1. PENDAHULUAN
HARDNESS (Kekerasan) merupakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap
indentasi atau penetrasi permanen akibat beban dinamis atau statis.
Beberapa terminologi defenisi kekerasan antara lain :
- Energi yang diserap pada beban impact (kekerasan pantul)
- Ketahanan terhadap goresan (kekerasan Goresan)
- Ketahanan terhadap abrasi (kekerasan Abrasi)
- Ketahanan terhadap pemotongan (mampu mesin)
2. TUJUAN
Pengujian kekerasan bertujuan untuk mengukur angka kekerasan suatu bahan
dengan metode Brinell, Rocwell dan Vickers.
3. DASAR TEORI
Pengukuran kekerasan secara umum dapat dilakukan dengan dua metode yaitu :
1. Metode Dinamis (Dynamical Methode)
Dengan karakteristik pengujian ;
- Pemberian beban dilakukan dengan tiba-tiba
- waktu penetrasi singkat
- ketelitian rendah
- waktu pengujian cepat
2. Metode Statis (Statical Methode)
Dengan karakteristik pengujian :
- Pemberian beban dilakukan dengan perlahan-lahan dengan beban tertentu
- waktu penetrasi panjang
- ketelitian tinggi
- waktu pengujian lebih lama dibanding metode dinamis.
Jenis pengujian yang menggunakan metode ini antara lain : Brinell. Vickers,
Rocwell, Micro Vickers Hardness, Micro Knop Hardness dll. Metode pengujian statis
merupakan pengujian yang lazim digunakan saat ini. Hal ini didasarkan pada hasil
pengujian yang lebih akurat. Pengujian kekerasan dapat diklasifikasikan berdasarkan
sasaran dari material yang akan diuji yaitu :
a. Untuk mengukur kekerasan suatu material digunakan pengujian Brinell,
Vickers dan Rockwell.
b. Untuk mengukur kekerasan fasa pada struktur mikro atau lapisan tipis dari
suatu material digunakan Micro Hardness Test.
4. PENGUJIAN KEKERASAN
4.1 PENGUJIAN KEKERASAN BRINELL
Pengujian kekerasan brinell dilakukan dengan menekan Identor (hardened steel
ball dengan diameter D) dengan beban P (kg) terhadap suatu speciment. Diameter
indentasi (d) diukur setelah beban dilepas. Gambar 1 menunjukkan proses penekanan
pengujian brinell.
Kekerasan Brinell (HBN) adalah beban (P) dibagi dengan luas permukaan
indentasi, yaitu :
Dimana :
HBN = Angka kekerasan Brinell
P = Beban (kg)
D = Diameter Bola (indentor)
d = Diameter rata-rata indentasi (mm)
Pengujian kekerasan didasarkan pada standart DIN 50351 atau ASTM E-10 dan harus
memenuhi persyaratan lainnya yaitu :
1. Permukaan spesimen harus halus, rata dan tegak lurus terhadap arah
pembebanan.
2. Brinell standart menggunakan :
Beban (P) = 300 kg,
Diameter bola = 10 mm, dan
Waktu penekanan = 10 – 15 detik.
Permukaan indentasi tidak sepenuhnya berbentuk kulit bola, akibat deformasi
bola pada saat penekanan dan terjadinya recovery pada speciment setelah beban
dilepaskan. Oleh sebab itu pengujian yang menggunakan beban dan diameter
bola yang berbeda, geometri indentasi juga berbeda.
Untuk membandingkan satu angka kekerasan dengan angka kekerasan lainnya,
maka degree of loading adalah Beban (P) dibagi dengan Kuadrat diameter
indentor.
Dimana :
P = Beban (kg)
D = Diameter indentor (mm)
Beberapa degree of loading yang umum digunakan adalah : 30, 15, 10, 5 dan 1
pemakaian beban dan diameter indentor yang tidak standar harus dicantumkan
pada angka kekerasan.
