Anda di halaman 1dari 31

Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material 1


Modul B Uji Keras

oleh:
Nama : Johanes Pratama Wijaya
NIM : 13715058
Kelompok :6
Anggota (NIM) : Rahmatul Aulia Jorji (13715001)
Karunia Budi Satrio (13715006)
Nurfathonah Wulansari (13715028)
I Wayan Padma Yogi A (13715031)
Suryandaru Martawirya (13715057)
Johanes Pratama W (13715058)

Tanggal Praktikum : 07 Maret 2017


Tanggal Penyerahan Laporan : 12 Maret 2017
Nama Asisten (NIM) : Adam Dwiputra T (13713039)

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material


Program Studi Teknik Material
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, Kertas amplas banyak sekali digunakan di dunia industri
untuk menghaluskan suatu permukaan benda. Kertas amplas terbuat dari
silika karbida dimana material ini memiliki kekerasan yang tinggi. Proses
penghalusan permukaan menggunakan kertas amplas sebenarnya
menggunakan prinsip kekerasan, dimana kekerasan kertas amplas harus
lebih tinggi dari benda yang akan kita haluskan, hal ini menyebabkan laju
aus benda akan lebih tinggi daripada laju aus kertas amplas, sehingga benda
akan manjadi aus/ halus terlebih dahulu. Karena itu, sebelum kita
menghaluskan permukaan suatu benda, akan lebih baik jika kita
menentukan nilai kekerasan benda agar penghalusan/pengamplasan
menjadi lebih efektif.
Penentuan nilai kekerasan benda dapat dilakukan dapat dilakukan
dengan berbagai metode pengujian keras. Terdapat 3 jenis metode
pengujian keras, yaitu metode gores (scratch hardness method), metode
indentasi (indentation hardness method), dan yang terakhir adalah metode
pantulan (rebound method). Uji keras banyak dilakukan karena pengujian
ini cenderung mudah dan murah, tidak merusak spesimen/benda uji, dan
dari pengujian ini kita dapat menentukan sifat mekanik material lainnya
yaitu kekuatan Tarik (tensile strength).

1.2 Tujuan Praktikum


1. Menentukan nilai kekerasan dari suatu material aluminium, baja karbon
rendah dan baja karbon tinggi dengan metode uji keras Brinell, uji keras
Vickers, dan uji keras Rockwell.
2. Menentukan spesimen baja karbon tinggi dan baja karbon rendah.
BAB II
TEORI DASAR

Dalam Pengujian keras, terdapat 3 metode yang bisa digunakan untuk


menentukan nilai kekerasan suatu benda, antara lain:
2.1 Metode Gores (scratch hardness method)
Metode Gores adalah metode yang pertama kali digunakan di dunia.
Metode ini biasa digunakan untuk mengetahui kekerasan dari suatu mineral.
Prinsip kerja pengujian ini adalah membandingkan kekerasan spesimen
dengan kekerasan mineral yang sudah diketahui dengan cara menggoreskan
mineral pada permukaan spesimen. Jika spesimen itu tergores maka
kekerasan dari spesimen tersebut di bawah kekerasan mineral tersebut. Jika
material tersebut tidak tergores maka material tersebut memiliki nilai
kekerasan di atas mineral. Skala yang digunakan dalam metode uji gores
biasa disebut dengan skala Mohs, dimana skala ini memiliki rentang nilai
antara 1 hingga 10 untuk setiap mineral. Berikut adalah tabel nilai kekerasan
material menurut skala Mohs.

Tabel 2.1 Tabel skala kekerasan Mohs [1]


2.2 Metode Pantul (Rebound method)
Metode pantul adalah pengujian yang sama sekali tidak merusak
spesimen. Pada uji ini kekerasan diukur dengan alat bernama scleroscope
yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat
tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan
spesimen. Tinggi pantulan yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji.
Semakin tinggi pantulan, maka kekerasan spesimen akan dinilai semakin
tinggi.

