Anda di halaman 1dari 104

MAKALAH

“BUKU SAKU “

DOSEN PENGAMPU : Istianah, S.Kep.,Ners., M.Kep

DI SUSUN OLEH : BAIQ AULIA RAHMADILA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN

RUMAH SAKIT ISLAM MATARAM

S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum WR.WBP

Puja dan puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehinggakami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Keterampilan Dasar Keperawatan berjudul
“BUKU SAKU ”ini dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalahini.oleh karna itu, kami meminta Ibu/Bapak Dosen untuk
memberikan saranserta kritik yang dapat membangun kami. Kritik dan saran
dari Ibu/Bapak dosensangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sama-
sama.

Wassalamu'alaikum WR.WB
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

B.Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN DAN ANAMNESA

B. PEMERIKSAAN FISIK

C. PEMERIKSAAN TTV

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG (LABORATORIUM DLL)

E. PENGENDALIAN INFEKSI DAN PATIENT SAFETY

BAB III PENUTUP

A.Simpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tujuan pasien berobat ke dokter adalah untuk mendapatkan pengobatan


yang tepat. Untuk itu, biasanya perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
yang teliti. Pentingnya anamnesis tidak dapat diduga. Anamnesa merupakan
salah satu bagian penting dalam menentukan diagnosa dan terapi pasien.
Keberhasilan dalam penggalian informasi pasien memiliki peranan sebesar 75%
untuk menentukan ketepatan dalam diagnosis, anamnesa dilakukan untuk
mengetahui identitas, keluhan, riwayat penyakit sekarang, terdahulu, riwayat
penyakit keluarga, serta riwayat pengobatan. Dalam interaksi perawat-pasien,
saat-saat awal pertemuan merupakan landasan terhadap keberhasilan tahapan
hubungan selanjutnya. Bagaimana cara menyampaikan salam pada pasien dan
orang lain yang berada dalam ruang periksa akan mempengaruhi kenyamanan
pasien. Setelah hubungan perawat-pasien mulai terjalin, maka seorang perawat
akan lebih mudah informasi dari pasien. Beberapa ciri keberhasilan hubungan
perawatpasien, yaitu pasien merasa nyaman dan mengungkapkan keluhan yang
dia alami secara terbuka dan mulai membangun kepercayaan antara perawat-
pasien. Dengan begitu, kegiatan anamnesa dan inform consent akan menjadi
dasar penentu hubungan antara pasien dan perawat

B. Tujuan

 Untuk mengetahui apa itu pengkajian(anamnesa dan pengumpulan data),


apa, bagaimanadan kenapa anamnesa tersebut berperan penting dalam
keperawatan.
 Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu mengetehui konsep teori,
pemeriksaan fisik, tujuannya, manfaatnya, indikasi serta prosedur
pemeriksaan fisik.
 Untuk mengatahui masalah yang harus dikaji dan tanda – tanda vital
 Untuk mengetahui batasan normal setiap tanda – tanda vital Mengetahui
apa itu pemeriksaan diagnostik/penunjang.
 Mengetahui jenis-jenis pemeriksaan diagnostik/penunjang.
 Mengetahui tahap-tahap pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang.
 Mengetahui tahap-tahap pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang.
 Mengetahui fungsi dan tujuan pemeriksaan diagnostik/penunjang.
-
BAB II
PEMBAHASAN
A PENGKAJIAN DAN ANAMNESA

1. Pengertian Anamnesa

Anamnesa adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien


dan  dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh
keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien.

Anamnesa biasanya bentuk bidang kesehatan yang bersifat bidang psikologi,


karena kemampuan seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang
berhubungan dengan kemampuan guna menanggapi cerita pasien.

Pengertian Anamnesa juga dapat dilakukan dari beberapa dokter terhadap


pasien dalam bentuk perawatan kepada pasien maupun psikologi.

Telah terdapat dua tindakan yang bisa dilakukan oleh Anamnesa yaitu :

1. Auto-anamnesa yaitu suatu kegiatan yang secara langsung di


wawancara terhadap pasien, karena pasien sendiri dianggap mampu
untuk menjawab semua pertanyaan.
2. Allo-anamnesa Yaitu suatu kegiatan yang dilakukan dengan orang lain
terhadap keluarga pasien guna memperoleh sebuah informasi yang
penting tentang keadaan pasien. Karena hal yang demikian Biasanya
untuk memastikan bahwa keluarga pasien bisa mengetahui tentang
keadaan pasien.

Allo-anamnesa dilakukan karena ;

 Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan


pendapat terhadap apa yang dirasakan)
       Pasien dalam keadaan tidak sadar  karena sesuatu
       Pasien tidak dapat berkomunikasi
       Pasien dalam keadaan gangguan jiwa

2. Tujuan anamnesa ialah:

1. Mendapatkan data atau informasi tentang keluhan yang sedang dialami


atau diderita oleh pasien. Anamnesa yang tepat dapat membantu
penegakan assesment dan diagnosa.
2. Membangun komunikasi yang baik antara seorang petugas medis dengan
pasiennya. Anamnesa yang tepat dapat membuka hubungan dan
kerjasama yang baik yang bermanfaat untuk pemeriksaan selanjutnya.

Data Dasar dan Data Fokus

Pengkajian data dasar pada proses keperawatan merupakan kegiatan yang


komprehensif dan menghasilkan kumpulan data mengenai status kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan perawatan terhadap
dirinya sendiri, serta hasil konsultasi medis (trapis) atau profesi kesehatan
lainnya (Tailor, Lillis dan Lemone,1996). 4 Data focus keperawatan merupakan
data tentang perubahan atau respons klien kesehatan dan masalah
kesehatannya serta mencakup datadata yang berhubungan dengan keperawatan
yang akan dilakukan pada klien.
Fokus Pengkajian Keperawatan

Pengkajian focus keperawatan merupakan pemilihan data spesifik yang


ditentukan oleh perawat, klien, dan keluarga berdasarkan keadaan klien.
Penyususan pengkajian keperawatan tidak sama dengan pengkajian medis,
meskipun kadang-kadang hasil pengkajian keperawatan dapt mendukung
identifikasi diagnosis medis. Sebagai contoh, kemampuan klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari sehingga pengkajiannya adalah pada respons
klien yang saat ini terjadi maupun beresiko akan terjadi terhadap
masalahmasalah aktivitas hariannya. (lyer et al., 1996)

3. Persiapan Anamnesa

1. Pengumpulan Data

- Tipe Data

Tipe data pada pengkajian keperawatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
subjektif dan data objektif.

a. Data Subjektif

Data subjektif adalah data yang didapatkan dariklien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut tidak dapat di tentukan oleh
perawat secatra independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi.
Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien,
perasaan dan ide tentang status kesehatannya. Data yang diperoleh dari sumber
lainnya, seperti dari keluarga, konsultan dan profesi kesehatan lainnya juga
dapat dikategorikan sebagai data sbjektif jika didasarkan pada pendapat klien

b. Data objektif
Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat (Senses) selama melakukan
pemeriksaan fisik 2S ( Sight, smell), dan HT (Hearing, Touch/Taste). Yang
termasuk data objektif adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah, adanya
edema dan berat badan.

Fokus pengumpulan data meliputi :

1. Riwayat status kesehatan sebelumnya dan saat ini

2. Pola koping yang pernah digunakan dan yang saat ini digunakan

3. Fungsi status sebelumnya dan saat ini

4. Respon terhadap terapi medis dan intervensi keperawatan

5. Resiko untuk masalah potensial

6. Hal-hal yang dapat menjadi dorongan atau kekuatan bagi klien

2. Karesteristik Data

Data yang dikumpulkan untuk menunjang diagnosis keperawatan harus


mempunyai karakteristis yang lengkap, akurat, dan relefan

a. Lengkap Seluruh data sangat diperlukan untuk mengidentifikasikan masalah


keperawatan klien. Oleh karena itu, data yang terkumpul harus lengkap agar
dapat membantu perawat untuk mengatasi masalah klien.

b. Akurat dan Nyata Pada proses pengumpulan data perawat mungkin saja
melakukan kesalahan dalam menafsirkan data. Untuk mencegah hal itu terjadi,
perawat harus berpikir akurat (tepat) dan menampilkan data-data yang nyata
untuk membuktikan kebenaran data dari apa yang telah didengar, dilihat,
diamati, dan diukur serta memfalidasi semua data yang meragukan.
c. Relevan Pendokumentasian data yang komprehensif harus mengumpulkan
banyak data sehingga akan mengambil waktu yang diperlukan perawat untuk
mengidentifikasi data-data tersebut. Kondisi ini dapat diantisispasi dengan
melakukan pendokumentasian data fokus yang relevan dan sesuai dengan
masalah klien pada situasi khusus sehingga akan didapatkan data yang
komperhensif namun cukup singkat dan jelas.

3. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Data yang dikumpulkan dari klien yang dapat memberikan informasi yng
lengkap tentang masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi
klien.Sumber data primer adalah datadata yang dikumpulkan dari klien, yang
dapat memberikan informasi yang lengap tentang masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapinya. Contoh data yang didapat dari hasil wawancara
langsung dengan klien.

b. Sumber Data Sekunder

Data yang dikumpulkan dari orang terdekat klien


(keluarga),orangtua,saudara/pihak lain yang dekat dengan klien.Sumber data
sekunder adalah data-data yang diumpulkan dari orang terdekat klien
(keluarga), seperti orang tua, saudara, atau pihak lain yang mengerti dan dekat
dengan klien.

c. Klien

Klien adalah sumber data yang utama (primer) dan perawat dapat menggali
informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien. Jika klien
mengetahui bahwa informasi yang disampaikannya akan membantu
memecahkan masalahnya sendiri maka klien akan dengan mudah memberikan
informasi kepada perawat. Perawat harus mampu mengidentifikasi masalah
ataupun kesulitankesulitan klien agar dapat memperoleh data yang benar dan
lancar.

d. Orang terdekat

Pada klien yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi ataupun kesadaran


yang menurun data dapat diperoleh dari orang tua, suami/istri, anak, atau
teman klien. Pada klien yang masih anakanak, data dapat diperoleh dari ibu atau
orang yang menjaga anak selama dirumah sakit.

e. Catatan Klien

Catatan klien ditulis oleh anggota tim kesehatan dan dapat dipergunakan
sebagai sumber data dalam riwayat keperawatan. Untuk menghindari
pengulangan yang tidak perlu maka sebelum mengadakan interaksi kepada
klien, perawat hendaknya membaca catatan klien terlebih dahulu. Hal ini
membantu perawat untuk fokus dalam mengkaji data dan memperluas data
yang akan diperoleh dari klien

f. Riwayat penyakit

Pemeriksaan fisik (physical examination) dan catatan perkembangan


merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis. Data yang diperoleh
merupakan data fokus pada identifikasi patologis yang bertujuan untuk
menetukan rencana intervensi medis.

g. Konsultasi

Kadang-kadang terapis memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan spesialis,


khususnya dalam mentukan diagnosis medis atau dalam merencanakan dan
melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu
menegakkan diagnosis medis.
h. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Hasil pemeriksaan laboraturium dan tes diagnostik dapat digunakan perawat


sebagai data objektif yang disesuikan dengan masalah kesehatan klien. Hasil
pemeriksaan diagnostik dapat membantu terapis untuk mentapkan diagnosis
medis dan membantu perawat untuk mengevaluasi keberhasilan asuhan
keperawatan.

i. Catatan Medis dan Anggota Tim Kesehatan Lainnya

Anggota timkesehatan lain juga merupakan personel yang berhubungan dengan


klien. Mereka memberikan intervensi, mengevaluasi dan mendokumentasikan
hasilnya pada status klien sesuai dengan spesialisnya masing-masing. Catatan
kesehatan yang terdahulu dapat dipergunakan sebagai sumber data yang
mendukung rencana asuhan keperawatan.

j. Perawat Lain

Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lain, maka perawat harus
meminta data-data klien sebelumnya kepada perawat yang dulu merawatnya.
Hal ini dimaksudkan untuk kesinambungan dari asuhan keperawatan yang telah
diberikan.

k. Kepustakaan

Untuk memperoleh data hasil klien yang komprehensif, perawat dapat membaca
literature yang berhubungan dengan masalah klien. Membaca literature sangat
membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan
tepat.

