Anda di halaman 1dari 79

BUKU SAKU

“KETERAMPILAN DASAR KEPERAWATAN”

DOSEN PENGAMPU : Istianah, S.Kep.,Ners., M.Kep

NAMA : Raodiatun

NIM : 115STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah  SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah
sehingga tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat berarti. Tanpa
pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan tugas makalah
ini dengan baik.
Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Pengkajian data”,
yang disajikan berdasarkan referensi dari berbagai sumber.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Dasar
yang telah membimbing dan memberikan kesempatan kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing maupun teman-teman
ataupembaca agar makalah ini dapat lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan dan pengetahuan yang luas kepada pembaca, dan semoga
dengan adanya tugas ini Allah SWT senantiasa meridhainya dan akhirnya membawa
hikmah untuk semuanya.
Sekian dan terimakasih Wassalamualaikum wr.wb.

ii
DAFTAR ISI

Halaman sampul……………………………………………………...i

Kata pengantar…………………………………………….…………ii

Daftar isi……………………………………………………………..iii

BAB I PEMBAHASAN……………………………………………..2

1.1 pengkajian dan


anamnesa………………………………………………….2
1.2 pemeriksaan
fisik……………………………………………………….2
1.3 pemeriksaan tanda-tanda
vital……………………………………………………….2
1.4 pemeriksaan diagnose/penunjang( laboratirium dll) dan linai lab
lengkap…………………………………………………..2
1.5 pengendalian infeksi dan patient
safety…………………………………….........................2
BAB II PENUTUP………………………………………………….3

2.1 Kesimpulan………………………………………………………3

DAFTAR PUTSAKA………………………………………………..3

iii

BAB II
PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN PENGKAJIAN
1.1 Pengertian Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien ( Iyer et al.,1996).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien)

Jenis-jenis Anamnesa

Ada dua jenis anamnesa yang umum dilakukan, yaitu :

1. Autoanamnesis, yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap


pasiennya.
2. Alloananmnesis atau Heteroanamnesis, yaitu anamnesis yang mendapatkan
informasi dari orang lain.
2.2. Data Dasar dan Data Fokus

Pengkajian data dasar pada proses keperawatan merupakan kegiatan yang


komprehensif dan menghasilkan kumpulan data mengenai status kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan perawat terhadap
dirinya sendiri, serta hasil konsultasi medis (trapis) atau profesi kesehatan
lainnya (Tailor, Lillis dan Lemone,1996).

Data focus keperawatan merupakan data tentang perubahan atau respons klien
kesehatan dan masalah kesehatannya serta mencakup data-data yang
berhubungan dengan keperawatan yang akan dilakukan pada klien.

2.3. Fokus Pengkajian Keperawatan

Pengkajian focus keperawatan merupakan pemilihan data spesifik yang ditentukan


oleh perawat, klien, dan keluarga berdasarkan keadaan klien. Penyususan
pengkajian keperawatan tidak sama dengan pengkajian medis, meskipun kadang-
kadang hasil pengkajian keperawatan dapt mendukung identifikasi diagnosis
medis. Sebagai contoh, kemampuan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
sehingga pengkajiannya adalah pada respons klien yang saat ini terjadi maupun
beresiko akan terjadi terhadap masalah-masalah aktivitas hariannya.
2.4. Pengumpulan Data

1. Tipe Data

Tipe data pada pengkajian keperawatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
subjektif dan data objektif.

a. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dariklien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian.Data tersebut tidak dapat di tentukan
oleh [perawat secatra independen tetapi melalui suatu interaksi atau
komunikasi.Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk
persepsi klien, perasaan dan ide tentang status kesehatannya. Data yang
diperoleh dari sumber lainnya, seperti dari keluarga, konsultan dan profesi
kesehatan lainnya juga dapat dikategorikan sebagai data sbjektif jika
didasarkan pada pendapat klien ( Iyer et al. 1996)
b. Data objektif
Data objektif adalah data yang dapat di observasi dan diukur oleh perawat
( Ieyer et al 1996). Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat (Senses)
selama melakukan pemeriksaan fisik 2S ( Sight, smell), dan HT (Hearing,
Touch/Taste). Yang termasuk data objektif adalah frekuensi pernapasan,
tekanan darah, adanya edema dan berat badan.
Fokus pengumpulan data meliputi :
1. Riwayat status kesehatan sebelumnya dan saat ini
2. Pola koping yang pernah digunakan dan yang saat ini digunakan
3. Fungsi status sebelumnya dan saat ini
4. Respon terhadap terapi medis dan intervensi keperawatan
5. Resiko untuk masalah potensial
6. Hal-hal yang dapat menjadi dorongan atau kekuatan bagi klien
2. Karesteristik Data

Data yang dikumpulkan untuk menunjang diagnosis keperawatan harus


mempunyai karakteristis yang lengkap, akurat, dan relefan
a. Lengkap
Seluruh data sangat diperlukan untuk mengidentifikasikan masalah
keperawatan klien. Oleh karena itu, data yang terkumpul harus lengkap
agar dapat membantu perawat untuk mengatasi masalah klien
b. Akurat dan Nyata
Pada proses pengumpulan data perawat mungkin saja melakukan
kesalahan dalam menafsirkan data. Untuk mencegah hal itu terjadi,
perawat harus berfikir akurat (tepat) dan menampilkan data-data yang
nyata untuk membuktikan kebenaran data dari apa yang telah didengar,
dilihat, diamati, dan diukur serta memfalidasi semua data yang
meragukan.
c. Relevan
Pendokumentasian data yang komprehensif harus mengumpulkan banyak
data sehingga akan mengambil waktu yang diperlukan perawat untuk
mengidentifikasi data-data tersebut. Kondisi ini dapat diantisispasi
dengan melakukan pendokumentasian data fokus yang relevan dan sesuai
dengan masalah klien pada situasi khusus sehingga akan didapatkan data
yang komferhensif namun cukup singkat dan jelas.
3. Sumber Data

Data-data yang dikumpulkan dapat diperoleh tidak hanya dari klien tetapi dari
orang terdekat (keluarga) klien, catatan klien, riwayat penyakit terdahulu,
konsultasi dengan trapis, hasil pemeriksaan diagnostik, catatan medis, dan

sumber kepustakaan. Penjelasan dari sumber-sumber data tersebut adalah


sebagai berikut :

a. Klien
Klien adalah sumber data yang utama (primer) dan perawat dapat
menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien.
Jika klien mengetahui bahwa informasi yang disampaikannya akan
membantu memecahkan masalahnya sendiri maka klien akan dengan
mudah memberikan informasi kepada perawat. Perawat harus mampu
mengidentifikasi masalah ataupun kesulitan-kesulitan klien agar dapat
memperoleh data yang benar dan lancar.

b. Orang terdekat
Pada klien yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi ataupun
kesadaran yang menurun data dapat diperoleh dari orang tua, suami/istri,
anak, atau teman klien.Pada klien yang masih anak-anak, data dapat
diperoleh dari ibu atau orang yang menjaga anak selama dirumah sakit.
c. Catatan Klien
Catatan klien ditulis oleh anggota tim kesehatan dan dapat dipergunakan
sebagai sumber data dalam riwayat keperawatan. Untuk menghindari
pengulangan yang tidak perlu maka sebelum mengadakan interaksi
kepada klien, perawat hendaknya membaca catatan klien terlebih dahulu.
Hal ini membantu perawat untuk fokus dalam mengkaji data dan
memperluas data yang akan diperoleh dari klien
d. Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik (physical examination) dan catatan perkembangan
merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis.Data yang
diperoleh merupakan data fokus pada identifikasi patologis yang
bertujuan untuk menetukan rencana intervensi medis.
e. Konsultasi
Kadang-kadang terapis memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan
spesialis, khususnya dalam mentukan diagnosis medis atau dalam
merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat
diambil guna membantu menegakkan diagnosis medis.
f. Hasil Pemeriksaan Diagnostik
Hasil pemeriksaan laboraturium dan tes diagnostik dapat digunakan
perawat sebagai data objektif yang disesuikan dengan masalah kesehatan
klien.Hasil pemeriksaan diagnostik dapat membantu terapis untuk
mentapkan diagnosis medis dan membantu perawat untuk mengevaluasi
keberhasilan asuhan keperawatan.
g. Catatan Medis dan Anggota Tim Kesehatan Lainnya
Anggota timkesehatan lain juga merupakan personel yang berhubungan
dengan klien. Mereka memberikan intervensi, mengevaluasi dan
mendokumentasikan hasilnya pada status klien sesuai dengan spesialisnya
masing-masing.Catatan kesehatan yang terdahulu dapat dipergunakan
sebagai sumber data yang mendukung rencana asuhan keperawatan.
h. Perawat Lain
Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lain, maka perawat
harus meminta data-data klien sebelumnya kepada perawat yang dulu
merawatnya. Hal ini dimaksudkan untuk kesinambungan dari asuhan
keperawatan yang telah diberikan.
i. Kepustakaan
Untuk memperoleh data hasil klien yang komprehensif, perawat dapat
membaca literature yang berhubungan dengan masalah klien.Membaca
literature sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan yang benar dan tepat.

2.5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada tahap pengkajian dapat dilakukan dengan menggunkan


tiga metode, yaitu komunikasi, observasi dan pemeriksaan fisik.Metode tersebut
sangat bermanfaat bagi perawat dalam melakukan pendekatan kepada klien pada
tahap pengumpulan data, perumusan diagnosis keperawatan, dan perencanaan
secara rasional dan sistematik. Penjelasan mengenai metode-metode tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi

Interaksi perawat dengan klien harus berdasarkan komunikasi.Komunikasi


yang dilakukan perawat dengan kliennya merupakan komunikasi
terapeutik.Komunikasi terapiutik merupakan suatu teknik yang mengajak klien
dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan.Teknik tersebut mencakup
keterampilan secara verbal maupun nonverbal, empati, danrasa kepedulian
yang tinggi.Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka dan tertutup menggali
jawaban, dan memvalidasi respons klien.Teknik nonverbal meliputi
mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan, dan kontak mata. Mendengarkan
secara aktif merupakan suatu hal yang penting dalam pengumpulan data terapi
juga merupakan sesuatu yang cukup sulit untuk dipelajari.unsur-unsur yang
penting dalam mendengarkan secara aktif meliputi :

1. Memerhatikan pesan yang disampaikan dan menghubungkannya dengan


yang sedang dipikirkan
2. Mengurangi hambatan-hambatan yang terjadi
3. Mengatur posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak yang sesuai, cara
duduk, dan lain-lain
4. Menghindarkan terjadinya interpensi
5. Menyimak setiap perkataan klien dengan penuh rasa empati
6. Memberikan kesempatan kepada klien untuk istirahat

Wawancara merupakan suatu metode komunikasi yang direncanakan dan


meliputi Tanya jawab antara perawat dengan klien yang berhubungan dengan
masalah kesehatan klien.Untuk itu kemampuan komunikasi sangat dibutuhkan
oleh perawat agar dapat memperoleh data yang diperlukan.
Tujuan wawancara pada pengkajian keperawatan adalah :
1. Mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan
merencanakan asuhan keperawatan
2. Meningkatkan hubungan perawat-klien dengan adanya komunikasi
3. Membantu klien untuk memperoleh informasi akan kesehatannya dan ikut
berpatisipasi dalam identifikasi masalah dan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan
4. Membantu perawat untuk menetukan pengkajian lebih lanjut (Iyer et
al.,1996)
Komunikasi dalam keperawatan merupakan suatu proses yang kompleks dan
memerlukan kemampuan (skill) berkomunikasi dan berinteraksi. Hal ini
berbeda dengan wawancara yang dilakukan profesi kesehatan lain, dimana
komunikasi keperawatan difokuskan pada identifikasi respons klien yang dapat
diatasi melalui asuhan keperawatan.
Komunikasi dalam keperawatan digunakan untuk memperoleh riwayat
keperawatan.Riwayat keperawatan merupakan data yang khusus dan harus
didokumentasikan, sehingga rencana asuhan keperawatan dapat dibuat sesuai
dengan kebutuhan klien. Riwayat keperawatan sebaiknya sudah diperoleh
ketika klien baru masuk rumah sakit karena riwayat tersebut akan memudahkan
perawat untuk mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan klien,
meminimalkan resiko terjadinya gangguan fungsi kesehatan, dan mengatasi
masalah-masalah keperawatan yang aktual maupun potensial (Gordon,1982)

2. Tahapan Komunikasi

Komunikasi dalam keperawatan yang dilakukan dengan wawancara untuk


memperoleh data harus terdiri dari empat tahapan, sebagai berikut :
a. Persiapan
Sebelum berkomunikasi dengan klien, perawat harus melakukan persiapan
salah satunya dengan membaca status (rekam medis) klien. Perawat
diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk terhadap klien karena akan
mengganggu hubungan saling percaya yang terjalin antara perawat dank
lien. Jika klien belum untuk berkomunikasi, maka perawat tidak boleh
memaksa dan harus menunggu sampai klien siap untuk bn erkomunikasi.
Hal ini penting dilakukan karena klien mempunyai hak dan wewenang
untuk dirawat atau tidak (Stunton dan Whyburn, 1993)
b. Perkenalan (pembukaan)
Pada tahap ini, mulai terjalin hubungan yang terapeutik antara perawat
dengan klien. Perawat professional dengan perilaku yang baik akan
membantu terciptanya lingkungan yang nyaman. Hal yang sangat penting
dalam proses perkenalan (pembukaan) adalah pendekatan yang dilakukan
oleh perawat, yaitu dengan memberikan penghargaan yang positif terhadap
klien. Langkah pertama pada tahap perkenalan adalah memperkenalkan diri
(nama dan peran), memberitahu tujuan wawancara dan factor-faktor yang
menjadi pokok pembicaraan, serta waktun yang akan diperlukan
c. Kerja (isi)
Pada tahap ini, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah
kesehatan yang ingin dikaji.Data yang diperoleh didapatkan dari keluhan-
keluhan dan sekaligus data mengenai riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
keluarga, agama, dan budaya.wawancara dapat dilakukan dimana saja
seperti di rumah sakit, klinik, dan atau di rumah klien pada saat melakukan
perawatan di rumah ( nursing home).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi adalah sebagai
berikut :
1. Memfokuskan wawancara pada klien. Perawat harus menunjukkan rasa
ingin tahu dan rasa ingin terlibat dengan memanggil nama
klien,melakukan kontak mata, dan menghindari perdebatan dengan
klien.
2. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan menggunakan tektik
komunikasi refleksi dan penjelasan agar klien dapat mengerti dan
memahami apa yang disampaikan oleh perawat.
3. Menanyakan masalah yang paling dirasakan klien dengan
menggunakan kata yang mudah dimengerti oleh klien. Jika klien tidak
mampu untuk terus berkomunikasim perawat dapat mengakhiri
wawancara dan membuat kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya.
4. Menggunakan pertanyaan tertutup (closed-ended questions) untuk
memperoleh data yang spesifik dan menggunakan pertanyaan terbuka
(open-ended questions) untuk memperoleh data yang memerlukan
penjelasan atau uraian dari klien. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat
bermanfaat dalam memvalidasi atau mengklarifikasi data yang kurang
jelas.
5. Menggunakan teknik komunikasi diam jika diperlukan. Teknik ini
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya tanpa harus terpotong oleh pertanyaan perawat yang terus-
menerus.
6. Menggunakan teknik komunikasi sentuhan. Teknik ini diperlukan jika
situasi dan kondisi memungkinkan serta bertujuan memberikan
dorongan spiritual, merasa diperhatikan, dan mempunyai teman. Teknik
ini dapat dilakukan pada klien dengan masalah depresi yang berat dan
memerlukan rasa “tidak ditinggalkan”. Akan tetapi penggunaan teknik
tersebut harus hati-hati dan selalu memerhatikan norma, budaya dan
agama dari klien.
d. Terminasi
Tahap akhir dari wawancara adalah terminasi (penutupan). Pada tahap ini
perawat memberitahukan klien bahwa wawancara akan segera berakhir.
Oleh karena itu, klien harus diberitahukan sejak tahap perkenalan tentang
tujuan dan waktu yang diperlukan untuk wawancara sehingga diharapkan
pada tahap terminasi ini perawat dank lien mampu menilai keberhasilan
dan dapat mengambil kesimpulan bersama jika diperlukan, perawat perlu
membuat kontrak waktu lagi untuk pertemuan selanjutnya.

