Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

UJI KEKERASAN

DISUSUN OLEH :

HIZKYA GERALD TANMAREWAH


2105011098
ME-4B

LABORATORIUM TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2023
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................3
1.2. Tujuan........................................................................................................................3
BAB II TEORI DASAR..........................................................................................................5
2.1 Dasar Teori.................................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................................8
BAB IV ANALISIS...............................................................................................................10
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................13
5.1. Kesimpulan..............................................................................................................13
5.2. Saran.........................................................................................................................13
Daftar Pustaka........................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Arti dari nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang
berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan materialterhadap penetrasi
sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalahukuran dari tegangan alir, untuk
insinyur Lubrikasi kekerasan berarti ketahananterhadap mekanisme keausan, untuk para
insinyur mineralogi nilai Itu adalahketahanan terhadap goresan, dan untukpara mekanik
work-shop lebih bermaknaKepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong.
Begitu banyakkonsep kekerasan mater ial yang dipahami oleh kelompok ilmu,
walaupundemikian konsep-konsep tersebut dapat. Dihubungkan pada satu mekanisme
yaitutegangan alir plastis dari material yang diuji.Uji keras merupakan pengujian yang paling
efektif karena dengan pengujianini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaaran sifat
mekanis suatu material.Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah
tertentu saja,nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan suatu material.
Dengandengan melakukan uji keras, material dapat dengan mudah di golongkan
sebagaimaterial ulet atau getas.Uji keras juga dapat digunakan sebaagai salah satu metode
untuk mengetahuipengaruh perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang
teahmengalami cold working, hot working, dan heattreatment, dapat diketahuigambaran
perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaansuatu material. Oleh sebab
itu, dengan uji keras kita sapat dengan mudahmelakukan quality control terhadap material
Didalam pengujian kekerasan ini adalah uji keras Rockwell, Brinnell dan Vickers.
Standar pengujian kekerasan untuk material logam diantaranya didapatkan dari ASTM E18-
11. Pengujian kekerasan Rockwell merupakan pengujian empirik kekerasan dengan cara
indentasi yang mana hasil pengujiannya berhubungan dengan kekuatan tarik, ketahanan aus,
keuletan dan karakteristik fisik lainnya dari logam dan juga berguna dalam kontrol kualitas
dan pemilihan material. Pengujian kekerasan Rockwell dianggap proses pengujian yang
memuaskan untuk pengujian perkapalan komersial dan telah banyak digunakan secara luas
dalam di industri. Satu hal yang harus digarisbawahi, pengujian Rockewell dalam suatu
bagian tertentu belum tentu menggambarkan kondisi fisik secara keseluruhan dari suatu
produk. Penjelasan serupa dalam paragraf ini berlaku untuk pengujian kekerasan Brinnell. 1
Pengujian kekerasan Vickers merupakan pengujian kekerasan mikro yang diperlukan
untuk pengujian kekerasan bagian yang terlalu tipis atau kecil untuk dilakukan dengan
pengujian kekerasan Rockwell atau Brinnell.

1.2. Tujuan
1. Menentukan kekerasan baja bulat dengan menggunakan uji keras Rockwell, Brinell
dan Vickers.
2. Menentukan kekerasan baja kotak dengan menggunakan uji keras Rockwell, Brinell
dan Vickers.
3. Menentukan kekerasan aluminium dengan menggunakan uji keras Rockwell, Brinell
dan Vickers.
4. Memahami prinsip dasar pengujian kekerasan Brinell dan Rockwell.
5. Mengetahui kekerasan dari suatu spesimen yang diuji.
6. Membandingkan prosedur dan prinsip pengujian kekerasan Brinell dan Rockwell.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Dasar Teori


Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap
pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain, ketika gaya tertentu diberikan
pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami
deformasi. Kita dapat menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut
melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan
tersebut.
Penguji harus dapat mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih bahan
benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan benda kerja yang
memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam keras dianggap lebih kuat
apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun demikian, logam yang keras biasanya
cenderung lebih rapuh dan sebaliknya, logam lunak cenderung lebih ulet dan elastis.
Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan logam tersebut.
Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan untuk melihat apakah bahan itu keras atau
tidak, melainkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat
kekerasan logam berdasarkan pada standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian
kekerasan pun diatur dan diakui oleh standar industri di dunia sebagai satuan yang baku.
Satuan yang baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan, yaitu penekanan,
goresan, dan dinamik.
Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh industri permesinan.
Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan
logam tersebut apabila dibandingkan dengan metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan
yang menggunakan cara ini terdiri dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode
Rockwell, Brinell, dan Vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, serta perbedaan dalam menentukan angka kekerasannya.
Metode Brinell dan Vickers misalnya, memiliki prinsip dasar yang sama dalam menentukan
angka kekerasannya, yaitu menitikberatkan pada perhitungan kekuatan bahan terhadap setiap
daya luas penampang bidang yang menerima pembebanan tersebut. Sedangkan metode
Rockwell menitikberatkan pada pengukuran kedalaman hasil penekanan atau penekan
(indentor) yang membentuk berkasnya (indentasi) pada benda uji.
Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuannya juga berbeda. Karena itu, tiap-
tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing sesuai dengan proses penekannya, yang
mendapat pengakuan standar internasional. Perbedaan satuan itu ditunjukkan dalam bentuk
tulisan angka hasil pengujiannya. Berikut ini merupakan uraian terperinci mengenai masing-
masing metode pengujian.
1. Metode Pengujian Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan standar DIN
50103.
Tingkatan skala kekerasan menurut metode Rockwell dapat dikelompokkan menurut
jenis indentor yang digunakan pada masing-masing skala. Dalam metode Rockwell ini
terdapat dua macam indentor yang ukurannya bervariasi, yaitu:
a. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone.
b. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan memilih
ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala tertentu. Jika pada
skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akurat, maka kita dapat menentukan skala
lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan yang jelas.
Pembebanan dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell diberikan dalam
dua tahap. Tahap pertama disebut beban minor dan tahap kedua (beban utama) disebut beban
mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg sedangkan beban mayor bergantung pada
skala kekerasan yang digunakan.
Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor dengan suatu gaya
tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu logam yang diuji kekerasannya.
Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor, maka yang akan dijadikan dasar perhitungan
untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas
lekukan,tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode
Rockwell dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA, HRB, dan
HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan Rockwell atau Rockwell
Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf R saja.
Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih dahulu sesuai
dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola baja atau kerucut intan. Setelah
indentor terpasang, penguji meletakkan specimen yang akan diuji kekerasannya di tempat
yang tersedia dan menyetel beban yang akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk
mengetahui nilai kekerasannya, penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat
ukur berupa dial indicator pointer. Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain:
a. Benda uji.
b. Operator.
c. Mesin uji Rockwell.
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu:
a. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
b. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
c. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
a. Tingkat ketelitian rendah.
b. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
c. Penekanan bebannya tidak praktis.
2. Metode Pengujian Brinell
Cara pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja yang terbuat
dari baja krom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu oleh suatu gaya tekan secara
statis ke dalam permukaan logam yang diuji tanpa sentakan. Permukaan logam yang diuji
harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan ditiadakan dan bola baja dikeluarkan dari bekas
lekukan, maka diameter paling atas dari lekukan tersebut diukur secara teliti, yang kemudian
dipakai untuk menentukan kekerasan logam yang diuji dengan menggunakan rumus:
dimana :
P = beban yang diberikan (KP atau Kgf)
D = diameter indentor yang digunakan
d = diameter bekas lekukan
Kekerasan ini disebut kekerasan Brinell, yang biasa disingkat dengan HB atau BHN
(Brinell Hardness Number). Semakin keras logam yang diuji, maka semakin tinggi nilai HB.
Bahan-bahan atau perlengkapan yang digunakan untuk uji kekerasan Brinell adalah sebagai
berikut:
a. Mesin uji kekerasan Brinell.
b. Bola baja untuk Brinell (Brinell Ball).
c. Mikroskop pengukur.
d. Stopwatch.
e. Mesin gerinda.
f. Ampelas kasar dan halus.
g. Benda uji (test specimen).
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji kekerasan logam
dengan metode Brinell, yaitu :
a. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji.
b. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk menguji.
c. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang digunakan, dan
alat pengukur waktu.
d. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu memasang alat
optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur diameter bekas sebelumnya
secara teliti dengan mikrometer pada mikroskop. Pangukuran diameter ini untuk
sebuah lekuk dilakukan dua kali secara bersilang tegak lurus dan baru dari dua nilai
diameter yang diperoleh, diambil rata-ratanya. Kemudian dimasukkan ke dalam
rumus Brinell untuk memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).
e. Melakukan proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai ratarata dari
uji kekerasan Brinell tersebut.
f. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi specimen
maupun dari tepi lekukan lainnya minimal 2 dari 3/2 diameter lekukannya.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah sebagai berikut:

1. Hardness Tester

4. Spesimen

Gambar 1. Hardness tester

2. Cincin Indentor Gambar 4. Spesimen (Besi Beton, Besi


Nako, Plat Besi , Plat Timah)

5. Indentor

Gambar 2. Cincin indentor

3. Anvil
Gambar 5. Indentor

Gambar 3. Anvil
3.2. Data Percobaan

No Bahan yang Hasil Pengujian Rata- Hasil


. Diuji 1 2 3 4 5 rata Rata-rata
1. Besi Nako 29 15 19,5 23 40,5 127 25,4
2. Plat Tembaga 12 6 13 7,5 6 44,5 8,9
3. Plat Besi 31 26,5 35 33,5 21,5 147,5 29,5
4. Besi Beton 16 20 19 19 19 93 18,6
BAB IV
ANALISIS

Dari keseleruhan sampel yang diuji coba telah melalui proses penghalusan dengan
kertas amplas, salah satu spesimen, yaitu balok aluminum bahkan sudah di etching sehingga
terlihat grain boundarynya, ketiga spesimen, yaitu baja kotak, baja bulat, dan balok aluminum
diberikan dalam keadaan siap diuji coba.
Setelah memastikan spesimen siap diuji, pengujian pun dilakukan dimana uji coba
yang pertama dilakukan adalah uji coba Brinell dengan menggunakan indentor steel ball
diameter 5mm, indentor diberi beban kepada ketiga spesimen sebanyak tiga kali, dimana
salah satu indentasi terlihat cacat, dimana diameter dari indentasi terlihat jelas berbeda
dengan mata telanjang, sehingga harus dilakukan indentasi ulang sehingga diperolah 10 total
indentasi untuk uji coba Brinell, setelah itu dilakukan uji coba rockwell dengan menggunakan
indentor intan untuk spesimen baja dan indentor steel ball untuk spesimen aluminum, kali ini
seluruh hasil indentasi valid dan didapatkan 9 data, lalu dilanjutkan dengan uji coba Vickers,
seluruh spesimen diberikan indentasi dengan indentor intant namun untuk uji coba Vickers
hanya dilakukan dua kali pengujian untuk setiap spesimen sehingga diperoleh total 6
indentasi pada seluruh spesimen.
Persiapan sampel untuk uji Brinell relatif lebih mudah disbanding dengan uji rockwell
dan vickeres, karena sifat dari cara pengukuran indentasi yang tidak terlalu dipengaruhi oleh
permukaan sampel, pada uji rockwell dan Vickers, permukaan sampel uji harus halus dan
rata, karena memperngaruhi hasil pengujian
Untuk tingkat kesulitan, uji rockwell adalah uji coba yang paling mudah karena kita
akan langsung mendapatkan harga kekerasan selepas melakukan uji coba tidak seperti uji
coba Brinell dan Vickers, dimana praktikan harus melakukan pengamatan dan pengukuran
terhadap indentasi dengan menggunakan mikroskop selepas melakukan uji coba. Diantara
keduanya, uji coba Brinell cenderung lebih mudah dibandingkan uji coba Vickers, pada uji
coba Brinell diameter yang dihasilkan cenderung lebih besar, sehingga lebih mudah untuk
melakukan pengukuran, uji coba Vickers mengharuskan kita mengukur dua sisi dari belah
ketupat yang terbentuk dengan ukuran indentasi yang lebih kecil, sehingga memakan waktu
yang lebih banyak dan memerlukan ketelitian yang lebih tinggi.
Jika kita memperhatikan diagram fasa Fe-C, baja yang memiliki konsentrasi karbon
yang lebih tinggi akan berubah menjadi senyawa Fe3C atau biasa juga dikenal sebagai besi
cor yang memiliki sifat kuat namun sangat getas, dari data pengujian pada bab IV, dapat
dilihat bahwa baja bulat memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada baja kotak,
sehingga dapat disimpulkan bahwa baja bulat adalah baja karbon tinggi sementara baja kotak
adalah baja karbon rendah.
Spesimen baja memiliki kekerasan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
spesimen aluminum karena baja adalah campuran dari besi dengan karbon, dimana atom
karbon bertindak sebagai semacam doping pada besi yang meningkatkan kerapatan dari baja,
meiningkatkan tingkat kekerasasnnya, untuk perbedaan kekerasan yang diakibatkan oleh
banyaknya karbon, pada baja, tingkat persentase karbon dapat mempengaruhi fasa dari baja
tersebut, pada tingkat baja karbon tinggi, struktur krsital baja berubah menjadi struktur FCC,
pada baja karbon rendah, strukutr kristal baja berubah menjadi struktur BCC, kita tahu bahwa
sel kristal FCC memiliki tingkat kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktru
kristal BCC sehingga baja karbon tinggi memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi.
Dikutip dari (matweb 2020), baja karbon rendah memiliki nilai kekerasan Brinell
sebesar 86-550, kekerasan Rockwell B sebesar 30-105, dan kekerasan Vickers sebesar 22-
661. Baja karbon tinggi memiliki nilai kekersaan Brinell sebesar 163-600, kekerasan
Rockwell B sebesar 43-100, dan kekerasan Vickers sebesar 182-748. Aluminum 6061-T6
memiliki nilai kekerasan Brinell sebesar 95, nilai kekerasan Rockwell B sebesar 60, dan nilai
kekerasan Vickers sebesar 107.
Berdasarkan data percobaan, diketahui baja karbon rendah memiliki nilai kekerasan
Brinell sebesar 96.83, kekerasan rockwell A sebesar 20.34, dan kekerasan Vickers sebesar
84.93. Baja karbon tinggi memiliki nilai kekerasan Brinell sebesar 170.32, kekerasan
Rockwell A sebesar 54.5, dan kekerasan Vickers sebesar 194.14. Aluminum memiliki nilai
kekerasan Brinell sebesar 70.84, kekerasan Rockwell E sebesar 64, dan kekerasan Vickers
sebesar 65.
Apabila dibandingkan, dapat dilihat untuk baja karbon tinggi dan rendah masih
termasuk kedalam jarak yang ditentukan oleh literatur. Pada literatur dapat dilihat pula jarak
interval nilai yang cukup luas, ini disebabkan oleh kemungkinan adanya senyawa pengotor
lain selain karbon pada baja yang dapat mempengaruhi nilai kekerasan spesimen, data
kekerasan aluminum percobaan dengan literatur memiliki perbedaan yang kecil, ini juga
disebabkan oleh hal yang sama, yaitu adanya kemungkinan unsur atau senyawa pengotor lain
pada aluminum yang mempengaruhi nilai kekerasan, kesalahan pengukuran yang dilakukan
oleh praktikan juga merupakan salah satu factor yang menyebabkan terjadinya perbedaan
nilai.