4. Metode Pengumpulan Data

1. Komunikasi
Komunikasi dalam keperawatan merupakan suatu proses yang kompleks dan
memerlukan kemampuan (skill) berkomunikasi dan berinteraksi. Hal ini
berbeda dengan wawancara yang dilakukan profesi kesehatan lain, dimana
komunikasi keperawatan difokuskan pada identifikasi respons klien yang dapat
diatasi melalui asuhan keperawatan.

Komunikasi dalam keperawatan digunakan untuk memperoleh riwayat


keperawatan. Riwayat keperawatan merupakan data yang khusus dan harus
didokumentasikan, sehingga rencana asuhan keperawatan dapat dibuat sesuai
dengan kebutuhan klien. Riwayat keperawatan sebaiknya sudah diperoleh
ketika klien baru masuk rumah sakit karena riwayat tersebut akan memudahkan
perawat untuk mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan klien,
meminimalkan resiko terjadinya gangguan fungsi kesehatan, dan mengatasi
masalahmasalah keperawatan yang aktual maupun potensial.

Unsur-unsur yang penting dalam mendengarkan secara aktif meliputi :

1. Memerhatikan pesan yang disampaikan dan menghubungkannya dengan yang


sedang dipikirkan

2. Mengurangi hambatan-hambatan yang terjadi

3. Mengatur posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak yang sesuai, cara
duduk, dan lain-lain

4. Menghindarkan terjadinya interpensi

5. Menyimak setiap perkataan klien dengan penuh rasa empati

6. Memberikan kesempatan kepada klien untuk istirahat

Wawancara merupakan suatu metode komunikasi yang direncanakan dan


meliputi Tanya jawab antara perawat dengan klien yangberhubungan dengan
masalah kesehatan klien. Untuk itu kemampuan komunikasi sangat dibutuhkan
oleh perawat agar dapat memperoleh data yang diperlukan (Lyer et al. 1996)

. Tujuan wawancara pada pengkajian keperawatan adalah :

1. Mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan


merencanakan asuhan keperawatan (Lyer at al.,1996)

2. Meningkatkan hubungan perawat-klien dengan adanya komunikasi

3. Membantu klien untuk memperoleh informasi akan kesehatannya dan ikut


berpatisipasi dalam identifikasi masalah dan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan (Lyer et al.,1996)

4. Membantu perawat untuk menetukan pengkajian lebih lanjut (Iyer et


al.,1996)

Komunikasi dalam keperawatan merupakan suatu proses yang kompleks dan


memerlukan kemampuan (skill) berkomunikasi dan berinteraksi. Hal ini
berbeda dengan wawancara yang dilakukan profesi kesehatan lain, dimana
komunikasi keperawatan difokuskan pada identifikasi respons klien yang dapat
diatasi melalui asuhan keperawatan.

Komunikasi dalam keperawatan digunakan untuk memperoleh riwayat


keperawatan. Riwayat keperawatan merupakan data yang khusus dan harus
didokumentasikan, sehingga rencana asuhan keperawatan dapat dibuat sesuai
dengan kebutuhan klien. Riwayat keperawatan sebaiknya sudah diperoleh
ketika klien baru masuk rumah sakit karena riwayat tersebut akan memudahkan
perawat untuk mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan klien,
meminimalkan resiko terjadinya gangguan fungsi kesehatan, dan mengatasi
masalahmasalah keperawatan yang aktual maupun potensial (Gordon,1982)

2. Tahapan Komunikasi
a. Persiapan

Sebelum berkomunikasi dengan klien, perawat harus melakukan persiapan


salah satunya dengan membaca status (rekam medis) klien. Perawat diharapkan
tidak mempunyai prasangka buruk terhadap klien karena akan mengganggu
hubungan saling percaya yang terjalin antara perawat dank lien. Jika klien belum
untuk berkomunikasi, maka perawat tidak boleh memaksa dan harus menunggu
sampai klien siap untuk bn erkomunikasi. Hal ini penting dilakukan karena klien
mempunyai hak dan wewenang untuk dirawat atau tidak (Stunton dan
Whyburn, 1993)

b. Perkenalan (pembukaan)

Pada tahap ini, mulai terjalin hubungan yang terapeutik antara perawat dengan
klien. Perawat professional dengan perilaku yang baik akan membantu
terciptanya lingkungan yang nyaman. Hal yang sangat penting dalam proses
perkenalan (pembukaan) adalah pendekatan yang dilakukan oleh perawat, yaitu
dengan memberikan penghargaan yang positif terhadap klien. Langkah pertama
pada tahap perkenalan adalah memperkenalkan diri (nama dan peran),
memberitahu tujuan wawancara dan factor-faktor yang menjadi pokok
pembicaraan, serta waktun yang akan diperlukan (Stunton dan whyburn, 1993).

c. Kerja (isi)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi adalah sebagai berikut :

1. Memfokuskan wawancara pada klien. Perawat harus menunjukkan rasa ingin


tahu dan rasa ingin terlibat dengan memanggil nama klien,melakukan kontak
mata, dan menghindari perdebatan dengan klien.
2. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan menggunakan tektik
komunikasi refleksi dan penjelasan agar klien dapat mengerti dan memahami
apa yang disampaikan oleh perawat.

3. Menanyakan masalah yang paling dirasakan klien dengan menggunakan kata


yang mudah dimengerti oleh klien. Jika klien tidak mampu untuk terus
berkomunikasim perawat dapat mengakhiri wawancara dan membuat kontrak
waktu untuk pertemuan selanjutnya.

4. Menggunakan pertanyaan tertutup (closed-ended questions) untuk


memperoleh data yang spesifik dan menggunakan pertanyaan terbuka (open-
ended questions) untuk memperoleh data yang memerlukan penjelasan atau
uraian dari klien. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat bermanfaat dalam
memvalidasi atau mengklarifikasi data yang kurang jelas.

5. Menggunakan teknik komunikasi diam jika diperlukan. Teknik ini


memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
tanpa harus terpotong oleh pertanyaan perawat yang terus-menerus.

6. Menggunakan teknik komunikasi sentuhan. Teknik ini diperlukan jika situasi


dan kondisi memungkinkan serta bertujuan memberikan dorongan spiritual,
merasa diperhatikan, dan mempunyai teman. Teknik ini dapat dilakukan pada
klien dengan masalah depresi yang berat dan memerlukan rasa “tidak
ditinggalkan”. Akan tetapi penggunaan teknik tersebut harus hatihati dan selalu
memerhatikan norma, budaya dan agama dari klien.

d. Terminasi

Tahap akhir dari wawancara adalah terminasi (penutupan). Pada tahap ini
perawat memberitahukan klien bahwa wawancara akan segera berakhir. Oleh
karena itu, klien harus diberitahukan sejak tahap perkenalan tentang tujuan dan
waktu yang diperlukan untuk wawancara sehingga diharapkan pada tahap
terminasi ini perawat dank lien mampu menilai keberhasilan dan dapat
mengambil kesimpulan bersama jika diperlukan, perawat perlu membuat
kontrak waktu lagi untuk pertemuan selanjutnya.

3.Tahapan Pemeriksaan Anamnesa

- Observasi

Metode pengumpulan data yang kedua adalah observasi. Observasi merupakan


kegiatan mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang
masalah kesehatan klien. Observasi memerlukan keterampilan disiplin dan
praktik klinik sebagai bagian dari tugas perawat. Kegiatan observasi meliputi 2S-
HFT yaitu :

1. Shight : kelainan fisik, perdarahan, terbakar, menangis, dan seterusnya

2. Smell : alcohol, darah, feses, obat-obatan, urine, dan seterusnya

3. Hearing : tekanan darah, batuk, menangis, ekspresi nyeri, denyut, dan ritme
jantung

4. Felling : perasaan yang dirasakan oleh klien

5. Taste : hal yang dirasakan oleh indra pengecapan

- Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan sebuah pengumpulan data yang akurat dengan


cara melakukan pemeriksaan pada kondisi fisik dari pasien.

Dalam Pemeriksaan fisik seperti ini meliputi :

 Inspeksi : Merupakan bentuk pemeriksaan yang dilakukan terhadap


pasien dengan cara melihat atau memperhatikan dari keseluruhan tubuh
pasien dengan sistematis.
 Palpasi : Merupakan bentuk pemeriksaan fisik yang di lakukan dengan
cara meraba pada bagian tubuh terasa sakit atau yang tidak normal
 Perkusi : Merupakan bentuk dari pemeriksaan fisik yang dilakukan
dengan cara mengetuk daerah tertentu dari bagian badan jari dengan
mendengar suara detak jantungnya.
 Auskultasi : Merupakan bentuk pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
mendengarkan bunyi-bunyi yang terjadi sehingga dapat di proses
fisiologi atau tindakan medis menggunakan alat bantu seperti stetoskop.

-Tindakan Diagnosis

Tindakan diagnosis merupakan sebuah penetapan jenis penyakit yang tertentu


berdasarkan analisis dan hasil pemeriksaan dengan teliti, sehingga tindakan
yang seperti ini guna menentukan pengobatan dalam diagnosis yang ditinjau
dari segi prosesnya adalah :

1. Diagnosis awal adalah sebuah penetapan diagnosis yang awal yang


belum diikuti dari pemeriksaan yang lebih mendalam.
2. Diagnosis banding adalah dari sejumlah diagnosis yang lebih dari satu
sehingga ditetapkan dengan adanya pertimbangan medis yang di tetapkan
lebih lanjut.
3. Diagnosis akhir adalah bentuk tindakan diagnosis yang menjadikan
pasien dirawat sehingga didasarkan pada hasil pemeriksaan yang
mendalam.

Sebuah diagnosis yang ditinjau dari segi penyakit adalah :

1. Diagnosis utama, Merupakan bentuk dari jenis penyakit yang utama


diderita dari pasien setelah dilakukan pemeriksaan yang mendalam.
2. Diagnosis komplikasi, Merupakan bentuk penyakit yang bersifat
komplikasi karena berasal dari penyakit yang utama.
3. Diagnosis kedua, Merupakan bentuk dari penyakit yang menyertai
diagnosis utama sehingga penyakit utama itu sudah ada sebelum
diagnosis utama ditemukan.

5. Tindakan Medis

Tindakan medis, yaitu suatu intervensi medis yang dilakukan pada seseorang  
berdasar atas indikasi medis tertentu yang dapat mengakibatkan integritas
jaringan atau organ terganggu. Tindakan tersebut dapat berupa :

1. Tindakan terapetik yang memiliki tujuan untuk pengobatan


2. Tindakan diagnostik yang memiliki tujuan untuk menegaskan atau
menetapkan penyakit diagnosis.
3. Tindakan medis adalah sebuah tindakan yang dilakukan apabila telah
ada persetujuan dari pasien yang bersangkutan terhadap tindakan medis.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pengertian Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah salah satu prosedur yang biasa dilakukan dokter untuk
mendiagnosis penyakit. Hasil pemeriksaan ini kemudian digunakan untuk
merencanakan perawatan lanjutan. 
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif
dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan
masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi
Sartika, 2010).

Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan secara sistematis. Mulai dari kepala


hingga kaki (head to toe) yang dilakukan dengan empat cara, yaitu inspeksi,
palpasi, auskultasi, dan perkusi.

Ruang lingkup pemeriksaan fisik terdiri dari:

 Pemeriksaan tanda vital, seperti suhu, denyut nadi, kecepatan


pernapasan, dan tekanan darah.

 Pemeriksaan fisik head to toe. 

 Pemeriksaan fisik per sistem tubuh, seperti sistem kardiovaskuler,


pencernaan, muskuloskeletal, pernapasan, endokrin, integumen,
neurologi, reproduksi, dan perkemihan.

Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:

1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan,
pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali
bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan
kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local
yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya
mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-
lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang
dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan
(mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010).

Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk,
posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian
tubuh lainnya.

2. Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan


meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura
A.Talbot dan Mary Meyers, 1997).Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang
menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2
jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran,
kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010). Hal yang di deteksi adalah
suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema,
krepitasi dan sensasi.

Tehnik palpasi pada pemeriksaan fisik terdiri dari:

a. Palpasi ringan ( superficial ) berguna untuk mengetahui adanya


ketegangan otot, nyeri tekan abdomen, dan beberapa organ dan masa
superficial. Dengan posisi tangan dan lengan bawah horizontal, dengan
menggunakan telapak ujung jari-jari secara bersama-sama, lakukanlah
gerakan yang lembut dan ringan.

b. Palpasi dalam dilakukan untuk menggambarkan massa intra-abdomen


serta adanya organomegali (pembesaran organ yang tidak normal).

