Anda di halaman 1dari 26

Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material I


Modul B Uji Keras

Oleh :

Nama : Prasetyo Alfie Al Kindy


NIM : 13716047
Kelompok : 11
Anggota (NIM) :Muhammad Danni Rachman (13716020)
Rizki Ramadan (13716028)
Aliyya Ilma Shafani (13716029)
Esa Lahan Asawan (13716057)
Tanggal Praktikum : 6 April 2018
Tanggal Penyerahan Laporan : 11 April 2018
Nama Asisten (NIM) : Onny Aulia Rachman (13714012)

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material


Program Studi Teknik Material
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Uji keras merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan pengujian
ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaaran sifat mekanis suatu material.
Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja, nilai
kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan suatu material. Dengan melakukan
uji keras, material dapat dengan mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas.

Uji keras juga dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mengetahui
pengaruh perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang teah
mengalami cold working, hot working, dan heat treatment, dapat diketahui
gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan
suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji keras kita dapat dengan mudah
melakukan quality control terhadap material.

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM


1. Menentukan nilai kekerasan spesimen baja bulat, baja kotak, dan aluminium
dengan metode Brinell.
2. Menentukan nilai kekerasan spesimen baja bulat, baja kotak, dan aluminium
dengan metode Rockwell.
3. Menentukan nilai kekerasan spesimen baja bulat, dan baja kotak dengan metode
Vickers.
4. Menentukan spesimen baja karbon rendah dan baja karbon tinggi.
BAB II

TEORI DASAR

Setiap material mempunyai sifat mekanik yang berbeda-beda. Sifat mekanik


yang paling sering ditinjau untuk kehidupan sehari-hari adalah kekuatan, kekerasan,
dan ketangguhan. Berdasarkan literatur, kekerasan adalah ketahanan suatu material
dalam menerima deformasi plastis yang terlokalisasi pada suatu permukaan material.
Kekuatan adalah tegangan maksimum yang dapat diterima oleh suatu material.
Ketangguhan adalah kemampuan material untuk menyerap energi sampai mengalami
patahan. Untuk mengetahui kekerasan dari suatu material kita dapat menggunakan
beberapa metode. Metode untuk menentukan kekerasan terbagi menjadi 3, yaitu:

1. Metode Scracth (Gores)

Pada metode ini, nilai kekerasan dari suatu material ditentukan


berdasarkan kemampuannya menggores dan digores oleh material lain. Nilai
kekerasan diukur berdasarkan skala Mohs, yang merupakan skala dari angka 1
(paling lunak) sampai ke angka 10 (paling keras) ditentukan berdasarkan
kemampuannya untuk digores. Skala Mohs tidak cocok untuk menentukan
kekerasan dari logam karena intervalnya tidak secara luas ditempatkan dalam
kisaran kekerasan tinggi.
Gambar 1. Skala Mohs

2. Metode Indentasi

Metode ini adalah metode yang paling luas digunakan dalam dunia
engineering. Pada metode ini menggunakan sebuah indentor yang akan ditekan
pada suatu permukaan logam sehingga menghasilkan indentasi. Indentasi
tersebut dapat digunakan dasar untuk menghitung nilai kekerasan dari material
yang diuji. Metode indentasi terbagi menjadi 5 jenis, yaitu sebagai berikut:

