Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu persoalan yang sering digunakan pada model jaringan adalah analisis

proyek. Misalnya proyek konstruksi bangunan, perkembangan obat-obatan, ataupun

instalasi system computer dapat ditampilkan dengan menggunakan model jaringan.

Model jaringan ini mengilustrasikan bagaimana mengatur dan menjalankan proyek,

dan untuk menentukan durasi waktu pengerjaan proyek. Teknik jaringan yang

digunakan dalam analisis proyek adalah CPM dan PERT.1

Teknik CPM (Critical Path Method) dan PERT (Project Evaluation and Preview

Technique) dikembangkan oleh dua kelompok yang berbeda-beda secara simultan

pada waktu yang bersamaan (1956-1958). Critical Path Method pertama-tama

dikembangkan oleh E.I du Pont de Nemours Company sebagai terapan untuk proyek

konstruksi, kemudian dilanjutkan oleh Mauchly Associates sementara dilain pihak,

Project Evaluation and Riview Technique dikembangkan oleh U.S Navy untuk jadwal
penelitian dan pengembangan kegiatan program peluru kendali Polaris.2

Pada dasarnya kedua teknik ini sudah sama. Perbedaannya terletak pada

perkiraan waktu, dimana Critical Path Method menaksir waktu dengan cara pasti

(deterministic) sementara Project Evaluation and Riview Technique dengan cara

kemungkinan (probabilistic). Kedua teknik analisis inilah yang kita kenal dengan

network analysis atau teori jaringan kerja. Karena itu teori jaringan kerja merupakan

1
Bernard W. Taylor, Introduction to Management Science (Ed. 11; USA: PEARSON, 2013), h. 340.
2
P. Siagian, Penelitian Operasional (Cet. 1; Jakarta: UI Press, 1987), h.286.
teknik analisis yang dapat membantu manajemen proyek untuk melaksanakan tugasnya

guna membuat perencanaan, mengatur jadwal pelaksanaan, melakukan pengawasan,

dan mengambil keputusan teerhadap proyek yang sedang berjalan atau proyek yang

sama sekali baru.3

Perbedaan lain antara teknik CPM dan PERT jika ditinjau dari segi mekanis

dalam menggambarkan jaringan proyek. Pada teknik PERT, aktivitas diwakili dengan

busur atau garis panah, antara dua simpul, atau lingkaran, sedangkan CPM, aktivitas

diwakili dengan simpul atau lingkaran. Bagaimanapun ini hanyalah perbedaan yang

kecil, dan perbedaan yang besar terdapat pada permasalah waktu yang menjadikan

CPM dan PERT secara efektif memiliki teknik tersendiri.4

Rangkaian kegiatan pada suatu proyek diatur dengan menggunakan model

jaringan, sehingga pelaksanaannya dapat lebih efisien dan efektif. Dalam mengatur

rangkaian dari kegiatan-kegiatan ini, Siagian (1987) menyebutkan bahwa teori jaringan

kerja harus dapat:

1. Menggambarkan interelasi kegiatan dengan urutan yang logis.


2. Mengidentifikasi unsur-unsur kritis secara mudah.

3. Mendeteksi masalah-masalah yang gawat.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut adalah:

1. Bagaimana proses manajemen proyek?

2. Bagaimana teknik analisis CPM dalam menaksir waktu pada manajemen

3
P. Siagian, Penelitian Operasional (Cet. 1; Jakarta: UI Press, 1987), h.286-287.
4
Bernard W. Taylor, Introduction to Management Science (Ed. 11; USA: PEARSON, 2013), h. 340.
proyek?

3. Bagaimana teknik analisis PERT dalam menaksir waktu pada manajemen

proyek?

C. Tujuan

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut adalah:

1. Bagaimana proses manajemen proyek?

2. Bagaimana teknik analisis CPM dalam menaksir waktu pada manajemen

proyek?

3. Bagaimana teknik analisis PERT dalam menaksir waktu pada manajemen

proyek?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Elemen-elemen Proyek Manajemen

Secara umum manajemen terkait dengan perencanaan, pengaturan,

pengontrolan pada proses berkelanjutan atau aktivitas seperti produksi suatu produk

pelayanan jasa pengiriman. Pada gambar 1 5 akan ditampilkan rangkaian proses

manajemen proyek.

Gambar 1. Proses manajemen proyek

5
Bernard W. Taylor, Introduction to Management Science (Ed. 11; USA: PEARSON, 2013), h. 341.
B. Perencanaan Proyek

Suatu proyek dapat dikatakan sebagai suatu rangkaian kegiatan-kegiatan yang

mempunyai saat awal dilaksanakan serta diselesaikan dalam jangka waktu tertentu

untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan suatu proyek adalah penyelesaian akhir dari

proyek, baik ditinjau dari sudut logika maupun dari sudut waktu misalnya, membangun

suatu fasilitas fisik, perbaikan suatu lembaga, lokakarya suatu metodologi, mendirikan

suatu gedung dan lain-lain. Siagian (1987) 6 menyebutkan tiga tahap perencanaan

proyek, yaitu:

1. Membuat uraian kegiatan-kegiatan, menyusun logika urutan kejadian-kejadian,

menentukan syarat-syarat pendahuluan, menguraikan interelasi dan

interdependensi antara kegiatan-kegiatan.

