Anda di halaman 1dari 20

HARDNESS TEST

Kelompok VIII
1. Ekak Novianto (6711040061)
2. Danang Eko P (6711040050)
3. Ahmad Fitroh NS (6711040053)

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA


2013
PENDAHULUAN

1.1Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness
test) terhadap suatu material dengan beberapa metoda.
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test)
terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan
Rockwell.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test)
terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan
Vickers.

1.2 Dasar Teori


Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk
menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap
identasi/penetrasi, tahan terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan
terhadap pengikisan (abrasi). Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik
yang paling penting, karena kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui
sifat-sifat mekanik yang lain, yaitu strenght (kekuatan). Bahkan nilai kekuatan
tarik yang dimiliki suatu material dapat dikonversi dari kekerasannya. Seperti
pada gambar 1.

Gambar 1. Sifat bahan yang berhubungan dengan kekerasan

Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk


menguji kekerasan logam, yaitu :
1.Metode Pengujian Kekerasan Brinell
2.Metode Pengujian Kekerasan Vickers
3. Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
Dari ketiga metode yang tersebut di atas, yang biasanya digunakan
hanya dua saja, yaitu Rockwell dan Vickers.

1.2.1 Metode Pengujian Kekerasan Rockwell

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan


suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola
baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.

Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan


menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada
gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh
indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah
itu ditekan dengan beban mayor (major Load F1) pada
langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil
sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada
kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat
total load F yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Pengujian Rockwell

Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di
uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 1.

Gambar 4 Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan
dengan metode Rockwell.

HR = E - e
Dimana :

F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf)

F1 = Beban Mayor(Major Load) (kgf)

F = Total beban (kgf)

e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang
untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1

HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

Tabel dibawah ini merupakan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell skala
dan range uji dalam skala Rockwell.

Tabel 1 Rockwell Hardness Scales

F0 F1 F
Scale Indentor E
(kgf) (kgf) (kgf)
Jenis Material Uji
A Diamond cone 10 50 60 100 Exremely hard materials, tugsen carbides,
dll
B 1/16" steel ball 10 90 100 130 Medium hard materials, low dan medium
carbon steels, kuningan, perunggu, dll
C Diamond cone 10 140 150 100 Hardened steels, hardened and tempered
alloys
D Diamond cone 10 90 100 100 Annealed kuningan dan tembaga
E 1/8" steel ball 10 90 100 130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll
F 1/16" steel ball 10 50 60 130 Alumunium sheet
G 1/16" steel ball 10 140 150 130 Cast iron, alumunium alloys
H 1/8" steel ball 10 50 60 130 Plastik dan soft metals seperti timah
K 1/8" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
L 1/4" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
M 1/4" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
P 1/4" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
R 1/2" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
S 1/2" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
V 1/2" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
1.2.2 Metode Pengujian Kekerasan Vickers
Pada dasarnya metode pengujian kekerasan Vickers hamper
sama dengan Brinells hanya identornya saja yang berbeda. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan pada metode pengujian kekerasan Vickers
adalah sebagai berikut:
1. Spesimen harus memenuhi persyaratan:
o Permukaan harus rata dan Halus
o Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan horisontal
2. Identor yang digunakan adalah intan yang berbentuk pyramid yang
beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antara dua sisi yang
berhadapan adalah 136o
3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk pelat
yang tipis harus digunakan beban yang ringan.
4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan
menekan identor pada permukaan specimen selama 10 30 detik.
5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH
(Vickers Diamond Pyramid Hardness) yang dihitung berdasarkan
diagonal identasi dengan persamaan sebagai berikut :

DPH = { 2P sin (/2) } / d2


= 1,854 P/d2

Untuk : = 136o
Dimana : P = Gaya tekan (kgf)
d = diagonal identasi (mm)
Persamaan ini didapatkan dari :

Gambar 3. Hasil Tapak Tekan Pengujian Vickers

d = d1+d2
2
X = d Cos 45o

=d 2
Y = X / Cos 22o

= ( d 2 ) / Cos 22o
L AOB = X.Y

= ( . d 2 . d 2 ) / Cos 22o
= (1/8 d2) / Cos 220
A = 4 L AOB
= 4 (1/8 d2) / Cos 220
= ( d2) / Cos 22o
HVN = P/A
= 1,854 P/d2
6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 DPH 150/10
Dimana : 150 = Nilai Kekerasan
DPH = Metode Pengujian Vickers
150 = Gaya Pembebanan
10 = Waktu Pembebanan
7. Sama dengan pengujian kekerasan dengan Brinells, karena
pengukuran dilakukan secara manual maka memberi kemungkinan
untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu dimungkinkan
terutama pada saat pemfokusan objek pada layar, peletakan alat
ukur pada objek dan pembacaan pengukurannya.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
1.3.1 Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
a. Mesin uji Kekerasan
b. Identor Bola Baja
c. Identor Piramid Intan
d. Obeng
e. Stop Watch
f. Grinding & Polishing Machine
g. Dryer
1.3.2 Bahan
a. Spesimen Uji Kekerasan
b. Kertas Gosok
c. Kain Woll
d. Alkohol
e. HNO3
f. Tissue

2.2 Langkah Kerja


2.2.1 Metode Vickers
1. Persiapan material uji yang meliputi :
a. Material uji dihaluskan permukaannya yang akan diamati
dengan menggunakan Polishing Machine dengan grid 240.
b. Apabila material uji dirasa belum halus dapat dihaluskan
kembali dengan menggunakan grid 400 atau 600 dengan arah
yang berbeda 900 dari arah semula.
c. Material uji di-Etching (dietsa) dengan menggunakan larutan
nital 2% yaitu dengan menggunkan larutan HNO3 2ml +
Alkohol 98ml.
d. Material uji dikeringkan dengan menggunakan dryer.
2. Dibuat beberapa titik dengan menggunakan pensil untuk tiap-tiap
daerah (BM, WM dan HAZ) yang akan diamati.
3. Ditentukan beban indentor yang akan digunakan berdasarkan jenis dan
diameter indentor.
4. Atur handle Hardness Test Machine pada posisi Vickers.
5. Letakkan Pyramid intan pada tempat indentasinya.
6. Letakkan indentor pyramid intan pada tempatnya di Hardness Test
Machine dengan menggunakan obeng.
7. Letakkan pen sesuai dengan beban indentasi yang telah ditentukan
berdasarkan jenis dan diameter indentor.
8. Letakkan specimen dan atur dengan tepat pada titik penetrasi yang
telah ditentukan.
9. Geser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk
penetrasi.
10. Putar hand whell dengan tangan kiri sehingga permukaan specimen
tepat menyentuh ujung indentor.
11. Setelah 20 detik tarik handle beban dan kunci pada tempatnya.
12. Nyalakan lampu dan atur posisi specimen serta focus lensa sehingga
bekas indentasi tampak pada layar.
13. Ukur diameter indentasi dan catat pada worksheet yang ada.
14. Dilakukan prosedur no.8 sampai dengan no.13 untuk masing-masing
titik yang telah ditentukan.
2.2.2 Metode Brinell
1. Siapkan permukaan benda kerja:
a. Ratakan kedua permukaan benda kerja menggunakan kikir dan amplas
kasar, sehingga kedua bidang permukaan tersebut sejajar.
b. Haluskan permukaan benda kerja menggunakan amplas.
2. Siapkan perangkat uji kekerasan Brinell C pada Universal Hardness Tester:
a. Memasang bandul beban 31.25 kg
b. Memasang indentor bola baja berdiameter 2,5 mm
c. Memasang benda kerja pada landasan
d. Handel diatur pada posisi ke atas.
3. Sentuhkan benda kerja pada indentor dengan memutar piringan searah jarum
jam sampai jarum besar pada skala berputar 2 1/2 kali sehingga jarum besar
menunjuk angka nol dan jarum kecimenunjuk pada angka 3. Jika terasa berat,
jangan dipaksakan tetapi harus diputar balik dan diulangi.
4. Lepaskan handel ke depan secara perlahan-lahan. Jangan menekan handel ke
bawah, tetapibiarkanlah handel bergerak sendiri turun ke bawah. Jarum besar
pada skala akan bergerak seiring dengan turunnya handel ke bawah. Tunggu
hingga jarum besar pada skala berhentidengan sendirinya.
5. Tunggu selama 15 detik dari saat berhentinya jarum, kemudian gerakkan handel
ke atas secaraperlahan-lahan sampai maksimal. Dengan naiknya handel, jarum
ikut berputar searah putaranjarum jam sampai akhirnya berhenti.
6. Baca harga kekerasan HRB pada saat jarum telah berhenti
BAB III
ANALISA DATA

3. 1.Vickers

Data yang diperoleh


VICKERS
Load : 10 kg
Indentor : Piramid Intan
Time : 15 detik

No. Bagian 1 2 Average
0.350 0.331 0.341
1 BM (mm) 0.324 0.333 0.329
0.341 0.344 0.343
0.341 0.348 0.345
2 HAZ (mm) 0.347 0.335 0.341
0.351 0.352 0.352
0.308 0.336 0.322
3 WM (mm) 0.329 0.343 0.336
0.334 0.351 0.325

Base Metal ( BM )
P
1. HVN = 1.854
d2
10kg
= 1.854
(0.341mm) 2
= 159.441 kg/mm2
P
1. HVN = 1.854 2
d
10kg
= 1.854
(0.329mm) 2
= 171.284 kg/mm2
P
2. HVN = 1.854 2
d
10kg
= 1.854
(0.343mm) 2
= 157.587 kg/mm2
Rata-Rata HVN pada Base Metal (BM) = HVN tot / 3
488.312
= kg/mm2
3
= 162.771 kg/mm2
2
Jadi Nilai Kekerasan : 162,771 kg/mm HV 10/15

Heat Affected Zone ( HAZ )


P
1. HVN = 1.854 2
d
10kg
= 1.854
(0.345mm) 2
= 155.766 kg/mm2
P
2. HVN = 1.854 2
d
10kg
= 1.854
(0.341mm) 2
= 159.441 kg/mm2
P
3. HVN = 1.854 2
d
10kg
= 1.854
(0.352mm) 2
= 149.632 kg/mm2
Rata-Rata HVN pada Heat Affected Zone (HAZ) = HVN tot / 3
464.839
= kg/mm2
3
= 154.946 kg/mm2
Jadi Nilai Kekerasan : 154.946 kg/mm2 HV 10/15

Weld Metal (WM)


P
1. HVN = 1.854
d2
10kg
= 1.854
(0.322mm) 2
= 178.813 kg/mm2
P
2. HVN = 1.854 2
d
10kg
= 1.854
(0.336mm) 2
= 164.230 kg/mm2
P
3. HVN = 1.854 2
d
10kg
= 1.854
(0.325 mm) 2
= 175.527 kg/mm2
Rata-Rata HVN pada Weld Metal (WM) = HVN tot / 3
518.570
= kg/mm2
3
= 172.857 kg/mm2
Jadi Nilai Kekerasan : 172,857 kg/mm2 HV 10/15

No Posisi Nilai kekerasan


1 Base Metal 162.771 kg/mm2
2 HAZ 154.946 kg/mm2
3 Weld Metal 172.857 kg/mm2

3.2 BRINELL

BRINELL HARDNESS TEST


Load (F) : 31.25 kg
No. Identor : Bola baja
Time : 15 detik
Diameter : 2.5 mm
BM
1 2 Average
1 0.675 0.655 0.665
2 0.667 0.671 0.669
3 0.678 0.661 0.670
4 0.675 0.662 0.669
5 0.665 0.665 0.665
6 0.674 0.672 0.673

Perhitungan
Load (F) = P x D2 F = 31.25 kgf x 9.8 m/s2
=5 x 2.52 = 306,25 N
= 31.25 kgf
2F
a. HB1
D( D D 2 d 2 )
2 x 306.25 N

3.14 2.5mm(2.5mm (2.5mm) 2 (0.665mm) 2 )
865.86 N/mm2
865.68 HB 2.5/306.25 - 10
2F
b. HB 2
D( D D 2 d 2 )
2 x 306.25 N

3.14 2.5mm(2.5mm (2.5mm) 2 (0.669mm) 2 )

= 855.78 N/mm2

855.78 HB 2.5/306.25-15
2F
c. HB 3
D( D D 2 d 2 )
2 x 306,25 N

3.14 2.5mm(2.5mm (2.5mm) 2 (0.670mm) 2 )

= 853.18N/mm2

853.18 HB 2.5/306.25 15

2F
d. HB 4
D( D D 2 d 2 )
2 x 306.25 N

3.14 2.5mm(2.5mm (2.5mm) 2 (0.669mm) 2 )

= 855.78N/mm2

855.78 HB 2.5/306.25 15
2F
d. HB 5
D( D D 2 d 2 )
2 x 306.25 N

3.14 2.5mm(2.5mm (2.5mm) 2 (0.665mm) 2 )

= 866.30 N/mm2

866.30 HB 2.5/306.25 15

2F
d. HB 6
D( D D 2 d 2 )
2 x 306,25 N

3,14 2,5mm(2,5mm (2,5mm) 2 (0.673mm) 2 )

= 845.45 N/mm2

845.45HB 2.5/306.25 15
BAB IV
PEMBAHASAN

Sebelum Hardness Test dilakukan material uji terlebih dahulu harus


dihaluskan permukaan material uji yang akan diamati. Hal tersebut ditujukan agar
tidak diperoleh bekas hasil indentasi palsu yang tampak pada layar mesin
Hardness Test akibat tidak ratanya permukaan material uji yang diamati, sehingga
dengan permukaan yang halus dapat diperoleh bekas indentasi yang baik yang
tampak pada layar mesin Hardness Test.
Pada Hardness Test juga perlu dilakukan sketsa pada material uji yang
akan diamati agar dapat dilakukan pengujian kekerasan pada daerah-daerah
tertentu yang tampak pada material uji setelah dilakukannya sketsa.
Daerah-daerah tersebut meliputi daerah BM (Base Metal), WM (Weld
Metal) dan HAZ (Heat Affected Zone), seperti pada gambar 4. Sehingga dapat
diketahui nilai kekerasan pada masing-masing daerah tersebut setelah
dilakukannya Hardness Test.

WM

BM

Gambar 4. Daerah HAZ, BM dan WM

Pada hasil analisa data yang telah diperoleh berdasarkan data yang telah
diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan bahwa pada Hardness
Test dengan menggunakan metode brinell bahwa nilai kekerasan didaerah HAZ
paling tinggi daripada nilai kekerasan di daerah WM dan BM. Hal tersebut
dikarenakan pada saat dilakukannya proses pengelasan terjadi perubahan struktur
pada material uji tersebut yang mana setelah pengelasan tersebut selesai dilakukan
banyak terdapat struktur Martensit pada material uji tersebut. Apabila pada
Hardness Test tersebut didapatkan nilai kekerasan di daerah BM yang lebih besar
dari pada nilai kekerasan pada daerah WM maupun HAZ maka material uji
tersebut dinyatakan tidak lulus uji kekerasan.
Hal itu dikarenakan pengelasan pada suatu material tidak hanya ditujukan
untuk menyambung 2 material uji tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki sifat
mekanik dari material uji tersebut.
HAZ memiliki nilai kekerasan lebih tinggi daripada daerah yang lain
dikarenakan pada saat proses pengelasan selesai di daerah HAZ lebih cepat
pendinginannya daripada WM atau bisa juga sebelum dilakukan pengelasan tidak
dilakuan preheating pada Base Metal.

Gambar 5. Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation)

Karena laju pendinginnannya sangat cepat, maka driving force akan


menjadi sangat besar sehingga seolah-olah pergeseran atom-atom untuk
mengubah FCC menjadi BCC dapat terjadi tanpa difusi, hanya karena dorongan
driving force. Tetapi karena austenite mengandung sejumlah karbon, sedangkan
ferrit hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon, maka karbon yang
seharusnya keluar dari larutan akan terperangkap (atom karbon sudah tidak dapat
lagi berdifusi keluar karena ia sudah tidak lagi memiliki cukup energi untuk
berdifusi, temperatur sudah terlalu rendah) dalam struktur (yang seharusnya BCC)
dan menyebabkan struktur baru itu terdistorsi, tidak menjadi BCC tetapi menjadi
BCT (Body Centered Tetragonal) yaitu martensit. Karena adanya karbon yang
terperangkap ini, struktur itu (martensit) menjadi tegang dan karenanya menjadi
sangat keras (sampai Rockwell C 65), tetapi juga getas.
Dari diagram dapat di simpulkan bahwa daerah HAZ mempunyai struktur
martensit yang lebih banyak daripada WM sehingga didaerah HAZ memiliki
kekerasan yang lebih tinggi daripada WM.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang kami lakukan, diperoleh bahwa nilai kekerasan tertinggi
terdapat pada HAZ. Untuk pengujian Vickers, HAZ mempunyai nilai kekerasan
154,946 kg/mm2, dan untuk pengujian Brinell mempunyai nilai kekerasan
tertinggi 853.18 kg/mm2. Dari pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada
daerah HAZ terdapat struktur martensit yang lebih banyak daripada base metal
dan weld metal sehingga didaerah HAZ memiliki kekerasan yang lebih tinggi
daripada yang lainnya. Seperti yang ditunjukkan tabel di bawah ini.

Nilai Kekerasan
No. Bagian
vickers Brinel
1 Base Metal 162,771 kg/mm2 Base Metal =
865.86 kg/mm2
2
2. HAZ 154,946 kg/mm 855.78 kg/mm2
853.18 kg/mm2
3. Weld Metal 172,857 kg/mm2 855.78 kg/mm2
866.30 kg/mm2
845.45 kg/mm2
DAFTAR PUSTAKA

1. Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, jurusan Teknik


MEsin FTI, ITS.
2. M.M. Munir,[2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik
Bangunan Kapal, PPNS.
3. Prasojo Budi, [2003], Jobsheet Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS.

Anda mungkin juga menyukai