Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Uji Kekerasan Rockwell


Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu
bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain, ketika
gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan,
benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis seberapa besar
tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang diberikan
terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut.
Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih
bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan
benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam
keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun
demikian, logam yang keras biasanya cenderung lebih rapuh dan sebaliknya,logam
lunak cenderung lebih ulet dan elastis.

2.1.1 Dasar-Dasar Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan
logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan untuk melihat
apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat kekerasan logam berdasarkan pada
standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian kekerasan pun diatur
dan diakui oleh standar industri di dunia sebagai satuan yang baku. Satuan yang
baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan, yaitu penekanan,
goresan, dan dinamik.

5
6

Tabel 2.1 Logam Ferrous dan Pemakaiannya

Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh


industri permesinan. Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat dalam
memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan dengan metode
pengujian lainnya. Pengujian kekerasan yang menggunakan cara ini terdiri dari tiga
jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode Rockwell, Brinell, dan Vickers.
Ketiga metode pengujian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing, serta perbedaan dalam menentukan angka kekerasannya. Metode Brinell
dan Vickers misalnya, memiliki prinsip dasar yang sama dalam menentukan angka
kekerasannya, yaitu menitikberatkan pada perhitungan kekuatan bahan terhadap
setiap daya luas penampang bidang yang menerima pembebanan tersebut.
Sedangkan metode Rockwell menitikberatkan pada pengukuran kedalaman hasil
penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk berkasnya (indentasi) pada
benda uji.
Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuannya juga berbeda.
Karena itu, tiap-tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing sesuai dengan
proses penekannya, yang mendapat pengakuan standar internasional. Perbedaan
7

satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka hasil pengujiannya. Berikut ini
merupakan uraian terperinci mengenai masing-masing metode pengujian.

2.1.2 Metode Pengujian Rockwell


Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan
standar DIN 50103. Adapun standar kekerasan metode pengujian Rockwell
ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 2.2 Skala Kekerasan Metode Pengujian Rockwell

Tingkatan skala kekerasan menurut metode Rockwell dapat dikelompokkan


menurut jenis indentor yang digunakan pada masing-masing skala. Dalam metode
Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya bervariasi, yaitu :
A. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone.
B. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan
memilih ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala
tertentu. Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akuran, maka
8

kita dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan yang
jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan, dimana
acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui
tabel sebagai berikut:

Tabel 2.3 Skala Kekerasan dan Pemakaiannya

Pembebanan dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell diberikan


dalam dua tahap. Tahap pertama disebut beban minor dan tahap kedua (beban
utama) disebut beban mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg sedangkan
beban mayor bergantung pada skala kekerasan yang digunakan.
Berikut ini merupakan cara pengujian dan penggunaan dengan
menggunakan metode pengujian Rockwell, yaitu :
1. Cara pengujian kekerasan Rockwell
Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor dengan
suatu gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu
logamyang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya
9

minor, maka yang akan dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan
Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan,
tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan
metode Rockwell dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan
lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA,
HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan
Rockwell atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat
dengan huruf R saja.
2. Cara pengujian mesin uji kekerasan Rockwell
Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih
dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola
baja atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan
specimen yang akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan
menyetel beban yang akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk
mengetahui nilai kekerasannya, penguji dapat melihat pada jarum yang
terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer.
Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain yaitu Benda uji, Operator, Mesin uji Rockwell. Adapun
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, diantaranya yaitu:
Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras, Dapat dipakai untuk batu gerinda
sampai plastik, dan Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu: Tingkat
ketelitian rendah, Tidak stabil apabila terkena goncangan, dan Penekanan
bebannya tidak praktis.

2.1.3 Spesifikasi Alat Uji Kekerasan / Rockwell


Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji kekerasan yang dimiliki oleh
Laboratorium Material Teknik & Pengecoran Logam, Jurusan Teknik Mesin,
Universitas Gunadarma, yaitu :
Nama Alat : Rockwell Hardness Tester
10

Merk : AFFRI Seri 206.RT – 206.RTS


Loading : Maximum 150 KP
Minimum 60 KP
Spesifikasi : HRC Load : 150 KP
Indentor : Kerucut intan 120º
HRB Load : 100 KP
Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
HRA Load : 60 KP
Indentor : Kerucut intan 120º
HRD Load : 100 KP
Indentor : Kerucut intan 120º
HRF Load : 60 KP
Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
HRG Load : 150 KP
Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
Berikut ini merupakan gambar dari alat uji kekerasan Rockwell

Gambar 2.1 Alat Uji Kekerasan Rockwell

Keterangan gambar :
1. Wrench to select tested loads (kunci).
2. Tested loads mobile selector.
3. Loads scale.
4. Test Lever (hand).
5. Scale Indicator Pointer.
11

a. Small pointer.
b. Larger pointer.
c. Red dot.
d. Outer rings.
6. Ring nuts to fix the penetrator.
7. Penetrator (indentor).
8. Anvil (dudukan).
9. Anvil holder screw (capstan).
10. Handwheel to regulate the rising screw.