2. Penaksiran waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tiap kegiatan

menegaskan kapan suatu kegiatan dimulai dan kapan berakhir, secara

keseluruhan kapan proyek selesai.

3. Bila perlu, menetapkan alokasi biaya dan peralatan guna pelaksanaan tiap

kegiatan, meskipun pada hakikatnya hal ini tidak begitu penting.

Menurut Bernard (2013) 7 menyebutkan beberapa elemen-elemen dasar pada

perencanaan proyek, yaitu:

1. Sasaran hasil (objectives) merupakan pernyataan detil tentang penggunaan

proyek dalam meraih cita-cita perusahaan dan mendapatkan rencana yang

strategis, dan sebuah estimasi ketika penyelesaian, biaya, dan keuntungan.

2. Jangkauan proyek (project scope) merupakan pembicaraan tentang pendekatan

6
P. Siagian, Penelitian Operasional (Cet. 1; Jakarta: UI Press, 1987), h.287-288.
7
Bernard W. Taylor, Introduction to Management Science (Ed. 11; USA: PEARSON, 2013), h. 340.
proyek, teknologi dan sumber penghasilan yang mungkin, menyangkut

penugasan utama, persiapan penjadwalan, termasuk perbaikan proyek dan apa

yang mendukung kesuksesan proyek.

3. Syarat perjanjian (contract requirement) merupakan struktur umum pada

pengeloalaan, pelaporan, dan hasil pertanggungjawaban, mencakup daftar

lengkap para staf, penyedia, subkontraktor, syarat pengelolaan dan persetujuan,

syarat pelaporan, struktur organisasi proyek.

4. Jadwal (schedules) merupakan daftar semua peristiwa, tugas dan subjadwal,

dari bagian pengembangan.

5. Sumber penghasilan (resource) merupakan anggaran belanja proyek secara

keseluruhan untuk semua persyaratan sumber penghasilan dan prosedur dalam

mengontrol anggaran.

6. Personalia (personnel) merupakan identifikasi dan pengerahan personalia yang

dibutuhkan untuk tim proyek, termasuk keterampilan khusus dan pelatihan.

7. Pengontrolan (control) merupakan prosedur untuk mengawasi dan

mengevaluasi perkembangan dan pelaksanaan, termasuk jadwal dan biaya.


8. Analisis resiko dan masalah (Risk and problem analysis) merupakan antisipasi

dan penaksiran terhadap ketidakpastian, masalah, potensi kesulitan yang

mungkin meningkatkan resiko penundaan proyek dan atau kegagalan dan

ancaman kesuksesan proyek.

Pada perencanaan proyek, digunakan diagram jaringan kerja sebagai alat untuk

mengilustrasikan secara grafik dari kegiatan-kegiatan suatu proyek. Oleh karena itu

harus mampu memberi gambaran tentang hubungan antara komponen-konponen


kegiatan secara keseluruhan dan arus operasi yang dijalankan sejak awal sampai
berakhirnya suatu proyek. Untuk itu diagram jaringan kerja memerlukan beberapa

lambang khusus untuk memberikan keterangan yang jelas tentang proyek,

sebagaimana yang dipaparkan oleh Siagian (1987)8 yaitu:

1. Anak panah (arrow) menyatakan kegiatan dengan ketentuan bahwa

panjang dan arah panah tidak mempunyai arrti khusus. Pangkal dan ujung

panah menerangkan kegiatan mulai dan berakhir dengan arah ke kanan

(positif). Keguatan harus berlangsung terus dalam jangka waktu tertentu

(duration) dengan pemakaian sejumlah sumber seperti manusia, alat, bahan,

dan dana. Pada umumnya kegiatan diberi kode huruf besar A, B dan seterusnya.

2. Lingkaran kecil atau noda menyatakan suatu kejadian atau peristiwa.

Kejadian diartikan sebagai awal atau akhir dari satu atau beberapa kegiatan.

Umumnya kejadian diberi kode dengan angka 1, 2, 3 dan seterusnya yang

disebut nomor kejadian.

3. Anak panah terputus-putus menyatakan kegiatan semu atau dummy.

Dummy sebagai pemberitahuan bahwa terjadi perpindahan satu kejadian ke

kejadian lain pada saat yang sama. Oleh karena itu, dummy tidak memerlukan
waktu dan tidak menghabiskan sumber, panjang dan arah dummy tidak

mempunyai arti khusus.

Perencanaan jaringan kerja proyek “ Pendirian Rumah Makan 9 ”. Supaya

pembukaannya dapat dilakukan tepat pada waktunya, seperti yang direncanakan maka

semua kegiatan harus disusun secermat mungkin.

8
P. Siagian, Penelitian Operasional (Cet. 1; Jakarta: UI Press, 1987), h.288-289.
9
P. Siagian, Penelitian Operasional (Cet. 1; Jakarta: UI Press, 1987), h.291.
Kegiatan Lama
No Kegiatan Kode
sebelumnya pelaksanaan

1 Membeli lemari dan etalase A - 10

2 Membeli peralatan restauran B - 3

3 Mencari personil (pelayan, dan C - 1

lainnya)

4 Memilih dan membeli tempat D - 2

restauran

5 Mengurus izin E D 7

6 Persiapan tempat F E 3

7 Memindahkan lemari-lemari di G A, F 5

tempat

8 Memasang utilitas (listrik, air, dll) H G 4

9 Memasang peralatan I B, H 4

10 Membuat dekorasi J B, H 3

11 Membeli stok barang K I, J 6

12 Memasang iklan dan promosi L G 3

13 Melatih personil M C, I 4

14 Pembukaan pertama N K, L 7

Berdasarkan table 1, kita memulai perencanaan diagram kerja seperti pada


gambar 2.