2.3 Metode indentasi (indentation hardness method)


Metode indentasi adalah metode pengujian dengan cara penekanan/
mengindentasi suatu indentor pada permukaan spesimen hingga
menghasilkan bekas indentansi. Dari bekas indentasi tersebut kita dapat
menghitung dan mengetahui nilai kekerasan spesimen tersebut. Uji keras
dengan metode indentansi, dapat dibagi menjadi 3 jenis uji antara lain:

2.3.1 Uji keras Brinell (ASTM E10)


Uji keras Brinell pertama kali ditemukan oleh J.A. Brinell pada
tahun 1900. Uji keras ini dilakukan dengan menggunakan bola baja dan bola
yang terbuat dari tungsten karbida berdiameter 10 milimeter sebagai
penekan (indenter) dengan variasi beban antara 500 hingga 3000 kilogram.
Setelah dilakukan indentasi terhadap spesimen, bekas indentasi diukur
dengan menggunakana mikroskop untuk mengetahui diameter bekas
indentasi. Setelah mengetahui diameter bekas indentasi kita dapat
menghitung Brinell hardness number (BHN) dengan cara membagi beban
yang digunakan dengan luas permukaan bekas indentasi. Persamaan Brinell
Hardness number dinyatakan sebagai:
2𝑃
𝐵𝐻𝑁 =
𝜋𝐷 (𝐷 − √𝐷2 − 𝑑 2 )
Keterangan:
P = Beban yang diberikan (kg)
D = Diameter bola penekan (mm)
d = Diameter dari bekas indentasi (mm)
Persamaaan ini didapat dari penurunan persamaan:

Gambar 2.1 Penurunan persamaan Brinell [2]

Bekas indentasi uji Brinell yang relatif besar menyebabkan dapat


dihitungnya kekerasan rata-rata pada material yang unsurnya heterogen,
namun karena bekas penekaanan besar maka uji keras ini tidak cocok untuk
spesimen dengan ukuran kecil atau dalam keadaan tegangan kristis.

2.3.2 Uji keras Vickers (ASTM E92)


Uji keras Vickers menggunakan penekan (indenter) berbentuk
piramid dengan alas persegi dengan sudut diantara dua sisi yang
berseberangan sebesar 136. Karena menggunakan indenter berbentuk
piramid maka uji keras Vickers sering juga disebut dengan diamond-
pyramid hardness test. Beban yang digunakan bervariasi antara 1 hingga
120 kilogram tergantung pada baja yang akan diuji. Nilai kekerasan
Vickers/ Vickers hardness number (VHN) didapat dengan membagi beban
dengan luas permukaan bekas indentasi. Jika ditulis dalam persamaan maka
persamaan VHN:

𝜃
2𝑃 sin(2) 1.854𝑃
𝑉𝐻𝑁 = =
𝐿2 𝐿2
Keterangan:
P = Beban yang diberikan (kg)
L= Diagonal bekas indentasi (mm)
 = sudut antara 2 sisi berseberangan = 136

Persamaan diatas didapat dari penurunan persamaan:

Gambar 2.2 Bekas indentasi Vickers

AB=BC=AC cos 45


1
= AC 2 √2
1
=L 2
√2
1 𝑂′𝑋
O’X = 2 ×AB OX = sin 68°
1
1 1 𝐿√2
4
= x 2 √2 L =sin 68°
2
1
=4 √2 L

Luas Bidang Indentasi:


1
A = 4 x 2 x OX x BC
1
1 𝐿√2 1
4
= 4 x 2 xsin 68° x L 2
√2
1 2
𝐿
2
= sin 68°

Nilai Kekerasan Vickers:


𝑃
VHN = 𝐴
𝑃
= 1 2
𝐿
2
sin 68°

1.854 𝑃
= 𝐿2

Bekas indentasi pada uji Vickers pun bervariasi terdapat 3 jenis


bekas indentasi pad uji Vickers, yaitu:

Gambar 2.3 Macam-macam bekas indentasi pada uji Vickers [3]