A. Brinell Hardness
Uji keras Brinell dilakukan dengan membuat lekukan pada pada
suatu permukaan material menggunakan bola baja berdiameter 10
mm dengan beban tertentu. Untuk hard metal, beban yang
digunakan adalah 3000 kg, pada soft metal beban yang digunakan
di turunkan menjadi 500 kg, dan pada vey hard metal digunakan
tungsten carbide untuk menimalisir distorsi pada indentor. Beban
yang digunakan selama waktu standar, biasanya 30 s, kemudian
diameter indentasinya di hitung dengan mikrospkop setelah beban
dilepaskan. Nilai kekerasan metode ini (BHN; Brinell Hardness
Number) definisinkan sebagai P (kg) dibagi luas permukaan
indentasi, yang dirumuskan dengan :
2𝑃 2𝑃
𝐵𝐻𝑁 = =
𝜋. 𝐷 (𝐷 − √𝐷2 − 𝑑 2 ) 𝜋. 𝐷 . 𝑡
dengan P = load (kg); D = diameter indenter (mm); d = diameter
indentasi (mm); t = kedalaman indentasi (mm).
Metode ini sangat bergantung pada beban yang digunakan
sehingga akan menghasilkan BHN yang bervariasi. Oleh karena itu,
tidak mungkin untuk mendapatkan seluruh rentang kekerasan pada
logam komersial dengan menggunakan beban tunggal. Akan tetapi,
metode ini tidak dipengaruhi oleh kekasaran permukaan material
yang diuji.
B. Meyer Hardness
Metode ini merupakan perbaikan dari metode Brinell karena
pada metode ini digunakan tekanan rata-rata antara permukaan
indentor dengan indentasinya. Meyer hardness dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut:
4𝑃
𝑀𝐻𝑁 =
𝜋𝑑 2
Meyer hardness kurang sensitif terhadap beban yang digunakan
dibandingkan Brinell hardness. Untuk cold-worker material, nilai
kekerasan Meyer konstan dan tidak bergantung pada beban,
sedangkan untuk annealed material nilai kekerasan Meyer
meningkat secara kontinu dengan naiknya beban karena strain
hardening dari indentasi.
C. Vickers Hardness
Metode ini menggunakan square-based diamond pyramid
sebagai indenter, dengan sudut antara 2 sisi pyramid yang
berlawanan sebesar 136o. Karena bentuk indentor yang digunakan,
metode ini juga sering disebut diamond-pyramid hardness test.
Diamond-pyramid hardness number (DPH) atau Vickers hardness
number (VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi dengan luas
permukaan dari indentasi. DPH dapat di nyatakan dengan
persamaan berikut :

2𝑃 𝑠𝑖𝑛 ∅⁄2 1.854 × 𝑃


𝑉𝐻𝑁 = =
𝐿2 𝐿2
dengan P = load (kg) dan d = adalah diagonal piramida (mm).
Metode ini disukai karena menyediakan skala kekerasan yang
luas, dari paling lunak sampai ke paling keras sekalipun. Besar
beban yang biasanya digunakan pada metode ini adalah 1 sampai
120 kg, bergantung pada kekerasan logam yang diuji. Akan tetapi,
metode ini jarang dilakukan dalam rutinitas sehari-hari karena
prosesnya yang lambat, memungkinkan terjadinya personal error
dalam penentuan diagonal menggunakan mikroskopnya dan
membutuhkan preparasi sampel terlebih dahulu.
D. Rockwell Hardness
Metode ini adalah metode yang paling luas digunakan di
Amerika Serikat. Pada metode ini, pengujian dilakukan dengan
memberikan pembebanan pada spesimen uji sebanyak dua kali yaitu
minor load dan major load. Minor load diberikan pertama pada
spesimen untuk membuat standardisasi kerataan. Setelah itu, major
load diberikan, dan kedalaman dari indentasi secara langsung
diukur pada dial gage.
Pada pengujian Rockwell digunakan indentor berbentuk kerucut
dengan sudut 120º, bola baja berdiameter 1.6 mm dan bola baja
berdiameter 3.2 mm. Beban yang digunakan pada metode ini adalah
10 kg untuk minor load sedangkan untuk major load adalah 60, 100,
150 kg. Metode ini sangat bergantung pada beban dan indentor
yang digunakan, sehingga perlu untuk mengetahui kombinasi dari
beban dan indentor yang digunakan. Hal tersebut diawali dengan
mengetahui nomor kekerasan yang menunjukkan kombinasi beban
dan indentor untuk skala kekerasan yang digunakan.
E. Microhardness Test/ Knoop Hardness
Metode ini dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bidang
metalurgi yang seringkali membutuhkan nilai kekerasan pada suatu
area tertentu saja yang tidak jarang merupakan dalam skala mikro.
Metode ini sebenarnya identik dengan metode Vickers, tetapi beban
yang dipakai berkisar 25-1000 g saja. Selain itu, indenter yang
dipakai juga berbeda daripada Vickers, yakni piramida dengan rasio
diagonal panjang dan diagonal pendek adalah 7:1.
Metode Knoop ini nilai kekerasannya dapat dihitung dengan
beberapa formulasi, yaitu:
𝑃 𝑃 14.2𝑃
𝐾𝐻𝑁 = = 2
=
𝐴𝑝 𝐶. 𝐿 𝐿2