3. Observasi

Metode pengumpulan data yang kedua adalah observasi.Observasi merupakan


kegiatan mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data
tentang masalah kesehatan klien.Observasi memerlukan keterampilan disiplin
dan praktik klinik sebagai bagian dari tugas perawat. Kegiatan observasi
meliputi 2S-HFT yaitu :
1. Shight : kelainan fisik, perdarahan, terbakar, menangis, dan seterusnya
2. Smell : alcohol, darah, feses, obat-obatan, urine, dan seterusnya
3. Hearing : tekanan darah, batuk, menangis, ekspresi nyeri, denyut, dan ritme
jantung
4. Felling : perasaan yang dirasakan oleh klien
5. Taste : hal yang dirasakan oleh indra pengecapan
PEMERIKSAAN FISIK

A. Pengertian pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai
ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif
tentang klien dan memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis.
keakuratanpemeriksaanfisikmempengaruhipemilihanterapiyangditerimakliendanp
enetuanresponterhadapterapitersebut.(PotterdanPerry, 2005).
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secarakeseluruhan
atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang
sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat
bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010).
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:

1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan,
pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu
pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk.
Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system
tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop,
otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010).
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan
hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan
meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan
Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan
dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur,
keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi,
pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi,
dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) 
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh
tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan
menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan
konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)

4. Auskultasi
 Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh
bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) 
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan
suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising
usus.(Dewi Sartika, 2010)
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di
perhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker,
dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
b. Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi
pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privacy klien
1.      Komunikasi (penjelasan prosedur)
2.      Privacy dan kenyamanan klien
3.      Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal
ke abN)
4.      Berada di sisi kanan klien
5.      Efisiensi
6.      Dokumentasi

2.2.  Tujuan Pemeriksaan Fisik


Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam
riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.

Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan
di jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.

2.3.   Manfaat Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun
bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3.  Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

2.4.   Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:
1. klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

2.5.    Prosedur pemeriksaan fisik


          Persiapan
a. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer,
Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika
perlu), tissue, buku catatan perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang
akan di periksa.
b. Lingkungan
  Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan.
Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien.
c. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

A)    Prosedur Pemeriksaan


1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang
handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.

Posisi klien : duduk/berbaring


Cara : inspeksi
1. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh,
Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
2. Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda
cemas/takut)
3. Jenis kelamin
4. Usia dan Gender
5. Tahapan perkembangan
6. TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
7. Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
8. Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
9. Postur dan cara berjalan
10. Bentuk dan ukuran tubuh
11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

B)    Pengukuran tanda vital (Dibahas kelompok 2 lebih dalam)


Posisi klien : duduk/ berbaring

1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)


2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3. Nadi

a)     Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: <6


span="">
b)     Keteraturan= Normal : teratur
c)     Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+: Denyutan   
         mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
4.      Pernafasan
a)     Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 bradipnea="" span="">
b)     Keteraturan= Normal : teratur
c)      Kedalaman: dalam/dangkal
d)     Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada
        Setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang
        didapat.

C)    Pemeriksaan kulit dan kuku


Tujuan
      1)    Mengetahui kondisi kulit dan kuku
      2)    Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan
hidrasi.
Persiapan
      1)     Posisi klien: duduk/ berbaring
      2)     Pencahayaan yang cukup/lampu
      3)      Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan

a. Pemeriksaan kulit\
·         Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
·         Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan  
edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
b.    Pemeriksaan kuku
·         Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak
ikterik/sianosis.
·         Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
c.    Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
  Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat  
  berhadapan dengan klien

D)    Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
1.   Pemeriksaan kepala
Tujuan
      a)     Mengetahui bentuk dan fungsi kepala 
      b)     Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala 
Persiapan alat
     a)     Lampu
     b)     Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)

Prosedur Pelaksanaan
·         Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak,
kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan
gizi(rambut jagung dan kering)
·         Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
·         Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.

2.  Pemeriksaan wajah
·         Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain,  tidak pucat/ikterik, simetris.
·         Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
·         Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

3.  Pemeriksaan mata
Tujuan
     a)     Mengetahui bentuk dan fungsi mata
     b)     Mengetahui adanya kelainan pada mata.
Persiapan alat
    a)     Senter Kecil
    b)     Surat kabar atau majalah
    c)      Kartu Snellen
    d)     Penutup Mata
    e)     Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
·         Inspeksi:  bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan,
bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa
kontak, dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan
sclera berwarna putih.
Tes Ketajaman Penglihatan
            Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam
penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut
dibagi dua yaitu:
1).  Visus sentralis.
 Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a. Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda
yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna,
dkk, hal 21).
b. Virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda
benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus
akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
2).  Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan
perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap
sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari
samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik
huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil
pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal
dan jika Visus <20 adalah="" anomaly="" bermacam="" dikatakan="" kelainan=""
kurang="" macam="" maka="" peglihatan="" pembiasan.="" penglihatanya=""
penurunan="" penyebab="" refraksi="" salah="" satunya="" seseorang="" span=""
tajam="">

Prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu:


 Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.
 Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.
 Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan
apa yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata
dengan tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu).
 Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu
Snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah.
 Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas.
Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6.
 Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien
diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur.
Nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60.
 Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk
melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai visus oculi
dextranya 1/300).
 Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien
diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus
oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus
oculi dextranya nol.
 Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang
sama.
 Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y”
artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang
normal dapat melihat sejauh y meter.

Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata


Pemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test /
Tes Tutup-Buka Mata
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria.
Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat
penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-
otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu cenderung
untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat.
Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang
atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan untuk
berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot -otot tersebut
berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, wal
hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.

Dasar pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata :


 Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup
salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter),
maka deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
 Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
 Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah
dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
EXOPHORIA.
 Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar 
kearah  (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
ESOPHORIA.
 Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah
bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPERPHORIA.
 Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari  bawah (inferior) kearah
atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPORPHORIA.

Alat/sarana yang dipakai:

 Titik/lampu untuk fiksasi


 Jarak pemeriksaan :
o Jauh   : 20 feet (6 Meter)
o Dekat : 14 Inch (35 Cm)
 Penutup/Occluder

Prosedur  Pemeriksaan :
1. Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek
jauh kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
2. Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian  rupa, sehingga
apabila terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan
jelas atau di deteksi dengan jelas.
3. Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
4. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah
dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
EXOPHORIA. Exophoria dinyatakan dengan inisial  = X  (gambar D)
5. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar 
kearah  (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
ESOPHORIA. Esophoria dinyatakan dengan inisial = E (gambar C)
6. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah
bawah (inferior))  pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial  = X  (gambar E)
7. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah
atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPOPHORIA. Hypophoria dinyatakan dengan inisial  = X  (gambar F)
8. Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat
mengenali adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk itu
metode ini sering kita ikuti dengan metode tutup mata bergantian (Alternating
Cover Test).

Setelah diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
4. Pemeriksaan telinga
Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi
pendengaran.
Persiapan Alat
    a)     Arloji berjarum detik
    b)     Garpu tala
    c)     Speculum telinga
    d)     Lampu kepala
Prosedur Pelaksanaan
·          Inspeksi  : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna,
liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar..
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan
kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
·         Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan  tragus
Normal: tidak ada nyeri tekan.
setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala
a.       Pemeriksaan Rinne
1. Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari
tangan yang berlawanan.
2.      Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
3. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran
lagi.
4. Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2
cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
5.     Instruksikan  klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau
tidak.
6.      Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.

b.      Pemeriksaan Webber


1.      Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang
berlawanan.
2.      Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien .
3.      Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau
lebih jelas pada salah satu telinga.
4.      Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut

5.        Pemeriksan hidung dan sinus


Tujuan
    a)     Mengetahui bentuk dan fungsi hidung
    b)     Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi
Persiapan Alat
    a)     Spekulum hidung
    b)     Senter kecil
    c)      Lampu penerang
    d)     Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur Pelaksanaan
·         Inspeksi  : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung
( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada
sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
·         Palpasi  dan Perkusi frontalis dan, maksilaris  (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

6.        Pemeriksaan mulut dan bibir


Tujuan
Mengetahui bentuk kelainan mulut
Persiapan Alat
    a)     Senter kecil
     b)     Sudip lidah
     c)     Sarung tangan bersih
     d)     Kasa
Prosedur Pelaksanaan
·     Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,
lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis
Inspeksi dan palpasi strukur dalam  : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu,
perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
·    Normal:gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak
ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak
ada tanda infeksi.
 Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah
di rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh
pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya
gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas
tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi tetap.
           Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan
berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah 8
buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12 buah
(6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah (8
dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10
dirahang atas dan 10 dirahang bawah)
Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.
7.        Pemeriksaan leher
Tujuan
    a)     Menentukan struktur integritas leher
    b)     Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
    c)      Memeriksa system limfatik
Persiapan Alat
    Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
·         Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada
pembesaran kelenjer gondok.
·         Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi
Normal:arteri karotis terdengar.
·         Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi,
nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri,
pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba)
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada  pembesaran
kel.limfe, tidak ada nyeri.
·         Auskultasi : bising pembuluh darah.
Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

8.        Pemeriksaan dada( dada dan punggung)


Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring
Cara/prosedur:

A)    System pernafasan


Tujuan :
     a)     Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
     b)     Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
     c)      Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus
Persiapan alat
    a)     Stetoskop
    b)     Penggaris centimeter
    c)      Pensil penada
Prosedur pelaksanaan
·         Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur  dada, gerakan nafas (frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya  pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit,
lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
·         Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress
pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema
·         Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka
“tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak
tangan pada punggung pasien.)
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan,
ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
·         Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu
sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian
udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian
padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----
hilang>>redup.
·         Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan
stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

B)    System kardiovaskuler


Tujuan
     a)     Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
     b)     Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
     c)      Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
     d)     Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat
    a)     Stetoskop
    b)     Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
·         Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis
·         Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
·         Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah
dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna,
pada RIC 4,5,dan 8.
·         Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari
stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
·         Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada
bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil  pemeriksaan
yang didapat tersebut.

9   Dada dan aksila


Tujuan
     a)     Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara
     b)     Mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan alat
     a)     Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)
Prosedur pelaksanaan

 Inspeksi payudara: Integritas kulit


 Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran
vena
 Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.

Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

10    Pemeriksaan Abdomen (Perut)


Posisi klien: Berbaring
Tujuan
    a)     Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
    b)     Mendengarkan suara peristaltic usus
    c)     Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam
perut.
Persiapan
    a)     Posisi klien: Berbaring
    b)     Stetoskop
    c)      Penggaris kecil
    d)     Pensil gambar
    e)     Bntal kecil
    f)      Pita pengukur

Prosedur pelaksanaan
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi,
tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus,  dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat
ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.

 Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma


dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a.
illiaka (bagian bell).

Normal:  suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri


renalis, arteri iliaka dan aorta.

 Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum
jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
 Perkusi hepar: Batas
 Perkusi Limfa: ukuran dan batas
 Perkusi ginjal: nyeri
 Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak
cairan =hipertimpani
 Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa,
karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara
perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
 Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan
 Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

11  Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)


Tujuan :

1. Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian


2. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-
bagian tertentu.

Alat :

1. Meteran
Posisi klien: Berdiri. duduk

 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM,


kekuatan dan tonus otot.
 Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
 Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .

Normal: teraba jelas


Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

12  Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak
      kaki)

 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit,


posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot

Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh

 Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan

Normal: teraba jelas

 Tes reflex :tendon patella dan archilles.

Normal: reflex patella dan archiles positif

 Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

13 Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)


Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy
Tujuan:

1. Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.


2. Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema,
tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
3. Melakukan perawatan genetalia
4. Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.
Alat :

1. Lampu yang dapat diatur pencahayaannya


2. Sarung tangan

Pemeriksaan rectum
Tujuan :

1. Mengetahui kondisi anus dan rectum


2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
3. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
4. Memeriksa kangker rectal dll

Alat :

1. Sarung tangan sekali pakai


2. Zat  pelumas
3. Penetangan untuk pemeriksaan

Prosedur Pelaksanaan

1. Wanita:

·         Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema,
pengeluaran.
·         Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan
tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)
·         Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
·         Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan,  massa
·         Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani
pengeluaran dan perdarahan.
·         Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema /  hemoroid/ polip/ tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
·         Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
2.      Pria:
·         Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
·         Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada
pengeluaran pus atau darah
·         Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes
dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
·         Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani,
pengeluaran dan perdarahan.
·         Normal:  tidak ada nyeri , tidak terdapat edema /  hemoroid/ polip/ tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
·         Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.
2.6.  Evaluasi
            Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan
dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik
meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan
fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk
mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.
            Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui
pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan
yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian
fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

2.7.   Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan
atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus  yang
mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil  sebelum
membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali
informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan
ke dalam rencana asuhan.
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan
langkah-langkah proses keperawatan.
Format SOAPIE, terdiri dari:

1. Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien


2. Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi oleh perawat.
3. Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang
kemajuan atau kemunduran klien
4. Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
5. Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan
berdasarkan rencana
6. Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di
implementasikan.