Pada Gambar 2.3.A adalah bekas indentasi sempurna. Sedangkan


pada Gambar 2.3.B adalah bekas indentasi yang tengalam/ meruncing
(Pincushion indentation due to singking in), bisanya hal ini terjadi kepada
logam yang diproses dengan cara annealed. Gambar 2.3.C adalah bekas
indentasi yang menggembung (Barreled indentation due to ridging), hal ini
biasanya terjadi pada logam yang proses pembuatanya melalui cold-
working.
Uji ini pun memiliki kekurangan serta kelebihan. Kelebihannya
adalah bekas indentasi kecil sehingga bisa digunakan untuk spesimen yang
berukuran kecil, namun karena bekas indentasi yang kecil ini, maka
spesimen yang akan diuji haruslah bebas dari lapisan tipis/ pasif yang ada
di permukaan serta karena bekas indentasi yang kecil maka terkadang nilai
kekerasannya tidak dapat merepresentasikan kekerasan material yang
heterogen.

2.3.3 Uji keras Rockwell (ASTM E18)


Uji keras Rockwell merupakan uji keras yang paling sering dan
banyak digunakan di Amerika Serikat. Pada pengujian Rockwell digunakan
indenter berbentuk Brale/piramid atau menggunakan bola baja dengan
diameter 1.6 hingga 3.2 mm, sedangkan beban yang digunakan dibagi
menjadi 2, yaitu beban minor dan beban mayor. Beban minor sebesar 10
kilogram pertama-tama diaplikasikan ke spesimen. Pembebanan minor ini
bertujuan untuk menghilangkan lapisan pasif pada spesimen (contoh:
alumunium). Setelah pembebanan minor selesai dilakukan, maka akan
dilanjut dengan beban mayor sebesar 60/150/300 kilogram. Setelah diberi
pembebanan maka mesin akan menunjukan nilai kekerasannya.
Gambar 2.5 Tabel skala kekerasan Rockwell [4]

Uji keras Rockwell tentu memiliki kekurangan dan kelebihan.


Kekurangannya adalah uji keras Rockwell tidak bisa dilakukan jika kita
tidak mengetahui material dari spesimen tersebut. Karena untuk uji keras
Rockwell kita harus memprediksi kekerasan spesimen setelah itu
menentukan skala Rockwell yang akan digunakan. Sedangkan kelebihan
dari uji keras Rockwell adalah karena adanya beban minor maka hasil
pengujian yang kita dapat pada umumnya akan lebih akurat karena beban
minor berfungsi untuk menghilangkan tengangan permukaan, lapisan pasif,
dan lain-lain.

Dalam setiap pengujian perlu diperhatikan beberapa hal, anatara lain [3]:
1. Penekan/ Indenter yang digunakan haruslah bersih dan
penempatannya haruslah benar.
2. Spesimen yang diuji harus bersih, kering, permukannya halus, dan
terbebas dari oksida.
3. Pengujian pada permukaan yang berbentuk silinder tidak akan
terlalu akurat.
4. Permukaan haruslah rata dan tegak lurus dengan indenter.
5. Spesimen yang digunakan tidak boleh terlalu tipis. Tebal minimum
yang disarankan adalah 10 kali dalamnya indentasi.
6. Jarak antara indentasi tidak boleh terlalu dekat, jarak yang
disarankan minimal 3 hingga 5 kali diameter bekas indentasi.
7. Kecepatan indentasi harus mengikuti aturan standard.
BAB III
DATA PERCOBAAN

3.1 Data Uji Keras Rockwell (ASTM E 10)

Tabel 3.1 Data pengamatan uji keras Rockwell


Nilai
Beban
No Spesimen Indenter Skala kekerasan HRN
(kg)
1 2 3
Baja
1 60 Diamond A 65 67.5 68 66.834 HRA
Silinder

2 Baja Balok 60 Diamond A 50 50 50 50 HRA

Bola
3 Alumunium 60 H 59 62 63 61.33 HRH
Baja

∑ 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛
HRN = ∑𝑛

Contoh perhitungan baja silinder:


