross test 0 1 3 1 3
6 Cuci tangan 6 langkah sebelum ke pasien 0 1 3 1 3
Orientasi 1 Ucapkan salam dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2
2 Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan 0 1 2 3 2 1 6
alamat pasien, serta cek gelang identitas pasien

Contoh : “Berdasarkan prosedur keselamatan pasien di rumah sakit/puskesmas,


bapak/ibu bisa menyebutkan nama dan umur atau nama dan alamat. Baik bapak/ibu,
saya cek gelang identitasnya. Benar sekali ya bapak, identitasnya sudah sesuai dengan
tindakan yang direncanakan (sebutkan tindakannya)
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/keluarga 0 1 2 2 1 4
4 Kontrak waktu 0 1 1 1 1
5 Beri kesempatan pasien untuk bertanya 0 1 1 1 1
6 Minta persetujuan pasien/keluarga 0 1 2 1 2
7 Dekatkan alat didekatkan pasien 0 1 1 1 1
8 Jaga privacy, keamaan, dan kenyamanan pasien 0 1 2 1 2
Kerja 1 Baca basmalah sebelum melakukan tindakan 0 1 3 1 3
Raw score C D Score
Tahapan Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
2 Cuci tangan sebelum tindakan 0 1 2 1 2
3 Pakai sarung tangan bersih
3 Cocokkan identitas pasien dan kesesuaian jenis darah pada label kantung darah yang 0 1 3 1 3
berasal dari Bank Darah*
4 Observasi tanda-tanda vital klien sebelum transfusi 0 1 3 2 6
5 Pastikan spasien udah terpasang transfusi set 0 1 3 2 2
6 Lakukan pembilasan selang infus dengan mengalirkan cairan Nacl 0.9% sekitar 100- 0 1 3 3 9
200 cc untuk setiap permulaan satu kantung darah (jika cairan infus sebelumnya
bukan NaCl)
7 Hubungkan kantung darah dengan infus set sesuai tempat yang telah ditentukan di 0 1 3 3 9
kantong produk darah
8 Masukkan selang infus set sehingga melewati kedudukan yang telah disediakan di 0 1 3 3 9
mesin blood warmer
9 Nyalakan mesin blood warmer dan tunggu sekitar 5 menit 0 1 3 2 6
10 Buka klem selang dan mulai alirkan darah 0 1 3 3 9
11 Atur tetesan sehingga produk darah dapat habis sesuai waktu yang ditentukan 0 1 3 2 6
12 Observasi vital sign dan keadaan umum pasien pada 5-15 menit pertama transfusi 0 1 3 3 9
13 Observasi adarnya reaksi alergi transfusi dan segera hentikan transfusi jika terdapat 0 1 3 3 9
tanda-tanda reaksi alergi
14 Setelah produk darah habis, lepas transfusi set dari kantong produk darah dan pasang 0 1 3 3 9
infus set pada cairan NaCl 0.9%
15 Lakukan pembilasan kembali dengan mengalirkan sekitar 100-200 cc Nacl 0,9% 0 1 3 3 9
setiap penghabisan satu kantung darah
16 Matikan mesin blood warmer dan lepas blood warmer 0 1 2 2 1 5
17 Observasi vital sign setelah dilakukan transfusi 0 1 3 2 6
18 Rapikan pasien dan alat 0 1 2 1 1 2
19 Baca Hamdalah setelah kegiatan selesai 0 1 2 1 2
20 Cuci tangan setelah tindakan 0 1 3 1 3
Terminasi 1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2
2 Manajemen post prosedure untuk tindakan invasif (seperti edukasi yang perlu 0 1 2 1 2
Raw score C D Score
Tahapan Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
diperhatikan pasien dengan terpasangnya alat tersebut) *
3 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
4 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1
5 Doakan kesembuhan pasien 0 1 2 2 4

6 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1


7 Mengakhiri kegiatan dengan cara memberi salam 0 1 1 1 1
Dokumentasi 1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4
2 Data (DS/DO sebelum tindakan) 0 1 2 2 1 4
3 Action (tindakan keperawatan yang dilakukan) 0 1 3 1 3
4 Respon (DS/DO sesudah tindakan) 0 1 2 2 1 4
5 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2
Soft Skill 1 Empati 0 1 2 1 2
2 Teliti 0 1 2 1 2
3 Hati-hati 0 1 2 1 2
4 Komunikasi verbal dan non verbal
5 Menjaga Adab Interaksi Secara Islami
6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2
7 Efisiensi bahan dan alat 0 1 2 1 2
TOTAL SCORE 188
NILAI score/188 X 100
PEMILIHAN JENIS CAIRAN, PENGHITUNGAN KEBUTUHAN CAIRAN, PENGHITUNGAN TETESAN INFUS

Arianti, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB


Yanuar Primanda, S.Kep., Ns., MNS
Fitri Arofiati, S. Kep., Ns, MAN., Ph.D
Erfin Firmawati,S.Kep., Ns., MNS

CAIRAN TUBUH

KESEIMBANGAN CAIRAN
Keseimbangan cairan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keseimbangan antara input dan
output cairan di dalam tubuh untuk menghasilkan proses metabolic tubuh berjalan dengan tepat (Welch,
2010). Tiga komponen dalam melakukan penghitungan keseimbangan cairan dan status hidrasi adalah: 1).
Pemeriksaan tanda klinis, berat badan dan keluaran urin; 2). Menghitung kembali catatan keseimbangan
cairan; 3). Pemeriksaan kimia darah.
A. Pemeriksaan Tanda-tanda Klinis
1. Merasa haus
2. Sulit berbicara, bingung atau depresi
3. Membran mukosa mulut kering, bibir pecah-pecah
4. Observasi tanda-tanda vital: nadi, tekanan darah, dan frekuensi nafas akan berubah saat pasien
dehidrasi (takikardi, hipertensi postural, dan peningkatan frekuensi nafas jika kehilangan cairan
sangat buruk)
5. Capillary refill time (CRT)
Cara ini sangat efektif untuk mengetahui status cairan intravascular. Cara paling tepat adalah dengan
memegang tangan pasien di posisi jantung, lanjutkan dengan menekan daerah dasar kuku jari tengah
selama lima detik. Setelah lima detik, tekanan dilepas, maka warna normal akan kembali dalam dua
detik.
6. Elastisitas kulit
Elastisitas kulit (turgor kulit) merupakan indikator status cairan pasien. Cara sederhana yang dapat
dilakukan adalah dengan mencubit kulit. Status hidrasi yang baik dapat dilihat pada pengembalian
lipatan kulit segera setelah cubitan dilepaskan. Daerah cubitan yang direkomendasikan adalah di
atas sternum atau paha bagian dalam. Namun hal ini tidak berlaku untuk orang lanjut usia yang
elastisitas kulitnya berkurang akibat penuaan.
7. Berat badan
Perubahan berat badan yang cepat dapat menjadi indikasi status hidrasi. Pengukuran berat badan
sebaiknya dilakukan setiap hari, di waktu yang sama, dengan alat yang sama yang sudah dikalibrasi.
8. Keluaran urin
Pada pasien dehidrasi ditemukan urin berwarna gelap dan volumenya menurun. Normal keluaran
urin adalah sekitar 1 ml/kg BB/jam dengan rentang normal 0.5-2ml/kg/jam. Jika pasien terpasang
kateter urin, dan keluaran urin nya rendah, periksa apakah terdapat sumbatan pada kateter.

JENIS CAIRAN TERAPI INTRAVENA

Memahami jenis cairan intravena dan fungsinya merupakan aspek penting bagi perawat, hal ini karena setiap
jenis cairan intravena memiliki efek yang berbeda pada tubuh dan memiliki indikasi tertentu sesuai
kebutuhan pasien. Secara umum, terdapat 3 macam jenis cairan yaitu koloid, kristaloid, dan darah serta
produk darah.
1. Koloid
Cairan koloid merupakan cairan yang mengandung larutan berbentuk molekul protein yang besar
atau molekul lain seukuran protein. Protein dan molekul tersebut sangat besar sehingga tidak dapat
melewati dinding kapiler pembuluh darah menuju sel. Oleh sebab itu, cairan koloid akan terys berada
dalam pembuluh darah dalam periode yang lama dan dapat secara signifikan meningkatkan volume
intravaskuler (volume darah). Protein ini juga memiliki kemampuan untuk menarik cairan dari sel
menuju pembuluh darah. Meskipun perpindahan cairan dari sel ke dalam pembuluh darah ini memiliki
manfaat penting dalam jangka waktu pendek, perpindahan terus menerus cairan intra sel kedalam
pembuluh darah bisa menyebabkan sel kehilangan banyak air dan sel menjadi dehidrasi.
Cairan koloid sangat bermanfaat untuk mempertahankan volume darah, tetapi penggunaannya di
lapangan masih sangat terbatas. Cairan koloid mahal, memiliki prosedur penyimpanan tertentu, dan
memiliki jangka waktu batas kadaluarsa yang terbatas, sehingga penggunaan produk ini lebih cocok
digunakan di setting rumah sakit. Beberapa cairan yang termasuk koloid adalah plasma protein
fraction, salt poor albumin, dextran, dan hetastarch
.
2. Kristaloid
Cairan kristaloid merupakan cairan yang paling sering digunakan terutama pada fase pre-hospital.
Cairan ini mengandung elektrolit seperti sodium, potasium, calcium, dan chloride tetapi sangat sedikit
mengandung protein dan molekul besar seperti yang terkandung di cairan koloid. Cairan kristaloid ini
dibagi menjadi beberapa jenis tergantung tonisitasnya. Tonisitas cairan kristaloid menggambarkan
konsentrasi elektrolit (zat terlarut) yang larut di dalam air, dibandingkan dengan cairan plasma (cairan
yang berada di sekitar sel). Cairan kristaloid dapat mempengaruhi distribusi cairan di dalam tubuh
tergantung konsentrasinya melalui mekanisme osmosis, dimana cairan tubuh berpindah dari
konsentrasi yang rendah menuju konsentrasi yang lebih tinggi melalui membran semi permeabel sel.
Perpindahan cairan tubuh ini akan berhenti jika konsentrasi cairan antara kedua bagian yang dibatasi
oleh membran semi permeabel tersebut memiliki konsentrasi yang sama. Berdasarkan tonisitasnya,
cairan kristaloid dibagi menjadi:

a. Isotonis
Cairan kristaloid isotonis memiliki tonisitas yang sama dengan plasma tubuh. Ketika
diberikan pada pasien dengan status hidrasi normal, cairan ini tidak akan menyebabkan
perpindahan cairan yang signifikan antara pembuluh darah dan sel. Sehingga, tidak terjadi atau
sangat minimal terjadi proses osmosis. Pasien yang mengalami kekurangan volume darah sangat
memerlukan cairan jenis ini.
b. Hipertonis
Cairan hipertonis memiliki tonisitas lebih tinggi daripada plasma tubuh. Pemberian cairan
kristaloid hipertonis menyebabkan perpindahan cairan dari ekstravaskuler menuju pembuluh
darah dan meningkatkan volume vaskular darah. Proses osmosis terjadi dimana tubuh berusaha
mengencerkan konsentrasi elektrolit yang ada di dalam pembuluh darah dengan memindah cairan
dari intra sel menuju intra vaskuler. Cairan ini bermanfaat terutama pada pasien yang mengalami
kekurangan volume darah.
c. Hipotonis
Cairan hipotonis memiliki tonisitas yang lebih rendah daripada plasma tubuh. Pemberian
cairan ini menyebabkan perpindahan air dari ruang intra vaskuler menuju ekstra vaskuler, yang
pada akhirnya akan bermuara di dalam sel. Karena pemberian cairan kristaloid hipotonis ini,
lingkungan ekstra vaskuler menjadi lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan lingkungan intra
vaskuler. Proses osmosis menyebabkan cairan intra vaskuler keluar menuju ekstra vaskuler dan
pada akhirnya akan meningkatkan jumlah cairan intra sel. Pasien dengan dehidrasi seluler sangat
memerlukan cairan jenis ini.

Beberapa jenis cairan kristaloid dan manfaatnya adalah:


Name of Type of Ingredients in Uses Complications
Solution Solution 1-Liter
0.45% Hypotonic 77 mEq Sodium hypotonic hydration; replace if too much is mixed with
Sodium pH 5.6 77 mEq Chloride sodium and chloride; blood cells during
Chloride hyperosmolar diabetes transfusions, the cells will
pull water into them and
(½NS) rupture
0.9% Sodium Isotonic 154 mEq Sodium isotonic hydration; replace None known
Chloride pH 5.7 154 mEq Chloride sodium and chloride; alkalosis;
blood transfusions (will not
(NS) hemolyze blood cells)
Name of Type of Ingredients in Uses Complications
Solution Solution 1-Liter
3% Sodium Hypertonic 513 mEq Sodium - symptomatic hyponatremia due - rapid or continuous
Chloride pH 5.0 513 mEq Chloride to excessive sweating, infusion can result in
5% Sodium Hypertonic 855 mEq Sodium - vomiting, renal impairment, hypernatremia or
Chloride pH 5.8 855 mEq Chloride and excessive water intake - hyperchloremia
5% Dextrose Isotonic 5 grams dextrose isotonic hydration; provides some
in Water pH 5.0 (170 calories/liter) calories
water intoxication and
(D5W) dilution of body's
10% Dextrose Hypertonic 10 grams dextrose may be infused peripherally; electrolytes with long,
in Water pH 4.3 (340 calories/liter) hypertonic hydration; provides continuous infusions
some calories
(D10W)
5% Dextrose Hypertonic 5 grams Dextrose fluid replacement; replacement of
in 1/4 pH 4.4 34 mEq Sodium sodium, chloride and some
Strength (or 34 mEq Chloride calories
0.25%) Saline
vein irritation because of
(D5¼NS) acidic pH, causes
5% Dextrose Hypertonic 5 grams Dextrose hypertonic fluid replacement; agglomeration (clustering)
in 0.45 pH 4.4 77 mEq Sodium replace sodium, chloride, and if used with blood
Sodium 77 mEq Chloride some calories transfusions;
Chloride hyperglycemia with rapid
infusion leading to osmotic
(D5½NS) dieresis
5% Dextrose Hypertonic 5 grams Dextrose hypertonic fluid replacement;
in Normal pH 4.4 154 mEq Sodium replace sodium, chloride and
Saline 154 mEq Chloride some calories
(D5NS)
Ringer’s Isotonic 147 mEq Sodium electrolyte replacement; rapid administration leads
Injection, pH 5.8 4 mEq Potassium hydration; often used to replace to excessive introduction of
U.S.P. 4 mEq Calcium extracellular fluid losses electrolytes and leads to
155 mEq Chloride fluid overload and
congestive conditions;
provides no calories and is
not an adequate
maintenance solution if
abnormal fluid losses are
present
Name of Type of Ingredients in Uses Complications
Solution Solution 1-Liter
Lactated Isotonic 130 mEq Sodium isotonic hydration; replace
Ringer’s pH 6.6 4 mEq Potassium electrolytes and extra-
3 mEq Calcium cellular fluid losses; mild to
(LR) 109 mEq Chloride moderate acidosis (the lactate is
28 mEq Sodium metabolized into bicarbonate
Lactate (provides 9 which counteracts the acidosis) not enough electrolytes for
calories/liter) maintenance; patients with
5% Dextrose Hypertonic 5 grams Dextrose hypertonic hydration; provides hepatic disease have
in Lactated pH 4.9 (170 calories/liter) some calories; replace trouble metabolizing the
Ringer’s 130 mEq Sodium electrolytes and extra- lactate; do not use if lactic
Injection 4 mEq Potassium cellular fluid losses; mild to acidosis is present
3 mEq Calcium moderate acidosis (the lactate is
(D5LR) 109 mEq Chloride metabolized into bicarbonate
28 mEq Sodium which counteracts the acidosis),
Lactate (provides 9 the dextrose minimizes glycogen
calories/liter) depletion

HITUNG KEBUTUHAN CAIRAN

Masalah pemenuhan kebutuhan cairan harus dipenuhi sesuai kebutuhan pasien berdasarkan algoritma .
Modal awal dalam penghitungan kebutuhan cairan adalah berat badan pasien. Sehingga mengetahui berat
badan pasien adalah mutlak.
1. Cairan Resusitasi
Dalam kegawatdaruratan, cairan resusitai diberikan dengan indikasi pasien mengalani syok
hypovolemia dengan tanda gejala: tekanan darah sistolik <100mmHg, frekuensi nadi >90x/menit,
kapilari refill >2detik, perifer teraba dingin, frekuensi nafas >20x/menit.
Terapi awal adalah pemberian cairan kristaloid 500 ml dalam waktu tidak lebih dari 15 menit.
Monitor dan laporkan pada ahlinya jika tidak ada perbaikan atau pemberian cairan sudah lebih dari
2000ml.
2. Maintenace Rutin
Jika tidak menunjukkan gejala syok hipovolemi, maka pastikan apakah pasien mampu mencukupi
pemenuhan kebutuhan cairan lewat oral atau enteral. Jika tidak mampu maka lanjutkan dengan
pemberian cairan maintenance dengan penghitungan: 25-30 ml/kg/hari.

Kebutuhan cairan harian : 25-30ml/kg/hari


Sodium : 0.9-1.2mmol/kg/day
Potassium : 1mmol/kg/day

Pasien laki-laki berusia 35 tahun, dengan berat badan 70 kg, hanya mampu minum sedikit (500cc).
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung, ataupun gangguan fungsi ginjal. Pasien
mengeluh mual dan tidak mampu makan. Berapakah kebutuhan cairan pasien saat ini?

Kebutuhan cairan pasien


70 kg x 30 ml = 2100 ml dalam 24 jam.
Karena pasien hanya mampu minum 500cc, maka kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan
intravena sebanyak : 2100 ml – 500 ml = 1600 ml dalam 24 jam.

PENGHITUNGAN TETESAN INFUS


Set infus intravena digunakan dalam pemberian terapi cairan ataupun obat-obatan secara langsung ke dalalm
pembuluh darah. Penghitungan tetesan infus diatur oleh perawat dalam hitungan tetes per menit. Untuk
menghitung tetes infus wajib diketahui faktor tetes pada set infus yang akan dipasang. Set infus terbagi
menjadi dua macam, yatu selang dengan tetes makro (10/15/20 tetes/menit) dan dengan tetes mikro
(60tetes/menit). Hal inilah yang disebut faktor tetes, dengan makna I ml cairan tercapai dengan faktor tetes
yang sudah ditetapkan.

Jumlah cairan yang dibutuhkan (ml) x Faktor tetes (tetes/menit) = Tetes per menit

Total waktu pemberian infus (menit)

Contoh: Dokter menginstruksikan pemberian cairan sebanyak 1200ml dalam 12 jam, dengan menggunakan
set infus makro (15ml/menit). Berapakah tetes infus per menit yang diberikan ke pasien?

Jawab: 1200 ml x 15 tetes/menit = 25 tetes/menit


( 12 X 60) menit

LEMBAR PEMANTAUAN KESEIMBANGAN CAIRAN


Memonitor keseimbangan cairan untuk mencegah dehidrasi ataupun hidrasi berlebih merupakan pekerjaan
yang sangat sederhana, namun kenyataannya pencatatan nya sangat jauh dari akurat dan tidak lengkap. Hal
ini disebabkan dari kurangnya tenaga, kurangnya pelatihan, dan kurangnya waktu untuk melakukannya
(Reid, 2004). Smith dan Roberts (2011) menyebutkan bahwa pemasukan dan pengeluaran cairan, dalam
bentuk apapun, harus dicatat dengan jumlah kuantitatif.

Penghitungan Keseimbangan Cairan:


Keseimbangan cairan dimonitor, dihitung dan dicatat dalam 24 jam. Terdiri dari:
Intake (masukan) : minum+makan+infus+ air metabolism
Output (luaran) : urin output (BAK)+ buang air besar (BAB)+muntah (jika ada)+perdarahan (jika ada)

Urin Uoutput= 0.5-1.0 ml/kg/jam


Cairan oksidasi (metabolism) = 200-400ml/hari
Insessible water loss (IWL) adalah cairan yang hilang melalui difusi transepidermis, melalui kulit (300-
400ml/hari) dan pernafasan (300-400ml/hari). Pada dewasa bisa dianggap minimal IWL adalah 800ml/hari
pada kondisi sehari-hari. Jika pada pasien yang dirawat di rumah sakit, IWL bisa dihitung dengan
perhitungan 50ml/jam.

INTAKE = OUTPUT + Insensible Water Loss (IWL)


Contoh dokumentasi keseimbangan cairan
Latihan soal:
REFERENSI:

Brandis, K. (2018). Fluid Physiology. Diakses dari https://www.anaesthesiamcq.com/FluidBook/index.php

Dmitrieva, N. I., & Burg, M. B. (2011). Increased Insensible Water Loss Contributes to Aging Related
Dehydration. PLoS ONE, 6(5), e20691. http://doi.org/10.1371/journal.pone.0020691

National Institute for Health and Care Excellence. (2016). Algorithms for IV Fluid therapy.
3rd Topic
Pemasangan
Electro Cardiography

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan indikasi pemeriksaan EKG
2. Melakukan pemasangan EKG dengan benar

Scenario

A patient had a history of Acute Myocardial Infark since 5 years ago. Right now the patients ia being
admitted in your medical unit because of pain in his left chest. You will check the patient’s ECG
result.

Pertanyaan mInimal:
1. Sebutkan indikasi pemeriksaan EKG?
2. Alat apa saja yang dibutuhkan untuk pemeriksaan EKG?