dengan P = load (kg); L = long diagonal (mm); C = konstanta


indenter; Ap = unrecovered projected area of indention (mm2).
Metode ini biasanya digunakan untuk menghitung nilai
kekerasan spesimen yang tipis dan getas. Kemudian, untuk menguji
sampel dengan metode ini, serangkaian preparasi juga harus
dilakukan.
3. Metode Rebound
Metode ini merupakan metode yang mengukur nilai kekerasan material
dari energi impak yang dihitung berdasarkan ketinggian indenter yang
dipantulkan ke permukaan material. Alat yang paling sering digunakan untuk
menguji material dengan metode ini adalah Shore scleroscope.

Dalam melakukan pengujian keras ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar mendapat hasil yang baik, yaitu:

1. Indenter dan spesimen harus dalam keadaan bersih dan terpasang dengan baik.
2. Permukaan yang diuji harus kering, bersih, halus dan bebas oksida.
3. Permukaan spesimen harus rata dan tegak lurus terhadap indenter.
4. Pengujian pada permukaan berbentuk silinder akan memberikan hasil yang
kurang bagus, error yang terjadi bergantung pada kurva, beban, indentor dan
kekerasan dari material.
5. Ketebalan spesimen setidaknya harus 10x lebih tebal daripada kedalaman
indentasi.
6. Jarak antara indentasi setidaknya harus 3-5x dari diameter indentasi.
7. Kecepatan pembebanan harus di standardisasi.
2.1 Penurunan Rumus Brinell dan Vickers
2.1.1 Penurunan Rumus Brinell
Gambar 2.1.1.1 Penurunan Rumus Brinell

2.1.2 Penurunan Rumus Vickers


Gambar 2.1.2.1 Penurunan Rumus Vickers
2.2 Perbedaan Uji Keras Knoop dengan Vickers

Uji keras Knoop menggunakan indentor berbentuk pyramid yang


memiliki diagonal panjang dan diagonal pendek dengan rasio 7:1, sedangkan
pada pengujian Vickers indentor yang digunakan berbentuk pyramid yang
memiliki diagonal yang sama panjang. Bentuk indentasi Knoop memungkinkan
untuk menempatkan indentasi lebih dekat dibandingkan bentuk indentasi dari
Vickers.

Perbedaan lainnya adalah bahwa untuk panjang diagonal panjang yang


diberikan, kedalaman dan luas lekukan pada indentasi Knoop hanya 15 persen
lekukan Vickers dengan panjang diagonal yang sama. Beban yang digunakan
pada uji keras Vickers adalah 1 sampai 120 kg sedangkan pada pengujian
Knoop pembebanan yang digunakan lebih kecil yaitu 300 g.
BAB III

DATA DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Percobaan

Data – data yang didapatkan dari hasil percobaan uji keras Rockwell, Vickers,
dan Brinell adalah sebagai berikut:

o Data Uji Keras Rockwell


Tabel 3.1.1 Tabel Data Uji Keras Rockwell

Rockwell Baja : RHN(A)


