LANDASAN TEORI
5
6
satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka hasil pengujiannya. Berikut ini
merupakan uraian terperinci mengenai masing-masing metode pengujian.
kita dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan yang
jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan, dimana
acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui
tabel sebagai berikut:
minor, maka yang akan dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan
Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan,
tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan
metode Rockwell dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan
lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA,
HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan
Rockwell atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat
dengan huruf R saja.
2. Cara pengujian mesin uji kekerasan Rockwell
Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih
dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola
baja atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan
specimen yang akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan
menyetel beban yang akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk
mengetahui nilai kekerasannya, penguji dapat melihat pada jarum yang
terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer.
Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain yaitu Benda uji, Operator, Mesin uji Rockwell. Adapun
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, diantaranya yaitu:
Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras, Dapat dipakai untuk batu gerinda
sampai plastik, dan Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu: Tingkat
ketelitian rendah, Tidak stabil apabila terkena goncangan, dan Penekanan
bebannya tidak praktis.
Keterangan gambar :
1. Wrench to select tested loads (kunci).
2. Tested loads mobile selector.
3. Loads scale.
4. Test Lever (hand).
5. Scale Indicator Pointer.
11
a. Small pointer.
b. Larger pointer.
c. Red dot.
d. Outer rings.
6. Ring nuts to fix the penetrator.
7. Penetrator (indentor).
8. Anvil (dudukan).
9. Anvil holder screw (capstan).
10. Handwheel to regulate the rising screw.
material/bahan dalam menerima beban tumbuk dengan diukur besarnya energi yang
diperlukan untuk mematahkan spesimen material/bahan dengan ayunan seperti
ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Bandul dengan ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Energi
potensial dari bandul berkurang sebelum dan sesudah memukul spesimen
merupakan energi yang diserap oleh spesimen.
pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai
patah dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut:
𝑊1 = 𝐺 𝑥 ℎ1 𝑥 𝑔 (𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒) …………………….. [2.1]
Keterangan:
W1 = usaha yang dilakukan (Joule)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui rumus
sebagai berikut:
𝑊2 = 𝐺 𝑥 ℎ2 𝑥 𝑔 (𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒) …………………………..[2.3]
Keterangan :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (Joule)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos β = sudut posisi akhir pendulum
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut:
𝑊 = 𝑊1 − 𝑊2 (𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒) ……………………….[2.5]
18
Sehingga persamaan yang diperoleh dari rumus di atas adalah sebagai berikut:
𝑊2 = 𝐺 𝑥 𝜆(𝐶𝑜𝑠 𝛽 − 𝐶𝑜𝑠 𝛼) 𝑥 𝑔 (𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒) ………………[2.6]
Keterangan:
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (Joule)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
cos β = sudut posisi akhir pendulum
Dan besarnya harga impact dapat diketahui dari rumus berikut ini:
𝑊
𝐾 = 𝐴 ……………………………….[2.7]
0
Keterangan:
K = nilai impact (Joule /mm2)
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (Joule)
Ao = luas penampang di bawah takikan (mm2)
Besar energi (W1) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.5 Besar Energi (W1) Pada Setiap Ayun
Besar Sudut Energi (W1) Energi (W1)
(α) (kg m) (Joule)
10º 0,0768 0,768
20º 0,292 2,92
30º 0,6432 6,432
40º 1,1232 11,232
50º 1,7184 17,184
60º 2,4 24
70º 3,1584 31,584
80º 3,9667 39,667
19
90º 4,8 48
100º 5,6332 56,332
110º 6,4416 64,416
120º 7,2 72
130º 7,8816 78,816
140º 8,4768 84,768
Sedangkan sisa usaha (W2) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.6 Sisa Usaha (W2) Pada Setiap Ayun
Besar Sudut Sisa Usaha (W2) Sisa Usaha (W2)
(β) (kg m) (Joule)
10º 0,0768 0,768
15º 0,168 1,68
20º 0,292 2,92
1) Meletakkan benda uji di tempat benda uji pada alat uji impact. Penempatan
benda uji harus benar-benar berada pada posisi tengah dimana pisau pada
pendulum berada sejajar dengan takikan benda tersebut.
5) Melihat dan mencatat hasil data yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada
busur derajat.
20
4. Pemolesan (polishing)
Benda uji yang sudah melewati proses penggerindaan, dieteruskan ke
proses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles metalografi.
Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar dengan kain beludru (selvyt).
Cara pemolesannya, benda uji diletakkan di atas piringan yang berputar,
kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles yang biasa digunakan adalah
alumina (Al2O3). Dalam istilah perdagangan diberi nama autosol atau
gama alumina. Bila garis-garis bekas pengampelasan masih terlihat,
pemolesan diteruskan. Apabila terlihat sudah rata, maka specimen
dibersihkan dan dilanjutkan dengan pengetsaan.
5. Pengetsaan
Hasil pemolesan yang terakhir akan menghasilkan suatu lapisan yang
menutupi permukaan struktur logam. Struktur mikro dapat terlihat dengan
jelas di bawah mikroskop dengan menghilangkan lapisan tersebut dengan
cara mengetsa.
