Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEPANITERAAN

PROFESI DOKTER GIGI


RSGMP UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun Oleh:
KHALEDA SHAFIRATUNNISA

J2A013003P

PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Komunikasi merupakan rangkaian proses pengalihan informasi dari seseorang kepada


orang lain dengan maksud tertentu. Komunikasi dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk dokter
dan pasien. Komunikasi dokter pasien adalah hubungan yang berlangsung antara dokter
dengan pasien selama proses pemeriksaan atau pengobatan atau perawatan yang terjadi di
ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas dalam rangka membantu
menyelesaikan masalah kesehatan pasien. Keterampilan berkomunikasi dokter pasien dalam
praktik sehari-hari menjadi satu kompetensi yang wajib dimiliki dokter. Keterampilan dalam
komunikasi dokter-pasien yang baik akan membantu dokter dalam mengumpulkan informasi
tentang keluhan pasien sehingga dapat menghasilkan diagnosis yang akurat dan dapat
memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhan pasien. WHO mencanangkan lima strategi
untuk mencapai “Sehat untuk Semua” atau lebih dikenal dengan 5 Stars Doctor atau Doctor for
the future. Salah satu dari lima poin yang ada dalam 5 Stars Doctor adalah komunikator. Hal ini
mengungkapkan bahwa dokter harus dapat melakukan komunikasi yang efektif dan efisien demi
membangun hubungan yang baik antara dokter pasien (Barakat, 2011).

Komunikasi dokter pasien merupakan komunikasi dua arah dengan tujuan kesembuhan,
dilandasi kesetaraan dan empati, ada kesepakatan tak tertulis bahwa pasien mempercayakan
dirinya kepada dokter yang mengobatinya dan dokter wajib menyimpan rahasia jabatan. Namun
demikian, komunikasi dokter pasien bukanlah hal yang mudah, terutama saat berhadapan dengan
pasien yang bermasalah mulai dari yang sederhana hingga yang rumit dan kompleks.Oleh karena
itu, seorang dokter harus dapat melakukan komunikasi yang efektif dan efisien kepada setiap
masyarakat yang datang untuk mencari pertolongan terhadap masalah yang dialami masyarakat
tersebut (Arianto, 2013).
Dengan komunikasi dokter pasien yang baik, diharapkan para dokter dapat mengarahkan
emosi pasien, memberikan informasi medis yang komprehensif, sehingga pasien benar-benar
mengerti akan hal yang terjadi pada dirinya. Dokter juga dapat mengidentifikasi secara lebih baik
tentang hal yang dibutuhkan pasien, persepsi pasien, serta harapan pasien. Diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat atas masalah yang dikeluhkan pasien, serta nasihat tambahan dokter
yang sesuai dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi pasien. Kepuasan pasien tersebut pada
akhirnya akan memberikan hasil positif terhadap tercapainya kesembuhan (Ha, 2010).
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis yaitu bentuk wawancara sederhana di
antara dokter dengan pasien yang bertujuan untuk mengingat kembali perjalanan alamiah dari
penyakit dan mendapatkan segala informasi yang mendukung. Umumnya terdapat langkah-
langkah panduan untuk melakukan anamnesis yang baik yang sering disebut dengan konsep
Basic Four (B4) atau Fundamental Four (F4) dan Sacred Seven (S7).
BAB II

ISI

Definisi

Komunikasi dokter pasien

Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh


seseorang kepada orang lain. Dapat diartikan bahwa komunikasi merupakan terjadi baik dalam
diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu sebagai suatu proses
pengolahan, penerimaan, pembentukan, dan penyampaian pesan.
Dalam hal ini komunikasi dokter pasien merupakan elemen yang penting yang
menentukan kualitas interaksi dokter pasien untuk menjaga kepercayaan pasien, dan kemampuan
dokter untuk mengobati pasien dengan perhatian, empati, kejujuran dan sensitivitas. Komunikasi
dokter-pasien adalah hubungan yang berlangsung antara dokter/dokter gigi dengan
pasiennya selama proses pemeriksaan/ pengobatan/ perawatan yang terjadi di ruang praktik
perorangan, poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas dalam rangka membantu menyelesaikan
masalah kesehatan pasien.
Komunikasi efektif dokter-pasien adalah pengembangan hubungan dokter-pasien secara
efektif yang bertujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang
diperlukan dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan pasien dan
berlangsung secara efisien.

Diagnosis

Diagnosis adalah suatu penyakit atau keadaan yang diderita oleh seorang pasien yang
menyebabkan seorang pasien yang memerlukan atau mencari dan menerima asuhan medis atau
tindakan medis. Untuk menentukan keputusan diagnostik yang tepat diperlukan cara pendekatan
yang sistematis terhadap berbagai masalah yang timbul pada setiap pasien. Pendekatan yang
paling efektif untuk menentukan berbagai keputusan klinik dilakukan dengan menggunakan
metode ilmiah yang dikenal sebagai metode diagnostik. Walaupun unsurunsur dalam metode
ilmiah seperti pengumpulan data, analisis data, testing hipotesis di dalam metode diagnostik
sering disebut dengan istilah yang berbeda, tetapi secara konseptual sama.

Unsur-unsur dan urutan kegiatan dalam metode diagnostik untuk evaluasi pasien dental
dapat dilihat pada bagan alur berikut ini. Walupun seluruh rangkaian kegiatan tersebut tidak
pernah secara langsung terjadi dalam praktek, perlu diperhatikan bah wa berbagai temuan klinis
dari seorang pasien mungkin berhubungan dengan beberapa penyakit yang berbeda. Tanda dan
gejala dari penyakit tersebut sering sating tumpang tindih sehingga menyulitkan diagnosis.
Pendekatan masalah pasien dengan menggunakan metode diagnostik demikian akan menjadi
efektif karena dengan mengikuti secara runtut alur tahapan kegiatan yang ada, berbagai
kesalahan yang sering terjadi di klinik dapat dikurangi.

Gambar. Rangkaian unsur-unsur dalam metode diagnostik pasien dental

Anamnesa

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis. Anamnesa merupakan langkah awal metode
diagnostik untuk mengumpulkan informasi diagnostik yang meliputi riwayat kesehatan rinci dari
pasien, temuan hasil pemeriksaan klinis, dan hasil pemeriksaan penunjang diagnostik lain seperti
pemeriksaan labotaorium. Perlu diperhatikan bahwa selama mengumpulkan informasi ini klinisi
harus tetap bersifat obyektif. Pendapat atau pemikiran yang terlalu awal dapat menyebabkan
kekeliruan diagnostik yang justru dapat menganggu persepsi dan akurasi informasi yang telah
dikumpulkan.

Umumnya terdapat langkah-langkah panduan untuk melakukan anamnesis yang baik


yang sering disebut dengan konsep Basic Four (B4) atau Fundamental Four (F4) dan Sacred
Seven (S7). Prosedur awal dari anamnesis setelah menanyakan identitas adalah selalu
memulainya dengan menanyakan keluhan utama (Chief Complaint atau CC) dari penyakit atau
gangguan kesehatan yang menyebabkan atau mendorong pasien untuk datang memeriksakan diri
atau berobat.

Terapkan Basic Four sebagai materi anamnesis yang mampu menggali lebih luas problem
kesehatan yang dialami pasien. Konsep B4 berisi ;

1. Riwayat Penyakit Sekarang (Present History) yang mendalami pemahaman pemeriksa


terhadap CC dengan menggunakan Sacred Seven (S7),

2. Riwayat Penyakit Dahulu (Past History) yang berusaha menggali riwayat penyakit dan
kondisi kesehatan yang lalu,

3. Riwayat Kesehatan Keluarga (Family History) untuk mengetahui kondisi kesehatan


keluarga pasien termasuk adanya penyakit keturunan, dan

4. Riwayat Sosial (Social History) sebagai tambahan untuk mendapatkan informasi yang
menggambarkan kondisi masyarakat dan lingkungan di sekitar pasien.

Dilanjutkan dengan anamnesis tambahan sebagai upaya mengeksplorasi secara spesifik


berbagai keluhan atau tanda dari penyakit sesuai konsep Sacred Seven (S7). Tujuh hal yang
ditanyakan dalam S7, antara lain ;

1. Location (Lokasi) untuk mengetahui lokasi keluhan ataupun tanda penyakit,

2. Onset (Waktu) untuk menggali waktu mulai timbulnya keluhan maupun tanda penyakit,
3. Quality (Kualitas) yang bertujuan mendalami sifat atau berat-ringannya suatu penyakit,

4. Quantity (Kuantitas) guna mencari tahu derajat atau frekuensi mengalami suatu
penyakit,

5. Chronology (Kronologi) yang menggambarkan perjalanan penyakit yang dialami,

6. Modification Factors (Faktor-faktor Modifikasi) yang memberikan informasi mengenai


faktor-faktor yang memperberat atau meringankan penyakit, dan

7. Comorbid Complaints (Keluhan Penyerta lainnya) berupa keluhan-keluhan ataupun


tanda-tanda lain yang muncul menyertai penyakit di luar CC.

Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, ras, alamat dan data personal yang lain. Informasi
ini terutama penting untuk identifikasi dan keperluan administratif, namun untuk diagnosis
kondisi tertentu, informasi mengenai umur, jenis kelamin atau ras tidak jarang sa ngat di
perlukan.

Keluhan Utama ( Chief Complaint = CC ) Merupakan pernyataan pasien mengenai


masalah yang sedang dihadapi atau sesuatu yang mendorong pasien datang ke klinik. Biasanya
dicatat dalam bentuk kalimat seperti yang dikatakan pasien, karena dapat memberikan
gambaran masalah yang sebenarnya.

History of chief complaint ( Present illness = PI ) Berisikan tentang riwayat


kronologis mengenai masalah pasien. Dari sini akan diperoleh penjelasan rind mengenai
pengetahuan pasien mengenai masalah yang sedang dihadapi, diantaranya durasi, perawatan
yang pernah diperoleh, atau hubungan antara keluhan dengan aktifitas fisiologis yang lain.

Riwayat Medik ( Medical history = MH) Berisikan keterangan mengenai riwayat


penyakit atau kondisi medik yang pernah di diagnose atau dialami pasien. Informasi ini
biasanya dikelompokan dalam katagori penyakit masa lampau, immunisasi, riwayat mondok di
rumah sakit, alergi atau riwayat pengobatan yang sedang dialami scat ini.
Riwayat dental ( Dental History = DH ) Merupakan riwayat mengenai pengalaman
tentang penyakit dan perawatan gigi yang pernah dialami termasuk juga cara-cara
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan. Perlu dicermati bahwa riwayat
hilangnya beberapa gigi geligi karena tanggal dengan sendiri atau tanpa sebab yang pasti
kemungkinan adanya sebab-sebab sistemik.

Riwayat keluarga ( Family history ) Terdiri dari status kesehatan anggota keluarga,
yang kemungkinan dapat mengungkap adanya kecenderungan untuk penyakit tertentu yang
diwariskan seperti ischemic heart diasease, diabetes, hemofilia. Informasi penularan untuk
infeksi menular tidak jarang dapat dilacak melalui riwayat keluarga.

Riwayat Social ( Social history ) Termasuk disini ialah informasi mengenai status
perkawinan, jumlah anak, tingkat pendidikan, hobi dan kebiasaan. Temuan demikian dapat
mengungkap tentang gaya hidup pasien yang mungkin dapat menunjukkan kepekaan terhadap
penyakit tertentu, atau sebagai pertimbangan mengenai perawatan gigi yang akan diberikan.
Informasi me ngenai kejadian-kejadian yang dapat memberikan tekanan hidup atau yang
mungkin dialami sehubungan dengan penyakitnya tidak dapat diabaikan. Beberapa kondisi
tertentu ( bruxism, clenching habits atau myofunctional pain dysfunction syndrome atau MPDS )
sering berhubungan dengan ketegangan emosi atau keadaan yang kurang membahagiakan
pasien.

B. Pemeriksaan fisik Merupakan kegiatan penting dalam diagnosis penyakit karena


berbagai manifestasi penyakit dapat diidentifikasi, dan jika hal ini terlewatkan kadang
tidak dapat lagi dilacak dari riwayat maupun pemeriksaan laboratoris. Pada dasarnya
pemeriksaan fisik merupakan suatu kajian terhadap berbagai temuan yang telah
dikumpulkan balk melalui anamnesis atau pemeriksaan penunjang yang lain. Secara
konseptual dan procedural pemeriksaan fisik di klinik kedokteran gigi dapat dibagi
menjadi pemeriksaan kesehatan umum pasien, pemeriksaan ekstra oral dan intraoral.
Pemeriksaan umum Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendapat gambaran umum
mengenai status fisik maupun mental pasien, diantaranya dengan melakukan pengamatan
gaya berjalan, status nutrisi, perawakan dan bentuk muka, keterbatasan fungsi, ekspresi
wajah pasien dan vital signs. Cara berjalan pasien dapat mengisyaratkan adanya cacat-
cacat ortopedik, neurologik atau penyakit otot, yang dapat dipakai untuk dasar penilaian
tole ransi terhadap kerja fisik. Kesan mengenai status fisik umum pasien ini harus
disimpulkan dengan hatihati. Bersamaan dengan anamnesis pemeriksa dapat sekaligus
memperhatikan ekspresi, kesan usia, emosi, sikap pasien dan keadaan sakitnya.
Periksaan Ekstra Oral Termasuk disini ialah pemeriksaan regio kepala dan leher
dimaksudkan untuk evaluasi kemungkinan adanya kelainan yang berhubungan dengan
kesehatan umum dan mempunyai relevansi dengan diagnosis dan perawatan oral.
Walaupun dalam pemeriksaan rutin tidak selalu dilakukan identifikasi untuk setiap
struktur diregio kepala dan le-her, kemampuan mengenali semua struktur yang ada
merupakan dasar untuk melakukan pemeriksaan kiinis; sehingga kondisi-kondisi asimetri,
perubahan warns, tekstur, dan gangguan fungsi dapat dibedakan dengan kondisi yang
normal

Pemeriksaan Infra Oral Pemeriksaan awal mengenai kesan umum kesehatan oral sangat
penting karena disamping menunjukkan kepada pasien bahwa keluhan mereka
diperhatikan, penilaian demikan akan memberikan garis besar arch dan luasnya
pemeriksaan serta kemungkinan diperlukan alat bantu pemeriksaan atau tes khusus.Dari
kesan awal mengenai kondisi oral pasien, pemeriksa akan lebih mudah menentukan
daerah-daearah mana yang memerlukan perhatian lebih khusus. C. Pemeriksaan
penunjang diagnostik Bertambahnya pengetahuan tentang berbagai macam penyakit yang
mengenai rongga mulut, maka semakin besar Pula manfaat yang diambil dari hasil
pemeriksaan penunjang diagnostik dalam identifikasi suatu penyakit. Walaupun tidak
secara rutin dilaksanakan, pemeriksaan penunjang dagnostik seperti radiografi,
pemeriksaan laboratoris (darah, urin, atau cairan jaringan yang lainnya, identifikasi
mikrobiologik) dan pemeriksaan jaringan biopsi sangat diperlukan untuk menegakan
diagnosis. penyakit atau kasus tertentu. Hanya perlu dicatat bahwa untuk pemeriksaan
demikian memerlukan waktu yang relatif lama dan juga biaya tambahan. Karena lesi di
mulut sering merupakan komplikasi, akibat atau manifestasi dari penyakit sistemik
kebutuhan untuk pemeriksaan labortaris akan meningkat. Disamping itu rujukan atau
konsultasi dalam rangka mendapatkan informasi tambahan atau meminta pendapat dari
ahli yang lain sangat diperlukan dalam penanganan kasus-kasus di muiut. Namun perlu
diperhatikan bahwa pemeriksaan laboratoris semata jarang sekali dapat menetapkan sifat
dari suatu lesi di mulut, untuk itu maka dalam pelaksanaannya pemgambilan riwayat,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang diagnostik yang lain hendaknya
dilakaksanakan secara terpadu sebagai suatu rangakaian pemeriksaan pasien bukan
merupakan pemeriksaan yang berdiri sendiri. Konfirmasi antara hasil masing-masing
teknik pemeriksaan tersebut akan memberikan informasi diagnostik yang sangat berguna
untuk menegakkan diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA

Arianto. Komunikassi Kesehatan: Komunikasi Antara Dokter dan Pasien. Palu: Jurnal Ilmu
Komunikasi. 2013; Vol 03, No. 02

Barakat N G. Interpersonal Skill. Hillingdon Hospital, Department of neurology, Pield Heath


Road, Uxbridge UB8 3NN, UK. 2011.

Ha JF, Anat D S, Longnecker N. Doctor-Patient Communication: A Review. Western Australia:


The Ochsner Journal. 2010 Spring: 10(1): 38-43

Anda mungkin juga menyukai