3. Perkusi

Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk


menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan
densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997).

Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh


tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan)
dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/
lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010).
4. Auskultasi

Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh


bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers,
1997).

Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan


suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas,
dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010).

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di


perhatikan, yaitu sebagai berikut :

a. Kontrol infeksi

Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker,


dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.

b. Kontrol lingkungan

Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup


penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi
pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privacy klien.

suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :


•Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
•Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru
pada pneumonia.
•Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah
jantung, perkusi daerah hepar.
•Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong,
misalnya daerah caverna paru, pada klien asma kronik.

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :


• Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat aluran-saluran
halus pernafasan mengembang padainspirasi (rales halus, sedang,
kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
• Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi
maupun saat ekspiras i. Ciri khas ronchiadalah akan hilang bila klien
batuk. Misalnya pada edema paru.
• Mengi : bunyi yang terdengar adalah “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya, pada bronkitis akut, asma.
•Gosok Gesekan Pleura; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura

2. Tujuan Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik juga berbeda-beda berdasarkan caranya dilakukan,


yaitu:

 Inspeksi

Tujuan prosedur ini adalah untuk melihat bagian tubuh dan menentukan apakah
seseorang mengalami kondisi tubuh normal atau abnormal. Itu sebabnya
pemeriksa perlu mengetahui karakteristik normal dan abnormal tiap usia.
Kondisi tubuh abnormal pada orang dewasa muda adalah kulit keriput dan tidak
elastis karena kondisi ini umumnya dimiliki orang lanjut usia.

Inspeksi bisa dilakukan secara langsung (seperti penglihatan, pendengaran, dan


penciuman) dan tidak langsung (dengan alat bantu). Saat palpasi dilakukan,
tubuh akan diperiksa secara mendetail dan masing-masing sisi tubuh
dibandingkan guna mendeteksi potensi kelainan. Ikuti instruksi dokter untuk
memudahkan proses inspeksi.

 Palpasi

Ini adalah pemeriksaan fisik lanjutan dengan menyentuh tubuh dan dilakukan
bersamaan dengan inspeksi. Palpasi dilakukan hanya mengandalkan telapak
tangan, jari, dan ujung jari. Tujuannya untuk mengecek kelembutan, kekakuan,
massa, suhu, posisi, ukuran, kecepatan, dan kualitas nadi perifer pada tubuh.

Saat palpasi dilakukan, posisi harus rileks dan nyaman untuk mencegah
ketegangan otot. Dokter menjelaskan apa yang akan dilakukan, alasan, dan apa
yang dirasakan. Kamu juga diminta menghela napas agar lebih rileks dan
berhenti jika merasakan nyeri saat pemeriksaan berlangsung.

 Auskultasi

Prosedurnya dilakukan dengan mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh


untuk membedakan suara normal dan abnormal. Auskultasi menggunakan alat
bantu stetoskop. Suara yang didengarkan berasal dari sistem kardiovaskuler,
respirasi, dan gastrointestinal.

 Perkusi
Prosedur ini bertujuan mengetahui bentuk, lokasi, dan struktur di bawa kulit.
Perkusi bisa dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Perkusi secara
langsung dilakukan dengan mengetukkan jari tangan langsung pada permukaan
tubuh.

Sementara perkusi secara tidak langsung dilakukan dengan menempatkan jari


tengah tangan non-dominan (biasanya tangan kiri) di permukaan tubuh yang
akan diperkusi, kemudian jaringan tengah tangan dominan (biasanya tangan
kanan) diketuk-ketuk di atas jari tengah tangan non-dominan untuk
menghasilkan suara.

Terdapat lima jenis suara yang dihasilkan, yaitu pekak, redup, sonor, hipersonor,
dan timpani. Keseluruhannya menggambarkan kondisi organ tubuh bagian
dalam.

Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:

1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.


2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang
diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan
klien dan penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.

3. Manfaat Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun
bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:

1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose


keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.

3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat

4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan dalam Pemeriksaan Fisik

1. Selalu meminta keadaan atau izin pada klien untuk setiap


pemeriksaan fisik.
2. Jagalah privasi klien.
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistematis.
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan
(tujuan,kegunaan, cara dan bagian yang diperiksa).
5. Ajarkan klien bekerjasama dalam pemeriksaan.

Manfaat Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat


sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

Indikasi

Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:

 Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di


rawat.
 Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
 Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

4.  Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik selalu dimulai dengan memberi tahu dokter mengenai apa
keluhan yang dirasakan, apa yang mengganggu, dan gejala apa yang dialami.
Karena gejala yang dialami bisa bervariasi, pemeriksaan fisik yang dilakukan
dokter bisa jadi berbeda-beda, tergantung kondisi.

Selain itu, penting juga untuk menjelaskan sejak kapan gejala terjadi, apa yang
dilakukan atau dikonsumsi sebelumnya, dan lain-lain. Selama tahap ini, dokter
juga akan menanyakan hal-hal yang terkait dengan kondisi. Pastikan untuk
menjawab semua pertanyaan secara jujur untuk memudahkan diagnosis.

Pemeriksaan fisik perlu disiapkan dengan baik untuk meminimalisir potensi


kesalahan dan temuan yang kurang lengkap. Hal ini bisa berdampak pada
kesalahan diagnosis dan perencanaan perawatan. 

Persiapan

1. Alat

Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer,


Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih
( jika perlu), tissue, buku catatan perawat.

Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.

2. Lingkungan

Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan.


Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien.

3. Klien (fisik dan fisiologis)


Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

Prosedur Pemeriksaan

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang
handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan
nutrisi.

Hal-hal pertama yang biasa diperiksa selama pemeriksaan fisik adalah:

Posisi klien : duduk/berbaring

Cara : inspeksi

- Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran


penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
- Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal) Relaks, tidak ada tanda-tanda
cemas/takut)
- Jenis kelamin
- Usia dan Gender
- Tahapan perkembangan
- TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
- Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
- Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
- Postur dan cara berjalan
- Bentuk dan ukuran tubuh
- Cara bicara. (Relaks, lancar, tidak gugup)
- Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.

- Dokumentasikan hasil pemeriksaan

 Tanda-Tanda Vital

Posisi klien : duduk/ berbaring

Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)

1. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)

2. Nadi

a) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit Takikardia: >100 Bradikardia: <60

b) Keteraturan= Normal : teratur

c) Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan 1: denyutan kurang teraba ,2: Denyutan


mudah teraba, tak mudah lenyap, 3: denyutan kuat dan mudah teraba.

3. Pernafasan

- Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea <15 bradipnea


- Keteraturan= Normal : teratur
- Kedalaman: dalam/dangkal
- Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada.
Setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat.

a. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher

Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
berhadapan dengan klien.

1) Pemeriksaan kepala

 Tujuan :
 Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
 Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
 Persiapan alat
 Lampu
 Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
 Prosedur Pelaksanaan
- Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau
tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan
distribusi rambut.
- Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda
kekurangan gizi(rambut jagung dan kering).
- Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.·
Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan
kuat/tidak rapuh.
Setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat.

1. Pemeriksaan wajah

- Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.


- Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik,
simetris.
- Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
- Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.

Setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

2. Pemeriksaan mata

Tujuan :

a) Mengetahui bentuk dan fungsi mata


b) Mengetahui adanya kelainan pada mata.

Persiapan alat :

a) Senter Kecil
b) Surat kabar atau majalah
c) Kartu Snellen
d) Penutup Mata
e) Sarung tangan

Prosedur Pelaksanaan

- Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata,


kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera
(anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon
terhadap cahaya.
- Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva
pink, dan sclera berwarna putih.
- Tes Ketajaman Penglihatan

Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam


penglihatan tersebut merupakan derajat persepsi deteil dan kontour beda. Visus
tersebut dibagi dua yaitu:

 Visus sentralis.

Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.

- Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat


benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
- Visus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk
melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada
keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di
retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
 Visus perifer

Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa


dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat
suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi
menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh
tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat pada
jarak 20 feet atau sekitar 6 meter.

3. Pemeriksaan telinga

Tujuan :

Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi
pendengaran.

Persiapan Alat :

a) Arloji berjarum detik


b) Garpu tala
c) Speculum telinga
d) Lampu kepala

Prosedur Pelaksanaan :
- Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga,
warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
- Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama
dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
- Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus
- Normal: tidak ada nyeri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala

a. Pemeriksaan Rinne

 Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku
jari tangan yang berlawanan.
 Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
 Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan
getaran lagi.
 Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga
klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga
luar klien.
 Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan
suara atau tidak.
 Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
b. Pemeriksaan Webber

 Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku
jari yang berlawanan.
 Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien.
 Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua
telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga.
 Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut.

c. Pemeriksaan schwabach

 Dokter akan mengantarkan garpu tala dan meletakkan pangkalnya di


ujung puncak ujung kepala pasien.
 Ujung tangkai garpu tala akan ditekankan ke prosesus mastoideus salah
satu telinga pasien.
 Pasien akan di instruksikan untuk mendengar suara tersebut hingga
hilang.
 Setelah itu, dokter akan segera memindahkan garpu tala ke telinga orang
yang pendengarannya normal dan membandingkan dengungan yang
didengar.
4. Pemeriksan hidung dan sinus

Tujuan :

a) Mengetahui bentuk dan fungsi hidung


b) Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi

Persiapan Alat :

a) Spekulum hidung
b) Senter kecil
c) Lampu penerang
d) Sarung tangan (jika perlu)

Prosedur Pelaksanaan :

- Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan),


rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal
(kemerahan, lesi, tanda2 infeksi).
- Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi,
tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
- Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan
septum deviasi).
- Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

5. Pemeriksaan mulut dan bibir

Tujuan :

Mengetahui bentuk kelainan mulut.

Persiapan Alat :

a) Senter kecil
b) Sudip lidah
c) Sarung tangan bersih
d) Kasa

Prosedur Pelaksanaan :

- Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir,
tekstur , lesi, dan stomatitis.
- Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan
stomatitis.
- Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu,
perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan
langit2.
- Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau
kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris,
warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda infeksi.
Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di
rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai
tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di
ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam
tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi
tetap.

Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

6. Pemeriksaan leher

Tujuan :

a) Menentukan struktur integritas leher


b) Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c) Memeriksa system limfatik

Persiapan Alat :

- Stetoskop

Prosedur Pelaksanaan :

- Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.


- Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk
simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
- Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi.
- Normal: arteri karotis terdengar.
- Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus,
pembesaran,batas,konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit),
kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis
(letak, terlihat/ teraba).
- Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada
pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
- Auskultasi : bising pembuluh darah.

Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

a. Pemeriksaan dada( dada dan punggung)

Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring

Cara/prosedur:

a) System pernafasan

Tujuan :

 Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding


dada.
 Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
 Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus.

Persiapan alat :

a) Stetoskop
b) Penggaris centimeter
c) Pensil penada

Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi,


irama, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan),
warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
- Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda
distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak
ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema.
- Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile
fremitus.

(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan


angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan
kedua telapak tangan pada punggung pasien.)

- Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda


peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan
lebih teraba jelas.
- Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi
dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi
ke sisi).
- Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada
bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar
dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas
jantung=bunyi rensonan hilang>>redup.
- Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas
manubrium dan di atas trachea)
- Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.

Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

b) System kardiovaskuler

Tujuan :

 Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung


 Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
 Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
 Mendeteksi gangguan kardiovaskuler

Persiapan alat :

 Stetoskop
 Senter kecil

Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis


- Palpasi: denyutan
- Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
- Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke
tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup).
- Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis
mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
- Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan
bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
- Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2
(dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).

Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

b. Dada dan aksila

Tujuan :

a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara


b) Mendeteksi awal adanya kanker payudara.

Persiapan alat :

a) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)

Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi payudara: Integritas kulit


- Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan
penyebaran vena
- Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.

Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
c. Pemeriksaan Abdomen (Perut)

Posisi klien: Berbaring

Tujuan :

a) Mengetahui bentuk dan gerakan-gerakan perut


b) Mendengarkan suara peristaltic usus
c) Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan
dalam perut.

Persiapan :

Posisi klien: Berbaring

a) Stetoskop
b) Penggaris kecil
c) Pensil gambar
d) Bantal kecil
e) Pita pengukur

Prosedur pelaksanaan :
- Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan
dinding perut.
- Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak
terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
- Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian
diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction
rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
- Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan
arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
- Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah
jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas
bunyinya.
- Perkusi hepar: Batas
- Perkusi Limfa: ukuran dan batas.
- Perkusi ginjal: nyeri
- Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila
banyak cairan = hipertimpani
- Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa,
karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan
nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
- Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
dan penumpukan cairan.

Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

c. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)


Tujuan :

a) Memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian


b) Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada
bagian-bagian tertentu.

Alat :

a) Meteran

Prosedur pelaksanaan :

Posisi klien: Berdiri. Duduk

- Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas


ROM ( fleksi 180, ekstensi 45, abduksi 180, internal royasi 90,
eksternal rotasi 90, abduksi horizontal 45, abduksi horizontal 135)
kekuatan dan tonus otot

Kekuatan otot dinilai dari derajat kekuatan:

 5 : normal seluruh gerakan dapat dilakukan dengan tahanan maksimal.


 4 : dapat melawan gaya berat dan melawan tahanan ringan dan sedang
dari pemeriksa.
 3 : dapat melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan
dari pemeriksa.
 2 : otot hanya dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan.
 1 : kontraksi otot minimal dapat terasa pada otot bersangkutan tanpa
mengakibatkan gerakan
 O : tidak ada kontraksi otot sama sekali. Paralisis total
- Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot
penuh.
- Palpasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis.
- Normal: teraba jelas
- Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
- Normal: reflek bisep dan trisep positif.

Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

d. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan


telapak kaki)

- Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas


kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
- Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
- Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
- Normal: teraba jelas
- Tes reflex :tendon patella dan archilles.
- Normal: reflex patella dan archiles positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

e. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)

Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy.

Tujuan:

a) Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.


b) Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises,
edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan
atau darah.
c) Melakukan perawatan genetalia.
d) Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.

Alat :

a) Lampu yang dapat diatur pencahayaannya


b) Sarung tangan

Pemeriksaan rectum :

Tujuan :

a) Mengetahui kondisi anus dan rectum


b) Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
c) Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
d) Memeriksa kangker rectal dll

Alat :

a) Sarung tangan sekali pakai


b) Zat pelumas
c) Penetangan untuk pemeriksaan

Prosedur Pelaksanaan :

a) Wanita:
- Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour
simetris, edema, pengeluaran.
- Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada
edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau).
- Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
- Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa.
- Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid,
fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
- Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-
tanda infeksi dan pendarahan.

Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil


yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

b) Pria :
- Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
- Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak
ada pengeluaran pus atau darah
- Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk,
turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
- Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid,
fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
- Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/
tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
- Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil
yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

 Pemeriksaan Kulit dan Kuku

Tujuan :

1. Mengetahui kondisi kulit dan kuku


2. Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan
setempat, dan hidrasi.

Persiapan

1. Posisi klien: duduk/ berbaring


2. Pencahayaan yang cukup/lampu
3. Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan

a) Pemeriksaan kulit
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, bentuk, ukuran,
permukaan
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan
edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.

Setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

b. Pemeriksaan kuku

Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku

Normal: bersih, bentuk normal tidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing
finger), tidak ikterik/sianosis.

Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile pengisian kapiler

Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.

Setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

Dokumentasi

Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada
pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki
format khusus yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat
meninjau semua hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga
seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data
tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.

Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan


langkah-langkah proses keperawatan.

Format SOAPIE, terdiri dari:

 Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien


 Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi oleh perawat.
 Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan
tentang kemajuan atau kemunduran klien
 Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
 Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan
berdasarkan rencana
 Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di
implementasikan.

C. PEMERIKSAAN TTV

1. Pengertian Pemeriksaan TTV

Pemeriksaan tanda-tanda vital atau TTV adalah prosedur pemeriksaan yang


dilakukan untuk mengetahui tanda vital seseorang. Hal ini bertujuan untuk
mendeteksi gangguan, kelainan, atau perubahan pada fungsi organ tubuh, atau
bisa juga  pengukuran fungsi tubuh yang paling dasar.
 Empat tanda vital utama yang dipantau secara rutin oleh para profesional medis
dan penyedia layanan kesehatan adalah sebagai berikut:

 Suhu tubuh
 Denyut nadi
 Laju respirasi (laju pernapasan)
 Tekanan darah (Tekanan darah tidak dianggap sebagai tanda vital, tetapi
sering diukur bersama dengan tanda-tanda vital.)

Pemeriksaan tanda vital dilakukan pada saat pertama kali Anda datang ke
fasilitas kesehatan untuk mendapatkan perawatan medis.

Apabila Anda dicurigai sedang menderita kondisi medis yang serius, maka tanda
vital akan dipantau secara berula2ng dan terus dilakukan evalauasi untuk
menilai perkembangan penyakit. Rrosedur ini akan terus dilakukan sampai nilai
TTV kembali normal.
2. Jenis-jenis pengukuran tanda vital

1. Suhu Tubuh

Suhu tubuh merupakan ukuran panas badan seseorang. Pengukuran suhu tubuh
dilakukan dengan menggunakan alat ukur suhu yang disebut dengan
termometer, bisa dilakukan melalui mulut, ketiak, dubur, telinga, dan kulit dahi.

Rata-rata suhu tubuh normal manusia berdasarkan usia adalah sebagai berikut:

 Suhu normal anak : 36,3 - 37,7 derajat Celsius

 Suhu normal bayi : 36,1 - 37,7 derajat Celsius

 Suhu normal dewasa : 36,5 – 37,5 derajat Celsius

 Suhu tubuh seseorang bisa berubah-ubah, biasanya dipengaruhi oleh aktivitas,


makanan, konsumsi cairan, cuaca, dan jenis kelamin, terutama wanita pada saat
mengalami masa subur.

- suhu tubuh rendah

Suhu tubuh rendah di bawah nilai normal disebut dengan istilah hipotermia.


Kondisi ini dapat terjadi ketika seseorang terpapar udara dingin yang
berlebihan, misalnya berada di tempat dingin yang terlalu lama, tidak memakai
pakaian yang hangat saat berada di tempat dingin, hingga setelah terjatuh ke
dalam kolam atau ke dalam air yang dingin

Sejumlah tanda dan gejala hipotermia antara lain:

 Menggigil

 Napas pendek dan pelan

 Bicara yang tidak jelas

 Kulit terasa dingin

 Kulit pucat

 Lemas tidak bernergi bahkan mengalami penurunan kesadaran

Suhu tubuh yang sangat rendah, artinya di bawah 35 derajat Celsius, bisa sangat
berbahaya bahkan mengancam jiwa. Pasalnya, suhu rendah dapat
memperlambat kerja sistem saraf, sistem pernapasan, dan sistem peredaran
darah.

- Suhu tubuh tinggi

Suhu tubuh tinggi di atas nilai normal disebut dengan istilah hipertermia.


Kondisi ini dapat terjadi ketika tubuh mengalami kegagalan dalam mengatur
suhu, atau tidak dapat menyeimbangkan panas yang diproduksi dan
dikeluarkan. Akibatnya, suhu panas terperangkap dalam tubuh dan terus
meningkat. 

Seseorang dikatakan mengalami demam jika suhunya meningkat hingga 37,5


derajat Celsius ke atas. Demam merupakan reaksi tubuh terhadap toksin yang
dikeluarkan kuman, misalnya pada demam tifoid atau penyakit tipes.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menurunkan suhu tinggi atau
setidaknya menghindari dampak bahayanya, antara lain:

 Perbanyak minum cairan, baik dengan air putih maupun jus buah.

 Perbanyak makan buah-buahan yang mengandung banyak air,


contohnya semangka, melon, mentimun, buah pir, apel, dan sebagainya.

 Kompres dengan handuk yang dibasahi air hangat, lalu letakkan di kening
ataupun di ketiak.

 Atur udara ruangan sehingga alirannya lancar.

 Istirahat cukup dan hindari aktifitas fisik yang berat.

2. Denyut Nadi

Denyut nadi merupakan frekuensi pemompaan jantung pada arteri.Pengukuran


denyut nadi bermanfaat untuk menentukan irama dan kekuatan nadi.

Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan menggunakan stetoskop atau


menggunakan jari yang ditekankan pada nadi penderita selama 60 detik.
Pengukuran denyut nandi dapat dilakukan pada 5 jenis arteri, yaitu:

 Arteri radialis (pergelangan tangan)

 Arteri brakialis (siku)

 Arteri karotis (leher)
 Arteri poplitea (belakang lutut)

 Arteri dorsalis pedis (kaki)

- Denyut Nadi Normal

Denyut nadi normal per menit dapat dihitung ketika seseorang berada dalam
kondisi istirahat, santai, dan sedang tidak melakukan aktivitas fisik. Berikut
beberapa nilai normal nadi yang kita hitung dalam satuan kali permenit
(frekuensi):

 Nadi normal pada bayi dapat mengalami beberapa kali perubahan seiring
dengan bertambahnya umur dan berkembangnya sistem sirkulasi bayi.
Nadi normal bayi usia 0-3 bulan 100 - 160, usia 3-6 bulan 90 - 120, usia 6-
12 bulan 80 - 120 usia 1-10 tahun 70 - 130 usia 10-18 tahun 60 – 100 kali
permenit.

 Nadi normal pria dewasa 55-75 kali permenit.

 Nadi normal wanita dewasa 60-80 kali permenit.

 Nadi normal ibu hamil 80-90 kali permenit.

- Faktor Yang Mempengaruhi Denyut Nadi

Denyut nadi dapat sangat bervariasi antara satu orang dengan orang lain. Ada
banyak faktor yang mempengaruhinya, faktor tersebut antara lain :

 Umur Bayi yang baru lahir akan memiliki frekuensi nadi yang lebih


tinggi, dibandingkan anak-anak atau orang dewasa.

 Jenis kelamin Pada umumnya wanita memiliki denyut nadi yang lebih


tinggi dibandingkan laki - laki.
 Tingkat kebugaran Semakin tinggi tingkat kebugaran seseorang maka
akan semakin rendah denyut nadinya. Hal ini terjadi karena olahraga
dapat meningkatkan kesehatan jantung sehingga Jantung akan mampu
memompa darah lebih banyak pada setiap detakkannya.

 Berat badan Pada umumnya penderita obesitas akan memiliki kisaran


denyut nadi lebih tinggi, karena tubuh yang lebih besar akan
meningkatkan beban kerja jantung untuk memompa darah

 Gaya hidup Gaya hidup termasuk stres, ataupun trauma dapat


menyebabkan denyut nadi mengalami peningkatan

 Obat Penggunaan obatan- obatan tertentu dapat menekan frekuensi nadi.

 Kehamilan Denyut nadi umumnya mengalami peningkatan pada saat


hamil karrena jantung akan memompa darah lebih banyak agar janin bisa
berkembang.

 Aktivitas Frekuensi nadi juga dapat meningkat setelah makan, setelah


aktivitas fisik, dan setelah berolahraga. Hal ini terjadi selama beraktivitas
tubuh akan membutuhkan oksigen yang lebih banyak

 Kondisi medis Beberapa penyakit seperti penyakit jantung, tekanan


darah tinggi atau diabetes. Pada umumnya penderitanya akan memiliki
frekuensi denyut nadi yang lebih tinggi.

- Kondisi Medis Terkait Denyut Nadi

Dua kondisi medis berikut dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kelainan
pada fungsi jantung.

 Bradikardia Bradikardia yaitu detak jantung yang lambat di bawah 60


per menit. Merupakan kondisi normal untuk atlet. Denyut nadi di bawah
50 per menit dalam kondisi istirahat/ tanpa aktivitas masih tergolong
normal untuk beberapa individu, apabila mereka tidak disertai dengan
gejala seperti lelah, sesak napas, nyeri dada, lemah, dan palpitasi.

 Takikardia Takikardia yaitu detak jantung yang lebih cepat dari


biasanya. Hal ini dapat menghasilkan sirkulasi yang buruk dan suplai
darah yang kurang dan tidak mencukupi bagian-bagian tubuh. Denyut
nadi maksimal adalah 120 per menit pada orang dewasa, apabila denyut
nadi melebihi nilai tersebut maka orang tersebut wajib mendapatkan
perhatian medis.

2. Laju respirasi (laju pernapasan)

Pengukuran laju pernapasan dilakukan dengan menghitung jumlah


pengembangan dada seseorang untuk menarik napas dalam waktu satu menit.

Pengukuran laju pernapasan umumnya dilakukan pada saat istirahat. Metode ini


bertujuan untuk menilai sulit atau tidaknya seseorang bernapas.

Respirasi normal atau pernapasan normal untuk orang dewasa adalah 12-20 kali
per menit. Sementara pada bayi dan anak-anak, laju perapasan normal lebih
tinggi daripada orang dewasa.