2.2 Uji Impact Charpy


Ada dua teknik uji impact yang standar yaitu charpy dan izod. Pengujian ini
bertujuan untuk menguji kecenderungan logam untuk patah getas dan untuk
mengukur energi impak atau istilah lainnya disebut notch toughness (mengukur
ketangguhan logam terhadap adanya takik). Teknik charpy V-notch (CVN) adalah
teknik yang paling banyak digunakan.
Pada uji impact digunakan spesimen uji bertakik yang dipukul dengan
sebuah pendulum, pada teknik izod, spesimen dijepit pada satu ujung hingga takik
berada didekat penjepit. Pendulum diayunkan dari ketinggian tertentu akan
memukul ujung spesimen yang tidak dijepit dari depan takik. Pada charpy spesimen
uji diletakkan mendatar kedua ujungnya ditahan, pendulum akan memukul batang
uji dari belakang takik. Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact
charpy, pendulum diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan
pada pengujian impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22
mm dari penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum.
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada
semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus takik.
Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan yaitu ASTM E23
Uji impact berguna untuk melihat efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya
takikan, bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor lainnya. Uji impak dapat juga
disebut sebagai suatu pengujian material untuk mengetahui kemampuan suatu
12

material/bahan dalam menerima beban tumbuk dengan diukur besarnya energi yang
diperlukan untuk mematahkan spesimen material/bahan dengan ayunan seperti
ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Bandul dengan ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Energi
potensial dari bandul berkurang sebelum dan sesudah memukul spesimen
merupakan energi yang diserap oleh spesimen.

Gambar 2.2 Sketsa Perhitungan Energi Impact

Gambar 2.3 Uji Impact Teknik Izod dan Charpy


13

Gambar 2.4 Spesimen Uji Impact Charpy

Gambar 2.5 Spesimen Uji Impact Izod


Uji impact juga digunakan untuk mempelajari pola patahan spesimen uji,
apakah getas (brittle fracture) atau patah ulet (ductile fracture) atau kombinasi
keduanya. Granular fracture atau cleavage fracture adalah Permukaan patah getas
berkilat dan berbutir sedangkan patah ulet tampak lebih buram dan berserabut
disebut juga fibrous fracture atau shear fracture. Perbedaan permukaan kedua jenis
patahan sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.6 Pola Patahan Pada Penampang Specimen Uji Impact


14

2.2.1 Metode Pengujian Impact


Terdapat 2 macam pengujian impact yaitu Metode Charpy dan Metode
Izod :
a. Metode Charpy.
Pada metode sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.3 spesimen
diletakkan mendatar dan kedua ujung spesimen ditumpu pada suatu
landasan. Letak dari takikan (notch) berada pada tepat ditengah arah
pemukulan dari belakang takikan. Biasanya metode ini digunakan di
Amerika dan banyak negara yang lain termasuk Indonesia.
b. Metode Izod.
Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.3 spesimen dijepit
pada salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah pemukulan dari depan
takikan. Biasanya metode ini digunakan di Negara Inggris.

2.2.2 Temperatur Transisi


Pengujian impact juga dapat digunakan untuk menentukan ductile to brittle
transition temperature yaitu temperatur tertentu yang lebih rendah dimana logam
berubah menjadi getas. Temperatur transisi ini hanya dapat diperoleh jika pengujian
impact dilakukan pada temperatur yang bervariasi. Ada 5 kriteria dalam penentuan
temperatur transisi yaitu;
a. Kriteria 1, yaitu T1 pada temperatur ini pola patahan adalah 100% fibrous.
FTP (Fracture Trasnsition Plastic), kriteria ini sangat konservatif karena
pada suhu ini spesimen patah ulet telah dianggap mengalami transisi.
b. Kriteria 2, yaitu T2 FATT (Fracture Apperance Transition Temperature)
Temperatur pada saat menghasilkan pola patahan 50% cleavage fracture
& 50% ductile fracture.
c. Kriteria 3, yaitu T3 rata-rata energi tertinggi dengan energi terendah yang
diserap, besarnya seringkali mirip dengan T2.
d. Kriteria 4, yaitu T4 temperatur yang dapat menghasilkan energi sebesar 20
joule (15 ft lb).
e. Kriteria 5, yaitu T5 temperatur yang menghasilkan pola patahan 100%
cleavage fracture disebut NDT (Nil Ductility Temperature).
15