Mengetsa dalam kamus, dapat diartikan sebagai proses pembuatan gambar
atau ukuran pada pelat tembaga, yang dilapisi lilin dengan benda tajam
kemudian membiarkan garis-garis yang diperoleh itu terkena korosi cairan
asam. Hasil proses itu ialah etsa, yaitu berupa gambar atau ukiran. Berikut
ini merupakan penjelasan beberapa larutan etsa untuk pengujian makro
dan mikro yang biasa dipakai dalam metalografi.
yang menerima sinar langsung dari bendanya atau lensa dekat dengan
benda yang akan dilihat, yang disebut lensa obyektif, sedangkan lensa
yang berada dekat dengan mata disebut lensa okuler.
Perbesaran total oleh mikroskop ini didefinisikan dengan perbandingan
antara tangen sudut buka baying akhir dengan sudut buka tanpa
menggunakan alat. Perbesaran sebuah mikroskop biasanya berkisar 50,
100, 200, 400, dan 1000 kali lebih besar dari benda uji.
Perbesaran struktur mikro dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Dimana :
LOK = Lensa okuler (nilai 2,5)
LOB = Lensa obyektif/lensa yang dipakai pada
mikroskopFK = Faktor kamera (nilai 1)
Ukuran foto 3R nilai 4.
berhubungan dengan benda diam atau bergerak dalam pengaruh gaya - gaya yang
bergerak padanya. Mekanika dapat dibagi tiga, yaitu mekanika benda tegar,
mekanika benda terdeformasi,dan mekanika fluida. Statika dan dinamika
merupakan bagian dari mekanika benda tegar. Bila statika membahas benda - benda
dalam keadaan keseimbangan baik pada keadaan diam atau bergerak dengan
kecepatan konstan, dinamika merupakan bagian mekanika yang berhubungan
dengan gerak benda dengan percepatan.
Tiga hukum Newton untuk benda bergerak berlaku untuk mekanika benda
tegar, yaitu:
1. Hukum I Newton
Sebuah partikel tetap dalam keadaan diam atau terus bergerak dalam sebuah
garis lurus pada kecepatan tetap bila ada gaya seimbang yang bekerja
padanya.
2. Hukum II Newton
Percepatan sebuah partikel sebanding dengan penjumlahan vektor gaya
yang bekerja padanya dan searah pada penjumlahan vektor tersebut.
𝐹 = 𝑚. 𝑎 ………………………………..[2.9]
Dimana :
F = gaya (N)
m = massa partikel (kg)
a = percepatan (m/s2)
3. Hukum III Newton
Gaya aksi dan reaksi antara 2 partikel yang berinteraksi sama besar,
berlawanan arah dan segaris. Disamping itu, hukum Newton untuk
menentukan gaya tarik menarikgravitasi antara 2 partikel yang dinyatakan
sebagai berikut :
𝐹 = 𝐺. 𝑚1 . 𝑚2 /𝑟 2…………………………….[2.10]
Dimana :
F = gaya tarik menarik antara partikel – partikel (N)
G = konstanta universal sebesar 66,73 x 10-12 m3/kg.s2
29
Dimana :
W = berat sebuah partikel (N)
m = massa partikel (kg)
g = percepatan gravitasi sebesar 9,8 m/s2
𝑅 = ∑𝐹 = 0 , 𝑀 = ∑𝑀 = 0 ………………………[2.12]
∑𝐹𝑦 = 𝑅𝐴 − 𝑊 = 0 …………………………..[2.13]
Dan
𝑅𝐴 = 𝑊 ………………………………[2.14]
Karena itu, gaya normal pada ujung terikat sama dengan beban pada ujung
batangbebas. Resultan semua momen ujung terikat adalah :
∑𝑀 = 𝑀𝐴 − 𝑊. 𝐼 = 0 ………………………….[2.15]
Dan
𝑀𝐴 = 𝑊. 𝐼 …………………………………[2.16]
Harga momen MA sebesar momen yang dihasilkan akibat beban pada ujung
bebas. Momen gaya pada titik x sepanjang batang I dapat dinyatakan
sebagai berikut :
𝑀𝐴 = 𝑊. (𝑥. 1) ………………………………[2.17]
Akibat beban pada ujung bebas, maka batang akan terdefleksi sebagai
berikut :
𝛿 = 𝑊. 𝑥 2 (𝑥 − 3𝐼)/6𝐸𝐼 …………………….[2.18]
Dimana :
E = Modulus elastisitas atau Modulus Young (Pa)
I = Momen Inersia luas penampang lintang batang (m4)
Dan
1
𝑅𝐴 = 2 . 𝑊 ………………………….[2.22]
𝛿 = 𝑊. 𝐼 4 / 48. 𝐸. 𝐼 …………………….[2.24]
pada dial.
e. Melakukan prosedur kembali hingga penambahan pemberat ke 10.
f. Menentukan defleksi antara pemberat yang satu dengan pemberat
berikutnya.
g. Membuat grafik antara pemberat (W) dan defleksi (δ) dan
menghitung harga modulus elastisitas (modulus young) E melalui
persamaan :
𝐼3
𝐸 = 𝑊. 6𝛿 𝐼 𝑃𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑁/𝑚𝑚2 …………………..[2.25]
Dimana :
L = Jarak antara ujung jepit dan bebas
I = Momen Inersia untuk penampang lintang
lingkaran(batang berbentuk silinder)
l Lingkaran = ¼.πr4 ,r = jari – jari lingkaran
Dimana :
l = Jarak antara 2 tumpuan ujung
I = Momen Inersia
l Lingkaran = ¼.πr4
r = Jari – jari lingkaran