Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PENGUJIAN KEKERASAN
(HARDNESS TEST)

A. Latar Belakang
Material teknik adalah ilmu mengenai bahan-bahan material dimana ilmu ini
berkembang bukan berdasarkan teori saja melainkan atas dasar pengamatan,
pengukuran, dan pengujian.
Pengujian bahan material saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi,
pemesinan, bangunan maupun bidang lain.Hal ini disebabkan karena sifat material
yang bisa diubah-ubah.
Untuk mengetahui kualitas suatu material, pengujian kekerasan sangat erat
kaitannya untuk mengetahui seberapa kuat bahan tersebut menompang suatu beban
tertentu maka dari itu dilakukanlah suatu pengujian untuk mengetahui seberapa kuat
bahan tersebut menahan pukulan maupun gaya gesekan.

B. Tujuan Pengujian
Untuk memperoleh angka kekerasan bahan yang merupakan salah satu sifat
mekanik yang penting.

C. Peralatan
1. Amplas 300
2. Amplas 1200
3. Hardness Tester set
4. Kikir
5. Microscope

D. Bahan
1. Baja Anealing
2. Baja Quenching
3. Baja Tanpa Perlakuan
E. Dasar Teori
Kekerasan suatu bahan merupakan salah satu sifat mekanik yang penting. Hal ini
disebabkan pelaksanaan pengujian yang lebih sederhana dibanding dengan pengujian
yang lain. Adapun definisi kekerasan sangat tergantung pada cara pengujian tersebut
dilakukan.

Beberapa dari definisi tersebut adalah sebagai berikut :


1. Ketahanan terhadap goresan, misalnya cara mohs.
2. Ketahanan terhadap deformasi plastis misalnya cara penekanan : Brinell, Meyer,
Vickers, Rockwell dan sebagainya.
3. Energi yang diserap pada pembebanan dinamik misalnya cara Shore Scleroscope.
4. Ketahanan terhadap pemotongan atau pengeboran dan mampu mesin.

Pengujian kekerasan yang banyak dilaksanakan adalah yang berdasarkan identasi


permanent atau deformasi plastis akibat beban statis.Hasil pengujian kekerasan tidak
dapat langsung digunakan dalam desain seperti halnya hasil pengujian tarik. Namun
demikian pengujian kekerasan banyak dilakukan, sebab hasilnya dapat digunakan
sebagai berikut :
1. Pada bahan yang sama dapat diklarifikasikan berdasarkan kekerasannya. Dengan
kekerasan tersebut dapat ditentukkan penggunaan dari bahan tersebut.
2. Sebagai kontrol kualitas atau produk. Sepertinya mengetahui homoginitas akibat
suatu proses pembentukkan dingin, pemaduan, head treatment, case hardening dan
sebagainya.
3. Dengan demikian dapat juga sebagai kontrol terhadap proses yang dilakukan.

Macam-macam pengujian kekerasan


1. Pengujian Kekerasan dengan Beban Goresan
Pengujian kekerasan ini berdasarkan material yang lebih keras dapat menggores
material yang lebih lunak.Oleh sebab itu hasil pengujian bersifat relatif. Angka
kekerasan dinyatakan dengan skala Mohs yaitu talk material yang terlunak dengan
angka 1 dan Dimond material yang terkeras dengan angka 15.
2. Pengujian Kekerasan dengan Penetrasi Beban Statis
Pengujian kekerasan yang berdasarkan penetrasi beban statis diantaranya :
- Brinell, rockwell, vickers dan mikro hardness

3. Pengujian Kekerasan dengan Beban Dinamis


Pengujian kekerasan dengan dasar beban dinamis diantaranya :
- Shore Scleroscope
- Herbert
- Hammer Poldi dan sebagainya