3. Untuk menghindari kesalahan pengukuran kekerasan Brinell, maka beberapa
faktor yang harus diperhatikan antara lain ;
- Ketebalan spesimen minimum = 10 x kedalaman indentasi (t).
- Waktu penekanan = 10 – 15 detik untuk logam ferrous dan
- 30 detik untuk logam yang lebih lunak.
- Jarak antara titik pusat indentasi yang satu terhadap yang lain dan terhadap
tepi spesimen minimal = 3 x diameter indentasi (d).
- Diameter indentasi (d) harus terletak dalam range : 0,2 D < d < 0,7 D
Dimana :
D = Diameter Bola (mm)
d = Diameter indentasi (mm)
Gaambar 3……………..
Angka kekerasan Rockwell tidak bersatuan, tetapi didahului dengan huruf depan
seperti pada tabel 1, yang menyatakan kondisi pengujian. Skala Rockwell terbagi atas
100 divisi, diamana setiap divisi sebanding dengan kedalaman indentasi 0,002 mm.
Tabel 1.a. Rocwell Hardness Scale
SCALE SYMBOL INDENTER MAJOR LOAD (kg)
A Diamond 60
B 1/16 in ball 100
C Diamond 150
D Diamond 100
E 1/8 in ball 100
F 1/16 in ball 60
G 1/16 in ball 150
H 1/8 in ball 60
K 1/8 in ball 150
Angka kekerasan Rockell B dan Rcwell C dinyatakan sebagai kedalaman indentasi (h1)
dapat ditullis sebagai berikut :
Persiapan spesimen perlu dilakukan karena indentasi cukup kecil dan metode
pengukuran langsung oleh mesin meliputi :
Permukaan atas dan bawah spesimen harus datar, halus dan bebas dari kotoran,
minyak, benda asing dan cacat.
Ketebalan spesimen minimum 0,01 in (0,25 mm)
Ketebalan spesimen minimum = 10 x kedalaman indentasi (t)
Jarak titik pusat indentasi yang saatu terhadap yang lain dan tepi spesimen
minimal = 3 x diameter indentasi (d).
Gambar vickers
1.PENDAHULUAN
Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik logam yang penting, terutama untuk
perencanaan konstruksi maupun pengerjaan logam. Kekuatan tarik suatu bahan dapat
diketahui dengan melakukan pengjian tarik pada bahan yang bersangkutan. Dari hasil
pengujian tarik tersebut dapat diketahui pula sifat-sifat lain seperti : kekuatan mulur,
perpanjangan, reduksi penampang, modulus elastisitas dan lain-lain.
2. TUJUAN
Tujuan praktikum pengujian tarik antara lain :
Mengukur kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan
Mengukur sifat-sifat mekanis suatu bahan didaerah elastis dan plastis.
3. DASAR TEORI
3.1. Diagram Hasil Uji Tarik
Pada pengujian tarik spesimen dikenal beban uji aksial yang semakin besar
secara kontinu. Penampang spesimen berbentuk lingkaran atau segi empat seperti
ditunjukkan pada gambar …
gambar
Perubahan panjang spesimen terhadap besarnya beban oleh mesin tarik
selanjutnya dapat diplot sebagai diagram (P-ΔL) seperti ditunjukkan pada gambar 1.2
berikut :
gambar
Gambar 1.2. a. Diagram P- ΔL baja karbon rendah. b. Kurva P- ΔL logam pada umumnya.
σp = Pp / Ao (kg/mm2)
Hubungan (P-ΔL) sebanding sampai batas tersebut, maka grafiknya berupa garis
lurus. Pada daerah ini berlaku
Dimana : σ = tegangan
E = modulus elastisitas
ε = regangan
Pada tegangan yang tidak malebihi batas proporsional secara praktis hanya
mengakibatkan deformasi elastis, yaitu regangan akan hilang bila beban ditiadakan.