No. P (kg) Indenter
(spesimen) Al: RHN(H)
1 Baja Bulat 60 Diamond 71 72 74
2 Baja Kotak 60 Diamond 49 48 51
3 Alumunium 60 Bola 1/8 inch 97 100 100

o Data Uji Keras Vickers


Tabel 3.1.2 Tabel Data Uji Keras Vickers
Vickers
No. P (kg) d1 (x) d2 (y)
(spesimen)
1 Baja Bulat 60 3 20
2 Baja Kotak 60 3 28

o Data Uji Keras Brinell


Tabel 3.1.2 Tabel Data Uji Keras Brinell
No. Brinell (spesimen) P (kg) x y
1 Baja Bulat 187,5 4 23
2 Baja Kotak 187,5 5 45
3 Alumunium 62,5 5 33
1.2 Pengolahan Data
Data – data yang telah diperoleh dapat kita gunakan untuk menghitung
kekerasan dari material uji. Untuk mendapatkan nilai kekerasan, kita harus
melakukan pengolahan data karena data-data yang telah di dapatkan hanya
berupa ukuran dari indentasi yang dihasilkan dari uji keras yang telah dilakukan
(Uji Keras Rockwell, Vickers, dan Brinell).
o Uji Keras Rockwell
Data yang di dapat dari pengujian merupakan kekerasan dari beberapa titik
yang diuji. Untuk mendapatkan RHN maka data yang di dapat harus
dihitung rata-ratanya. Nilai inilah yang akan menjadi nilai yang
merepresentasikan kekerasan material berdasarkan uji keras Rockwell.
Tabel 3.2.1 Tabel Hasil Pengolahan Data Uji Rockwell

Rockwell Baja : RHN(A)


No. P (kg) Indenter
(spesimen) Al: RHN(H)
1 Baja Bulat 60 Diamond 72,333
2 Baja Kotak 60 Diamond 49,333
3 Alumunium 60 Bola 1/8 inch 99
o Uji Keras Vickers
Pada saat pengukuran didapat nilai x dan y dari indentasi yang dihasilkan
dari pengujian. Nilai tersebut disubstitusikan ke sebuah persamaan untuk
mendapatkan nilai diagonal dari geometri yang terbentuk akibat indentasi,
yakni belah ketupat. Persamaan yang diberikan dari mikroskop optik yang
digunakan adalah:
0.2𝑦
𝑑 = 0.2𝑥 +
50
Dari persamaan diatas maka di dapat panjang diagonal dari indentasi yang
ditabulasikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.2.2 Tabel Hasil Pengolahan Data Uji Vickers
No. Vickers P (kg) d1 (x) d2 (y) d
(spesimen)
1 Baja Bulat 60 3 20 0,68
2 Baja Kotak 60 3 28 0,712
Setelah mendapatkan diagonal dari indentasi yang terjadi, maka kita dapat
menghitung nilai kekerasan Vickers (VHN) dengan menggunakan
persamaan berikut:
1.854 × 𝑃
𝑉𝐻𝑁 =
𝑑2
Dengan P merupakan load / beban yang digunakan dalam satuan kg. Sesuai
dengan persamaan diatas, nilai VHN untuk masing masing spesimen
ditabulasikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.2.3 Tabel Nilai Kekerasan Vickers
No. Vickers P (kg) d1 (x) d2 (y) d VHN
(spesimen)
1 Baja Bulat 60 3 20 0,68 240,571
2 Baja Kotak 60 3 28 0,712 219,433