4. Pengujian kekerasan yang umum dilakukan


Pada umumnya pengujian kekerasan yang dilakukan adalah yang berdasarkan
penetrasi akibat beban statis.
Adapun pengujian ini dibagi dua yaitu :
- Untuk spesimen yang cukup tebal digunakan pengujian kekerasan Brinell,
Rockwell dan Vickers.
- Untuk mengukur kekerasan bagian kecil (fasa pada struktur micro)
- atau lapisan-lapisan tipis dari suatu material digunakan pengujian kekerasan
micro hardness.

a. Pengujian Kekerasan Brinell


Pengujian kekerasan Brinell dilakukan dengan penekanan bola baja yang telah
dikeraskan dengan diameter (D) dan beban (P) terhadap spesimen.Diameter Identasi
pada permukaan spesimen setelah beban dibebaskan (d).
Angka kekerasan Brinell dari spesimen tersebut adalah beban (P) dibagi dengan
luas Permukaan Identasi yaitu :
P
HBN  kg/mm 2
πD 
 
1
 D  D2  d 2 2 
2  
dimana : HBN : harga kekerasan Brinell (kg/mm2)
P : beban (kg)
D : diameter identor (mm)
d : diameter rata-rata identasi (mm)
P

d
D

Gambar 2.1 Pengujian Kekerasan Brinell.

Ketebalan spesimen minimum adalah 10 x kedalaman identasi dan waktu


penekanan biasa diambil 10 detik, 15 detik untuk logam ferrous dan 30 detik untuk
logam yang lebih lunak. Pemakaian waktu penekanan selain 10 detik harus
dicantumkan pada angka kekerasan. Jarak antara identasi yang satu terhadap yang
lain dan antara tepi identasi terhadap tepi spesimen harus lebih besar dari (2d).

b. Pengujian Kekerasan Rockwell


Pengujian kekerasan Rockwell hampir sama dengan pengujian kekerasan
Brinell yaitu angka kekerasan sebagai fungsi dari kedalaman identasi pada
spesimen akibat pembebanan statis.
Perbedaannya dengan pengujian Brinell yaitu pada pengujian kekerasan
Rockwell digunakan beban dan identor yang lebih kecil.Pengujian kekerasan ini
banyak dilakukan di industri sebab pelaksanaannya lebih cepat.Hal ini angka
kekerasan langsung ditunjukkan pada alatnya itu sendiri.Cara ini lebih cepat dan
akurat.
Kekerasan diperhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi
ini.Karena yang diukur adalah kedalaman penetrasi, jadi adalah juga panjang
langkah gerakan identor, dengan sedikit modifikasi yaitu piringan penunjuknya
menunjukkan skala kekerasan Rockwell.
Dengan cara Rokwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada
kombinasi jenis identor dan besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan
jenis identor serta besar beban utama dapat dilihat pada tabel pengujian kekerasan
dibawah.Untuk logam biasanya digunakan skala B atau skala C, dan angka
kekerasannya dinyatakan dengan RB dan RC.untuk skala B harus digunakan identor
berupa bola baja berdiameter 1/16” dan beban utama 100 kg. kekerasan yang dapat
diukur dengan Rockwell B ini sampai RB 100, bila pada suatu pengukuran
diperoleh angka angka diatas 100 maka pengukuran harus diulangi dengan
menggunakan skala lain. Kekerasan yang diukur dengan skala B ini relatif tidak
begitu tinggi, untuk mengukur kekerasan logam yang keras digunakan Rockwell C
(sampai angka kekerasan RC 70) atau Rockwell A (untuk yang sangat keras).
Disamping Rockwell yang normal ada pula yang disebut superficial Rockwell,
yang menggunakan beban awal 3 kg, identor kerucut intan (diamond cone, brale)
dan beban utama 15, 30 dam 45 kg.Superficial Rockwell digunakan untuk
spesimen yang tipis.
Angka kekerasan Rockwell tidak bersatuan, tetapi di dahului dengan huruf
depan seperti pada tabel yang menyatakan kondisi pengujian. Angka skala pada
mesin terdiri dari dua skala yaitu merah dan hitam, berbeda 30 angka kekerasan.
Skala Rockwell terbagi 100 divisi, dimana tiap divisi sebanding dgn kedalaman
identasi 0,002 mm. Ketebalan minimum Spesimen 0,01 inch.