Gambar 2.7 Grafik Temperatur Transisi

2.2.3 Acceptance Criteria Impact Test


Hasil impact test tidak dapat digunakan untuk keperluan perhitungan suatu
desain, namun hanya dapat digunakan untuk membandingkan sifat ketangguhan
suatu bahan dengan bahan lain. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang
mempengaruhi impact strength hingga tidak dapat dicari korelasinya antara kondisi
pengujian dengan kondisi pemakaian, misalnya pada saat pengujian kecepatan
pembebanan sudah tertentu sedangkan pada pemakaian bisa bervariasi
Demikian juga dengan kondisi tegangan triaxial yang dipengaruhi bentuk
dan ukuran takik, ini akan menyebabkan impact strength berbeda bila faktor
tersebut berbeda. Oleh karena itu pada uji impak ini bentuk dan ukuran spesimen
dan notch-nya harus sama baru hasil pengujian dapat dibandingkan.

Gambar 2.8 Benda Uji Impact Charpy Bentuk “V dan U


Keterangan gambar: L = Panjang
W = Lebar
T = Tebal
16

Tabel 2.4 Dimensi spesimen impact charpy

Gambar 2.9 Bentuk Patahan Spesimen Uji Impact

Gambar 2.10 Prinsip Dasar Mesin Uji Impact


Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan,
maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h2 yang
juga hampir sama dengan tinggi semula (h1), dimana pendulum mengayun bebas.
Pada mesin uji yang baik, skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,5 Joule (J)
pada saat pendulum mencapai kedudukan 4.
Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum dilepaskan,
maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum akan
mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang dilakukan
17

pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai
patah dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut:
𝑊1 = 𝐺 𝑥 ℎ1 𝑥 𝑔 (𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒) …………………….. [2.1]

Atau dapat juga diselesaikan dengan menggunakan rumus berikut ini:


𝑊1 = 𝐺 𝑥 𝜆(1 − 𝐶𝑜𝑠 𝛼) 𝑥 𝑔 (𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒) ……………….. [2.2]

Keterangan:
W1 = usaha yang dilakukan (Joule)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum

Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui rumus
sebagai berikut:
𝑊2 = 𝐺 𝑥 ℎ2 𝑥 𝑔 (𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒) …………………………..[2.3]

Sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut:


𝑊2 = 𝐺 𝑥 𝜆(1 − 𝐶𝑜𝑠 𝛽) 𝑥 𝑔 (𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒) ……………….. [2.4]

Keterangan :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (Joule)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos β = sudut posisi akhir pendulum

Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut:
𝑊 = 𝑊1 − 𝑊2 (𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒) ……………………….[2.5]
18

Sehingga persamaan yang diperoleh dari rumus di atas adalah sebagai berikut:
𝑊2 = 𝐺 𝑥 𝜆(𝐶𝑜𝑠 𝛽 − 𝐶𝑜𝑠 𝛼) 𝑥 𝑔 (𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒) ………………[2.6]

Keterangan:
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (Joule)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
cos β = sudut posisi akhir pendulum

Dan besarnya harga impact dapat diketahui dari rumus berikut ini:
𝑊
𝐾 = 𝐴 ……………………………….[2.7]
0

Keterangan:
K = nilai impact (Joule /mm2)
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (Joule)
Ao = luas penampang di bawah takikan (mm2)

Besar energi (W1) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.5 Besar Energi (W1) Pada Setiap Ayun
Besar Sudut Energi (W1) Energi (W1)
(α) (kg m) (Joule)
10º 0,0768 0,768
20º 0,292 2,92
30º 0,6432 6,432
40º 1,1232 11,232
50º 1,7184 17,184
60º 2,4 24
70º 3,1584 31,584
80º 3,9667 39,667
19

90º 4,8 48
100º 5,6332 56,332
110º 6,4416 64,416
120º 7,2 72
130º 7,8816 78,816
140º 8,4768 84,768

Sedangkan sisa usaha (W2) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.6 Sisa Usaha (W2) Pada Setiap Ayun
Besar Sudut Sisa Usaha (W2) Sisa Usaha (W2)
(β) (kg m) (Joule)
10º 0,0768 0,768
15º 0,168 1,68
20º 0,292 2,92

2.2.4 Langkah-langkah pengujian Impact


Adapun langkah-langkah pengujian impact tipe charpy ini adalah sebagai
berikut :

1) Meletakkan benda uji di tempat benda uji pada alat uji impact. Penempatan
benda uji harus benar-benar berada pada posisi tengah dimana pisau pada
pendulum berada sejajar dengan takikan benda tersebut.

2) Menyetel posisi jarum penunjuk pada 0º.