Oleh karena itu batas proporsional kadang-kadang identik dengan batas elastis, sehingga
dengan demikian Tp = Te. Komponen mesin harus dirancang dengan tegangan kerja
yang tidak melebihi Tp dan Te.
Bila beban malebihi Pp, maka hubungan beban dan perpanjangan akan
menyimpang dari garis lurus ke bentuk kurva. Selanjutnya pada beban tertentu pada
diagram terdapat bagian yang mendatar. Hal ini menunjukkan bahwa bahan mengalami
perpanjangan (Yield/luluh) walaupun tanpa pertambahan beban. Besarnya beban
disimbolkan sebagai Py (beban luluh), sedangkan tegangan luluh adalah :
σy = Py / Ao
3.2 Kurva Tegangan Teknik – Regangan teknik (σ t - εt) dan Kurva Tegangan
Sebenarnya – Regangan Sebenarnya (σ s - εs )
Dari diagram uji tarik dapat (P-ΔL) dapat ditransformasi menjadi kurva
tegangan-regangan teknik dengan hubungan sbb :
σy = P / Ao (kg/mm2)
σ s = σ t ( 1 + εt )
εs = ln ( 1 + εt )
σ s = K (εs)n
dimana : K = konstant
n = koefisien penguat regangan (strain hardening)
untuk mendaptkan harga K dan n, maka persamaan tersebut diatas dikenakan operasi
logaritma menjadi :
ln σ s = ln K + ln εs
apabila persamaan tersebut diplot dalam salib sumbu grafik ln-ln, maka persamaan
menunjukkan garis lurus, dimana ;
n = ln σ s / ln εs
dengan cara ekstrapolasi ke ln εs = 0 akan diperoleh harga K.
ln σ s = ln K pada εs = 1 atau ln εs = 0
jadi : K = σs
Untuk membuat kurva (σ t - εt) dan (σ s - εs ) maka data yang diperlukan adalah :
P ΔL σt εt σt εt Ln σt ln εt
Dari data tersebut dapat diplot surva sebagai berikut :
gambar
7) Modulus Resilien
Modulus resilien merupakan kemampuan logam untuk menyerap energi tanpa
mengakibatkan terjadinya deformasi plastis (menyerap energi deformasi plastis dan
melepaskannya kembali bila beban dihilangkan) seperti terlihat pada gambar 1.5
gambar
Dari gambar 1.5 terlihat bahwa modulus resilien adalah luasan dibawah kurva (σ
y - εy ) pada daerah elastis, sbb:
UR = σ y2 / 2 εt )
Modulus Resilien untuk beberapa jenis bahan terlihat pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Modulus Resilien beberapa jenis bahan.
MODULUS
MATERIAL RESILIENT
Medium – Carbon Steel 33,7
High – Carbon Steel 320
Duralium 17
Cooper 5,3
Rubber 300
Acrylic Polimer 4,0
gambar
Gambar 1.6. Luas Daerah dibawah kurva yang menunjukkan thoughness suatu bahan.
5. PELAKSANAAN PENGUJIAN
a. Catat data mesin tarik
b. Ukur dimensi spesimen, tiap dimensi diukur tiga kali.
c. Spesimen dipasang pada penjepit (chuck)
d. Pilih skala pembebanan (20,30 atau 100)
e. Pembebanan dilakukan dengan memutar handle berlawanan arah jarum jam
secara perlahan-lahan sehingga jarum skala bergerak.
f. Catat beban dan perubahan panjang yang terjadi selama pengujian pada tabel
dibawah ini.
g. Setelah spesimen patah, putar handle searah jarum jam untuk menghentikan
pembebanan.
h. Lepaskan apesimen yang telah patah dari penjepit (chuck)
i. Kedua bagian spesimen yang patah digabung kembali, kemudian panjang
spesimen dan diameter pada bagian yang putus diukur.
j. Ulangi langkah diatas untuk spesimen yang lain.