Laju pernapasan dapat mengalami peningkatan dengan olahraga, demam atau


karena penyakit paru, atau kondisi medis lainnya.

3. Tekanan darah
Tekanan darah merupakan kekuatan pemompaan darah yang dilakukan oleh
jantung untuk mengalirkan darah di dalam arteri (pembuluh darah) hingga ke
seluruh tubuh. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan
tensimeter dan stetoskop.

Tekanan darah dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistolik dan diastolik. Tekanan
sistolik merupakan bagian atas yang menunjukkan tekanan darah di dalam
arteri pada saat jantung berkontraksi untuk memompa darah ke seluruh bagian
tubuh. Sedangkan tekanan diastolik menunjukkan tekanan darah di dalam arteri
pada saat jantung beristirahat untuk mengisi darah dari seluruh bagian tubuh.

- angka tekanan darah normal

Dikatakan tekanan darah normal, apabila angka pertama atau tekanan sistolik
berada di antara 90 dan kurang dari 120 dengan angka bawah atau tekanan
diastolik antara 60 dan kurang dari 80. American Heart Association (AHA)
menyatakan bahwa tekanan darah dibilang normal saat kedua bilangan sistolik
dan diastolik berada dalam rentang tersebut.

- Tekanan darah normal adalah tekanan darah di bawah 120/80 mmHg


dan di atas 90/60 mmHg pada orang dewasa.
- angka tekanan darah tinggi

Ketika tekanan darah melebihi angka normal di atas, maka disebut dengan
prehipertensi atau hipertensi sesuai dengan ketinggian tekanan darahnya,
sebagai berikut:

 Prehipertensi: Sistol 120 -139 mmHg atau Diastol 80-89 mmHg.

 Hipertensi derajat 1: Sistol 140 -159 mmHg atau Diastol 90-99 mmHg.

 Hipertensi derajat 2: Sistol 160 mmHg atau lebih, atau Diastol 100
mmHg atau lebih.

 Krisis hipertensi: Sistol diatas 180 mmHg atau Diastol lebih dari 110
mmHg.

Klasifikasi diatas menurut Eighth Joint National Committee (JNC 8), pedoman
yang dipakai secara internasional termasuk oleh para dokter di Indonesia.
Sebagaimana dijelaskan disini: Tabel Tekanan Darah Normal dan Tidak Normal

1. Prehipertensi (Tekanan darah meningkat)

Belum dapat dikatakan sebagai darah tinggi (hipertensi) meskipun tekanan


darahnya sudah melebihi nilai normal. Prehipertensi merupakan peringatan
bahwa tekanan darah yang dimiliki saat ini sangat berpotensi menjadi darah
tinggi ketika tidak dilakukan upaya untuk mencegahnya.

2. Hipertensi Derajat 1

Inilah yang disebut dengan darah tinggi, yakni ketika tekanan darah sistolik
140 mmHg atau lebih, atau ketika tekanan diastolik 90 mmHg ke
atas. Namun, AHA memberi catatan bahwa hasil yang tinggi pada satu
pemeriksaan saja tidak cukup, dikatakan benar-benar hipertensi apabila rata-
rata hasil pengukuran pada periode waktu tertentu menunjukkan hasil yang
selalu tinggi.

3. Hipertensi Derajat 2

Tekanan darah tinggi derajat 2 menunjukkan kondisi yang lebih serius, yakni
ketika hasil tensi menunjukkan sistol 160 atau lebih, atau diastol 100 mmHg ke
atas.

4. Krisis Hipertensi

Ketika tekanan darah di atas 180/120 mmHg mengindikasikan masalah


kesehatan yang serius. Kondisi ini disebut sebagai “krisis hipertensi.” Tekanan
darah dalam kisaran ini memerlukan perawatan yang mendesak bahkan jika
tidak ada gejala yang menyertainya.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG (LABORATORIUM)

1. Pengertian Pemeriksaan Diaognostik/Penunjang (Laboratorium)

Pemeriksaan Diagnostik/penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis


yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pemeriksaan
ini umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat
keluhan atau riwayat penyakit pada pasien.
Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan diagnostik adalah pemeriksaan yang
dilakukan dokter untuk menentukan diagnosis penyakit pada pasien serta
tingkat keparahannya.

Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan saat pasien berkonsultasi ke dokter


karena adanya keluhan atau gejala tertentu, atau saat pasien menjalani
pemeriksaan kesehatan rutin (medical check-up).

Selain untuk mendiagnosis penyakit, pemeriksaan penunjang juga dilakukan


untuk menentukan langkah penanganan yang tepat serta memantau
keberhasilan terapi pada pasien.

A. Jenis Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

1. Pemerikaan darah

Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang paling umum


dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah
pasien untuk kemudian dianalisis di laboratorium.Pemeriksaan darah biasanya
dilakukan untuk mendeteksi penyakit atau kondisi medis tertentu, seperti
anemia dan infeksi. Melalui pemeriksaan penunjang ini, dokter dapat memantau
beberapa komponen darah dan fungsi organ, meliputi:
 Sel darah, seperti sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit atau
keping darah
 Plasma darah
 Zat kimia darah, seperti gula darah atau glukosa, kolesterol, asam urat, zat
besi, dan elektrolit
 Analisis gas darah
 Fungsi organ tertentu, seperti ginjal, hati, pankreas, empedu, dan kelenjar
tiroid
 Tumor marker

Sebelum melakukan pemeriksaan darah, tanyakan dulu kepada dokter mengenai


persiapan apa yang harus dilakukan, misalnya apakah perlu berpuasa atau
menghentikan pengobatan tertentu sebelum pengambilan sampel darah.

2. Pemeriksaan urine

Pemeriksaan urine adalah jenis pemeriksaan penunjang yang sering kali


dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan, fungsi ginjal, serta apakah
seseorang mengonsumsi obat-obatan tertentu. Selain itu, pemeriksaan urine
juga biasanya dilakukan pada ibu hamil untuk memastikan kehamilan atau
untuk mendeteksi preeklamsia.
Pemeriksaan urine dapat dilakukan sebagai bagian dari medical check-up rutin
atau ketika dokter mencurigai adanya penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal,
infeksi saluran kemih, atau batu ginjal.

3. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan penunjang ini sering digunakan untuk memantau kerja jantung,


khususnya irama detak jantung dan aliran listrik jantung. EKG juga dapat
dilakukan untuk mendeteksi kelainan jantung, seperti aritmia, serangan jantung,
pembengkakan jantung, kelainan pada katup jantung, dan penyakit jantung
koroner.

4. Foto Roentgen

Foto Rontgen merupakan jenis pemeriksaan penunjang yang menggunakan


radiasi sinar-X atau sinar Rontgen untuk menggambarkan kondisi berbagai
organ dan jaringan tubuh. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk
mendeteksi:

 Kelainan tulang dan sendi, termasuk patah tulang, radang sendi, dan
pergeseran sendi (dislokasi)
 Kelainan gigi
 Sumbatan saluran napas atau saluran cerna
 Batu saluran kemih
 Infeksi, seperti pneumonia, anitatics, dan usus buntu

5. Ultrasonkgrafi (USG)

USG adalah pemeriksaan penunjang yang menggunakan gelombang suara untuk


menghasilkan gambar organ dan jaringan di dalam tubuh. Pemeriksaan
penunjang ini sering dilakukan untuk mendeteksi kelainan di organ dalam
tubuh, seperti tumor, batu, atau infeksi pada ginjal, anitat, hati, dan empedu. Tak
hanya itu, USG juga umum dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan
kehamilan untuk memantau kondisi janin serta untuk memandu dokter saat
melakukan anitat anita.

6 .Computed tomography scan (CT Scan)

CT scan adalah pemeriksaan penunjang yang memanfaatkan sinar Rontgen


dengan mesin khusus untuk menciptakan gambar jaringan dan organ di dalam
tubuh. Gambar yang dihasilkan oleh CT scan akan terlihat lebih jelas daripada
foto Rontgen biasa. Pemeriksaan CT scan biasanya berlangsung sekitar 20–60
menit. Untuk menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik atau lebih akurat
dalam mendeteksi kelainan tertentu, seperti tumor atau kanker, dokter dapat
menggunakan zat kontras saat melakukan pemeriksaan CT scan

7. Magnetic resonance imaging (MRI)


MRI sepintas mirip dengan CT scan, tetapi pemeriksaan penunjang ini tidak
memanfaatkan sinar Rontgen atau radiasi, melainkan gelombang magnet dan
gelombang radio berkekuatan tinggi untuk menggambarkan kondisi organ dan
jaringan di dalam tubuh. Prosedur MRI biasanya berlangsung selama 15–90
menit. Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk memeriksa anita seluruh bagian
tubuh, termasuk otak dan anita saraf, tulang dan sendi, payudara, jantung dan
pembuluh darah, serta organ dalam lainnya, seperti hati, anit, dan kelenjar
prostat. Sama seperti CT scan dan foto Rontgen, dokter juga terkadang akan
menggunakan zat kontras untuk meningkatkan kualitas gambar yang dihasilkan
pada pemeriksaan MRI.

8 .fluoroskopi

Fluoroskopi adalah metode pemeriksaan radiologis yang memanfaatkan sinar


Rontgen untuk menghasilkan serangkaian gambar menyerupai video.
Pemeriksaan penunjang ini umumnya dikombinasikan dengan zat kontras, agar
gambar yang dihasilkan lebih jelas.

9. Endoskopi

Endoskopi bertujuan untuk memeriksa organ dalam tubuh dengan endoskop,


yaitu alat berbentuk selang kecil yang elastis dan dilengkapi kamera di ujungnya.
Alat ini terhubung dengan monitor atau anit TV, sehingga dokter dapat melihat
kondisi organ dalam tubuh. Pemeriksaan endoskopi biasanya dilakukan untuk
memantau kondisi saluran cerna dan mendiagnosis penyakit tertentu, seperti
gastritis atau peradangan pada lambung, tukak lambung, GERD, kesulitan
menelan, perdarahan saluran pencernaan, serta kanker lambung.

Selain beberapa jenis pemeriksaan penunjang di atas, ada beberapa jenis


pemeriksaan penunjang lainnya yang juga sering dilakukan dokter, seperti:

 Ekokardiografi
 Biopsi
 Elektroensefalografi (EEG)
 Pemeriksaan tinja
 Pemeriksaan cairan tubuh, seperti cairan otak, cairan sendi, dan
cairan pleura
 Pemeriksaan anita

2. Tujuan 

Adapun beberapa tujuan dari pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai


berikut:

1. Mendeteksi penyakit

2. Menentukan risiko

3. Skrining/uji saring adanya penyakit subklinis

4. Konfirmasi pasti diagnosis

5. Menemukan kemungkinan anitatic yang dapat menyamarkan gejala klinis


6. Membantu pemantauan pengobatan

7. Menyediakan informasi prognostic/perjalanan penyakit

8. Memantau perkembangan penyakit

9. Mengetahui ada tidaknya kelainan/penyakit yang banyak dijumpai


danpotensial

10. Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati
penyakit

3 . Jenis-jenis

1. Mikrobiologi menerima usapan, tinja, air seni, darah, dahak, perlatan medis,
begitupun jaringan yang mungkin terinfeksi. Spesimen tadi dikultur untuk
memeriksa mikroba pathogen
2. Parasitologi, untuk mengamati anitat, contoh penyakit disentri dan diare yang
disebabkan oleh anitat alat pemeriksaan dengan mikroskop.
3. 3. Hematologi, untuk mengetahui adanya kelainan darah seperti anemia
(kurang darah), adanya infeksi atau kelainan sel darah putih yang lain, alergi dan
gangguan pembekuan darah akibat kelainan jumlah trombosit.
4. Kimia klinik, mempunyai tujuan untuk mendeteksi awal adanya virus,
memperkirakan status imun seseorang dan juga dapat digunakan dalam rangka
pemantauan respon pasca vaksinasi
. 5. Toksikologi, menguji obat farmasi, obat yang disalahgunakan, dan toksin lain.
Untuk pemeriksaan racun dan keracunan.

6. Imunologi, menguji anitat contoh penyakit (Hepatitis B).

7. Serologi, menerima sampel serum untuk mencari bukti penyakit seperti


Hepatitis atau HIV.

8. Urinalisis, menguji air seni untuk sejumlah analit.

9. Patologi, bedah menguji organ, ekstremitas, tumor, janin, dan jaringan lain
yang dibiopsi pada bedah seperti masektomi payudara.