65+67.5+68
HRN = = 66.834 HRA
3

Tabel 3.2 Data Konversi HRN ke VHN


No Spesimen HRN VHN (Kgf/mm2)
1 Baja Silinder 66.834 HRA 327
2 Baja Balok 50 HRA 156
3 Alumunium 61.33 HRH 111.5

Konversi HRA ke VHN dapat dilihat pada tabel di lampiran, sedangkan


konversi HRH ke VHN dapat dilihat dari grafik di lampiran.
3.2 Data Uji Keras Vickers (ASTM E 92)

3.2.1Data diagonal bekas indentasi

Tabel 3.3 Data diagonal bekas indentasi uji keras Vickers


Spesimen x y L (mm)
Baja Silinder 2 35 0.54
Baja Balok 3 45 0.78
𝑦
L =(0.2 × 𝑥) + (50 × 0.2)

Contoh perhitungan untuk baja silinder:


35
L =(0.2 × 2) + (50 × 0.2)
= 0.54 mm

3.2.2Data uji keras Vickers

Tabel 3.4 Data pengamatan uji keras Vickers


VHN
no Spesimen Beban (kg) L (mm)
(kgf/mm2)
1 Baja Silinder 60 0.54 381.481

2 Baja Balok 60 0.78 182.84

1.854 𝑃
VHN = 𝐿2

Contoh perhitungan VHN Baja silinder:


1.854 × 60
VHN = 0.542
=381.481 kgf/ mm2
3.3 Data Uji Keras Brinell (ASTM E 18)

3.3.1Data diameter bekas indentasi

Tabel 3.5 Data diameter bekas indentasi uji keras Brinell


Spesimen x y d (mm)

Alumunium 4 38 0.952

Baja Silinder 2 25 0.5

Baja Balok 4 20 0.88

𝑦
d =(0.2 × 𝑥) + (50 × 0.2)

Contoh perhitungan untuk baja silinder:


38
d =(0.2 × 4) + (50 × 0.2)
= 0.952 mm

3.3.2Data uji keras Brinell

Tabel 3.6 Data pengamatan uji keras Brinell


BHN
No Spesimen P (kg) D (mm) d (mm)
(kgf/mm2)
1 Alumunium 100 2.5 0.952 135.195

2 Baja Silinder 187.5 2.5 0.5 945.283

3 Baja Balok 187.5 2.5 0.88 298.415

2𝑃
BHN =
𝜋𝐷 (𝐷− √𝐷 2 −𝑑2 )

Contoh perhitungan untuk alumunium:


2× 100
BHN =
𝜋×2.5 (2.5− √2.52 −0.952 )

=135.195 kgf/ mm2


BAB IV
ANALISIS DATA

Dari percobaan yang dilakukan mengenai uji kekerasan Rockwell, didapat


bahwa alumunium memiliki kekerasan sebesar 60.667 HRH (VHN=111.5
kgf/mm2), untuk baja silinder didapat nilai kekerasan sebesar 66.834 HRA
(VHN=327 kgf/mm2), sedangkan untuk baja balok didapat kekerasan dengan nilai
50 HRA ( VHN=156 kgf/mm2). Karena nilai HRA tidak bisa dibandingkan dengan
HRH, maka nilai HRA dan HRH harus diubah ke nilai VHN terlebih dahulu agar
dapat dibandingkan. Menurut uji Rockwell, urutan kekerasan spesimen yang diuji
dari lunak ke keras adalah alumunium, baja balok dan yang terakhir adalah baja
silinder. Hasil yang didapat ini sesuai dengan literatur.
Sedangkan Pada uji Vickers didapat data kekerasan baja silinder sebesar
381.481 kgf//mm2 sedangkan pada spesimen baja balok didapat nilai kekerasan
sebesar 182.84 kgf/mm2. Data ini belum tentu akurat karena pengujian Vickers
hanya dilakukan sekali ketika praktikum. Pengujian yang baik seharusnya
dilakukan lebih dari sekali, hal ini untuk menghindari kesalahan yang mungkin
terjadi saat indentasi seperti pengujian pada daerah yang dilapisi oleh oksida, atau
pengujian yang dilakukan pada permukaan yang memiliki konsentrasi tegangan,
permukaan tidak rata dan tidak halus, dan masih banyak lainnya. Ketika pengujian
dilakukan lebih dari sekali maka kita dapat meminimalisir error dari pengujian
keras.
Dari percobaan uji keras Vickers, kekerasan yang diuji hanya kekerasan
spesimen baja, karena pada spesimen alumunium terdapat lapisan pasif oksida
sehingga untuk uji Vickers yang bekas indentasinya cenderung kecil, kekerasan
yang didapat adalah kekerasan dari oksida di permukaan spesimen, maka uji
Vickers kurang cocok jika dilakukan terhadap spesimen alumunium. Logam
alumunium merupakan logam yang sangat reaktif terhadap oksigen, sehingga
pembentukan lapisan pasif sangatlah mudah terjadi, lapisan pasif pada alumunium
memiliki sifat yang tidak dapat ditembus air dan oksigen sehingga lapisan ini
melindungi alumunium dari oksidasi lebih lanjut. Oksidasi pada alumunium dapat
dinyatakan dengan persamaan kimia:
4Al(s) + 3O2(g) → 2Al2O3(s)