3) Mengangkat pendulum sejauh 140º dengan cara memutar berlawanan arah


jarum jam secara perlahan-lahan.

4) Melepaskan pendulum untuk mengayun dan mematahkan benda uji.

5) Melihat dan mencatat hasil data yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada
busur derajat.
20

6) Melakukan perhitungan dari data pengujian yang telah diperoleh, yaitu


menghitung besarnya usaha (W) dan harga impact (K).
Berikut ini merupakan gambar dari dimensi dan cara menempatkan benda uji:

Gambar 2.11 Dimensi Benda Uji

Gambar 2.12 Cara Menempatkan Benda Uji

2.2.5 Spesifikasi Alat Uji Impact


Spesifikasi alat uji impact tipe charpy ini adalah yang ada di laboratorium
Teknik Mesin Universitas Gunadarma adalah sebagai berikut
1) Tipe alat : Impact Charpy
2) Kapasitas : 215 Joule
3) Berat pendulum (Godam) : 16 Kg
4) Jarak titik ayun – titik pukul : 1200mm = 1,2m
5) Posisi awal permukaan : 140°
6) Sudut pisau pemukul : 45°
7) Dimensi alat uji : 1150mm × 800mm × 500mm
21

8) Standard bahan uji : Material Ferro dan Non Ferro yang


memiliki sifat getas yang tinggi. Tidak dapat menguji material dengan sifat
mekanik keuletan yang tinggi.

2.3 Uji Metalografi


Ilmu logam dibagi menjadi dua bagian khusus, yaitu metalurgi dan
metalografi. Metalurgi adalah ilmu yang menguraikan tentang cara pemisahan
logam dari ikatan unsur-unsur lain. Metalurgi dapat dikatakan pula sebagai cara
pengolahan logam secara teknis untuk memperoleh jenis logam atau logam
paduan yang memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan metalografi adalah ilmu
yang mempelajari tentang cara pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat,
struktur, temperatur, dan persentase campuran logam tersebut.
Dalam proses pengujian metalografi, pengujian logam dibagi lagi menjadi
dua jenis, yaitu :
1. Pengujian makro (Macroscope Test)
Pengujian makro ialah proses pengujian bahan yang menggunakan mata
terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang dalam
permukaan bahan. Angka kevalidan pengujian makro berkisar antara 0,5
hingga 50 kali.
2. Pengujian mikro (Microscope Test)
Pengujian mikro ialah proses pengujian terhadap bahan logam yang
bentuk kristal logamnya tergolong sangat halus. Sedemikian halusnya
sehingga pengujiannya memerlukan kaca pembesar lensa mikroskop yang
memiliki kualitasperbesaran antara 50 hingga 3000 kali.

2.3.1 Langkah-Langkah Pengujian Metalografi


Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk melakukan pengujian
metalografi. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Pemotongan
Pemotongan specimen cukup dalam dimensi yang tidak terlalu besar (< 10×
10 × 10) mm dan tidak boleh menjadi panas berlebihan dalam proses
22

pemotongan untuk menghindari rusaknya struktur specimen tersebut akibat


panas.
2. Penyalutan (Mounting)
Benda kerja yang kecil sukar dipegang pada proses penggerindaan dan
pemolesan, maka perlu disalut terlebih dahulu. Bahan penyalutan yang
digunakan adalah termoplastik seperti resin, yang mencair pada
temperature 150º C. Berikut ini merupakan bahan-bahan yang digunakan
pada proses penyalutan, yaitu :
Tabel 2.7 Bahan-Bahan Mounting

3. Penggerindaan atau pengampelasan


Proses ini menggunakan kertas ampelas yang berjenjang dimulai dari
ampelas yang kasar sampai dengan yang halus. Tingkat kehalusan kertas
ampelas ini ditentukan oleh ukuran serbuk silikon karbida yang menempel
pada kertas tersebut.
Misalnya, terdapat ampelas yang memiliki tingkat kehalusan hingga 220,
angka 220 menunjukkan bahwa serbuk silikon karbida pada kertas
ampelas itubisa lolos dari ayakan hingga mencapai 220 lubang pada luas
1 inchi2 (sekitar 625 mm2).
23

4. Pemolesan (polishing)
Benda uji yang sudah melewati proses penggerindaan, dieteruskan ke
proses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles metalografi.
Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar dengan kain beludru (selvyt).
Cara pemolesannya, benda uji diletakkan di atas piringan yang berputar,
kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles yang biasa digunakan adalah
alumina (Al2O3). Dalam istilah perdagangan diberi nama autosol atau
gama alumina. Bila garis-garis bekas pengampelasan masih terlihat,
pemolesan diteruskan. Apabila terlihat sudah rata, maka specimen
dibersihkan dan dilanjutkan dengan pengetsaan.
5. Pengetsaan
Hasil pemolesan yang terakhir akan menghasilkan suatu lapisan yang
menutupi permukaan struktur logam. Struktur mikro dapat terlihat dengan
jelas di bawah mikroskop dengan menghilangkan lapisan tersebut dengan
cara mengetsa.
Mengetsa dalam kamus, dapat diartikan sebagai proses pembuatan gambar
atau ukuran pada pelat tembaga, yang dilapisi lilin dengan benda tajam
kemudian membiarkan garis-garis yang diperoleh itu terkena korosi cairan
asam. Hasil proses itu ialah etsa, yaitu berupa gambar atau ukiran. Berikut
ini merupakan penjelasan beberapa larutan etsa untuk pengujian makro
dan mikro yang biasa dipakai dalam metalografi.

Adapun bahan-bahan larutan pada etsa makro adalah sebagai berikut :


a. Hydrochloric, yang memiliki komposisi 50% asam hydrochloric dalam
air dengan suhu antara 70º C - 80º C dan waktu yang dibutuhkan 1 jam,
serta digunakan untuk bahan baja dan besi.
b. Sulphuric, yang memiliki komposisi 20% asam sulphuric dalam air
dengan suhu 80º C dan waktu yang diperlukan antara 10 sampai 20 detik,
serta digunakan untuk bahan besi dan baja.
c. Nitric, yang memiliki komposisi 20% asam nitric dalam air dan boleh
dalam keadaan dingin jika cocok, serta digunakan untuk bahan besi dan
baja.
24

d. Alcoholic ferric chloride, yang memiliki komposisi 96 cm3 ethyl alcohol,


59 gram ferric chloride, dan 2 cm3 asam hydrochloric.
e. Bahan etsa, yang memiliki komposisi copper ammonium chloride 9 gram
dan air 91 ml specimen untuk baja. Waktu etsa lebih lama dari pada etsa
mikro struktur.
f. Untuk mengetsa baja agar didapat hasil etsa yang dalam dan tebal
lapisannya, digunakan bahan etsa yang baik, yaitu hydrochloric acil
(HCl) 140 ml, sulphuric acid (H2SO4) 3 ml dan air 50 ml dengan waktu
etsa antara 15 sampai 30 menit.
g. Specimen alumunium atau campuran alumunium bahan etsa ialah
hydrofloride acid (HF) 10 ml, nitrid acid (HNO3) 1 ml, dan air 200 ml.
Waktu pengetsaannya sangat singkat dan karena itu, jika terjadi lapisan
hitam yang tebal dapat dihilangkan dengan cara merendam pada asam
nitrat (HNO3). Waktu pengetsaan itu lebih l daripada etsa untuk mikro
struktur. Setelah kita mengetsa, kita langsung dapat melihat bagian mana
yang atau mengambang dari serat (alur) benda kerja tersebut. Macro test
ini biasanya dilakukan pada benda yang pembuatannya ditempa, dituang,
dan hasil pengerolan.

Adapun bahan-bahan larutan pada etsa mikro adalah sebagai berikut :


a. Asam nitrat, yang memiliki komposisi asam nitrat 2 ml dan alcohol 95%
atau 98 ml. Pemakaiannya untuk bahan karbon, baja paduanrendah,
dan baja paduan sedang. Waktu yang diperlukan beberapa detik sampai
1 menit.
b. Asam pikrat, yang memiliki komposisi 4 gram asam pikrat, alkohol 95%
atau 98 ml. Pemakaiannya untuk baja karbon dalam keadaan normal,
dilunakkan, dikeraskan (hardening) dan ditemper (tempering). Waktu
pengetsannya beberapa detik sampai 1 menit.
c. NH4OH.H2O2, yang memiliki komposisi NH4OH sebagai dasar dan
H2O2 beberapa tetes. Pemakaiannya untuk bahan tembaga dan
paduannya dengan waktu pengetsaan sampai bahan uji berwarna biru.
d. Bahan etsa adalah nital 2%, yaitu 2 ml asam nitrat (HNO3) dan 98 ml
25

methyl alcohol dalam waktu 10 sampai 30 detik.


e. Bahan etsa menggunakan asam yang terdiri dari 10% ammonium ferri
sulfat, 2,5% ammonium acrocide NH4(OH), dan 65% larutan asam krom
dalam waktu 10 sampai 30 detik, yang digunakan untuk tembaga dan
campurannya .
Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat langsung
dietsa. Pengetsaan dilakukan dengan cara menempatkan asam yang akan
digunakan pada sebuah cawan kemudian mencelupkan permukaan benda uji pada
asam tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Setelah itu, benda
dicuci dengan air hangat atau alcohol untuk menghentikan reaksi dan
mengeringkan dengan udara dari mesin kompresor.
Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan benda uji.
Dengan kata lain, baik atau tidaknya hasil pengetsaan dapat dipengaruhi oleh
larutan kimia yang digunakan untuk mengetsa.
Setelah bahan uji dietsa, di atas seluruh permukaan benda uji akan tampak
garis-garis yang tidak teratur. Garis-garis yang tampak itu menunjukkan adanya
batas antar butir kristal logam tersebut.
Untuk memperjelas bentuk dan corak butir-butir kristal yang berbeda
jenisnya itu, dapat diamati pada mikroskop. Dengan mikroskop, kita dapat
menunjukkan adanya perbedaan beberapa elemen yang terkandung dalam bahan
uji tersebut. Meskipun demikian, tidak semua proses pengetsaan menghasilkan
hasil etsa yang memuaskan. Dengan kata lain, dalam satu proses pengetsaan
terkadang kita tidak berhasil mengetsa benda yang diuji. Berikut ini merupakan
faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan dalam mengetsa, yaitu :
a. Benda kerja terlalu kotor karena terlalu lunak atau berminyak.
b. Benda kerja tidak bersih pada waktu dicuci.
c. Kurangnya waktu pengetsaan.
d. Terlalu lama waktu yang digunakan dalam pengetsaan.
e. Salah memilih dan menggunakan cairan etsa (etching reagent)
6. Mikroskop
Pada dasarnya, mikroskop terdiri dari dua buah lensa positif, yaitu lensa
26

yang menerima sinar langsung dari bendanya atau lensa dekat dengan
benda yang akan dilihat, yang disebut lensa obyektif, sedangkan lensa
yang berada dekat dengan mata disebut lensa okuler.
Perbesaran total oleh mikroskop ini didefinisikan dengan perbandingan
antara tangen sudut buka baying akhir dengan sudut buka tanpa
menggunakan alat. Perbesaran sebuah mikroskop biasanya berkisar 50,
100, 200, 400, dan 1000 kali lebih besar dari benda uji.
Perbesaran struktur mikro dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

LOK × LOB × FK × UKURAN …..……….[2.8]

Dimana :
LOK = Lensa okuler (nilai 2,5)
LOB = Lensa obyektif/lensa yang dipakai pada
mikroskopFK = Faktor kamera (nilai 1)
Ukuran foto 3R nilai 4.

2.3.2 Spesifikasi Alat Uji Metalografi


Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji metalografi (Mettalurgical
Microscope) yang dimiliki oleh Laboratorium Material Teknik & Pengecoran
Logam, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gunadarma, yaitu :
Tyepiece : NWF 10X
Objective : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X
Viewing Head : Binocular Body Complete With Interpupillary
Distancelluminator : Koehler-type illuminator complete with aperture and field
Diaphragms, filter slots, and bulb cord. Uses EL-38 (8V ,
15W) tungsten filament bulb.
Mechanical Stage : Graduated 150 x 160mm in size 30 x 30mm cross motion
, reading to 0,1mm by vernier. Provided with lowposition
stage controls.
Focusing control : Stage height is adjustable by the control knob and fixed
27

By locking knob. Fine controls are workable in arrange


of 2mm.
Photo mechanic : Optical path selector for visal observation and
Photography, built in reflecting mirror and camera port.
Polarizing filters : Built-in slideway, complete with analyzer, rotatable
through 0-9º, and polarizer filter.
Microscope stand : Inverted stand, complete with built-in plane glass
reflector, built in power supply transformer, variablelight
intensity control, out put sockets.
Color filters : Green filter for visual observation and monochromatic
film photography, and blue filter for color photography.

Gambar 2.13 Mettalurgical Microscope


2.3 Lendutan Batang
2.4.1 Penjelasan Pengujian Lendutan Batang
Pengujian Lendutan Batang Mekanika merupakan ilmu fisika yang
28

berhubungan dengan benda diam atau bergerak dalam pengaruh gaya - gaya yang
bergerak padanya. Mekanika dapat dibagi tiga, yaitu mekanika benda tegar,
mekanika benda terdeformasi,dan mekanika fluida. Statika dan dinamika
merupakan bagian dari mekanika benda tegar. Bila statika membahas benda - benda
dalam keadaan keseimbangan baik pada keadaan diam atau bergerak dengan
kecepatan konstan, dinamika merupakan bagian mekanika yang berhubungan
dengan gerak benda dengan percepatan.
Tiga hukum Newton untuk benda bergerak berlaku untuk mekanika benda
tegar, yaitu:
1. Hukum I Newton
Sebuah partikel tetap dalam keadaan diam atau terus bergerak dalam sebuah
garis lurus pada kecepatan tetap bila ada gaya seimbang yang bekerja
padanya.

2. Hukum II Newton
Percepatan sebuah partikel sebanding dengan penjumlahan vektor gaya
yang bekerja padanya dan searah pada penjumlahan vektor tersebut.

𝐹 = 𝑚. 𝑎 ………………………………..[2.9]
Dimana :
F = gaya (N)
m = massa partikel (kg)
a = percepatan (m/s2)
3. Hukum III Newton
Gaya aksi dan reaksi antara 2 partikel yang berinteraksi sama besar,
berlawanan arah dan segaris. Disamping itu, hukum Newton untuk
menentukan gaya tarik menarikgravitasi antara 2 partikel yang dinyatakan
sebagai berikut :

𝐹 = 𝐺. 𝑚1 . 𝑚2 /𝑟 2…………………………….[2.10]
Dimana :
F = gaya tarik menarik antara partikel – partikel (N)
G = konstanta universal sebesar 66,73 x 10-12 m3/kg.s2
29

m1 & m2 = massa dari 1 partikel 1 dan 2 (kg)


r = jarak antara partikel – partikel (m)
Persamaan tersebut dikembangkan untuk menentukan berat sebuah partikel
W, yaitu :
𝑊 = 𝑚. 𝑔 ...……………………………..[2.11]

Dimana :
W = berat sebuah partikel (N)
m = massa partikel (kg)
g = percepatan gravitasi sebesar 9,8 m/s2

Sebuah partikel dikatakan dalam keadaan keseimbangan bila partikel


tersebut dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan. Kondisi
tersebut tercapai, bila resultan seluruh gaya dan momen sama dengan nol.
Persamaan keseimbangan dinyatakan sebagai berikut :

𝑅 = ∑𝐹 = 0 , 𝑀 = ∑𝑀 = 0 ………………………[2.12]

2.4.2 Prinsip Kerja Alat Uji Lendutan Batang


Adapun prinsip kerja alat pada pengujian lendutan batang pada percobaan
ini diantaranya adalah:
1. Batang Kantilever dengan 1 tumpuan ujung
Sebuah batang kantilever dengan ujung satu terikat dan satu ujung bebas
ditunjukkan pada gambar 2.14. batang mempunyai panjang batang sebesarl
dan diberi beban W pada ujung bebasnya.

Gambar 2.14 Batang Kantilever


30

Berdasarkan syarat keseimbangan, yaitu resultan semua gaya dan semua


momen sama dengan nol. Resultan semua gaya pada sumbu y adalah :

∑𝐹𝑦 = 𝑅𝐴 − 𝑊 = 0 …………………………..[2.13]

Dan

𝑅𝐴 = 𝑊 ………………………………[2.14]
Karena itu, gaya normal pada ujung terikat sama dengan beban pada ujung
batangbebas. Resultan semua momen ujung terikat adalah :

∑𝑀 = 𝑀𝐴 − 𝑊. 𝐼 = 0 ………………………….[2.15]

Dan

𝑀𝐴 = 𝑊. 𝐼 …………………………………[2.16]

Harga momen MA sebesar momen yang dihasilkan akibat beban pada ujung
bebas. Momen gaya pada titik x sepanjang batang I dapat dinyatakan
sebagai berikut :

𝑀𝐴 = 𝑊. (𝑥. 1) ………………………………[2.17]

Akibat beban pada ujung bebas, maka batang akan terdefleksi sebagai
berikut :

𝛿 = 𝑊. 𝑥 2 (𝑥 − 3𝐼)/6𝐸𝐼 …………………….[2.18]

Dimana :
E = Modulus elastisitas atau Modulus Young (Pa)
I = Momen Inersia luas penampang lintang batang (m4)

Defleksi maksimum dari batang kantilever adalah :


Δ = 𝑊𝐼 3 /3𝐸𝐼 …………………………..[2.19]

2. Batang Kantilever dengan 2 Tumpuan ujung


Sebuah batang dengan panjang l ditumpu dengan 2 tumpuan bebas pada
ujung A dan B, seperti ditunjukkan pada gambar 2.15. Di tengah batang
diberi beban sebesar W. Kedua tumpuan tersebut akan membentuk gaya
31

normal masing – masing RA dan RB.

