Anda di halaman 1dari 18

Uji Kekerasan Rockwell Dan Penggunaannya

Senin, 30 Maret 2020

Pengujian kekerasan adalah  kemampuan suatu bahan terhadap beban  dalam perubahan yang
tetap. Dengan melakukan tekanan pada benda yang diuji maka dapat dianalisis seberapa besar
tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang
yang menerima pembebanan tersebut.
 
Metode Pengujian Rockwell
Pengujian kekerasan Rockwell merupakan salah satu pengujian kekerasan yang mulai banyak
digunakan hal ini dikarenakan pengujian kekerasan Rockwell yang : sederhana, cepat, tidak
memerlukan mikroskop untuk mengukur jejak, dan relatif tidak merusak.
 
Pengujian kekerasan Rockwell dilaksanakan dengan cara menekan permukaan spesimen (benda
uji) dengan suatu indentor. Penekanan indentor ke dalam benda uji dilakukan dengan menerapkan
beban pendahuluan (beban minor), kemudian ditambah dengan beban utama (beban mayor), lalu
beban utama dilepaskan sedangkan beban minor masih dipertahankan.
 
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan standar DIN 50103. Adapun
standar kekerasan metode pengujian Rockwell ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
 

 
 Dalam metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya bervariasi, yaitu :
1. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone.
2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.

 
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan memilih ketentuan angka
kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala tertentu. Jika pada skala tertentu tidak
tercapai angka kekerasan yang akuran, maka kita dapat menentukan skala lain yang dapat
menunjukkan angka kekerasan yang jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar
atau acuan, dimana acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui
tabel sebagai berikut :
 

Dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell diberikan dua tahap pada proses
pembebanan. Tahap Beban Minor dan Beban Mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg
sedangkan beban mayor bergantung pada skala kekerasan yang digunakan.
 
Cara pengujian kekerasan Rockwell
Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor dengan suatu gaya tekan tertentu
ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu logam yang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan
dikembalikan ke gaya minor, maka yang akan dijadikan dasar perhitungan untuk nilai
kekerasan Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan, tetapi justru
dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode Rockwell dibandingkan dengan
metode pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA, HRB, dan HRC. HR itu sendiri
merupakan suatu singkatan kekerasan Rockwell atau Rockwell Hardness Number dan kadang-
kadang disingkat dengan huruf R saja.
 
Penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell
Penguji harus memasang indentor terlebih dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan,
yaitu indentor bola baja atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji
meletakkan specimen yang akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel beban
yang akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya, penguji dapat
melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer.
 
Kesalahan dalam pengujian kekerasan disebabkan beberapa faktor yaitu :

1. Mesin Uji Rockwell


2. Operator
3. Benda Uji

 
Pengujian Kekerasan benda dengan metode Rockwell memiliki beberapa kelebihan antara lain :

1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.


2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.

 
Selain memiliki kelebihan Pengujian kekerasan benda dengan metode Rockwell memiliki beberapa
kekurangan antara lain :

1. Tingkat ketelitian rendah.


2. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
3. Penekanan bebannya tidak praktis.
Pengujian Kekerasan Material dengan Metode Vickers
Metode pengujian kekerasan Vickers dilaksanakan dengan cara menekan benda uji atau
spesimen dengan indentor intan yang berbentuk piramida dengan alas segi empat dan
besar sudut dari permukaan-permukaan yang berhadapan 136°. Penekanan oleh indentor
akan menghasilkan suatu jejak atau lekukan pada permukaan benda uji.

         Gbr 1. Jejak yang dihasilkan oleh penekanan indentor pada benda uji

Untuk mengetahui nilai kekerasan benda uji, maka diagonal rata-rata dari jejak tersebut
harus diuiur terlebih dahulu dengan memakai mikroskop.
Angka kekerasan Vickers dapat diperoleh dengan membagi besar beban uji yang
digunakan dengan luas permukaan jejak.

Jika d merupakan diagonal rata-rata dari jejak, maka luas permukaan jejak dapat ditentukan
sebagai berikut,
                                                    atau,

Jadi angka kekerasan Vickers dapat diperoleh dengan rumus

                                              atau,
Rentang beban ujj yang digunakan pada pengujian kekerasan Vickers berkisar antara 1 kgf
sampaj 120 kgf, dan beban uji yang umum digunakan adalah 5, 10, 30 dan 50 kgf.
Sedangkan waktu penerapan beban uji (dwell time) standar biasanya dilaksanakan selama
10 -15 detik.
Di dalam pengujian kekerasan Vickers perlu diperhatikan mengenai jarak minimal dari titik
pusat jejak ke bagian pinggir spesimen, di mana menurut standar ASTM adalah sebesar
2,5 kali diagonal jejak. Dan jarak minimal antara jejak-jejak yang berdekatan juga 2,5 kali
diagonal jejak. Sedangkan menurut standar ISO, jarak minimal dari titik pusat jejak ke
bagian pinggir benda uji adalah 2,5 d untuk baja dan paduan tembaga dan 3 d untuk logam-
logam ringan, sementara jarak minimal antara jejak adalah 3 d untuk baja dan paduan
tembaga, dan 6 d untuk logam-logam ringan.

                                 Gbr 2. Indentor intan berbentuk piramid

Berbeda dengan pengujian kekerasan Brinell dan pengujian kekerasan Rockwell yang
menggunakan lebih dari satu jenis atau ukuran indentor, pengujian kekerasan Vickers
hanya menggunakan satu jenis indentor, yaitu indentor intan berbentuk piramid yang dapat
digunakan untuk menguji hampir semua jenis logam mulai dari yang lunak hingga yang
keras.
Ada beberapa jenis mesin yang digunakan untuk melaksanakan pengujian kekerasan
Vickers, seperti mesin Vickers dengan tenaga hidrolik, mesin Vickers mekanis, mesin
Vickers digital, mesin Vickers semi otomatis, dan mesin Vickers otomatis penuh. Salah satu
jenis mesin Vickers mekanis diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
                                        Gbr 3. Mesin pengujian kekerasan Vickers

Pada umumnya ada 3 jenis bentuk jejak (lekukan) yang dihasilkan oleh penekanan
indentor, yaitu bentuk persegi sempurna, bentuk bantal dan jejak berbentuk tong.

                                         Gbr 4. Bentuk-bentuk jejak 

Jejak dengan bentuk persegi dihasilkan oleh indentor intan berbentuk piramid yang
sempurna. Jejak berbentuk bantal dihasilkan karena terjadinya pengerutan logam di sekitar
permukaan. Dan jejak dengan bentuk tong umumnya didapatkan pada logam-logam yang
dikerjakan dingin (cold working) sehingga menghasilkan bentuk bubungan. 

Pada pelaksanaan pengujian kekerasan material dengan metode Vickers, maka benda
yang akan diuji harus memiliki permukaan yang rata, halus dan bersih yang bebas dari cat,
kerak, oksida,  minyak dan kotoran lainnya. Untuk mendapatkan kualitas permukaan
spesimen seperti ini, umumnya dicapai dengan proses penggerindaan dan pemolesan.
Seperti halnya pengujian kekerasan Brinell, di mana jika ukuran jejak semakin kecil, maka
kekerasan benda uji juga semakin keras dan sebaliknya. Hal tersebut berlaku juga pada
pengujian kekerasan Vickers.
Pengujian kekerasan Vickers tidak cocok untuk menguji material yang tidak homogen,
seperti besi tuang.
Standar Pengujian Vickers
Standar pengujian kekerasan Vickers secara lengkap diuraikan di dalam standar-standar
berikut,

ASTM E92   : Metode standar pengujian kekerasan Vickers untuk bahan


                        logam.
ASTM E384 : Metode pengujian standar kekerasanmikro material
ISO 6507-1  : Bahan logam - Pengujian kekerasan Vickers - Bagian 1 -
                        Metode pengujian.
ISO 6507-2  : Bahan logam - Pengujian kekerasan Vickers - Bagian 2-
                        Verifikasi dan kalibrasi mesin uji.
ISO 6507-3  : Bahan logam - Pengujian kekerasan Vickers - Bagian 3 -
                        Kalibrasi balok referensi.
ISO 6507-4  : Bahan logam - Pengujian kekerasan Vickers - Bagian 4 -
                        Tabel nilai kekerasan.

Penulisan angka kekerasan Vickers


Cara penulisan kekerasan Vickers biasanya ditulis dalam bentuk angka yang diikuti dengan
huruf HV (Hardness Vickers) dan besarnya beban uji. Sebagai contoh :  186 HV 30, artinya
angka kekerasan material yang diuji adalah 186, beban uji yang digunakan adalah 30 kgf,
dan lamanya waktu penerapan beban (dwell time) adalah 10 -15 detik. Bila waktu
penerapan beban tidak terletak antara 10 -15 detik, maka waktu penerapan beban ujinya
harus  dicantumkan. Contoh :  472 HV 50/20, artinya angka kekerasan benda uji adalah
472, besar beban uji yang diterapkan 50 kgf, dan lamanya waktu penerapan beban adalah
20 detik.

Tabel di bawah ini merupakan contoh kekerasan Vickers dari beberapa bahan.
Keuntungan dan kekurangan pengujian kekerasan Vickers
Dibandingkan dengan pengujian kekerasan lainnya, pengujian kekerasan Vickers
mempunyai beberapa keuntungan dan juga kerugian (kekurangan), seperti berikut.
Keuntungan :        
▪ Menggunakan hanya satu jenis indentor untuk menguji material yang lunak hingga yang
keras
▪ Pembacaan ukuran jejak dapat dilakukan lebih akurat.
▪ Jenis pengujian yang relatif tidak merusak.
▪ Metode Vickers dapat digunakan pada hampir semua logam.
Kekurangan :   
▪ Secara keseluruhan, waktu pelaksanaan pengujian lama.
▪ Memerlukan pengukuran diagonal jejak secara optik.
▪ Permukaan benda uji harus dipersiapkan dengan baik
Kekerasan mikro Vickers
Selain untuk pengujian kekerasan makro, metode Vickers dapat juga digunakan untuk
melaksanakan pengujian kekerasan mikro (Vickers microhardeness test). Rentang beban
uji yang digunakan pada pengujian kekerasan mikro Vickers ini adalah kecil, yaitu antara 1
gf hingga 1000 gf (1 kgf). Pengujian kekerasan mikro Vickers sangat cocok diterapkan pada
bahan yang tipis, lapisan dari benda uji yang permukaannya dikeraskan, keramik, dan
komposit.
Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid
loading). Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap
beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan,
dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya
untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan
transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan
melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya
tumbukan kecelakaan.

 Pada uji impact terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk spesimen.
Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi
potensial. Dasar pengujiannya yakni penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang
berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami
deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya
perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut.

Sifat keuletan suatu bahan dapat diketahui dari pengujian tarik dan pengujian impact, tetapi
dalam kondisi beban yang berbeda. Beban pada pengujian impact seperti yang telah dijelaskan
diatas adalah secara tiba-tiba, sedangkan pada pengujian tarik adalah perlahan-lahan. Dari hasil
pengujian tarik dapat disimpulkan perkiraan dari hasil pengujian impact. Tetapi dari pengujian
impact dapat diketahui sifat ketangguhan logam dan harga impact untuk temperatur yang
berbeda-beda, mulai dari temperatur yang sangat rendah (-30oC) sampai temperatur yang tinggi.
Sedangkan pada percobaan tarik, temperatur kerja adalah temperatur kamar.
 
 Ada dua macam metode uji impact, yakni metode charpy dan izod,  perbedaan mendasar dari
metode itu adalah pada peletakan spesimen, Pengujian dengan menggunkan charpy lebih akurat
karena pada izod pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur
bukanlah energi yang mampu di serap material seutuhnya. 

PENGUJIAN IMPACT METODE CHARPY :


Batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat, Benda uji Charpy memiliki luas
penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan
sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm.
Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban
impak dari ayunan bandul, Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada
berbagai temperature sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi

prinsip dasar pengujian charpy ini adalah besar gaya kejut yang dibutuhkan untuk mematahkan
benda uji dibagi dengan luas penampang patahan. Mula-mula bandul Charpy disetel dibagian
atas, kemudian dilepas sehingga menabrak benda uji dan bandul terayun sampai ke kedudukan
bawah Jadi dengan demikian, energi yang diserap untuk mematahkan benda uji ditunjukkan oleh
selisih perbedaan tinggi bandul pada kedudukan atas dengan tinggi bandul pada kedudukkan
bawah (tinggi ayun). Segera setelah benda uji diletakkan, kemudian bandul dilepaskan sehingga
batang uji akan melayang (jatuh akibat gaya gravitasi). Bandul ini akan memukul benda uji yang
diletakkan semula dengan energi yang sama. Energi bandul akan diserap oleh benda uji yang
dapat menyebabkan benda uji patah tanpa deformasi (getas) atau pun benda uji tidak sampai
putus yang berarti benda uji mempunyai sifat keuletan yang tinggi.

 Permukaan patah membantu untuk menentukan kekuatan impact dalam hubungannya dengan
temperatur transisi bahan. Daerah transisi yaitu daerah dimana terjadi perubahan patahan ulet ke
patahan getas. Bentuk perpatahan dapat dilihat langsung dengan mata telanjang atau dapat pula
dengan bantuan mikroskop.

PENGUJIAN IMPACT METODE IZOD 

Metode uji Izod lazim digunakan di Inggris dan Eropa, Benda uji Izod mempunyai penampang
lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit, kemudian uji impak
dengan metode ini umumnya juga dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan untuk
material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever,

 Perbedaan mendasar  charpy dengan izod adalah peletakan spesimen. Pengujian dengan


menggunkan izod tidak seakurat pada pengujian charpy, karena pada izod pemegang spesimen
juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang mampu di serap
material seutuhnya.

FAKTOR PENYEBAB PATAH GETAS  PADA PENGUJIAN IMPACT

1). Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip
sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial
stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan
menyebabkan material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan
mengalami kegagalan.

 2). Temperatur

Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin
rendah, begitupun sebaliknya.

3). Strainrate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat
mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak
menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan
sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis,
sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bulan di
batas butir. Karena dislokasi ga sempat gerak ke batas butir.
Kemudian, dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita
akan buat diagram harga impak terhadap temperatur. Energi akan berbanding lurus dengan harga
impak. Kemudian kita akan mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range
temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika material dipanaskan.
Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi material,
yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga
impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan
mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil
maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu.

BENTUK PATAHAN PADA UJI IMPACT

1) .Patahan Getas

 Patahan yang terjadi pada benda yang getas, misalnya: besi tuang, dapat dianalisis Permukaan
rata dan mengkilap, potongan dapat dipasangkan kembali, keretakan tidak dibarengi deformasi,
nilai pukulan takik rendah

2).Patahan Liat

 Patahan yang terjadi pada benda yang lunak, misalnya: baja lunak, tembaga, dapat dianalisis
Permukaan tidak rata buram dan berserat, pasangan potongan tidak bisa dipasang lagi, terdapat
deformasi pada keretakan, nilai pukulan takik tinggi

3).Patahan Campuran

 Patahan yang terjadi pada bahan yang cukup kuat namun ulet, misalnya pada baja temper
Gabungan patahan getas dan patahan liat, permukaan kusam dan sedikit berserat, potongan
masih dapat dipasangkan, ada deformasi pada retakan

Pengujian ini berguna untuk melihat dampak yang ditimbulkan oleh adanya takikan,
bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor lainnya. Impact test bisa diartikan
sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan suatu bahan dalam menerima beban
tumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan
spesimen dengan ayunan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.1 dibawah ini:
   Gambar 1.1 Mesin Uji Impact

Bandul dengan ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Berkurangnya


energi potensial dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan
energi yang diserap oleh spesimen. Sketsa prhitungan energy impact secara teoritis
dapat dilihat pada Gambar 1.2 dibawah ini.

   Gambar 1.2 Sketsa Perhitungan


Energi Impact Teoritis   Besarnya energi impact  (joule) dapat dilihat pada skala mesin
penguji. Sedangkan besarya energi impact dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut : Eo = W.ho………….(1.1) E1  = W.h1…………(1.2) ∆E = Eo – E1 = W (ho– h1)… .(1.3)
dari gambar 1.2 didapatkan ho = ℓ – ℓcos α = ℓ (1 – cos α)……(1.4) h 1 = ℓ – ℓcos β = ℓ (1
– cos β)……(1.5) dengan subtitusi persamaan 4 dan 5 pada 3 di dapatkan : ∆E = W
ℓ( cos β – cos α )……… (1.6) dimana:    Eo = Energi awal  (J)   E1 = Energi akhir (J) W =
Berat bandul (N) ho = Ketinggian bandul sebelum dilepas (m) h1 = Ketinggian bandul
setelah dilepas (m) ℓ = panjang lengan bandul (m) α = sudut awal ( o) β = sudut akhir
( o)

Untuk mengetahui kekuatan impact /impact strength (Is) maka energi impact tersebut
harus dibagi dengan luas penampang efektif spesimen (A) sehingga :

Is = ∆E/A = W ℓ( cos β – cos α )/A……… (1.7)


Pada suatu konstruksi, keberadaan takik atau nocth memegang peranan yang amat
berpengaruh terhadap kekuatan impact.  Adanya takikan pada kerja yang salah seperti
diskotinuitas pada pengelasan, atau korosi lokal bisa bersifat sebagai pemusat
tegangan (stress concentration). Adanya pusat tegangan ini dapat menyebabkan
material brittle (getas), sehingga patah pada beban di bawah yield strength.

Ada tiga macam bentuk takikan menurut standart ASTM pada pengujian impact yakni
takikan type A (V), type B (key hole)  dan type C (U) sebagaimana ditunjukkan pada

Gambar 1.3 di bawah ini:   

 Gambar 1.3 Macam-macam Bentuk Takikan


Pada Spesimen Uji Impact

Fracture atau kepatahan pada suatu material dapat digolongkan sebagai brittle  (getas)


atau   ductile (ulet). Suatu material yang mengalami kepatahan tanpa mengalami
deformasi plastis dikatakan patah secara brittle. Sedangkan apabila kepatahan
didahului dengan suatu deformasi plastis dikatakan mengalami ductile
Fracture. Material yang mengalami brittle Fracture  hanya mampu menahan energi yang
kecil saja sebelum mengalami kepatahan. Perbedaan permukaan kedua jenis patahan
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.4 dibawah ini :
   Gambar 1.4 Pola Patahan Pada Penampang
Specimen Uji Impact   Metode Pengujian Impact Metode pengujian impact dibedakan
menjadi 2 macam yaitu Metode Charpy dan Metode Izod

1. Metode Charpy
Pada metode sebagaimana ditunjukkan pada gambar1.5.a, spesimen diletakkan
mendatar dan kedua ujung spesimen ditumpu pada suatu landasan. Letak takikan
(notch) tepat ditengah dengan arah pemukulan dari belakang takikan. Biasanya metode
ini digunakan di Amerika dan banyak negara yang lain termasuk Indonesia.

2. Metode izod

Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.5.b, spesimen dijepit pada
salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah pemukulan dari depan takikan.
Biasanya metode ini digunakan di Negara Inggris. Kedua metode tersebut dapat dilihat
pada Gambar 1.5 dibawah ini.

           Gambar 1.5 Metoda
Pengujian Charpy (a) dan Izod (b)   Temperatur Transisi Kemampuan suatu material
untuk menahan energi impact sangat dipengaruhi oleh temperatur kerja. Pengaruh
temperatur terhadap kekuatan impact setiap jenis material berbeda-beda. Pada
umumnya kenaikan temperatur akan meningkatkan kekuatan impact logam, sedangkan
penurunan temperatur akan menurunkan kekuatan impactnya. Diantara kedua
kekuatan impact yang ekstrim tersebut ada suatu titik temperatur yang merupakan
transisi dari kedua titik ekstrim tersebut yakni suatu temperatur yang menunjukkan
perubahan sifat material dari ductile menjadi brittle. Titik temperatur tersebut disebut
‘temperatur transisi’. Ada 5 kriteria dalam penentuan temperatur transisi :

1. 1. Kriteria pertama adalah T1 dimana temperatur transisi ini diperoleh dari temperatur pada saat
material bersifat 100% ductile menuju brittle. Suhu transisi ini sering disebut fracture ductility
temperature (FDT).
2. Kriteria ke dua adalah T2 yaitu temperatur transisi ada pada titik dimana fracture
appearance berada pada 50%ductile-50%brittle.
3. Kriteria ke tiga (T3) adalah kriteria yang umum dipakai. Temperatur transisinya diperoleh dari
rumus : Is Transisi = (Is tertinggi + Is terendah) / 2.
4. Kriteria ke empat adalah T4. yaitu perubahan material dari ductile-brittle menuju brittle setelah
melewati Cv = 15 ft-lb.
5. Kriteria ke lima adalah T5 dimana suhu transisinya diperoleh dari temperatur pada saat material
bersifat ductile-brittle menuju brittle 100%. Temperatur transisi ini sering disebut nil ductility
temperature (NDT). Grafik yang menunjukkan temperatur transisi dapat dilihat pada Gambar 1.6
dibawah ini.

 Gambar 1.6 Grafik Temperatur Transisi  


Apabila temperatur operasi dari suatu peralatan berada dibawah temperatur transisi
dari material yang digunakan, maka adanya crack pada material fracture akan
menyebabkan kerusakan pada peralatan, sedangkan apabila temperatur operasi
terendah masih diatas temperatur transisi dari material, maka brittle fracture bukan
merupakan masalah.

Adapun tujuan dari pengujian impact test ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh beban dampak terhadap sifat mekanik material.
2. Mengetahui standar prosedur pengujian dampak.
3. Mengetahui faktor yang memengaruhi kegagalan material dengan beban dampak.
4. Mengetahui kemampuan material terhadap beban dampak dari berbagai temperatur yang di ukur.
 
Jenis-jenis Metode Uji dampak :
Secara umum metode pengujian dampak terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Metode Charpy
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi
horizontal/mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah takikan.
2. Metode Izod
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi, dan arah
pembebanan searah dengan arah takikan.

Anda mungkin juga menyukai