PEMERISAAN TANDA-TANDA VITAL

A. Pengertian TTV (Tanda-Tanda Vital)


Tanda vitalmerupakan cara cepat untuk memonitor kondisi klien,
mengenali masalah, dan mengevaluasi, respons klienterhadap intervensi. Tanda-
tanda vital atau tanda-tanda dasar meliputi suhu, denyut nadi, pernapasan, dan
tekanan darah. Pemeriksaan tersebut merupakan indikator dari status kesehatan,
pemeriksaan ini menunjukkan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural dan
endokrin tub)uh. Karena sangat penting, maka disebut dengan tanda-tanda
vital(Potter,perry 2005).
B. Pengukuran Tanda-tanda Vital
1. Suhu Tubuh
Suhu merupakan proses produksi panas dalam tubuh yang dipengaruhi
oleh pusat pengatur suhu di otak atau thermoregulasi, yaitu
hypothalamus.Pemeriksaan suhu dapat dilakukan di mulut (oral), aksila atau
rektal, dan ditunggu selama 3–5 menit. Pemeriksaan suhu dilakukan
denganmenggunakan termometer baik dengan glass thermometer atau
electronic thermometer. Bila menggunakan glass thermometer, sebelum
digunakan air raksa pada termometer harus dibuat sampai menunjuk angka
35 derajat celcius atau di bawahnya (Potter, Perry 2005).

Ada dua jenis suhu tubuh: suhu inti dan suhu permukaan. Suhu inti
merupakan suhu jaringan tubuh baian dalam, seperti rongga abdomen dan
rongga pelvis. Suhu inti relative konstan. Suhu permukaanmerupakan suhu
pada kulit, jaringan subkutan, dan lemak. Suhu permukaan akan meningkat
atau menurun sebagai respons terhadap lingkungan.

Suhu normal berkisar antara 36,5°C – 37,5°C. Lokasi pengukuran suhu


adalah oral (dibawah lidah), aksila, dan rektal. Pada pemeriksaan suhu per
rektal tingkat kesalahan lebih kecil daripada oral atau aksila. Peninggian
semua terjadi setelah 15 menit, saat beraktivitas, merokok, dan minum
minuman hangat, sedangkan pembacaan semu rendah terjadi bila pasien
bernafas melalui mulut dan minum minuman dingin.

a. Sejumlah factor berpengaruh terhadap produksi panas tubuh. Lima factor


terpenting antara lain :
1) Laju metabolism basal (BMR) merupakan penggunaan energy yang
digunakan tubuh untuk mempertahankan aktivitas penting seperti
bernapas, akan meningkat seiring dengn peningkatan usia. Semakin
muda usia individu,semakin tinggi BMR-nya (Marieb, 1998, hal.
952).
2) Aktivitas otot, termasuk menggigil, akan meningkatkan laju
metabolisme
3) Sekresi tiroksin, peningkatan sekresi tiroksin akan meningkatkan laju
metabolism sel di seluruh tubuh. Efek ini biasanya disebut sebagai
termogenesis kimiawi, yaitu stimulasi untuk menghasilkan panas di
seluruh tubuh melalui metabolism seluler
4) Stimulasi epinefrin, norepinefrin, dan simpatis. Hormone ini segera
bekerja meningkatkan laju metabolism seluler di banyak jaringan
tubuh.
5) Demam dapat meningkatkan laju metabolisme dan kemudian akn
meningkatkan suhu tubuh
b. Factor yang memengaruhi suhu tubuh
1) Usia
Bayi sangat di pengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus dilindungi
dari perubahan suhu yang sangat ekstrem. Seorang bayi baru lahir
dapat kehilangan 30% panas tubuh melalui kepala sehingga ia harus
menggunakan tutup kepala untuk mencegah kehhilangan panas suhu
tubuh bayi baru lahir berkisar antara 35,5 – 37,5. Suhu ntubuh anak
akan terus bervariasi dibandingkan suhu orang dewasa hingga
menginjak pubertas atau masa remaja. Sebagian lansia terutama
mereka yang berusia diatas 75 tahun, beresiko mengalami hipotermia
(suhu tubuh dibawah 36oC) karena berbagai alas an, sepertidiett
makanan yang tidak adekuat, kehhilangan lemak subkutan,
kurangnya aktivitasdan penurunan efisiensi pengaturan suhu. Lansia
juga sangat sensitive terhadap suhu lingkungan yang ekstrem karena
penurunan control termoregulator.
2) Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dan pemecahan
karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan
metabolisme dan produksi panas. Olahraga berat yang lama, seperti
lari jarak jauh dapat meningkatan suhu tubuh 41oC.
3) Kadar hormone
Wanita biasanya mengalamifluktuasi hormone lebih sering dari pada
pria. Pada wanita, sekresi progesterone pada saat ovulasi akan
meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6oC di atas suhu basal
(Ladewig, London, & Olds, 1998)
Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat menopause,
mereka biasanya mengalami periode panas tubuh yang intens dan
berkeringat banyak dapat terjadi 30 detik sampai 5 menit.
4) Irama sikardian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1oC selama periode 24
jam. Suhu terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada
siang hari, suhu tubuh meningkat dan mmencapai maksimum pada
pukul 6 sore, lalu menurun kemballi sampai pagi hari. Pola suhu ini
tidak mengalami perubahan pada individu yang bekerja di malam
hari dan tidur di siang hari. Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu untuk
terjadinya pembalikan siklus. Secara umum irama suhu sikarian tidak
berubah seiring usia.
5) Stres
Stress fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui
stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan
metabolism, yang akan meningkatkan produksi panas. Klien yang
gelisah akan memiliki suhu normal yang lebih tinggi
6) Lingkungan
Lingkungan memengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme
kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti
suhu lingkungan. Suhu lingkungan lebuh berpengaruh terhadap anak-
anak dan dewasa tua karena mekaisme regulasi suhu mereka kurang
efisien
c. Perubahan suhu tubuh
Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan memengaruhi titik
pengaturan hipotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan produksi
panas berlebihan, kehilangan panas berlebiha, produksi panas minimal,
kehilangan panas minimak, atau kombinasi hal diatas. Sifat perubahan
akan emengaruhi jenis masalah klinis yang dialami klien
1) Pireksia
Pireksia, hipertermia atau demam, terjadi karena ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas
yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Demam
terjadi akibat perubahan titik pengetahuan hipotalamus. Pirogen,
seperti bakteri atau virus meningkatkan suhu tubuh. Pirogen
bertindak sebagai antigen yang memicu respons system imun.
2) Hipotermia
Adalah nilai suhu inti yang berada di bawah nilai normal. Hipotermia
dapat terjadi secara alamiah atau disengaja. Hipotermia yang
disengaja dapat dilihat selama prosedur operasi untuk menurunkan
kebutuhan metabolism dan oksigen. Hipotermia yang tidak di sengaja
(alamiah) biasanya terjadi secara perlahan dan tidak terlihat selama
beberapa jam. Saat suhu tubuh turun ke 35 oC, klien mengalami
menggigil, kehilangan ingatan, depresi dan gangguanakal. Jika suhu
tubuh turun di bawah 34,4oC, terjadi penurunan denyut jantung,
frekuensi nafas dan tekanan darah. Jika hipotermia terus berlanjut,
klien akan mengalami disritmiajantung, kehilangan kesadaran, dan
tidak responsive terhadap nyeri.
d. Mengkaji suhu tubuh
Empat lokasi yang baisa digunakan untuk mengukur suhu tubuh adalah
oral, rectum, aksila, dan membrane timpani. Setiap lokasi tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
1) Oral
Suhu tubuh biasanya diukur secara oral. Metode ini menggambarkan
perubahan suhu tubuh yang lebih cepat daripada metode rectal.
Apabila klien baru saja mengonsumsi makanan atau cairan yang
panas atau dingin, perawat harus menunggu selama 30 menit sebelum
mengukur suhu secara oral .
2) Rectal
Pengukuran suhu tubuh secara rectal terbukti sangat akurat. Pada
beberapalembaga, pengukuransuhu secara rectal dikontraindikasikan
untuk klien yang menderita infark miokard. Beberapa orang
meyakini bahwa ketia memasukan thermometer kedalam rectum
akan terjadi stimulasi pagal, yang pada khirnya dapat menyebabkan
kerusakan miokardim
3) Aksila
Aksila biasanya merupakan lokasi yang sering digunakan untuk
mengukur suhu tubu pada bayi baru lahir, sebab lokasinya mudah di
jangkau dan tidak berpeluang menimbulkan perporasi rectum.
Beberapa penilitian menunjukan bahwa metode pengukuran suhu
lewat aksila tidak memberikan hasil yang akurat dalam mengkaji
demam (Bimdler, Ball dan 2003).
4) Membrane timpani
Membrane timpani, atau jaringan di sekitar saluran telinga,
merupakan lokasi lain untuk pengukuran suhu inti tubuh. Seperti
halnya area oral sublingual, membrane timpani memiliki suplay
aliran darah yang sangat banyak, terutama dari cabang arteri karotis.
Karena sensor suhu yang ditempelkan suhu ke membrane timpani
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan beresiko menimbulkan
cidera perforasi membran, saat ini digunakan thermometer
imframerah non-infasif.

e. Jenis termometer
Suhu tubuh di ukur dengan menggunakan termometer kaca berisi air
raksa. Akan tetapi, thermometer kaca dapat menjadi benda yang
berbahaya karna berisi air raksa yang sifatnya toksik bagi manusia, dan
retakan pada kaca dapat menyebabkan thermometer patah atau pecah.
Pada 1998, U.S.Environmental Protection Agency dan American
Hospital Associaation sepakat untuk menghapus air raksa dari
lingkungan layanan kesehatan. Pada beberapa kasus, plastic telah
menggantikan fungsi kaca dan zat kimiawi yang lebih aman telah
menggantikan fungsi air raksa pada termometer versi modern.
Adapun jenin-jenis termometer dapat di bagi menjadi beberapa:
1) Thermometer oral
Memiliki ujung yang panjang, pendek, ramping, atau bulat.
Thermometer yang ujungnya berbentuk bulat dapat digunakan pada
rectum maupun tempat-tempat lain. Pada beberapa lembaga ujung
thermometer biasanya di beri kode warna sebagai contoh,
thermometer warna merah digunakan untuk mengukur suhu rectal
dan thermometer biru digunakan untuk mengukur suhu oral dan
aksila.
2) Thermometer elektronik
Merupakan metode lain dalam pengkajian suhu tubuh. Alat tersebut
dapat memberikan hasil hanya dalam 2-60 detik saja, bergantung
pada model thermometer yang di gunakan. Alat tersebut terdiri atas
unit elektronik portable bertenaga batrei, sonde yang perawat
hubungkan ke unit thermometer, dan penutup sonde, yang biasanya
sekali pakai. Beberapa model memiliki sirkuit dan sonde yang
berbeda untuk setiap metode penngukuran.
3) Thermometer kimiawi sekali pakai
Thermometer kimiawi sekali pakai juga dapat digunakan untuk
mengukur suhu tubuh. Thermometer kimiawi menggunakan titik-titik
atau kotak-kotak yang berisi Kristal cair atau plester atau koyo
sensitive panas yang di tempelkan di dahi. Thermometer jenis ini
akan mengubah warna untuk menunjukan suhu. Sebagian
thermometer kimiawi hanya bisa digunakan satu kali, sedangkan
yang lainnya dapat di gunakan beberapa kali. Salah satu jenis
thermometer kimiawi yang memiliki titik-titik kecil.
4) Plester sensitif-suhu
juga dapat digunakan untuk memperoleh gambaran umum suhu
permukaan tubuh. Alat ini tidak mengindikasikan suhu inti tubuh.
Plester tersebut berisi cairan Kristal yang akan berubah warna sesuai
dengan suhu. Ketika alat ini di letakan pada kulit, biasanya di dahi
atau di abdomen, digit suhu pada plester tersebut akan berespons
dengan mengubah warna. Kulit harus dalam keadaan kering. Setelah
jangka waktu yang ditetapkan pabrikan (miss, 15 detik), akan muncul
warna pada plester tersebut. Metode ini terutama berguna dirumah
dan untuk bayi yang suhu tubuhnya perlu dipantau.
5) Thermometer inframerah
Thermometer inframerah tidak bersentuhan dengan membrane
timpani
f. Tabel suhu tubuh normal

U m u r Suhu (Derajat Celcius )

3 b u l a n 7 3 , 5
1 t a h u n 3 7 , 7
3 t a h u n 3 7 , 2
5 t a h u n 3 7 , 0
7 t a h u n 3 6 , 8
9 t a h u n 3 6 , 7
1 3 t a h u n 3 6 , 6