Gambar 2.15 Sebuah Batang Ditumpu Oleh 2 Tumpuan


Batang dalam keseimbangan apabila resultan semua gaya dan momen
sama dengan nol. Resultan semua gaya pada sumbu - y adalah :
∑𝑅 = 𝑅𝐴 + 𝑅𝐵 − 𝑊 = 0 .……………………….[2.20]

Resultan semua momen pada titik A memberikan :

∑𝑀𝐴 = 𝑅𝐵 . 𝐼 − 𝑊. 1/2. 𝐼 ……………………[2.21]

Dan
1
𝑅𝐴 = 2 . 𝑊 ………………………….[2.22]

Resultan semua momen pada titik B memberikan :


1
𝑅𝐵 = 2 . 𝑊 ………………………….[2.23]

Bagian tengah batang akan terdefleksi sebesar :

𝛿 = 𝑊. 𝐼 4 / 48. 𝐸. 𝐼 …………………….[2.24]

2.4.3 Prosedur Percobaan Lendutan Batang


1. Tujuan Percobaan
Berikut ini adalah beberapa tujuan percobaan uji lendutan batang
diantaranya :
a. Untuk mengukur defleksi dan regangan batang kantilever secara
sederhana.
b. Membandingkan harga analitik dan percobaan dari regangan batang.
32

c. Mengukur defleksi dan teori untuk menentukan modulus young dari


bahan.
d. Mencatat kesalahan yang mungkin terjadi dalam percobaan batang
kantilever.
2. Peralatan percobaan
Berikut ini adalah peralatan percobaan yang digunakan pada uji lendutan
batang dengan satu ujung tumpuan diantaranya :
a. Peralatan defleksi batang.
b. 1 batang silinder baja 1045 dengan panjang 100cm berdiamter 8mm.
c. 1 rangka batang atap berbahan baja.
d. 1 buah dial indicator dengan probe 10mm.
e. 1 buah magnetic stand.
f. 20 pemberat.
3. Prosedur Percobaan Batang Kantilever Dengan Ujung Satu Tumpuan

Gambar 2.16 Rangkaian Batang Kantilever Ujung 1


Berikut adalah langkah-langkah dan prosedur percobaan pengujian lendutan
batang dengan 1 ujung tumpuan pada batang kantilever :
a. Merangkai batang kantilever dengan ujung kiri terikat dan ujung
kananbebas dengan panjang 50cm, seperti gambar 2.16.
b. Meletakkan tempat beban pada ujung batang bebas dan dial
indicator diatasnya. (mengamati posisi awal dial dan mencatatnya).
c. Meletakkan pemberat pertama m1 dan mencatat penurunan posisi
pada dial.
d. Meletakkan pemberat m2 berikutnya dan mencatat penurunan posisi
33

pada dial.
e. Melakukan prosedur kembali hingga penambahan pemberat ke 10.
f. Menentukan defleksi antara pemberat yang satu dengan pemberat
berikutnya.
g. Membuat grafik antara pemberat (W) dan defleksi (δ) dan
menghitung harga modulus elastisitas (modulus young) E melalui
persamaan :

𝐼3
𝐸 = 𝑊. 6𝛿 𝐼 𝑃𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑁/𝑚𝑚2 …………………..[2.25]

Dimana :
L = Jarak antara ujung jepit dan bebas
I = Momen Inersia untuk penampang lintang
lingkaran(batang berbentuk silinder)
l Lingkaran = ¼.πr4 ,r = jari – jari lingkaran

4. Prosedur Percobaan Batang Kantilever Dengan Ujung Dua Tumpuan

Gambar 2.17 Rangkaian Batang Dengan Ujung 2 Tumpuan


Berikut adalah langkah-langkah dan prosedur percobaan pengujian
lendutan batang dengan 2 ujung tumpuan pada batang kantilever :
a. Merangkai 2 tumpuan pada rangka statik dengan jarak 93cm seperti
ditunjukkan pada gambar 2.26
b. Memposisikan batang baja karbon 1045 ( S45C ) secara simetris
padakedua tumpuan tersebut.
34

c. Meletakkan tempat beban ditengah – tengah batang dan dial indicator


diatasnya ( mengamati posisi awal pada dial dan mencatatnya ).
d. Meletakkan pemberat pertama dan mencatat perubahan posisi dial.
e. Meletakan pemberat berikutnya dan mencatat penurunan posisi pada
dial.
f. Melakukan prosedur tadi hingga penambahan pemberat ke 10.
g. Menentukan defleksi antara pemberat yang satu dengan pemberat
berikutnya.
h. Membuat grafik antara pemberat ( W ) dan defleksi ( δ ), dan
menghitungharga modulus elastisitas ( Young ) E melalui persamaan :
𝑙3
𝐸 = 𝑊. 48 . 𝛿. 𝐼 𝑃𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑁/𝑚𝑚2 …………………..[2.26]

Dimana :
l = Jarak antara 2 tumpuan ujung
I = Momen Inersia
l Lingkaran = ¼.πr4
r = Jari – jari lingkaran

Anda mungkin juga menyukai