Tabel 2.1 Skala kekerasan Rockwell.


Skala Identor Beban (kg) Warna
Huruf Skala
Group I
B Bola 1/16” 100 Merah
C Kerucut Intan 150 Hitam
Group II
A Kerucut Intan 60 Hitam
D Kerucut Intan 60 Hitam
E Bola 1/8” 100 Merah
F Bola 1/16” 60 Merah
G Bola 1/16” 150 Merah
H Bola 1/8” 60 Merah
K Bola 1/16” 150 Merah
Group III
L Bola 1/4” 60 Merah
M Bola 1/4” 100 Merah
P Bola 1/4” 150 Merah
R Bola 1/2” 100 Merah
S Bola 1/2” 100 Merah
V Bola 1/2” 150 Merah

c. Pengujian Kekerasan Vickers


Pada pengujian kekerasan Vickers digunakan Identor intan yang berbentuk
piramida.Beralas bujur sangkar dan sudut punjak antara dua sisi yang berhadapan
1360, yang diukur adalah panjang kedua diagonalnya, lalu diambil rata-ratanya.
Angka kekerasan Vickers dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
P
HV 
A
d2 d2
dimana A  
2 cos 22 0 1,854
P
Jadi HV 1,854 kg/mm 2
 d1  d 2 
2

 
 2 

Dimana : HV = angka kekerasan Vickers (kg/mm2)


P = beban (kg)
A = luas Identasi (mm2)
d = diagonal injakan (mm)
P

1360

d d

Gambar 2.2 Pengujian kekerasan Vickers

F. Langkah Pengujian
 Menghaluskan, meratakan, dan membuat sejajar permukaan spesimen terhadap
permukaan meja uji.
 Memilih metode pengujian yang dipakai.
 Memasang Identor yang dipakai beserta landasannya.
 Mengatur beban yang telah ditentukkan tiap-tiap metode pengujian.
 Menahan beban dengan menarik test lever berlawanan jarum jam.
 Memasang spesimen diatas landasan anvil holder screw dan memutar handwheel
searah jarum jam.
 Mengamati jarum kecil dan menepatkan pada titik merah pada dial kekerasan,
dengan khusus pada pengujian Rockwell memutar piringan skala dan mengamati
jarum panjang tepat pada angka nol skala hitam.
 Menarik test lever searah jarum jam perlahan-lahan sampai mentok, menghitung
waktu yang telah ditentukkan setiap metode pengujian dan (khusus Rockwell baca
skalanya).
 Mengulangi cara diatas untuk pengujian selanjutnya.
G. Gambar Alat uji kekerasan

Keterangan Gambar :
1. Test loads mobile selector
2. Avalable loads scale
3. wrench to select tested loads
4. Ring nut to fix the penetrator
5. Penetrator
6. Test lever
7. Instrument identification plate
8. Anvil holder screw
9. Handweel to regulate the rising screw

Gambar 2.3 Alat uji hardness test

Gambar 2.4 Microscope


H. Analisa Data Pengujian

1. Metode Brinell
Jenis mesin : - Hardness Test
- Microscope
Tgl pengujian : 1/12/2015
Penguji : Saepul Bahri

Tabel 2.2 Data nilai uji kekerasan (HBN).