Masalah keperawatan:
1. Penurunan curah jantung
2. Kerusakan pertukaran gas
EKG (ELEKTROKARDIOGRAM)
Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., M.A

I. DEFINISI
EKG adalah merupakan grafik hasil catatan potensial listrik yang dihasilkan oleh denyut jantung
(Mervin J. Goldman).
II. TUJUAN
1. Untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung/aritmia
2. Untuk mengetahui adanya kelainan miokardium seperti infark, hipertropi atrial atau
ventrikel
3. Untuk mengetahui pengaruh/efek obat-obat jantung terutama digitalis
4. Untuk mengetahui adanya gangguan elektrolit
5. Untuk mengetahui adanya perikarditis
III. SISTEM KONDUKSI
1. SA Nodes
Frekwensi 60 – 100 x/menit, iramanya sinus (sinus rhythm)
2. AV Nodes
Frekwensi 40 – 60 x/menit, iramanya junctional rhythm
3. Berkas His
4. Serabut Purkinye
Frekwensi 20 – 40 x/menit, iramanya idioventrikuler rhythm
IV. UKURAN KERTAS EKG
Gambaran EKG akan tergores horisontal dan vertikal pada kertas grafik dengan kotak-
kotak kecil berukuran 1 x 1 milimeter (mm). Tiap milimeter pada sumbu horizontal menyatakan
interval waktu 0,04 detik dan tiap milimeter pada sumbu vertikal menyatakan kekuatan listrik
sebesar 0,1 milivolt (mV). Umumnya pada setiap lima kotak sedang terdapat satu garis tanda yamg
menunjukkan panjang kertas EKG, ialah 5 x 5 mm = 25 mm.
Pada rekaman EKG baku telah ditetapkan bahwa :
a. Kecepatan rekaman : 25 mm/detik
b. Kekuatan voltage : 1 mV = 10 mm
Jadi berarti ukuran kertas EKG :
a. Pada garis horizontal
- Tiap satu mm = 1/25 detik = 0,04 detik
- Tiap lima mm = 5/25 detik = 0,20 detik
- Tiap 25 mm = 1,00 detik
b. Pada garis vertikal
- 1 mm = 0,10 mV
- 10 mm = 1,00 mV

V. SANDAPAN EKG
Untuk rekaman rutin, terdapat 12 sandapan yaitu :
a. Tiga buah bipolar standard lead (I, II, dan III)
- Sandapan I : Menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kanan (RA) dan lengan
kiri (LA), dimana LA bermuatan lebih positif dari RA
- Sandapan II : Menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kanan dan
tungkai kiri (LL), dimana LL bermuatan lebih positif dari RA
- Sandapan III : Menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kiri dan tungkai kiri,
dimana LL bermuatan lebih positif dari LA
b. Tiga buah unipolar limb lead (aVR, aVL, aVF)
Sandapan unipolar limb lead adalah rekaman
perbedaan potensial antara lengan kanan, lengan kiri
atau tungkai kiri terhadap elektroda indifferen yang
berpotensial nol.
- Sandapan aVR = sandapan unipolar lengan kanan
yang diperkuat (augmented)
- Sandapan aVL = sandapan unipolar lengan kiri
yang diperkuat (augmented)
- Sandapan aVF = sandapan unipolar tungkai kiri
yang diperkuat (augmented)

c. Enam buah unipolar chest lead (V1 sampai dengan V6)


Unipolar chest lead adalah rekaman potensial dari
satu titik di permukaan dada
- Sandapan V1 = Sela iga IV garis sternal kanan
- Sandapan V2 = Sela iga IV garis sternal kiri
- Sandapan V3 = Antara V2 dan V4
- Sandapan V4 = Sela iga V garis midklavikular
kiri
- Sandapan V5 = Setinggi V4 garis aksilaris
anterior kiri
- Sandapan V6 = Setinggi V4 garis aksilaris
media kiri
.

EKG Lead Placement


GAMBAR EKG NROMAL

Keterangan Gambar:
Gelombang P: menggambarkan aktivitas depolarisasi atrium. Repolarisasi atrium tidak
tergambarkan karena terlalu kecil dan tertutup oleh kompleks QRS.
Gelombang Q: menggambarkan awal fase depolarisasi ventrikel dan merupakan defleksi negatif
pertama dari kompleks QRS.
Gelombang R: menggambarkan fase depolarisasi ventrikel dan merupakan defleksi positif
pertama dari kompleks QRS.
Gelombang S: menggambarkan fase depolarisasi ventrikel dan merupakan defleksi negatif
sesudah gelombang R
Kompleks QRS: menggambarkan seluruh fase depolarisasi ventrikel
Gelombang T: menggambarkan fase repolarisasi ventrikel
Interval PR: merupakan penjumlahan waktu depolarisasi atrium dan waktu perlambatan dari
simpul AV ( AV nodes delay ), yang dihitung dari permulaan gelombang P sampai dengan
permulaan kompleks QRS. Batas normal nilainya adalah 0,12 – 0,20 detik
Interval QRS: menggambarkan lamanya aktivitas depolarisasi ventrikel, yang dihitung dari
permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang S. Nilai normalnya < 0,12 detik
Interval QT: jarak permulaan gelombang Q sampai dengan akhir gelombang T, yang
menggambarkan lamanya aktivitas depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Nilai normalnya 0,42
detik.
Segment ST dimulai dari akhir gelombang S sampai dengan awal gelombang T. Normalnya
isoelektris berkisar antara – 0,5 mm sampai + 2 mm.
CHECK LIST PEMASANGAN EKG

Raw Score C D Score


Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
1 Baca catatan keperawatan atau catatan medis 0 1 2 1 2
2 Sebutkan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2
3 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum menyiapkan alat 0 1 3 1 3
Pra Interaksi Persiapkan alat:
- Mesin EKG,
4 0 1 2 3 1 3
- Jelly,
- Tissue/handuk
5 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum ke pasien 0 1 3 1 3
1 Ucapkan Assalammu’alaikum Wr Wb dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2
Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau
2 0 1 2 2 1 6
nama dan alamat pasien, serta cek gelang identitas pasien
Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
3 0 1 2 2 1 4
pasien dan / keluarga
Orientasi 4 Kontrak waktu 0 1 1 1 1
5 Beri kesempatan pasien dan / untuk bertanya 0 1 1 1 1
6 Minta persetujuan pasien dan / keluarga 0 1 2 1 2
7 Dekatkan alat di dekat pasien 0 1 1 1 1
Jaga privasi (tutup tirai), keamanan (pasang/lepas side rail), dan
8 0 1 2 1 2
kenyamanan pasien (posisi dan lingkungan)
1 Baca Bismillahirrohmanirrohim sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2
2 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum tindakan 0 1 3 1 3
Kerja 3 Bantu klien dalam posisi supine. Posisi semi fowler dapat 0 1
2 1 2
digunakan untuk klien dengan masalah respirasi
4 Lepaskan semua perhiasan dari logam yang dikenakan oleh 0 1 3 1 3
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
pasien: cincin, kalung, gelang, jam tangan, gesper, dll
5 Instruksikan klien untuk tetap berbaring, tidak bergerak, batuk 0 1 2 1 2
atau berbicara saat dilakukan perekaman EKG
6 Kabel RA (Right Arm, merah) dihubungkan dengan elektroda di 0 1 3 2 6
pergelangan lengan kanan*
7 Kabel LA (Left Arm, kuning) dihubungkan dengan elektroda di 0 1 3 2 6
pergelangan kiri*
8 Kabel LL (Left Leg, hijau) dihubungkan dengan pergelangan kaki 0 1 3 2 6
kiri*
9 Kabel RL (Right Leg, hitam) dihubungkan dengan pergelangan kaki 0 1 3 2 6
kanan*
10 V1 : di ruang interkostal 4 kanan, ditepi kanan sternum* 0 1 3 3 9
11 V2 : di ruang interkostal 4 kiri di tepi kiri sternum* 0 1 3 3 9
12 V3 : di pertengahan V2 dan V4* 0 1 3 3 9
13 V4 : perpotongan antara linea medioklavikularis kiri dengan ruang 0 1 3 3 9
interkostal 5 kiri*
14 V5 : di perpotongan antara linea axillaris anterior kiri dengan 0 1 3 3 9
interkostal 5 kiri*
15 V6 : diperpotongan antara linea axillaris media kiri dengan 0 1 3 3 9
interkostalis 5 kiri*
16 Hidupkan mesin EKG 0 1 2 2 4
17 Atur dengan Setting mode manual, tekan tombol start 0 1 2 2 1 4
18 Lakukan 2 kalibrasi dengan menekan tombol kalibrasi 0 1 2 2 4
19 Tekan tombol pengatur lead pada pengatur lead I, II, III. Jalankan 0 1 2 3 3 2 18
kembali kertas grafik minimal 3 gambaran EKG setiap lead
20 Tekan tombol pengatur lead pada pengatur lead aVR, aVL, 0 1 2 3 3 2 3
aVFJalankan kembali kertas grafik minimal 3 gambaran EKG setiap
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
lead
21 Tekan tombol pengatur lead pada pengatur lead V1, V2, V3, V4, 0 1 2 3 4 5 3 2 36
V5, dan V6. Jalankan kembali kertas grafik minimal 3 gambaran
EKG setiap lead
22 Matikan mesin EKG 0 1 1 1 1
23 Rapikan pasien dan alat 0 1 2 1 1 2
24 Baca Alhamdulillahirobbil’alamin setelah kegiatan selesai 0 1 2 1 2
25 Cuci tangan (handwash) 6 langkah setelah tindakan 0 1 3 1 3
1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2
2 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
3 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1
Doakan kesembuhan pasien

4 0 1 2 2 4
Terminasi

5 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1


6 Akhiri kegiatan dengan mengucapkan Wassalamu’alaikum Wr Wb 0 1 1 1 1
7 Pakai sarung tangan bersih*
Rapikan alat dan bahan yang sudah tidak terpakai*
8 0 1 3 1 3
(Buang sampah/bahan yang sudah tidak terpakai pada tempat yang
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
sesuai – safety box/tempat sampah)*
9 Cuci tangan (handwash) 6 langkah 0 1 3 1 3
1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4
Data (DS / DO sebelum tindakan) 0 1 2 2 1 4
Dokumentasi 2 Action / Tindakan Keperawatan yang dilakukan 0 1 2 1 2
Respon (DS / DO sesudah tindakan) 0 1 2 2 1 4
3 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2
1 Empati 0 1 2 1 2
2 Teliti 0 1 2 1 2
3 Hati-hati 0 1 2 1 2
Soft Skills 4 Komunikasi verbal dan non verbal O 1 2 1 2
5 Menjaga Adab Interaksi Secara Islami 0 1 2 1 2
6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2
7 Efisiensi bahan dan alat 0 1 2 1 2

Actual score Actual score


Nilai akhir= X 100 = X 100 = ….
Maximum score 247
4th Topic
Pengukuran Jugularis Vena Portae
& Cardio Thorax Ratio

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Melakukan pengukuran JVP

SKENARIO

A man 60 years old admitted in medical ward because of left heart failure. Physical
examination: blood pressure 180/100 mmHg, respiration rate 24 times/min, pulse 120
beats/min, irregular, and jugularis vena portae (JVP) 13. Chest X-Ray showed cardiomegaly,
cardio thorax ratio (CTR)>50%.

Pertanyaan mInimal:
1. Bagaimana mengukur JVP?
2. Bagaimana mengukur CTR?

Masalah keperawatan:
1. Decreased cardiac output
Pengukuran Jugularis Vena Pressure (JVP)
Erfin Firmawati, S.Kep., Ns., MNS

A. Definisi

JVP merupakan gambaran tekanan atrium kanan dimana sebagai salah satu indikator dari
fungsi jantung dan hemodinamik jantung kanan. Pengukuran JVP merupakan tindakan mengukur
besarnya jarak pertemuan dua sudut antara pulsasi vena jugularis dan sudut sternum tepatnya di
Angle of Louis yang berguna untuk mengetahui tentang fungsi jantung klien.
Pengukuran JVP lebih dilakukan di vena jugularis interna sebelah kanan karena vena
jugularis interna kanan mempunyai hubungan anatomi secara langsung dengan atrium kanan. JVP
normal kurang lebih 3 cm di atas sudut sternum saat klien berbaring dengan posisi 30 o-45o.
Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak, baru terlihat pada posisi
berbaring di sepanjang permukaan musculussternocleidomastoideus. JVP yang meningkat adalah
tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan). Distensibilitas vena-vena di leher dapat
memperlihatkan adanya perubahan volume dan tekanan di dalam atrium kanan.Peningkatan JVP
dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga setinggi leher; jauh lebih tinggi
daripada normal.
Pengukuran JVP dilakukan ketika terdapat tanda permasalahan atau kegagalan jantung pada
seorang klien, seperti hipertrofi ventrikel kanan, stenosis katup trikuspid, stenosis pulmonal,
hipertensi pulmonal, inkompetensi katup trikuspid, tamponade jantung, perikarditis, dan masalah
jantung lain

B. Tujuan pengukuran JVP


1. Melihat adanya distensi vena jugularis
2. Memperkirakan central venous pressure (CVP)
3. Memberikan informasi tentang fungsijantung

C. Hal-hal yang harus diperhatikan


1. Posisi pasien, nyaman atau belum
2. Memastikan leher dan thoraks telah terbuka
3. Menghindari hiperekstensi atau fleksi leher
4. Mengkaji tingkat kesadaran pasien
Ceklist Pengukuran JVP

Raw Score C D Score


Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
1 Baca catatan keperawatan atau catatan medis 0 1 2 1 2
2 Sebutkan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2
3 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum menyiapkan alat 0 1 3 1 3
Persiapkan alat:
Pra Interaksi - 2 buah penggaris
4 - Alat tulis 0 1 2 3 1 3
- Senter
- Bantal
5 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum ke pasien 0 1 3 1 3
1 Ucapkan Assalammu’alaikum Wr Wb dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2
Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau
2 0 1 2 2 1 6
nama dan alamat pasien, serta cek gelang identitas pasien
Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
3 0 1 2 2 1 4
pasien dan / keluarga
Orientasi 5 Kontrak waktu 0 1 1 1 1
6 Beri kesempatan pasien dan / untuk bertanya 0 1 1 1 1
7 Minta persetujuan pasien dan / keluarga 0 1 2 1 2
8 Dekatkan alat di dekat pasien 0 1 1 1 1
Jaga privasi (tutup tirai), keamanan (pasang/lepas side rail), dan
9 0 1 2 1 2
kenyamanan pasien (posisi dan lingkungan)
1 Baca Bismillahirrohmanirrohim sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2
2 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum tindakan 0 1 3 1 3
Kerja 3 Pemeriksa berdiri di sebelah kanan klien 0 1 2 1 2
a) Menganjurkan klien untuk berbaring dengan tenang dan 0 1 2 2 1 4
4
b) bernafas seperti biasa selama prosedur
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
a)Atur posisi kepala tempat tidur klien 30o-45o; b) kepala menengok 0 1 2 3 3 2 18
5 menjauhi pemeriksa dan rileks; c) Gunakan bantal untuk menyokong
kepala. Hindari kepala hiperekstensi dan fleksi.
Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thoraks bagian 0 1 3 1 3
6
atas
a)Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan 0 1 2 2 3 12
7
vena jugularis; b) Identifikasi pulsasi vena jugular interna
Tentukan titik tertinggi di mana pulsasi vena jugular interna dapat 0 1 3 3 9
8
dilihat (Meniscus).
Letakan penggaris pertama secara tegak (vertikal), dimana salah 0 1 3 2 6
9
satu ujungnya menempel pada angulus ludovici sterni.
a)Letakan penggaris kedua mendatar (horizontal) dengan 0 1 2 3 3 3 27
membentuk sudut 90 derajat, b) dimana ujung yang satu tepat di
10
titik tertinggi pulsasi vena (meniscus), c) sementara ujung lainnya
ditempelkan pada penggaris pertama.
11 Ukurlah jarak antara sudut sternum dan titik tertinggi pulsasi vena 0 1 3 3 9
Menghitung hasil pengukuran : 0 1 2 3 3 18
- JVP = 5 + …...cm (dengan posisi 30-45)
12
- JVP = 0 + …. cm. (Bila permukaan bendungan darah tepat
pada bidang horizontal, maka hasil pengukuran)
13 Rapikan pasien dan alat 0 1 2 1 1 2
14 Baca Alhamdulillahirobbil’alamin setelah kegiatan selesai 0 1 2 1 2
15 Cuci tangan (handwash) 6 langkah setelah tindakan 0 1 3 1 3
1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2
2 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
Terminasi
3 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1
4 Doakan kesembuhan pasien 0 1 2 2 4
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD

5 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1


6 Akhiri kegiatan dengan mengucapkan Wassalamu’alaikum Wr Wb 0 1 1 1 1
9 Cuci tangan (handwash) 6 langkah setelah dari pasien 0 1 3 1 3
1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4
Data (DS / DO sebelum tindakan) 0 1 2 2 1 4
Dokumentasi 2 Action / Tindakan Keperawatan yang dilakukan 0 1 2 1 2
Respon (DS / DO sesudah tindakan) 0 1 2 2 1 4
3 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2
1 Empati 0 1 2 1 2
2 Teliti 0 1 2 1 2
3 Hati-hati 0 1 2 1 2
Soft Skills 4 Komunikasi verbal dan non verbal O 1 2 1 2
5 Menjaga Adab Interaksi Secara Islami 0 1 2 1 2
6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2
7 Efisiensi bahan dan alat 0 1 2 1 2
TOTAL 196
Actual score Actual score
Nilai akhir= X 100 = X 100 = ….
Maximum score 196

Catatan :
Angka 5 berasal dari jarak atrium kanan ke titik Angulus sterni ludovici yaitu kira-kira 5 cm.
Cardio-Thorax Ratio (CTR)
Erfin Firmawati, S.Kep., NS., MNS

A. Definisi
Cardio-thorax ratio (CTR) adalah suatu cara pengukuran besarnya jantung dengan
mengukur hasil perbandingan antara lebar jantung dengan lebarnya rongga dada pada foto
thorax proyeksi posterior-anterior (PA). Pengukuran CTR dilakukan pada klien dengan
cardiomegali/gagal jantung.

B. Tujuan
Pengukuran CTR digunakan untuk mengetahui adanya pemebesaran jantung

C. Cara pengukuran CTR


1. Buat garis lurus dari pertengahan thorax (mediastinum) mulai dari atas sampai ke bawah
thorax.
2. Tentukan titik A, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kanan.
3. Tentukan titik B, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kiri.
4. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik A dan B
5. Tentukan titik C, yaitu titik terluar bayangan paru kanan dan kiri

Rumus:
CTR = a + b
c

Keterangan:
a = Jarak antara garis median dengan batas terluar cor dextra
b = Jarak antara garis median dengan batas terluar cor sinistra
c = Jarak antara median dengan batas terluar pulmo dextra dan sinistra
Contoh :
Pada sebuah foto thorax, setelah dibuat garis-garis untuk menghitung Cardiothoracic Ratio, di dapat
nilai-nilai sebagai berikut :
Panjang garis A = 6 cm
Panjang garis B = 13 cm
Panjang garis C = 30 cm

Dari nilai-nilai di atas, apakah jantung pada pasien tersebut dapat dikategorikan sebagai
Cardiomegally atau tidak?

Jawab :
Sesuai dengan rumus perbandingan yang telah dijelaskan, maka kita masukan nilai-nilai tersebut di
atas.
6+13/30 = 0,63
Karena nilai ratio nya melebihi 0,5 (50%) maka jantung pasien tersebut dapat dikategorikan
Cardiomegally (terjadi pembesaran jantung).

SOP PENGUKURAN CTR

No Komponen
1. Persiapan alat:
- Penggaris
2. Tahap kerja:
- Buat garis lurus dari pertengahan thorax (mediastinum) mulai dari atas sampai ke
bawah thorax.
- Tentukan titik A, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kanan.
- Tentukan titik B, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kiri.
- Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik A dan B
- Tentukan titik C, yaitu titik terluar bayangan paru kanan dan kiri
- Ukur CTR
5th Topic
TERAPI OKSIGEN

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Menentukan jenis terapi oksigen yang dibutuhkan
2. Melakukan terapi oksigen dengan benar

Scenario

Seorang perempuan, 26 tahun, mengeluh sesak napas. Setelah dilakukan pemeriksaan AGD dan
dinilai kebutuhan oksigen, perawat akan melakukan kolaborasi dalam pemberian oksigen
dengan NRM 10 lpm

Pertanyaan mInimal:
1. Bagaimanakah pemberian terapi oksigen pada pasien tersebut ?

Masalah keperawatan:
1. Gangguan pertukaran gas
TERAPI OKSIGEN
Yanuar Primanda, MNS
Erfin Firmawati, S.Kep., Ns., MNS
Romdzati, S.Kep., Ns., MNS

Definisi
Terapi oksigen merupakan tindakan yang dilakukan dengan cara memberikan oksigen (O 2) sebagai
upaya koreksi kondisi hipoksia atau hipoksemia (O’Driscoll, et.al., 2015). Terapi oksigen diberikan
untuk mencapai angka normal atau mendekati angka normal saturasi oksigen. Pemberian oksigen
termasuk tindakan pengobatan sehingga perlu ada instruksi dari dokter (Hilton, 2008).

Protokol Terapi Oksigen (British Thoracic Society, 2008)


Pedoman umum Terapi Oksigen
➢ Oksigen adalah obat, sehingga membutuhkan resp dokter untuk pemberian terapi oksigen di
kecuali dalam keadaan emergency.
➢ Pada keadaan emergency, resep dokter untuk pemberian oksigen tidak diperlukan. Oksigen
wajib diberikan secepatnya tanpa resep resmi tetapi wajib didokumentasikan pada catatan
medis pasien.
➢ Oksigen adalah terapi yang digunakan untuk keadaan hipoksemia, bukan semata-mata
keadaan kesulitan bernafas (oksigen tidak memberikan pengaruh pada pasien yang
mengalami kesulitan bernafas yang bukan disebabkan karena hipoksemia).
➢ Oksigen diberikan untuk mencapai saturasi oksigen 94 – 98% pada pasien dengan kondisi
akut dan 88 - 92% pada pasien dengan resiko gagal nafas hipercapnic.
➢ Terapi oksigen ditingkatkan jika saturasi oksigen berada di bawah target yang diinginkan
dan diturunkan jika melebihi saturasi oksigen yang ditargetkan (dan secara bertahap
diturunkan dan dihentikan seiiring dengan kondisi pasien yang membaik).
➢ Jika memungkinkan, pasien yang membutuhkan terapi oksigen harus didampingi oleh
perawat terlatih data dilakukan pemindahan atau transfer dari satu tempat ke tempat
lainnya. Jika tidak memungkinkan, maka personel yang mendampingi proses transfer pasien
harus diberikan instruksi dan penjelasan dan data tentang terapi oksigen wajib disertakan.
➢ Jika terapi nebulizer diberikan pada pasien yang beresiko mengalami gagal nafas
hipercapnic, harus diberikan dengan udara bertekanan. Jika perlu, sesuai dengan keputusan
dokter, pemberian oksigen harus menggunakan nasal prong 1-4 l/min untuk menjaga kadar
saturasi oksigen sebesar 88 – 92% atau target saturasi oksigen lain sesuai yang dicatat
dalam catatan medis pasien.
➢ Pada pasien dengan penyakit kritis, pasien harus segera mendapatkan oksigen dengan
konsentrasi tinggi dan dimonitor dengan rutin serta didokumentasikan dalam catatan medis
pasien.
➢ Pemeriksaan oksigen saturasi harus dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetry pada
setiap pasien yang mengalami kondisi kesulitan bernafas dan pasien dengan penyakit akut
(dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan analisa gas darah untuk menunjukkan kondisi
pasien yang sesungguhnya). Konsentrasi oksigen inspirasi harus didokumentasikan pada
catatan medis dan lembar observasi, termasuk catatan tentang tekanan darah, nadi,
respirasi, dan suhu.
➢ Pulse oxymetry harus tersedia di seluruh ruangan dimana ada fasilitas oksigenasi.