2. Nadi
Nadi merupkan gelombang darah yang di hasilkan oleh kontraksi
ventrikel kiri jantung. Umumnya, gelombang nadi mewkili volume sekuncup
dan sejumlah darah yang memasuki arteri pada setiap kontraksi ventrikel
yang memasuki arteri pada setiap kontrksi vertikel. Komplians arteri adalah
kemampuan arteri untuk mengeruh dan mengembang. Ketika arteri
kehilangan distensibilitas atau daya regannya, seperti yang terjadi pada
indivudu lansia, dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk memompa darah
kedalam arteri.
Cara curah jantung merupakan jumlah darah yang dipompakan jantung
kedalam arteri dan setara dengan volume sekuncup (SV) dikali denyut
jantung (HR) setiap menit. Sebagai contoh, 65 mL kali 70 denyut setiap
menit= 4,55 L setiap menit. Ketika individu dewasa sdang beristirahat,
jantung akan memompoakkan 5 liter darah setiap menitnya.
Nadi perifer adalah nadi yang letaknya jauh dari jantung, contohnya, nadi
yang terdapat dari pergelangan tangan, atau leher. Sebaliknya, nadi apikel
adalah nadi pusat yang berlokasi diakpes jantung.
a. Factor yang memengaruhi nadi
Frekuensi nadi digambarkan dalam denyut per menit (BPM). Frekuensi
nadi bervariasi berdasarkan sejumlah factor. Perawat harus
mempertibangkan setiap factor berikut ketika megkaji nadi klien:
1) Usia. Seiring peningkatan usia, frekuensi nadi akan turun secara
bertahap.
2) Jenis kelamin. Setelah pubertas, fekuensi nadi pria sedikit lebih
rendah darpada frekuensi nadi wanita.
3) Olahraga. Normalnya, frekuensi nadi akan meningkat dengan
aktivitas. Frekuensi nadi pada atlit professional kerap lebih rendah
daripada orang biasa karena ukuran, kekuatan, dan afisien jantung
mereka lebih besar.
4) Demam. Frekuensi nadi meningkat (a) dalam merespons penurunan
tekanan darah yang disebabkan oleh vasodilatisi perifer akibat
peningkatan suhu tubuh dan (b) karena peningkatan laju metaboisme.
5) Medikasi. Sebagai obat dapat menurunkan frekuensi nadi, dan
sebagian lain justru meningkatkanya sebagai contoh, kardiontnik
(miss., preparat digitalis)dapat menurunkan denyut jantung,
sedangkan epinefrin dapat meningkatkan denyut jantung.
6) Hipovolomia. Kehilangan darah dari system vascular normalnya akan
menigkatkan frekuensi nadi. Pada orang dewasa, kehilangan volume
darah yang beredar dalam tubuh akan memicu penyeesuaian denyut
jantung untuk menngkatkan tekanan darah karena tubuh sedang
mengompenasi volume darah yang hilang. Orang dewasa biasanya
mampu menoleransi kehilangan darah hingga 10% dari volume darah
yang normalnya beredar tanpa memiliki efek yang merugikan.
7) Stress. Dalam merespon stress stimulasi saraf simpatis akan
meningkatkan aktifitas jantung secara keseluruhan. Rasa takut dan
cemas serta persepsi nyeri yang hebat menstimulasi system araf
simpatis.
8) Perubahan posisi. Ketika seseorang duduk atau berdiri, darah
biasanya akan mengumpul di pembuluh darah dependen pada system
vena.
9) Patologi. Penyakit tertentu, seperti kondisi jantung atau beberapa
penyakit yang menganggu oksigenasi dapat mengubah frekuensi nadi
saat istirahat.
b. Lokasi nadi
1) Temporalis, tempat arteri temporalis melewati tulang temporal
kepala. Lokasinya berada pada sisir superiol (atas) dan lateral ( jauh
dari garis tengah) mata.
2) Karotis, ppada sisi leher tempat arteri karotis menjalar di antara di
trakea dan otot sternokleidomastoideus.
3) Apikal, pada apeks jantung. Pada orang dewasa, arteri ini terletak di
sisi kiri dada, sekitar 8 cm ke arah kiri sternum (tulang dada) dan
ruang interkosta (area di antara tulang iga) keempat, kelima atau
keenam. Pada anak yang berusia 7-9 tahun, nadi apical terletak di
ruang interkosta keempat atau kelima.
4) Brakialis, pada bagian dalam otot bisep lengan atau ditengah-tengah
antekubiti
5) Radialis, tempat arteri radialis menjalar sepanjang tulang radial,
sejajar ibu jari dibagian dalam pergelangan tangan.
6) Femoralis, tempat arteri femoralis menjalar sepanjang ligamentum
inguinale
7) Poplitea, tempat arteri poplitea melintas dibelakang lutut
8) Tibialis posterior, pada permukaan medial pergelangan kaki, tempat
rteri tibialis posterior melewati belakang malleolusmedialis.
9) Pedis (dorsalis pedis) tempat arteri dorsalis pedis menjalar di
sepanjang tulang kaki, pada garis khayal yang ditarik dari tengah-
tengah pergelangan kaki menuju ruang antara ibu jari dan jari
telunjuk kaki.
c. Mengkaji Denyut Nadi
Mengkaji nadi klien saat istirahat, klien harus mengambil posisi
yang nyaman. Ketika mengkaji denyut nadi, perawat harus
mengumpulkan data-data berikut; frekuensi, irama, volume,elastisitas,
dinding arteri, dan ada / tidak nya kesetaraan pada kedua sissi tubu
(bilateral). Irama nadi merupakan pola denyut dan interval di antara
denyut. Pada nadi yang normal, terdapat jeda waktu yang sama diantara
denyut. Nadi dengan irama tidak teratur (iregular) disebut disripmia atau
aritmia.
Volume nadi yang disebut juga kekuatan atau amplitude nadi,
mengacu pada kekuatan darah pada setiap denyut. Volume nadi biasanya
sama pada setiap denyut. Volume tersebut berkisar dari tidak teraba
(absen) smpai kuat. Volume berkekuatan penuh atau volume darah penuh
yang sulit untuk dihilangkan disebut dengan nadi yang kuat. Nadi yang
mudah hilang dengan penekanan jari disebut nadi yang lemah, sayup,
atau sukar teraba.
Elastisitas dinding arteri menggambarkan daya regang
(ekspansibilitas) atau depormitas dinding argri. Arteri yang sehat dan
normal akan terasa, lurus, halus, lembut dan lentur. Ketika mengkaji nadi
perifer untuk menentukan ke adekuatan aliran darah menuju area tubuh
tertentu.
d. Karakteristik nadi
Pemeriksaan denyut radial meliputi pengukuran frekuensi, ritme,
kekuatan, dan kesamaan :
1) Frekuensi, beberapa perawat mengukur nilai dasar pada posisi duduk,
berdiri, dan berbaring. Perubahan posisi dapat mengubah volume
darah dan aktivitas simpatis. Frekuensi denyut jantung meningkat
sesaat jika terjadi perubahan posisi berbaring ke posisi duduk.
Tabel frekuensi nadi

U m u r Frekuensi Nadi Rata-rata/meni t

L a h i r 1 4 0
1 b u l a n 1 3 0
1 - 6 b u l a n 1 3 0
6 - 1 2 b u l a n 1 1 5
1 - 2 t a h u n 1 1 0
2 - 4 t a h u n 1 0 5
6 - 1 0 t a h u n 9 5
1 0 - 1 4 t a h u n 8 5
1 4 - 1 8 t a h u n 8 2

2) Irama, setiap denyut interval yang teratur. Interval yang terganggu


oleh denyut ynag lambat atau cepat atau denyut yang hilang
mengindikasikan ritme abnormal atau disritmia.
3) Kekuatan atau amplitude dari nadi menggambarkan volume darah
yang di pompakan ke dinding arteri setiap kontraksi dan kondisi
sistem arteri. Normalnya, kekuatan denyut akan sama pada tiap detak
jantung . denyut dapat dikategorikan sebagai kuat, lemah, tipis, atau
bounding.
4) Ekualitas, nadi radialis pada kedua sisi dibandingakan. Denyut nadi
pada salah satu ekstermitasa terkadang tidak memiliki kekuatan yang
sama pada berbagai penyakit.
3. Pernapasan
Pernapasan adalah mekanise tubuh untuk pertukaran gas antara atmosfer
dan darah dan darah dan sel. Pernapasan melibatkan ventilasai (pergerakan
gas ke dalam dank e luar paru-paru), difusi (pergerakan oksigen dan karbon
dioksida antara alveoli dan sel darah merah), dan perfusi (distribusi sel
darah merah ked an dari kapiler paru-paru) (Potter, Perry 2005)
a. Factor yang memengaruhi karakteristik pernapasan
1) Olahraga, meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan untuk
memenehui kebutuhan oksigen
2) Nyeri akut, mengubah frekuensi dan ritme pernapasan
Klien dapat menghambat atau membebat pergerakan dinding dada
jika ada nyeri pada area dada atau abdomen. Napas akan menjadi
dangkal.
3) Kegelisahan, meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapaasn
karena stimulasi simpatis
4) Merokok, merokok berkepanjangan mengubah saluran udara paru-
paru sehingga meningkatkan pernapasan saat istirahat di saat klien
tidak merokok
5) Posisi tubuh, Posisi tubuh yang tegak dan lurus memungkinkan
pengembangan dada yang optimal.
6) Pengobatan, analgesic opioid, anestesi umum, dan hipnotik sedative
menekan frekuensi dan kedalaman bernapas. Amfetamin dan kokain
terkadang meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Bronkolidator memperlambat frekuensi dengan melebarkan saluran
udara.
7) Cedera neurologis, cedera batang otak mengganggu pusat pernapasan
dan menghambat frekuensi dan ritme pernapasan
8) Fungsi hemogloboin, penurunan kadar hemoglobin (anemia)
menurunkan jumlah pembawa oksigen dalam darah. Individu
bernapas dengan lebih cepat untuk meningkatkan penghantaran
oksigen.
b. Pengkajian pernapasan
Pernapasan saat istirahat harus dikaji ketika klien relaks sebab olahraga
akan memengaruhi pernapasan, yaitu meningkatkan frekuensi dan
kedalaman pernapasan.
1) Frekuensi
Frekuensi pernapasan bervariasi sesuai usia. Frekuensi pernapasan
normal turun sepanjang hidup. Alat yang membantu pengkajian
frekuensi pernapasan adalah monitor apnea.
Tabel frekuensi rata-rata pernapasan normal.

U S I A Frekuensi (x / menit )

B a l i t a 3 0 - 6 0
A n a k 3 0 - 5 0
P r a s e k o l a h 2 5 - 3 2
S e k o l a h 2 0 - 3 0
R e m a j a 1 6 - 1 9
D e w a s a 1 2 - 2 0

2) Kedalaman ventilasi
Periksa kedalaman pernapasan dengan mengamati gerakan dinding
dada. Pernapasan dalam melibatkan pengembangan penuh paru-paru
dengan ekshalasi penuh. Pernapasan menjadi dangkal jika udara yang
melewati paru-paru hanya sedikit dan gerakan ventilasi sulit di lihat.
3) Ritme ventilasi
Tentukaan pola pernapasan dengan mengamati dada atau abdomen.
Pernapasan diafragma diakibatkan kontraksi dan relaksasi diafragma
yang lebih jelas dilihat dengan pengamatan gerakan abdomen.
4. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan dinding arteri dengan
memompa darah dari jantung. Darah mengalir karena adanya perubahan
tekanan,dimana terjadi perpindahan dari area bertekanan tinggi ke area
bertekanan rendah. Tekanan darah sistematik atau aarterial merupakan
indicator yang paling baik untuk kesehatan kardiovaskuler. Kekuatan
kontraksi jantung mendorong darah kedalam aorta. Puncaak tekanan
maksimum saat ejeksi terjadi disebut tekanan sistolik. Saat ventrikel
berelaksasi, darah yang tetap berada di arteri menghasilkan tekanan minimal
atua tekanan diastolik. Tekanan diastolic adalah tekanan minimal ynag
dihasilkan terhadap dinding arteri pada tiap waktu.
Tekanan darah diukur dalam millimeter air raksa (mmHg) dan ditulis
dalam bentuk pecahan. Tekanan sistolik ditulis di atas tekanan
diastolic.tekanan darah rata-rata pad aorang dewasa yang sehat adalah
120/80 mmHg. Karena tekanan darah sanagat bervariasi di antara
individu,penting bagi peraawat untuk mengetahui nilai dasar tekanan darah
klien.
a. Fisiologi Tekanan Darah Arteri
Tekanan darah menggambarkan hubungan antara curah jantung,
resistensi perifer, volume darah, kekentalan darah, elastisitas arteri.
Pengetahuan ini akan membantu pengkajian perubahan tekanan darah.
1) Curah jantung,tekanan darah bergantung pada curah jantung. Saat
volume pada ruang tertutup (seperti dalam pembuluh darah)
bertambah, maka tekanan akan meningkat. Oleh karena itu, jika
curah jantung meningkat, maka darah yang dipomapakan terhadap
dinding arteri akan bertambah sehingga tekanan darah meningkat.
2) Resistensi perifer, tekanan darah bergantung pada resistensi vaskular
perifer. Darah bersirkulasi melalui jaringan arteri, arteriola, kapiler,
venula, dan vena. Arteriola dikelilingi otot polos yang berkontraksi
atau berelaksasi untuk mengubuh ukuran lumen. Ukuran tersebut
akan berubah untuk menyesuaikan diri terhadap aliran darah sesuai
dengan kebutuhan jaringan lokal. Sebagai contoh, saat organ utama
membutuhkan darah lebih banyak, maka akan terjadi konstraksi arteri
perifer untuk menurunkan suplai darah.
3) Volume darah, yang bersirkulasi dalam sistem vaskular
memengerahui tekanan darah. Sebagian besar individu dewasa
memiliki volume darah sebesar 500 ml. Biasanya volume ini tetap
jika terjadi peningkatan volume, tekanan terhadap dinding arteri
meningkat sebagai contoh, infus cairan intravena yang cepat dan
tidak terkontrol akan meningkatkan tekanan darah.
4) Kekentalan, darah akan memengaruhi kemudahan aliran darah
melalui pembuluh darah kecil. Hematokrit atau persentase sel darah
merah dalam darah, menentukan kekentalan darah. Jika hematokrit
meningkat dan aliran darah melambat, maka tekanan arteri akan
meningkat. Jantung lebih kuat berkontraksi untuk memindahkan
darah di sepanjang sistem sirkulasi.
5) Elastisitas, dinding arteri normal bersifat elastis dan dapat
merenggang seiring peningkatan tekanan dalam arteri, diameter
pembuluh darah akan bertambah untuk mengakomodasi perubahan
tekanan. Distensibiltas arteri mencegah fluktuasi yang besar dalam
tekanan darah.
b. Factor yang Memengaruhi Tekanan Darah
1) Usia, tekanan darah meningkat saat masa kanak-kanak. Periksa
tekanan darah sesuai dengan ukuran tubuh dan usia. Anak-anak yang
lebih besar(lebih berat atau lebih tinggi) memiliki tekanan darah yang
lebih tinggi dibandingkan anak seusai nya dengan ukuran tubuh yang
lebih kecil. Tekanan darah terus bervariasi sesuai ukuran tubuh.
Tekanan darah pada orang dewasa akan meningkat sesuai usia.
Tekanan darah optimal untuk dewasa, paruh baya adalah 120/80
mmHg nilai 120-139/80-89 mmHg dianggap sebagai
prehipertensi(National High Blood Pressure Education
Progress,NHBPEP,2003)
2) Stre, Kegelisahan, ketakutan, nyeri, dan stres emosional dapat
mengakibatkan stimulasi simpatis yang meningkatkan prekuensi
denyut jantung, curhang jantung dan resistensi vaskular. Efek
simpatis ini meningkatkan tekanan darah. Kegelisahan meningkatkan
tekanan darah sebesar 30 mmHg.
3) Etnik. Insidens himpertensi pada ras Afrika Amerika lebih tinggi
dibandingkan pada keturunan Eropa. Ras Aftika Amerika cendrung
menderita himpertensi yang lebih berat pada usia yang lebih muda
dan memiliki resiko dua kali lebih besar untuk menderita komplikasi
seperti stroke dan serangan jantung.faktor genetik dan lingkungan
merupakan factor yang cukup besar memengaruhi.
4) Jenis kelamin, Tidak terdapat perbedaan tekanan darah yang berarti
antara remaja pria dan wanita. Setelah pubertas, pria cendrung
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi.
5) Variasi harian. Tekanan darah lebih rendah antara tengah malam dan
pukul 3 pagi (Hones et al, 2006) diantara pukul 03.00 sampai 06.00
pagi terjadi peningkatan tekanan darah Yang lambat saat bangun,
terjadi peningkatan darah pagi (Redon,2004). Tekanan darah
tertinggi saat ditemukan siang hari di antara pukul 10.00 sampai
18.00 (Redon,2004).
6) Medikasi, secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi
tekanan darah seperti medikasi antihipertensi dan analgesik narkotik
yang dapat menurunkan tekanan darah.
7) Aktivitas dan berat badan. Olahraga dapat menurunkan tekanan darah
untuk bebetapa jam sesudahnya. Para lansia mengalamin penurunan
tekanan darah sebanyak 5 sampai 10 mmHg 1 jam setelah makan.
Peningkatan kebutuhan oksigen saat beraktivitas akan meningkatkan
tekanan darah. Olahraga yang tidak cukup dapat menyebabkan
peningkatan berat badan dan obesitas yang merupakan faktor
terjadinya hipertensi (Thomass et al., 2002).
8) Merokok. Merokok menyebabkan vasokontraksi. Saat seseorang
merokok, tekanan darah meningkat, dan akan kembali ke nilai dasar
dalam 15 menit setelah berhenti merokok (NHBPEP,2003).