C. Konsep Waktu

Salah satu tujuan utama dari manajemen proyek adalah menentukan jadwal

yang memperlihatkan tanggal mulai dan berakhirnya tiap kegiatan. Jumlah waktu yang

diperlukan untuk menyelesaikan suatu kegiatan tidak perlu harus tergantung pada

jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh proyek.

Waktu penyelesaiian satu kegiatan harus dianalisis baik-baik untuk

menghindarkan waktu yang terlalu sempit hingga penyelesaian menjadi terburu-buru

dan waktu yang terlalu longgar hingga penyelesaian kegiatan menjadi bertele-tele.

Waktu dihitung dalam satuan waktu tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau

tahun. Satuan waktu yang dipergunakan untuk seluruh kegiatan harus seragam. Untuk

menghubungkan waktu dengan kejadian kita menetapkan dua defenisi penting, yaitu :
Defenisi 1 :
Waktu kejadian paling cepat (WKC) untuk kejadian i adalah waktu paling

cepat, di mana kejadian i terwujud sedemikian hingga semua hubungan sebelumnya

yang relevan dengan kejadian i telah selesai dilaksanakan.

Defenisi 2 :

Waktu kejadian paling lambat (WKL) untuk kejadian i adalah waktu paling
lambat, di mana kejadian i terwujud tanpa menunda penyelesaiaan proyek.

Untuk menggambarkan dua defenisi di atas perlu setiap lingkaran kejadian di

bagi atas tiga ruang, seperti berikut :

Ruang pertama memuat nomor kejadian, ruang kedua memuat waktu kejadian

paling cepat (WKC) dan ruang ketiga memuat waktu kejadian paling lambat (WKL).

Untuk menentukan harga-harga waktu kejadian paling cepat dan waktu

kejadian paling lambat, pertama-tama harus digambar diagram jaringan kerja proyek

yang memuat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tiap kegiatan. Sesudah itu,

baru waktu kejadian paling cepat dan waktu kejadian paling lambat dihitung dengan

cara sebagai berikut (ambil contoh proyek rumah).

Menghitung Waktu Kejadian Paling Cepat (WKC)


Kita bergerak maju dari kiri ke kanan.

1. Sesudah dibuat semua nomor kejadian sesuai dengan ketentuan, maka buatlah
angka nol untuk kotak ke-2 (kotak waktu kejadian paling cepat) dari kejadian 1.
2. Periksalah kegiatan yang segera dapat dimulai setelah kejadian 1, dalam hal ini
ialah :
A dengan waktu 10 hari

B dengan waktu 3 hari


C dengan waktu 1 hari
D dengan waktu 2 hari
3. Kejadian 2 paling cepat bisa muncul pada hari ke-2. Karena D dengan waktu 2 hari
adalah satu-satunya kegaiatan yang masuk ke kejadian 2, maka waktu kejadian
paling cepat kejadian 2 adalah 2.
4. Karena kegiatan E adalah satu-satunya yang masuk kejadian 3 muncul pada hari
ke-7 setelah terwujudnya kejadian 2 pada hari ke-2. Oleh karena itu, waktu kejadian
paling cepat dari kejadian 3 ialah 9, yaitu sama dengan jumlah waktu D tambah
waktu E(7+2=9).
5. Ada dua kegiatan yang masuk ke kejadian 4 yaitu A dan F. karena F baru selesai
pada hari ke-12 yakni 3 hari sesudah kejadian 3, maka kejadian 4 baru muncul
sesudah hari ke-12, meskipun waktu A selesai dalam 10 hari saja. Ini berarti bahwa
kejadian 4 paling cepat baru muncul pada hari ke-12 secara lengkap atau waktu
kejadian paling cepat kejadian 4 adalah 12, bukan 10. Dengan keterangan ini dapat
diambil kesimpulan bahwa apabila ada 2 atau lebih kejadian masuk kepada sutau
kejadian, maka waktu kejadian paling cepat dari kejadian tersebut sama dengan
jumlah waktu terbanyak dari antara jumlah waktu selesainya kegiatan yang masuk.
6. Dengan prosedur yang sama, dapatlah ditetapkan waktu kejadian paling cepat
kejadian terakhir (kejadian 11) yaitu 38. Ini berarti 11 paling cepat baru muncul
pada hari ke 38. Tetapi ini juga mengandung arti bahwa seluruh proyek akan selesai
dalam waktu 38 hari.

Jelas terlihat bahwa dalam menghitung waktu kejadian paling cepat, kita

bergerak Dari kiri ke kanan atau dari waktu kejadian paling cepat kejadian terkecil

hingga ke waktu kejadian paling cepat kejadian terbesar.

Cara menentukan waktu kejadin paling cepat seperti kita lakukan di atas, dapt

dijelaskan dengan menggunakan model matematika sederhana sebagai berikut :


Misalkan {WKC}j = waktu paling cepat terwujudnya kejadian j

Wij = waktu yang dibutuhkan kegiatan yang menghubungkan kejadian I dan j (i < j).

Maka, waktu kejadian paling cepat terwujudnya kejadian j ditentukan oleh rumus :

{WKC}j = Max.
𝑖∈𝑠
{WKCi + Wij}

Sebagai contoh, kita ambil kejadian 4 :

{WKC}i = 0,S = {1,3}, maka {WKC}4 = Max. (WKC1 + W14 ; WKC3 + W34}

= Max. {0+10=10;9+3=12}=12

Berdasarkan hasil perhitungan seperti kita lakuakn di atas, maka dapat

ditentukan diagram yamg memuat waktu kejadian paling cepat tiap kejadian seperti

yang kita lihat pada diagram berikut ini.


Gambar 2 . Diagram jaringan kerja dengan waktu kejadian paling cepat (WKC)

Selesai menghitung waktu kejadian paling cepat (WKC), kita jug dapat

menghitung waktu mulai paling cepat (WMC) dan waktu selesai paling cepat (WSC)

tiap kegiatan. Dua yang disebut belakangan ini, kita defenisiakn sebagai berikut :

Defenisi 3.

Waktu mulai paling cepat suatu kejadian ialah, waktu tercepat yang paling

mungkin suatu kegiatan mulai, ditulis dengan WMC.

Defenisi 4.

Waktu selesai paling cepat suatu kegiatan ialah, waktu tercepat yang paling

mungkin suatu kegiatan selesai, ditulis dengan WSC.

Tidak terdapat perbedaan pokok antara cara menghitung waktu kejadian paling

cepat dengan waktu mulai paling cepat dan waktu selesai paling cepat. Perbedaan

hanya terdapat pada : bahwa waktu kejadian paling cepat digunakan untuk kejadian

sementara, waktu mulai paling cepat dan waktu selesai paling cepat digunakan untuk
kegiatan.

Berdasarkan defenisi di atas, dapat kita buat satu table yang memuat waktu

mulai oaling cepat dan waktu selesai paling cepat semua kegiatan dalam proyek rumah

makan.

Table Waktu Paling Cepat (WMC) dan Waktu Selesai Paling Cepat (WSC)

Proyek Rumah Makan


Waktu
Kode
kegiatan kegiatan {WSC}ij {WSC}ij
Kegiatan
Wij
10
A (1,4) 10 0
3
B (1,6) 3 0
1
C (1,8) 1 0
2
D (1,2) 2 0
9
E (2,3) 7 2
12
F (3,4) 3 9
17
G (4,5) 5 12
21
H (5,6) 4 17
25
I (6,7) 4 21
24
J (6,9) 3 21
25
D1 (7,8) 0 25
25
D2 (7,9) 0 25
31
K (9,10) 6 35
20
L 5,10) 3 17
29
M (8,11) 4 25
38
N (10,11) 7 31

Menghitung Waktu Kejadian Paling Lambat (WKL)

Dalam menghitung waktu kejadian paling lambat kita harus menghindari hal-

hal di mana proyek dilaksanakan dengan terlambat. Oleh karena itu, waktu kejadian

paling lambat (WKL) harus diambil sama dengan waktu kejadian paling cepat (WKC)

untuk kejadian yang terakhir sehingga untuk kejadian 11, WKL = WKC = 38 hari.

Sesudah itu baru dilakukan analisis untuk memperoleh waktu kejadian paling lambat

tiap kejadian. Operasinya dilakukan terbalik dari operasi waktu kejadian paling cepat,

yaitu dari kanan ke kiri atau dari nomor kejadian terbesar ke nomor kejadian terkecil.

Operasi ini disebut operasi mundur.


cara menghitung waktu kejadian paling lambat (WKL) dilakukan sebagai berikut :

1. Ambil kegiatan M dengan waktu 4 hari. Kegiatan ini paling lambat selesai pada
hari ke-38 atau paling lambat dimulai pada hari ke-34 yaitu (38-4). Berarti kejadian
8 paling lambat harus muncul pada hari ke-34, sehingga waktu kejadian paling
lambat kejadian 8 ialah 34.
2. Dengan cara yang sama, waktu kejadian paling lambat kejadian 10 ialah 31 yaitu
(38-7) dan kejadian 9 dengan waktu kejadian paling lambat sama dengan 25, yaitu
(31-6)
3. Dari kejadian 7 ada dua kegiatan yang berangkat yaitu D1 dan D2 masing-masing
kejurusan kejadian 8 dan kejadian 9. Dilihat dari kejadian 8, waktu kejadian paling
lambat kejadian 7 mestinya 34 yaitu (34-0) = 34 dan dari jurusan kejadian 9, waktu
kejadian paling lambat 25 yaitu (25-0) = 25. Karena tadi kita katakan bahwa kita
harus menghindari keterlambatan, maka waktu kejadian paling lambat yang
diambil adalah waktu kejadian paling lambat yang terkecil yakni 25. Ini berarti
bahwa kejadian 7 paling lambat harus muncul pada hari ke-25 atau waktu kejadian
paling lambatnya ialah 25.
4. Cara yang sama kita gunakan untuk menghitung waktu kejadian paling lambat
kejadian 6. Dari jurusan kejadian 7, waktu kejadian paling lambat kejadian 6 ialah
21 yaitu (25-4) = 21. Dari jurusan kejadian 9, waktu kejadian paling lambat
kejadian 6 ialah 22 yaitu (25-3) = 22. Yang kita ambil ialah 21, yang berarti
kejadian 6 harus muncul paling lambat pada hari ke-21; kalau tidak, pasti kejadian-
kejadian berikutnya akan terlambat sehingga waktu kejadian paling lambat
kejadian 6 ialah 21.

Cara ini kita gunakan untuk kejadian-kejadian yang lain hingga seluruh

kejadian telah mempunyai waktu kejadian paling lambat masing-masing. Akhirnya

waktu kejadian paling lambat kejadian awal yakni kejadian 1 ialah 0.

Semua penjelaasn-penjelasan di atas dapat kita simpulkan dengan model

matematika sederhana, yaitu :


Misalkan :

WKLi = waktu paling lambat kejadian i terwujud dan

WKL = WKC untuk kejadian terakhir.

Maka, waktu kejadian paling lambat kejadian i ditentukan oleh rumus : {WKL}i = 𝑗𝑀𝑖𝑛.
∈𝑇

{WKLi – Wij}, i < j


Di mana T himpunan indeks dari kejadian yang menyusul kejadian i secara langsung.

Sebagai contoh ambil kejadian 5, jadi i = 5.

T = {6, 10}, W5,6 = 4, W5,10 = 3, WKL6 = 21, WKL10 = 31

Maka : WKL5 = Min. {WKL6 – W5,6; WKL10 =10}

= Min. {21 – 4 = 17; 21 – 3 = 18} = 17.

Dengan selesainya perhitungan semua waktu kejadian paling lambat untuk

semua kejadian, maka diagram jaringan kerja yang memuat waktu kejadian paling

lambat dapat dibuat sebagai berikut :


Di samping waktu kejadian paling lambat (WKL), kita juga dapat menentukan waktu
selesai paling lambat (WSL) dan waktu mulai lambat (WML) tiap kegiatan. Defenisi
dua ketentuan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Defenisi 5 :’

Waktu selesai paling lambat ditulis dengan (WSL), suatu kegiatan adalah waktu

paling lambat suatu kegiatan selesai, tanpa mengganggu waktu penyelesaian proyek.
Defenisi 6 :

Waktu mulai paling lambat ditulis dengan (WML), suatu kegiatan adalah waktu

paling lambat suatu kegiatan dimulai, tanpa mengganggu waktu penyelesaian proyek.

Dan ini sama dengan waktu kegiatan dikurangi dari waktu selesai paling lambat.
Gambar 3 Diagram jaringan kerja yang memuat waktu kejadian paling lambat tiap
kejadian.

Dapat dijelaskan, bahwa waktu kejadian paling lambat digunakan untuk tiap

kejadian, sementara waktu mulai paling lambat dan waktu selesai paling lambat dan

waktu selesai paling lambat digunakan untuk tiap kegiatan. Sedangkan cara penetuan

harganya tidak jauh berbeda. Berdasarkan definisi diatas, disusun table sebagai berikut:

Waktu
Kegiatan Kode Kegiatan {𝑾𝑴𝑳𝒊𝒋 } {𝑾𝑺𝑳𝒊𝒋 }
kegiatan

A 1,4 10 2 12

B 1,6 3 18 21

C 1,8 1 33 34

D 1,2 2 0 2

E 2,3 7 2 9

F 3,4 3 9 12

G 4,5 5 12 17

H 5,6 4 17 21
I 6,7 4 21 25

D1 7,8 0 34 34

D2 7,9 0 25 25

J 6,9 3 22 25

K 9,10 6 25 31

L 5,10 3 18 31

M 8,11 4 34 38

N 10,11 7 31 38

Setelah menghitung waktu kejadian paling cepat dan waktu kejadian paling

lambat dari semua kejadian, maka dapat disusun table waktu kejadian paling cepat dan

paling lambat, serta diagram jaringan kerja yang memuat waktu kejadian paling cepat

dan waktu kejadian paling lambat untuk proyek ruah makan sebagai berikut:

Kejadian {𝑊𝐾𝐶}𝑖 {𝑊𝐾𝐿}𝑖 {𝑊𝐾𝐶}𝑖 = {𝑊𝐾𝐿}𝑖

1 0 0 0

2 2 2 2

3 9 9 9

4 12 12 12

5 17 17 17

6 21 21 21

7 25 25 25

8 25 25 25

9 25 25 25
10 31 31 31

11 38 38 38

Diagram jaringan kerja dari table ini adalah:

Gambar 4. Jaringan kerja restauran dengan waktu kejadian paling cepat dan waktu
kejadian paling lambat tiap kejadian.

Dari perhitungan diatas, kita peroleh bahwa setidak-tidaknya untuk kejadian

awal dan kejadian akhir terdapat waktu kejadian paling cepat = paling lambat.

D. Jalur Kritis

Suatu lintasan adalah rangkaian dari sejumlah kegiatan yang mulai dari

kejadian awal dan berhenti pada kejadian akhir. Berdasarkan ketentuan ini, maka

defenisi jalur kritis dapatlah ditetapkan sebagai berikut :

Defenisi 1 :

(Jalur Kritis). Jika suatu lintasan di mana tiap kejadian pada lintasan tersebut

mempunyai waktu kejadian paling cepat = waktu kejadian paling lambat, maka lintasan

itu disebut lintasan kritis atau jalur kritis.


Defenisi 2 :

Jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu lintasan kritis sama

dengan jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proyek. Pada

contoh proyek rumah makan, lintasan kritis ialah lintasan yang melalui kejadian 1-2-

3-4-5-6-7-8-9-10-11, atau rangkaian kegiatan D-E-F-G-H-I-D2-K-N.

Defenisi 3 :

(Kegiatan Kritis). Semua kegiatan yang terletak pada jalur krits disebut

kegiatan kritis. Dalam suatu diagram jaringan kerja, jalur kritis ini biasanya ditandai

dengan warna khusus (misalnya merah).

Ketentuan –ketentuan lain yang perlu diingat ialah :

1. Jalur kritis juga diperkenankan melalui kegiatan dummy atau kegiatan semu.

2. Jalur kritis tidak perlu hanya terdiri dari satu jalur, tetapi boleh terdiri dari dua

atau lebih jalur.

3. Waktu penyelesaian suatu kegiatan kritis tidak boleh melebihi waktu yang

sudah ditentukan, karena keterlambatan kegiatan kritis dapat mengganggu


(memperpanjang) waktu penyelesaian seluruh proyek.

E. Waktu Mengambang

Selisih waktu antara waktu yang diperlukan oleh jalur kritis dengan waktu yang

diperlukan oleh jalur yang lain (tak kritis) disebut waktu salck atau float atau waktu

mengambang. Artinya, terdapat waktu longgar atau idle time untuk penyelesaian
kegiatan tak kritis sehingga keterlambatan waktu dalam jalur tak kritis tidak
mempengaruhi selesainya seluruh proyek. Tetapi harus diperhitungkan berapa lama

waktu mengambang yang diperkenankan untuk tiap kegiatan hingga untuk jalur kritis

pun tidak mengalami gangguan.

Dalam tiap diagram jaringan kerja, ada dua jenis waktu mengambang yaitu :

1. Waktu mengambang total, dan

2. Waktu mengambang bebas.

Arti dari dua waktu mengambang ini dijelaskan dalam defenisi berikutnya ini.

Defenisi 1.

(Waktu Mengambang Total). Waktu mengambang total kegiatan (i, j) ditulis

dengan (WMT)ij, ialah waktu maksimum yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan

(i, j) kurang waktu pelaksanaan kegiatan bersangkutan. Karena waktu maksimum

melaksanakan kegiatan (i, j) adalah selisih antara “waktu mulai paling cepat”.(WSL)ij

– (WMC)ij, maka :
(WMT)ij = (WSL)ij - (WMC)ij - Wij

Misalnya untuk kegiatan (1, 6) dan (4, 5), waktu mengambang total ialah

berturut-turut :

(WMT)1,6 = (WSL)1,6 - (WMC)1,6 – W1,6

= 21 – 0 -3

= 18 hari

dan

(WMT)4,5 = (WSL)4,5 - (WMC)4,5 – W4,5

= 17 – 12 -15
=0

Ini berarti bahwa kita mempunyai waktu luang 18 hari untuk kegiatan (1, 6) dan waktu
luang untuk kegiatan (4, 5) tidak ada sama sekali. Karena itu kita dapat memilih
kemungkinan berikut :

1. Segera mulai kegiatan (1, 6) dan menyelesaikan dalam waktu tiga hari,

kemudian meliburkan pekerja selama 18 hari atau memindahkannya ke

kegiatan lain.

2. Menunda pelaksanaan kegiatan (1, 6) selama 18 hari (maksimum) atau kurang

karena mungkin perhatian dikerahkan pada kegiatan (1, 2) yang tidak boleh di

tunda barang seharipun baru kegiatan ini dikerjakan sesudah penundaan selesai.

Berdasarkan rumus diatas, waktu mengambang total tiap kegiatan dapat


dihitung.

Defenisi 2. (Waktu Mengambang Bebas). Waktu mengambang bebas kegiatan

(i, j), kita tulis dengan (WMB)ij ialah selisih antara waktu yang tersedia untuk kegiatan

(i, j) dengan waktu pelaksanaan (Wij), asalkan kegiatan-kegiatan dalam satu jalur harus

dimulai secepat mungkin. Karena waktu tersedia adalah (WKC)j – (WKC)I maka :

(WMB)ij = (WKC)j – (WKC)i- (Wij)

Ambil sebagai contoh kegiatan (1, 8) dan kegiatan (8, 11). Dapat dilihat bahwa

(WMB)1,8 = (WKC)8 – (WKC)1 – W1,8

= 25 – 0 -1

= 24
dan

(WMB)8,11 = (WKC)11 – (WKC)8 – W8,11

= 38 – 25 - 4

=9

Ini berarti, bahwa kegiatan (1, 8) mempunyai kelonggaran selama 24 hari

apabila segera dimulai dan demikian juga kegiatan (8, 11) mempunyai kelonggaran 9

hari apabila ia segera dimulai. Jumlah waktu mengambang total untuk kegiatan (1, 8)

yaitu 33 hari dibagi antara kegiatan (1, 8) dan kegiatan (8, 11) sebagai waktu

mengambang bebas masing-masing dengan 24 dan 9 hari.

Dengan keterangan-keterangan di atas dapatlah dibuat daftar yang

memperlihatkan waktu mengambang total dan waktu mengambang bebas tiap

kegiatan.

Table Perhitungan Waktu Mengambang untuk Proyek Rumah makan

Waktu
Kode
kegiatan Pelaksanaan {WMC}ij {WSL}ij {WMT}ij {WMB}ij
Kegiatan
(hari) Wij
A (1,4) 10 0 12 2 2
B (1,6) 3 0 21 18 18
C (1,8) 1 0 34 33 24
D (1,2) 2 0 2 0 0
E (2,3) 7 2 9 0 0
F (3,4) 3 9 12 0 0
G (4,5) 5 12 17 0 0
H (5,6) 4 17 21 0 0
I (6,7) 4 21 25 0 0
J (6,9) 3 21 25 1 1
D1 (7,8) 0 25 34 9 0
D2 (7,9) 0 25 25 0 0
K (9,10) 6 35 31 0 0
L 5,10) 3 17 31 11 11
M (8,11) 4 25 38 9 9
N (10,11) 7 31 38 0 0

F. Penjadwalan

Akhir dari Suatu rencana jaringan kerja adalah pembuatan satu jadwal. Jadwal

ini berupa time chart yang dituangkan menjadi satu kalender yang sangat dibutuhkan

oleh pelaksana. Time chart dari proyek rumah makan kita ambil sebagai contoh, seperti

kita gambar di bawah ini :


Gambar 5 Time Chart Proyek Restauran

Pada time chart yang kita gambar di atas, termuat semua kegiatan dan kejadian

serta jumlah waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan tiap kegiatan. Gambar sebelah

atas memperlihatkan jalur kritis. Tiap kegiatan kritis dengan jelas diperlihatkan kapan

dimulai dan kapan selesai dan digambar dengan warna tebal. Sementara kegiatan lain

yang bukan kritis, digambar dengan garis putus-putus, disertai dengan jadwal kapan

paling cepat mulai dan kapan paling lambat selesai. Waktu pelaksanaan tiap kegiatan

ditulis dibagian atas garis kegiatan dalam satu kotak kecil. Kegiatan kritis tidak

mempunyai waktu longgar (mengambang), dengan perkataan lain waktu mengambang

kegiatan kritis sama dengan nol (sebab utama kenapa ia kritis), sementara kegiatan

yang bukan kritis mempunyai waktu longgar atau waktu mengambang.

G. Alokasi Sumber

Sumber dapat diartikan sebagai modal, tenaga kerja, peralatan dan lain-lain.

Time Chart dapat dikaitkan dengan tiap sumber ini. Apabila Time Chart dikaitkan

dengan sumber, maka dapat dilihat dengan jelas jumlah alokasi sumber yang

diperlukan dalam kurun waktu tertentu, mkisalnya kita mengambil proyek restaurant

sebagai contoh. Menurut perkiraan, jumlah modal (biaya) yang diperlukan untuk

pelaksanaan tiap kegiatan terlihat dalam daftar berikut ini :


Table Biaya Pelaksanaan Tiap Kegiatan (x 1000)
kegiatan Biaya Kegiatan Biaya
1,4 2000 6,7 2000
1,6 5000 6,9 3000
1,8 1000 7,8 0
1,2 10000 7,9 0
2,3 2000 9,10 3000
3,4 1000 5,10 2000
4,5 1000 8,11 1000
5,6 1000 10,11 1000

Dalam membuat diagram alokasi sumber ada dua cara yaitu :

1. Membuat diagram alokasi sumber apabila kegiatan nonkritis dilaksanakan dengan


segera, atau
2. Membuat diagram alokasi sumber apabila kegiatan nonkritis tidak dilaksanakan
dengan segera tanpa mengganggu pelaksanaan proyek.

Dalam satu poyek, kedua diagram alokasi sumber ini sebaiknya dibuat

bersama-sama, sehingga dapat dibandingkan diagram satu dengan yang lain. dengan
membandingkan kedua diagram, segera dapat diputuskan diagram mana yang akan

memberikan keuntungan yang lebih besar dari segi pengalokasian sumber-sumber,

baik modal, tenaga manusia atau peralatan-peralatan lainnya. Ini dapat dilihat dari

distribusi alokasi sumber yang disesuaikankan dengan kemampuan proyek.


Gambar 6. Tabel alokasi dengan kegiatan bukan kritis dilaksanakan dengan segera.

Sebaliknya bila kegiatan bukan kritis dilaksanakan segera maka chart alokasi

anggaran dapat dibuat sebagai berikut :

Gambar 7. Table alokasi dengan kegiatan bukan kritis tidak dilaksanakan segera.