Terakhir adalah pengujian Brinell, data yang didapat adalah alumunium


memiliki nilai kekerasan BHN sebesar 135.195 kgf/mm2, dan baja silinder memiliki
BHN sebesar 945.283 kgf/mm2, dan baja balok memiliki BHN sebesar 298.415
kgf/mm2. Sama seperti pengujian Vickers, uji brinell hanya dilakukan sekali ketika
praktikum sehingga data yang didapat belum tentu akurat. Nilai BHN baja silinder
memiliki nilai yang sangat tinggi, hal ini mungkin terjadi karena kesalahan
praktikan. Pada saat praktikum, praktikan salah mengukur besar bekas indentasi,
sehingga bekas indentasi diukur kembali 4 hari setelah dilakukan uji brinell. Hal ini
tentu sangat mempengaruhi hasil pengujian yang didapat karena logam mudah
teroksidasi oleh udara, sehingga pada saat pengukuran kedua kali, pada permukaan
spesimen terdapat karat, yang dapat menyebabkan kesalahan membaca pengukuran
di mikroskop. Selain itu pada saat pengukuran kedua, mikroskop yang digunakan
tidak terlalu fokus sehingga mungkin saja terjadi kesalahan pembacaan ukuran
bekas indentasi. Kekerasan Brinell juga dapat dikonversikan menjadi kekuatan
dengan persamaan:
Tensile Strength (MPa) = 3.45 x BHN
Sehingga tensile strength alumunium adalah 466,423 MPa, sedangkan untuk baja
silinder, tensile strength-nya adalah 3261.226 Mpa, dan baja balok memiliki tensile
strength sebesar 1029.532 Mpa.
Alumunium memiliki kekerasan dibawah baja, hal ini dapat dijelaskan
dengan mengetahui nilai yield strength dan ultimate strength dari masing-masing
material. Untuk material aluminium, yield strength memiliki nilai sebesar 15,000 -
70,000 psi dan ultimate tensile strength sebesar 30,000 - 90,000 psi. Sedangkan
baja memeiliki yield strength dan ultimate tensile strength sebesar 30,000 - 150,000
psi dan 50,000 - 200,000 psi [5]. Karena kekerasan berbanding lurus dengan
kekuatan dimana kekuatan biasa dinyatakan dengan nilai ultimate tensile strength
maka, dapat disimpulkan bahwa baja memiliki nilai kekerasan lebih tinggi
dibanding alumunium.
Penambahan unsur karbon pada baja akan meningkatkan kekuatan serta
kekerasan baja tersebut. Penambahan ini berpengaruh kepada pembentukan
senyawa karbida di dalam baja. Senyawa karbida yang biasa terbentuk pada baja
adalah senyawa Cr7O3 dan Cr23C6. Jika senyawa ini terbentuk banyak dan menyebar
merasta pada baja maka akan terjadi peningkatan kekerasan, namun jika senyawa
karbida ini bertumpuk pada satu daerah dan berukuran besar maka daerah ini akan
berpeluang menjadi initial crack, karena senyawa ini memiliki sifat keras namun
getas.
Selain itu pengatuh penambahan unsur karbon pada baja dapat dilihat dari tabel di
bawah ini.

Gambar 4.1 Tabel pengaruh unsur karbon pada baja [6]

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin besar persen karbon maka
semakin besar nilai kekerasan baja.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari pengujian keras yang sudah dilakukan dapat diketahui nilai
dari kekersanan masing-masing spesimen, yaitu:

Tabel 5.1 data kekerasan spesimen


VHN BHN
No Spesimen HRN
(kgf/mm2) (kgf/mm2)
60.667 HRH
1 Alumunium (VHN=111.5 - 135.195
Kgf/mm2)
66.834 HRA
Baja
2 (VHN= 327 381.481 945.283
silinder 2
Kgf/mm )
50 HRA
3 Baja balok (VHN= 156 182.84 298.415
2
Kgf/mm )

Dari data kekerasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa baja


silinder memiliki nilai kekersan yang lebih tinggi dibanding dengan baja
silinder karena nilai BHN dan VHN baja silinder lebih besar dibanding
nilai BHN dan VHN baja balok, maka kita dapat menyimpulkan dan
mengidentifikasi bahwa baja silinder memiliki persen karbon lebih tinggi
daripada baja balok.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum uji kekerasan sebaiknya menggunakan 2
mikroskop untuk mengukur besar bekas indentasi karena dalam pengujian
ini, bagian pengukuran menggunakan mikroskop membutuhkan paling
lama sehingga untuk mempersingkatnya sebaiknya menggunakan 2
mikroskop. Selain itu untuk pengujian keras Vickers dan Brinell sebaiknya
dilakukan lebih dari sekali agar hasil yang didapat lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Akhmad, Cahirul. Sedang Digodok Aturannya, Batu Akik Bakal Dikenai
Pajak.http://www.varia.id/2015/04/23/sedang-digodok-aturannya-batu-
akik-bakal-dikenai-pajak/(diakses pada Rabu, 15 Maret 2017 pukul 16.07
WIB)

[2] Saenz, P. (n.d.). SENA. Retrieved 03 09, 2017, from SENA:


http://biblioteca.sena.edu.co/exlibris/aleph/u21_1/alephe/www_f_spa/icon/
45896/Informador39/paginas/articulo04/edi39_articulo04_pag01.html
(diakses pada hari Kamis, 9 Maret 2017 pukul 21.32 WIB)

[3] Dieter, G. E. 1988. Mechanical Metallurgy (p. 332-337). United Kingdom:


McGraw-Hill Book Company.

[4] William D. Callister, J. 2009. Materials Science and Engineering An


Introduction. (p. 176,179). John Wiley & Sons, Inc.

[5] Tomsing98. Which one is stronger steel or aluminum. Retieved from


https://answers.yahoo.com/question/index?qid=20090714104522AAxbaL
q (diakses pada hari Kamis, 9 Maret 2017 pukul 23.03 WIB)

[6] ASTM International A255. Retieved from


http://www.mie.uth.gr/ekp_yliko/embaptotita.pdf (diakses pada hari Rabu,
15 Maret 2017 pukul 18.40 WIB)

[7] ASTM International E18. Retrieved from


http://метротест.рф/upload/gost/ASTM_E18-15.pdf (diakses pada hari
Sabtu, 11 Maret 2017 pukul 20.57 WIB).
[8] Hardness Conversions.
http://www.grantadesign.com/images/hardness.fe1.gif (diakses pada hari
Rabu, 15 Maret 2017 pukul 18.17 WIB).

[9] Equivalent Hardness Scale Conversion Chart. Retrieved from


http://www.gordonengland.co.uk/hardness/hardness_conversion_1m.html
(diakses pada hari Rabu, 15 Maret 2017 pukul 18.18 WIB).
LAMPIRAN

A. Tugas setelah praktikum


Soal:
1. Sebutkan macam-macam variasi pengujian kekerasn Rockwell
bedasarkan beban mayor dan jenis indentor! Adakah tujuan dari variasi
terebut, jelaskan! Bedasarkan ASTM E 18
1854 𝑃
2. Turunkan persamaan kekerasan Vickers, DPH= ! (DPH adalah
𝐿𝐿2

Diamond Pyramid Hardness)


3. Temperatur akan berpengaruh terhadap kekerasan material,hal ini dapat
dinyatakan dalam hubungan:
H= A 𝑒 −𝐵𝑇
H= Hardness ( kgf.mm-2)
T = Temperatur (K)
A,B = Konstanta
Gambarkan kurva yang menyatakan hubungan antara T dan H tersebut.
Apakah ang dapat anda jelaskan dari kurva tersebut?
4. Mengapa harga kekerasan berbanding lurus dengan kekuatan tariknya?

Jawab:
1. Skala uji keras Rockwell bedasarkan ASTM E 18 adalah:

Gambar 1 - Tabel skala uji keras Rockwell [7]


Pembacaan skala Rockwell diatas adalah:
Contoh HRA= pengujian menggunakan beban sebesar 60 kg dengan
indentor intan dan digunakan untuk menguji kekerasan baja.
Variasi beban dan indentor pada pengujian Rockwell bertujuan
untuk menyesuaikan beban dan jenis indentor untuk setiap spesimen
dan material yang akan diuji kekerasannya.

2. Penurunan kekerasan Vickers didapat dari:

Gambar 2 - Bekas indentasi uji Vickers

AB=BC=AC cos 45


1
= AC √2
2
1
=L 2
√2

1 𝑂′𝑋
O’X = 2 ×AB OX = sin 68°
1
1 1 𝐿√2
4
= x 2 √2 L =sin 68°
2
1
=4 √2 L
Luas Bidang Indentasi:
1
A = 4 x 2 x OX x BC
1
1 𝐿√2 1
4
= 4 x 2 xsin 68°
xL 2
√2
1 2
𝐿
2
= sin 68°

Nilai Kekerasan Vickers:

𝑃
VHN = 𝐴
𝑃
= 1 2
𝐿
2
sin 68°

1.854 𝑃
= 𝐿2

3. Kekerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya


adalah temperatur. Semakin tinggi temperatur maka kekerasan suatu
material akan menurun, hal ini disebabkan karena ketika temperatur
dinaikan maka atom-atom dari material tersebut akan mengalami
vibrasi sehingga atom-atom tersebut akan merenggang. Akibat hal ini,
maka deformasi akan lebih mudah terjadi. Hubungan antara kekerasan
kan temperatur dapat dilihat dari grafik dibawah ini, grafik dibawah ini
menunjukan data kekerasan tembaga dipengaruhi oleh temperatur.
Gambar 3 – Grafik kekerasan terhadap temperatur [3]

4. Dilihat dari definisi kekerasan dan kekuatan, maka kita bisa


mengetahui hubungan antara kekerasan dan kekuatan. Menurut definisi
kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis lokal
pada permukaan, sedangkan kekuatan adalah tegangan maksimum
yang dapat diterima oleh spesimen/material sebelum ia berdeformasi
plastis global, biasanya kekuatan ditunjukan oleh Ultimate Tensile
Strength (UTS). Kedua definisi ini menjelaskan bahwa kekerasan dan
kekuatan memiliki definisi yang hampir serupa yaitu ketahanan
material terhadap deformasi plastis, maka semakin besar nilai
kekerasan suatu material, semakin tinggi juga kekuatan material
tersebut (memiliki hubungan yang berbanding lurus). Hubungan
kekerasan dan kekuatan dapat dinyatakan dengan persamaan:
Tensile Strength (MPa) = 3.45 x BHN
Tensile Strength (psi) = 500 x BHN
Selain dapat dinyatakan dalam persamaan, hubungan
kekerasan dan kekuatan dapat dilihat dari grafik dibawah ini. Dari
grafik tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kekerasan berbanding
lurus dengan kekuatan.