10. Sitologi,menguji usapan sel (seperti dari mulut anit) untuk membuktikan
kanker dan lain-lain.

A. Tahap-tahap Pemeriksaan penunjang

Tahap-tahap pemeriksaan penunjang meliputi:

1. Persiapan alat

Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan


instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan profesional dalam
bekerja.
2. Persiapan pasien

Dalam mempersiapkan pasien yang perlu diperhatikan yaitu puasa, obat yang
diminum pasien saat menjalani pengobatan, Waktu Pengambilan dan Posisi
pengambilan sampel.
4. Alat-alat yang Digunakan untuk Melakukan Pengkajian
Penunjang

1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Digunakan untuk mendiagnosa bagian struktur tubuh manusidengan


gelombang electromagnetic, yang tidak memberi efek radiasi seperti
sinar X. Alat ini sangat berguna untuk pemeriksaan saraf, jaringan otot,
jantung dan pembuluh darah dan tumor. Semakin besar teslanya atau
kekuatan magnetiknya semakin baik kualitas gambarnya.

2. Lightspeed MSCT (MultiSlice Computer Tomography)

Lightspeed MSCT (MultiSlice Computer Tomography)

Scanner adalah alat anitat yang menggunakan sinar X untuk memberikan


gambar 3 dimensi organ dalam tubuh. Kelebihan alat ini memiliki anita
yang membantu mengurangi dosis sinar X pada pasien sampai dengan
30%

3. Angiograph

Alat Angiografi ini digunakan sebagai alat anitat dan pengobatan. Alat ini
menggunakan sinar X untuk melihat bagian dalam pembuluh darah yang
tersumbat dan dengan bantuan alat lainnya untuk anitat balonisasi atau
pemasangan penyangga pembuluh darah/stent.
4. Mobile Fluorostar C-Arm

Adalah alat penting yang diggunakan dokter dalam kamar operasi atau
anitat medis.

5. Roentgen

alat rontgen merupakan suatu metode anitatic dengan menggunakan


gelombang elektromagnetik berupa Sinar-X.

6. Mammografi
Alat Mammografi digunakan untuk mendiagnosa kanker payudara pada
anita, alat ini menggunakan sinar X untuk menciptakan gambarnya yang
dapat membedakan sel sehat dan sel ganas/kanker.

7. Roentgen Paronamic

panoramik adalah pemeriksaan rontgen gigi dua dimensi (2-D) yang


menangkap seluruh mulut dalam satu gambar tunggal, termasuk gigi,
rahang atas dan bawah, sinus, struktur dan jaringan di sekitarnya.
Rahang adalah struktur melengkung yang mirip dengan tapal kuda.

8. UltraSonoGraphy (USG)
Rumah sakit menyediakan USG 2-D, 3-D and 4-D. USG digunakan untuk
memeriksa organ bagian dalam dengan gelombang suara. Pemeriksaan
kehamilan, medical chek up dan keadaan organ bagian dalam,dsb.

9. ElectroKardioGrafi (EKG)

Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi jantung dan mengecek kesehatan


jantungnya.

10. EEG (ElectroEncephaloGrafi)

Pemeriksaan untuk mengetahui gelombang listrik dalam otak 11. EMG


(ElectroMyoGrafi) Pemeriksaan Aktivitas listrik pada otot disaat istirahat
dan bergerak. 12. Audiometri Alat deteksi fungsi pendengaran dengan
beberapa level intensitas gelombang suara.

5. fungsi dan manfaat sebagai berikut: 

 Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis, dengan tujuan


menentukan resiko terhadap suatu penyakit dan mendeteksi dini
penyakit terutama bagi individu beresiko tinggi (walaupun tidak ada
gejala atau keluhan). 

 Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang


diderita seseorang, berkaitan dengan penanganan yang akan diberikan
dokter serta  berkaitan erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat
terjadi 

 Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala


klinis 

 Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, yaitu untuk


memprediksi perjalanan penyakit dan berkaitan dengan terapi dan
pengelolaan  pasien selanjutnya 

 Memantau perkembangan penyakit, yaitu untuk memantau


perkembangan  penyakit dan memantau efektivitas terapi yang dilakukan
agar dapat meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi. Pemantauan ini
sebaiknya dilakukan secara berkala. 

 Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak dijumpai


dan  potensial membahayakan 

 Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak


didapati  penyakit

PENTINGNYA PEMERIKSAAN LABORATORIUM KESEHATAN

Manfaat tujuan pemeriksaan laboratorium salah satunya adalah digunakan


untuk menegakkan diagnosa penyakit dan juga memantau perkembangan
pengobatan terhadap suatu jenis penyakit tertentu melalui pemeriksaan yang
diperlukan. Karena memang untuk bisa menegakkan diagnosa penyakit
diperlukan beberapa media pemeriksaan baik itu hasil anamnese medis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi (rontgen) dan juga laboratorium pula.
Sampel lab bisa diambil dari pasien berupa darah, sputum, air kencing (urine),
dan sebagainya.

Yang dimaksud dengan pengertian pemeriksaan laboratorium adalah


merupakan suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus dengan
mengambil bahan atau sampel dari penderita (pasien), yang bisa berupa urine
(air kencing), darah, sputum (dahak), dan sebagainya untuk menentukan
diagnosis atau membantu menentukan diagnosis penyakit bersama dengan tes
penunjang lainya, anamnesis, dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan.

E. PENGENDALIAN INFEKSI DAN PATIENT SAFETY

1. Prosedur Pengendalian Infeksi

Penyakit infeksi pada manusia merupakan salah satu masalah kesehatan


utama bagi negara-nega di dunia, termasuk Indonesia. Kejadian infeksi tidak
hanya berasal dari rumah sakit, tetapi dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Tidak terbatas infeksi kepada pasien namun dapat juga pada petugas
kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat berada di dalam lingkungan
fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan sumber infeksi dapat berasal dari
Komunitas (Community Acquired Infection) atau dari Fasilitas Kesehatan
(Healthcare-Associated Infections).

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pelayanan


kesehatan, perawatan pasien tidak hanya dilayani dirumah sakit saja tetapi juga
di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan dirumah (home care).

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan


kesehatan untuk melindungi petugas, pasien dan pengunjung, sangat penting
bagi petugas dan pengambil kebijakan untuk memahami konsep dasar penyakit
infeksi terlebih dahulu.

- Mengetahui BATASAN INFEKSI

 Kolonisasi: terdapatnya agen infeksi/mikroorganisme yang hidup, tumbuh


dan berkembang biak di tubuh pejamu tanpa disertai adanya gejala klinik
atau respon imun.
 Pembawa (carrier): individu (pasien, petugas kesehatan) yang membawa
kuman patogen, dengan atau tanpa disertai gejala klinik.
 Infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya
mikroorganisme patogen, dengan atau tanpa disertai gejala klinik .
 Penyakit menular atau infeksius: adalah penyakit akibat mikroorganisme
patogen yang dapat berjangkit dari satu orang ke orang lain, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
 Inflamasi (radang atau peradangan local): merupakan bentuk respon tubuh
terhadap suatu agen (mikroorganisme,trauma, pembedahan, luka bakar
atau kimiawi), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas
(kalor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
 Syndrome respon inflamasi sistematik (sistematyc inflammatory response
syndrome/SIRS): sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang
menggambarkan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sitematik. Kriteria
SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan beriku: (1) hipertemi(
≥ 38,3° C ) atau hipotermi (<36℃), (2) takikardi (>90 kali per menit), (3)
takipnoe (>20 kali permenit), serta (4) leukositosis (>12.000 L) atau
leukopenia (<4.000L0 atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda
(batang) lebih dari 10%. SIRS dapat disebabkan oleh infeksi atau non-infeksi
seperti trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis, atau gangguan
metabolic. SIRS yang disebabkan infeksi disebut SEPSIS.
 Infeksi terkait layanan kesehatan (Healthcare-Associated infectins/HAIs):
infeksi yang terjadi pada pasien terkait proses pelayanankesehatan rumah
sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, dimulai saat pasien masuk
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan walaupun belum ditemukan
infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, hingga setelah pasien pulang. HAIs
ini juga termasuk infeksi akibat kerja para petugas kesehatan.
- Rantai Infeksi

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen/ mikroorganisme yang


menyebabkan sakit. Faktor-faktor yang saling mempengaruhi dan saling
berhubungan disebut rantai infeksi sebagai berikut:

- Adanya mikroorganisme (Agent) yang infeksius mikroba penyebab infeksi


dapat berupa bakteri, virus, jamur, ataupun parasite. Penyebab utama
infeksi nosocomial biasanya bakteri dan virus dan kadang-kadang jamur
dan jarang oleh parasite.
- Adanya reservoar sebagai tempat patogen untuk mempertahankan hidup
tetapi dapat/tidak berkembang biak. Reservoar paling umum adalah
manusia.
- Adanya portal of exit/ pintu keluar. Pintu keluar dari manusia biasanya
melalui satu tempat dan beberapa tempat. Portal of exit yang utama adalah
saluran pernapasan, saluran cerna, kulit, darah, saluran urinarius dan
saluran urogenitalia.
- Cara penularan. Penularan atau transmission adalah perpindahan mikroba
dari sumber ke host. Penyebaran dapat melalui kontak, lewat udara dan
vector.
- Adanya porta of entry/ pintu masuk tempat masuknya kuman dapat
melalui kulit, dinding mukosa, saluran cerna, saluran pernapasan dan
saluran urogenitalia. Mikroba yang terinfeksius dapat masuk ke saluran
cerna melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi seperti: E.coli,
Shigella.
- Penderita (Host) yang rentan. Masuknya kuman ke dalam tubuh penderita
tidak selalu menyebabkan infeksi. Yang memegang peranan sangat penting
adalah mekanisme pertahanan tubuh hostnya. Mekanisme pertahanan
tubuh secara non spesifik antara lain adalah kulit, dinding mukosa dan
secret, kelenjar-kelenjar tubuh.

Kewaspadaan Isolasi

Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang


disusun oleh CDC dan harus diterapkan dirumah sakit dan pelayanan kesehatan
lainnya. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk menurunkan resiko transmisi
penyakit dari pasien ke pasien lain atau pekerja medis.

Kewaspadaan isolasi memiliki dua pilar atau tingkatan, yaitu:


o Kewaspadaan Standasr (Sandard/Universal Precautions)

Kewaspadaan standar adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan


pengendalian infeksi rutin dan harus diterapkan pada setiap pasien di semua
fasilitas kesehatan. Kewaspadaan standar yaitu tindakam pengendalianinfeksi
yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko
penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh
berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan.

Tindakan dalam kewaspadaan standar yaitu:

- Kebersihan tangan
- APD: sarung tangan, masker, goggle, face shield, gaun.
- Peralatan perawatan pasien.
- Pengendalian lingkungan.
- Penatalaksanaan linen.
- Pengelolaan limbah tajam/perlindungan dan kesehatan karyawan.
- Penempatan pasien.
- Hygiene respirasi/etika batuk
- Praktek menyuntik aman
- Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal fungsi

kewaspadaan standar terdapat 8 indikator yang terdiri dari:

- Mencuci tangan sebelum memberikan perawatan kepada pasien.


- Gunakan sarung tangan apabila kontak dengan darah/cairan tubuh,
membrane mukosa atau kulit yang tidak utuh pada semua pasien.
- Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan area perawatan pasien.
- Mencuci tangan setelah melepaskan sarung tangan
- Buang jarum pada tempat pembuangan tanpa menutup kembali
- Gunakan gaun, kacamata, atau pelindung wajah ketika ada percikan atau
semprotan dari cairan tubuh.
- Ketika menggunakan sarung tangan kotor jangan menyentuh area bersih
dari ruangan/pasien
- Needleboxes tidak terisi dengan penuh.

o Kewaspadaan berdasarka transmisi

Kewaspadaan berdasarkan transmisi merupakan tambahan untuk kewaspadaan


standar, yaitu tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang dilakukan
setelah jenis infeksinya sudah terdiagnosa atau diketahui (Muchtar,2014).

jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai berikut:

a. kewaspadaan transmisi kontak

kewaspadaan transmisi kontak ini ditujukan untuk menurunkan resiko


transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui kontak
langsung dan tidak langsung.