c. Hipertensi
Perubahan tekanan darah yang paling umum terjadi adalah hipertensi.
Penyakit ini biasanya tidak disertai gejala (asimtomstik). Diagnosis
perhipertensi pda dewasa di tegapkan jika rata-rata hasil pemeriksaan
darah pada dua kunjungan berturutan berada pada nilai antara 80 dan 89
mmHg; atau rata tekanan darah sistolik pada dua kunjungan berada pada
nilai antara 120 dan 139 mmHg. Distolik yang bernilai lebih dari 90
mmHg dan sistolik diatas 140 mmHg (NHBPEP, 2013) diagnosis
sebagai hipertensi.
d. Hipotensi
Hipotensi adalah tekanan darah yang berada di bawah nilai normal,
artinya, tekanan sistolik terus-menerus berada diantara nilai 85 dan110
mmHg pada individu dewasa yang memiliki tekanan sistolik normal
lebih tinggi dari nilai tersebut. hipotensi ortostatik adalah tekanan darah
yang turun drastic ketika klien duduk atau berdiri .
e. MengkajI Tekanan Darah
Tekanan darah diukur dengan menggunakan manset tekanan darah,
sfigmomanometer, dan stetoskop. Manset tekanan darah terdiri atas
kantong karet yang dapat mengembang. Kantong itu disebut dengnan
kantong udara. Kantung udara ini dilapisi oleh kain dan memiliki dua
buah slang . salah satu slang terhubung dengan bola karet yang bisa
mengembangkan kantong kantung udara. Jenis manometernya adalah
aneroid dan air raksa. Manometer aneroid memillliki berat yang lebih
ringan, dapat dibawa, dan aman. Manometer ini memiliki alat penunjuk
sirkular dengan penutup kaca yang dipasangi jarum penunjuk kalibrasi
millimeter. Sebelum menggunakannya, pastikan manometer teleh
dikalibrasi dan jarum menunjuk ke angka nol (Jones et al., 2003).
1) Lokasi tekanan darah
Pengkajian tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan klien
dengan menggunakan arteri brakialis dan stetoskop standar.
Pengkajian tekanan darah pada paha klien biasanya dilakuakn pada
situasi berikut:
a) Tekanan darah tidak dapat diukur pada kedua lengan
b) Tekanan darah pada salah satu paha dibandingkan dengan
tekanan darah pada paha yang lain.
Tekanan darah tidak dapat diukur pada lengan atau paha klien
pada situasi berikut :

a) Bahu, lengan, atau tangan (atau pinggul, lutut, atau pergelangan


kecil) cedera atau terkena penyakit.
b) Terpasang gips atau balutan tebal pada salah astu bagian
ekstremitas.
c) Klien menjalani pengankatan kelenjar limfe pada aksila (atau
pinggang)pada sisi tersebut.
d) Klien terpasang infuse intravena pada ekstremitas tersebut
e) Klien terpasang fistula arteriovena
2) Metode
Ketika mengukur tekanan darah denganmenggunakan stetoskop,
perawat mengidentifikasi lima fase dalam rangkaina bunyi yang
disebut bunyi korotkoff. pertama, perawatmemompa manset hingga
30 mmHg di atas titik tempat denyut nadi tidak teraba lagi: yaitu titik
ketika aliran darah dalam arteri berhenti. Kemudiaan perawat
melepaskan tekanan secara perlahan (2-3 mmHg setiap bunyi) sambil
mengmati ukuran ynag tampak pada manometer dan mengaitkannya
dengan bunyi ynag terdengar melalui stetoskop. Terdapat lima fase,
namun tidakasemuanya terdengar.

Bunyi Korotkoff D e s k r i p s i

Fase 1 Bunyi pertama yang terdengar setelah tekanan cuf diturunkan perlahan. Begitu bunyi ini terdengar, nilai tekanan yang ditunjukkan pada manometer dinilai sebagai tekanan sistolik.

Fase 2 Perubahan kualitas bunyi menjadi bunyi berdesir

Fase 3 Bunyi semakin jelas dan keras

Fase 4 Bunyi menjadi meredam

Fase 5 Bunyi menghilang seluruhnya setelah tekanan dalam cuf turun lagi sebanyak 5-6 mmHg. Nilai tekanan yang ditunjukkan manometer pada fase ini dinilai sebagai tekanan diastolic

Metodepalpasi terkadang digunakan ketika bunyi korotkoff tidak


terdengar dan peralatan elektronik untuk memperjelas bunyi tidak
tersedia, atau u ntuk mencegah kesalahan akibat adanya jeda
auskultasi. Jeda auskultasi (auscultatory gap), yang umumnya
tejadi pada klien hipertensi, adalah kondosi absennya bunyiyang
bersifat sementara yang umumnya terdengar pada arteri brakilais saat
ytekanan pada manset tinggi, diikuti dengan kemunculan kembai
bunyi pada level yang lebih rendah.
3) Kesalahan umum pada pengkajian tekanan darah
Manfaat pengkajian tekanan darah yang akurat tidak bisa dianggap
remeh. Banyak penilaian tentang kesehatan klien dibuat berdasarkan
tekanan darah. Ini merupakan indicator yang penting untuk kondisi
klien dan telah digunakan secara luas sebagai landasan bagi
intervensi keperawatan. Dua alasan yang mungkin menyebabkan
kesalahan pada pengukuran tekanan darah adalah ketergesaan
perawat dan kekeliruan yang dilakukan tanpa sadar.
Tabel Tekanan Darah Optimal Rata-rata sesuai usia

U S I A Tekanan Darah (mmHg)


N e o n a t e s 4 0 ( r e r a t a )
1 b u l a n 8 5 / 5 4
1 t a h u n 9 5 / 6 5
6 t a h u n 1 0 5 / 6 5
1 0 - 1 3 t a h u n 1 1 0 / 6 5
1 4 - 1 7 t a h u n 1 2 0 / 7 5
> 1 8 t a h u n < 1 2 0 / 8 0

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

A. PENGERTIAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga


dan komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual maupun
potensial. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu
diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu
diketahui faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.Terdapat 3 faktor
utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu :
1. Pra instrumentasi
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas, pasien dan dokter.
Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu/mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi :
a. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir
Pada tahap ini perlu diperhatikan benar apa yang diperintahkan oleh dokter dan
dipindahkan ke dalam formulir. Hal ini penting untuk menghindari pengulangan
pemeriksaan yang tidak penting, membantu persiapan pasien sehingga tidak merugikan
pasien dan menyakiti pasien. Pengisian formulir dilakukan secara lengkap meliputi
identitas pasien : nama, alamat/ruangan, umur, jenis kelamin, data klinis/diagnosa,
dokter pengirim, tanggal dan kalau diperlukan pengobatan yang sedang diberikan. Hal
ini penting untuk menghindari tertukarnya hasil ataupun dapat membantu intepretasi
hasil terutama pada pasien yang mendapat pengobatan khusus dan jangka panjang.
b. Persiapan penderita
1) Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira-kira 800 kalori akan mengakibatkan peningkatan
volume plasma, sebaliknya setelah berolahraga volume plasma akan berkurang.
Perubahan volume plasma akan mengakibatkan perubahan susunan kandungan bahan
dalam plasma dan jumlah sel darah.
2) Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi misalnya : asam
folat, Fe, vitamin B12 dll. Pada pemberian kortikosteroid akan menurunkan jumlah
eosinofil, sedang adrenalin akan meningkatkan jumlah leukosit dan trombosit.
Pemberian transfusi darah akan mempengaruhi komposisi darah sehingga menyulitkan
pembacaan morfologi sediaan apus darah tepi maupun penilaian hemostasis.
Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil pemeriksaan hemostasis.

3) Waktu pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari tertutama pada
pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam urin akan menjadi lebih pekat pada
pagi hari sehingga lebih mudah diperiksa bila kadarnya rendah. Kecuali ada instruksi
dan indikasi khusus atas perintah dokter. Selain itu juga ada pemeriksaan yang tidak
melihat waktu berhubung dengan tingkat kegawatan pasien dan memerlukan
penanganan segera disebut pemeriksaan sito. Beberapa parameter hematologi seperti
jumlah eosinofil dan kadar besi serum menunjukkan variasi diurnal, hasil yang dapat
dipengaruhi oleh waktu pengambilan. Kadar besi serum lebih tinggi pada pagi hari dan
lebih rendah pada sore hari dengan selisih 40-100 ug/dl. Jumlah eosinofil akan lebih
tinggi antara jam 10 pagi sampai malam hari dan lebih rendah dari tengah malam
sampai pagi.
4) Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma 10% demikian pula
sebaliknya. Hal lain yang penting pada persiapan penderita adalah menenangkan dan
memberitahu apa yang akan dikerjakan sebagai sopan santun atau etika sehingga
membuat penderita atau keluarganya tidak merasa asing atau menjadi obyek.
c. Cara pengambilan sampel
Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus dikerjakan, lakukan pendekatan dengan
pasien atau keluarganya sebagai etika dan sopan santun, beritahukan apa yang akan
dikerjakan. Selalu tanyakan identitas pasien sebelum bekerja sehingga tidak tertukar
pasien yang akan diambil bahan dengan pasien lain. Karena kepanikan pasien akan
mempersulit pengambilan darah karena vena akan konstriksi.
Darah dapat diambil dari vena, arteri atau kapiler. Syarat mutlak lokasi pengambilan
darah adalah tidak ada kelainan kulit di daerah tersebut, tidak pucat dan tidak sianosis.
Lokasi pengambilan darah vena : umumnya di daerah fossa cubiti yaitu vena cubiti atau
di daerah dekat pergelangan tangan. Selain itu salah satu yang harus diperhatikan adalah
vena yang dipilih tidak di daerah infus yang terpasang/sepihak harus kontra lateral.
Darah arteri dilakukan di daerah lipat paha (arteri femoralis) atau daerah pergelangan
tangan (arteri radialis). Untuk kapiler umumnya diambil pada ujung jari tangan yaitu
telunjuk, jari tengah atau jari manis dan anak daun telinga. Khusus pada bayi dapat
diambil pada ibu jari kaki atau sisi lateral tumit kaki.
d. Penanganan awal sampel dan transportasi
Pada tahap ini sangat penting diperhatikan karena sering terjadi sumber kesalahan ada
disini. Yang harus dilakukan :
1) Catat dalam buku ekpedisi dan cocokan sampel dengan label dan
formulir. Kalau sistemnya memungkinkan dapat dilihat apakah sudah
terhitung biayanya (lunas)
2) Jangan lupa melakukan homogenisasi pada bahan yang mengandung
antikoagulan
3) Segera tutup penampung yang ada sehingga tidak tumpah
4) Segera dikirim ke laboratorium karena tidak baik melakukan penundaan
5) Perhatikan persyaratan khusus untuk bahan tertentu seperti darah arteri
untuk analisa gas darah, harus menggunakan suhu 4-8° C dalam air es
bukan es batu sehingga tidak terjadi hemolisis. Harus segera sampai ke
laboratorium dalam waktu sekitar 15-30 menit.
Perubahan akibat tertundanya pengiriman sampel sangat mempengaruhi hasil
laboratorium. Sebagai contoh penundaan pengiriman darah akan mengakibatkan
penurunan kadar glukosa, peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat mengakibatkan salah
pengobatan pasien. Pada urin yang ditunda akan terjadi pembusukan akibat bakteri yang
berkembang biak serta penguapan bahan terlarut misalnya keton. Selain itu nilai
pemeriksaan hematologi juga berubah sesuai dengan waktu.
2. Interpretasi Data
a. Menentukan aspek positif klien
Jika klien memerlukan standar kriteria kesehatan, perawat kemudian menyimpulkan
bahwa klien memiliki aspek positif tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan atau
membantu memecahkan masalah klien yang dihadapi.
b. Menentukan masalah klien
Jika klien tidak memenuhi standar kriteria maka klien tersebut mengalami keterbatasan
dalam aspek kesehatannya dan memerlukan pertolongan.
c. Menentukan masalah klien yang pernah dialami
Perawat dapat menyimpulkan bahwa daya tahan tubuh klien tidak mampu untuk
melawan infeksi tersebut.
d. Menentukan keputusan
Penentuan keputusan didasarkan pada jenis masalah yang ditemukan. Tidak ditemukan
masalah kesehatan tetapi perlu peningkatan status dan fungsi kesehatan
e. Masalah yang akan muncul
Mengumpulkan data yang lengkap untuk lebih mengidentifikasi masalah- masalah yang
akan muncul.
f. Masalah kalaboratif
Berkonsultasi dengan tenaga kesehatan lain professional yang kompeten dan
berkalaborasi untuk penyelesaian masalah tersebut.
3. Validasi Data
Tenaga kesehatan memvalidasi data yang telah diperoleh agar akurat dan dilakukan
bersama klien, keluarga dan masyarakat. Validasi dilakukan dengan mengerjakan
pertanyaan dan pernyataan yang reflektif kepada klien/ keluarga tentang kejelasan 
interpretasi data.