6. SOAL-SOAL
1. Dari data pengujian, plot kurva (P – ΔL)
2. Hitung Tegangan-Regangan Teknik (σ t - εt) dan Tegangan-Regangan Teknik
sebenarnya (σ s - εs) pada titik yield, beban maksimum dan pada saat patah.
3. Plot kurva Tegangan-Regangan Teknik (σ t - εt) dan Tegangan-Regangan
Teknik sebenarnya (σ s - εs).
4. Hitung reduksi penampang untuk masing-masing spesimen
5. Hitung a. Modulus Resilien, b. Poison ratio, c. Modulus of thoughness untuk
masing-masing spesimen.
6. Apa yang dimaksud dengan Instability dan Strain hardening
7. Gambarkan diagram Mohr untuk uji tarik beban maksimum.
8. Sebutkan sumber-sumber kesalahan pada pengujian ini dan pengaruhnya
terhadap hasil pengujian.
9. Pada industri apa saja pengujian tarik sering digunakan
10. Apa saran-saran saudara terhadap pelaksanaan praktikum ini.
PRAKTIKUM
PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)
1. PENDAHULUAN
Perlakuan panas dapat didefenisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan
pendinginan terhadap logam/paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu
sehingga didapatkan sifat-sifat mekanis logam seperti yang diinginkan.
Langkah – langkah pada setiap proses laku panas adalah memanaskan logam itu
sampai suatu temperatur tertentu, lalu menahan beberapa saat pada temparatur tersebut
dan selanjutnya didinginkan dengan laju pendinginan tertentu. Selama pemanasan dan
pendinginan akan terjadi beberapa perubahan sifat-sifat dari logam/paduan tersebut.
Proses perlakuan panas ini banyak sekali digunakan pada industri-industri yang
dalam penerapannya diperlukan adanya rekayasa sifat-sifat mekanis logam/paduan
untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik.
Seseorang yang ahli dalam bidang rekayasa material melalui proses perlakuan
panas dapat melakukan perubahan-perubahan baik itu bentuk struktur mikro, sifat
mekanis dan lainnya dari suat logam untuk mendapatkan sifat-sifat bahan sesuai dengan
yang diinginkan.
2. TUJUAN
Tujuan praktikum perlakuan panas adalah untuk mempelajari :
Pengaruh media pendingin terhadap sifat-sifat mekanis logam
Pengaruh temperatur pemanasan, holding time dan kecepatan pendinginan terhadap
sifat-sifat mekanis logam.
Pengaruh kecepatan pendinginan terhadap struktur mikro logam.
3. DASAR TEORI
Sifat-sifat tertentu dari logam diperlukan agar logam tersebut mudah dilakukan
pengerjaan khususnya pengerjaan mekanis. Salah satu cara untuk dapat merubah sifat-
sifat mekanis suatu logam adalah dengan melakukan proses laku panas. Suatu proses
laku panas mungkin diperlukan sesudah pengerjaan mekanis suatu logam untuk
memberikan sifat-sifat tertentu pada produk akhir yang siap pakai.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa proses perlakuan panas
merupakan rangkaian proses produksi. Proses perlakuan panas hendaknya dilihat
sebagai proses tersendiri yang terpisah dari rangkaian produksi. Proses ini saling
mempengaruhi, sehingga dalam merancang suatu proses laku panas perlu diperhatikan
juga proses yang telah dilalui sebelumnya dan sifat akhir yang diinginkan.
Beberapa hal yang perlu dihayati dalam mempelajari perlakuan panas antara lain
berkaitan dengan struktur mikro, sifat-sifatnya terutama yang berkaitan dengan
trasformasi yang terjadi selama proses pemanasan dan pendinginan, perpindahan panas,
diffusi, reaksi kimia dan lain-lain.