Gambar 3 – Grafik hubungan kekerasan dan kekuatan [4]


B. Rangkuman Praktikum
Praktikum uji keras yang dilakukan oleh kelompok 6 pada hari
Selasa tanggal 7 Maret 2017 dimulai pada pukul 15.00 WIB hingga 18.30
WIB dengan asisten praktikum, Adam Dwiputra Tanjung. Praktikum ini
dilakukan di Laboratorium logam Institut Teknologi Bandung dan diawali
dengan penjelasan mengenai petunjuk keselamatan di laboratorium logam.
Setelah petunjuk keselamatan selesai dijelaskan, praktikan diberi tes awal
oleh asisten praktikum sebanyak 6 soal dan diberi waktu 30 menit untuk
mengerjakannya. Setelah selesai dengan tes awal, Asisten praktikum
menjelaskan cara kerja uji keras secara singkat.
Uji keras diawali dengan grinding dan polishing untuk
menghaluskan permukaan serta menghilangkan residu/kotoran dan
tegangan permukaan pada permukaan spesimen. Setelah selesai
menghaluskan permukaan, praktikan dan asisten menuju ke mesin uji keras
Brinell untuk uji keras spesimen, dengan standard ASTM E10. Pertama
beban di taruh di atas mesin dan dibawah indentor, lalu atur beban yang
ingin diaplikasikan ke spesimen. Setelah beban diatur, tuas indenter
diturunkan secara perlahan, tidak boleh terlalu cepat, karena jika terlalu
cepat, indentasi yang dihasilkan dipengaruhi oleh impak. Setelah indenter
menekan spesimen, tuas diangkat dan spesimen diambil dari mesin.
Percobaan brinell ini dilakukan kepada ketiga spesimen dengan masing-
masing sekali pengujian.
Setelah uji Brinell selesai, uji Rockwell dilakukan dengan standard
ASTM E18. Pertama menentukan skala dan jenis indenter yang akan
digunakan serta beban yang akan diaplikasikan. Untuk baja digunakan skala
HRA untuk uji keras baja dan skala HRH digunakan untuk uji keras
alumunium. Pada pengujian Rockwell digunakan beban sebesar 60 kg untuk
masing-masing percobaan. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban
minor sebesar 10 kg lalu diberi beban mayor. Pengujian ini dilakukan
sebanyak 3 kali untuk masing-masing spesimen.
Setelah uji Rockwell dilakukan, dilanjutkan dengan uji Vickers. Uji
Vickers dengan standard ASTM E92 dilakukan dengan indenter berbentuk
piramid. Pada pengujain kekerasan yang teakhir ini, hanya dilakukan
kepada spesimen baja, karena pada pengujian Vickers, bekas indentasi kecil,
sehingga untuk uji keras alumunium tidak efektif karena pada permukaan
alumunium biasa terdapat lapisan tipis oksida. Pada pengujian ini,
digunakan beban sebesar 60 kg.
Setelah dilakukan uji, bekas indentasi spesimen akan diukur dengan
menggunakan mikroskop. Mikroskop ini akan mengukur bekas indentasi
dalam skala x dan y, yang dapat diubah menjadi diameter dan diagonal
indentasi sesuai dengan uji yang dilakukan. Setelah dilakukan pengukuran,
data yang didapat dicatat. Setelah pengukuran selesai, praktikan dan asisten
kembali ke ruang awal untuk membahas teori mengenai uji keras.
C. Data koversi

Gambar 4 – Grafik konversi HRN ke VHN [8]


Gambar 5 – Grafik konversi HRN ke VHN [9]
Gambar 6 – Grafik konversi HRN ke VHN [9]
Gambar 7 – Grafik konversi HRN ke VHN [9]
D. Data Percobaan

Gambar 8 – Data percobaan

Anda mungkin juga menyukai