Anda di halaman 1dari 13

JURNAL PRAKTIKUM

TEKNIK SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA (STERIL)


INFUS MANITOL 20

Disusun Oleh:
Muhammad Bilgary Utama 10060316147

Kelompok 3/ Shift D
Tanggal Penyerahan: Senin, 07 Januari 2019

Asisten: Rina Rusinur, S. Farm.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019 M / 1440 H
PERCOBAAN 2
INFUS MANITOL 20

I. NAMA SEDIAAN
Infus Manitol 20

II. KEKUATAN SEDIAAN


Menurut MIMS (2007; Hal. 78) kekuatan sediaannya 25 g/ 500 ml
Mengandung Manitol 20%

III. PREFORMULASI ZAT AKTIF


Manitol
- Rumus Molekul : C6H14O6
- Berat Molekul : 182,17
- Pemerian : Serbuk hablur atau granul mengalir bebas;
putih; tidak berbau; rasa manis.
- Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam larutan
basah, sukar larut dalam piridina, sangat sukar larut dalam etanol,
praktis tidak larut dalam eter.
- pH : 4,5-7
- Stabilitas : Manitol stabil pada kondisi kering, dapat
disterilisasi dengan filtrasi atau autoklaf.meskipun menggunakan
autoklaf dengan sering tidak akan mempengaruhi sifat fisika dan
kimianya, dalam larutan manitol tidak dipengaruhi oleh suhu dingin,
larutan dalam asam atau alkalis.
- Inkompatibilitas : Manitol tidak kompatibel dengan xylitol
infus dan dapat membentuk kompleks dengan beberapa logam
seperti aluminium, tembaga, dan besi.
- Kegunaan : Diuretikum
(Dirjen POM, 1995: 519; Rowe, 2009: 373 – 375)
IV. PENGEMBANGAN FORMULA
4.1. Zat Aktif
Digunakan Manitol dengan konsentrasi 20%. Manitol digunakan
sebagai zat aktif pada sediaan infus ini karena memiliki kegunaan
sebagai diuretikum. Sehingga digunakan untuk memperbaiki system
urinasi penderita.
4.2. Pembawa
Sediaan yang dibuat berupa infus sehingga pembawa yang dipakai
adalah air. Manitol juga mudah larut dalam air sehingga tidak
diperlukan pelarut tambahan lain untuk melarutkannya.
4.3. Zat Tambahan
Karbon aktif digunakan sebagai zat tambahan pada sediaan ini
karena sediaan ini merupakan sediaan infus. Dimana sediaan infus
harus bebas dari pirogen sehingga sediaan harus didepirogenisasi.
Salah satunya cara depirogenisasi adalah dengan cara menambahkan
karbon aktif ke dalam nya.
4.4. Wadah
Sediaan ini akan diberikan secara intravena. Wadah yang digunakan
adalah botol plastik 250 mL. Botol plastik yang akan digunakan
harus bebas dari unsur-unsur yang dapat membahayakan tubuh.

V. PERHITUNGAN TONISITAS DAN OSMOLARITAS


E5% = 0,18
0,18 x 5 = 0,9 %
NaCl yang dibutuhkan = 0,9 – 0,9 = 0
⸫ Tidak perlu NaCl karena hasil menunjukkan sediaan isotonis.

VI. FORMULA AKHIR


VII. PREFORMULASI EKSIPIEN
7.1. Karbon Aktif/ Absorben
- Pemerian : Serbuk halus, bebas dari butiran; hitam;
tidak berbau; tidak berasa.
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam
etanol.
- Stabilitas : Dapat mengadsorpsi air
- Inkompatibilitas : Dapat menurunkan ketersediaan hayati
beberapa obat seoerti loperamid dan riboflavin. Reaksi hidrolisis
dapat dinaikkan
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, ditempat sejuk
dan kering.
- Kegunaan : Adsorbsi pirogen
(Dirjen POM, 2014:137) dan (Rowe et al, 2003:40)

7.2. Aqua Pro Injection


- Pemerian : Cairan jernih, tidak berwana, tidak berasa,
tidak berbau.
- BM : 18,2 g/mol
- Titik Beku/ Leleh : 0/100oC
- pH : 7 (netral)
- Bobot Jenis : 1 gram/cm3
- Stabilitas : Dapat stabil dalam semua keadaan fisika (es,
cair, & uap).
- Inkompatibilitas : Kompatibel dengan semua zat aktif dan
semua bahan tambahan.
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, ditempat sejuk
dan kering.
- Kegunaan : Pelarut
(Dirjen POM, 1979:97) dan (Rowe et al, 2009:766)

VIII. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


IX. PENENTUAN METODE STERILISASI
Zat dan Alat
Meskipun dilakukan sterilisasi akhir, zat aktif, zat eksipien, dan alat
sebaiknya disterilisasi awal untuk mengurangi kontaminasi
mikroorganisme dengan cara:
9.1. Zat
Nama Zat Metode Sterilisasi Alasan
1. Manitol Autoklaf atau Stabilitas manitol
Filtrasi (Larutan) tahan dan terhadap
panas dan
kompatibel dengan
uap air.
2. Karbon Aktif/ Autoklaf Tahan terhadap
Absorben panas dan uap air.
3. Aqua Pro Autoklaf Tahan terhadap
Injection panas dan uap air.

9.2. Alat
Alat Metode Alasan Penggunaan
Sterilisasi Metode Sterilisasi
1. Batang Oven Dipilihnya metode
sterilisasi panas kering
pengaduk
dengan menggunakan
oven karena batang
pengaduk bukan
termasuk alat presisi
yang mana ukurannya
tidak boleh berubah
jika terkena suhu tinggi
dengan waktu yang
cukup lama.
2. Corong Oven Dipilihnya metode
sterilisasi panas kering
kaca
dengan menggunakan
oven karena corong
kaca bukan termasuk
alat presisi yang mana
ukurannya tidak boleh
berubah jika terkena
suhu tinggi dengan
waktu yang cukup
lama.
3. Erlenmeyer Oven Dipilihnya metode
sterilisasi panas kering
dengan menggunakan
oven karena
erlenmeyer bukan
termasuk alat presisi
yang mana ukurannya
tidak boleh berubah
jika terkena suhu tinggi
dengan waktu yang
cukup lama.
4. Gelas Oven Dipilihnya metode
sterilisasi panas kering
Kimia 100
dengan menggunakan
mL oven karena gelas
kimia bukan termasuk
alat presisi yang mana
ukurannya tidak boleh
berubah jika terkena
suhu tinggi dengan
waktu yang cukup
lama.
5. Gelas Ukur Autoklaf Dipilihnya metode
sterilisasi panas lembab
10, 50 mL
dengan menggunakan
autoklaf karena
menghindari terjadinya
perubaha bentuk yang
di akibatkan suhu yang
terlalu tinggi pada
oven.
6. Kaca Arloji Oven Dipilihnya metode
sterilisasi panas kering
dengan menggunakan
oven karena kaca arloji
bukan termasuk alat
presisi yang mana
ukurannya tidak boleh
berubah jika terkena
suhu tinggi dengan
waktu yang cukup
lama.
7. Pipet Autoklaf Dipilihnya metode
sterilisasi panas lembab
Volume 10
dengan menggunakan
mL autoklaf karena
menghindari terjadinya
perubaha bentuk yang
di akibatkan suhu yang
terlalu tinggi pada
oven.
8. Pipet Tetes Autoklaf Dipilihnya metode
sterilisasi panas lembab
dengan menggunakan
autoklaf karena
menghindari terjadinya
perubaha bentuk yang
di akibatkan suhu yang
terlalu tinggi pada
oven, dan pada pipet
tetes terdapatnya tutup
karet yang dapat
meleleh karena tidak
tahan panas.
9. Botol Infus Autoklaf Digunakannya metode
sterilisasi panas lembab
dengan autoklaf karena
ampul tidak tahan
terhadap panas dengan
waktu yang cukup
lama.

X. PROSEDUR PEMBUATAN
Semua alat-alat yang telah disterilisasi disiapkan

Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang sesuai dengan
perhitungan penimbangan

Seluruh bahan disterilisasi terlebih dahulu

Kemudian manitol dilarutkan menggunakan aqua pro injection
secukupnya dalam gelas kimia, diaduk hingga larut

Lalu larutan tersebut dipanaskan diatas penangas air selama 15 menit

Kemudian larutan disaring hangat-hangat

Setelah itu karbon aktif dimasukkan ke dalam larutan tersebut lalu
disaring dan ditampung pada gelas ukur

Aqua pro injection ad sampai tanda batas

Kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol infus melalui saringan
G3 dengan bantuan pompa penghisap

Botol ditutup dengan flakon steril dan diikat

Dilakukan sterilisasi akhir dengan autoklaf

Kemudian beri etiket, label dan dilakukan evaluasi terhadap sediaan

XI. EVALUASI
11.1. Penetapan pH
Alat: pH meter
Tujuan: Mengetahui pH sediaan dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
Prinsip: Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang
telah di kalibrasi.
Prosedur: Digunakan alat potensiometer (pH meter) yang
dikalibrasi.
Pengukuran: Dilakukan pada suhu 25o ± 2o, kecuali dinyatakan
lain dalam masing-masing monografi. Skala pH ditetapkan dengan
persamaan berikut:
(𝐸 − 𝐸₅)
𝑝𝐻 = 𝑝𝐻𝑠 +
𝑘
Penafsiran Hasil: Harga pH dilihat dari yang tertera pada
potensiometer.
(Dirjen POM,1995: 1039-1040)

11.2. Bahan Partikulat dalam Infus


Tujuan: Memastikan larutan infus, termasuk larutan yang
dikonstitusi dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas
dari partikel yang dapat diamati secara pemeriksaan visual.
Prinsip: Sejumlah tertentu sediaan uji di filtrasi menggunakan
membran, lalu membran tersebut diamati dibawah mikroskop
dengan pembesaran 100x. Jumlah partiel dengan dimensi linier
selektif 10 𝜇𝑚 atau lebih dan sama atau lebih besar dari 25 𝜇𝑚
dihitung.
Prosedur: Larutan disaring dengan penyaring membrane lalu
diamati dibawah mikroskop micrometer dan hitung partikel pada
penyaring untuk melihat jumlah partikel dengan ukuran lebih dari
10.000/wadah.
(Dirjen POM,1995: 981-985)
11.3. Uji Keseragaman Sediaan
Tujuan: Untuk mengetahui volume larutan infusi, apakah tetap atau
berubah antara sebelum dan sesudah proses sterilisasi dan apakah
ada penyusutan.
Prinsip: Mengevaluasi keseragaman sediaan yang meliputi
keseragaman bobot dan keseragaman volume.
Prosedur: Sediaan diletakan pada permukaan yang rata secara
sejajar lalu dilihat kesragaman bobot dan volume secara visual.
(Dirjen POM,1995: 1044)
11.4. Penetapan Volume Infus dalam Wadah
Tujuan: Untuk menentukan volume infus dalam wadah.
Prinsip: Sediaan infus yang sudah dalam wadah diukur kembali
volumenya dengan menggunakan gelas ukur kering.
Prosedur: Dipilih salah satu wadah diambil isi tiap wadah dengan
jarum suntuk hipodermik kering. Dipindahkan dalam gelas ukur
kering tanpa mengosongkan bagian jarum.
(Dirjen POM,1995: 1044)
11.5. Uji Kejernihan Larutan
Tujuan: Untuk mengetahui kejernihan dari sediaan infus yang
dibuat.
Prinsip: Mengevaluasi kejernihan dari sediaan.
Prosedur: Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan
oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar dibawah
penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam
matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian
isi dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas
dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata.
Penafsiran: Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama
dengan air atau pelarut yang digunakan.
(Dirjem POM, 1995: 998)
11.6. Uji Sterilitas
Tujuan: Untuk menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus
steril memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan uji sterilitas
yang tertera pada masing-masing monografi.
Prosedur:
- Uji Fertilitas: Tetapkan sterilisasi setiap lot media dengan
menginkubasi sejumlah wadah yang mewakili pada suhu dan selama
waktu yang tertera pada uji.
- Uji Sterilisasi: Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung
kedalam media uji dan teknik penyaringan membran.
(Dirjen POM, 1995: 855)
11.7. Uji Pirogen
Tujuan: Membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan infus.
Prinsip: Prinsip depirogenasi menginaktivasi atau menghilangkan
endotoksin. Inaktivasi dapat di lakukan dengan pemurnian molekul
lipopolisakarida dengan menggunakan sejumlah besar perlakuan
kimia yang memecah/merusak bahan kimia lain atau gugus yang di
butuhkan untuk aktivasi pirogenik.
Prosedur: Pengujian ini meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci
setelah penyuntikan sediaan uji secara intravena dan ditujukan untuk
sediaan yang dapat ditoleransi oleh kelinci percobaan pada dosis
tidak lebih dari 10 mL/kg yang disuntikkan secara intravena dalam
periode tidak lebih dari 10 menit.
(Dirjen POM, 2014: 1412; Nema, 2010: 583)
11.8. Uji Kebocoran
Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilisasi
dan volume serta kestabilan sediaan.
Prinsip: Pada pembuatan secara kecilkecilan hal ini dapat dilakukan
dengan mata tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa
dikerjakan. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas,
setelah selesai disterilkan dimasukan kedalam larutan biru metilena
0.1%. jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan metilena akan
masuk ke dalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam.
Sehingga cara ini tidak digunakan/dipakai untuk larutan-larutan
yang sudah berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan
terbalik yaitu dengan cara ujungnya dibawah. Ini digunakan pada
pembuatan dalam skala kecil. Jika terjadi kebocoran maka larutan
ini akan keluar dari dalam wadah dan wadah menjadi kosong.
Wadah-wadah yang tidak disterilkan, kebocorannya harus diperiksa
dengan memasukan wadah-wadah tersebut ke eksikator yang
kemudian divakumkan. Jika terjadi kebocoran larutan akan diserap
keluar. Oleh karena itu, harus dijaga agar jangan sampai larutan
yang keluar diisap kembali jika divakum dihilangkan.
(Dirjen POM,1995:1055)

XII. WADAH
12.1. Kemasan Primer
Botol Infus Plastik @ 250 mL sebanyak 100 Botol
12.2. Kemasan Sekunder
Dus untuk tiap 1 botol infus 250 mL
XIII. DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen, POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Depkes RI.
Nema, S. John d.l. 2010. Pharmaceutical Dosage from Parenteral
Medication. Vol 2. USA: Information. Healtcare.
Rowe, R.C., P.J. Sheskey, and Quinn M.E. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th edition. London: Pharmaceutical
Press.
Sweetman, S et al. 2009. Martindale 36th. London: The Pharmaceutical
Press.

Anda mungkin juga menyukai