Proses perlakuan panas dapat dibagi menjadi dua, yaitu proses perlakuan panas
dengan kondisi equilibrium dan proses perlakuan panas non-equilibrium.
a. Full Annealing
Full annealing dilakukan dengan memanaskan baja sampai keatas temperatur
kritis (untuk baja hypoeutektoid 25-50 0
C diatas temperatur kritis A1), diikuti dengan
pendinginan yang cukup lambat (terutama selama melewati temperatur transformasi).
Biasanya pendinginan dilakukan bersama dapur atau bahan yang mempunyai sifat
penyekat panas yang baik. Proses ini biasanya digunakan untuk membuat baja menjadi
lebih lunak, menghaluskan kristal logam/paduan, memperbaiki machinability dll.
Karena proses pendinginan dengan full annealing ini sangat lambat maka apabila
didinginkan dalam dapur, tentunya akan mengurangi produktivitas dapur. Untuk
menghindari hal ini dapat dilakukan isothermal annealing, dimana pamanasan dan
holding time dilakukan dalam dapur seperti full annealing, tetapi sesudah itu benda kerja
dicelup kedalam garam cair (salt bath, sekitar 650 0C) dengan tempertur sedikit dibawah
temperatur kritis A1 dan dibiarkan disana sampai transformasi austenit ke pearlite
selesai, lalu didinginkan di udara diam.
b. Normalizing
Normalizing dilakukan dengan memanaskan logam sampai temperatur 50 0C
diatas temperatur kritis A3 , ditahan beberapa saat dan didinginkan di udara diam. Hasil
normalising umumnya memiliki struktur mikro lebih halus, sehingga untuk komposisi
kimia yang sama akan memiliki yield strength, ultimate strength, kekerasan dan impac
strenght yang lebih tinggi dibandingkan yang diperoleh dari proses full annealing dan
machinability nya akan menjadi lebih baik.
Normalizing juga sering dilakukan terhadap benda logam hasil tuangan atau
tempa. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tegangan dalam dan menghaluskan butir
kristalnya sehingga diperoleh sifat mekanik yang lebih baik. Normalizing juga akan
menghasilkan struktur mikro yang lebih halus sehingga akan memberikan respon yang
baik pada proses pengerasan (hardening).
C. Speroidizing
Speroidizing dilakukan dengan memanaskan logam bampai tempertur kritis
dibawah atau sedikit dibawahnya, dan dibiarkan pada temperatur tersebut dalam waktu
lama, baru kemudian didinginkan. Penahanan pada temperatur tersebut dalam waktu
lama menyebabkan sementit yang awalnya berbentuk plat atau lempengan akan hancur
menjadi bola-bola kecil yang disebut spheroidite yang tersebar dalam matrik ferrit.
Dalam keadaan ini baja mempunyai ductility dan machinability yang maksimum,
sebaliknya kekerasan minimum. Spheroidite makin besar jika holding time makin lama.
E. Homogenizing
Homogenizing dilakukan dengan memanaskan kembali benda kerja sampai
temperatur yang cukup tinggi didaerah austenit dan menahan dalam waktu yang cukup
lama kadar terjadi difusi yang akan didinginkan dengan lambat. Proses ini dilakukan
pada benda tuangan yang memiliki struktur mikro berbentuk dendritik menjadi struktur
yang lebih homogen.
4. PENGERASAN (HARDENING)
Hardening dilakukan dengan memanaskan logam hingga mencapai temperatur
austenit, dipertahankan beberapa saat pada temperatur tersebut, lalu didinginkan dengan
cepat sehingga akan diperoleh martensit yang keras. Biasanya proses hardening sering
diikuti dengan proses tempering.
Untuk mendapatkan struktur mikro yang sepenuhnya martensit maka laju
pendinginan harus dapat mencapai laju pendinginan kritis (CCR, critical coling rate).
Dengan laju pendinginan yang kurang dari CCR akan mengakibatkan adanya sebagian
austenit yang tidak bertransformasi menjadi martensit tetapi menjadi struktur lain,
sehingga kekerasan maksimum tidak tercapai.