Hardness Test pada Besi Nako

HRC = 100 – e
= 100 – 40,5
= 59,5
Hardness Test pada Plat Tembaga

HRC = 100 – e
= 100 – 8,9
= 91,1

Hardness Test pada Plat Besi

HRC = 100 – e
= 100 – 29,5
= 70,1

Hardness Test pada Besi Beton

HRC = 100 – e
= 100 – 18,6
= 81,4
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Hasil dari percobaan diatas, dapat diperoleh nilai-nilai kekerasan untuk ketiga
spesimen sebagai berikut :

Nilai kekerasan pada Besi nako


 Uji Rockwell : 59,5
Nilai kekerasan pada Plat tembaga
 Uji Rockwell : 91,1
Nilai kekerasan pada Plat besi
 Uji Rockwell : 70,1
Nilai kekerasan pada Besi beton
 Uji Rockwell : 81,4

Pengujian kekerasan adalah pengujian ketahanan material terhadap deformasi


plastis.

5.2. Saran
Pengoperasian dapat dilakukan dengan hati-hati dan mengikuti aturan
keamanan yang ada. Untuk praktikum selanjutnya akan lebih baik jika alat uji
dioperasikan dengan hati-hati karena jika ada indentasi yang gagal tidak dapat
dikembalikan dan harus diulang, sehingga menghabiskan ruang untuk dilakukannya
uji coba pada specimen-spesimen yang akan diuji.

Daftar Pustaka
Callister Jr, W. D. (2009). Materials Science And Engineering An Introduction, 8th Edition.
New Jersey: John Wiley & Sons, Inc, Hoboken.
Matweb.com”Metals”.Diakses 3 Maret 2020 pada pukul 10:30 WIB.
http://www.matweb.com/Search/MaterialGroupSearch.aspx?GroupID=9
universitas-jenderal-achmad-yani/johanes-roberto-pasaribu/bab-3-uji-kekerasan-hardening-
test
Laporan Uji Kekerasan putrid ayu nani

Anda mungkin juga menyukai