o Uji Keras Brinell


Pada metode ini, setelah melakukan pengujian kita mendapatkan nilai x dan
y dari indentasi yang dihasilkan, nilai ini disubstitusikan ke dalam
persamaan untuk mendapatkan nilai diameter dari indentasi yang terbentuk,
yaitu lingkaran. Indentor yang digunakan pada pengujian adalah bola baja
dengan diameter D = 2,5 mm. Persamaan yang diberikan dari mikroskop
optik yang dipakai adalah:
0.2𝑦
𝑑 = 0.2𝑥 +
50
Setelah mendapatkan nilai diameter indentasi yang terbentuk dari masing
masing spesimen, maka kita dapat menentukan nilai kekerasan Brinell
(BHN) dengan menggunakan persamaan berikut :
2𝑃
𝐵𝐻𝑁 =
𝜋. 𝐷 (𝐷 − √𝐷2 − 𝑑 2 )
Dengan P merupakan load / beban yang digunakan dalam satuan kg, D
merupakan diameter indentor bola baja, dan d merupakan diameter
indentasi yang terbentuk.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan persamaan diatas, didapat nilai
kekerasan Brinell (BHN) yang ditabulasikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.2.4 Tabel Nilai Kekerasan Brinell
Brinell
No. P (kg) x y d BHN
(spesimen)
1 Baja Bulat 187,5 4 23 0,892 290,168
2 Baja Kotak 187,5 5 45 1,18 161,304
3 Alumunium 62,5 5 33 1,132 58,7353
BAB IV

ANALISIS DATA

Berdasarkan data pengujian, kita dapat menentukan nilai kekerasan Rockwell,


Vickers, dan Brinell. Pada pengujian uji keras Rockwell dilakukan dua kali
pembebanan yaitu, minor load dan mayor load. minor Minor load diberikan pertama
pada spesimen untuk membuat standardisasi kerataan. Sedangkan major load diberikan
untuk mengukur kekerasan dari permukaan material pada kedalaman tertentu. Oleh
karena itu, uji keras Rockwell tidak memerlukan permukaan yang bersih sehingga pada
metode ini terbebas dari kesalahan praktikan dalam menyiapkan spesimen.

Nilai kekerasan Rockwell yang didapatkan pada pengujian ini adalah untuk
baja bulat yaitu 72,3 HRA, untuk baja kotak yaitu 49,3 HRA, dan untuk aluminium
yaitu 99 HRH. Sedangkan nilai kekerasan berdasarkan literatur untuk baja bulat yaitu
56,4 HRA, untuk baja kotak 44,8 HRA, dan untuk aluminium 95 HRH. Jika nilai hasil
pengujian dibandingkan dengan data literatur terdapat sedikit perbedaan. Hal ini dapat
terjadi karena spesimen yang digunakan tidak rata akibat proses grinding yang
dilakukan sebelum melakukan pengujian kurang bagus sehingga menghasilkan
permukaan spesimen yang tidak rata. Permukaan yang tidak rata menyebabkan arah
pembebanan tidak tegak lurus dengan permukaan material sehingga berpengatuh pada
nilai kekerasan yang dihasilkan. Hal lain yang mempengaruhi perbedaan data
percobaan dengan data literatur adalah persebaran kandungan karbon yang tidak
merata pada setiap bagian pada logam baja.

Pada pengujian Vickers, indentor yang digunakan berbentk pyramid dengan


alas berbentuk persegi dan mempunyai sudut sebesar 136º. Hal yang harus diperhatikan
dalam pengujian ini adalah permukaan material yang bersih, kering dan bebas dari
oksida.

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, nilai kekerasan Vickers


yand didapatkan adalah untuk baja bulat yaitu 240,57 kgf/mm2, untuk baja kotak yaitu
219,43 kgf/mm2. Sedangkan nilai kekerasan berdasarkan literatur untuk baja bulat
yaitu 207 kgf/mm2, untuk baja kotak 131 kgf/mm2. Jika dibandingkan nilai kekerasan
Vickers percobaan dengan nilai kekerasan Vickers literatur, terdapat perbedaan cukup
besar. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam mempersiapkan
permukaan spesimen. Spesimen yang diuji masih mempunyai lapisan oksida sehingga
hasil kekerasan yang di dapat lebih tinggi dari data literatur karena lapisan oksida yang
terdapat pada permukaan material menyebabkan kekerasan material meningkat. Selain
itu, kesalahan praktikan dalam pengukuran diagonal indentasi hasil pengujian
berpengaruh terhadap nilai kekerasan yang di dapatkan dan pengukuran diagonal
indentasi menggunakan mikroskop hanya dilakukan satu kali sehingga memungkinkan
error yang cukup besar.

Pengujian Vickers tidak dilakukan pada spesimen alumunium karena pada


aluminum terdapat lapisan alumunium oksida yang memiliki kekerasan yang tinggi
walaupun lapisan tersebut dihilangkan dengan cara grinding akan terbentuk kembali
lapisan alumunium oksida pada saat alumunium kontak langsung dengan udara. Hal
tersebut menyebabkan alumunium tidak dapat dilakukan uji Vickers karena indentor
yang digunakan kecil dan lekukan yang terbentuk hanya menembus lapisan oksida saja.

Pada pengujian Brinell dilakukan pemberian beban indentor berupa bola baja
berdiameter 2,5 mm dengan beban sesuai dengan spesimen yang di uji. Proses preparasi
spesimen dibutuhkan pada uji keras ini.

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, nilai kekerasan Brinell


adalah untuk baja bulat yaitu 290,167 kgf/mm2, untuk baja kotak yaitu 161,303
kgf/mm2, dan untuk aluminium yaitu 58,735 kgf/mm2. Sedangkan nilai kekerasan
berdasarkan literatur untuk baja bulat yaitu 197 kgf/mm2, untuk baja kotak 126
kgf/mm2, dan untuk aluminium 65 kgf/mm2. Jika dibandingkan nilai kekerasan Brinell
percobaan dengan nilai kekerasan Brinell literatur, terdapat perbedaan besar.
Perbedaan ini terjadi karena spesimen yang digunakan masih memiliki lapisan oksida
sehingga nilai kekerasannya lebih tinggi dari data literatur. Permukaan spesimen hasil
grinding tidak rata sehingga tidak tegak lurus dengan arah pembebanan yang
dilakukan. Selain itu, kesalah praktikan dalam menentukan diameter indentasi menjadi
salah satu penyebab perbedaan nilai hasil pengujian dengan data literatur.

Dari hasil pengolahan data yang kita lakukan, kita dapat menentukan spesimen
yang mengandung karbon tinggi dan karbon rendah berdasarkan nilai kekerasannya.
Spesimen baja bulat memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dari nilai kekerasan
baja kotak sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa baja bulat merupakan baja karbon
tinggi dan baja kotak merupakan baja karbon rendah.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka didapat nilai kekerasan Brinell
pada :
 Baja Bulat adalah 290,168 kgf/mm2
 Baja Kotak adalah 161,304 kgf/mm2
 Aluminium adalah 58,734 kgf/mm2
2. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka didapat nilai kekerasan
Rockwell pada :
 Baja Bulat adalah 72,3 HRA
 Baja Kotak adalah 49,3 HRA
 Aluminium adalah 99 HRH
3. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka didapat nilai kekerasan Vickers
pada :
 Baja Bulat adalah 240,57 kgf/mm2
 Baja Kotak adalah 219,43 kgf/mm2
4. Berdasarkan pengolahan data, kita dapat menentukan bahwa :
 Baja bulat merupakan baja karbon tinggi
 Baja kotak merupakan baja karbon rendah

5.2 SARAN

Sebaiknya digunakan mikropkop yang dapat mengukur diameter dan diagonal


indentasi secara automatis sehingga data yang dihasilkan dapat lebih baik. Selain itu,
proses grinding yang dilakukan harus benar dan rapi agar spesimen yang dihasilkan
rata dan bebas dari oksida.
DAFTAR PUSTAKA

Dieter, G, E. (1988). Mechanical Metallurgy, SI Metric Edition. London: McGraw


Hill Book Company.

https://www.scribd.com/doc/51579733/HARDNESS-TEST

ASTM E18

https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=6115

https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=6560

https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=2863
LAMPIRAN

A. TUGAS SETELAH PRAKTIKUM


1. Sebutkan macam macam variasi pengujian kekerasan Rockwell berdasarkan
beban mayor dan jenis indentor! Adakah tujuan dari variasi tersebut, jelasakan!
Berdasarkan ASTM E18
1.854𝑃
2. Turunkan persamaan kekerasan Vickers, DPH= ! (DPH adalah
𝐿2
Diamond Pyramid Hardness).
3. Sebutkan anomali yang dapat terjadi saat melakukan uji keras!
4. Mengapa harga kekerasan berbanding lurus dengan harga kekuatan tariknya?
5. Sebutkan pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan untuk mendapatkan
hasil uji keras yang valid!

Jawaban.

1. Data macam macam variasi beban mayor dan jenis indentor pada uji keras
Rockwell
Variasi tersebut digunakan agar kita dapat menentukan nilai kekerasan
Rockwell kekerasan pada semua bagian pada suatu material. Bebam mayor dan
jenis indentor telah disesuaikan dengan kekerasan material yang diuji.
2. Penurunan Rumus Nilai kekerasan Vikers (VHN) adalah
3. Anomali yang terjadi pada uji keras adalah sebagai berikut :
a. Sinking adalah penurunan permukaan logam di sekitar indentasi. Fenomena
ini di temukan pada annealed metal.
b. Ridging adalah memumpuknya permukaan logam di daerah sekitar
indentasi. Fenomena ini ditemukan pada cold-work metal.
4. Harga kekerasan berbanding lurus dengan harga kekuatan tariknya karena
kekerasan dan kekuatan pada umumnya ketahanan material terhadap deformasi
plastis, hanya saja pada kekerasan doformasi plastis lokal, sedangkan kekuatan
deformasi plastis global. Maka dapat dikatakan harga kekerasan berbanding
lurus dengan harga kekuatannya, seperti pada persamaan dibawah ini.
UTS = 3,4 X BHN
5. Pencegahan yang dapat dilakukan agar hasil uji keras valid adalah sebagai
berikut :
a. Indenter dan spesimen harus dalam keadaan bersih dan terpasang dengan
baik.
b. Permukaan yang diuji harus kering, bersih, halus dan bebas oksida.
c. Permukaan spesimen harus rata dan tegak lurus terhadap indenter.
d. Pengujian pada permukaan berbentuk silinder akan memberikan hasil yang
kurang bagus, error yang terjadi bergantung pada kurva, beban, indentor
dan kekerasan dari material.
e. Ketebalan spesimen setidaknya harus 10x lebih tebal daripada kedalaman
indentasi.
f. Jarak antara indentasi setidaknya harus 3-5x dari diameter indentasi.
g. Kecepatan pembebanan harus di standardisasi.
B. TUGAS TAMBAHAN
1. Apakah metoda Vickers butuh persiapan? Jika butuh, kenapa? Metoda apa saja
yang butuh persiapan?

Jawaban.

1. Metode Vickers membutuhkan persiapan agar indentor mengenai permukaan


spesimen yang diuji. Jika spesimen uji tidak bersih maka nilai kekerasan tidak
valid karena indentor hanya menembus lapisan oksida atau pengotor dari
spesimen. Hal tersebut dapat terjadi karena indentor yang digunakan pada uji
keras Vickers berbentuk kecil sehingga membutuhkan spesimen yang bersih
dan bebas dari oksida maupun pengotor.
Adapun metode lain yang membutuhkan persiapan pada spesimen adalah
semua jenis uji keras, agar menghasilkan hasil yang valid. Tetapi pada
pengujian uji keras Rockwell, spesimen yang bersih tidak terlalu dibutuhkan
karena terjadi pembebanan dua kali dimana minor load berfungsi untuk
standardisasi kerataan pada spesimen.
C. DATA LITERATUR
 Baja Karbon Rendah

 Baja Karbon Tinggi


 Alumunium

Anda mungkin juga menyukai