Laju pendinginan yang terjadi pada suatu benda kerja tergantung pada beberapa
faktor utama, antara lain :
Jenis media pendingin
Temperatur media pendingin
Kuatnya sirkulasi pada media pendinginan
Beberapa media pendingin yang sering digunakan pada proses hardening,
diurutkan menurut kekuatan pendinginannya :
1. Brine (air + 10 % garam dapur)
2. Air
3. Salt bath (garam cair, dipanaskan sampai mencair)
4. Larutan minyak (oli) dalam air
5. Oli
6. Udara
7. PELAKSANAAN PERCOBAAN
Percobaan dilaksanakan menggunakan 3 jenis media pendingin yaitu ; air, oli dan
udara.
Siapkan benda uji sesuai dengan dimensi yang telah ditentukan, ratakan permukaan
dengan menggunakan kertas gosok grid rendah.
Catat dimensi benda uji pada lembar pengujian.
Masukkan ketiga benda uji kedalam dapur pamanas.
Panaskan benda uji sehingga mencapai temperatur sedikit diatas temperatur kritis A 3
(untuk baja karbon rendah sekitar 850 0C).
Apabila dapur telah menunjukkan temperatur tersebut, tahan temperatur tersebut
selama 15 – 20 menit untuk menghomogenkan panas pada seluruh bagian benda
uji.
Dengan menggunakan tang penjepit, ambil benda uji satu persatu dan dinginkan
dengan cara memasukkan benda uji 1 ke dalam air, benda uji 2 kedalam oli dan
benda uji 3 didinginkan di udara terbuka.
Setelah benda uji dingin, keluarkan benda uji dari media pendingin dan gosok kedua
permukaan penampang benda uji dengan menggunakan kertas grit halus sehingga
memiliki permukaan yang halus.
Selanjutnya dengan menggunakan mesin uji kekerasan, dapatkan nilai kekerasan
masing-masing benda uji tersebut diatas. Masing-masing benda uji dilakukan
pengujian minimal tiga kali.
Catat hasilnya pada lembar pengujian.
8. SOAL-SOAL
1. Hitung kekerasan masing-masing spesimen yang telah
dilakukan perlakuan panas
2. Plotkan diagram pemanasan (Temperatur-Waktu) untuk
masing-masing perlakuan.
3. Berikan analisa saudara tentang hubungan jenis heat
treatment terhadapkan kekerasan suatu bahan.
4. Bagaimana hubungan antara laju pendinginan dengan jenis
media pendingin yang dilakukan dalam praktikum.
5. Jelaskan struktur mikro akhir yang terbentuk pada masing-
masing proses laku panas yang dilakukan.
6. Jelaskan mekanisme terbentuknya martensit pada proses
hardening.
7. Gambarkan diagram TTT untuk spesimen bahan
pengujian.
8. Pada industri apa saja perlakuan panas sering dilakukan.
9. Apa saran saudara terhadap pelaksanaan praktikum ini.
PRAKTIKUM
JOMINY HARDENABILITY TEST
1. PENDAHULUAN
Pengaruh komposisi paduan terhadap suatu baja paduan untuk bertransformasi
menjadi martensit pada pendinginan cepat (quenching) berhubungan dengan suatu
parameter yang disebut dengan hardenability. Untuk setiap perbedaan paduan baja
terhadap hubungan yang spesifik antara sifat-sifat mekanis dengan kecepatan
pendinginan.
Hardenability adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kemampuan suatu paduan untuk dikeraskan dengan membentuk martensit sebagai hasil
dari proses perlakuan panas. Hardenability bukanlah kekerasan (hardness), tetapi
pengukuran kekerasan digunakan untuk menyatakan sejauh mana transformasi martensit
dalam suatu spesimen.