Dasar Pemberian Terapi Oksigen


➢ Saturasi oksigen harus diperiksa pada semua pasien yang mengalami kesulitan bernafas
➢ Terapi oksigen wajib diberikan pada pasien yang mengalami hipoksemia.
➢ Terapi oksigen wajib diberikan untuk mencapai target saturasi oksigen sebesar 94 – 98 %
pada kebanyakan kondisi penyakit akut atau antara 88 – 92% untuk pasien yang beresiko
mengalami gagal nafas hipercapnea.
➢ Pasien tidak membutuhkan terapi oksigen jika saturasi oksigen adalah ≥ 94% kecuali pada
kasus keracunan carbon monoksida dan pneumothorax.
➢ Pada pasien berusia > 70 th, saturasi oksigen dapat mencapai dibawah 94% dan kondisi ini
tidak membutuhkan terapi oksigen jika kondisi pasien stabil.
➢ Pada pasien yang sedang mendapatkan terapi oksigen, jika saturasi oksigen > 98% maka
terapi oksigen dapat dihentikan atau dosis/konsentrasi oksigen yang diberikan dapat
diturunkan.
➢ Seluruh pasien yang mengalami shock, trauma mayor, sepsis, atau penyakit kritis lainnya
harus segera diberikan oksigen konsentrasi tinggi dengan menggunakan masker reservoir.
Dosis oksigen yang diberikan harus disesuaikan kemudian setelah hasil pemeriksaan gas
darah telah diketahui dan atau kondisi pasien stabil.
➢ Target saturasi oksigen pasien harus terdokumentasi dalam catatan medis pasien.
➢ Pemeriksaan analisa gas darah wajib dilakukan pada pasien dengan kondisi:
▪ Penyakit kritis.
▪ Mengalami hipoksemia (saturasi oksigen < 95% pada ruangan dan oksigen kamar) atau
pada semua pasien yang membutuhkan oksigen untuk mencapai saturasi oksigen yang
di targetkan.
▪ Penurunan saturasi oksigen atau peningkatan sesak nafas pada sebelumnya mengalami
hipoksemia tetapi dalam kondisi stabil seperti pada pasien dengan COP.
▪ Semua pasien yang beresiko mengalami gagal nafas yang mengalami tanda-tanda retensi
karbon dioksida seperti kesulitan bernafas tiba-tiba, penurunan saturasi oksigen,
penurunan kesadaran, dll.
▪ Semua pasien yang mengalami kesulitan bernafas yang diketahui beresiko untuk
mengalami gangguan metabolic seperti ketoasidosis metabolic atau metabolic asidosis
dikarenakan gagal ginjal.
▪ Pasien yang mengalami sesak nafas tiba-tiba dengan sirkulasi perifer yang buruk
dimana hasil pengukuran saturasi oksigen tidak dapat diketahui.
▪ Seluruh pasien yang secara kondisi medis akan mendapatkan manfaat dari pemeriksaan
analisa gas darah.

Indikasi
➢ Pemberian terapi oksigen adalah untuk pencegahan hipoksia seluler karena hipoksemia
(PaO2 rendah) sehingga dapat mencegah kemungkinan kerusakan ireversibel pada organ
vital akibat hipoksemia. (PaO2 < 60 mmHg, SaO2 < 92 %
➢ Terapi oksigen diberikan pada kasus seperti:
▪ Hipoksemia akut : pneumonia, shock, asthma, heart failure, emboli pulmonal
▪ Ischemia : myocardial infarction, tetapi hanya jika berhubungan dengan hipoksemia
▪ Ketidaknormalan kualitas hemoglobin : kehilangan darah akut dari saluran
pencernaan atau keracunan karbon monoksida.
▪ Pneumothorax
▪ Kondisi post operatif (anastesi general dapat menurunkan kapasitas residual pada
paru-paru, terutama pada post operasi dada dan abdomen yang berakibat hipoksemia.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunan insiden infeksi pada luka post
operasi dengan terapi oksigen jangka pendek setelah operasi usus.
➢ Cardiac and respiratory arrest
➢ Low cardiac output and metabolic acidosis (HCO3 > 18 mmol/L)

Kontra indikasi
➢ Tidak ada kontraindikasi pasti pada terapi oksigen. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk
mencapai oksigenasi jaringan yang adekuat dengan menggunakan FiO2 serendah mungkin.
➢ Pemberian suplementasi oksigen harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien yang
mengalami keracunan dan dengan inhalasi zat asam atau riwayat cedera pari akibat
bleomycin.

Saturasi Oksigen
Saturasi Oksigen dapat diukur menggunakan alat pulse oximetry. Alat ini seharusnya
tersedia di semua pelayanan kesehatan yang mengelola pemberian terapi oksigen (Beasley, et.al.,
2015). Target saturasi oksigen dapat bervariasi nilainya. Pada sebagian besar pasien, target
saturasi berada pada rentang 94-98%, sedangkan pada pasien yang berisiko mengalami
hiperkapnea, target saturasi berada pada rentang 88-92%. Hasil pengukuran saturasi oksigen
pada sebagian lanjut usia di atas 70 tahun bisa menunjukkan angka kurang dari 94%, padahal
dalam keadaan normal sehingga tidak membutuhkan terapi oksigen. Terapi oksigenasi dapat
dihentikan jika target saturasi telah tercapai (O’Driscoll, 2015).
Guideline Pemberian Terapi Oksigen
Menentukan Dosis Oksigen

Pemberian Terapi Oksigen


Pemberian terapi oksigenasi dibagi menjadi dua macam: sistem aliran rendah dan
sistem aliran tinggi.
a. Sistem aliran rendah (low flow system)
1. Low flow low concentration
a) Kateter nasal
b) Kanul nasal
2. Low flow high concentration
a) Sungkup muka sederhana
b) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
c) Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing
b. Sistem aliran tinggi (high flow system)
1. High flow low consentration
▪ Sungkup venturi
2. High flow high consentration
▪ Head box
▪ Sungkup CPAP

Berikut ini penjelasan lengkap dari pemberian terapi oksigen tersebut.


a. Sistem aliran rendah (low flow system)
1) Kateter nasal
Kateter nasal dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1-3 l/menit
dengan konsentrasi 24 – 32 %.
Kedalaman kateter dari hidung sampai pharing diukur dengan cara mengukur jarak dari
telinga ke hidung.
Keuntungan:
▪ Pemberian oksigen stabil
▪ Pasien bebas bergerak, berbicara, makan atau minum
▪ Alat murah
Kerugian:
▪ Tidak dapat memberikan oksigen lebih dari 3 liter/menit
▪ Dapat terjadi iritasi selaput lendir nasopharing
▪ Kateter mudah tersumbat dengan sekret atau tertekuk
▪ Tekhnik memasukkan kateter agak sulit
▪ Pada aliran tingg terdengar suara dari aliran oksigen pada nasopharing

2) Kanul nasal (nasal cannula)

www.healtheappointments.com

Sumber: Fundamental of Nursing


Memberikan konsentrasi oksigen antara 24 – 44 % dengan aliran 1 - 6 liter/menit.
Konsentrasi oksigen akan naik 4% pada tiap kenaikan aliran 1 liter/ menit. Nasal kanul
dengan aliran oksigen 1 – 4 l/min akan mempunyai konsentrasi yang sama dengan 24 –
40% oksigen dengan menggunakan sungkup muka venture. Kanul nasal sesuai
digunakanjika pasien membutuhkan dosis oksigen rendah hingga sedang. Kebanyakan
pasien mengeluhkan ketidaknyamaan seperti rasa kering di hidung jika aliran oksigen
diatas 4 l/min, terutama jika oksigen diberikan dalam waktu yang lama.
Keuntungan:
▪ Pemberian oksigen stabil dengan tidal volume dan laju nafas teratur
▪ Baik diberikan dalam jangka waktu lama
▪ Pasien dapat bergerak bebas, makan, minum dan berbicara
▪ Efisiens dan nyaman untuk pasien
Kerugian:
▪ Dapat menyebabkan iritasi pada hidung, bagian belakang telinga tempat tali
binasal
Konsentrasi oksigen akan berkurang jika pasien bernafas dengan mulut
Low flow high concentration

3) Simple face mask(Sungkup Muka Sederhana)


▪ Merupakan sistem aliran rendah dengan hidung, nasopharing dan oropharing
sebagai penyimpan anatomik.
▪ Aliran yang diberikan 5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 – 60 %
▪ Konsentrasi oksigen tergantung pada aliran oksigen dan pola nafas pasien
▪ Aliran oksigen lebih rendah dari 5 l/min dapat meningkatkan tahanan nafas
sehingga memungkinkan terperangkapnya karbondioksida diantara rongga masker
sehingga carbon dioksida dapat terhirup kembali ke dalam tubuh
▪ Masker ini sesuai untuk pasien yang mengalami gagal nafas hipoksemic (hypoxemic
respiratory failure) tetapi tidak sesuai untuk pasien yang mengalami gagal nafas
hipercapnic (hypercapnic respiratory failure)
▪ Sungkup muka ini menghantarkan oksigen dengan konsentrasi tinggi (>50%) dan
olehkarena itu, tidak dianjurkan untuk pasien yang memerlukan terapi oksigen
dosis rendah karena dapat mengakibatkan retensi karbon dioksida

www.allthingsphysicianassistant.com/tag www.aam.ucsf.edu/article/simple-
/respiratorytherapy/ facemask-hudson-mask
Sumber: Fundamental of Nursing
Masalah yang ditimbulkan terkait penggunaan alat ini:
a) Masker perlu dibuka saat makan dan minum
b) Dapat timbul iritasi akibat perlekatan yang erat
c) Rasa cemas terutama pada anak
d) Dapat timbul claustrophobia (rasa takut pada ruangan sempit dan tertutup)
4) Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
▪ Aliran yang diberikan 8 – 12 liter/menit dengan konsentrasi 60 – 80 %
▪ Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi 1/3 bagian volume
ekhalasi masuk ke kantong, 2/3 bagin volume ekhalasi melewati lubang pada bagian
samping

www.allthingsphysicianassistant.files. www.utswim.wordpress.com
wordpress.com

5) Sungkup Muka dengan Kantong Non-Rebreathing Mask


▪ Aliran yang diberikan 8 – 12 liter/menit dengan konsentrasi 80 – 100 %
▪ Udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
▪ Tidak dipengaruhi oleh udara luar
▪ Konsentrasi tidak tetap dan tergantung pada berapa banyak aliran oksigen yang
diberikan dan pola nafas
▪ Sungkup muka ini paling sesuai untuk kondisi trauma dan kegawatdaruratan terkait
dengan retensi karbon dioksida

www.utswim.wordpress.com

Sumber: www.klikparu.com

b. Sistem aliran tinggi (high flow system)


High flow low consentration
1) Ventury mask
Venturi mask merupakan metode pemberian oksigen yang paling akurat dengan
konsentrasi oksigen yang tepat melalui cara non invasif.
Sumber: medical-dictionary.thefreedictionary.com
▪ Ventury mask digunakan untuk mengalirkan oksigen 3-8 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 24%, 28%, 35%, 40%, dan 60 %
▪ Indikasi: severe COPD, svere bronchiectasis, severe neuromuscular/chest wall
disorder.
Keuntungan:
▪ Sungkup venture memberikan konsentrasi oksigen yang tetap tanpa
memperhatikan jumlah aliran oksigen yang diberikan dengan dosis aliran oksigen
minimal menyesuaikan dengan alat yang diberikan
▪ Sungkup venture sesuai untuk pasien yang membutuhkan konsentrasi oksigen yang
diketahui, tetapi sungkup venture dengan konsentrasi 24% dan 28% dikhususkan
pada pasien dengan resiko tinggi terjadinya retensi karbon dioksida (pasien dengan
COPD)
▪ Aliran oksigen yang diberikan biasanya melampaui aliran oksigen inspirasi pasien
▪ Suhu dan kelembaban gas dapat dikontrol
▪ Tidak terjadi penumpukan CO2
Kerugian:
▪ Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah
▪ Jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2
▪ Kantong oksigen dapat terlipat
Hal-hal yang harus diperhatikan:
▪ Perhatikan adanya tanda-tanda iritasi pada kulit area pemasangan
▪ Perhatikan masker terpasang tepat sehingga tidak terjadi kebocoran udara
▪ Observasi tanda-tanda muntah karena dapat menyebabkan aspirasi
Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan respiration rate > 30 kali/min
kebanyakan memiliki aliran lebih tinggi dari aliran oksigen minimal yang dibutuhkan
untuk alat tersebut, sehingga aliran oksigen sebaiknya ditingkatkan diatas aliran
oksigen yang dituliskan di alat sungkup muka venturi
High flow high consentration
1. Head box
Pemberian oksigen melalui headbox dibutuhkan karena bisa mentoleransi kebutuhan
klien. Pemberian oksigen melalui headbox membutuhkan aliran yang tinggi untuk bisa
mencapai konsentrasi oksigen yang cukup dan mencegah penimbunan O2. Alat ini lebih
cocok dipakai pada bayi karena digunakan dengan cara menutupkannya pada kepala.
Keuntungan;
▪ Flow rate 5-7 liter/menit
▪ Dapat memenuhi kebutuhan O2 dengan tepat sesuai kebutuhan pasien
Kerugian:
▪ Jika konsentrasi flow rate >7 liter/menit, maka konsentrasi O2 akan meningkat,
sehingga bisa emnyebabkan bayi muntah
▪ Diperlukan flow rate yang tinggi
Hal yang harus diperhatikan
▪ Perawat harus memperhatikan humidifier
▪ Perawat harus memperhatikan posisi headbox dan posisi headbox pada kepala bayi
haurs tepaat
▪ Perawat harus memasang pulse oxymetry pada bayi selama pemberian oksigen
Sumber: www.medicalexpo.com

2. Sungkup CPAP
Continuous Positive Airway Pressure merupakan mode ventilator mekanik yang sering
digunakan untuk menengani masalah sleep apneu, pada pasien kritis dengan gagal
nafas.
Indikasi: pasien gagal jantung, COPD
Keuntungan:
▪ Dapat memberikan aliran udara yang tinggi dengan konsentrasi yang tinggi dan bersifat
stabil
Kerugian:
▪ Dapat menyebabkan gangguan ortodentik dan menggeser gigi pada tulang rahang
▪ Dapat menyebabkan efek samping pusing, infeksi sinus, bronchitis
▪ Tidak nayaman bagi pasien
Hal-hal yang harus diperhatikan:
▪ Sebelum pemasangan, perawat harus memastikan kulit pasien benar-benar bersih
▪ Perawat harus memperhatikan kelembapan kulit pasien sebelum pemasangan CPAP
Perangkat Terapi Oksigen

(sumber: www.fairview.org)

Monitoring Pemberian Terapi Oksigen


➢ Pasien harus dimonitor kadar oksigen saturasinya minimal 5 menit setelah pemberian terapi
oksigen
➢ Terapi oksigen harus dinaikkan jika saturasi oksigen berada di bawah level yang diharapkan
dan diturunkan jika saturasi oksigen diatas level yang diharapkan
➢ Penurunan saturasi oksigen secara tiba-tiba harus segera dilaporkan kepada dokter dan
dilakukan pemeriksaan lengkap pada pasien meliputi pemeriksaan analisa gas darah
➢ Pasien harus dimonitor secara akurat untuk mengetahu kemungkinan peningkatan atau
penurunan kondisinya. Perawat harus memonitor adanya perubahan warna kulit, adanya
sianosis perifer, dan frekuensi pernafasan. Saturasioksigen dibawah 90% dengan oksigen
tambahan atau dengan oksigen ruangan (kecuali merupakan target saturasi oksigen pada
pasien tersebut), terjadi perubahan suara nafas dan usaha untuk bernafas, frekuensi
pernafasan kurang dari 8 atau lebih dari 25 harus segera dilaporkan kepada tim medis

Perhatian
➢ Pada pasien yang mengalami retensi karbon dioksida, pemberian oksigen dapat
menyebabkan peningkatan karbon dioksi dan asidosis respirasi lebih lanjut. Kondisi ini
dapat terjadi pada pasien dengan COPD, gangguan neuromuscular, morbid obesity, atau
gangguan musculoskeletal.
➢ Pemberian terapi oksigenasi tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan bahaya bagi
pasien terutama pada pasien dengan penyakit paru kronis dan bayi. Pada pasien dengan
penyakit paru kronis, CO2 banyak yang tertahan di dalam tubuh, sedangkan pada bayi, terapi
yang berlebihan dapat berisiko terjadi retinopati (Hilton, 2008).
➢ Komplikasi yang mungkin terjadi pada terapi oksigen:
▪ Mukosa kering pada area hidung dan pharyngeal
▪ Keracunan oksigen (oxygen toxicity)
▪ Absorption atelectasis
▪ Iritasi kulit
▪ Kemungkinan kabakaran
▪ Kemungkinan inadekuat aliran oksigen yang mengakibatkan FiO2 lebih rendah akibat
peningkatan kebutuhan inspirasi atau alat- alat yang tidak sesuai atau kerusakan alat
Penyapihan atau Penghentian Terapi Oksigen
➢ Sebagian besar pasien yang stabil dan sadar akan secara bertahap diturunkan menjadi 2
l/min via nasal cannule sebelum benar-benar dilepas dari terapi oksigen. Pasien yang
beresiko mengalami kegagalan respirasi hipercapnic dapat diturunkan secara bertahap
hingga 1 l/min via nasal cannule atau 24% Venturi mask 2 l/min sebelum dilepas dari terapi
oksigen.
➢ Terapi oksigen harus dihentikan saat pasien sudah stabil kondisi klinisnya dengan oksigen
dosis rendah dan saturasi oksigen berada dalam rentang yang diharapkan pada 2 x observasi
berturut-turut. Pemberian oksigen juga harus dihentikan jika pasien telah memenuhi waktu
pemberian oksigen sesuai protocol yang berlaku.
➢ Saturasi oksigen dengan menggunakan oksigen ruangan harus di monitor untuk 5 menit
pertama setelah terapi oksigen dihentikan. Jika kondisi tetap stabil, pemeriksaan saturasi
oksigen harus dilakukan 1 jam kemudian.
➢ Jika saturasi oksigen menurun setelah penghentian terapi oksigen, berikan oksigen dengan
dosis terendah yang dapat menjaga kadar saturasi oksigen yang ditargetkan dan monitor
selama 5 menit. Jika saturasi oksigen membaik dan mencapai target saturasi oksigen yang
diharapkan, maka lanjutkan terapi oksigen dengan dosis tersebut dan lakukan usaha
penyapihan dari terapi oksigen pada hari berikutnya saat kondisi pasien stabil.
➢ Jika pasien membutuhkan terapi oksigen kembali dengan dosisi yang lebih tinggi daripada
dosis sebelum dilakukan penyapihan untuk menjaga kadar saturasi oksigen tetap dalam
rentang normal, maka pasien harus mendapatkan pemeriksaan lengkap untuk
mengidentifikasi kemungkinan penyebab keadaan ini.
➢ Jika terapi oksigen telah dihentikan, maka terapi oksigen harus dihapus dari chart obat
pasien di rekam medis dan didokumentasi dengan baik.

Referensi:
Anonym. (n.d.). Infant Oxygen Hood. Medical Expo. Diakses dari
http://www.medicalexpo.com/prod/ginevri/product-68599-432357.html pada 7 Desember
2016
Beasley, R. et.al. (2015). Thoracic Society of Australia and New Zealand Oxygen Guidelines for Acute
Oxygen Use in Adults: “Swimming between the Flags”: Respirology.
British Thoracic Society & Emergency Oxygen Guideline Group. (2008). Guideline for Emergency
Oxygen Use in Adult Patients. Thorax An International Journal of Respiratory Medicine:
October 2008 Vol 63 Supplement VI. Diakses dari thorax.bmj.com
DeLaune, SC., Ladner, PK. (2005). Fundamental of Nursing: Standards and Practice. 2nd edition.
Hillton, Penelope Ann.(Ed.) (2005). Fundamental Nursing Skills. Whurr Publishers: London.
Permatasari, Y., Romdzati., Arianti. 2015. Buku Panduan Blok Respirasi. Yogyakarta: PSIK FKIK UMY
CHECK LIST TERAPI OKSIGEN

Raw Score C D Score


Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
1 Baca catatan keperawatan atau catatan medis 0 1 2 1 2
2 Sebutkan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2
3 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum menyiapkan alat 0 1 3 1 3
Persiapkan alat:
- Nasal kanul
Pra Interaksi - Selang oksigen
4 - Humidifier 0 1 2 3 1 3
- Steril water
- Tabung oksigen dengan flowmeter
- Oksimetri
5 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum ke pasien 0 1 3 1 3
1 Ucapkan Assalammu’alaikum Wr Wb dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2
Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau
2 0 1 2 2 1 6
nama dan alamat pasien, serta cek gelang identitas pasien
Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
3 0 1 2 2 1 4
pasien dan / keluarga
Orientasi 4 Kontrak waktu 0 1 1 1 1
5 Beri kesempatan pasien dan / untuk bertanya 0 1 1 1 1
6 Minta persetujuan pasien dan / keluarga 0 1 2 1 2
7 Dekatkan alat di dekat pasien 0 1 1 1 1
Jaga privasi (tutup tirai), keamanan (pasang/lepas side rail), dan
8 0 1 2 1 2
kenyamanan pasien (posisi dan lingkungan)
1 Baca Bismillahirrohmanirrohim sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2
Kerja
2 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum tindakan 0 1 3 1 3
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
3 Posisikan pasien sesuai dengan kondisi pasien 0 1 2 1 2
Cek kepatenan jalan napas ada tidaknya obstruksi di hidung:
a. Tutup hidung secara bergantian
4 b. Merasakan ada hembusan napas 0 1 2 3 4 3 1 12
c. Pasang oksimetri di jari tangan
d. Monitor saturasi oksigen
5 Isi gelas humidifier dengan sterile water setinggi batas yang tertera 0 1 2 1 2
6 Hubungkan flow meter dengan tabung oksigen/sentral oksigen 0 1 3 1 3
Cek fungsi flow meter dan humidifier:
7 a. Putar pengatur konsentrasi O2 0 1 2 3 1 6
b. Amati ada tidaknya gelembung udara dalam gelas flow meter
8 Hubungkan kateter nasal/kanul nasal dengan flow meter 0 1 3 1 3
9 Alirkan Oksigen ke kateter nasal kanul 0 1 2 1 3
Cek aliran kateter nasal/kanul nasal
a. Gunakan punggung tangan untuk mengetahui ada tidaknya
10 aliran oksigen 0 1 2 3 1 6
b. Kemudian matikan aliran oksigen
Pasang nasal kanul di hidung pasien
a. Letakkan ujung kanul ke lubang hidung
11 0 1 2 3 3 2 18
b. Pastikan posisi ujung kanul tidak terbalik
c. Fixasi selang oksigen
12 Alirkan oksigen sesuai kebutuhan 0 1 3 1 3
13 Monitor saturasi oksigen pada oskimetri, 0 1 2 1 2
14 Lepas oksimetri 0 1 2 1 2
15 Rapikan pasien dan alat 0 1 2 1 1 2
16 Baca Alhamdulillahirobbil’alamin setelah kegiatan selesai 0 1 2 1 2
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
17 Cuci tangan (handwash) 6 langkah setelah tindakan 0 1 3 1 3
1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2
2 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
3 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1
Doakan kesembuhan pasien

4 0 1 2 2 4

Terminasi

5 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1


6 Akhiri kegiatan dengan mengucapkan Wassalamu’alaikum Wr Wb 0 1 1 1 1
Pakai sarung tangan bersih*
Rapikan alat dan bahan yang sudah tidak terpakai*
8 (Buang sampah/bahan yang sudah tidak terpakai pada tempat yang 0 1 3 1 3
sesuai – safety box/tempat sampah)*
9 Cuci tangan (handwash) 6 langkah 0 1 3 1 3
1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4
Data (DS / DO sebelum tindakan) 0 1 2 2 1 4
Dokumentasi
2 Action / Tindakan Keperawatan yang dilakukan 0 1 2 1 2
Respon (DS / DO sesudah tindakan) 0 1 2 2 1 4
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
3 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2
1 Empati 0 1 2 1 2
2 Teliti 0 1 2 1 2
3 Hati-hati 0 1 2 1 2
Soft Skills 4 Komunikasi verbal dan non verbal O 1 2 1 2
5 Menjaga Adab Interaksi Secara Islami 0 1 2 1 2
6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2
7 Efisiensi bahan dan alat 0 1 2 1 2

Actual score Actual score


Nilai akhir= X 100 = X 100 = ….
Maximum score 155
5th Topic
PEMBERIAN NEBULASI

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Memberikan nebulasi pada pasien

Scenario

Seorang perempuan berusia 45 tahun dengan asma bronchiale mengeluh sesak napas dan batuk
berdahak. Pasien mengatakan susah mengeluarkan dahaknya. Suara nafas terdengar wheezing,
frekuensi nafas 24x/menit. Perawat akan memberikan nebulisasi sesuai kolaborasi.

Pertanyaan minimal:
1. Apa yang harus perawat siapkan sebelum pemberian terapi nebulasi?
2. Bagaimanakah pemberian terapi nebulasi?

Masalah keperawatan:
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
PEMBERIAN NEBULASI
Falasifah Ani Yuniarti, Ns, MAN
Erfin Firmawati, S.Kep., Ns., MNS

PENGERTIAN NEBULASI

Nebulasi merupakan salah satu terapi inhalasi dengan menggunakan nebulizer. Nebulizer
mengubah cairan menjadi doplet aerosol sehingga dapat dihirup oleh pasien. Nebulizer merupakan
suatu alat pengobatan dengan cara pemberian obat-obatan dengan penghirupan, setelah obat-obat
tersebut dipecahkan terlebih dahulu menjadi partikel-partikel yang lebih kecil melalui cara aerosol
atau humidifier.
Terapi Nebulizer merupakan terapi topikal untuk saluran pernapasan. Ada berbagai macam
obat yang dapat diberikan, seperti: antibiotik, anti kolinergik, bronkodilator, kortiksteroid, kromolin,
dan mukolitik. Nebulizer dapat juga diberikan untuk melakukan profokasi untuk mendiagnosis suatu
penyakit, dengan menggunakan obat Histamin atau metakolin.
Nebulizer dapat mengubah larutan obat menjadi partikel kecil (aerosol) secara terus
menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang Ultrasonik. Saat ini
pemberian bronkodilator menggunakan nebulizer merupakan metoda terpilih pada bayi dan anak
kecil karena efektivitasnya yang sama dengan pemberian intravena dengan efek samping yang jauh
lebih kecil. Steroid yang diberikan secara inhalasi dalam jangka panjang dapat berguna untuk
pencegahan serangan asma, sehingga pemberian steroid sistemik dapat dibatasi hanya saat
eksaserbasi saja atau pada penderita tertentu dengan asma berat saja.

Indikasi pemberian Obat secara Nebulasi:


A. Diagnostik
a. Uji provokasi bronkus
b. Test faal paru
c. Scintografi (“radiolabelled aerosols”)
d. Klirens mukosilier (radio-aerosol)
e. Klirens alveolar ( radio-aerosol)
B. Terapeutik
a. Bronkodilatasi
b. Pemberian anastesi local
c. Mukolitik
d. Antiinflamasi
e. Antibiótica, antifungi, antiviral
Keuntungan nebulisasi:
1. Dosis lebih rendah dibanding dosis oral
2. Efek samping sistemik jauh berkurang
3. Efek terapi jauh lebih besar dibanding obat oral
4. Permulaan kerja obat cepat dan dapat diramalkan
5. Jalan nafas mudah dicapai, permukaan luas, obat langsung bekerja di tempat yang sakit
6. Tidak banyak memerlukan koordinasi penderita
7. Toleransi lebih baik dibanding dengan MDI
8. Dapat diberikan saat penderita tidur, pada bayi kecil, pada penderita yang tidak sadar dan pada
penderita dengan trakeostomi
9. Dapat dipakai untuk berbagai jenis dan dosis obat.

Kerugian obat dengan nebulizer


1. Perlu waktu relatif lama
2. Alat relatif besar dan tidak selalu “portable”
3. Mahal
4. Penurunan kemempuan alat akibat pemakaian berulang, seperti:
a. Venturi buntu,
b. Penurunan muatan elektrogastrik
c. Ganguan pada alat yang terbuat dari bahan plastik
d. Endapan obat pada transduser
e. Retaknya transduser pada nebulizer elektronik

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi nebulasi:


1. Sifat fisikpartikel/aerosol
2. Ventilasi: volume tidal, inhalasi, „breath-hold time“, frekwensi pernapasan dan tipe pernapasan
3. Anatomi saluran pernapasan
4. Alat dan teknik nebulasi
Alat nebulizer berfungsi optimal apabila: obat yang dikeluarkan banyak, droplet yang disalurkan
berukuran kecil, dan waktu nebulasi berukuran pendek.

Bagaimana cara menggunakan Nebulizer?


Nebulizer terdiri atas beberapa bagian (lihat gambar), yaitu
1. Kompresor
2. Face mask/mouth piece ( dapat dipilih salah satu sesuai usia anak)
3. Nebulizer (medicine) cup
4. Air Tubing (hose)
Sumber
Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan I dan Seminar Perkani Jawa Timur
Using a Nebulizer: Instructions fo correct Use
http://www.njc.org/disease-info/treatments/devices/metered/nebulizer/instructions.aspx
Patient/Family Education: Nebulizer treatment
www.childrensmn.org
CHECK LIST TERAPI NEBULASI

Raw Score C D Score


Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
1 Baca catatan keperawatan atau catatan medis 0 1 2 1 2
2 Sebutkan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2
3 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum menyiapkan alat 0 1 3 1 3
Persiapkan alat:
- Tabung oksigen
- Flowmeter
- Humidifier
Pra Interaksi - Nebulizer set
- Masker dan cup nebulizer
4 0 1 2 3 1 3
- Cannula oksigen
- Spuit 2cc
- Stetoskop
- Obat-obatan untuk terapi nebulisasi
(buang sampah alat pada tempat yang sesuai – bengkok/safety
box/tempat sampah) *
5 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum ke pasien 0 1 3 1 3
1 Ucapkan Assalammu’alaikum Wr Wb dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2
Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau
2 0 1 2 2 1 6
nama dan alamat pasien, serta cek gelang identitas pasien
Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
3 0 1 2 2 1 4
pasien dan / keluarga
Orientasi 4 Kontrak waktu 0 1 1 1 1
5 Beri kesempatan pasien dan / untuk bertanya 0 1 1 1 1
6 Minta persetujuan pasien dan / keluarga 0 1 2 1 2
7 Dekatkan alat di dekat pasien 0 1 1 1 1
Jaga privasi (tutup tirai), keamanan (pasang/lepas side rail), dan
8 0 1 2 1 2
kenyamanan pasien (posisi dan lingkungan)
Kerja 1 Baca Bismillahirrohmanirrohim sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
2 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum tindakan 0 1 3 1 3
3 Letakkan kompresor di tempat yang aman dan mudah dijangkau 0 1 1 1 1
Pastikan dosis obat dan pengencer
4 a. Ukur obat sesuai dengan dosis 0 1 2 3 2 12
b. Tambahkan pengencer sesuai dengan order dokter
5 Masukkan obat ke dalam nebulizer cup 0 1 1 1 1
Kaji status respirasi;
6 a. Frekuensi napas 0 1 2 2 2 8
b. Auskultasi suara napas setelah tindakan
Posisikan pasien 40-90 derajat (memungkinkan pergerakan
7 0 1 2 1 2
diafragma maksimal)
Hubungkan selang udara dari kompresor ke dasar nebulizer cup.
8 Pastikan bahwa selang udara dan nebulizer cup tersambung dengan 0 1 1 1 1
kuat.
9 Hubungkan mouthpiece atau face mask ke nebulizer cup 0 1 1 1 1
Hidupkan nebulizer dan lakukan pengecekan bahwa alat dapat
10 0 1 2 3 1 6
berfungsi dengan baik (dengan adanya uap), lalu matikan
Pasang masker nebulizer hingga menutup hidung dan mulut;
11 0 1 3 2 6
hidupkan mesin nebulizer
Minta pasien untuk menghirup uap yang keluar dengan tenang
12 sekitar 3-5 detik kemudian hembuskan. Anjurkan pasien untuk 0 1 3 1 3
mengulangi sampai obat habis.
Goyangkan nebulizer cup bila masih ada obat yang tersisa dan masih
13 0 1 2 1 2
dapat menguap.
Setelah selesai:
14 a. Matikan mesin nebulizer 0 1 2 2 1 4
b. Lepaskan mouthpiece/ face mask,
Monitor pernapasan setelah terapi nebulisasi: 4
15 a. Kaji ulang frekuensi nafas 0 1 2 2 1
b. Auskultasi suara napas setelah tindakan
16 Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman 0 1 1 1 1
17 Rapikan pasien dan alat 0 1 2 1 1 2
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
18 Baca Alhamdulillahirobbil’alamin setelah kegiatan selesai 0 1 2 1 2
19 Cuci tangan (handwash) 6 langkah setelah tindakan 0 1 3 1 3
1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2
2 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
3 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1
Doakan kesembuhan pasien

4 0 1 2 2 4

Terminasi

5 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1


6 Akhiri kegiatan dengan mengucapkan Wassalamu’alaikum Wr Wb 0 1 1 1 1
AK
Pakai sarung tangan bersih*
AI
Rapikan alat dan bahan yang sudah tidak terpakai*
7 (Buang sampah/bahan yang sudah tidak terpakai pada tempat yang 0 1 3 1 3
sesuai – safety box/tempat sampah)*
8 Cuci tangan (handwash) 6 langkah 0 1 3 1 3
1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4
Data (DS / DO sebelum tindakan) 0 1 2 2 1 4
Dokumentasi 2 Action / Tindakan Keperawatan yang dilakukan 0 1 2 1 2
Respon (DS / DO sesudah tindakan) 0 1 2 2 1 4
3 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2
Raw Score C D Score
Tahapan Prosedur 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3 Actual Max
score
RxCxD
1 Empati 0 1 2 1 2
2 Teliti 0 1 2 1 2
3 Hati-hati 0 1 2 1 2
Soft Skills 4 Komunikasi verbal dan non verbal O 1 2 1 2
5 Menjaga Adab Interaksi Secara Islami 0 1 2 1 2
6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2
7 Efisiensi bahan dan alat 0 1 2 1 2

Actual score Actual score


Nilai akhir= X 100 = X 100 = ….
Maximum score 145
6th Topic
PERAWATAN TRAKEOSTOMI
DAN SUCTION

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang indikasi perawatan
trakeostomi
b. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan prosedur perawatan pada
pasien yang terpasang trakeostomi
c. Mahasiswa mampu melakukan suction pada pasien yang terpasang
trakeostomi

Scenario

Seorang pria usia 35 tahun mengalami penurunan kesadaran dan terpasang ventilasi mekanik. Pasien telah dilakukan tindakan trakeotomi 24 jam yang

lalu. Saat ini tampak adanya akumulasi sekret di area stoma. Kemampuan melakukan batuk menurun. Auskultasi paru ditemukan wheezing.

Pertanyaan mInimal:
1. Apa indikasi dilakukan pemasangan trakeostomi ?
2. Bagaimana langkah melakukan perawatan trakeostomi ?

Masalah keperawatan:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
PERAWATAN TRAKHEOSTOMI
Arianti, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB
Resti Yulianti Sutrisno, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB
Fahni Haris, S.Kep., Ns., M.Kep

Definisi
Trakeostomi merupakan prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea. Ketika selang indwelling
dimasukkan ke dalam trakea, maka istilah trakeostomi digunakan. Trakeostomi dilakukan untuk memintas
suatu obstruksi jalan napas atas, untuk membuang sekresi trakeobronkial, untuk memungkinkan penggunaan
ventilasi mekanik jangka panjang, untuk mencegah asspirasi sekresi oral atau lambung pada pasien yang
tidak sadar atau paralise (dengan menutup trakea dari esofagus), dan untuk mengganti selang endotrakeal.
Lubang trakeostommi dibuat pada cincin trakea kedua dan ketiga. Setelah trakea terpajan, selang
trakeostomi balon dengan ukuran yang sesuai dimasukkan. Cuff trakeostomi adalah perlekatan yang dapat
mengembang pada trakeostomi yang dirancang untuk menyumbat ruang antara dinding trakea dengan
selang untuk memungkinkan ventilasi mekanik yang efektif. Selang trakeostomi dipasang di tempatnya
dengan plester pengencang mengelilingi leher pasien. Biasanya kasa segi empat steril diletakkan di antara
selang dan kulit untuk mencegah infeksi dan menyerap drainase.

Anatomi dan Bagian Trakeostomi

Indikasi tindakan trakeostomi:


1. Pasien yang memerlukan ventilasi mekanik jangka panjang
2. Keganasan kepala dan leher yang akan dilakukan reseksi yang sulit dilakukan intubasi
3. Trauma maksilofasial disertai dengan risiko sumbatan jalan nafas
4. Sumbatan jalan nafas akibat trauma, luka bakar atau keduanya
5. Gangguan neurologis yang disertai dengan risiko adanya sumbatan jalan nafas
6. Severe sleep apnea yang tidak dapat dilakukan intubasi
Komplikasi dini:
1. Aspirasi
2. Perdarahan
3. Embolisme udara
4. Pneumothorak terutama anak-anak
5. Emfisema subkutan dan mediastinal
6. Henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi

Komplikasi jangka panjang :


1. Obstruksi jalan nafas (sekresi, konstriksi jalan nafas, penempatan kanul yang tidak tepat, cuff terlalu
kencang)
2. Infeksi (stoma atau pulmoner)
3. Aspirasi (sekresi, cairan lambung)
4. kerusakan trakeal (fistula, progresif)

Dampak psikologis:
- Gangguan body image
- Perubahan komunikasi verbal

Perawatan Trakeostomi
1. Pengisapan trakea
Saat selang trakeostomi atau endrotrakea terpasang, biasanya diperlukan pengisapan sekresi pasien
karena keefektifan mekanisme batuk menurun. Pengisapan trakea dilakukan ketika bunyi napas
tambahan terdeteksi atau ketika terdapat banyak sekresi. Pengisapan yang tidak diperlukan
menyebabkan bronkospasme dan menyebabkan trauma pada muko trakea. Semua peralatan yang
kontak langsung dengan jalan napas bawah pasien harus steril untuk mencegah infeksi paru dan
sistemik yang membahayakan.

2. Penatalaksanaan balon
Sebagai aturan umum, balon pada selang endotrakea atau trakeostomi harus mengembang. Tekanan di
dalam balon harus serendah mungkin sehingga memungkinkan pengiriman volume tidal yang adekuat
dan mencegah aspirasi pulmonal. Biasanya tekanan dipertahankan di bawah 25 cm H 2O untuk
mencegah cedera dan di atas 20 cm H2O untuk mencegah aspirasi. Tekanan cuff harus dipantau
sedikitnya setiap 8 jam dengan menempelkan diameter tekanan genggam pada pilot balon selang.
Dengan intubasi jangka panjang, tekanan yang lebih tinggi diperlukan untuk mempertahankan
penutupan yang adekuat.

3. Perawatan trakeostomi
Tujuan perawatan trakeostomi adalah membersihkan akumulasi sekresi pada stoma untuk
meminimalkan risiko infeksi dengan menggunakan teknik steril. Indikasi perawatan dapat dilakukan
minimal 2 kali sehari atau dapat dilakukan lebih sering tergantung pada kondisi pasien (akumulasi
sekresi, infeksi).

Referensi
British Columbia Rehabilitation (1994). Tracheostomy and ventilator management training manual.
Vancouver, BC.
Hagler, DA, & Traver, GA (1994). Endotracheal saline and suction catheters: Sources of lower airway
contamination. American Journal of Critical Care, 3(6), 444-447.
Lewis, SM, Collier, IC, and Heitkemper, MM (1996). Medical-surgical nursing: assessment and management of
clinical problems. TO: Mosby.
Permatasari, Y., Romdzati., Arianti. 2015. Buku Panduan Blok Respirasi. Yogyakarta: PSIK FKIK UMY
Smeltzer, SC & Bare, BG. (2005). Brunner & Suddarth’s Textbook of medical nursing. Philadelphia: Lippincott
Vancouver General Hospital (1992). Tracheostomy module. Patient services
CHECK LIST PERAWATAN TRAKEOSTOMI
Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

1 Baca catatan keperawatan atau catatan medis 0 1 2 1 2

2 Sebutkan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2

3 Cuci Tangan handrub 6 langlah sebelum persiapan alat 0 1 3 1 3

Persiapan alat:

Sepasang sarung tangan bersih

Sepasang sarung tangan steril

Perlak dan pengalasnya

Bengkok

Pra Interaksi Larutan NaCl

4 Bak instrument berisi: pinset anatomis 2, pinset chirugis, kom kecil, gunting, klem 0 1 2 3 1 6

Kassa steril

Kanul trakeostomi

Tali pengikat tracheostomy

Stetoskop

Spuit 3 cc

Kom berisi water steril

5 Cuci Tangan sebelum ke pasien 0 1 3 1 3

Orientasi 1 Ucapkan Assalammu’alaikum Wr Wb dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2


Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan alamat
2 0 1 2 2 1 4
pasien, serta cek gelang identitas pasien
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/keluarga 0 1 2 2 1 4
Lakukan tindakan pengurangan nyeri (non farmakologis/farmakologis) pada saat
4 0 1 2 1 2
tindakan invasif dilakukan *
5 Kontrak waktu 0 1 1 1 1

6 Beri kesempatan pasien dana tau keluarga untuk bertanya 0 1 1 1 1

7 Minta persetujuan pasien dan /keluarga 0 1 2 1 2

8 Dekatkan alat didekatkan pasien 0 1 1 1 1


Jaga privacy (tutup tirai), , keamanan (pasang/lepas side rail), dan kenyamanan pasien
9 0 1 2 1 2
(posisi dan lingkungan)
SUCTIONING TREAKEOSTOMI
Kerja 1 Baca Bismillahirrohmanirrohim sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2

2 Cuci tangan handrub 6 langkah sebelum melakukan tindakan 0 1 3 1 3

3 Gunakan sarung tangan bersih 0 1 2 1 2


Letakkan alas perlak di dekat lubang trakeostomi pasien sesuai dengan lubang
4 0 1 2 2 1 4
tracheostomy dan bengkok di dekatnya

5 Auskultasi suara napas sebelum tindakan, sebutkan temuan suara nafas 0 1 2 3 2 12

6 Lakukan suction dengan teknik steril dengan pinset 0 1 2 2 1 4

a. Hidupkan mesin suction, 0 1 2 1 2

b. Buka kit kateter penghisap dan hubungkan dengan selang mesin 0 1 2 3 1 6


Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

c. Monitor saturasi oksigen, bila saturasi oksigen kurang dari 90 beri oksigenasi
0 1 2 2 2 8
dengan ambubag 10-12*/menit; Buka perlahan sumber oksigen (kanul)

d. Ambil kateter dengan pinset steril, masukkan perlahan kateter ke trakeostomi


sejauh mungkin tanpa memberikan isapan, cukup untuk memberikan reflex 0 1 2 3 2 12
batuk
e. Beri isapan sambil menarik kateter dengan perlahan 360 derajat 2(tidak lebih
0 1 2 3 3 9
dari 10-15 detik); Pasang kembali kanul oksigen
f. Bilas kateter pada water steril 0 1 2 1 2
g. Jika saturasi oksigen kurang dari 90, Reoksigenasikan paru pasien kembali
0 1 3 2 6
dengan ambubag, beri ventilasi kembali selama 30 detik;
h. Ulangi penghisapan dan ventilasi sampai jalan nafas bersih 0 1 3 2 6
i. Lakukan penghisapan pada area mulut dan sekitar trake menggunakan kateter
yang sama, kateter suction sudah tidak bisa digunakan kembali untuk trakea, 0 1 3 2 6
Buang kateter suction.

j. Hubungkan kembali pasien dengan kanul oksigen, Matikan mesin suction 0 1 2 3 2 6

PERAWATAN TRAKEOSTOMI

1 Angkat kassa yang sudah terpakai (ada di pasien) 0 1 2 1 2


2 Keluarkan kanul trakeostomi, Pasang oksigen T-piece 0 1 2 3 1 6
3 Lepas sarung tangan bersih 0 1 2 1 2

4 Siapkan peralatan steril : kasa, NaCl, kanul trakeostomi, salep 0 1 3 1 3

5 Gunakan sarung tangan steril* 0 1 3 3 9


Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

Bersihkan luka tracheostomy dengan menggunakan kasa yang dibasahi air


7 0 1 2 3 2 12
steril/Na Cl 0,9 % kemudian keringkan
8 Tutup dengan kassa steril diantara stoma dengan sayap kanul 0 1 3 3 9

9 Pasang kanul yang baru ke tempat semula secara hati-hati 0 1 3 2 6

10 Pasang kembali kanul oksigen 0 1 2 1 2

10 Ganti pita kanul, pegang kanul pada waktu mengganti pita kanul 0 1 3 2 6
Fixasi pita kanul dari sayap kanan sampai kiri. Letakkan simpul pita kanul di sayap
11 0 1 3 3 9
kanul samping
12 Keluarkan udara dan cuff trakeostomi, biarkan beberapa menit 0 1 2 3 1 6

13 Masukkan udara ke cuff trakeostomi kembali 0 1 3 1 3

14 Auskultasi suara napas sesudah tindakan 0 1 3 1 3

15 Rapikan pasien 0 1 2 1 2

16 Rapikan alat-alat dan 0 1 2 1 2

17 Lepas sarung tangan 0 1 2 1 2

18 Baca Hamdalah setelah kegiatan selesai 0 1 2 1 2

19 Cuci tangan (gerakan 6 langkah cuci tangan dengan menggunakan hand rub) 0 1 3 1 3

1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2


Manajemen post prosedure untuk tindakan invasif (seperti edukasi yang perlu
Terminasi 2 0 1 3 1 3
diperhatikan pasien dengan terpasangnya alat tersebut) *
3 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

4 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1


Doakan kesembuhan pasien

5 0 1 2 2 4

6 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1

7 Akhiri kegiatan dengan mengucapkan Wassalamu’alaikum Wr Wb 0 1 1 1 1

Pakai sarung tangan bersih* 0 1 3 1 3


8 Rapikan alat dan bahan yang sudah tidak terpakai*
(Buang sampah/bahan yang sudah tidak terpakai pada tempat yang sesuai – safety 0 1 3 1 3
box/tempat sampah)*
9 Cuci tangan handwash 6 langkah 0 1 3 1 3

1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4

2 Data (DS/DO Sebelum tindakan) 0 1 2 1 2

Dokumentasi 3 Action / Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan 0 1 2 1 2

Respon (Respon klien, O: 1. suara napas 2 produk cairan 3. kondisi kulit dan
4 0 1 2 3 4 2 1 8
kepatenan trakeostomy)
Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

5 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2

1 Empati 0 1 2 1 2

2 Teliti 0 1 2 1 2

3 Hati-hati 0 1 2 1 2
Soft Skills
4 Komunikasi verbal dan non verbal 0 1 2 1 2

5 Menjaga adab interaksi secara Islami 0 1 2 1 2

6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2

TOTAL 267
7th Topic
PERAWATAN WSD

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang prinsip kerja WSD
2. Mahasiswa mampu menyebutkan tentang indikasi pemasangan WSD
3. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi WSD
4. Mahasiswa mampu menyebutkan tentang komplikasi yang mungkin
muncul pada pasien yang terpasang WSD (kondisi kedaruratan)
5. Mahasiswa mampu melakukan prosedur perawatan rutin pada pasien
yang terpasang WSD (dressing daerah insersi, monitor produk, mengganti
tabung sekret).

Scenario

Seorang laki-laki usia 45 tahun post pemasangan WSD atas indikasi hemothorax. Pasien
mengeluh nyeri pada area insersi. Sesak napas sudah berkurang. Tampak rembesan pada kasa
WSD. Produk drain berwana merah, undulasi (+), buble (+).

Pertanyaan mInimal:
1. Apa indikasi pasien dipasang WSD?
2. Apa prinsip WSD ?
3. Bagaimana perawatan WSD ?
4. Apa indikasi pelepasan WSD?

Masalah keperawatan:
1. Pola Napas Tidak Efektif
2. Gangguan Pertukaran Gas
PERAWATAN WSD (WATER SEAL DRAINAGE)
Resti Yulianti Sutrisno, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB

Definisi
WSD adalah suatu unit yang memungkinkan cairan atau udara keluar dari rongga pleura dan mencegah
aliran balik ke pleura.
Fungsi WSD:
1. Memungkinkan cairan (darah, pus, efusi pleura) keluar dari rongga dada
2. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
3. Mencegah udara masuk kembali (terhisap) ke rongga pleura yang dapat menyebabkan
pneumothorax
4. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif
pada intra pleura

Fisiologi dada rongga thorax


Di dalam rongga thorax terjadi inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah menarik nafas aktif karena
kontraksi otot-otot interkosta menyebabkan rongga thorax mengembang tekanan negatif yang menarik
dapat menyebabkanb mengalirkan udara melalui saluran nafas atas ke paru-paru. Ekspirasi adalah keluar
nafas pasif karena elastisitas jaringan paru ditambah relaksi otot interkosta hingga mengecilkan volume
rongga torax. Fungsi rongga torax ada 4 yaitu:
1. Ventilasi: memasukkan udara melalui jalan nafas ke dalam/dari paru dengan cara inspirasi dan
ekspirasi
2. Distribusi; menyebarkan/mengalirkan udara merata ke seluruh sistem jalan nafas sampai alveoli
3. Difusi: O2 dan CO2 bertukar melalui membran semi permeabel pada dinding allveoli.
4. Perfusi: darah arterial di kapiler meratakan pembagian muatan O2 dan darah digantikan isinya
dengan muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.

Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh cairan pleura yang menjadi
pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga toraks. Tekanan pleura adalah tekanan cairan dalam
rongga sempit antara pleura parietalis dan viseralis. Normalnya rongga pleura memiliki tekanan negatif
yang membuat paru tetap mengembang. Pada saat inspirasi tekanan dalam rongga dada makin negatif.
Tekanan pleura normal saat dimulainya inspirasi adalah -5 s/d -8 cmH2O, yang merupakan nilai hisap
yang diperlukan untuk mempertahankan paru agar tetap mengembang.

Cairan Pleura
Pleura parietalis dan viseralis adalah membran serosa mesenkim yang memiliki pori-pori dan dapat
mengeluarkan sejumlah kecil transudat cairan intertitial secara terus menerus. Produksi cairan pleura
dalam keadaan normal adalah 0,1 ml/KgBB/jam. Jumlah cairan dalam rongga pleura sangat kecil yaitu 0,3
ml/KgBB. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, kelebihan
tersebut akan dipompakan keluar oleh pembuluh limfatik dari rongga pleura ke dalam mediastinum,
permukaan superior diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietal. Keberadaan darah, cairan,
dan udara dalam rongga pleura mengganggu proses pengembangan paru pada saat inspirasi. Jika
jumlahnya cukup banyak, maka gangguan proses pengembangan paru akan memberikan gejala berupa
sesak napas, nyeri dada,

Prinsip WSD :
1. Gravitasi
Udara da cairan mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan lebih rendah
2. Tekanan Negatif
Udara atau cairan menghasilkan tekanan positif (763 mmHg atau lebih) dalam rongga pleura. Udara
dan cairan water sealed pada selang dada menghasilkan tekanan positif yang kecil (761 mmHg)
3. Suction
Kekuatan tarikan yang lebih kecil dari tekanan atmosfer (760 mmHg). Suction dengan kekuatan
negative 20 cmH2O menghasilkan tekanan sub atmosfer 746 mmHg sehingga udara atau cairan
berpindah dari tekanan lebih tinggi ke rendah.
4. Water Sealed
Tujuan utama water sealed adalah membiarkan udara kelluar dari rongga pleura dan memncegah
udara dari atmosfer masuk ke rongga pleura. Botol water sealed diisi dengan cairan steril yang
didalamnya terdapat selang yang ujungnya terendam sekurang-kurangnya 2 cm di bawah
permukaan air, untuk mencegah hubungan langsung antara rongga pleura dengan udara luar. Cairan
ini memberikan batasan antara tekanan atmosfer dan sub atmosfer (normal 745-748 mmHg)

Jenis WSD:
1. Botol drainage dengan kedap air (water seal) satu botol
b. Digunakan sebuah botol dengan kapasitas 1 – 2 liter dan harus steril
c. Diisi dengan air steril sehingga ujung pipa terendam ± 1-2 cm dibawah permukaan air
d. Ekspansi kembali paru dipengaruhi oleh daya rentan keaktifan pasien.
2. Botol drainage dengan continous suction dilengkapi dengan manumeter
a. Botol pertama untuk menampung sekret
b. Botol kedua untuk mengatur besarnya tekanan negatif
c. Dihubungkan dengan pompa hisap ringan bertekanan 100 cmH2O
d. Untuk penderita dewasa, besarnya skala tekanan negatif 12-15 cmH2O untuk anak-anak 8 – 10
cm H2O
e. Dengan hisapan kontinue ekspansi paru tidak perlu secara aktif
3. Botol drainage dengan sistem 3 botol
Gabungan antara sistem water seal 2 botol dan sistem hisapan kontinu. Keuntungannya bila listrik
mati akan terjadi keadaan seperti water seal 2 botol.
Indikasi Pemasangan WSD:
1. Pneumothorax:
b. Terbuka: penetrasi dinding dada dan rongga pleura
c. Tertutup: penetrasi melalui dinding dada yang memungkinkan udara masuk ke rongga pleura dari
paru.
d. Tension
2. Hemothorax
3. Hemopneumothorax
4. Thoracostomy
5. Phyothorax/emphyema
6. Chylothorax
7. Hydrothorax
8. Pleural Efusion

Tempat pemasangan selang dada:


1. Bagian apeks paru (apikal)
Tempat pemasangan antero lateral tepatnya linea medio clavicularis antara costa II – III. Fungsinya
mengeluarkan udara
2. Bagian basal
Tempat pemasangan posterolateral, tepatnya linea axilaris anterior antara iga IX – X. Fungsinya
adalah mengeluarkan cairan/darah dari rongga pleura.

Cara perawatan pada klien yang terpasang WSD:


1. Klien diberi penjelasan tentang sistem WSD tersebut.
2. Klien diletakkan dalam posisi semi fowler
3. Harus selalu dijaga bahwa nafas klien selalu bersih dan bebas obstruksi
4. Melakukan pemeriksaan tanda vital dan keadaan umum
5. Disamping klien diberi bel agar klein dapat memanggil perawat bila perlu
6. Cegah terjadinya dekubitus dengan merubah posisi klien setiap 2-4 jam
7. Seluruh sistem drainase: pipa-pipa, botol harus dalam keadaan rapi dan aman
8. Pipa yang keluar dari rongga thorax harus difiksasi ke tubuh dengan plester yang lebar hingga
mencegah goyangan dan dirawat luka setiap hari.
9. Selang dada transparan, maka keluarnya sekret dapat diobservasi dan bila ada gumpalan harus
segera diurut sehingga tidak ada sumbatan.
10. Kolaborasi setipa hari/6-8 jam dilakukan foto thorax untuk mengetahui keadaan paru, posisi
drain.
11. Melakukan pemeriksaan AGD, darah lengkap dan kimia darah.
12. Jumlah sekret pada botol penampung dicatat jumlah dan jenisnya tiap jam/tiap hari.
13. Pemberian obat-obat analgetika untuk mengurangi nyeri dada saat bernafas.
14. Fisioterapi pernapasan dan anggota-anggota gerak
15. Kelainan sistem drainage harus segera dilaporkan dan dikoreksi.

Penatalaksanaan selang dada sebelum klem dilepas harus diperiksa:


1. Hubungan antara sistem drainase dengan selang dari klien berada pada posisi yang benar,
penyambungannya cukup kuat
2. Ujung selang yang dari klien harus terndam dalam botol cairan sistem drainage kira-kira 2,5 cm
dibawah permukaan air.
3. Selangnya harus cukup panjang memungkinkan klien bergerak
4. Bila semuanya telah diperiksa dengan baik, hubungan sistem drainage ke sumber pengisap dan
atur tekanan rongga pleura
5. Obseravsi botol WSD mengenai: Jenis dan jumlah cairan yang keluar setiap setengah jam.
Keluarnya gelembung udara dari drain, adanya gelembung udara terus-menerus menunjukkan
adanya fistula bronkho pleura.
6. Undulasi adalah gerakan naik turun cairan di dalam tabung/selang
7. Apabila tidak terdapat undulasi pada botol WSD yang tidak dihubungkan dengan alat pengisap
maka kemungkinan terdapat sumbatan pada selangnya. Unruk mencegah sumbatan maka selang
harus sering diurut dan dicegah tidak tertekuk.
8. Penggunaan alat pengisap dpat membantu pengeluaran caiaran dan mencegah terjadinya
sumbatan.
9. Apabila paru sudah berkembang sempurna maka undulasi akan terhenti.

Indikasi pencabutan selang dada/WSD:


1. Paru-paru mengembang yang secara klinis ditandai dengan adanya suara paru kanan dan kiri dan
secara radiologis menandakan tekanan intrapleura telah fisiologis kembali.
2. Sekresi serous, tidak hemoragis
- Dewasa: jumlah kurang dari 100 cc/24 jam
- Anak-anak: jumlah kurang dari 25-50 cc/24 jam
3. Sudah tidak ada lagi gelembung udara yang keluar yang menunjukan bahwa tidak ada fistula bronko
pleura/kebocoran paru.
4. Selang WSD tersumbat

REFERENSI
1. Chulay & Burn, 2006, AACN, Essentials of Critical Care Nursing, International
Edition, Mc Graw Hill, USA
2. Instalasi Rawat Intensif, 2005, Materi Pelatihan Keperawatan Intensif, RS. dr.
Sardjito Yogyakarta
3. Nugroho, A., Sauar., R. 2012. Manual Pemasangan WSD. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI
CHECKLIST KETERAMPILAN PERAWATAN WSD

Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

1 Baca catatan keperawatan atau catatan medis 0 1 2 1 2

2 Sebutkan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2

3 Cuci tangan(handrub) 6 langkah sebelum menyiapkan alat 0 1 3 1 3


Persiapan alat: Sepasang sarung tangan bersih, Sepasang sarung tangan steril, Perlak
Pra Interaksi dan pengalasnya, Bengkok, Larutan NaCl, Botol WSD yang baru, Bak instrument
4 (berisi pinset anatomis, pinset chirugis, kassa steril, kom kecil, gunting, klem), Kassa 0 1 3 1 3
steril , Plester putih dan coklat, Gunting plester
(buangsampahalat pada tempat yang sesuai – bengkok/safety box/tempatsampah) *

5 Cuci tangan (handrub) 6 langkahsebelum ke pasien 0 1 3 1 3

1 UcapkanAssalammu’alaikumWr Wb dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2


Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan alamat
2 0 1 2 3 1 6
pasien, serta cek gelang identitas pasien
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/keluarga 0 1 2 2 1 4
Lakukan tindakan pengurangan nyeri (non farmakologis/farmakologis) pada saat
tindakan invasif dilakukan*
Orientasi 4 Kontrak waktu 0 1 1 1 1

5 Beri kesempatan pasien untuk bertanya 0 1 1 1 1

6 Minta persetujuan klien/keluarga 0 1 2 1 2

7 Dekatkan alat didekatkan klien 0 1 1 1 1


Jaga privasi (tutuptirai), keamanan (pasang/lepas side rail), dan kenyamanan pasien
8 0 1 2 1 2
(posisi dan lingkungan)
Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

1 Baca Bismillahirrohmanirrohim sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2


Kerja 2 Cuci tangan (handrub)6 langkahsebelum tindakan 0 1 3 1 3

3 Atur posisi tidur klien semifowler atau duduk 900 0 1 2 1 2

4 Gunakan sarung tangan bersih 0 1 3 1 3


Letakkan alas perlak di bawah punggung pasien sesuai dengan letak selang dada
5 0 1 2 2 1 4
(kiri/kanan) dan bengkok di dekatnya
Periksa balutan luka pada insersi selang dada terhadap adanya rembesan cairan dan
5 0 1 2 2 1 4
bunyi berdesis.
Periksa selang dada terhadap lipatan, sumbatan dan kebocoran terutama pada daerah
6 0 1 2 1 2
konektor
8 Cek produk drainase (warna dan jumlah produk drainase) 0 1 2 3 1 6

Anjurkan klien untuk tarik napas dan hembuskan, cek adanya undulasi. Kemudian
9 0 1 2 2 2 8
minta pasien batuk, cek adanya gelembung udara di cairan botol

10 Lepas balutan luka pada insersi selang dada 0 1 3 3 9


Periksa adanya iritasi atau infeksi di kulit sekitar insersi selang WSD dan kekuatan
11 0 1 2 2 1 4
jahitan selang WSD
12 Lepas sarung tangan bersih 0 1 3 1 3

13 Buka set steril, siapkan NaCl dan kasa di dalam set steril 0 1 2 3 1 6
14 Gunakan sarung tangan STERIL * 0 1 3 2 6
Bersihkan dengan kasa yang sudah dibasahi NaCl di bagian sekitar insersi dan selang
15 dada sepanjang 8 – 10 cm, keringkan dengan kassa kering, kemudian tutup dengan 0 1 2 3 3 3 27
kassa steril. (Hati-hati terhadap benang jahitan, jangan sampai tertarik simpulnya)
Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

16 Lakukan fiksasi selang dada dengan baik dan benar 0 1 2 2 4

17 Lakukan klem selang dada sebelum ganti botol* 0 1 3 2 6


a) Lepas sambungan selang WSD dan selang botol, b) bersihkan dengan kapas alkohol
pada ujung selang WSD yang terhubung dengan pasien, c) ganti botol dan sambungkan
18 selang botol baru d) sambungkan selang botol baru dengan selang WSD Pasien, d) 0 1 2 3 4 5 3 2 30
fiksasi dengan plester untuk sambungkan selang botol yang baru dan selang WSD
pasien.
Buka klem selang dada dan yakinkan alat WSD berfungsi kembali, minta pasien tarik
19 napas hembuskan untuk mengecek undulasi dan batuk untuk mengecek gelembung 0 1 2 2 1 4
udara di cairan botol
20 Rapikan pasien dan alat 0 1 1 1 1

21 Rapikan alat-alat dan buang sampah 0 1 2 1 1 2

22 Lepas sarung tangan 0 1 2 1 2

23 Baca Alhamdulillahirobbil’alamin setelah kegiatan selesai 0 1 2 1 2

24 Cuci tangan (handwash)6 langkahsetelah tindakan 0 1 3 1 3

1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2

2 Berikan edukasi setelah perawatan WSD 0 1 3 1 3

Terminasi 3 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2

4 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1

5 Doakan kesembuhan pasien 0 1 2 2 4


Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

6 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1

7 Akhiri kegiatan dengan mengucapkan Wassalamu’alaikumWr Wb 0 1 1 1 1


Rapikanalat dan bahan yang sudahtidakterpakai*
8 (Buangsampah/bahan yang sudahtidakterpakai padatempat yang sesuai – safety 0 1 3 1 3
box/tempatsampah)*
0
9 Cuci tangan (handwash) 6 langkah 3 1 3
1
1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4

2 Data (DS/DO Sebelum tindakan) 0 1 2 2 1 4

3 Action / Tindakan keperawatan yang dilakukan 0 1 2 1 2


Dokumentasi
Respon (DS / DO sesudah tindakan) (Respon klien, O: 1. produk drainase (warna dan
4 jumlah), 2. tinggi undulasi, 3.Adanya gelembung, 4.kekuatan benang, 5.kondisi sekitar 0 1 2 2 1 4
insersi selang)
5 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2

Soft Skills 1 Empati 0 1 2 1 2


Raw Score C D Score

Tahapan Prosedur Actual Max


0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
RxCxD score

2 Teliti 0 1 2 1 2

3 Hati-hati 0 1 2 1 2

4 Komunikasi verbal dan non verbal 0 1 2 1 2

5 Menjaga Adab Interaksi Secara Islami 0 1 2 1 2

6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2

7 Efisiensibahan dan alat 0 1 2 1 2

TOTAL 225

Actual score Actual score


Nilai akhir= X 100 = X 100 = ….
Maximum score
8th Topic
PEMASANGAN KATETER

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Melakukan persiapan alat untuk pemasangan kateter dengan tepat
sesuai indikasi
2. Melakukan pemasangan kateter urin dengan benar

Scenario

A man, 70 years old is admitted to hospital because of difficult to urinate for 2 days. This patient is
diagnosed with Benign Prostate Hyperplasia. In order to help the patient to urinate, you are
ordered to insert urine catheter.

Pertanyaan mInimal:
1. Sebutkan indikasi pemasangan kateter urin!
2. Sebutkan tujuan pemasangan kateter urin!

Masalah keperawatan:
1. Altered urinary elimination
2. Urinary retention
3. Risk for infection
4. Dependence on urinary catheter
PEMASANGAN KATETER
Fahni Haris, S.Kep., Ns., M.Kep
Shanti Wardaningsih, Ns., M.Kep., Sp.Jiwa
Yanuar Primanda, Ns., MNS., HNC
Erfin Firmawati, Ns.,MNS

A. DEFINISI
Kateterisasi urin adalah pemasukan selang yang terbuat dari plastik atau karet melalui uretha
menuju ke kandung kemih (vesica urinaria).

B. TUJUAN
Kateterisasi urin bertujuan:
¤ Melancarkan pengeluaran urin pada klien yang tidak dapat mengontrol miksi atau mengalami
obstruksi pada saluran kemih.
¤ Memantau pengeluaran urin pada klien yang mengalami gangguan hemodinamik.
Karena kateterisasi urin beresiko untuk mengalami Urinaria Tractus Infection (UTI) atau Infeksi
Saluran Kemih (ISK) dan menyebabkan trauma pada uretra, maka kateterisasi lebih dianjurkan
untuk pemasangan sementara.

C. INDIKASI PEMASANGAN KATETER


Pemasangan kateter merupakan tindakan yang sangat penting bagi beberapa pasien. Tetapi
penelitian menunjukkan bahwa 21-54% pemasangan kateter dilakukan atas indikasi yang kurang
tepat (CDC, 2012). Keputusan dilakukan tindakan pemasangan kateter harus berdasarkan pengkajian
yang komprehensif terkait resiko dan kebutuhan pasien. Secara umum, indikasi pemasangan kateter
adalah:
1. Pasien yang mengalami retensi urin akut dan kronis
2. Menjaga keteraturan pengeluaran urin pada pasien yang mengalami kesulitan berkemih,
sebagai akibat gangguan neurologis yang menyebabkan paralisis atau kehilangan sensasi
berkemih yang berefek pada proses berkemih
3. Pasien dengan penyakit gawat yang membutuhkan pengukuran urin output
4. Pasien yang menjalani pembedahan urologi atau operasi lain yang terkait dengan saluran
genitourinary
5. Untuk antisipasi proses operasi yang panjang
6. Pasien yang membutuhkan monitoring urine output pada saat pembedahan
7. Untuk membantu proses penyembuhan luka di area sacral dan perineal pada pasien yang
mengalami inkontinensia
8. Pasien yang mengalami imobilisasi jangka panjang seperti pasien yang mengalami fraktur spinal
atau lumbar, multiple fracture, multiple trauma di area pelvis, dll
9. Untuk irigasi kandung kemih (three-way catheter)
10. Untuk memasukkan obat atau untuk proses pemeriksaan diagnostik terkait sistem urologi
(contoh: cystogram)
11. Untuk memfasilitasi proses berkemih dan menjaga integritas kulit
12. Untuk meningkatkan kenyamanan pada pasien terminal (palliative care)

D. KONTRAINDIKASI PEMASANGAN KATETER


1. Pasien dengan prostatitis akut
2. Pasien dengan suspek trauma urethral
3. Pasien dengan riwayat striktur urethra
4. Pasien yang baru selesai penjalani TURP (Trans-Urethral Reserction of the Prostate) dalam
jangka waktu 24 jam
5. Pasien yang mengalami phymosis
6. Pasien yang mengalami riwayat sulit dipasang kateter
7. Pasien yang dicurigai mengalami hematuria
8. Pasien yang mengalami atau menunjukkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih

E. DURASI KATETERISASI URIN


Secara umum, durasi kateterisasi urin dibagi menjadi sementara (intermitten), tetap jangka
pendek, dan tetap jangka panjang. Pemasangan kateter dalam jangka waktu yang pendek akan
meminimalkan infeksi.
¤ Kateter Sementara
Kateter sementara adalah pemasangan dan pelepasan kateter segera setelah kandung kemih
kosong. Kateter sementara biasanya menggunakan kateter satu lumen dan hanya memerlukan
waktu 5 – 10 menit sampai kandung kemih kosong. Penggunaan kateter sementara dapat
diulangi penggunaannya tetapai penggunaan yang terus menerus akan meningkatkan resiko
infeksi dan trauma pada uretra. Kateter sementara dapat digunakan untuk:
o Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi Vesica Urinaria
o Mengatasi retensi urin akut
o Pengambilan specimen urin
o Pengambilan urine residu setelah pengosongan Vesica Urinaria
¤ Kateter Tetap Jangka Pendek
Kateter tetap jangka pendek dibiarkan terpasang pada pasien selama 1 minggu. Untuk
keperluan ini, biasanya bahan kateter yang digunakan berbahan latex kecuali ada alergi terhadap
latex. Kateter tetap jangka pendek digunakan untuk:
o Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)
o Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti Vesica Urinaria, uretra dan
organ sekitarnya
o Preventif pada obstruksi uretra dari perdarahan
o Untuk memantau output urin
o Irigasi Vesica Urinaria
¤ Kateter Tetap Jangka Panjang
Pemasangan kateter tetap dalam jangka waktu yang lama dapat digunakan sesuai dengan
kebutuhan. Termasuk dalam kategori ini jika pasien memerlukan kateter untuk durasi 6 minggu
hingga 3 bulan. Kateter yang digunakan untuk kateter jangka panjang harus diganti secara
teratur sesuai dengan batas waktu pemasangan dari setiap produk kateter (sesuai pabrik) dan
sesuai kebutuhan dan kondisi individu dan tidak berbatas waktu secara kaku. Pertimbangan
penggantian kateter adalah berdasarkan: fungsi kateter, banyaknya kerak atau kotoran yang
menempel pada kateter, frekuensi sumbatan pada kateter, dan kenyamanan pasien. Kateter tetap
jangka panjang digunakan untuk:
o Retensi urin pada penyembuhan penyakit ISK/UTI
o Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan urin
o Klien dengan penyakit terminal

F. TIPE KATETER
1. One-way catheter/single lumen catheter/kateter 1 jalur
Kateter ini hanya mempunyai saluran yang berfungsi untuk mengeluarkan urin, tidak
memeiliki balon untuk fiksasi dan tersedia dalam sediaan berlapis silicon atau tidak dan biasa
disebut dengan kateter langsung. Tipe ini tidak digunakan dalam jangka waktu lama di kandung
kemih tetapi sangat berfungsi untuk:
▪ Kateterisasi intermitten atau sementara dan
pengambilan specimen urin
▪ Mengatasi striktur urethra
▪ Memasukkan obat ke dalam vesica urinaria
▪ Proses pemeriksaan penunjang seperti
urodinamik
▪ Kateterisasi suprapubik tanpa balon

2. Two-way catheter/double lumen catheter/kateter


double lumen
Kateter ini terdiri dari 2 saluran pada ujung
kateternya. Satu saluran untuk keluarnya urine dan satu saluran untuk mengembangkan balon
yang berfungsi sebagai fiksasi kateter di dalam kandung kemih pasien. Tipe kateter ini paling
sering digunakan.

3. Three-way catheter/triple lumen catheter/kateter triple lumen


Kateter 3 lumen memiliki lumen ketiga (selain untuk urin dan untuk mengembangkan
balon) yang berfungsi untuk proses irigasi kandung kemih secara terus menerus. Kateter ini
terutama digunakan pada pasien yang menjalani pembedahan saluran kemih atau perdarahan
dari kandung kemih atau tumor prostat sehingga kandung kemih membutuhkan baik irigasi
terus menerus atau irigasi sementara untuk membersihkan dari gumpalan darah atau debris.
4. Catheter with integrated temperature sensor
Kateter ini mempunyai fasilitas sensor
pengukur suhu yang terintegrasi didalam kateter
yang terletak di ujung proksimal. Kateter ini
khususnya digunakan pada pasien yang
membutuhkan perawatan intensif atau pada saat
menjalani operasi tertentu. Fungsi dari sensor suhu
adalah untuk mengukur suhu urine di dalam
kandung kemih dan merupakan alat yang efektif
untuk mengetahui suhu tubuh bagian dalam (core
temperature).

G. JENIS KATETER
¤ Kateter plastik: digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak fleksibel
¤ Kateter Latex/Karet: berbahan dasar karet, fleksibel tetapi kurang nyaman karena gesekan
permukaan, mudah terjadi pengerakan akibat mineral yang terkumpul dari urin, dan alergi yang
menyebabkan urethritis dan urethral stricture. Digunakan untuk pemakaian dalam jangka waktu
pendek.
¤ Kateter Silicon murni (100% silicon): sangat lembut untuk jaringan dan hipoalergenik. Ukuran
lumen/saluran besar karena tidak ada lapisan karet dan tidak mudah menggumpal. Kerugiannya
adalah mudahnya balon mengempes sehingga sering terjadi kateter terlepas atau tidak sesuai
pada tempatnya lagi. Kateter ini lebih sering digunakan untuk penggunaan jangka waktu selama
2-3 bulan.
¤ PTFE (Polytetrafluoroethylene)/teflon: PTFE-coated latex catheter adalah kateter latex yang
dilapisi teflon pada bagian dalam maupun luar. Kateter ini lebih lembut daripada kateter latex
karena adanya lapisan Teflon yang membantu mencegah pengerakan dan iritasi. Jangan
menggunakan jenis ini untuk pasien yang alergi terhadap latex.
¤ Silicone-coated/silicone elastomer-coated: adalah kateter latex yang dilapisi silicon pada bagian
dalam dan luar. Kateter ini memiliki kekuatan dan fleksibilitas sejenis kateter latex tetapi lebih
awet dan tidak mudah mengerak seperti jenis silicon murni (100% silicon).
¤ Hydrogel-coated: merupakan kateter yang lembut dan biocompatible. Kateter ini bersifat
hidrofilik sehingga menyerap cairan yang akan membentuk kerak di sekitar kateter dan karena
tidak terlalu banyak gesekan maka tidak menyebabkan iritasi.
¤ Silver-coated catheter: merupakan jenis kateter dengan kombinasi lapisan silver alloy dan
hydrogel yang berfungsi sebagai antiseptic. Silver-hydrogel coated catheter tersedia dalam bahan
dasar latex dan silicon. Jenis ini terbukti menurunkan insiden bekteriurea asimtomatik dalam
jangka waktu 1 minggu.
¤ Kateter Logam: digunakan untuk pemakaian sementara, biasanya pada pengosongan kandung
kemih pada ibu yang melahirkan
Jenis Kateter, Keuntungan, dan Kerugiannya

H. UKURAN KATETER
Prinsip pemilihan ukuran kateter adalah memilih ukuran yang terkecil yang mampu
mengalirkan urin secara adekuat. Meskipun demikian, ukuran kateter tetap harus disesuaikan
dengan indikasi dan kondisi klinis pasien. Ukuran kateter bervariasi antara 5 – 24 French (Fr). Secara
umum, ukuran yang disarankan adalah:
¤ Anak : 8 – 10 Fr
¤ Wanita : 12 – 14 Fr
¤ Laki-laki : 16 – 18 Fr
¤ Hematuria : 20 – 24 Fr
Pasien yang mengalami hematuria sebaiknya menggunakan kateter 3 jalur sehingga
memungkinkan dilakukannya irigasi kandung kemih tanpa mengganti kateter.
I. PANJANG KATETER
Panjang kateter terdiri dari 3 ukuran: ukuran anak, anak, perempuan, dan laki-laki. Ukuran
kateter laki-laki standar dengan panjang 41-45 cm dapat digunakan untuk laki-laki dan perempuan,
tetapi ukuran perempuan yang lebih pendek yaitu 25 cm dianggap lebih nyaman pada beberapa
wanita yang bisa beraktivitas dan membutuhkan pemasangan kateter dalam jangka waktu yang lama.
Ukuran wanita yang pendek tidak sesuai untuk wanita yang obese atau imobilisasi karena akan
mudah terlepas dan menyebabkan trauma pada kandung kemih.

J. UKURAN BALON
Kembangkan balon dengan ukuran yang sekecil mungkin. Hal ini akan mencegah adanya residu
urine di kandung kemih, menurunkan resiko spasme kandung kemih dan meminimalkan trauma
pada leher kandung kemih. Ukuran balon berkisar antara 5 – 30 ml tergantung produksi pabrikan.
Ukuran yang biasa digunakan adalam 10 ml. kembangkan balon sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh pabrik pembuatnya. Ukuran balon 30 ml digunakan untuk haemostat post
prosedur urologi dan tidak dianjurkan untuk peggunaan rutin. Gunakan air steril untuk
mengembangkan balon.

K. SISTEM DRAINASE
Sistem drainase tertutup dimana saluran yang menghubungkan antara kateter dan urin bag
selalu tersambung dan urin dikeluarkan dari urine bag melalui saluran pembuangan pada urin bag,
menurunkan resiko infeksi, tetapi efektifitas system ini tergantung pada kebersihan dan perawatan
kateter.

Sistem drainase yang baik dapat mencegah munculnya infeksi akibat pemasangan kateter
(CaUTI). Manajemen system drainase yang baik adalah sebagai berikut:
1. Jaga agar system drainase atau urin bag tetap berada di bawah/lebih rendah daripada kandung
kemih
2. Minimalkan kontaminasi dari urine bag dan hindarkan kontak antara urin bag dengan lantai atau
dengan permukaan lainnya
3. Kaji secara rutin kondisi urin bag dang anti jika perlu
4. Kosongkan urin bag secara rutin atau jika telah mencapai 2/3 kantong untuk mencegah reflux dan
mencegah urine bag terlalu berat
5. Saat mengosongkan urin bag, jangan sampai konektor pembuangan pada urin bag menyentuh
penampung. Gunakan penampung yang bersih dan terpisah antara satu pasien dengan pasien
yang lainnya
6. Anjurkan pasien untuk banyak minum jika tidak ada kontraindikasi secara klinis

L. PEDOMAN UMUM PEMASANGAN KATETER


- Pemasangan kateter dilakukan atas program dari dokter.
- Prinsip pemasangan kateter menggunakan tehnik aseptik/steril
- Kateter tetap dan sementara menggunakan prinsip yang sama, perbedaannya adalah pada
kateter tetap difiksasi dengan balon.
- Setelah pemasangan kateter perawat menjaga sistem drainase untuk meminimalkan resiko
infeksi
- Urine bag terbuat dari plastik yang dapat menampung 1.000 – 1.500 ml urin. Urine bag harus
digantung pada tepi tempat tidur atau kursi roda tanpa menyentuh lantai. Jangan pernah
menggantungkan urine bag pada posisi lebih tinggi dari abdomen. Jika klien berjalan, klien atau
perawat membawa urine bag dibawah lutut klien. Hal ini karena urin didalam kantong dapat
menjadi medium bagi hidupnya mikroorganisme dan infeksi dapat terjadi apabila urin kembali
(refluk) ke Vesica Urinaria. Sebagian Urine Bag dirancang menjadi antirefluk untuk menjaga
kembalinya urin pada Vesica Urinaria.
- Karena urin dapat menjadi media bagi tumbuhnya mikroorganisme, maka pengosongan urine
bag dilakukan setiap 6 – 8 jam sekali.

M. KOMPLIKASI PEMASANGAN KATETER


- Trauma urethral akibat peniupan balon fiksasi ketika kateter belum sampai di vesica urinaria
- Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Catheter-associated Urinary Tract Infection (CaUTI)
- Trauma psikologi
- Perdarahan diakibatkan proses insersi kateter atau peniupan balon
- Salah saluran akibat trauma saat insersi kateter
- Striktur urethra merupakan komplikasi lanjutan akibat adanya cedera kronis pada uretra
- Paraphimosis (terjadi pada laki-laki yang tidak sirkumsisi dimana preputium terjebak di
belakang kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali ke posisi normal) akibat kegagalan
pengembalian kulit permukaan ke posisi normal setelah pemasangan kateter sehingga kulit di
sekitar gland penis membengkak
CHECK LIST PEMSANGAN KATETER

Raw Score C D Score

Performance Procedure Actual Max


0 1 2 3 4 5 1,2,3 1,2,3
RxCxD

1 Baca catatan keperawatan atau catatan medis 0 1 1 1 1

2 Sebutkan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2

3 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum menyiapkan alat 0 1 3 1


3

Persiapan Alat:

- Foley catheter - Perlak dan pengalas

- Urine bag - Chlorhexidiene

- Sarung tangan steril - Kapas/kassa steril


Pra interaksi
- Kassa gulung

- Kom steril - Bak instrument


3 0 1 3 1 6
- Plester/hypavix - Spuit 50 cc 1 buah 2

- Bengkok - Spuit 10 cc 1 buah

- Duk steril - Lydocain Jelly

- Gunting - Aquabidest 30 ml

- Perban/plester

- Pinset anatomis
Raw Score C D Score

Performance Procedure Actual Max


0 1 2 3 4 5 1,2,3 1,2,3
RxCxD

- Pinset sirurgis

4 Buka 1 spuit 10cc, masukkan ke dalam bak instrument dengan menjaga kesterilan spuit 0 1 2 1 4
2

Tampung jelly ke dalam kom steril yang ada di bak instrument, jaga kesterilan saat
5 0 1 2 1 2
mengeluarkan jelly dari tube dan menampung dalam bak instrument

Buka 1 spuit 50cc dan isi dengan aquadest untuk fiksasi folley catheter, letakkan di luar bak
6 0 1 2 1 2
instrument

7 Cuci tangan sebelum ke pasien 0 1 3 1 3

1 Ucapkan Assalamu’alaikum Wr Wb dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2

Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan alamat pasien, serta
2 0 1 2 2 1 4
cek gelang identitas.

3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan 0 1 2 2 1 4

Orientasi
4 Berikan edukasi pengurangan nyeri (non farmakologis) pada saat pemasangan kateter 0 1 2 1 2

5 Kontrak waktu 0 1 1 1 1

6 Beri kesempatan pada pasien/keluarga untuk bertanya 0 1 1 1 1

7 Minta persetujuan klien/keluarga 0 1 2 1 2

8 Dekatkan alat di dekat pasien 0 1 1 1 1


Raw Score C D Score

Performance Procedure Actual Max


0 1 2 3 4 5 1,2,3 1,2,3
RxCxD

9 Jaga privasi, keamanan, dan keselamatan klien 0 1 2 3 1 1 3

1 Baca Bismillahirrohmanirrohim sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2

2 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum tindakan 0 1 3 1 3

3 Atur posisi yang nyaman 0 1 3 1 3

a. Pasien anak atau pasien tidak sadar dengan bantuan

b. Pasien wanita dengan posisi dorsal recumbent

c. Pasien laki-laki dengan supine

4 Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas 0 1 1 1 1

5 Memasang pengalas/perlak dibawah pantat klien 0 1 1 1 1


Tahap Kerja Bengkok diletakkan di dekat klien
6 0 1 1 1 1
(laki-laki : di samping paha ; perempuan : di antara paha)

Sambungkan ujung folley catheter dengan urine bag, buka sedikit pembungkus luar dari folley
7 0 1 2 2 2 8
catheter dan jaga kesterilan folley catheter

8 Pakai sarung tangan steril 0 1 2 3 3 1 9

Persiapkan jelly:*

9 - Untuk klien laki-laki: ambil 1 buah spuit 3ml, lepaskan jarumnya, isi dengan 0 1 2 3 3 2 18
lydocain jelly yang ada di kom steril sebanyak 5 – 10 ml untuk diinjeksikan kedalam
urethra*
Raw Score C D Score

Performance Procedure Actual Max


0 1 2 3 4 5 1,2,3 1,2,3
RxCxD

- Untuk klien perempuan, ambil jelly yang ada pada kom steril dengan menggunakan
kassa steril*

Membersihkan bagian genitalia:*

- Klien laki-laki: Penis dipegang dengan tangan non dominan. Penis dibersihkan
dengan menggunakan kapas steril/ kassa steril yang diolesi Chlorhexidine oleh tangan
dominan dengan gerakan memutar dari meatus ke luar dengan menggunakan pinset,
dilanjutkan dengan membersihkan gland penis. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali
hingga bersih. Kemudian pinset diletakkan dalam bengkok*

10 0 1 2 3 3 2 18

- Klien perempuan: Gunakan tangan yang tidak dominan untuk membuka labia
mayora, dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk. Kemudian bersihkan labia mayora
dengan menggunakan kapas sublimat atau kassa steril yang diolesi chlorhexidine
dengan menggunakan pinset dari arah atas kebawah, dilanjutkan ke daerah labia
minora, dan selanjutnya meatus urethra (dari luar ke dalam), sekali usap pada satu sisi
kapas atau kassa. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Kemudian
pinset diletakkan dalam bengkok*

Pasang duk steril dengan menggunakan tangan kanan dan tangan kiri memegang penis, jaga
11 0 1 2 2 1 4
kesterilan duk
12 Pasang selang kateter:* 0 1 2 3 4 5 3 3 45
Raw Score C D Score

Performance Procedure Actual Max


0 1 2 3 4 5 1,2,3 1,2,3
RxCxD

- Klien laki-laki: pegang penis dengan tangan non dominan, injeksikan jelly ke dalam
uretra klien tanpa menggunakan jarum. Keluarkan folley catheter dengan hati-hati dan
menjaga kesterilannya. Pegang penis dengan tangan non dominan dengan posisi penis
tegak lurus, masukkan kateter kedalam uretra secara perlahan-lahan sampai urine
keluar. Pasien diminta tarik napas dalam selama pemasangan *

- Klien perempuan: oleskan jelly yang telah disiapkan di kassa pada ujung kateter
dengan menggunakan kassa steril minimal sepanjang 6 inchi dari ujung kateter.
Gunakan tangan yang tidak dominan untuk membuka labia mayora, dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk temukan meatus uretra. Masukkan kateter kedalam
uretra secara perlahan-lahan sampai urine keluar. Pasien diminta tarik napas dalam
selama pemasangan*

Masukkan cairan aquades 20-30 cc dimasukkan atau sesuai ukuran yang tertulis untuk
13 0 1 2 3 2 12
fiksasi kateter di dalam vesica urinaria. Kateter sedikit ditarik sampai ada tahanan*

Lepaskan duk dengan menarik ke bawah, hati-hati saat melewati urin bag. Jika urine bag
14 0 1 1 1 1
penuh, urin bag dikosongkan dulu dengan membuang urine di bengkok atau pispot

Fiksasi kateter ke pasien


15 0 1 2 2 1 4
- Untuk laki-laki di bawah abdomen
Raw Score C D Score

Performance Procedure Actual Max


0 1 2 3 4 5 1,2,3 1,2,3
RxCxD

- Untuk wanita ke paha atau dengan longgar diatas kaki tanpa fiksasi

16 Gantung urine bag ditempatnya 0 1 1 1 1

17 Lepaskan sarung tangan 0 1 1 1 1

18 Bantu pasien untuk posisi yang nyaman dan rapikan kembali pakaian pasien 0 1 1 1 1

19 Bereskan alat 0 1 1 1 1

20 Baca Alhamdulillaahirobbil’aalamiin setelah kegiatan selesai 0 1 1 1 1

21 Cuci tangan handwash 6 langkah setelah tindakan 0 1 3 1 3

1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2


Manajemen Post Prosedur: tidak meninggikan urine bag diatas paha ketika berjalan, menjaga
2 0 1 2 2 1 4
kebersihan
Tahap
3 Evaluasi respon klien 0 1 1 1 1
Terminasi
4 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1

5 Doakan kesembuhan pasien 0 1 2 2 4


Raw Score C D Score

Performance Procedure Actual Max


0 1 2 3 4 5 1,2,3 1,2,3
RxCxD

6 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1

7 Akhiri kegiatan dengan mengucapkan Wassalamu’alaikum Wr Wb 0 1 2 1 2

Pakai sarung tangan bersih* 0 1 3 1 3


Rapikan alat dan bahan yang sudah tidak terpakai*
(Buang sampah/bahan yang sudah tidak terpakai pada tempat yang sesuai – safety
box/tempat sampah)*
Cuci tangan (handwash) 6 langkah 0 1 3 1 3

1 Tanggal dan Jam Pelaksanaan 0 1 2 2 1 4

2 Data (DS/DO sebelum tindakan) 0 1 2 2 1 4

Dokumentasi 3 Action/tindakan keperawatan yang dilakukan 0 1 2 1 2

4 Respon (DS/DO sesudah tindakan) 0 1 2 2 1 4

5 Nama dan Tanda Tangan Ners 0 1 2 1 1 2

Soft Skill 1 Empati 0 1 2 1 2


Raw Score C D Score

Performance Procedure Actual Max


0 1 2 3 4 5 1,2,3 1,2,3
RxCxD

2 Teliti 0 1 2 1 2

3 Hati-hati 0 1 2 1 2

4 Komunikasi verbal dan non verbal 0 1 2 2

5 Menjaga adab interaksi secara Islami 0 1 2 1 2

6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2

7 Efisien bahan dan alat 0 1 2 2

TOTAL 232
9th Topic
BLADDER TRAINING, IRIGASI,
DAN PELEPASAN KATETER

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Melatih bladder training sesuai indikasi
2. Melakukan bladder training

Scenario

A man, 70 years old is admitted to hospital because of post TURP procedure. This patient is
diagnosed with Benign Prostate Hyperplasia. The nurse will open the Foley catheter. Before, nurse
open the catheter, nurse will train of bladder training to patient.

Pertanyaan mInimal:
1. Sebutkan indikasi latihan bladder training!

Masalah keperawatan:
4. Resiko deficit volume cairan
5. Defisit volume cairan
6. Resiko infeksi
BLADDER TRAINING, IRIGASI, DAN PELEPASAN KATETER

Erfin Firmwati, S.Kep., Ns., MNS


Fahni Haris, S.Kep., Ns., M.Kep

Pada pasien yang terpasang kateter dalam jangka waktu yang lama, pasien mungkin mengalami
penurunan sensasi ingin berkemih atau miksi. Jika hal ini terjadi, maka pasien dapat mengalami kesulitan
mengontrol rasa berkemih sehingga mengompol atau mengalami inkontinensia urin. Untuk mencegah hal
itu terjadi, maka pasien perlu menerima bladder training.
Bladder training merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengembalikan kontrol terhadap
keinginan berkemih. Secara umum, bladder training dilakukan sejak sebelum kateter hingga setelah
kateter dilepas.
Secara umum, panduan bladder training sebelum kateter dilepas adalah sebagai berikut:
1. Perawat harus mengkaji rencana perawatan pasien termasuk kemungkinan durasi terpasang
kateter
2. Prosedur bladder training harus dengan persetujuan dokter
3. Jadwal pelaksanaan baldder training perlu didiskusikan dengan pasien
4. Bladder training bisa memakan waktu hingga 4 hari atau setelah pasien mampu mengontrol miksi
dengan baik
5. Kosongkan urin bag saat selang penghubung kateter ke urin bag di klem
6. Saat klem dilepas, catat warna, kejernihan, dan jumlah urin.
7. Sebelum benar-benar dilepas, pasien harus mampu mentoleransi minimal 250 cc urin di kandung
kemih
Alat yang digunakan:
1. Klem kateter/klem arteri
2. Penampung urin
3. Sarung tangan bersih
Prosedur bladder training:
1.Jaga privacy pasien
2. Cuci tangan dengan 6 langkah, gunakan sarung tangan bersih
3. Jelaskan prosedur pada pasien
4. Pada hari pertama, klem selang kateter 1-2 jam (disarankan bisa mencapai waktu 2 jam kecuali
pasien merasa kesakitan)
5. Kosongkan urin bag
6. Cek dan evaluasi kondisi pasien, jika pasien merasa kesakitan atau tidak toleran terhadap waktu 2
jam yang ditentukan, maka kurangi waktunya dan tingkatkan secara bertahap
7. Lepaskan klem setelah 2 jam dan biarkan urine mengalir dari kandung kemih menuju urine bag
hingga kandung kemih kosong
8. Biarkan klem tidak terpasang sekitar 15 menit, setelah itu klem lagi 1-2 jam.
9. Lanjutkan prosedur ini hinggal 24 jam pertama
10. Pada hari kedua, tingkatkan lama klem menjadi 2-3 jam, lepaskan klem 15 menit dan klem ulang.
Lakukan prosedur ini higga 24 jam
11. Pada hari ketika, tingkatkan lagi lama klem menjadi 3-4 jam, lepaskan klem 15 menit dan klem
ulang. Lakukan prosedur ini higga 24 jam
12. Pada hari ke 4, lepas kateter dan amati seksama respon pasien setelah kateter dilepas
13. Anjurkan pasien untuk ke toilet setiap 2 jam
14. Setelah kateter dilepas, maka lakukan proses selanjutnya yaitu dengan melakukan: kegel exercise,
penundaan berkemih, dan penjadwalan berkemih
15. Kegel exercise adalah latihan untuk penguatan otot pelvis agar mampu menghentikan aliran urin.
Berikut langkah-langkah melakukan kegel exercise:
16. Penundaan berkemih: pada pasien yang mengalami inkontinensia, penundaan berkemih dapat
membantu mengontrol urin. Caranya, saat merasa ingin berkemih, tunda berkemih selama 5 menit.
Jika berhasil, maka tingkatkan waktu penundaan berkemih misalnya menjadi 10 menit. Lakukan
hal tersebut secara bertahap hingga mencapai waktu 3-4 jam. Jika keinginan berkemih sering
muncul sebelum batas waktu yang anda targetkan, lakukan teknik relaksasi. Tarik nafas anda
dalam-dalam dan pelan. Kegel exercise bisa diakukan juga untuk membantu menunda berkemih
17. Penjadwalan berkemih: beberapa orang mengontrol inkontinensia dengan pergi berkemih secara
teratur. Hal ini berarti bahwa pasien pergi berkemih pada jam yang telah ditentukan meskipun
belum merasa ingin berkemih. Pasien bisa dijadwalkan berkemih setiap jam, lalu secara bertaham
ditingkatkan hingga waktu yang sesuai untuk pasien.
18. Perawat dapat menganjurkan pasien untuk:
a. Minum secara normal, minimal 6-8 gelas per hari (1000-1500ml) kecuali ada anjuran lain dari
dokter. Pasien harus minum dengan normal dan tidak mengurangi jumlah minum. Mengurangi
asupan cairan tidak akan memperbaiki inkontinensia, tetapi justru akan membuat urin menjadi
sangat pekat. Hal ini dapat mengiritasi kandung kemih dan membuatnya semakin sering ingin
berkemih sementara urin yang tertampung dalam kandung kemih sangat sedikit. Kondisi ini
juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih.
b. Minum secara bertahap. Hindari minum banyak dalam sekali waktu. Minum banyak dalam
sekali waktu, keinginan untuk berkemih akan lebih susah dikendalikan karena kandung kemih
segera penuh, sehingga keinginan berkemih akan segera muncul setelah minum banyak.
c. Beberapa minuman dapat mengiritasi kandung kemih dan menyebabkan keinginan untuk
berkemih semakin sering. Minuman beralkohon dan mengandung kafein harus dihindari.
Minuman jenis lain yaitu minuman bersoda, coklat, dan minuman berkabonasi.
d. Hindari banyak minum 2 jam menjelang tidur karena banyak minum sebelum tidur akan
meningkatkan keinginan berkemih saat malam hari.
19. Anjurkan pasien untuk segera mencari pertolongan medis jika setelah dilepas kateternya pasien
mengalami:
a. Tidak dapat berkemih selama 6 jam
b. Ada perasaan ingin berkemih tetapi tidak dapat berkemih
c. Mengalami nyeri hebat di punggung (back pain)
d. Perut membesar
e. Demam (> 37.5oC)
f. Mual dan muntah
PELEPASAN KATETER
Erfin Firmawati, Ns., MNS

Pengertian:
Melakukan tindakan perawatan melepaskan kateter uretra dari kandung kemih

Tujuan: Mencegah infeksi

Indikasi:
1. Pasien yang terpasang kateter lebih dari 7 hari
2. Pasien yang tidak memerlukan pemasangan kateter menetap

Peralatan:
1. Perlak
2. Sarung tangan
3. Kom kecil berisi Cairan NaCl
4. Kassa
5. Pinset chirurgis
6. Spuit 10 atau 20 cc
7. Bengkok/nierbeken
8. Kantung plastik

Pelaksanaan:
1. Mengucapkan basmalah
2. Cuci tangan dengan 6 langkah
3. Menjaga privacy pasien
4. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent dan melepaskan pakaian bawah pasien
5. Memasang perlak/pengalas
6. Memakai sarung tangan
7. Melepas plester dan membersihkan sisa plester
8. Melakukan aspirasi balon kateter hingga habis isinya
9. Mengarahkan penis keatas (laki-laki)/ memegang selang kateter sejajar dengan meatus urethra
(perempuan)
10. Menarik kateter perlahan-lahan hingga lepas, pasien diminta nafas dalam dan rileks
11. Buang kateter dan urin bag kedalam kantong plastik
12. Bersihkan ujung penis/meatus urethra dengan kasa yang dibasahi NaCl dan keringkan
13. Observasi ujung penis/meatus urethra adanya kemerahan, discharge, dan bengkak. Tanyakan kepada
pasien adanya nyeri, demam
14. Melepas sarung tangan
15. Merapikan pasien dan alat
16. Cuci tangan dengan 6 langkah
17. Mengucapkan Alhamdulillah setelah selesai kegiatan
IRIGASI KATETER
Fahni Haris, S.Kep., Ns., M.Kep

Pengertian:
Tindakan kolaboratif pengaliran cairan ke dalam kandung kemih baik dengan cara manual maupun
berkelanjutan untuk menghindari, menghilangkan sumbatan ataupun terapi dari dokter.

Tujuan:
1. Kepatenan aliran kateter terjaga (produk darah, secret dll)
2. Pasien nyaman (tidak terjadi nyeri kandung kemih)
3. Mengurangi resiko infeksi saluran kemih (ISK) / urinary tract infection (UTI)
4. Mengurangi formasi gumpalan darah

Indikasi:
1. Pasien post TURP (24 jam pertama)
2. Hematuria

Peralatan:
1. Three-way catheter
2. Urine bag
3. 0.9% NaCl
4. Penampung cairan
5. Alcohol swab
6. Sarung tangan non steril
7. APD (masker, google, apron)
8. Underpad
9. Selang infus

Pelaksanaan:
1. Menjaga privasi pasien
2. Menjelaskan prosedur tindakan
3. Mengatur kenyamanan pasien (pastikan posisi mudah untuk mengakses kateter)
4. Siapkan cairan NaCl dan selang (jaga kesterilan ujung selang), sambung ke dalam selang kateter
three-way
5. Pakai APD (google, masker dan apron)
6. Handrub (cuci tangan) dan gunakan sarung tangan non steril
7. Bersihkan kateter dengan alcohol swab sampai kering
8. Buka dan sambungkan ujung selang NaCl (dalam posisi off ter klem) ke dalam sambungan
kateter three-way
9. Pastikan aliran kateter paten sebelum melakukan irigasi secara continues
10. Lepas klem selang infus dan ukur cairan sesuai order

Irigasi kateter dibagi menjadi 2 cara


1. Irigasi secara continue
2. Irigasi secara manual

Irigasi kateter manual dilakukan untuk menghilangkan kloting (gumpalan/ sumbatan) yang ada di selang
kateter daripada membersihkan selang kateter dari kerak atau endapan. Jika terdapat endapan kateter,
hal tersebut merupakan indikasi kateter harus diganti.
Perhatian dilakukan irigasi manual pada pasien dengan operasi kandung kemih terbuka karena akan
mengakibatkan tekanan dikandung kemih dan juga ekstravasasi (rembesan urin) pada area suture
(jahitan) sehingga bisa dilakukan irigasi manual dengan gentle (lembut).

Tanda-tanda urin tersumbat


1. Urin tidak keluar dari kateter
2. Pasien mengeluh nyeri suprapubic (kandung kemih), menjadi lebih nyeri dengan bertambahnya
isi kandung kemih
3. Bypass lubang kateter
4. Takikardi, berkeringat (efek vaso-vagal)
Checklist Irigasi Kateter
Raw Score C D Score

Procedur 1,2,3 1,2,3 Actual Max


Performance 0 1 2 3 4 5
RxCxD Score

1 Baca catatan keperawatan/catatan medis 0 1 2 1 2

2 Tentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2


3 Cuci tangan sebelum persiapan alat 0 1 3 1 3
Persiapan Alat:

Irigasi otomatis

- Sarung tangan bersih

- Set irigasi

- NaCl/ air steril 500/1000ml

Tahap pre Irigasi manual


interaksi • Perlak
4 0 1 3 1 3
• Sarung tangan bersih

• Kom kecil steril

• Underpad

• Bak instrument steril

• Spuit 50 atau 100cc

• APD (google, apron atau masker)

• Alkohol swab

• Bengkok
Raw Score C D Score

Procedur 1,2,3 1,2,3 Actual Max


Performance 0 1 2 3 4 5
RxCxD Score

5 Cuci tangan sebelum ke pasien 0 1 3 1 1

1 Ucapkan salam dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2


Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan alamat pasien,
serta cek gelang identitas.

2 Contoh : "Berdasarkan prosedur keselamatan pasien di rumah sakit, bapak/ibu bisa 0 1 2 3 2 1 6


menyebutkan nama dan umur, atau nama dan alamat". Bapak/Ibu, saya cek gelang
identasnya. Benar sekali ya bapak/ibu, identitasnya sudah sesuai dengan tindakan yang
direncanakan.
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan 0 1 2 2 1 4
Tahap
Orientasi Berikan tindakan pengurangan nyeri (non farmakologis) pada saat irigasi manual atau
4 0 1 2 1 2
otomatis

5 Kontrak waktu 0 1 1 1 1

6 Beri kesempatan pada pasien/keluarga untuk bertanya 0 1 1 1 1

7 Minta persetujuan klien/keluarga 0 1 2 1 2

8 Dekatkan alat 0 1 1 1 1

9 Jaga privasi, keamanan, dan keselamatan klien 0 1 2 3 1 1 3

1 Cuci tangan sebelum tindakan 0 1 3 1 3

Tahap Kerja 2 Baca Basmalah 0 1 2 1 2

3 Gunakan sarung tangan bersih 0 1 3 1 3


Raw Score C D Score

Procedur 1,2,3 1,2,3 Actual Max


Performance 0 1 2 3 4 5
RxCxD Score

4 Atur posisi nyaman pasien 0 1 1 1 1

Irigasi otomatis

5 Letakkan perlak dan bengkok di samping pasien 0 1 2 2 1 4

6 Buka selang irigasi dan pastikan klem selang dalam posisi off 0 1 2 2 2 8
Sambung selang irigasi di ujung botol NaCl/Aquades dan alirkan NaCl/Aquades kemudian
7 0 1 2 3 2 1 6
alirkan air sampai udara di selang irigasi tidak ada, klem selang irigasi
Buka penutup saluran irigasi di selang kateter three-way; Sambungkan ujung selang
8 0 1 2 2 1 4
irigasi dengan saluran three-way catheter,
9 Atur cairan NaCl/Aquades yang keluar sesuai dengan instruksi dokter 0 1 2 1 2

10 Pantau air yang keluar melalui kateter menuju urin bag sampai berwarna pink atau jernih 0 1 2 2 4

11 Pantau adanya sumbatan aliran NaCl/Aquades 0 1 2 1 2

Irigasi manual
Siapkan perlak, underpad, bengkok di sekitar kateter (dibawah pantat pasien) dan urine
13 0 1 2 3 1 1 3
bag
14 Pakai APD (google, apron atau masker) 0 1 2 3 2 1 6

15 Letakkan bak instrument dan kom di atas underpad 0 1 2 2 1 4

16 Tuang NaCl atau aquades ke dalam kom 0 1 2 1 2

17 Lepas selang urine bag, kemudian pasang spuit berisi NaCl 50 cc. 0 1 2 2 2 8
Semprotkan NaCl dengan tekanan sebanyak 50 cc; kemudian tarik spuit dan rasakan ada
18 0 1 2 3 3 2 18
hambatan atau tidak; lakukan
19 Buang produk cairan/ sumbatan kateter ke dalam bengkok 0 1 2 1 2
Raw Score C D Score

Procedur 1,2,3 1,2,3 Actual Max


Performance 0 1 2 3 4 5
RxCxD Score
Tuang kembali cairan NaCl/ Aquades, aspirasi ke dalam spuit lalu semprotkan ke dalam
20 0 1 2 3 2 2 12
saluran kateter three-way
Ulangi penggunaan spuit untuk mengambil cairan / sumbatan kateter sampai sumbatan
21 0 1 2 2 4
teratasi atau warna cairan pink (tidak ada penjendalan darah)
22 Klem kateter; Tarik spuit dan letakkan di bengkok 0 1 2 2 4

23 Sambungkan selang urine bag dengan kateter; buka klem kateter 0 1 2 2 2 8

24 Kaji kepatenan aliran urine dan warna urine 0 1 2 2 4

25 Bantu pasien untuk posisi yang nyaman dan rapikan kembali pakaian pasien 0 1 2 1 1 2

26 Bereskan alat 0 1 1 1 1

27 Baca Hamdalah setelah kegiatan selesai 0 1 1 1 1

28 Cuci tangan (gerakan 6 langkah cuci tangan dengan menggunakan hand scrub) 0 1 3 1 3

1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2

2 Manajemen post prosedur (nyeri masih terasa, akan hilang dengan berjalannya waktu) 0 1 2 1 2

3 Evaluasi Respon klien 0 1 1 1 1


Tahap
4 Berikan reinforcement positif pada klien dan keluarga 0 1 1 1 1
Terminasi
5 Doakan kesembuhan klien dengan membaca doa secara lengkap 0 1 2 2 4

6 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya melakukan kegel exercise 0 1 1 1 1

7 Akhiri kegiatan dengan salam 0 1 2 1 2

Dokumentasi 1 Tanggal dan Jam Pelaksanaan 0 1 2 2 1 4


Raw Score C D Score

Procedur 1,2,3 1,2,3 Actual Max


Performance 0 1 2 3 4 5
RxCxD Score

2 Data 0 1 2 2 1 4

3 Action 0 1 2 1 2

4 Respon 0 1 2 2 1 4

5 Nama dan Tanda Tangan Ners 0 1 2 2 1 4

1 Empati 0 1 2 1 2

2 Teliti 0 1 2 1 2

Soft Skill 3 Hati-hati 0 1 2 1 2

4 Menunjukkan perilaku professional 0 1 2 1 2

5 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2

TOTAL 171
Checklist Bladder Training & Pelepasan Kateter

Raw Score C D Score

Performance Procedure 1,2,3 1,2,3 Actual Max


0 1 2 3 4 5 Scor
RxCxD
e
1 Baca catatan keperawatan/catatan medis 0 1 2 1 2

2 Tentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 0 1 2 1 2

3 Persiapkan diri 0 1 1 1 1

4 Cuci tangan sebelum menyiapkan alat 0 1 3 1 3

Persiapan Alat:

Bladder training:

- Sarung tangan bersih


Tahap pre - Klem kateter/klem arteri
interaksi
- Penampung urin

Pelepasan kateter:
5 0 1 3 1 3
- Perlak

- Sarung tangan

- Kom kecil berisi Cairan NaCl

- Kassa

- Pinset chirurgis

- Spuit 10 atau 20 cc
Raw Score C D Score

Performance Procedure 1,2,3 1,2,3 Actual Max


0 1 2 3 4 5 Scor
RxCxD
e
- Bengkok/nierbeken

- Kantung plastic

6 Cuci tangan sebelum ke pasien 0 1 3 1 1

1 Ucapkan salam dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2


Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan alamat
pasien, serta cek gelang identitas. Contoh : "Berdasarkan prosedur keselamatan pasien
2 di rumah sakit, bapak/ibu bisa menyebutkan nama dan umur, atau nama dan alamat". 0 1 2 3 2 1 6
Bapak/Ibu, saya cek gelang identasnya. Benar sekali ya bapak/ibu, identitasnya sudah
sesuai dengan tindakan yang direncanakan.
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan 0 1 2 2 1 4
Tahap
4 Berikan tindakan pengurangan nyeri (non farmakologis) pada saat pelepasan kateter 0 1 2 1 2
Orientasi
5 Kontrak waktu 0 1 1 1 1

6 Beri kesempatan pada pasien/keluarga untuk bertanya 0 1 1 1 1

7 Minta persetujuan klien/keluarga 0 1 2 1 2

8 Dekatkan alat 0 1 1 1 1

9 Jaga privasi, keamanan, dan keselamatan klien 0 1 2 3 1 1 3

1 Cuci tangan sebelum melakukan tindakan 0 1 3 1 3

Tahap Kerja 2 Baca Basmalah 0 1 2 1 2

3 Gunakan sarung tangan bersih 0 1 3 1 3


Raw Score C D Score

Performance Procedure 1,2,3 1,2,3 Actual Max


0 1 2 3 4 5 Scor
RxCxD
e
Pada hari pertama, klem selang kateter 1-2 jam (disarankan bisa mencapai waktu 2
4 0 1 3 1 3
jam kecuali pasien merasa kesakitan)
5 Kosongkan urin bag 0 1 1 1 1
Cek dan evaluasi kondisi pasien, jika pasien merasa kesakitan atau tidak toleran
6 terhadap waktu 2 jam yang ditentukan, maka kurangi waktunya dan tingkatkan secara 0 1 2 1 2
bertahap
Lepaskan klem setelah 2 jam dan biarkan urine mengalir dari kandung kemih menuju
7 0 1 2 1 2
urine bag hingga kandung kemih kosong

8 Biarkan klem tidak terpasang sekitar 15 menit, setelah itu klem lagi 1-2 jam. 0 1 2 3 1 6

9 Lanjutkan prosedur ini hingga 24 jam pertama 0 1 3 2 6


Pada hari kedua, tingkatkan lama klem menjadi 2-3 jam, lepaskan klem 15 menit dan
10 0 1 2 3 2 12
klem ulang. Lakukan prosedur ini higga 24 jam

Pada hari ketiga, tingkatkan lagi lama klem menjadi 3-4 jam, lepaskan klem 15 menit
11 0 1 2 3 2 12
dan klem ulang. Lakukan prosedur ini higga 24 jam

Pada hari keempat, lepas kateter dan amati seksama respon pasien setelah kateter
12 0 1 2 3 2 12
dilepas

Pelepasan kateter

13 Cuci tangan dengan 6 langkah 0 1 3 1 3


Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent untuk perempuan / supinasi
15 0 1 2 1 1 2
untuk laki-laki dan melepaskan pakaian bawah pasien
16 Memasang perlak/pengalas 0 1 1 1 1
Raw Score C D Score

Performance Procedure 1,2,3 1,2,3 Actual Max


0 1 2 3 4 5 Scor
RxCxD
e
17 Melepas plester dan membersihkan sisa plester 0 1 2 3 1 6

18 Melakukan aspirasi balon kateter hingga habis isinya 0 1 2 3 1 6


Mengarahkan penis keatas (laki-laki)/ memegang selang kateter sejajar dengan
19 0 1 3 1 3
meatus urethra (perempuan)

20 Menarik kateter perlahan-lahan hingga lepas, pasien diminta nafas dalam dan rileks 0 1 2 3 2 12

21 Buang kateter dan urin bag kedalam kantong plastic 0 1 3 1 3

22 Bersihkan ujung penis/meatus urethra dengan kasa yang dibasahi NaCl dan keringkan 0 1 2 3 1 6

Observasi ujung penis/meatus urethra adanya kemerahan, discharge, dan bengkak.


23 0 1 2 3 1 6
Tanyakan kepada pasien adanya nyeri, demam

24 Setelah kateter dilepas, anjurkan pasien untuk ke toilet setiap 2 jam 0 1 3 1 3

25 Lepaskan sarung tangan 0 1 1 1 1

26 Bantu pasien untuk posisi yang nyaman dan rapikan kembali pakaian pasien 0 1 2 1 1 2

27 Bereskan alat 0 1 1 1 1

28 Baca Hamdalah setelah kegiatan selesai 0 1 1 1 1

29 Cuci tangan setelah tindakan 0 1 3 1 3

Tahap 1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2


Raw Score C D Score

Performance Procedure 1,2,3 1,2,3 Actual Max


0 1 2 3 4 5 Scor
RxCxD
e
Terminasi
2 Manajemen post prosedur (nyeri masih terasa, akan hilang dengan berjalannya waktu) 0 1 2 1 2

3 Evaluasi Respon klien 0 1 1 1 1

4 Berikan reinforcement positif pada klien dan keluarga 0 1 1 1 1

5 Doakan kesembuhan klien dengan membaca doa secara lengkap 0 1 2 2 4

6 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya melakukan kegel exercise 0 1 1 1 1

7 Akhiri kegiatan dengan salam 0 1 2 1 2

1 Tanggal dan Jam Pelaksanaan 0 1 2 2 1 4

2 Data 0 1 2 2 1 4

Dokumentasi 3 Action 0 1 2 1 2

4 Respon 0 1 2 2 1 4

5 Nama dan Tanda Tangan Ners 0 1 2 2 1 4

1 Empati 0 1 2 1 2

2 Teliti 0 1 2 1 2

Soft Skill 3 Hati-hati 0 1 2 1 2

4 Menunjukkan perilaku professional 0 1 2 1 2

5 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2

TOTAL 199
10th Topic
TERAPI PANAS DINGIN

Learning Objective:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat :
1. Mendefinisikan penerapan terapi panas dan dingin
2. Menyebutkan indikasi penerapan terapi panas dan dingin
3. Menyebutkan kontraindikasi penerapan terapi panas dan dingin
4. Menjelaskan tindakan pencegahan khusus saat menerapkan terapi
panas dan dingin
5. Memeragakan penerapan terapi panas dan dingin

Scenario

Seorang perempuan, 45 tahun, dirawat di bangsal penyakit dalam dengan diagnosis myalgia.
Pasien mengeluhkan nyeri di kaki kanan skala 4. Perawat berencana akan memberikan terapi
kompres hangat pada pasien.

Pertanyaan minimal:
1. Sebutkan indikasi penerapan terapi panas dingin
2. Sebutkan kontraindikasi penerapan terapi panas dingin

Masalah keperawatan:
1. Hipertermi
2. Nyeri Akut

TUGAS PRAKTIKUM
Setiap Kelompok Membawa Jurnal Dan Memahami Intervensi Yang Dilakukan Pada Penelitian
Tersebut Untuk Terapi Rendam Hangat, Kompres Hangat, Kompres Dingin
TERAPI PANAS DINGIN
Erna Rochmawati, SKp., M.NSc., M.Med.Ed., Ph.D

Tabel. Penerapan terapi panas dan dingin


Terapi hangat kering Terapi dingin kering
Aquamatic K-pad Ice cap
Warm pack disposable Kantong es
Electric heating pad Disposable cold pack
Selimut Aquathermia Selimut hipotermia
Terapi hangat lembab Terapi dingin lembab
Rendam hangat Kompres
Kompres hangat Rendam
Bath up
Sitz bath

Terapi panas
Terapi panas sering diterapkan pada perawatan klien secara umum. Panas dapat menyebabkan
vasodilatasi (pembesaran pembuluh darah), meningkatkan aliran darah ke daerah tertentu. Hal ini
meningkatkan oksigen, nutrisi, dan berbagai sel darah yang dikirim ke jaringan tubuh. Vasodilatasi juga
membantu menghilangkan limbah dari jaringan yang terluka, seperti puing-puing dari fagositosis.

Dasar Pemikiran untuk Aplikasi Terapi Panas

Aplikasi panas berfungsi untuk:

a. Meringankan rasa sakit, kekakuan, atau nyeri lokal, terutama pada otot dan persendian
b. Membantu penyembuhan luka
c. Mengurangi peradangan dan infeksi
d. Buat klien yang lebih dingin lebih nyaman
e. Angkat suhu tubuh untuk membantu mempertahankan normothermia
f. Mempromosikan drainase (menarik bahan yang terinfeksi keluar dari luka)

Agar efektif, terapi yang dilakukan panas harus cukup tinggi suhunya. Hal ini dapatkan mengakibatkan
luka bakar jika panas diaplikasikan dengan tidak semestinya atau terlalu lama. Aplikasi harus cukup
panas untuk mencapai tujuannya, namun dalam rentang suhu yang aman. Kotak 54-1 menyediakan
rentang suhu untuk aplikasi panas dan dingin. Panas yang diterapkan di tempat yang luas memberi lebih
banyak kehangatan; Namun, potensi cedera lebih besar daripada panas yang diterapkan di area kecil.
Lindungi klien dari kemungkinan luka bakar dengan mengamati tindakan pencegahan keselamatan.
Terapi Dingin

Pengertian
Terapi dingin dikenal sebagai cryotherapy yang bekerja pada prinsip pertukaran panas. Hal ini terjadi
ketika menempatkan objek pendingin dalam kontak langsung dengan objek suhu yang lebih hangat,
seperti es terhadap kulit. Objek dingin akan menyerap panas dari objek yang lebih hangat. Setelah cedera,
pembuluh darah akan memberikan oksigen dan nutrisi kepada sel-sel yang rusak. Sel-sel di sekitar cedera
meningkatkan metabolisme dalam upaya mengkonsumsi lebih banyak oksigen. Ketika seluruh oksigen
digunakan, sel-sel akan mati serta pembuluh darah yang rusak tidak bisa membuang sampah. Sel darah
dan cairan meresap ke dalam ruang di sekitar otot yang mengakibatkan pembengkakan dan memar. Saat
es ditempelkan akan menyebabkan suhu jaringan yang rusak menurun melalui pertukaran panas dan
menyempitkan pembuluh darah lokal. Hal ini memperlambat metabolisme dan konsumsi oksigen,
sehingga mengurangi laju kerusakan. Proses tersebut menghentikan transfer impuls ke otak yang
mendaftar sebagai nyeri. Kebanyakan terapis dan dokter menyarankan untuk tidak menggunakan terapi
panas setelah cedera, karena hal ini akan memiliki efek sebaliknya dari terapi dingin. Panas
meningkatkan aliran darah dan melemaskan otot-otot. Hal itu baik untuk meredakan ketegangan otot,
tetapi hanya akan meningkatkan rasa sakit dan pembengkakan cedera dengan mempercepat
metabolisme. Terapi dingin harus selalu digunakan sesegera mungkin setelah cedera terjadi. Terapi
dingin dilakukan sekitar 15 hingga 20 menit selama 48 jam.

Tujuan Terapi Dingin


a. Mengurangi peradangan dengan cara mengerutkan atau mengecilkan pembuluh darah
b. Mengurangi rasa sakit
c. Mengurangi kejang otot
d. Mengurangi kerusakan jaringan
e. Mengurangi pembengkakakan
f. Mengurangi pembentukan udema (Pembekuan darah di bawah kulit)

Jenis-jenis Terapi Dingin


a. Kantong Es
Teknik ini menggunakan tas sederhana seperti kantong plastik, botol air panas, kemasan dingin
kimia atau sayuran beku. Caranya dengan menerapkan kain handuk kering di atas area tersebut
untuk mencegah kontak langsung es untuk kulit. Kulit akan melewati empat tahapan sensasi
dalam 10-15 menit. Sensasi ini dalam rangka adalah:
1. Dingin kulit
2. Merasa Burning
3. Sakit
4. Kekebasan

b. Pijat Es
Es merupakan material dari teknik terapi dingin. Es adalah sebuah air bersih yang dimasukkan
ke dalam wadah lalu dibekukan di dalam lemari es samapi benar-benar beku. Langkah pertama
yang harus dilakukan dalam teknik ini yaitu sedikit demi sedikit membuka es lalu pijatkan ke
area yang sakit dengan menggunakan gerakan melingkar konstan. Jangan meletakkan es di satu
daerah selama lebih dari 3 menit karena hal ini dapat menyebabkan radang dingin. Terapi dingin
harus dihentikan setelah kulit terasa mati rasa.

Keuntungan dan Kerugian Terapi Dingin


Keuntungan
a. Alat dan bahan mudah ditemukan dan digunakan di rumah
b. Murah
c. Persiapan yang sedikit
d. Baik untuk luka ringan yang hanya memerlukan terapi dingin untuk satu samapi dua hari.

Kerugian
a. Es sebagai bahan dari terapi dingin mudah jatuh sendi serta sulit untuk menjaga es di tempat
b. Es cepat mencair dan dapat membuat berantakan terutama jika melakukan terapi dingin di
tempat tidur.
c. Es diterapkan pada permukaan sendi secara terbatas.
d. Tidak ada kompresi yang diterapkan.
e. Hanya dapat diterapkan untuk jangka waktu yang singkat (10-20 menit).
f. Sulit digunakan untuk cedera yang lebih besar atau setelah operasi karena berbagai alasan.
CHECK LIST TERAPI RENDAM HANGAT

Raw score C D Score


Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
1 Baca catatan keperawatan dan catatan medis 0 1 2 1 2
2 Tentukan tindakan keperawatan yang akan dilkukan 0 1 2 1 2
3 Cuci tangan 6 langkah 0 1 3 1 3
Tahapan 4 Persiapkan alat: 0 1 3 1 3
- Termometer mandi
- Wadah untuk berendam / Baskom
- Handuk
- Selimut
- Perlak
5 Cuci tangan 6 langkah 0 1 3 1 3
Orientasi 1 Ucapkan salam dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2
2 Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan alamat 0 1 2 3 2 1 6
pasien, serta cek gelang identitas pasien

Contoh : “Berdasarkan prosedur keselamatan pasien di rumah sakit/puskesmas,


bapak/ibu bisa menyebutkan nama dan umur atau nama dan alamat. Baik bapak/ibu,
saya cek gelang identitasnya. Benar sekali ya bapak, identitasnya sudah sesuai dengan
tindakan yang direncanakan (sebutkan tindakannya)
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/keluarga 0 1 2 2 1 4
4 Kontrak waktu 0 1 1 1 1
5 Beri kesempatan pasien untuk bertanya 0 1 1 1 1
6 Minta persetujuan pasien/keluarga 0 1 2 1 2
7 Dekatkan alat didekatkan pasien 0 1 1 1 1
8 Jaga privacy, keamaan, dan kenyamanan pasien 0 1 2 1 2
Kerja 1 Baca basmalah sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2
2 Cuci tangan sebelum tindakan 0 1 3 1 3
3 Atur posisi nyaman pasien 0 1 3 1 3
Raw score C D Score
Prosedur Actual Max
Tahapan 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
4 Pasang perlak pada area kaki/tangan yang akan direndam 0 1 3 1 3
5 Berikan selimut pada pasien, kemudian gulung selimut sampai kaki pasien 0 1 2 3 1 6
6 Isi baskom dengan air sampai setengah wadah; ukur suhu air 40,50C; Letakkan baskom di 0 1 2 3 2 12
dekat kaki/tangan
7 Bantu pasien untuk memindahkan kaki/tangan ke baskom. Tutupi wadah dengan handuk 0 1 2 3 2 12
untuk mempertahankan suhu
8 Cek suhu setiap 5 menit 0 1 3 2 6
9 Hentikan prosedur sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan : 1) Angkat kaki pasien 0 1 2 3 3 2 18
dari wadah, 2) Letakkan kaki pasien pada handuk dan 3) keringkan perlahan
10 Rapikan alat 0 1 3 1 3
11 Baca hamdalah setelah melakukan tindakan 0 1 2 1 2
12 Cuci tangan setelah tindakan) 0 1 3 1 3
Terminasi 1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2
2 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
3 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1
4 Doakan kesembuhan pasien 0 1 2 2 4
5 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1
6 Mengakhiri kegiatan dengan cara memberi salam 0 1 1 1 1
Dokumentasi 1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4
2 Data 0 1 2 2 1 4
3 Action 0 1 2 1 2
4 Respon 0 1 2 2 1 4
5 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2
Soft Skill 1 Empati 0 1 2 1 2
2 Teliti 0 1 2 1 2
3 Hati-hati 0 1 2 1 2
4 Menunjukkan perilaku professional 0 1 2 1 2
5 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2
TOTAL SCORE 142
Raw score C D Score
Prosedur Actual Max
Tahapan 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
NILAI score/ 142 X 100
CHECK LIST TERAPI KOMPRES HANGAT

Raw score C D Score


Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
1 Baca catatan keperawatan dan catatan medis 0 1 2 1 2
2 Sebutkan tindakan keperawatan yang akan dilkukan 0 1 2 1 2
3 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum menyiapkan alat 0 1 3 1 3
4 Persiapkan alat: 0 1 3 1 3
Tahapan
- Baki
- Perlak
- Handuk kecil
- Air hangat
- Kirbat
5 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum ke pasien 0 1 3 1 3
Orientasi 1 Ucapkan salam dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2
2 Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan alamat 0 1 2 3 2 1 6
pasien, serta cek gelang identitas pasien

Contoh : “Berdasarkan prosedur keselamatan pasien di rumah sakit/puskesmas,


bapak/ibu bisa menyebutkan nama dan umur atau nama dan alamat. Baik bapak/ibu,
saya cek gelang identitasnya. Benar sekali ya bapak, identitasnya sudah sesuai dengan
tindakan yang direncanakan (sebutkan tindakannya)
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/keluarga 0 1 2 2 1 4
4 Kontrak waktu 0 1 1 1 1
5 Beri kesempatan pasien untuk bertanya 0 1 1 1 1
6 Minta persetujuan pasien/keluarga 0 1 2 1 2
7 Dekatkan alat didekatkan pasien 0 1 1 1 1
8 Jaga privacy (tutup tirai), keamaan (pasang/lepas side rail), dan kenyamanan pasien 0 1 2 1 2
(posisi dan lingkungan)
Kerja 1 Baca basmalah sebelum melakukan tindakan 0 1 3 1 3
Raw score C D Score
Prosedur Actual Max
Tahapan 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
2 Cuci tangan (handrub) 6 langkah sebelum tindakan 0 1 2 1 2
3 Atur posisi nyaman pasien 0 1 3 1 3
5 Cek suhu air panas dalam baskom pada suhu 40,50c 0 1 3 1 3
6 Isi kirbat dengan air panas sebanyak kurang lebih setengah bagian kirbat ; Keluarkan 0 1 2 3 3 2 18
udara dari kirbat dengan melipat bagian yang kosong, lalu ditutup rapat;
7 Pasang perlak 0 1 3 1 3
8 Buka area yang akan dikompres 0 1 3 1 3
9 Letakkan kirbat di area yang memerlukan terapi 0 1 3 1 3
10 Kaji keadaan kulit setiap 20 menit terhadap rasa nyeri 0 1 3 2 6
11 Kaji kemerahan di kulit 0 1 3 2 6
12 Angkat kirbat jika sudah selesai 0 1 3 1 3
13 Rapikan pasien dan alat 0 1 2 2 1 4
11 Baca hamdalah setelah melakukan tindakan 0 1 2 1 2
12 Cuci tangan setelah tindakan (lakukan gerakan 6 langkah cuci tangan dengan hand wash) 0 1 3 1 3
Terminasi 1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2
2 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
3 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1
4 Doakan kesembuhan pasien 0 1 2 2 4

5 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1


6 Mengakhiri kegiatan dengan cara memberi salam 0 1 1 1 1
Raw score C D Score
Prosedur Actual Max
Tahapan 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
Dokumentasi 1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4
2 Data (DS / DO sebelum tindakan) 0 1 2 2 1 4
3 Action/tindakan keperawatan yang dilakukan 0 1 2 1 2
4 Respon (DS / DO setelah tindakan) 0 1 2 2 1 4
5 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2
Soft Skill 1 Empati 0 1 1 1 1
2 Teliti 0 1 1 1 1
3 Hati-hati 0 1 1 1 1
4 Komunikasi verbal dan non verbal 0 1 2 1 1 2
5 Menjaga adab interaksi secara Islami 0 1 1 1 1
6 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 1 1 1
7 Efisiensi bahan dan alat 0 1 1 1 1
TOTAL SCORE 152
NILAI score/ 152 X 100
CHECK LIST TERAPI DINGIN

Raw score C D Score


Prosedur Actual Max
0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
1 Baca catatan keperawatan dan catatan medis 0 1 2 1 2
2 Tentukan tindakan keperawatan yang akan dilkukan 0 1 2 1 2
3 Cuci tangan 6 langkah 0 1 3 1 3
Tahapan 4 Persiapkan alat: 0 1 3 1 3
- Baki
- Perlak
- Handuk kecil
- Es batu
- Kirbat
5 Cuci tangan 6 langkah 0 1 3 1 3
Orientasi 1 Ucapkan salam dan perkenalkan diri 0 1 2 1 1 2
2 Identifikasi pasien dengan bertanya nama dan umur pasien atau nama dan alamat 0 1 2 3 2 1 6
pasien, serta cek gelang identitas pasien

Contoh : “Berdasarkan prosedur keselamatan pasien di rumah sakit/puskesmas,


bapak/ibu bisa menyebutkan nama dan umur atau nama dan alamat. Baik bapak/ibu,
saya cek gelang identitasnya. Benar sekali ya bapak, identitasnya sudah sesuai dengan
tindakan yang direncanakan (sebutkan tindakannya)
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/keluarga 0 1 2 2 1 4
4 Kontrak waktu 0 1 1 1 1
5 Beri kesempatan pasien untuk bertanya 0 1 1 1 1
6 Minta persetujuan pasien/keluarga 0 1 2 1 2
7 Dekatkan alat didekatkan pasien 0 1 1 1 1
8 Jaga privacy, keamaan, dan kenyamanan pasien 0 1 2 1 2
Kerja 1 Cuci tangan sebelum tindakan 0 1 3 1 3
Raw score C D Score
Prosedur Actual Max
Tahapan 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
2 Baca basmalah sebelum melakukan tindakan 0 1 2 1 2
3 Atur posisi nyaman pasien 0 1 3 1 3
5 Masukkan es batu ke dalam kom air 0 1 3 1 3
6 Isi kirbat dengan potongan es sebanyak kurang lebih setengah bagian kirbat ; Keluarkan 0 1 2 3 3 2 18
udara dari kirbat dengan melipat bagian yang kosong, lalu ditutup rapat;
7 Pasang perlak 0 1 3 1 3
8 Buka area yang akan dikompres 0 1 3 1 3
9 Letakkan kirbat di area yang memerlukan terapi 0 1 3 1 3
10 Kaji keadaan kulit setiap 20 menit terhadap rasa nyeri, mati rasa dan suhu tubuh 0 1 2 3 3 2 18
11 Angkat kirbat jika sudah selesai 0 1 3 1 3
12 Rapikan pasien dan alat 0 1 2 2 1 4
11 Baca hamdalah setelah melakukan tindakan 0 1 2 1 2
12 Cuci tangan setelah tindakan (Lakukan gerakan 6 langkah cuci tangan dengan 0 1 3 1 3
menggunakan hand rub)
Terminasi 1 Simpulkan hasil kegiatan 0 1 2 1 2
2 Evaluasi respon pasien 0 1 2 1 2
3 Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan pasien 0 1 1 1 1
4 Doakan kesembuhan pasien 0 1 2 2 4
5 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 0 1 1 1 1
6 Mengakhiri kegiatan dengan cara memberi salam 0 1 1 1 1
Dokumentasi 1 Tanggal dan jam pelaksanaan 0 1 2 2 1 4
2 Data 0 1 2 2 1 4
3 Action 0 1 2 1 2
4 Respon 0 1 2 2 1 4
5 Nama dan tanda tangan ners 0 1 2 1 1 2
Soft Skill 1 Empati 0 1 2 1 2
2 Teliti 0 1 2 1 2
3 Hati-hati 0 1 2 1 2
4 Menunjukkan perilaku professional 0 1 2 1 2
Raw score C D Score
Prosedur Actual Max
Tahapan 0,1,2,3,4,5 1,2,3 1,2,3
Score Score
5 Pakaian rapi dan tertib sesuai tata tertib 0 1 2 1 2
TOTAL SCORE 152
NILAI score/ 152 X 100

Anda mungkin juga menyukai