B. JENIS-JENIS PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Jenis-jenis pemeriksaan diagnostik yaitu :


1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan suatu prosedur diagnosis yang dilakukan di atas permukaan  kulit/ di
rongga tubuh menghasilkan suatu ultrasound di dalam jaringan. Pemeriksaan ini
digunakan untuk melihat struktur jaringan tubuh, untuk mendeteksi berbagai kelainan
pada abdomen, otak, jantung dan ginjal.
2. Rontgen
Rontgen atau dikenal dengan sinar x merupakan pemeriksaan yang memanfaatkan peran
sinar x untuk melakukan skrining dan mendeteksi kelainan pada berbagai organ
diantaranya jantung, abdomen, ginjal, ureter, kandung kemih, tenggorokan dan rangka.
3. Pap Smear (Papanicolaou Smear)
Pap smear merupakan pemeriksaan sitologi yang digunakan untuk mendeteksi adanya
kanker serviks atau sel prakanker, mengkaji efek pemberian hormon seks serta mengkaji
respons terhadap kemoterapi dan radiasi.
4. Endoskopi
Pemeriksaan yang dilakukan pada saluran cerna untuk mendeteksi adanya kelainan pada
saluran cerna.
Contoh : varises, esophagus, neoplasma, peptic ulcer
5. Colonoskopi
Pemeriksaan dilakukan pada saluran colon dan sigmoid untuk mendeteksi adanya
kelainan pada saluran colon.
Contoh : varises, hemoroid, neoplasma dll
6. CT Scan
Pemeriksaan spesifik/khusus untuk melihat organ yang lebih dalam dan terlokalisir serta
khusus.
Contoh : organ dalam tengkorak dan organ dalam abdomen
7. Mamografi
Merupakan pemeriksaan dengan bantuan sinar x yang dilakukan pada bagian payudara
untuk mendeteksi adanya kista / tumor dan menilai payudara secara periodik.
8. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat hantaran listrik pada otak (melihat kelainan pada
gelombang otak) dengan memasangkan elektroda pada bagian kepala klien.
Indikasi : epilepsy, trauma capitis
9. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat sistem hantaran/konduksi dari jantung indikasi :
Miocard Infark (MCI), Angna fektoris, gagal jantung.
C. PERSIAPAN UNTUK PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Persiapan alat
Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan instruksi dokter
sehingga tidak salah persiapan dan berkesan profesional dalam bekerja.
2. Pengambilan darah
Yang harus dipersiapkan antara lain : - kapas alkohol 70 %, karet pembendung
(torniket) semprit sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5 ml, penampung kering bertutup
dan berlabel. Penampung dapat tanpa anti koagulan atau mengandung anti koagulan
tergantung pemeriksaan yang diminta oleh dokter. Kadang-kadang diperlukan pula
tabung kapiler polos atau mengandung antikoagulan.
3. Penampungan urin
Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar, berlabel, kering, bersih, bertutup
rapat dapat steril (untuk biakan) atau tidak steril. Untuk urin kumpulan dipakai botol
besar kira-kira 2 liter dengan memakai pengawet urin.
4. Penampung khusus
Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan khusus yang
lain. Yang penting diingat adalah label harus ditulis lengkap identitas penderita seperti
pada formulir termasuk jenis pemeriksaan sehingga tidak tertukar.

D. PERSIAPAN PENGAMBILAN SPESIMEN


1. Darah
Pemeriksaan darah adalah pemeriksaan yang menggunakan bahan atau spesimen darah
a. Perifer (pembuluh darah tepi)
b. Vena
c. Arteri
d. Pada orang dewasa diambil pada ujung jari atau daun telinga bagian bawah
e. Pada bayi dan anak kecil dapat diambil pada ibu jari kaki atau tumit
Bentuk pemeriksaan
a. Jenis/golongan darah
b. HB untuk mendeteksi adanya penyakit anemia dan ginjal
c. Hematokrit untuk mengukur konsentrasi sel darah merah dalam darah
d. Trombosit untuk mendeteksi adanya trombositopenia dan trombosis
e. SGPT (serum Glumatik Piruvik Transaminase) untuk mendeteksi adanya
kerusakan hepatoseluler
f. Albumin untuk mendeteksi adanya gangguan hepar seperti luka bakar dan
gangguan ginjal
g. Asam urat untuk mendeteksi penyakit pada ginjal, luka bakar
h. Billirubin (Direct : deteksi ikterik, Indirect : anemia & malaria)
i. Gula darah untuk mendeteksi diabetes
Persiapan alat
a. Lanset darah atau jarum khusus
b. Kapas alcohol
c. Kapas kering
d. Alat pengukur Hb/kaca objek/botol pemeriksaan, tergantung macam
pemeriksaan
e. Bengkok
f. Hand scoon
g. Perlak dan pengalas
Prosedur kerja
a. Mendekatkan alat
b. Memberitahu klien dan menyampaikan tujuan serta langkah prosedur
c. Memasang perlak dan pengalas
d. Memakai hand scoon
e. Mempersiapkan bagian yang akan ditusuk, tergantung jenis pemeriksaan
f. Kulit dihapushamakan dengan kapas alcohol
g. Bekas tusukan ditekan dengan kapas alcohol
h. Merapikan alat
i. Melepaskan hand scoon
2. Urine
Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang menggunakan bahan atau spesimen
urine.
Kegunaan
a. Menafsirkan proses-proses metabolisme
b. Mengetahui kadar gula pada tiap-tiap waktu makan (pada pasien DM)
Jenis pemeriksaan
a. Urine sewaktu
Urine yang dikeluarkan sewaktu-waktu bilamana diperlukan pemeriksaan
b. Urine pagi
Urine yang pertama dikeluarkan sewaktu pasien bangun tidur.
c. Urine pasca prandial
Urine yang pertama kali dikeluarkan setelah pasien makan (1,5-3 jam sesudah makan)
d. Urine 24 jam
Urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam.
Persiapan alat
a. Formulir khusus untuk pemeriksaan urine
b. Wadah urine dengan tutupnya
c. Hand scoon
d. Kertas etiket
e. Bengkok
f. Buku ekspedisi untuk pemeriksaan laboratorium
Prosedur tindakan
a. Mencuci tangan
b. Mengisi formulir
c. Memberi etiket pada wadah
d. Memakai hand scoon
e. Menuangkan 100 cc urine dari bengkok ke dalam wadah kemudian ditutup
rapat.
f. Menyesuaikan data formulir dengan data pada etiket
g. Menuliskan data dari formulir ke dalam buku ekspedisi
h. Meletakkan wadah ke dalam bengkok atau tempat khusus bertutup.
i. Membereskan dan merapikan alat
j. Melepas hand scoon
k. Mencuci tangan
3. Feses
Pemeriksaan dengan bahan feses untuk memeriksa adanya kuman seperti
salmonella, shigella, escherichiacoli, dan lain-lain
Tujuan
Untuk menegakkan diagnosa
Pemeriksaan tinja untuk pasien dewasa
Untuk pemeriksaan lengkap meliputi warna, bau, konsistensi, lendir, darah, dan telur
cacing. Tinja yang diambil adalah tinja segar.
Persiapan alat
a. Hand scoon bersih
b. Vasseline
c. Botol bersih dengan penutup
d. Lidi dengan kapas lembab dalam tempatnya
e. Bengkok
f. Perlak pengalas
g. Tissue
h. Tempat bahan pemeriksaan
i. Sampiran
Prosedur tindakan
a. Mendekatkan alat
b. Memberitahu pasien
c. Mencuci tangan
d. Memasang perlak pengalas dan sampiran
e. Melepas pakaian bawah pasien
f. Mengatur posisi dorsal recumbent
g. Memakan hand scoon
h. Telunjuk diberi vaselin lalu dimasukkan ke dalam anus dengan arah keatas
kemudian diputar kekiri dan kekanan sampai teraba tinja
i. Setelah dapat dikeluarkan perlahan-lahan lalu dimasukkan ke dalam
tempatnya.
j. Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan tissue.
k. Melepas hand scoon
l. Merapikan pasien
m. Mencuci tangan
Untuk pemeriksaan kultur (pembiakan) pengambilan tinja dengan cara steril. Caranya
sama dengan cara thoucer, tetapi alat-alat yang digunakan dalam keadaan steril.
4. Sputum
Sputum atau dahak adalah bahan yang keluar dari bronchi atau trakhea, bukan
ludah atau lendir yang keluar dari mulut, hidung atau tenggorokan.
Tujuan
Untuk mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme yang ada dalam tubuh pasien
sehingga diagnosa dapat ditegakkan.
Indikasi
Pasien yang mengalami infeksi/peradangan saluran pernafasan (apabila diperlukan).

Persiapan alat
a. Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup
b. Botol bersih dengan penutup
c. Hand scoon
d. Formulir dan etiket
e. Perlak pengalas
f. Bengkok
g. Tissue

Prosedur tindakan
a. Menyiapkan alat
b. Memberitahu pasien
c. Mencuci tangan
d. Mengatur posisi duduk
e. Memasang perlak pengalas dibawah dagu dan menyiapkan bengkok.
f. Memakai hand scoon
g. Meminta pasien membatukkan dahaknya ke dalam tempat yang sudah
disiapkan (sputum pot)
h. Mengambil 5cc bahan, lalu masukkan ke dalam botol
i. Membersihkan mulut pasien
j. Merapikan pasien dan alat
k. Melepas hand scoon
l. Mencuci tangan

E. PERSIAPAN UNTUK PEMERIKSAAN RADIOLOGI

1. USG Abdomen dan Gynecologi - Obstetri


a. Pengertian Ultrasonografi (USG)
Adalah suatu tehnik pemeriksaan radiologi dengan memanfaatkan gelombang suara atau
ultrasound yang dipancarkan melalui transducer ke organ abdomen.
b. Tujuan
1) Untuk memperlihatkan struktur morfologis organ-organ abdomen,
seperti : hati, kandung empedu, pankreas, lien, ginjal, vesica urinaria,
prostas, adneksa, struktur vascular termasuk arteri dan vena, serta
kelenjar sekitarnya (mesenterium, para aorta, para iliaka), keadaan
usus-usus, keadaan uterus.
2) Penilaian dalam pemeriksaan ini meliputi struktur masing-masing
organ abdomen, struktur vasculer dan bilier (apakah terdapat batu
atau endapan, SOL atau kista, hematoma), pembesaran kelenjar atau
bendungan pada sistem urinarius (apakah terdapat cairan bebas atau
ascites)
3) Untuk melihat dan mengamati kehidupan fetus sebelum kelahiran
4) Penilaian kehamilan meliputi : posisi janin, letak plasenta, cairan
amnion, kelainan mayor janin, jumlah janin, umur kehamilan, taksiran
partus, berat janin, jenis kelamin, lilitan talipusat
5) Untuk melihat dugaan adanya kehmailan di luar uterus dan kehmailan
ektopik terganggu (KET) terutama ditujukan untuk melihat cauran
bebas di dalam cavum douglassi atau dalam rongga abdomen, kadang-
kadang dapat dilihat janin
6) Untuk kasus-kasus dengan infeksi pelvis diperlukan pemeriksaan USG
untuk melihat daerah adneksa (terdapat fokal abses seperti tubo
ovarial abses, dsb)
c. Ruang lingkup
Pemeriksaan ini dilakukan seumur hidup, untuk pemeriksaan USG Gynecologi –
Obstetri dilakukan pada wanita dewasa
d. Langkah-langkah
1) Persiapan alat
a) Pesawat USG
b) Jelly
c) Tissue atau handuk
2) Persiapan pasien
a) Pada keadaan akut seperti trauma, tidak perlu dilakukan persiapan
seperti puasa. Pemeriksaan ditujukan untuk melihat keadaan
organ-organ serta kemungkinan adanya cairan bebas intra
abdominal
b) Pada keadaan efektif, diperlukan puasa untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Puasa diperlukan sekitar 8 – 10 jam sebelumnya
atau sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG pagi hari sebelum
makan pagi
c) Untuk neonatus hanya kira-kira sekitar 3 – 5 jam saja. Puasa
terutama ditujukan bila ingin menilai kandung empedu dan
salurannya. Untuk pemeriksaan lain misalnya ginjal, tidak
diperlukan puasa sebelumnya
d) Untuk menilai pankreas dengan optimal, pasien minum air
ter;lebih dahulu sebanyak kira-kira 500 cc (untuk dewasa) agar
lambung terisi air dan pankreas mudah dinilai.
e) Untuk pemeriksaan kehamilan normal tidak diperlukan persiapan,
tetapi untuk pemeriksaan kehamilan dalam keadaan patologis
(seperti KET, infeksi pelvis) pasien diminta minum terlebih
dahulu agar buli terisi air dan dapat digunakan sebagai jendela
untuk melihat struktur uterus dan adneksa
e. Prosedur pemeriksaan
1) Untuk menilai/melihat ginjal
Tehnik pemeriksaannya :
a) Untuk melihat ginjal kanan, posisikan pasien supine pada mid
axillary atau subdistal maupun intercostal
b) Pasien LLD (Left Lateral Decubitus) untuk mempermudah
pemeriksaan karena pada posisi supine kadang-kadang akan
menyulitkan
c) Untuk melihat ginjal kiri, posisikan pasien RLD (Right Lateral
Decubitus)
d) Letakkan transducer pada intercostal 9 – 10 atau subcostal pada
mid axillary
e) Buat irisan longitudinal pada axis ginjal
f) Irisan transversal pada kutub atas (upper pole), pertengahan dan
pada kutub bawah (lower pole)
g) Pasien diminta tarik nafas panjang dan tahan napas, kemudian
lakukan pengambilan gambar
h) Kadang-kadang dilakukan pada punggung vertebra untuk
memperjelas gambaran karena ada otot-otot tebal di bagian depan
2) Untuk menilai/melihat liver
Tehnik pemeriksaannya :
a) Pasien tidur terlentang atau LLD
b) Pasien diminta tarik nafas panjang dan tahan nafas
c) Buat irisan transversal dan longitudinal pada daerah subcostal
d) Lakukan pada kedua lobus dari lobus kiri ke lobus kanan
3) Untuk menilai/melihat pankreas
Tehnik pemeriksaannya :
a) Pasien supine di atas bed atau meja pemeriksaan
b) Buat irisan longitudinal sepanjang axis vena cava untuk
memperlihatkan caput pankreas
c) Buat irisan transversal melalui lobus kiri sebagai acusitc window
untuk memperlihatkan body dan tail dengan menampakkan vena
lienalis sebagai landmark
4) Untuk menilai/melihat uterus
Tehnik pemeriksaannya :
a) Pertama dilakukan scanning secara longitudinal, hal ini untuk
melihat apakah kandung kemih terisi air dengan baik, bila belum
pemeriksaan ditunda
b) Pasien diminta untuk minum lagi dan diperiksa ulang 30 – 40
menit kemudian

2. Rontgen atau Pemotretan Schedell


a. Pengertian
Suatu pemeriksaan yang dilakukan pada tulang kepala atau tengkorak dengan
menggunakan tehnik radiografi
b. Tujuan
Untuk mendiagnosa kelainan atau fraktur pada tulang kepala atau tengkorak
c. Ruang lingkup
Pemeriksaan ini dilakukan untuk semua umur
d. Prosedur pemeriksaan
1) Antero Posterior (AP)
Posisi pasien :
a) Supine di atas bed atau meja pemeriksaan
b) Mid Sagittal Plane (MSP) : tubuh diatur tegak lurus terhadap
pertengahan bed atau meja pemeriksaan
Posisi obyek :
Posisi kepala diatur menunduk sehingga Infraorbitomeatal Line (IOML) tegak lurus
terhadap bed atu meja pemeriksaan dan diatur true AP
2) Lateral
Posisi pasien :
a) Supine atau semiprone di atas bed atau meja pemeriksaan
b) Untuk pasien dengan cedera kepala berat, dilarang memenipulasi
pasien terutama bila diduga adanya fraktur cervical. Dalam hal ini
dibuat foto lateral dengan sinar horizontal
Posisi obyek :
Kepala dirotasikan dengan sisi yang akan difoto dekat dengan kaset
Kepala diatur true lateral, dengan cara mid line dari kepala diatur sejajar dengan bed
atau meja periksaan, atur interpopullary tegak lurus dengan kaset
e. Sarana
1) Kaset dan film ukuran 24 x 30 cm
2) Pesawat rontgen, control table dan marker

3. Pap Smear (Papanicolaou Smear)


Pap smear merupakan pemeriksaan sitologi yang digunakan untuk mendeteksi adanya
kanker serviks atau sel prakanker, mengkaji efek pemberian hormon seks serta mengkaji
respons terhadap kemoterapi dan radiasi.
Persiapan dan pelaksanaan :
a. Lakukan informed consent
b. Tidak ada pembatasan makanan dan cairan
c. Anjurkan pasien untuk tidak melakukan irigasi vagina (pembersihan
vagina dengan zat lain) memasukan obat melalui vagina atau melakukan
hubungan seks sekurang-kurangnya 24 jam
d. Spekulum yang sudah dilumasi dengan air dengan air megalir dimasukan
ke vagina.
e. Pap stick digunakan untuk mengusap serviks kemudian pindahkan ke kaca
mikroskop dan dibenamkan ke dalam cairan fiksasi.
f. Berikan label nama dan tanggal pemeriksaan

4. Mammografi
Merupakan pemeriksaan dengan bantuan sinar x yang dilakukan pada bagianpayudara
untuk mendeteksi adanya kista / tumor dan menilai payudara secaraperiodik.
Persiapan dan Pelaksanaan :
a. Lakukan informed consent
b. Tidak ada pembatasan cairan dan makanan
c. Baju dilepas sampai pinggang dan perhiasan pada leher
d. Gunakan pakaian kertas / gaun bagian depan terbuka
e. Anjurkan pasien untuk duduk dan letakan payudara satu per satu diatas
meja kaset sinar x.
f. Lalu lakukan pemeriksaan
5. Laparoskopi
a. Pengertian
Suatu pemeriksaan dengan cara untuk melihat rongga abdomen dengan bantuan
laparoskop melalui dinding abdomen depan, yang sebelumnya telah dilakukan
pneumoperitoneum
b. Tujuan
1) Untuk menegakkan diagnostik dan diagnosa banding dari
penyakit/infeksi genetalia interna
2) Untuk pemantauan pada saat dilakukan tindakan histereskopi
3) Untuk mengangkat dan mencari translokasi AKDR
4) Second look operation, apabila diperlukan operasi sebelumnya
5) Infertilitas primer dan sekunder
c. Prosedur pemeriksaan
Anastesi untuk pemeriksaan laparaskopi :
1) Untuk anastesi lokal
Untuk laparoskopi yang tidak memerlukan waktu lama dan intervensi berat dapat
dilakukan dengan anastesi lokal (seperti pemasangan cincin/klip tuba pada tindakan
sterilisasi)
2) Untuk anastesi regional
Hanya digunakan apabila anastesi inhalasi merupakan kontra indikasi.
Efek samping : dapat terjadi vasodilatasi dan hipotensi yang mendadak
3) Untuk anastesi umum
Aman dilakukan oleh spesalis anastesi.
Posisi pasien :
Posisi yang digunakan yaitu posisi trendelenburg, dengan sudut kemiringan 15 – 25 0
(150 biasanya sudah cukup). Selain itu bokokng pasien harus lebih menjorok ke depan,
melewati ujung bed atau meja pemeriksa agar hidrotubator yang telah dipasang dapat
digerakkan bebas.

PENGENDALIAN INFEKSI DAN PATIENT SAFETY

2.1 Infeksi nosokomial


Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit
dan mulai menunjukkan suatu gejala sesame seseorang itu dirawat atau
setelah selesai di rawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum pasien
yang masuk rumah sakit dengan tanda infeksi yang timbul kurang dari 3 kali
24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi. Sebelum
pasien masuk rumah sakit, sedangkan infeksi dengan gejala 3 kali 24 jam
selama pasien berada di rumah sakit tanpa tanda-tanda klinik infeksi pada
waktu penderitaan mulai di rawat, serta tanda infeksi bukan merupakan
sisa infeksi dari sebelunya, maka ini yang disebut infeksi nosokomial.

2.2 pengendalian infeksi nosokomial


infeksi nosokomial merupakan masalah serius bagi rumah sakit.
Kerugian yang di timbulkan sangat membebani rumah sakit dan pasien.
Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial merupakan upaya
penting dalam meningkatkan mutu pelayanan medis rumah sakit. Program
pengendalian infeksi ini dapat di kelompokkan dalam tiga kelompok yaitu
tindakan operasional, tindakan organisasi, dan tindakan structural.
Tindakan operasional mencakup kewaspadaan standard an kewaspadaan
berdasaran penularan/transmisi.

2.3 Kewaspadaan standar


Komponen utama standar pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial dalam tindakan operasional mencakup kegiatan sebagai
berikut:

1. Mencuci tangan
2. Menggunakan alat perlindungan diri / APD seperti: sarung tangan,
masker, perlindungan wajah, kaca mata dan apron pelindung.
3. Praktik keselamatan kerja
4. Perawatan pasien
5. Menggunakan anti septic, penanganan peralatan dalam keperawatan
pasien dan kebersihan lingkungan.
2.4. Kewaspadaan berdasarkan penularan atau transmisi

Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan pada pasien yang


menunjukkakn gejala, ducurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan
kuman yang sangat mudah menular. Kewaspadaan berdasarkan transmisi perlu di
lakukan sebagai tambahan kwaspadaan standar. Kewaspadaan berdasarkan
transmisi meliputi: penanganan linen, kotor, penanganan perawatan pada pasien,
dan pencegahan infeksi unyuk prosedur yang menimbulkan aerosol pda pasien
suspek atau probable menderita penyakit menular melaui udara atau airborne.
Selain tindakan diatas isolasi pasien yang akan menjadi sumber infeksi juga perlu
diperhatikan untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.

a. Penanganan linen dan pakaian kotor


Penanganan linen dan pakaian kotor menjadi hal yang penting karena
linen yang tercemar oleh mikroorganisme yang sangat patoghen, resiko
penularannya dapat minimal apabila linen tersebut ditangani dengan
baik sehingga dapat mencegah penularan mikroorganisme pada pasien,
petugas dan lingkungan.
b. Isolasi
Selain itu pasien dengan penyakit menular melalui udara perlu dirawat
diruang isolasi untuk mencengan transmisi langsung atau tidak lansung.
Beberapa persyaratan dalam pelaksanaan isolasi bagi pasien dengan
penyakit menular adalah sebagai berikut: kamar khusus yang selalu
ditutup, cuci tangan dengan sabun atau larutan antiseptic sebelum dan
sesudah masuk kamar, gunakn masker dan sarung tangan serta baju
pelindung, peralatan khusus untuk pasien, bahan pemeriksaan
laboratirium diletakkan pada tempat steril tertutup rapat, setelah
dipakai alat suntik dimasukkan pada tempat khusus dan dibuang, alat
pemeriksaan lengkap, penanganan instrument secara tepat, jumlah
pengunjung pasien dibatasi dan kamar dibersihkan setiap hari.

1.5. Faktor yang paling berkontribusi terhadap pelayanan kesehatan


yang tidak aman
a. Sistem
Ketika lebih mungkin terjadi dalam beberapa jenis system. ketika
kesalahan terjadi , merupakan kegagalan dalam cara merancang system.
Tujuan utama dari desain system agar kecelakaan tidak terjadi dan
jikapun kesalahan terjadi dapat meminimalkan kerusakan. Dalam
sistem yang kompleks, salah satu komponen sistem dapat berinteraksi
dengan beberapa komponen lain, kadang-kadang dengan cara yang tak
terduga atau tak terlihat. Meskipun semua sistem memiliki banyak
bagian yang berinteraksi, masalah muncul ketika salah satu bagian
sistem melayani banyak fungsi, dan jika bagian sistem ini gagal, maka
semua fungsi akan gagal juga. Semua sistem memiliki interaksi lenear,
namun beberapa sistem memiliki kompleksitas tambahan dan
pengalaman yang lebih. Kompleksitas interaksi berkontribuksi terhadap
kecelakaan karena dapat membingungkan pelakasanaannya. Karena
kompleksitas dan rangkaian sistem yang panjang, kegagalan kecil dapat
berkembang menjadi kecelakaan besar. Pelayanan kesehatan adalah
sistem yang kompleks, kegiatan khas di ruangan gawat darurat, ruang
bedah, atau unit perawatan intensif memberikan memberikan contoh
kompleksitas sistem pelayanan ksehatan. Oleh karena itu, jasa
pelayanan kesehatan dengan sistem yang tidak tertata dengan baik
dapat diklasifikasikan sebagaimsuatu industry yang rentan terhadap
kecelakaan dan kesalahan.

b. Kondisi
Kebutuhan untuk memiliki peralatan yang tepat, terpelihara dengan
baik dan dapat diandalkan, tenaga kerja yang terampil dan
berpengetahuan, jadwal kerja yang masuk akal, pekerjaan yang di
rancang dengan baik, panduan yang jelas pada kinerja yang diinginkan
dan tidak diinginkan dan sebagainya.

Faktor-faktor seperti ini merupakan pelapor atau prasyarat untuk proses


produksi yang aman. Setiap prasyarat yang di berikan tidak jelas dapat
memberikan kontribuksi kepada sejumlah besar tindakan yang tidak
aman. Misalnya, personil yang kurang pelatih, beban kerja tinggi,
tekanan waktu berlebihan, persepsi yang tidak dapat berbahaya, atau
kesulitan motivasi. Desain pekerjaan, pemilihan dan penggunaan
peralatan, prosedur operasional, jadwal kerja, dan sebagainya, semua
kondisi ini didalam proses produksi dapat dirancang dalam perbaikan
kondisi untuk lebih menjamin keselamatan.

c. Manusia
Factor manusia didefinisikan sebagai studi tentang keterkaitan antara
manusia, alat-alat yang mereka gunakan untuk mengetahui dimana dan
mengapa sistem atau proses rusak.
Mempelajari kinerja manusia bias menghasilkan penciptaan
sistem yang aman dan menurunkan kondisi yang menyebabkan
kesalahan. Namun, tidak semua kesalahan terkait dengan factor
manusia. Meskipun desain peralatan dan bahan harus
mempertimbangkan cara orang dalam menggunakannya, factor
manusia tidak dapat mengatasi keruskan peralatn atau kegagaln
material. Sebagian besar mempelajari factor manusia adalh untuk
peningkatan hubungan antara sistem dengan manusia, dengan
merancang sistem dan proses yang lebih baik. Termasuk
menyederhanakan dan standardisasi prosedur tindakan, meningkatkan
komunikasi dan koordinasi di dalam tim, atau merancang ulang
peralatan untuk meningkatkan hubungan antara manusia dengan
mesin.
d. Teknologi
Menurut Carstens (2008) salah satu penyebab kesalahan pada pelayana
kesehatan adalah persoalan teknologi. Untuk mendukung pengetahuan
manajemen dan pekerja pada layanan kesehatan agar mengurangi risiko
kesalahan, meningkatkan keselamatan pasien, dan memperbaiki
seluruh mutu pelayanan pasien diperlukan perbaikan teknologi.
Carstens memperkenalkan model teknologi yang dapat mengurangi
kesalahan dalam pelayanan kesehatan, dengan nama SHELL model;
Software ( Prosedur, Kebijakan/Peraturan, Regulasi) Hardware (Bahan,
Peralatan, Fasilitas), Environtment (Fisik, Ekonomi, Politik),
Liveware/Worker (Pembatas Fisik, Keterbatasan Mental,
Pengetahuan/Skill, Sikap) dan Liveware/Teamwork ( Komunikasi,
Kepemimpinan, Normal Kelompok).
e. Tindakan yang tidak tepat
Masalah keselamatan pasien dari berbagai terjadi selama pelayanan
kesehatan berlangsung. Termasuk kesalahan transfusi dan efek samping
obat, salah operasi dan luka bedah, pengendalian terkait bakar, ulkus
decubitus, dan kesalahan identitas pasien.

Leape, Lucian, Lawthers, Brennan, Troyen (1993 dikutip dari IOM, 2000)
menyebutkan cirri jenis kesalahan yang mengakibatkan cedera; 1)
Diagnostik; kesalahan atau keterlambatan diagnosis, kegagalan untuk
menggunakan hasil dari tes diagnostic, menggunaan tes diagnotis atau
terapi yang sudah ketinggalan zaman, kegagalan untuk bertindak
berdasarkan hasil pemantauan atau pengujian. 2) Pengobatan;
kesalahan dalam pelaksanaan operasi, prosedur, atau uji, kesalahan
dalam mengelola perwatan, kesalahan atau dosis atau metode
menggunakan obat, keterlambatan dalam pengobatan atau dalam
menanggapi tes abnormal, dan tidak ,menunjukkakn kepedulian. 3)
Pencegahan; kegagalan untuk memberikan perawatan profilaksis,
pemantauan yang tidak ,memadai atau tidak melanjutkan pengobatan.
4) Lain-lain; kegagalan komunikasi, kegagalan peralatan, kegagalan
sistem.

f. Kesalahan obat
Memastikan pengunaan obat yang sesuai merupakan proses yang
kompleks melibatkan beberapa organisasi dan para provisional dari
berbagai disiplin ilmu, misalnya; pengetahuan obat, akses yang tepat
terhadap informasi obat, pasien yang akurat, dosis yang repat, cara
yang benar, kegagalan untuk memberikan obat yang diresepkan dan
serangkaian keputusan yang saling terkait selama periode waktu
pengobatan. Pasien juga mebuat kesalahan dalam masalah obat,
khususnya pada pasien atau masyarakat yang mngalami perawatan
jangka panjang, dan mengalami ketergantungan lebih besar pada terapi
obat yang kompleks. Kesalahan obat sering dapat dicegah, meskipun
untuk mengurangi kesalahan pada tingkat yang signifikan memerlukan
beberapa intervensi.

2.6 SOP Pencegahan INfeksi


1. pengertian : suatu usaha yang di lakukan untuk mencegah tercadinya resiko penularan
infeksi mikroorganisme antara pasien, tenaga kesehatan dan pengunjung.

2. Tujuan : sebagai acuan petugas dalam melakukan langkah-langkah pencegahan infeksi.

3. Kebijakan :

1. Peraturan puskesmas poned batujajar tentang pencegahan infeksi.

2. Semua petugas yang berkerja di puskesmas poned batujajar berkewajiban


melaksanakan tindakan sesua dengan prosedur kebidanan yang telah di buat
puskesmas poned batujajar.

3. Petugas harus menerapkan standar kewaspadaan universal pertolongan persalinan


pada kala I, II, III, IV.

a. Cuci tangan
b. Memakai sarung tangan dan perlengkapan perlindungan lainnya.
c. Menggunakan teknik asepsi atau aseptic.
d. Memproses alat bekas pakai.
e. Menangani peralatan tujuan dengan aman.
f. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan (termasuk pengelolaan
sampah secara benar).

44. Referensi Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal tahun 2008 pencegahan infeksi Dalam
kebidanan

5. Prosedur :

a. Aspek pencegahan dan pengendalian infeksi pada kala 1:

1. Batasi vagina toucher/ pemeriksaan dalam.


2. Cuci tangan ( sebelum dan sesudah ) pemeriksaan dalam.
3. Sarung tangan dan masker bekas palai segera di lepas dan di buang ke
tempat sampah infeksius.
4. Tindakan obsteri hanya dilakukan atas indikasi.

bb. Aspek pencegahan dan pengendalian infeksi pada kala:

1. Penolong menggunakan alat pelindung diri yang lengkap (Apron, sarung


tangan steril, kaca mata, masker, penutup kepala, pelindung kaki, (Septum
bot).
2. Episiotomi hanya atas indikasi.
3. Dalam pengkleman tali pusat : menerapkan prinsip steril.
4. Periksa apakah plansenta dan selaput ketuban lahir lengkap.
5. Dalam penanganan bayi :
a. Seperti petugas kesehatan yang menangani bayi harus menggunakan
APD ( masker, apron, sarung tangan).
b. Jika di perlikan suction pada bayi pertahankan kestrerilan.
c. Jaga supaya tidak terjadi transmisi mikroorganisme dari petugas, bayi
dan lingkungan.
6. Jika terjadi rupture atau robekan pada jalan lahir :
a. Bersihkan daerah parineum dari cairan/darah .
b. Buka sarung tangan kotor, buang ke tempat sampah infeksius.
c. Pakai sarung tangan steril untuk melakukan jahitan episiotomy.
d. Hati-hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk
secara tak sengaja.
e. Gunakan pemegang ujung dan pinset pada saat menjahit. Jangan
pernah meraba atau memegang ujung jahit.

c. Aspek pencegahan dan pengendalian infeksi pada kala IV dalam persiapan


untuk menyusui :
1. Perhatikan hygien ibu
2. Bersihkan arah payudara dan areola mamae dengan air matang
3. Apabila kondisi bayi baik dilakukan rawat gabung

d. Cuci tangan
1. Segera setelah tiba di tempat kerja
2. Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan bidan bayi
baru lahir
3. Setelah kontak fisik langsung dengan ibu atau bayi baru lahir
4. Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
5. Setelah melepas sarung tanagan ( kontaminasi malaui lubang atau
robekan sarung tangan)
6. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah
atau cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa
( misallnya hidung, mulut, mata, vagina) meskipun saat itu sedang
menggunakan sarung tangan
7. Setelah ke kamar mandi
8. Sebelum pulang kerja

e. Memakai sarung tangan


1. Gunakan sarung tangan steril atau disenfeksi tingkat tinggi untuk
prosedur apapun yang akan mengakubatkan kontak dengan jaringan
dibawah kulit seperti persalinan, penjahitan, vagina atau pengambilan
darah.
2. Gunakan sarung tangan periksa yang bersih untuk menangani darah
atau cairan tubuh.
3. Gunakan sarung tangan ruang tangga atau tebal umtuk memcuci
peralatan, menangani sampah, juga membersihkan darah dan cairan
tubuh.

f. Menggunakan Teknik Aseptik

1. Penggunaan perlengkapan perlindungan pribadi


2. Antiseptis
3. Menjaga tingkat sterilitas atau disinfeksi tingkat tinggi

g. Memproses alat bekas pakai


1. Dekontaminasi

Segera setelah digunakan, masukan benda-benda yang


terkontaminasi kedalam larutan klorin 0,5% selama 10 mnit

2. Pencucian dan pembilasan


a. Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan.
b. Ambil peralatan bekas pakai yang tajam, seperti: gunting dan
jarum jahit.
c. Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastic
atau karet, jangan di cuci secara bersamaan dengan peralatan
dari logam.
d. Cuci setiap venda tajam secara terpisah dan hati-hati.
e. Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menhasilkan sisa
darah dan kotoran.
f. Buka engsel gunting dan klem.
g. Sikat dengan seksama di bagian sambungan dan sudut
peralatan.
h. Pastikan tidaknada sisa darah dan kotoran yang tertinggala
pada peralatan.
i. Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali ( atau lebig jika perlu)
dengan air dan sabun atau deterjen.
j. Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih.
k. Ulangi prosedur tersebut tersebut pada benda-benda lain.
l. Jika peralatan akan didisinfeksi tingkat secara kimiawi
(misalkan dalam larutan klorin 0,5% ) tempatkan peralatan
dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum
memulai prosedur DDT. Alasan : JIka peralatan masih basah
mungkin akan mengencerkan larutan kimia dan membuat
larutan menjadi kurng efektif.
m. Peralatan yang akan didisenfiksi tingkat tinggi-tinggi dengan
dukukus atau di rebut, atau distrerilisasi di dalam otoklaf atau
oven panas kering, tidak perlu dikeringkan dulu sebelum
proses DDT atau sterilisasi dumulai.
n. Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan
dengan air dan sabun dan kemudian bilas dengan seksama
menggunakan air bersih.

Untuk mencuci kateter (termasuk kateter penghisap lender),


ikuti tahap-tahap berikut:
a) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung
tangan rumah tangga dari leteks pada kedua tangan.
b) Lepaskan penutup wadah penampung lender (untuk
kateter penghisap lender).
c) Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian
dalam kateter sedikitnya tiga kali (atau jika perlu)
dengan air dan sabun atau deterjen.
d) Bilas kateter menggunakan tabung suntik dan air
bersih.
e) Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan
biarkan kering sebelum dilakukan DDT.

Catatan: Kateter harus didisinfeksi tingkat tinggi secara


kimia (lihat dibawah). Kateter bias rusak jika
didisinfeksi tingkat tinggi dengan direbus.

4. DDT dengan cara merebus


a. Gunakan panic dengan penutup yang rapat
b. Ganti air setiap kali mendisinfeksi peralatan
c. Rendam peralatan didaam air sehingga semuannya terendam dalam air.
d. Mulai panas kan air.
e. Mulai hitung waktu saat air ,mendidih.
f. Jangan tambahkan benda apapun kedalam air mendidih setelah perhitungan
waktu dimulai.
g. Rebur selama 20 menit.
h. Catat lama waktu perebusan di dalam buku khusus.
i. Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan
atau disimpn (jika peratan dalam keadaan lembab maka keadaan disinfeksi
tingkat tinggi.
j. Pada saat peratan kering, gunakan seger atau simpan dalam wadah disinfeksi
tingkat tinggi dan berpenutup. Peralatan bias di simpan sampai satu satu
minggu asalkan penutupnya tidak dibuka.

5. DDT Kimiawi
a. Persiapan larutan klorin 0,5%
b. Letakkan peraltan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci
bilas) ke dalam wadah dan tuangkan desinfektan. Ingat: Jika peralatan basah
sebelum direndam dalam larutan kimia maka akan terjadi pengenceran larutan
tersebut sehingga dapat mengurangi daya kerja efektifitasnya.
c. Pastikan peralatan terendam seLuruhnya dalam larutan kimia.
d. Rendam peralatan selama 20 menit.
e. Catat lama waktu peralatan direndam dalam larutan kimia di buku khusus.
f. Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di wadah
disinfeksi tingkat tinggi yang penutup.
g. Setelah kering, peralatan dapat segera digunakan atau disimpan dalam wadah
disinfeksi tingkat tinggi bertutup rapat.
6. Penggunaan peralatan tajam secara aman
a) Letakkan benda-benda tajam diatas baki steril.
b) Jangan menutup kembali, melengkungkan, mematahkan atau melepaskan
jarum yang akan dibuang.
c) Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan
perekat jika sudah dua pertiga penuh.
Jangan memindahkan benda-benda tajam tersebut ke wadah lain. Wadah
benda tajam yang sudah di segel tadi harus di bakar di dalam incineraal.

BAB II PENUTUP

2.1 kesimpulan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatana dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (iyer et al,1996).Tahap pengkajian merupakan
dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
individu(klien).Pengumpulan data memiliki beberapa tipe,yaitu:data subjektif,data
obyektif. Karakteristik data, seperti : lengkap ,akurat dan nyata, relevan. Sumber
informasi atau sumber data bisa kita dapatkan di:klien,keluarga,orang terdekat,catatan
klien,riwayat penyakit,konsultasi dan lain-lain.
Tanda-tanda vital merupakan bagian dari data dasar yang dikumpulkan oleh perawat
selama pengkajian. Perawat mengkaji tanda-tanda vital kapan saja klien masuk ke
bagian keperawatan kesehatan.Pemeriksaan tanda-tanda vital mengikuti pengukuran
suhu tubuh,frekuensi nadi,frekuensi pernapasan dan tekanan darah. Setelah
memahami tanda-tanda vital dan kesimpulannya adalah kesehatan pada tubuh kita
itu sangat penting.

Pada prinsipnya obat merupakan racun bagi tubuh apabila diberikan tidak sesuai
prosedur yang tepat. Akan tetapi apabila diberikan sesuai dengan prosedur,obat dapat
menyembuhkan pasien.Dalam hal ini perawat adalah mata rantai terakhir dalam
proses pemberian obat kepada pasien.Perawat bertanggung jawab bahwa obat itu
diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar di minum .Bila ada obat yang di
berikan kepada pasien ,hal itu harus jadi bagian integral dari rencana keperawatan.
Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap
pengobatan . Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum
obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Factor gangguan visual,pendengaran,intelektual
atau motoric, yang mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus
dipertimbangkan.

Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus


dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita dimana dapat berupa urine,
darah, sputum(dahak) dll.

DAFTAR PUTSAKA

Maryunani, Anik 2011. Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan(KDPK).

Jakarta :CV. Trans info Media

Kozier, Barbara dan Glenora,Erb;dkk. 2011.FUNDAMENTAL KEPERAWATAN

Konsep,proses, & praktik

Perry,Potter.2010. Fundamental of nursing FUNDAMENTAL KEPERAWATAN

Jakarta: Salemba Medika

Nursalam .2001. proses dan dokumentasia keperawatan konsep dan praktik.


Selemba Medika: Jakarta

Nursalam .2011 . Proses dan dokumentasi keperawatan konsep dan praktik.

Selemba Medika : Jakarta

Maraton, patricia Gonce. 2003 panduan pemeriksaan kesehatan.

Buku kedokteran EGC:

Hidayat, A.AZIZ Alimun.2009 kebutuhan dasar manusia aplikasi konsep dan

Proses keperawatan. Jakarta :salemba Medika

Sucita ,Dewi kartika .2014. ilmu keperawatan dasar . Yogyakarta :putsaka pelajar

Riyadi sujono & Harmokon .2016 standar operating procedure dalam praktik

Klinik keperawatan dasar .yogyakarta :pustaka pelajar

Hidayat ,A AZIZ Alimun .2011 prosedur keterampilan dasar praktik klinik.

Depkes RI, 2011 Nilai Normal Test Laboratorium RSUD Dr.Soetomo

Surabayahttp://repository.wima.ac.id/3188/lampiran.pdf

Anda mungkin juga menyukai