Baja yang mempunyai hardenability tinggi adalah baja paduan yang keras
(membentuk martensit) tidak hanya pada bagian permukaannya, tetapi juga sampai
kedalaman tertentu suatu spesimen. Atau dengan kata lain hardenability adalah suatu
ukuran kedalaman paduan baja untuk dikeraskan.
2. TUJUAN
Tujuan praktikum Jominy hardenability test antara lain adalah :
Mempelajari hardenability band suatu paduan baja
Mengetahui pengaruh jarak dari ujung quench terhadap perubahan kekerasan suatu
bahan.
Mempeajari pengaruh media pendingin, laju pendinginan, temperatur pemanasan,
holding time dan benruk geometri terhadap hardenability suatu paduan baja.
3. DASAR TEORI
3.1. Hardenability
Hardenability didefenisikan sebagai kemampuan suatu bahan paduan baja untuk
dikeraskan dengan membentuk martensit sebagai proses perlakuan panas. Disamping itu
hardenability juga menggambarkan dalamnya pengerasan yang diperoleh dengan
quenching, biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik dibawah permukaan yang
strukturnya terdiri dari 50 % martensit.
Dalam melakukan pengerasan dengan pembentukan martensit, bila laju
pendinginannya dapat mencapai laju pendinginan kristis (CCR) maka kekerasan yang
terjadi pada dasarnya tergantung pada kadar karbon paduan tersebut (pada austenit pada
saat pemanasan). Bila laju pendinginan yang terjadi pada benda lebih lambat dari CCR
maka jumlah martensit yang terbentuk akan berkurang yang menyebabkan berkurangnya
kekerasan. Hubungan antara kekerasan sesudah quenching denga kadar karbon dalam
austenit dan jumlah martensit yang terbentuk digambarkan pada gambar 5.1
gambar
Gambar 5.1. memperlihatkan kekerasan dicapai bila dapat diperoleh martensit dengan
kadar karbon tertentu, tidak memperlihatkan bagaimana sejumlah martensit itu dapat
diperoleh.
Bila suatu benda kerja didinginkan dengan suatu media pendingin maka yang
paling cepat menjadi dingin adalah yang paling dengan permukaan, atau dengan kata
lain laju pendinginan dipermukaan akan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dalam.
Gambar 5.2. memperlihatkan kurva pendinginan dari beberapa titik dalam batang
dengan diameter 1 inchi.
Kurva pendinginan ini bila diplot pada diagram CCT (seperti pada gambar 5.3)
akan dapat dilihat bahwa bagian yang dekat permukaan dapat mencapai laju pendinginan
kristis (CCR) sedangkan bagian yang lebih dalam mungkin tidak dapat mencapai CCR
(martensit yang terbentuk makin sedikit) sehingga kekerasannya semakin turun.
Gbr
Suatu batang baja setelah diquench, lalu dipotong dan diukur kekerasan
penampangnya mulai dari permukaan sampai pusat, maka akan didapat kurva distribusi
kekerasan (hardness-penetration diagram atau hardness-trasferse diagram) batang baja
tersebut. Gambar 5.4 memperlihatkan kurva distribusi kekerasan 3 jenis baja.
Laju pendinginan pada benda besar akan lebih lambat daripada benda kecil,
sehingga mungkin saja baja yang sama bila dibuat dengan ukuran yang berbeda akan
dapat menghasilkan kekerasan yang berbeda pada bagian pusatnya, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 5.5.
Gambar
Hardenability ditentukan oleh letak kurva awal trasformasi pada CCT diagram,
makin ke kanan letak kurva awal trasformasi maka makin tinggi hardenability baja
tersebut. Karena itu hardenability dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu ; komposisi kimia baja
dan ukuran butir austenit baja pada saat pemanasan.