H. CPM (Critical Path Method) dan PERT (Project Evaluation and Riview
Technique).
Seperti disebutkan terdahulu, perbedaan critical path method dan project
evaluation and review technique hamper tidak ada kecuali dalam penaksiran waktu.
Dalam critical path method, waktu diperlukan sebagai variable tetap sementara dalam
project evaluation and review technique waktu merupakan variabel acak. Menurut
pengalaman orang-orang yang langsung ikut dalam pelaksanaan proyek diperlukan tiga
macam taksiran waktu pelaksanaan. Ketiga taksiran waktu tersebut ialah :
1. Taksiran yang paling optimis, ditulis dengan a, adalah kemungkinan bahwa
kegiatan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat ;
2. Taksiran yang paling mungkin, ditulis dengan m, ialah taksiran waktu yang
biasanya terjadi dalam keadaan normal;
3. Taksiran yang paling pesimistis, ditulis dengan b, adalah kemungkinan bahwa
kegiatan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih lama.
Apabila 𝜇 adalah harga rata-rata waktu kegiatan (Wij) dan 𝜎 sebagai deviasi
standar, maka :
𝑎 + (4𝑚) + 𝑏
𝜇= , 𝑑𝑎𝑛
6
𝑏−𝑎
𝜎=
6
Ternyata 𝜇 dan 𝜎 adalah rata-rata (mean) dan deviasi baku dari distribusi beta
seperti terlihat berikut ini :
Misalnya, bila a = 4 hari, m = 5 hari, b = 10 hari maka :
4 + (4𝑥5) + 10
𝜇= = 5,67 ℎ𝑎𝑟𝑖, 𝑑𝑎𝑛
6
10 − 4
𝜎= 1 ℎ𝑎𝑟𝑖.
6
Hubungan antara 3 taksiran waktu tersebut di atas dapat diperlihatkan sebagai
berikut :
Jumlah taksiran Rata-rata yang Mungkin

Misalkan terdapat diagram jaringan kerja yang sederhana seperti di bawah ini:

A B
1 2 3
𝜇𝐴 = 15, 𝜎𝐴 = 3 𝜇𝐵 = 20, 𝜎𝐵 = 4

Dimana :

𝜇𝐴 = 1, 𝜇𝐵 = 20

𝜎𝐴 = 3, 𝜎𝐵 = 4

Maka :

𝜇 𝑇 = 𝜇𝐴 + 𝜇𝐵 = 15 + 20 = 35

𝜎𝑇 = √𝜎𝐴2 + 𝜎𝐵2 = √9 + 16 = 5

Secara umum dapat dinyatakan, bahwa bila terdapat kegiatan Ai (I = 1,….., n)

Maka :

𝜇𝐴 = ∑ 𝜇𝐴𝑖 = 𝜇𝐴1 + 𝜇𝐴2 + … . + 𝜇𝐴𝑛


𝑖=1

𝜎𝐴 = ∑ 𝜎 2𝐴𝑖 = 𝜎 2𝐴1 + 𝜎 2𝐴2 + … . + 𝜎 2𝐴𝑛


2

𝑖=1

Dimana A = A1 + A2 + …+ An dan berada pada satu jalur.

Analisis jalur kritis

Misalkan terdapat diagram jaringan kerja sebagai berikut :


D
2 3
(10,25)
A (4,12) C (7,20) E (4,10)

1 3
B (12,30)

Dari diagram ini dapat kita buat table seperti berikut :

Kegiatan Deviasi Standar(𝜎) Waktu rata-rata (𝜇)


A 4 12
B 12 30
C 7 20
D 10 25
E 4 10
Karena itu :

1. Waktu rata-rata penyelesaian proyek 𝜇𝐴 + 𝜇𝐵 + 𝜇𝐶 = 42


2. Deviasi standar :

𝜎𝑇 = √𝜎𝐴2 + 𝜎𝑒2 + 𝜎𝑒2 = √42 + 72 + 42 = = 9 ℎ𝑎𝑟𝑖

Dalam hal ini timbul pertanyaan, yaitu berapa kemungkinan seluruh proyek
dapat diselesaikan dalam waktu 60 hari? Karena untuk kegiatan yang jumlahnya
banyak dapat kita pakai distribusi normal sebagai waktu penyelesaian dari jaliu kritis,
maka terdapat :
1. 𝜇 = 42
2. 𝜎 = 9
3. 𝑥 = 60
𝑥−𝜇
Maka : 𝑍 = =2
𝜎
0,9772

0,0228

𝜇 = 42 𝑋 = 60 Wij
2𝜎 18
Dalam daftar distribusi normal kita peroleh untuk Z = 2 terdapat luas di bawah
kurva dan 𝑥 > 60 ialah Z2 = 0,0228. Ini berarti bahwa luas kurva di bawah kurva
normal dan garis 𝑥 ≤ 60 ialah 0,9772. Dengan kata lain, peluang bahwa proyek dapat
diselesaikan dalam 60 hari ialah 0,9772 atau 97,72%

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:

1. Proses manajemen proyek merupakan perencanaan, pengaturan, dan

pengontrolan pada proses berkelanjutan atau aktivitas suatu rangkaian

kegiatan-kegiatan yang mempunyai saat awal dilaksanakan serta diselesaikan

dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

2. Teknik analisis CPM menaksir waktu dengan cara pasti (deterministic).

3. Teknik analisis PERT menaksir waktu dengan cara kemungkinan

(probabilistic).

B. Saran
Adapun saran yang dapar diberikan pada makalah dan perkuliahan ini adalah:

1. Sebaiknya metode yang CPM dan PERT dapan dipahami dan diterapkan pada

tugas manejemen proyek.

2. Sebaiknya materi manajemen proyek diriview jika belum dipahami secara

menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

P. Siagian. 1987. Penelitian Operasional. Jakarta: UI Press.

Bernard W. Taylor. 2013. Introduction to Management Science. USA: PEARSON.

Anda mungkin juga menyukai