1. Kontak Langsung

Meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi yang rentan/petugas kesehatan


dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Missal perawat membalikkan
tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah dengan
luka basah saat mengganti perban, petugas tanpa sarung tangan merawat oral
pasien HSV atau scabies.
2. Transmisi kontak tidak langsung

Terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang terkontaminasi
mikroba infeksius di lingkungan, instrument yang terkontaminasi, jarum, kasa,
tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti
saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak.
Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui
tangan petugas atau benda mati dilingkungan pasien.

a. Kewaspadaan transmisi droplet

Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien dengan


infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan
melalui droplet(>5 um). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang di
udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi droplet
melibatkan kontak konjungtiva atau mukosa membrane hidung/mulut, orang
rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien
pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama
prosedur suctin, bronkhskopi.

Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau


terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi
permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain missal: mukosa membrane.
Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung,
missal: communsold, respiratory, syncutial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien
terinfeksi batuk,bersin, bicara, intubasi endotracheal, batuk akibat induksi
fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

b. Kewaspadaan transmisi melalui udara (airborne precautions)

Kewaspadaan transmisi melalui uaraditerapkan sebagai tambahan


kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui
terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui
jalur udara. Seperti transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung
melalui udara.

Ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi


baik yang ditransmisikan berupa droplet nuclei (sisa partikel kecil < 5 um
evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara) atau partikel debu yang
mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran
udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan diruang yang
sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan,
missal penanganan udara dan ventilari yang penting dalam pencegahan
transmisi melalui udara, droplet nuclei atau sisik kulit luka terkontaminasi (S.
aureus).

Penggunaan Alat Pelindung Diri

APD merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri terhadap
bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat mengurangi
tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Meskipun tidak
menghilangkan atau mengurangi bahaya yang ada dengan menggunakan APD

Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan alat


pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang digunakan oleh
karyawan untuk melindungi diri dari bahan yang menular. APD merupakan
suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri terhadap bahaya-bahaya
kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat mengurangi tingkat keparahan
dari kecelakaan kerja yang terjadi. Meskipun tidak menghilangkan atau
mengurangi bahaya yang ada dengan menggunakan APD (Mulyani, 2008).

APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam
kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. APD digunakan untuk melindungi
kulit dan merman mukosa petugas kesehatan dari resiko terpaparnya darah,
secret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, dan selaput lender pasien serta semua
jenis cairan tubuh pasien.

 Mencuci Tangan

Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan


tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan lainnya oleh
manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih, sebagai bagian dari ritual
keagamaan, ataupun tujuan-tujuan lainnya.

2. Patient Safety
Keselamatan pasien adalah prinsip paling fundamental dalam pemberian
pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling
kritis dri manajemen kualitas.

Dalam proses keperawatan terdapat lima tahapan:

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Dalam proses pengkajian, seorang perawat bertugas untuk mengumpulan
informasi berkenaan dengan kondisi pasien, baik melalui pasien pribadi ataupun
melalui keluarga, rekam medis, tenaga kesehatan, dan lainnya. Informasi yang di
kumpulkan oleh seorang perawat haruslah berupa fakta dan actual.

Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang perawat


melakukan proses pengkajian. Seorang perawat harus mampu mengumpulkan
informasi mengenai kondisi pasien secara akurat, cepat, dan actual. Jika seorang
perawat melakukan kesalahan pada tahap selanjutnya yang dapat mengancam
keselamatan nyawa pasien. oleh karena itu, pada tahap ini perawat harus
mampu mengidentifikasi secara benar dan meningkatkan komunikasi secara
efektif agar tidak terdapat informasi yang salah dimengerti oleh perawat atau
informasi yang tidak tepat dan tidak cukup.

2. Diagnose Keperawatan

Diagnose keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk


membuat diagnose keperawatan. Diagnose ini merupakan dasar bagi seorang
perawat merumuskan tindakan keperawatan. Analisis data yang telah
didapatkan oleh seorang perawat merupakan kunci keberhasilan dalam proses
keperawatan. Seorang perawat harus mampu mendiagnosa kondisi tubuh
pasien dan kebiasaan pasien secara tepat dan teliti. Jika terdapat kesalahan pada
saat perawat melakukan proses diagnose atau terdapat hal yang terlewatkan
oleh perawat, maka rencana tindakan yang akan disusun menjadi tidak tepat.
Oleh karena itu, dalam melakukan proses diagnose, seorang perawat harus
mampu berpikir kritis dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahan yang dapat
mengancam nyawa pasien.

3. Intervensi

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat


mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan
tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien
berdasarkan analisis pengkajian. Perencanaan meruakan dasar bagi seorang
perawat dalam melaksanakan implementasi.oleh karena itu, pada tahap ini
perawat harus mampu menyusun rencana tindakan yang akan diberikan kepada
pasien secara sistematis dan tepat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
kekurangan yang dapat mengancam keselamatan pasien saat proses
implementasi dijalankan.

4. Implementasi

Jalannya proses implementasi harus mendukung keselamatan pasien. perawat


saat melakukan proses implementasi harus menjamin bahwa tindakan yang
akan dilakukan adalah tindakan yang tepat. Perawat juga harus mampu menilai
kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan proses implementasi agar
tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan pada pasien. Selain itu,
keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan medis dan lingkungan sekitar
pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar pasien dapat terhindar dari infeksi
lain akibat lingkungan diluar tubuhnya.

5. Evaluasi

Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal. Proses evaluasi merupakan cermin bagi seorang perawat
terhadap setiap tindakan yang telah dilakukannya. Jika pada saat melakukan
proses evaluasi perawat menemukan tindakan atau kejadian yang salah, maka
hal-hal tersebut dapat segera diperbaiki sehingga dapat mencegah terjadinya
kondisi buruk pada pasien serta menjaga keselamatan pasien.

Aplikasi Patient Safety

Pelayanan keperawatan yang baik adalah pelayanan keperawatan yang


memperhatikan keselamatan pasien. setiap tindakan keperawatan yang
dilakukan beserta dengan peralatan medis dan lingkungan sekitar sudah
seharusnya dikondisikan secara sempurna untuk menunjang keselamatan
pasien. oleh karena itu, diperlukan pengkajian terhadap keselamatan pasien.
pengkajian tersebut meliputi pengkajian dalam bidang sebagai berikut:

a. Struktur
b. Lingkungan
c. Peralatan dan teknologi
d. Proses
e. Orang
f. Budaya

Mengacu kepada enam hal tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien dapat
dilakukan pada tempat dan dengan standar aplikasi sebagai berikut:
a. Kamar Operasi

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang berfungsi
sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik efektif maupun
akut. Secara umum, lingkungan kamar operasi terdiri dari tiga srea, yaitu:

1. Area bebas terbatas (unrestricted area)


Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian
khusus kamar operasi.
2. Area Semi Ketat ( semi restricted area)
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi
yang terdiri atas topi, masker, baju, dan celana operasi.
3. Area ketat atau terbatas (restricted area)
Pada area ini petugas wajin mengenakan pakaian khusus kamar operasi
lengkap dan melaksanakan prosedur aseptic. Selain itu, petugas wajib
mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap.

Pelaksanaan atau patient safety dalam kamar operasi dapat berupa hal sebagai
berikut:

1. Semua peralatan yang ada didalam kamar operasi harus beroda dan
mudah dibersihkan.
2. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaannya harus menempel pada
alat tersebut agar mudah dibaca.
3. Sistem pelistrikan harus aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk
memusatkan arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.
4. Air yang tersedia dalam kamar operasi harus bersih, yaitu air yang
tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung kuman
patogen, tidak mengandung zat kimia, dan tidak mengandung zat
beracun.
5. Setiap petugas medis yang akan melakukan tindakan operasi wajib
mengenakan pakaian khusus operasi.
6. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aseptic, salah satu
contohnya dadalah mencuci tangan.
b. Unit Gawat Darurat

Unit gawat darurat (UGD) adalah satu unit dalam rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cidera
yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Sifat pasien yang mendapatkan
perawatan di UGD adalah sebagai berikut:

1. Perlu mendapatkan pertolongan segera, cepat, tepat, dana man.


2. Mempunyai masalah patologis, psikologis, lingkungan, dan keluarga.
3. Perlu mendapatkan informasi secara cepat dan tepat.
4. Unik

Selain itu pasien yang mendapatkan perawatan di UGD, diklasifikasikan


berdasarkan kondisi atau keadaan jasmani pasien. klasifikasi tersebut adalah:

1. Pasien TGDG “false emergency” (label hijau) merupakan pasien yang


memerlukan tindakan medis tidak segera
2. Pasien DTG (label kuning) merupakan korban tidak gawat tetapi
memerlukan pertolongan medik untuk mencegah keadaan yang lebih
gawat atau mencegah cacat.
3. Pasien GD (Label merah) merupakan korban yang berada dalam
keadaan nyawa terancam apabila tidak memperoleh pertolongan
dengan segera.
4. Pasien GTD (Label putih) merupakan pasien dalam keadaan parah
yang tidak memiliki harapan atau haraan yang tipis jika diberikan
pertolongan.
5. Pasien yang meninggal atau death on arrival (label hitam)

Aplikasi keselamatan pasien dalam unit gawat darurat dapat dilakukan dengan
cara:

1. Fasilitas yang tersedia dalam UGD telah tersedia dengan lengkap.


2. Peralatan medis yang tersedia di UGD adalah alat yang steril
3. Menggunakan alat injeksi sekali pakai

Berbeda dengan pasien yang memperoleh perawatan di ruang rawat inap biasa.
Pasien yang dirawat di ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap perawat dan dokter. Pasien yang berada di ruang ICU adalah pasien
yang berada dalam keadaan kritis atau kelumpuhan sehingga segala sesuatu
yang terjadi pada diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang
baik dan teratur.

Pengelolaan pasien yang mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah sebagai


berikut:

1. Pendekatan Pasien (Anamnesis) merupakan tindakan pengobatan


sebelum diagnosis definitive ditegakkan.
2. Serah terima pasien bertujuan untuk mengetahui riwayat tindakan
pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk aspek legal.
3. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan secara umum, penilaian
neurologis, sistem pernafasan, kardiovaskular, gastri intestinal, ginjal
dan cairan, anggota gerak, hematologi dan posisi pasien.
4. Kajian hasil pemeriksaan meliputi biokimia, hematologi, gas darah,
monitoring TTV, foto thorax, CT scan, efek pengobatan.
5. Petugas medis wajib melakukan prosedur aseptic
6. Tenaga kesehatan harus menerapkan komunikasi yang baik antar
petugas sehingga tidak terjadi kesalahan saat serah terima pasien
dilakukan
7. Tenaga kesehatan harus mampu melaksanakan prosedur pengelolaan
pasien secara tepat dan aman.

Pencegahan dan Penanganan Risiko Jatuh

Jatuh merupakan suatu yang umum yang terjadi pada lansia, orang sakit, atau
orang cedera yang sedang lemah. Untuk mencegah klien jatuh dan mengalami
cedera karenanya, perawat harus mempertimbangkan pedoman pencegahan
jatuh di tempat pelayanan kesehatan. Risiko jatuh pada pasien yang
berisiko untuk jatuh umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor
fisiologis yang dapat berakibat cidera.
Pelaksanaan program kegiatan manajemen risiko pasien jatuh merupakan upaya
yang dilakukan untuk kegiatan manajemen risiko pasien jatuh merupakan upaya
yang dilakukan untuk mencegah maupun menangani pasien dengan risiko jatuh
maupun pasien yang mengalami insiden jatuh sehingga mengantisipasi
terjadinya cedera fisik pada pasien serta untuk meningkatkan mutu rumah sakit.

Ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan perawat untuk


menurunkan resiko terjadinya cedera pada klien akibat gerakan yang berbahaya
baik ketika berada atau tidak berada di tempat tidur atau kursi. Langkah
pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan pengkajian keamanan.