D d Kekerasan
No. Bahan P (N)
(mm) (mm) (HBN)(Kg/mm²)

1 1840 2,5 1,30 131,06


Tanpa
2 1840 2,5 1,30 131,06
Perlakuan
3 1840 2,5 1,30 131,06
1 1840 2,5 1,40 111,45
2 Anealing 1840 2,5 1,40 111,45
3 1840 2,5 1.45 103,10
1 1840 2,5 1,52 136,70
2 Quenching 1840 2,5 1,50 131,06
3 1840 2,5 1,52 131,06

Perhitungan nilai kekerasan (HBN) :


Tanpa perlakuan
P π D π .2,5
1. HBN  dimana: = = 3,925 mm
πD 
 
1
2 2
 D  D2  d 2 2

2  
P=1840= 187,56 Kg
187,56
=
 
 
1
3,925  2,5  2,5 2 1,32 2 
 

= 131,06 Kg/mm²
P
2. HBN 
πD 
 
1
 D  D2  d2 
2 
2

187,56
=
 
 
1
3,93  2,5  2,5 2 1,32 2 
 
= 131,06 Kg/mm²

P
3. HBN 
πD 
 
1
 D  D2  d2 
2 
2

= 187,56
 
 
1
3,93  2,5  2,5 2 1,32 2 
 

= 131,06 Kg/mm²

Anealing
P π D π .2,5
1. HBN  dimana: = = 3,93
πD 
 
1
2 2
 D  D2  d 2 2

2  
P =1840 =178,56 kg
187,56
=
 
 
1
3,925  2,5  2,5 2 1,4 2 2 
 
= 111,44 Kg/mm²

P
2. HBN 
πD 
 
1
 D  D 2  d 2 2 
2  
187,56
=
 
 
1
3,925  2,5  2,5 2  1,4 2 2 
 
= 111,44 Kg/mm²

P
3. HBN 
πD 
 
1
 D  D 2  d 2 2 
2  
187,56
=
 
 
1
3,925  2,5  2,5 2  1,45 2 2 
 
= 103,10 Kg/mm²

Quenching
P π D π .2,5
1. HBN  dimana: = = 3,925 mm
πD 
 
1
2 2
 D  D 2  d 2 2

2  
P =1840 =187,56 Kg
187,56
=
 
 
1
3,9325  2,5  2,5 2 1,275 2 2 
 
= 136,70 Kg/mm²

P
2. HBN 
πD 
 
1
 D  D2  d2 
2 
2

187,56
=
 
 
1
3,925  2,5  2,5 2 1,32 2 
 
= 131,06 Kg/mm²
P
3. HBN 
πD 
 
1
 D  D 2  d 2 2 
2  
187,56
=
 
 
1
3,925  2,5  2,5 2  1,32 2 
 
= 131,06 Kg/mm²

Nilai rata-rata untuk


131,06  131,06  131,06
Tanpa perlakuan : = 131,06 Kg/mm²
3
111,44  111,44  103,10
Anealing : = 108,66 Kg/mm²
3
136,70  131,06  131,06
Anealing : = 132,94 Kg/mm²
3

2. Metode Rockwell
Jenis mesin : Hardness Test
Tgl pengujian : 1/12/2015
Penguji : Saepul Bahri

Tabel 2.3 Data nilai uji kekerasan (HRC)


No Bahan P (N) Identor Warna Kekerasan (HRC)
1 1471 kerucut intan Hitam 153
Tanpa
2 1471 kerucut intan Hitam 154
perlakuan
3 1471 kerucut intan Hitam 155
1 1471 kerucut intan Hitam 135
2 Anealing 1471 kerucut intan Hitam 138
3 1471 kerucut intan Hitam 140
1 1471 kerucut intan Hitam 155
2 Quenching 1471 kerucut intan Hitam 155
3 1471 kerucut intan Hitam 144
Untuk Rockwell nilai kekerasannya langsung bisa dibaca di skala alat ujinya.
Untuk nilai bebannya dapat kita cari dengan P = m.g
Dimana:
m: massa (kg)
g : percepatan gravitasi (m/s2)
g : 9,81 (m/s2)
Sehingga P = m x g
=150 x 9,81
= 1471 N
Massanya dapat kita ketahui pada tabel skala huruf C kekerasan Rockwell
dengan identor kerucut intan.

Untuk nilai rata-rata dari nilai kekerasan(HR)


Nilai rata-rata untuk
153  154  155
Tanpa perlakuan : = 154 HRC
3
135  138  140
Anealing : =137,67 HRC
3
155  155  144
Quenching : = 151,34 HRC
3

3. Metode Vickers
Jenis mesin : - Hardness Test
: - Microscope
Tgl pengujian : 1/12/2015
Penguji : Saepul Bahri
Tabel 2.4 Data nilai kekerasan (HV)

Kekerasan
No Bahan P(N) d1(mm) d2(mm)
(HV)(Kg/mm²)
1 588 0,82 0,83 163,26
Tanpa
2 588 0,82 0,83 163,26
perlakuan
3 588 0,83 0,84 159,38
1 588 0,9 0,94 131,29
2 Anealing 588 0,94 0,93 127,11
3 588 0,90 0,93 132,73
1 588 0,82 0,83 163,26
2 Quenching 588 0,83 0,82 163,26
3 588 0,82 0,83 163,26

Perhitungan nilai harga kekerasan (HV)


Tanpa perlakuan
P
1. HV 1,854 dimana : P = 588 N= 59,938 Kg
 d1  d 2 
2

 
 2 
59,938
1,854
 0,82  0,83 
2

 
 2 
= 163,26 Kg/mm²
P
2. HV 1,854
 d1  d 2 
2

 
 2 
59,938
1,854
 0,82  0,83 
2

 
 2 
= 163,26 Kg/mm²
P
3. HV 1,854
 d1  d 2 
2

 
 2 
59,93
1,854
 0,83  0,84 
2

 
 2 
= 159,38 Kg/mm²

Anealing
P
1. HV 1,854 dimana: P=588 N = 59,938 Kg
 d1  d 2 
2

 
 2 

59,938
= 1,854
 0,90  0,94 
2

 
 2 
= 131,29 Kg/mm²
P
2. HV 1,854
 d1  d 2 
2

 
 2 
59,938
1,854
 0,94  0,93 
2

 
 2 
= 127,11 Kg/mm²
P
3. HV 1,854
 d1  d 2 
2

 
 2 
59,938
1,854
 0,90  0,93 
2

 
 2 
= 132,73 Kg/mm²

Quenching
P
1. HV 1,854 dimana: P=588 N = 59,938 Kg
 d1  d 2 
2

 
 2 
59,938
= 1,854
 0,82  0,83 
2

 
 2 
= 163,26 kg/mm²
P
2. HV 1,854
 d1  d 2 
2

 
 2 
59,938
1,854
 0,83  0,82 
2

 
 2 
= 163,26 Kg/mm²
P
3. HV 1,854
 d1  d 2 
2

 
 2 
59,938
1,854
 0,82  0,83 
2

 
 2 
= 163,26 Kg/mm²

Nilai rata-rata untuk:


163,26  163,26  159,38
Tanpa perlakuan : = 161,97 Kg/mm²
3
131,29  127,11  132,73
Anealing : = 130,37 Kg/mm²
3
163,26  163,26  163,26
Quenching : = 163,26 Kg/mm²
3
180

160

140

120

100 Tanpa perlakuan

80 Anealing

60 Quenching

40

20

0
HBN HRC HV

Gambar 2.1 Grafik perbandingan harga kekerasan (HBN, HRC, HV)

I. Pembahasan
Dari hasil analisis data percobaan di atas didapatkan nilai kekerasan yang berbeda
dari ketiga jenis uji kekerasan (Brinell, Rockwell. Vickers) terhadap spesimen yang
telah mengalami proses quenching, anealing, dan tanpa perlakuan. Hal tersebut karena
adanya perbedaan ketelitian yang digunakan dari masing-masing jenis uji kekerasan.
Pada uji kekerasan dengan metode Brinell dengan dengan beban (P) sebesar 1840
N dengan diameter identor (D) sebesar 2,5 mm pada spesimen 1 dengan perlakuan
quenching didapatkan diameter rata-rata identasi (d1) sebesar 1,275 mm dengan nilai
kekerasan (HBN) sebesar 136,70 Kg/mm2. Pada spesimen 2 didapatkan diameter rata-
rata identasi (d2) sebesar 1,3 mm dengan nilai kekerasan (HBN) sebesar 131,06
Kg/mm2. Pada spesimen 3 diperoleh diameter rata-rata identasi (d3) sebesar 1,3 mm
dengan nilai kekerasan (HBN) 131,06 Kg/mm2, sehingga didapat nilai rata-rata
kekerasan (HBN) untuk spesimen dengan perlakuan quenching adalah sebesar 108,66
Kg/mm2 . Pada spesimen 1 dengan perlakuan anealing diperoleh diameter rata-rata
identasi (d1) sebesar 1,4 mm dengan nilai kekerasan (HBN) sebesar 111,44 Kg/mm2.
Pada spesimen 2 didapat diameter rata-rata identasi (d2) sebesar 1,4 mm dengan nilai
kekerasan (HBN) sebesar 111,44 Kg/mm2. Pada spesimen 3 didapat diameter rata-rata
identasi (d3) sebesar 1,45 mm dengan nilai kekerasan (HBN) sebesar 103,10 Kg/mm2.
Pada spesimen 1 dengan tanpa perlakuan didapat diameter rata-rata identasi (d1)
sebesar 1,3 mm dengan nilai kekerasan (HBN) sebesar 131,06 Kg/mm2. Pada
spesimen 2 diperoleh diameter rata-rata identasi (d2) sebesar 1,3 mm dengan nilai
kekerasan (HBN) sebesar 131,06 Kg/m2 dan pada spesimen 3 didapat diameter rata-
rata identasi (d3) sebesar 1,3 mm dengan nilai kekerasan (HBN) sebesar 131,06
Kg/mm2.
Pada uji kekerasan Rockwell dengan beban (P) sebesar 1471 N dengan identor
kerucut berwarna hitam, nilai kekerasan dengan metode ini langsung dapat dibaca
pada alat uji kekerasan, yaitu pada spesimen 1 dengan perlakuan quenching
didapatkan nilai kekerasan (HRC) sebesar 155 HRC, pada spesimen 2 didapatkan nilai
kekerasan (HRC) sebesar 155 HRC, dan pada spesimen 3 didapatkan nilai kekerasan
(HRC) sebesar 144 HRC, sehingga dieroleh nilai rata-rata kekerasan (HRC) pada
spesimen dengan perlakuan quenching adalah sebesar 151,33 HRC. Sedangkan pada
spesimen 1 dengan perlakuan anealing didapatkan nilai kekerasan (HRC) sebesar 135
HRC, pada spesimen 2 didapatkan nilai kekerasan (HRC) sebesar 138 HRC, dan pada
spesimen 3 didapatkan nilai kekerasan (HRC) sebesar 140 HRC, sehingga diperoleh
nilai rata-rata kekerasan (HRC) pada spesimen dengan perlakuan anealing adalah
sebesar 137,67 HRC. Pada spesimen 1 dengan tanpa perlakuan didapatkan nilai
kekerasan (HRC) sebesar 153 HRC, pada spesimen 2 didapatkan nilai kekerasan
(HRC) sebesar 154 HRC, dan pada spesimen 3 didapatkan nilai kekerasan (HRC)
sebesar 155 HRC, sehingga diperoleh nilai rata-rata kekerasan (HRC) pada spesimen
tanpa perlakuan sebesar 154 HRC.
Pada uji kekerasan dengan metode Vickers dengan beban (P) sebesar 588 N
dengan identor piramid pada spesimen 1 dengan perlakuan quenching didapatkan
diameter diagonal pertama (d1) sebesar 0,82 mm dan diameter diagonal kedua (d2)
sebesar 0,83 mm dan nilai kekerasan (HV) sebesar 163,26 Kg/mm2. Pada spesimen 2
didapatkan diameter diagonal pertama (d1) sebesar 0,83 mm dan diameter diagonal
kedua (d2) sebesar 0,82 mm dan nilai kekerasan (HV) sebesar 163,26 Kg/mm2. Pada
spesimen 3 didapatkan diameter diagonal pertama (d1) sebesar 0,82 mm dan diameter
diagonal kedua (d2) sebesar 0,83 mm dan nilai kekerasan (HV) sebesar 163,26
Kg/mm2, sehingga diperoleh nilai rata-rata kekerasan (HV) pada spesimen dengan
perlakuan quenching adalah sebesar 163,26 Kg/mm2. Pada spesimen 1 dengan
perlakuan anealing didapatkan diameter diagonal pertama (d1) sebesar 0,90 mm dan
diameter diagonal kedua (d2) 0,94 mm dan nilai kekerasan (HV) sebesar 131,29
Kg/mm2. Pada spesimen 2 didapatkan diameter diagonal pertama (d1) sebesar 0,94
mm dan diameter diagonal kedua (d2) sebesar 1,93 mm dan nilai kekerasan (HV)
sebesar 127,11 Kg/mm2. Pada spesimen 3 didapatkan diameter diagonal pertama (d1)
sebesar 0,90 mm dan diameter diagonal kedua (d2) sebesar 0,93 mm dan nilai
kekerasan (HV) sebesar 132,73 Kg/mm2, sehingga diperoleh nilai rata-rata kekerasan
(HV) pada spesimen dengan perlakuan anealing adalah sebesar 130,37 Kg/mm2. Pada
spesimen 1 dengan tanpa perlakuan didapatkan diameter diagonal pertama (d1)
sebesar 0,82 mm dan diameter diagonal kedua (d2) sebesar 0,83 mm dan nilai
kekerasan (HV) sebesar 163,26 Kg/mm2. Pada spesimen 2 didapatkan diameter
diagonal pertama (d1) sebesar 0,82 mm dan diameter diagonal kedua (d2) sebesar 0,83
mm dan nilai kekerasan (HV) sebesar 163,26 Kg/mm2. Pada spesimen 3 didapatkan
diameter diagonal pertama (d1) sebesar 0,83 mm dan diameter diagonal kedua (d2)
sebesar 0,84 mm dan nilai kekerasan (HV) sebesar 159,38 Kg/mm2, sehingga
diperoleh nilai rata-rata kekerasan (HV) pada spesimen tanpa perlakuan adalah sebesar
161,97 Kg/mm2.
Pada buku-buku atau literature tentang pengujian material, biasanya logam
dengan perlakuan Quenching angka kekerasan sangat signifikan dibandingkan dengan
logam tanpa perlakuan maupun logam yang dianealing. Salah satu faktor yang
mempengaruhi nilai pengujian ini adalah banyaknya volume fluida (air) yang
digunakan sebagai media pendinginan material, dimana pada percobaan ini air yang
digunakan dalam proses pendinginan tidak sebanding dengan volume material serta
penggunaan fluida (air) ini digunakan untuk mendinginkan lebih dari satu specimen
yang telah dipanaskan.
Dari hasil ketiga metode uji kekerasan di atas baik metode Brinell, Rockwell,
maupun Vickers maka didapatkan nilai kekerasan terbesar rata-rata adalah pada
spesimen dengan perlakuan panas metode Quenching.

J. Penutup
A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan di atas maka dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan
bahan/spesimen adalah berbeda-beda, hal tersebut karena perbedaan perlakuan
(tanpa perlakuan, annealing, dan quenching) pada spesimen-spesimen tersebut.
B. Saran
1. Ketepatan dalam membaca skala diameter, panjang diagonal pada microscope
pada metode Brinell dan Vickers harus lebih diperhatikan.
2. Kehalusan, kerataan, dan kesejajaran spesimen terhadap meja uji harus lebih
diperhatikan.

Anda mungkin juga menyukai