Gbr
Setiap titik pada spesimen jominy ini mengalami laju pendinginan yang berbeda,
yang besarnya dianggap sama untuk titik yang sama pada spesimen lain. Pada suatu
paduan baja yang mengalami pendinginan yang sama akan mempunyai stuktur dan
kekerasan yang sama, maka dengan memperhitungkan laju pendinginan yang akan
terjadi pada suatu titik pada suatu benda kerja tertentu maka akan dapat diramalkan
berapa kekerasan yang akan terjadi pada titik itu, yaitu dengan melihat di suatu titik pada
spesimen jominy yang mengalami pendinginan dengan laju yang sama, sehingga juga
akan dapat diramalkan bagaimana distribusi kekerasan pada penampang suatu benda
kerja.
Kekerasan maksimum suatu baja pada dasarnya tergantung pada kadar karbon,
sedangkan hardenability tergantung pada kompsisi kimia (% C dan unsur paduannya)
dan besar butir austenitnya. Gambar 5.8 memperlihatkan perbandingan hardenability
jenis baja yang memiliki kadar karbon sama tetapi mengadung unsur paduan yang
berbeda.
Gambar
Dalam suatu standar baja, komposisi kimianya ditentukan dalam range tertentu,
sehingga hardenability suatu baja/paduannya dari suatu standar menjadi sangat
bervariasi, sedangkan untuk beberapa keperluan diperlukan baja dengan hardenability
yang terjamin. Untuk itu kemudian dibuat standar baja dengan jaminan pada
hardenabilitynya, misalnya pada standart AISI dinyatakan dengan huruf H dibelakang
nomor kode baja (AISI 4140H).
Batas harga maksimum dan minimum hardenabilitinya dinyatakan dengan
hardenability band seperti terlihat pada gambar 5.9
Gaambar.
4.2. Spesimen
Spesimen berupa paduan baja yang berbentuk batang silinder berdiameter 1 inchi
dan panjang 4 inchi, seperti terlihat pada gambar 5.10.
5. PELAKSANAAN PENGUJIAN
a. Panaskan spesimen dalam dapur pemanas hingga
temperatur austenitsasi dan hlding
pada temperatur tersebut sekitar 20 menit.
b. Set tinggi air bebas pada saat nozzle dibuka adalah
2,5 inchi kemudian kran dimatikan.
c. Spesimen yang telah dipanaskan selanjutnya
dikeluarkan dari dapur pemanas dengan menggunakan tang penjepit dan
selanjutnya spesimen diletakkan pada tempat (frame) yang telah ditentukan pada
peralatan tersebut.
d. Buka kran sehingga dari ujung nozzle akan
menyemprot air ke ujung spesimen jominy. Pendinginan dilakukan hingga
spesimen menjadi dingin (temperatur kamar).
e. Gosok permukaan spesimen (batang silindrik)
dengan menggunakan kertas gsok hingga kedalaman 0,4 mm.
f. Lakukan pengujian kekerasan pada titik-titik
sepanjang 2 inchi partama dari ujung quench batang silindrik. Jarak antar titik pada
½ inchi pertama adalah 1/16 inchi, sedangkan pada 1 ½ inchi berikutnya 2/16
inchi.
g. Catat hasil pada tabel
h. Ulangi langkah a-g untuk pengujian spesimen lain.
Jarak dari Ujung Quench
Kekerasan (…………….)
(inchi)
1/16
2/16
3/16
4/16
5/16
7/16
½
10/16
12/16
14/16
1
1 2/16
1 4/16
1 6/16
1 8/16
1 10/16
1 12/16
1 14/16
2
6. SOAL-SOAL
A. Plot kurva hubungan kekerasan terhadap jarak dari ujung quench
B. Jelaskan analisa saudara tentang hardenability spesimen tersebut.
C. Sebutkan manfaat diketahuinya hardenability band suatu material.
D. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan
kekerasan sepanjang permukaan spesimen uji.
E. Mengapa dilakukan penahanan temperatur (holding temperatur) sebelum
spesimen sisinginkan dengan semprotan air.
F. Bagaimana aplikasi jominy tes digunakan dilapangan
G. Apa saran saudara terhadap pelaksanaan pengujian ini.