Ada beberapa yang dapat dikaji dari klien dengan menentukan hal-hal berikut
ini :

1. Tingkat Kesadaran, terutama orientasi waktu, tempat, dan orang,


kemampuan berkonsentrasi dan mengambil keputusan, kemampuan
untuk memahami beragam informasi pada satu waktu, kemampuan
untuk mempresepsikan realitas secara akurat dan bertindak atas
persepsi tersebut.
2. Faktor gaya hidup, seperti perilaku yang membahayakan dan
penggunaan peralatan keselamatan.
3. Perubahan sensori, seperti gangguan penglihatan, pendengaran,
penciuman persepsi taktil dan cita rasa.
4. Status mobilitas. Perhatikan orang tertentu yang mengalami kelemahan
otot, keseimbangan atau koordinasi yang buruk, atau paralisis, orang
yang lemah karena penyakit atau pembedahan, dan orang yang
mempergunakan alat bantu ambulasi.
5. Keadaan emosional, yang dapat mengubah kemampuan merasakan
adanya bahaya lingkungan. Orang yang sedang merasa cemas, marah atau
depresi mungkin mengalami penurunan kesadaran persepsi atau dapat
berpikir dan bereaksi lebih lambat terhadap stimulus di lingkungannya
6. Kemampuan berkomunikasi. Orang dengan kemampuan yang kurang
untuk menerima dan meneruskan informasi serta klien yang mempunyai
hambatan bahasa tentunya tidak akan dapat membaca rambu-rambu
keamanan seperti “lantai licin” atau “rusak”.
7. Kecelakaan sebelumnya dan frekuensi atau faktor predisposisi terjadinya
kecelakaan.
8. Pengetahuan mengenai keamanan dalam menggunakan peralatan yang
berpotensi menimbulkan bahaya dan langkah kewaspadaan untuk
mencegah cedera.

Selain pengkajian keamanan hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah


mencegah jatuh di tempat pelayanan kesehatan,ada beberapa hal yang bisa
dilakukan,antara lain :

a. Pada saat klien pertama kali masuk, orientasikan klien terhadap


lingkungan sekitarnya dan jelaskan tentang system panggil yang
berlaku.
b. Kaji secara teliti kemampuan klien untuk ambulasi dan berpindah.
Berikan alat bantu jalan dan bantuan sesuai kebutuhan.
c. Awasi klien secara ketat yang beresiko jatuh, terutama pada malam
hari.
d. Dorong klien untuk menggunakan bel panggil jika perlu bantuan.
Pastikan bel tersebut berada dalam jangkauan klien.
e. Letakkan dan overbed table di dekat tempat tidur atau kursi sehingga
klien tidak sulit menjangkaunya yang bisa mengakibatkan klien
kehilangan keseimbangan.
f. Atur agar tempat tidur selalu dalam posisi rendah dan rodanya
terkunci ketika tidak sedang melakukan tindakan sehingga klien
dapat ke tempat tidur atau meninggalkan tempat tidur dengan
mudah.
g. Dorong klien untuk menggunakan palang genggam yang terdapat di
dinding bagian atas kamar mandi dan toilet serta palang genggam di
sepanjang koridor.
h. Pastikan terdapat keset yang antislip di bak mandi dan pancuran
i. Anjurkan agar klien menggunakan alas kaki yang antislip.
j. Jaga kebersihan lingkungan agar tetap rapi, terutama singkirkan kabel
yang ringan dari tempat yang sering dilalui dan dari perabot yang
digunakan
k. Pasang pagar tempat tidur klien yang sedsng dalam kondisi konfusi,
sedasi, gelisah, dan tidak sadar, serta biarkan pagar tetap naik bila
klien ditinggal sendiri. Pertimbangkan hanya menaikkan setengah
pagar tempat tidur jika menaikkan pagar tempat tidur seluruhnya
membuat klien lebih gelisah.

Adapun istilah insiden keselamatan pasien yang telah dikenal secara luas
berikut definisinya yaitu:

1. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident adalah setiap


kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lain-lain)
yang tidak seharusnya terjadi.

2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event adalah suatu kejadian


yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”),
bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
3. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss adalah suatu insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak menyebabkan cedera
pada pasien.

4. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke


pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena
“keberuntungan” (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi
tidak timbul reaksi obat), atau “peringanan” (suatu obat dengan reaksi
alergi diberikan , diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).
5. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance” adalah
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbukan cedera, tetapi belum
terjadi insiden.

6. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) yaitu suatu KTD yang mengakibatkan


kematian atau cedera yang diharapkan atau tidak dapat diterima seperti:
operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait
dengan keseriusan cedera yang terjadi (misalnya Amputasi pada kaki
yang salah, dan sebagainya) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian
ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.
Kesalahan medis jarang diakui pasien, hampir tidak pernah disebutkan dalam
jurnal medis dan bahkan tidak dipertimbangkan oleh pemerintah; Penelitian
tentang keselamatan dalam pengobatan dianggap paling baik sebagai topik
pinggiran dan paling buruk. Kenyataan bahwa ribuan, mungkin jutaan, orang-
orang dilecehkan dengan tidak perlu dan sejumlah besar uang terbuang
sepertinya telah luput dari perhatian semua orang. Dari pemahaman kami saat
ini, ini nampaknya merupakan urusan yang aneh. Seolah-olah sebuah epidemi
berkecamuk di suatu negara tanpa ada yang memperhatikan atau mengganggu
untuk diselidiki.
Contoh insiden yang dilaporkan dari studi TAPS:

- Instruksi dosis tidak tepat yang salah pada resep Actonel mengakibatkan
pasien mengkonsumsi obat mingguan setiap hari, tidak dikoreksi oleh
apoteker.
- Pneumotoraks iatrogenik akibat pemberian injeksi nyeri yang tidak tepat
untuk fibromyalgia.

- Komponen urin abnormal terjadi pada penderita yang salah dengan nama
yang sama, diobati salah pasiennya yang berada di panti jompo, plus
mengalami keterlambatan dalam merawat pasien asli yang memiliki hasil
abnormal.

- Antimalaria yang diresepkan untuk pasien dengan pengobatan antiepilepsi


yang bisa mengakibatkan interaksi serius jika pasien tidak mendapat
pendapat kedua.

- Digunakan peralatan yang tidak benar saat mengambil spesimen untuk


pengujian laboratorium selama operasi kecil, sehingga mengakibatkan
kerusakan spesimen secara tidak disengaja.

- Pasien yang salah menanggapi panggilan di ruang tunggu, catatan


dimasukkan ke file pasien lain.
- PROTOKOL PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PASIEN JATUH

Standar Resiko Rendah

 Orientasi ruangan

 Posisi tempat tidur rendah dan ada pengganjal (rem) pada roda tempat
tidur
 Ada pengaman di samping tempat tidur dengan/atau sisi pengaman
 Mempunyai luas tempat tidur yang cukup untuk mencegah tangan, kaki
dan bagian tubuh lainnya terjepit atau menggantung
 Menggunakan alas kaki yang tidak licin untuk pasien anak yang bisa
berjalan
 Nilai kemampuan untuk ke kamar mandi dan dibantu bila membutuhkan
bantuan
 Memiliki akses untuk untuk menghubungi petugas kesehatan yang
mudah dijangkau
 Menjelaskan kepada pasien kegunaan alat – alat medis dan non medis
yang berada di sekitarnya.
 Lingkungan harus bebas dari peralatan yang mengandung
resiko

 Penerangan lampu yang cukup pada ruangan.


 Dokumen tentang data pasien harus terjaga untuk memudahkan pemberi
layanan kesehatan lainnya untuk mengetahui status kesehatan pasien
tersebut.

Standar Resiko Tinggi

 Memberikan tanda pengenal berupa gelang identitas pada pasien dengan


warna kuning.
 Terdapat tanda peringatan pasien resiko jatuh
 Pemberiaan informasi kepada pasien dan keluarga tentang protokol
pencegahan pasien jatuh.
 Membantu pasien saat akan melakukan mobilisasi
 Penempatan tempat tidur disesuaikan dengan perkembangan pasien.
 Alat yang tidak dibutuhkan dipindahkan atau dijauhkan dari lingkungan
pasien.
Penanganan Pasien Jatuh
 Segera lakukan pertolongan terhadap pasien tersebut
 Nilai apakah terdapat cedera akibat jatuh
 Nilai tanda-tanda vital
 Nilai adanya keterbatasan gerak
 Laporkan pada dokter
 Ikuti prosedur monitoring pasien, observasi/pantau pasien sesuai
kondisi
 Catat dalam status rekam medis
 Segera buat laporan insidennya dengan mengisi formulir laporan insiden
pada akhir jam kerja/ shift kepada atasan langsung paling lambat 2X24
jam
 Nilai faktor instrinsik dan ekstrinsik
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien ( Iyer et al.,1996).

Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif
dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan
masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.

Setelah memahami tentang tanda-tanda vital. Dan kesimpulannya adalah


kesehatan pada tubuh kita itu sangat penting. Terutama bagi tanda-tanda vital
seperti denyut nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu badan, dan berat badan.

Pemeriksaan penunjang merupakan penelitian perubahan yang timbul pada


penyakit, perubahan ini bisa berupa penyebab. Yang menggunakan alat bantu
untuk pelaksanaanya yaitu USG, MRI,CT Scan dll, dengan menggunakan
spesimen yang diambil dari pasien atau pasien itu sendiri. Hasil pemeriksaan
digunakan untuk melengkapi pemeriksaan vital karena, jika hanya
mengandalkan pemeriksaan vital, maka hasilnya sangat tidak akurat.

Memutus rantai infeksi penularan merupakan hal yang paling mudah dilakukan
untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan
kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan
dalam Standar Prosedur Operasional.
DAFTAR PUSTAKA

 Medical Record, Download 10 Maret 2016. Link :


http://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-anamnesa-
pemeriksaan-fisik-pemeriksaan-penunjang-diagnosis-prognosis-terapi-
tindakan-medis.html

 Rumus.co.id, 24 Maret 2022. Link : https://rumus.co.id/pengertian-


anamnesa/

 MajalahPendidikan, 05 Agustus 2021. Link :


https://majalahpendidikan.com/anamnesisanamnesa-pengertian-
tujuan-cara-dan-persiapan/

 Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan


Praktik Edisi 2. Selemba Medika: Jakarta

 Patricia Gonce. 2003. Panduan Pemeriksaan Kesehatan. Buku Kedokteran


EGC: Jakarta

Healthline. Diakses pada 2022. Physical Examination.

Web MD. Diakses pada 2022. Annual Physical Examinations.

Cleveland Clinic. Diakses pada 2022. Physical Examination.

Medical News Today. Diakses pada 2022. What To Expect During a


Physical Exam.

Johns Hopkins Medicine. Vital Signs (Body Temperature, Pulse Rate,


Respiration Rate, Blood Pressure).
(https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/vital-
signs-body-temperature-pulse-rate-respiration-rate-blood-pressure).

Medscape.NormalVitalSigns.(https://emedicine.medscape.com/article/
2172054-overview).1 November 2018.

Healthline.GettingaPhysicalExamination.(https://www.healthline.com/
health/getting-physical-examination). 2 Mei 2017.

What is "normal" blood pressure?. WebMD.


(https://www.webmd.com/hypertension-high-blood-pressure/qa/what-is-
normal-blood-pressure )

 Medical Record, Download 10 Maret 2016. Link :


http://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-anamnesa-
pemeriksaan-fisik-pemeriksaan-penunjang-diagnosis-prognosis-terapi-
tindakan-medis.html

 Academi Edu, Download 10 Maret 2016. Link :


http://www.academia.edu/6511544/Fungsi_dan_Manfaat_Pemeriksaan_
Laboratorium

 Laboratorium Klinik Medical Pratama, Download 10 Maret 2016. Link :


https://www.facebook.com/labklin.medical.pratama/posts/1507734236
113572

 Betty B Septiari, Infeksi Nosokomial, edisi cetakan 1. Nuha Media 2012

https://www.alodokter.com/kenali-9-jenis-pemeriksaan-
penunjang-yang-umum-dilakukan

 https://pdfcoffee.com/makalah-pemeriksaan-penunjang-pdf-free.html
Fauzia, N., Ansyori, A., & Hariyanto,T. (2014). Kepatuhan Standar Prosedur
Operasional Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 95-98

Murwani dan Herlambang. 2012. Cara Mudah Memahami Manajemen


Kesehatan Rumah Sakit. Yogyakara:Gosyen Publishing.
Saryono dan Anggriyana T. Catatan Kuliah: Kebutuhan Ddasar Manusia
(KDM) Yogyakarta: Nuha Medika, 2011.
Heni dan Hera. H. Keperawatan Dasar II 2018. Cirebon- LovRinz
Publishing
Dr. Pancho K dkk. Pencegahan Pengendalian Infeksi 2021. Jakarta- UI
Publishing
Pelaksanaan Peningkatan Keselamatan Pasien Resiko Jatuh 2019: Nadila
Maha/181101098 cristinnadila09@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai