Anda di halaman 1dari 190

BUKU SAKU

“KETERAMPILAN DASAR KEPERAWATAN”

DOSEN PENGAMPU : Istianah, S.Kep.,Ners., M.Kep

NAMA : Raodiatun

NIM : 115STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA


BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI
MATARAM PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG
S1 MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT. yang mana atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang
berjudul “Buku Saku Keterampilan Dasar Keperawatan” untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Keterampilan Dasar Keperawatan.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang penulis
hadapi, namun penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini
tidak lain berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak


kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh
penulis. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.

Mataram,26 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Masalah ............................................................................................ 2
C. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengkajian dan Anamnes .............................................................. 3
B. Pemeriksaan Fisik ..............................................................................19
C. Pemeriksaan TTV............................................................................... .........50
D. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang (Laboratorium DLL)
Dan Nilai Lab Lengkap ....................................................................... 94
E. Pengendalisan Infeksi, Infeksi Nosokomial Dan Patient
Safety…........................................................................................140
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 179
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 181

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatana dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (iyer et al,1996).Tahap pengkajian merupakan dasar
utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu(klien).Pengumpulan data memiliki beberapa
tipe,yaitu:data subjektif,data obyektif. Karakteristik data, seperti :
lengkap ,akurat dan nyata, relevan. Sumber informasi atau sumber
data bisa kita dapatkan di:klien,keluarga,orang terdekat,catatan
klien,riwayat penyakit,konsultasi dan lain-lain.
Tanda-tanda vital merupakan bagian dari data dasar yang
dikumpulkan oleh perawat selama pengkajian. Perawat mengkaji
tanda-tanda vital kapan saja klien masuk ke bagian keperawatan
kesehatan.Pemeriksaan tanda-tanda vital mengikuti pengukuran suhu
tubuh,frekuensi nadi,frekuensi pernapasan dan tekanan darah. Setelah
memahami tanda-tanda vital dan kesimpulannya adalah kesehatan
pada tubuh kita itu sangat penting.
Pada prinsipnya obat merupakan racun bagi tubuh apabila
diberikan tidak sesuai prosedur yang tepat. Akan tetapi apabila
diberikan sesuai dengan prosedur,obat dapat menyembuhkan
pasien.Dalam hal ini perawat adalah mata rantai terakhir dalam
proses pemberian obat kepada pasien.Perawat bertanggung jawab
bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar di
minum
.Bila ada obat yang di berikan kepada pasien ,hal itu harus jadi bagian

1
integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang
kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan . Misalnya pasien
yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu
(dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran,
intelectual automotoric, yang mungkin menyebabkan pasien sukar
makan obat, harus dipertimbangkan.
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan
prosedur pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel
dari penderita dimana dapat berupa urine, darah, sputum(dahak) dll.

B. Tujuan

Untuk mengetahui apa itu pengkajian(anamnesa dan


pengumpulan data), Pengkajian dan Anamnes, Pemeriksaan Fisik,
Pemeriksaan TTV , Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
(Laboratorium DLL) Dan Nilai Lab Lengkap , Pengendalisan Infeksi,
Infeksi Nosokomial Dan Patient Safety semua berperan penting
dalam keperawatan.

C. Rumusan masalah

1. Apa itu pengkajian dan anamnesa?

2. Apa itu pemeriksaan fisik?

3. Ap aitu Pemeriksaan ttv?

4. Ap aitu pemeriksaan diagnostic/penunjang (laboratorium dll) dan

2
nilai lab lengkap?

5. Apa itu pengendalian infeksi, infeksi nosocomial dan patient


safety?

3
BAB II

TINAJUAN PUSTAKA

A. PENGKAJIAN DAN ANAMESA

1.1. Pengertian Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan


merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien ( Iyer et al.,1996). Tahap pengkajian merupakan dasar
utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (klien)

1.2. Tujuan Pengkajian


Tujuan dari pengkajian keperawatan adalah memperoleh data
dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada klien
sehingga dapat di tentukan tindakan yang harus diambil untuk
mengatasi masalah tersebut yang menyangkut masalah
fisik,mental,sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang
mempengaruhinya.
1.3. Manfaat Pengkajian
Manfaat dari pengkajian memberikan cara pandang yang baru
dan luas kepada perawat untuk bisa melakukan pengkajian dengan
baik untuk mendapatkan data/informasi yang benar dari pasien.
1.4. Pengertian Anamnesa
Anamesa adalah : Cara pemeriksaan yang dilakukan dengan
wawancara baik langsung pada pasien ( Auto anamnese ) atau pada
orang tua atau sumber lain ( Allo anamnese ). 80% untuk menegakkan

4
diagnosa didapatkan dari anamnese. Membuat penilaian klinis
tentang perubahan status kesehatan klien dan pelaksanaannya.
 Jenis-jenis Anamesa

Ada dua jenis anamnesa yang umum dilakukan, yaitu :

1. Autoanamnesis, yaitu anamnesis yang dilakukan langsung


terhadap pasiennya. Contohnya seorang perawat atau dokter yang
berkomunikasi langsung dengan pasiennya tanpa ada perantara
orang lain.
2. Alloananmnesis atau Heteroanamnesis, yaitu anamnesis yang
mendapatkan informasi dari orang lain. Contohnya Ketika pasien
yang dating bayi, lansia atau pasien sakit jiwa maka perawat akan
berkomunikasi dengan penanggung jawab pasien tersebut.

1.5. Fokus Pengkajian Keperawatan

Pengkajian focus keperawatan merupakan pemilihan data spesifik


yang ditentukan oleh perawat, klien, dan keluarga berdasarkan
keadaan klien. Penyususan pengkajian keperawatan tidak sama dengan
pengkajian medis, meskipun kadang-kadang hasil pengkajian
keperawatan dapt mendukung identifikasi diagnosis medis. Sebagai
contoh, kemampuan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
sehingga pengkajiannya adalah pada respons klien yang saat ini terjadi
maupun beresiko akan terjadi terhadap masalahmasalah aktivitas
hariannya. (lyer et al., 1996)

1.6. Pengumpulan Data


1.6.1. Data Dasar dan Data Fokus
 Pengkajian data dasar pada proses keperawatan merupakan
kegiatan yang komprehensif dan menghasilkan kumpulan data
mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk
mengelola kesehatan dan perawatan terhadap dirinya sendiri,
serta hasil
5
konsultasi medis (trapis) atau profesi kesehatan lainnya
(Tailor,LillisdanLemone,1996).

 Data focus keperawatan merupakan data tentang perubahan


atau respons klien kesehatan dan masalah kesehatannya serta
mencakup data-data yang berhubungan dengan keperawatan
yang akan dilakukan pada klien.

6
1.6.2. Tipe Data

Tipe data pada pengkajian keperawatan dapat dibedakan menjadi


dua, yaitu subjektif dan data objektif.

a. Data Subjektif

Data subjektif adalah data yang didapatkan dariklien sebagai


suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut
tidak dapat di tentukan oleh perawat secatra independen tetapi
melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif diperoleh
dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan dan
ide tentang status kesehatannya. Data yang diperoleh dari sumber

7
lainnya, seperti dari keluarga, konsultan dan profesi kesehatan
lainnya juga dapat dikategorikan sebagai data sbjektif jika
didasarkan pada pendapat klien ( Iyer et al. 1996)
b. Data objektif

Data objektif adalah data yang dapat di observasi dan diukur


oleh perawat ( Ieyer et al 1996). Data ini diperoleh melalui
kepekaan perawat (Senses) selama melakukan pemeriksaan fisik
2S ( Sight, smell), dan HT (Hearing, Touch/Taste). Yang termasuk
data objektif adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah, adanya
edema dan berat badan ( Lyer et al. 1996).
Fokus pengumpulan data meliputi :

1. Riwayat status kesehatan sebelumnya dan saat ini

2. Pola koping yang pernah digunakan dan yang saat ini digunakan

3. Fungsi status sebelumnya dan saat ini

4. Respon terhadap terapi medis dan intervensi keperawatan

5. Resiko untuk masalah potensial

6. Hal-hal yang dapat menjadi dorongan atau kekuatan bagi klien

1.6.3. . Karesteristik Data

Data yang dikumpulkan untuk menunjang diagnosis


keperawatan harus mempunyai karakteristis yang lengkap, akurat,
dan relefan a. Lengkap
Seluruh data sangat diperlukan untuk mengidentifikasikan
masalah keperawatan klien. Oleh karena itu, data yang
terkumpul harus lengkap agar dapat membantu perawat untuk
mengatasi masalah klien.

8
b. Akurat dan Nyata

Pada proses pengumpulan data perawat mungkin saja


melakukan kesalahan dalam menafsirkan data. Untuk
mencegah hal itu terjadi, perawat harus berpikir akurat (tepat)
dan menampilkan data-data yang nyata untuk membuktikan
kebenaran data dari apa yang telah didengar, dilihat, diamati,
dan diukur serta memfalidasi semua data yang meragukan.
c. Relevan

Pendokumentasian data yang komprehensif harus


mengumpulkan banyak data sehingga akan mengambil waktu
yang diperlukan perawat untuk mengidentifikasi data-data
tersebut. Kondisi ini dapat diantisispasi dengan melakukan
pendokumentasian data fokus yang relevan dan sesuai dengan
masalah klien pada situasi khusus sehingga akan didapatkan
data yang komperhensif namun cukup singkat dan jelas.

1.6.4. Sumber Data

Data-data yang dikumpulkan dapat diperoleh tidak hanya dari


klien tetapi dari orang terdekat (keluarga) klien, catatan klien,
riwayat penyakit terdahulu, konsultasi dengan trapis, hasil
pemeriksaan diagnostik, catatan medis, dan sumber kepustakaan.
Penjelasan dari sumber-sumber data tersebut adalah sebagai
berikut :

a. Sumber Data Primer

Data yang dikumpulkan dari klien yang dapat memberikan


informasi yng lengkap tentang masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi klien.Sumber data primer adalah
datadata yang dikumpulkan dari klien, yang dapat memberikan
informasi yang lengap tentang masalah kesehatan dan

9
keperawatan yang dihadapinya. Contoh data yang didapat dari
hasil wawancara langsung dengan klien.

b. Sumber Data Sekunder

Data yang dikumpulkan dari orang terdekat klien


(keluarga),orangtua,saudara/pihak lain yang dekat dengan
klien.Sumber data sekunder adalah data-data yang diumpulkan
dari orang terdekat klien (keluarga), seperti orang tua,
saudara, atau pihak lain yang mengerti dan dekat dengan klien,
RM klien serta Pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat
kepada klien.

c. Klien
Klien adalah sumber data yang utama (primer) dan
perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya mengenai
masalah kesehatan klien. Jika klien mengetahui bahwa
informasi yang disampaikannya akan membantu memecahkan
masalahnya sendiri maka klien akan dengan mudah
memberikan informasi kepada perawat. Perawat harus mampu
mengidentifikasi masalah ataupun kesulitan-kesulitan klien
agar dapat memperoleh data yang benar dan lancar.
d. Orang terdekat

Pada klien yang mengalami gangguan dalam


berkomunikasi ataupun kesadaran yang menurun data dapat
diperoleh dari orang tua, suami/istri, anak, atau teman klien.
Pada klien yang masih anak-anak, data dapat diperoleh dari ibu
atau orang yang menjaga anak selama dirumah sakit.
e. Catatan Klien

Catatan klien ditulis oleh anggota tim kesehatan dan


dapat dipergunakan sebagai sumber data dalam riwayat
keperawatan. Untuk menghindari pengulangan yang tidak
10
perlu

11
maka sebelum mengadakan interaksi kepada klien, perawat
hendaknya membaca catatan klien terlebih dahulu. Hal ini
membantu perawat untuk fokus dalam mengkaji data dan
memperluas data yang akan diperoleh dari klien
f. Riwayat penyakit

Pemeriksaan fisik (physical examination) dan catatan


perkembangan merupakan riwayat penyakit yang diperoleh
dari terapis. Data yang diperoleh merupakan data fokus pada
identifikasi patologis yang bertujuan untuk menetukan rencana
intervensi medis.
g. Konsultasi

Kadang-kadang terapis memerlukan konsultasi dengan


tim kesehatan spesialis, khususnya dalam mentukan diagnosis
medis atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan
medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu
menegakkan diagnosis medis.
h. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Hasil pemeriksaan laboraturium dan tes diagnostik


dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang disesuikan
dengan masalah kesehatan klien. Hasil pemeriksaan diagnostik
dapat membantu terapis untuk mentapkan diagnosis medis
dan membantu perawat untuk mengevaluasi keberhasilan
asuhan keperawatan.
i. Catatan Medis dan Anggota Tim Kesehatan Lainnya

Anggota timkesehatan lain juga merupakan personel


yang berhubungan dengan klien. Mereka memberikan
intervensi, mengevaluasi dan mendokumentasikan hasilnya
pada status klien sesuai dengan spesialisnya masing-masing.

12
Catatan kesehatan yang terdahulu dapat dipergunakan sebagai
sumber data yang mendukung rencana asuhan keperawatan.
j. Perawat Lain

Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lain,


maka perawat harus meminta data-data klien sebelumnya
kepada perawat yang dulu merawatnya. Hal ini dimaksudkan
untuk kesinambungan dari asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
k. Kepustakaan

Untuk memperoleh data hasil klien yang komprehensif,


perawat dapat membaca literature yang berhubungan dengan
masalah klien. Membaca literature sangat membantu perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat.

1.7. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada tahap pengkajian dapat dilakukan


dengan menggunkan tiga metode, yaitu komunikasi, observasi dan
pemeriksaan fisik. Metode tersebut sangat bermanfaat bagi perawat
dalam melakukan pendekatan kepada klien pada tahap pengumpulan
data, perumusan diagnosis keperawatan, dan perencanaan secara
rasional dan sistematik. Penjelasan mengenai metode-metode
tersebut adalah sebagai berikut :

1.7.1. Komunikasi

Interaksi perawat dengan klien harus berdasarkan komunikasi.


Komunikasi yang dilakukan perawat dengan kliennya merupakan
komunikasi terapeutik. Komunikasi terapiutik merupakan suatu
teknik yang mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan

13
perasaan. Teknik tersebut mencakup keterampilan secara verbal
maupun nonverbal, empati, danrasa kepedulian yang tinggi. Teknik
verbal meliputi pertanyaan terbuka dan tertutup menggali jawaban,
dan memvalidasi respons klien. Teknik non-verbal meliputi
mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan, dan kontak mata.
Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang penting dalam
pengumpulan data terapi juga merupakan sesuatu yang cukup sulit
untuk dipelajari.unsur-unsur yang penting dalam mendengarkan
secara aktif meliputi :

1. Memerhatikan pesan yang disampaikan dan menghubungkannya


dengan yang sedang dipikirkan
2. Mengurangi hambatan-hambatan yang terjadi

3. Mengatur posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak yang


sesuai, cara duduk, dan lain-lain

4. Menghindarkan terjadinya interpensi

5. Menyimak setiap perkataan klien dengan penuh rasa empati

6. Memberikan kesempatan kepada klien untuk istirahat

Wawancara merupakan suatu metode komunikasi yang


direncanakan dan meliputi Tanya jawab antara perawat dengan
klien yang berhubungan dengan masalah kesehatan klien. Untuk itu
kemampuan komunikasi sangat dibutuhkan oleh perawat agar dapat
memperoleh data yang diperlukan (Lyer et al. 1996).
Tujuan wawancara pada pengkajian keperawatan adalah :

1. Mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi


dan merencanakan asuhan keperawatan (Lyer at al.,1996)
2. Meningkatkan hubungan perawat-klien dengan adanya
komunikasi

14
3. Membantu klien untuk memperoleh informasi akan
kesehatannya dan ikut berpatisipasi dalam identifikasi masalah
dan pencapaian tujuan asuhan keperawatan (Lyer et al.,1996)
4. Membantu perawat untuk menetukan pengkajian lebih lanjut
(Iyer et al.,1996)
Komunikasi dalam keperawatan merupakan suatu proses yang
kompleks dan memerlukan kemampuan (skill) berkomunikasi dan
berinteraksi. Hal ini berbeda dengan wawancara yang dilakukan
profesi kesehatan lain, dimana komunikasi keperawatan difokuskan
pada identifikasi respons klien yang dapat diatasi melalui asuhan
keperawatan.
Komunikasi dalam keperawatan digunakan untuk memperoleh
riwayat keperawatan. Riwayat keperawatan merupakan data yang
khusus dan harus didokumentasikan, sehingga rencana asuhan
keperawatan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan klien. Riwayat
keperawatan sebaiknya sudah diperoleh ketika klien baru masuk
rumah sakit karena riwayat tersebut akan memudahkan perawat
untuk mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan klien,
meminimalkan resiko terjadinya gangguan fungsi kesehatan, dan
mengatasi masalah-masalah keperawatan yang aktual maupun
potensial (Gordon,1982)

1.7.2. Observasi

Metode pengumpulan data yang kedua adalah observasi.


Observasi merupakan kegiatan mengamati perilaku dan keadaan
klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan klien.
Observasi memerlukan keterampilan disiplin dan praktik klinik
sebagai bagian dari tugas perawat.
Kegiatan observasi meliputi 2S-HFT yaitu :

15
1. Shight : kelainan fisik, perdarahan, terbakar, menangis, dan
seterusnya

2. Smell : alcohol, darah, feses, obat-obatan, urine, dan seterusnya

3. Hearing : tekanan darah, batuk, menangis, ekspresi nyeri, denyut,


dan ritme jantung
4. Felling : perasaan yang dirasakan oleh klien

5. Taste : hal yang dirasakan oleh indra pengecapan

1.7.3. Tahapan Komunikasi

Komunikasi dalam keperawatan yang dilakukan dengan


wawancara untuk memperoleh data harus terdiri dari empat
tahapan, sebagai berikut :
a. Persiapan
Sebelum berkomunikasi dengan klien, perawat harus
melakukan persiapan salah satunya dengan membaca status
(rekam medis) klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai
prasangka buruk terhadap klien karena akan mengganggu
hubungan saling percaya yang terjalin antara perawat dank lien.
Jika klien belum untuk berkomunikasi, maka perawat tidak boleh
memaksa dan harus menunggu sampai klien siap untuk bn
erkomunikasi. Hal ini penting dilakukan karena klien mempunyai
hak dan wewenang untuk dirawat atau tidak (Stunton dan
Whyburn, 1993)
b. Perkenalan (pembukaan)

Pada tahap ini, mulai terjalin hubungan yang terapeutik antara


perawat dengan klien. Perawat professional dengan perilaku
yang baik akan membantu terciptanya lingkungan yang nyaman.
Hal yang sangat penting dalam proses perkenalan
(pembukaan)
16
adalah pendekatan yang dilakukan oleh perawat, yaitu dengan
memberikan penghargaan yang positif terhadap klien. Langkah
pertama pada tahap perkenalan adalah memperkenalkan diri
(nama dan peran), memberitahu tujuan wawancara dan factor-
faktor yang menjadi pokok pembicaraan, serta waktun yang akan
diperlukan (Stunton dan whyburn, 1993).
c. Kerja (isi)

Pada tahap ini, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada


masalah kesehatan yang ingin dikaji. Data yang diperoleh
didapatkan dari keluhan-keluhan dan sekaligus data mengenai
riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga, agama, dan
budaya. wawancara dapat dilakukan dimana saja seperti di
rumah sakit, klinik, dan atau di rumah klien pada saat melakukan
perawatan di rumah ( nursing home). Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam berkomunikasi adalah sebagai berikut :
1. Memfokuskan wawancara pada klien. Perawat harus
menunjukkan rasa ingin tahu dan rasa ingin terlibat dengan
memanggil nama klien,melakukan kontak mata, dan
menghindari perdebatan dengan klien.
2. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan
menggunakan tektik komunikasi refleksi dan penjelasan agar
klien dapat mengerti dan memahami apa yang disampaikan
oleh perawat.
3. Menanyakan masalah yang paling dirasakan klien dengan
menggunakan kata yang mudah dimengerti oleh klien. Jika
klien tidak mampu untuk terus berkomunikasim perawat
dapat mengakhiri wawancara dan membuat kontrak waktu
untuk pertemuan selanjutnya.
4. Menggunakan pertanyaan tertutup (closed-ended questions)
untuk memperoleh data yang spesifik dan menggunakan

17
pertanyaan terbuka (open-ended questions) untuk
memperoleh data yang memerlukan penjelasan atau uraian
dari klien. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat
bermanfaat dalam memvalidasi atau mengklarifikasi data
yang kurang jelas.
5. Menggunakan teknik komunikasi diam jika diperlukan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya tanpa harus terpotong oleh
pertanyaan perawat yang terus-menerus.
6. Menggunakan teknik komunikasi sentuhan. Teknik ini
diperlukan jika situasi dan kondisi memungkinkan serta
bertujuan memberikan dorongan spiritual, merasa
diperhatikan, dan mempunyai teman. Teknik ini dapat
dilakukan pada klien dengan masalah depresi yang berat dan
memerlukan rasa “tidak ditinggalkan”. Akan tetapi
penggunaan teknik tersebut harus hati-hati dan selalu
memerhatikan norma, budaya dan agama dari klien.

d. Terminasi

Tahap akhir dari wawancara adalah terminasi (penutupan).


Pada tahap ini perawat memberitahukan klien bahwa
wawancara akan segera berakhir. Oleh karena itu, klien harus
diberitahukan sejak tahap perkenalan tentang tujuan dan waktu
yang diperlukan untuk wawancara sehingga diharapkan pada
tahap terminasi ini perawat dank lien mampu menilai
keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama jika
diperlukan, perawat perlu membuat kontrak waktu lagi untuk
pertemuan selanjutnya.

18
1.7.4. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan atau pengkajian fisik dalam keperawatan


dipergunakan untuk memperoleh data obyektif dari riwayat
keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilaksanakan
bersamaan dengan wawancara. Fokus pengkajian fisik yang dilakukan
perawat adalah pada kemampuan fungsional klien. Tujuan dari
pengkajian fisik didalam keperawatan adalah untuk menentukan
status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah kesehatan dan
mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan
perawatan.

 Jenis Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan fisik head to toe adalah tes rutin yang sebenarnya
semua orang butuhkan. Lewat pemeriksaan ini, dokter akan
memeriksa kondisimu secara keseluruhan dari ujung kaki hingga
ujung kepala (head to toe).
2. pemeriksaan fisik per sistem tubuh yang mencakup pemeriksaan
menyeluruh terhadap semua sistem, mulai dari evaluasi sistem
jantung, diabetes, fungsi hati, penanda kanker, profil darah
terperinci, profil lipid, pencitraan bidang-bidang utama dan
konsultasi khusus yang terperinci.
 Terdapat empat teknik yang dilakukan pada tiap pemeriksaan fisik
yang dilakukan, yaitu:

 Inspeksi. Tahapan yang bertujuan melihat bagian tubuh dan


menentukan apakah seseorang mengalami kondisi tubuh normal
atau abnormal. Inspeksi dilakukan secara langsung (seperti
penglihatan, pendengaran, dan penciuman) dan tidak langsung
(dengan alat bantu).

19
 Palpasi. Pemeriksaan fisik lanjutan dengan menyentuh tubuh dan
dilakukan bersamaan dengan inspeksi. Palpasi dilakukan
menggunakan telapak tangan, jari, dan ujung jari. Tujuannya
untuk mengecek kelembutan, kekakuan, massa, suhu, posisi,
ukuran, kecepatan, dan kualitas nadi perifer pada tubuh.
 Auskultasi. Proses mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh
untuk membedakan suara normal dan abnormal menggunakan
alat bantu stetoskop. Suara yang didengarkan berasal dari sistem
kardiovaskuler, respirasi, dan gastrointestinal.
 Perkusi. Tahapan ini bertujuan mengetahui bentuk, lokasi, dan
struktur di bawa kulit. Perkusi bisa dilakukan secara langsung
dan tidak langsung.

1.8. Masalah dalam PULTA

Masalah-masalah yang mungkin terjadi selama pulta :

1. Ketidakmampuan perawat mengorganisir data dasar,

2. Kehilangan data yang telah dikumpulkan

3. Data yang tidak relevan

4. Adanya duplikasi data

5. Mis persepsi data

6. Tidak lengkap

7. Adanya interpretasi data dalam mengobservasi prilaku dan

8. Kegagalan dalam mengambil data dasar terbaru

20
B. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pengertian pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung


rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang
memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis.
Keakuratan Pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi
yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.
(PotterdanPerry, 2005).
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien
secarakeseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap
perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010).
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
B. Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang
diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status
kesehatan klien dan penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.

21
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki
tujuan tertentu yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tibug
yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.

C. Manfaat Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi
perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan
diagnose keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

D. Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:
1. klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di
rawat.
2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

E. Teknik Pemeriksaan Fisik


1. Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera


penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum

22
dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau
kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk.
Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus
pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan
alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain.
(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata
atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010). Fokus inspeksi pada
setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi
perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu
dengan bagian tubuh lainnya.

2. Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera


peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di
jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan
indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2
jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk,
ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)

23
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur,
gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan
sensasi.
Tehnik palpasi pada pemeriksaan fisik terdiri dari:
a. Palpasi ringan ( superficial ) berguna untuk mengetahui
adanya ketegangan otot, nyeri tekan abdomen, dan
beberapa organ dan masa superficial. Dengan posisi tangan
dan lengan bawah horizontal, dengan menggunakan telapak
ujung jari- jari secara bersama-sama, lakukanlah gerakan
yang lembut dan ringan.

b. Palpasi dalam dilakukan untuk menggambarkan massa


intra-abdomen serta adanya organomegali (pembesaran
organ yang tidak normal).

24
3. Perkusi

Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan


permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu
dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di
bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian
permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian
tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi
jaringan. Dewi Sartika, 2010).
 Perkusi secara langsung dilakukan dengan mengetukkan jari
tangan langsung pada permukaan tubuh.
 Sementara perkusi secara tidak langsung dilakukan dengan
menempatkan jari tengah tangan non-dominan (biasanya
tangan kiri) di permukaan tubuh yang akan diperkusi,
kemudian jaringan tengah tangan dominan (biasanya tangan
kanan) diketuk-ketuk di atas jari tengah tangan non-dominan
untuk menghasilkan suara.

25
4. Auskultasi

Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang


ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura
A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
(Dewi Sartika, 2010).
Pemeriksaan bunyi jantung dilakukan di dada sebelah kiri,
sedangkan pemeriksaan bunyi paru-paru dilakukan di seluruh bagian
dada.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang
harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril,
memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa
jika ada.
b. Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan
cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi
klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup
pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien

26
1. Komunikasi (penjelasan prosedur)
2. Privacy dan kenyamanan klien
3. Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal,
dr normal ke abN)
4. Berada di sisi kanan klien
5. Efisiensi
6. Dokumentasi
 Lokasi auskultasi paru-paru dan jantung

F. Standar Operasional Prosedur pemeriksaan


fisik Persiapan

1. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop,
Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch,
Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue,
buku catatan perawat.
Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
2. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privacy klien.

27
3. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan
klien untuk rileks.
a. Prosedur Pemeriksaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien
dan pasang handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status
mental dan nutrisi.

Posisi klien :

duduk/berbaring Cara :

inspeksi

 Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal :


Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/
sulit bernafas)
 Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal) Relaks, tidak ada
tanda-tanda cemas/takut)
 Jenis kelamin
 Usia dan Gender
 Tahapan perkembangan
 TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
 Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
 Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
 Postur dan cara berjalan
 Bentuk dan ukuran tubuh
 Cara bicara. (Relaks, lancar, tidak gugup)
 Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
 Dokumentasikan hasil pemeriksaan

28
b. Pengukuran Tanda Vital

Posisi klien : duduk/ berbaring

1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)


2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3. Nadi
a) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit Takikardia: >100
Bradikardia: <60
b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan 1: denyutan kurang teraba
,2: Denyutan mudah teraba, tak mudah lenyap, 3: denyutan
kuat dan mudah teraba.
4. Pernafasan
a) Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea <15
bradipnea
b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kedalaman: dalam/dangkal
d) Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada.

Setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi


hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.

c. Pemeriksaan Kulit dan Kuku

Tujuan :

1. Mengetahui kondisi kulit dan kuku


2. Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan
jaringan setempat, dan hidrasi.

29
Persiapan

1. Posisi klien: duduk/ berbaring


2. Pencahayaan yang cukup/lampu
3. Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan

a) Pemeriksaan kulit

Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan,


bentuk, ukuran, permukaan
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur,
ketebalan, turgor kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.

Setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi


hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

b. Pemeriksaan kuku

Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku


Normal: bersih, bentuk normal tidak ada tanda-tanda jari tabuh
(clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.

30
Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile pengisian kapiler
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
Setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang
di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

d. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan


leher
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan
leher perawat berhadapan dengan klien.
1) Pemeriksaan kepala

 Tujuan :
 Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
 Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
 Persiapan alat
 Lampu
 Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
 Prosedur Pelaksanaan
- Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan,
adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit
kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
- Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak
menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut
jagung dan kering).

31
- Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan
tekstur rambut.· Normal: tidak ada penonjolan
/pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.

Setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil


yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal,
dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.

2) Pemeriksaan wajah

- Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan


kesimetrisan.
- Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak
pucat/ikterik, simetris.
- Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
- Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.

Setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang


di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

32
3) Pemeriksaan mata

Tujuan :
a) Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b) Mengetahui adanya kelainan pada mata.

Persiapan alat :

a) Senter Kecil
b) Surat kabar atau majalah
c) Kartu Snellen
d) Penutup Mata
e) Sarung tangan

Prosedur Pelaksanaan

- Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata,


kelopak mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva
dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa
kontak, dan respon terhadap cahaya.
- Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna
konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.
- Tes Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda
dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan
derajat persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut
dibagi dua yaitu:

33
 Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis
jauh dan visus sentralis dekat.
- Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan
untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada
keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM.
Sutrisna, dkk, hal 21).
- Visus centralis dekat yang merupakan ketajaman
penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya
membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata
harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di
retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
 Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan
penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi
dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu
benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh
dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari
samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut
diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang
dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter.
4) Pemeriksaan telinga

34
Tujuan :
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang
telinga, dan fungsi pendengaran.

Persiapan Alat :

a) Arloji berjarum detik


b) Garpu tala
c) Speculum telinga
d) Lampu kepala

Prosedur Pelaksanaan :

- Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan,


integritas, posisi telinga, warna, liang telinga
(cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
- Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit
bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda
infeksi, dan alat bantu dengar.
- Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus
- Normal: tidak ada nyeri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala

a. Pemeriksaan Rinne

35
 Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke
telapak atau buku jari tangan yang berlawanan.
 Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus
mastoideus klien.
 Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika
ia tidak merasakan getaran lagi.
 Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di
depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi
garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar
klien.
 Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia
masih mendengarkan suara atau tidak.
 Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.

b. Pemeriksaan Webber

 Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke


telapak atau buku jari yang berlawanan.
 Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala
klien.
 Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama
jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah
satu telinga.
 Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran
tersebut.

36
c. Pemeriksaan schwabach

 Dokter akan mengantarkan garpu tala dan


meletakkan pangkalnya di ujung puncak ujung
kepala pasien.
 Ujung tangkai garpu tala akan ditekankan ke
prosesus mastoideus salah satu telinga pasien.
 Pasien akan di instruksikan untuk mendengar
suara tersebut hingga hilang.
 Setelah itu, dokter akan segera memindahkan
garpu tala ke telinga orang yang pendengarannya
normal dan membandingkan dengungan yang
didengar.
5) Pemeriksan hidung dan sinus

Tujuan :
a) Mengetahui bentuk dan fungsi hidung
b) Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi
atau infeksi

Persiapan Alat :

a) Spekulum hidung

37
b) Senter kecil
c) Lampu penerang
d) Sarung tangan (jika perlu)

Prosedur Pelaksanaan :

- Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna,


kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan,
pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2
infeksi).
- Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain,
tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-
tanda infeksi.
- Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak,
nyeri, dan septum deviasi).
- Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi


hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

6) Pemeriksaan mulut dan bibir


Tujuan :
Mengetahui bentuk kelainan mulut.

Persiapan Alat :

a) Senter kecil
b) Sudip lidah
c) Sarung tangan bersih
d) Kasa

Prosedur Pelaksanaan :

38
- Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut
dan bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis.
- Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak
ada lesi dan stomatitis.
- Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi
lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi,
kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
- Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang
atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi,
lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda
infeksi.

Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang


terdiri dari 16 buah di rahang atas dan 16 buah di rahang
bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia
enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti
tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada
usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai
tanggal dan dig anti gigi tetap.

Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi


hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

7) Pemeriksaan leher
Tujuan :
a) Menentukan struktur integritas leher
b) Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c) Memeriksa system limfatik

Persiapan Alat :

- Stetoskop
39
Prosedur Pelaksanaan :

- Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.


- Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik,
bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
- Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi.
- Normal: arteri karotis terdengar.
- Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus,
pembesaran,batas,konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan
pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri,
pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba).
- Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada
nyeri, tidak ada pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
- Auskultasi : bising pembuluh darah.

Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

e. Pemeriksaan dada( dada dan punggung)

Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring


Cara/prosedur:
a) System pernafasan
Tujuan :
 Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit,
dan dinding dada.
 Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,

40
 Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil
premitus.

Persiapan alat :

a) Stetoskop
b) Penggaris centimeter
c) Pensil penada

Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas


(frekuensi, irama, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-
otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema,
pembengkakan/ penonjolan.
- Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada
tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan
warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema.
- Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri,
tractile fremitus.

(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien


untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam”
sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada
punggung pasien.)

- Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri


tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris,
taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
- Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan
bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang
sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi).

41
- Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih
daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian
udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng
deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan hilang>>redup.
- Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru.
(dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru
kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
- Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial,
tracheal.

Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang


di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

b) System kardiovaskuler
Tujuan :
 Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
 Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
 Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
 Mendeteksi gangguan kardiovaskuler

Persiapan alat :

 Stetoskop
 Senter kecil

Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri


karotis
- Palpasi: denyutan
- Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.

42
- Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari
arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah
sampai bunyi redup).
- Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah
kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
- Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian
diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan
bunyi jantung.
- Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi
jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3
atau S4).

Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler


evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

f. Dada dan aksila


Tujuan :
a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam
jaringan payudara
b) Mendeteksi awal adanya kanker payudara.

Persiapan alat :

a) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)

Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi payudara: Integritas kulit


- Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan
penyebaran vena

43
- Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe,
konsistensi.

Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil


yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

g. Pemeriksaan Abdomen (Perut)

Posisi klien: Berbaring


Tujuan :
a) Mengetahui bentuk dan gerakan-gerakan perut
b) Mendengarkan suara peristaltic usus
c) Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut
benjolan dalam perut.

Persiapan :

Posisi klien: Berbaring

a) Stetoskop
b) Penggaris kecil
c) Pensil gambar
d) Bantal kecil
e) Pita pengukur

Prosedur pelaksanaan :

44
- Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar,
ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus,
dan gerakan dinding perut.
- Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak
ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran
vena, kelainan umbilicus.
- Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran
(bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah
dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
- Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk,
terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
- Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas
bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri
dan bagaiman kualitas bunyinya.
- Perkusi hepar: Batas
- Perkusi Limfa: ukuran dan batas.
- Perkusi ginjal: nyeri
- Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan
apabila banyak cairan = hipertimpani
- Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan):
massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular,
lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan
terlebih dahulu
- Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak
ada massa dan penumpukan cairan.

Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

h. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)

45
Tujuan :
a) Memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
b) Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan
pada bagian-bagian tertentu.

Alat :

a) Meteran

Prosedur pelaksanaan :

Posisi klien: Berdiri. Duduk

- Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,


Integritas ROM ( fleksi 180, ekstensi 45, abduksi 180,
internal royasi 90, eksternal rotasi 90, abduksi horizontal
45, abduksi horizontal 135) kekuatan dan tonus otot
Kekuatan otot dinilai dari derajat kekuatan:
 5 : normal seluruh gerakan dapat dilakukan dengan
tahanan maksimal.
 4 : dapat melawan gaya berat dan melawan tahanan
ringan dan sedang dari pemeriksa.
 3 : dapat melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat
melawan tahanan dari pemeriksa.
 2 : otot hanya dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan.
 1 : kontraksi otot minimal dapat terasa pada otot
bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan
 O : tidak ada kontraksi otot sama sekali. Paralisis total

46
- Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh.
- Palpasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis.
- Normal: teraba jelas
- Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
- Normal: reflek bisep dan trisep positif.

Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil


yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

i. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan


kaki dan telapak kaki)

- Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,


integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
- Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh
- Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
- Normal: teraba jelas
- Tes reflex :tendon patella dan archilles.
- Normal: reflex patella dan archiles positif

Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi


hasil yang di dapat dengan membandingkan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

47
j. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy.
Tujuan:
a) Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam
genetalia.
b) Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya
varises, edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi,
pengeluaran cairan atau darah.
c) Melakukan perawatan genetalia.
d) Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau
persalinan.

Alat :

a) Lampu yang dapat diatur pencahayaannya


b) Sarung tangan

Pemeriksaan rectum :
Tujuan :
a) Mengetahui kondisi anus dan rectum
b) Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari
dinding rektal
c) Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
d) Memeriksa kangker rectal dll

Alat :

a) Sarung tangan sekali pakai


b) Zat pelumas
c) Penetangan untuk pemeriksaan

Prosedur Pelaksanaan :

48
a) Wanita:
- Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit,
contour simetris, edema, pengeluaran.
- Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik,
semetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi
(pengeluaran pus /bau).
- Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa,
pengeluaran
- Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran,
konsistensi dan, massa.
- Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema,
haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
- Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/
polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.

Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan


genitalia evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

b) Pria :
- Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan
pengeluaran
- Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau
pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah
- Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan
bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan
tonjolan
- Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema,
hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.

49
- Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema /
hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
- Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita
evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

G. Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang
mereka berikan dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan.
Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan evaluasi tindakan
keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku.
Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji
kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan
diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan
objektif melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan
tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan. Perawat tidak
bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat
digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

H. Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian
fisik pada pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar
institusi memiliki format khusus yang mempermudah pencatatan data
pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien
berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali
informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian
fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.

50
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang
hamper sama dengan langkah-langkah proses keperawatan.
Format SOAPIE, terdiri dari:
 Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien
 Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi oleh perawat.
 Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan
pernyataan tentang kemajuan atau kemunduran klien
 Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
 Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan
dilakukan berdasarkan rencana
 Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di
implementasikan.

51
C. PEMERISAAN TANDA-TANDA VITAL

A. Pengertian TTV (Tanda-Tanda Vital)


Tanda vitalmerupakan cara cepat untuk memonitor kondisi
klien, mengenali masalah, dan mengevaluasi, respons klienterhadap
intervensi. Tanda-tanda vital atau tanda-tanda dasar meliputi suhu,
denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Pemeriksaan tersebut
merupakan indikator dari status kesehatan, pemeriksaan ini
menunjukkan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural dan
endokrin tubuh. Karena sangat penting, maka disebut dengan tanda-
tanda vital(Potter,perry 2005).

B. Tujuan Pemeriksaan TTV


Tanda-tanda vital berguna dalam mendeteksi atau memantau
masalah medis. Tanda-tanda vital dapat diukur dalam pengaturan
medis, di rumah, di lokasi darurat medis, atau di tempat lain. Angka-
angka dalam pemeriksaan fisik tanda vital bisa memberikan informasi
penting tentang kondisi kesehatan pasien.
C. Manfaat Pemeriksaan TTV
Tanda-tanda vital berguna dalam mendeteksi atau memantau
masalah medis. Tanda-tanda vital dapat diukur dalam pengaturan
medis, di rumah, di lokasi darurat medis, atau di tempat lain. Angka-
angka dalam pemeriksaan fisik tanda vital bisa memberikan informasi
penting tentang kondisi kesehatan pasien.

D. Jenis Pengukuran Tanda-tanda Vital


1. Suhu Tubuh

52
Suhu merupakan proses produksi panas dalam tubuh yang
dipengaruhi oleh pusat pengatur suhu di otak atau thermoregulasi,
yaitu hypothalamus.Pemeriksaan suhu dapat dilakukan di mulut
(oral), aksila atau rektal, dan ditunggu selama 3–5 menit.
Pemeriksaan suhu dilakukan denganmenggunakan termometer
baik dengan glass thermometer atau electronic thermometer. Bila
menggunakan glass thermometer, sebelum digunakan air raksa
pada termometer harus dibuat sampai menunjuk angka 35 derajat
celcius atau di bawahnya (Potter, Perry 2005).

Ada dua jenis suhu tubuh: suhu inti dan suhu permukaan. Suhu
inti merupakan suhu jaringan tubuh baian dalam, seperti rongga
abdomen dan rongga pelvis. Suhu inti relative konstan. Suhu
permukaanmerupakan suhu pada kulit, jaringan subkutan, dan
lemak. Suhu permukaan akan meningkat atau menurun sebagai
respons terhadap lingkungan.

Suhu normal berkisar antara 36,5°C – 37,5°C. Lokasi


pengukuran suhu adalah oral (dibawah lidah), aksila, dan rektal.
Pada pemeriksaan suhu per rektal tingkat kesalahan lebih kecil
daripada oral atau aksila. Peninggian semua terjadi setelah 15
menit, saat beraktivitas, merokok, dan minum minuman hangat,
sedangkan pembacaan semu rendah terjadi bila pasien bernafas
melalui mulut dan minum minuman dingin.

a. Sejumlah factor berpengaruh terhadap produksi panas tubuh.


Lima factor terpenting antara lain :
1) Laju metabolism basal (BMR) merupakan penggunaan
energy yang digunakan tubuh untuk mempertahankan
aktivitas penting seperti bernapas, akan meningkat seiring
dengn peningkatan usia. Semakin muda usia
individu,semakin tinggi BMR-nya (Marieb, 1998, hal. 952).

53
2) Aktivitas otot, termasuk menggigil, akan meningkatkan laju
metabolisme
3) Sekresi tiroksin, peningkatan sekresi tiroksin akan
meningkatkan laju metabolism sel di seluruh tubuh. Efek ini
biasanya disebut sebagai termogenesis kimiawi, yaitu
stimulasi untuk menghasilkan panas di seluruh tubuh
melalui metabolism seluler
4) Stimulasi epinefrin, norepinefrin, dan simpatis. Hormone
ini segera bekerja meningkatkan laju metabolism seluler di
banyak jaringan tubuh.
5) Demam dapat meningkatkan laju metabolisme dan
kemudian akn meningkatkan suhu tubuh
b. Factor yang memengaruhi suhu tubuh
1) Usia
Bayi sangat di pengaruhi oleh suhu lingkungan dan
harus dilindungi dari perubahan suhu yang sangat ekstrem.
Seorang bayi baru lahir dapat kehilangan 30% panas tubuh
melalui kepala sehingga ia harus menggunakan tutup
kepala untuk mencegah kehhilangan panas suhu tubuh bayi
baru lahir berkisar antara 35,5 – 37,5. Suhu ntubuh anak
akan terus bervariasi dibandingkan suhu orang dewasa
hingga menginjak pubertas atau masa remaja. Sebagian
lansia terutama mereka yang berusia diatas 75 tahun,
beresiko mengalami hipotermia (suhu tubuh dibawah
36oC) karena berbagai alas an, sepertidiett makanan yang
tidak adekuat, kehhilangan lemak subkutan, kurangnya
aktivitasdan penurunan efisiensi pengaturan suhu. Lansia
juga sangat sensitive terhadap suhu lingkungan yang
ekstrem karena penurunan control termoregulator.

54
2) Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai
darah dan pemecahan karbohidrat dan lemak. Hal ini
menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi
panas. Olahraga berat yang lama, seperti lari jarak jauh
dapat meningkatan suhu tubuh 41oC.
3) Kadar hormone
Wanita biasanya mengalamifluktuasi hormone lebih
sering dari pada pria. Pada wanita, sekresi progesterone
pada saat ovulasi akan meningkatkan suhu tubuh sekitar
0,3
– 0,6oC di atas suhu basal (Ladewig, London, & Olds, 1998)
Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat
menopause, mereka biasanya mengalami periode panas
tubuh yang intens dan berkeringat banyak dapat terjadi 30
detik sampai 5 menit.
4) Irama sikardian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1oC selama
periode 24 jam. Suhu terendah berada diantara pukul 1
sampai 4 pagi. Pada siang hari, suhu tubuh meningkat dan
mmencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun
kemballi sampai pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami
perubahan pada individu yang bekerja di malam hari dan
tidur di siang hari. Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu untuk
terjadinya pembalikan siklus. Secara umum irama suhu
sikarian tidak berubah seiring usia.
5) Stres
Stress fisik maupun emosional meningkatkan suhu
tubuh melalui stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan
fisiologis ini meningkatkan metabolism, yang akan

55
meningkatkan produksi panas. Klien yang gelisah akan
memiliki suhu normal yang lebih tinggi
6) Lingkungan
Lingkungan memengaruhi suhu tubuh. Tanpa
mekanisme kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia
akan berubah mengikuti suhu lingkungan. Suhu lingkungan
lebuh berpengaruh terhadap anak-anak dan dewasa tua
karena mekaisme regulasi suhu mereka kurang efisien
c. Perubahan suhu tubuh
Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan
memengaruhi titik pengaturan hipotalamus. Perubahan ini
berhubungan dengan produksi panas berlebihan, kehilangan
panas berlebiha, produksi panas minimal, kehilangan panas
minimak, atau kombinasi hal diatas. Sifat perubahan akan
emengaruhi jenis masalah klinis yang dialami klien

1) Pireksia
Pireksia, hipertermia atau demam, terjadi karena
ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk
mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga
terjadi peningkatan suhu tubuh. Demam terjadi akibat
perubahan titik pengetahuan hipotalamus. Pirogen, seperti
bakteri atau virus meningkatkan suhu tubuh. Pirogen
bertindak sebagai antigen yang memicu respons system
imun.

2) Hipertermia
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh sehubungan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran
panas atau menurunkan produksi panas.

56
Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat
memengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia
malignan adalah kondisi bawaan dimana tidak dapat mengontrol
produksi panas yang terjadi ketika orang yang rentan
menggunakan obat-obatan anastetik tertentu.
3) Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap
dingin memengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi
panas sehingga akan mengakibatakan hipotermia. Hipotermia
diklasifikasikan melalui pengukuran suhu inti:
 Ringan: 33°-36°.
 Sedang: 30°-33°.
 Berat: 27°-30°.
 Sangat berat: <30°.
Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan
tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun
menjadi 35°C, orang yang mengalami hipotermia mengalami
gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak
mampu menilai.
Jika suhu tubuh turun dibawah 34,4°c, frekuensi jantung,
pernapasan, dan tekanan darah turun. Jika hipotermia terus
berlangsung, disritmia jantung akan berlangsung, kehilangan
kesadaran, dan tidak responsif terhadap stimulus nyeri.
4) Kelelahan Akibat Panas
Kelelahan akibat panas terjadi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang
terlalu panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal
yang umum selama kelelahan akibat panas.
5) Heat Stroke
Lingkungan dengan suhu tinggi dapat memengaruhi
mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heat stroke.

57
Penderita heat stroke tidak berkeringat karena kehilangan
elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus. Heat stroke
dengan suhu yang lebih besar dari 40,5°C mengakibatkan
kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh.
Itulah beberapa kondisi penyakit yang disebabkan oleh
adanya perubahan suhu tubuh. Adanya perubahan suhu tubuh
memang sangat sulit dicegah dan manusia hanya dapat
melakukan peminimalan resiko dari penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan perubahan suhu tubuh seperti demam,
kelelahan, heat stroke, dan lainnya.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan rajin memeriksakan
kondisi tubuh ke dokter secara rutin, mengonsumsi makanan
sehat, berolahraga secara teratur, dan mencukupi kebutuhan tidur
Anda.
Dengan demikian, penyakit apapun bisa dicegah. Jika
mampu menyerang sekalipun, resiko penyakitnya tak akan
terlalu parah dan juga proses penyembuhannya relatif cepat
karena orang yang senantiasa menjaga kebugaran dan kesehatan
tubuhnya memiliki daya imun yang kuat.
a. Batasan normal pemeriksaan suhu
Usia Suhu (Derajat Celcius)
3 bulan 37,5
1 tahun 37,7
3 tahun 37,2
5 tahun 37,0
7 tahun 36,8
9 tahun 36,7
13 tahun 36,6

58
d. Mengkaji suhu tubuh
Empat lokasi yang baisa digunakan untuk mengukur suhu
tubuh adalah oral, rectum, aksila, dan membrane timpani.
Setiap lokasi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
masing- masing.
1) Oral

Suhu tubuh biasanya diukur secara oral. Metode ini


menggambarkan perubahan suhu tubuh yang lebih cepat
daripada metode rectal. Apabila klien baru saja
mengonsumsi makanan atau cairan yang panas atau dingin,
perawat harus menunggu selama 30 menit sebelum
mengukur suhu secara oral .

Dimulut Atau Oral


1) Alat yang digunakan :
a) Thermometer oral
b) Botol berisi larutan sabun
c) Botol larutan desinfektan
d) Botol berisi air bersih didalamnya, dialasi dengan kain
kasa
e) Potongan tertutup pada tempatnya
f) Bengkok
g) Alat tulis
h) Buku catatan
2) Pelaksaan :

59
a) Mencuci tangan
b) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
c) Mengatur posisi pasien (duduk/tidur)
d) Thermometer diperiksa apakah air raksa sudah turun
jika belum ayun – ayun dengan hati – hati sampai air
raksa penuh pada titik angka terendah (dibawah 35˚c).
e) Anjurkan pasien untuk membuka mulut, letakkan
reservoin thermometer dibawah lidah kemudian
anjurkan pasien untuk menutup mulut.
f) Tunggu 10 menit, keluarkan thermometer dan
keringkan dengan silstep 1 kali dengan tekanan yang
mantab dari atas ke reservoin dengan putaran.
g) Baca hasilnya dengan meletakkan thermometer
horizontal setinggi mata putar – putar diantaranya jari
sampai batas air raksa jelas.
h) Catat hasil di buku catatan

2) Rectal

Pengukuran suhu tubuh secara rectal terbukti sangat


akurat. Pada beberapalembaga, pengukuransuhu secara
rectal dikontraindikasikan untuk klien yang menderita
infark miokard. Beberapa orang meyakini bahwa ketia
memasukan thermometer kedalam rectum akan terjadi
stimulasi pagal, yang pada khirnya dapat menyebabkan
kerusakan miokardim.

60
Dianus Atau Rectal
1) alat yang digunakan:
a) Thermometer rektal
b) Botol berisi larutan sabun
c) Botol berisi larutan desinfektan
d) Botol berisi air bersih didalamnya dialasi dengan kain
kasa
e) Potongan tertutup pada tempatnya
f) Bengkok
g) Alat tulis
h) Buku catatan
2) Pelaksanaan :
a) Menjelaskan pada klien tentang tindakan yang akan
dilakukan
b) Mendekatkan alat ke samping klien
c) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
d) Memasang tirai
e) Membuka pakaian bawah
f) Mengatur posisis klien
g) Dewasa : SIM atau miring dan kaki sebelah atas tekuk ke
arah perut
h) Bayi atau anak : tengkurap atau terlentang
i) Melumasi ujung thermometer dengan Vaseline
j) Membuka anus dengan menaikkan bokong atas dengan
tangan kiri (untuk orang dewasa)
k) Minta klien menarik nafas dalam dan memasukkan
thermometer secara perlahan ke dalam anus sekitar 3,5
cm pada orang dewasa. Dan pada bayi 1,2 – 2,5 cm
l) Pegang thermometer di tempatnya selama 2 – 3 menit
(orang dewasa) dan 5 menit (untuk orang laki – laki)
m) Keluarkan thermometer dengan hati – hati

61
n) Lap thermometer memakai tisu dengan gerakan memutar
dan buang tisu ke bengkok
o) Baca air raksa dan digitalnya
p) Merapikan pasien
q) Membersihkan thermometer air raksa
r) Menurunakn tingkat air raksa atau mengembalikan
thermometer digital ke skala awal.
s) Mengembalikan thermometer pada tempatnya.
t) Melepas sarung tangan
u) Mencuci tangan
v) Mencatat hasil

3) Aksila

Aksila biasanya merupakan lokasi yang sering


digunakan untuk mengukur suhu tubu pada bayi baru lahir,
sebab lokasinya mudah di jangkau dan tidak berpeluang
menimbulkan perporasi rectum. Beberapa penilitian
menunjukan bahwa metode pengukuran suhu lewat aksila
tidak memberikan hasil yang akurat dalam mengkaji
demam (Bimdler, Ball dan 2003).

Diketiak/ aksila
1) Alat yang digunanakan :
a) Thermometer aksila
b) botol berisi larutan sabun

62
c) botol berisi larutan desinfektan
d) botol berisi air bersih didalamnya, dialasi dengan kain
kasa
e) potongan tertutup pada tempatnya
f) menempatkan thermometer ke tengah ketiak, turunkan
lengan dan silangkan lengan di bawah klien.
g) Biarkan thermometer di tempat tersebut
- Termomter air raksa 5 – 10 menit
- Thermometer digital sampai sinyal terdengar
h) Keluarkan thermometer dengan hati – hati
i) Lap thermometer memakai tisu dengan gerakan memutar
dari arah atas ke reservoir, buang tisu di bengkok.
j) Baca air raksa atau digitalnya
k) Membantu klien merapikan bajunya
l) Menurunkan tingkat air raksa atau mengembalikan
thermometer digital ke skala awal
m) Mengembalikan thermometer pada tempatnya
n) Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
o) Mencatat hasil
4) Membrane timpani

Membrane timpani, atau jaringan di sekitar saluran


telinga, merupakan lokasi lain untuk pengukuran suhu inti
tubuh. Seperti halnya area oral sublingual, membrane
timpani memiliki suplay aliran darah yang sangat banyak,
terutama dari cabang arteri karotis. Karena sensor suhu
yang ditempelkan suhu ke membrane timpani dapat

63
menyebabkan rasa tidak nyaman dan beresiko
menimbulkan cidera perforasi membran, saat ini digunakan
thermometer imframerah non-infasif.

e. Jenis termometer
Suhu tubuh di ukur dengan menggunakan termometer
kaca berisi air raksa. Akan tetapi, thermometer kaca dapat
menjadi benda yang berbahaya karna berisi air raksa yang
sifatnya toksik bagi manusia, dan retakan pada kaca dapat
menyebabkan thermometer patah atau pecah. Pada 1998,
U.S.Environmental Protection Agency dan American Hospital
Associaation sepakat untuk menghapus air raksa dari
lingkungan layanan kesehatan. Pada beberapa kasus, plastic
telah menggantikan fungsi kaca dan zat kimiawi yang lebih
aman telah menggantikan fungsi air raksa pada termometer
versi modern.
Adapun jenin-jenis termometer dapat di bagi menjadi beberapa:
1) Thermometer oral
Memiliki ujung yang panjang, pendek, ramping, atau
bulat. Thermometer yang ujungnya berbentuk bulat dapat
digunakan pada rectum maupun tempat-tempat lain. Pada
beberapa lembaga ujung thermometer biasanya di beri
kode warna sebagai contoh, thermometer warna merah
digunakan untuk mengukur suhu rectal dan thermometer
biru digunakan untuk mengukur suhu oral dan aksila.
2) Thermometer elektronik
Merupakan metode lain dalam pengkajian suhu tubuh.
Alat tersebut dapat memberikan hasil hanya dalam 2-60
detik saja, bergantung pada model thermometer yang di
gunakan. Alat tersebut terdiri atas unit elektronik portable

64
bertenaga batrei, sonde yang perawat hubungkan ke unit
thermometer, dan penutup sonde, yang biasanya sekali
pakai. Beberapa model memiliki sirkuit dan sonde yang
berbeda untuk setiap metode penngukuran.
3) Thermometer kimiawi sekali pakai
Thermometer kimiawi sekali pakai juga dapat
digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Thermometer
kimiawi menggunakan titik-titik atau kotak-kotak yang
berisi Kristal cair atau plester atau koyo sensitive panas
yang di tempelkan di dahi. Thermometer jenis ini akan
mengubah warna untuk menunjukan suhu. Sebagian
thermometer kimiawi hanya bisa digunakan satu kali,
sedangkan yang lainnya dapat di gunakan beberapa kali.
Salah satu jenis thermometer kimiawi yang memiliki titik-
titik kecil.
4) Plester sensitif-suhu
juga dapat digunakan untuk memperoleh gambaran
umum suhu permukaan tubuh. Alat ini tidak
mengindikasikan suhu inti tubuh. Plester tersebut berisi
cairan Kristal yang akan berubah warna sesuai dengan
suhu. Ketika alat ini di letakan pada kulit, biasanya di dahi
atau di abdomen, digit suhu pada plester tersebut akan
berespons dengan mengubah warna. Kulit harus dalam
keadaan kering. Setelah jangka waktu yang ditetapkan
pabrikan (miss, 15 detik), akan muncul warna pada plester
tersebut. Metode ini terutama berguna dirumah dan untuk
bayi yang suhu tubuhnya perlu dipantau.
5) Thermometer inframerah
Thermometer inframerah tidak bersentuhan dengan
membrane timpani.

65
2. Nadi

Nadi merupkan gelombang darah yang di hasilkan oleh


kontraksi ventrikel kiri jantung. Umumnya, gelombang nadi
mewkili volume sekuncup dan sejumlah darah yang memasuki
arteri pada setiap kontraksi ventrikel yang memasuki arteri pada
setiap kontrksi vertikel. Komplians arteri adalah kemampuan
arteri untuk mengeruh dan mengembang. Ketika arteri kehilangan
distensibilitas atau daya regannya, seperti yang terjadi pada
indivudu lansia, dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk
memompa darah kedalam arteri.
Cara curah jantung merupakan jumlah darah yang dipompakan
jantung kedalam arteri dan setara dengan volume sekuncup (SV)
dikali denyut jantung (HR) setiap menit. Sebagai contoh, 65 mL
kali
70 denyut setiap menit= 4,55 L setiap menit. Ketika individu
dewasa sdang beristirahat, jantung akan memompoakkan 5 liter
darah setiap menitnya.
Nadi perifer adalah nadi yang letaknya jauh dari jantung,
contohnya, nadi yang terdapat dari pergelangan tangan, atau leher.
Sebaliknya, nadi apikel adalah nadi pusat yang berlokasi diakpes
jantung.
Tujuan pemeriksaan nadi adalah :
 Untuk mengetahui kerja jantung
 Untuk menegetahui jumlah denyut jantung yang terasa pada
pembuluh darah.

66
 Untuk menentukan denyut nadi normal atau tidak.
Kecepatan denyut jantung bereaksi terdapat rangsangan yang
ditimbulkan oleh system saraf simpatis dan saraf parasimpatis, beberapa
hal yang mempengaruhi jumlah denyut: emosi, nyeri, aktivitas, dan obat-
obatan. Kecepatan denyut nadi bertambah bila tekanan darah turun karena
jantung berusaha meningkatkan keluarnya darah.
a. Pemeriksaan nadi
1) Alat yang digunakan
 Alat penghitung denyut nadi
 Jam tangan / arloji
 Buku catatan
2) Pelaksanaan
 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
 Mempersiapkan alat yang dibutuhkan
 Membawa alat kedekat pasien
 Mengatur posisi pasien
 Meraba / menghitung denyut nadi pada tempat-tempat denyut
nadi( temporalis, karotis, apikal, brakialis, radialis, femoralis,
poplitea, tibialis posterior, dorsalis pedis), sesuai keadaan
umum pasien .
 Menghitung dengan ujung jari kedua, ketiga, empat dan tekan
dengan lembut
 Mengetahui atau melaksanakan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menghitung denyut jantung
 Jika denyut teratur hitung selama 30 detik dan kalikan hasilnya
dengan 2. Apabila denyut tidak teratur dan pada paien yang
baru dilakukan pemeriksaan hitung selama 1 menit penuh.
 Mencuci tangan
 Mencatat hasil.

67
b. Masalah Yang Harus Dikaji Pada Pemeriksaan Nadi
Kecepatan Nadi (Pulse Rate)
Pulse Rate (jumlah denyutan perifer yang dirasakan selama 1
menit) dihitung dengan menekan arteri perifer dengan menggunakan
ujung jari
1) Tachycardia: nadi >100 -150 x/mntà jantung overwork à
oksigenasi sel tidak adequat
2) Palpitasi : perasaan berdebar-debar, sering menyertai tachycardi
3) Bradycardia : denyut nadi < 60 x/mnt àkejadian lebih sedikit
dibandingkan tachycardia
Denyut Nadi sangat fluktuatif dan meningkat dengan :
1) exercise,
2) illness,
3) Injury
4) emotions.

c. batasan normal nadi


Usia Denyut nadi (x/permenit)
Balita 120-160
Anak 90 – 140
Pra sekolah 80 – 110
Sekolah 75 – 100
Remaja 60 – 90
Dewasa 60-100

d. Factor yang memengaruhi nadi

Frekuensi nadi digambarkan dalam denyut per menit


(BPM). Frekuensi nadi bervariasi berdasarkan sejumlah factor.
Perawat harus mempertibangkan setiap factor berikut ketika
megkaji nadi klien:
1) Usia. Seiring peningkatan usia, frekuensi nadi akan turun
secara bertahap.

68
2) Jenis kelamin. Setelah pubertas, fekuensi nadi pria sedikit
lebih rendah darpada frekuensi nadi wanita.
3) Olahraga. Normalnya, frekuensi nadi akan meningkat
dengan aktivitas. Frekuensi nadi pada atlit professional
kerap lebih rendah daripada orang biasa karena ukuran,
kekuatan, dan afisien jantung mereka lebih besar.
4) Demam. Frekuensi nadi meningkat (a) dalam merespons
penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh
vasodilatisi perifer akibat peningkatan suhu tubuh dan (b)
karena peningkatan laju metaboisme.
5) Medikasi. Sebagai obat dapat menurunkan frekuensi nadi,
dan sebagian lain justru meningkatkanya sebagai contoh,
kardiontnik (miss., preparat digitalis)dapat menurunkan
denyut jantung, sedangkan epinefrin dapat meningkatkan
denyut jantung.
6) Hipovolomia. Kehilangan darah dari system vascular
normalnya akan menigkatkan frekuensi nadi. Pada orang
dewasa, kehilangan volume darah yang beredar dalam
tubuh akan memicu penyeesuaian denyut jantung untuk
menngkatkan tekanan darah karena tubuh sedang
mengompenasi volume darah yang hilang. Orang dewasa
biasanya mampu menoleransi kehilangan darah hingga
10% dari volume darah yang normalnya beredar tanpa
memiliki efek yang merugikan.
7) Stress. Dalam merespon stress stimulasi saraf simpatis
akan meningkatkan aktifitas jantung secara keseluruhan.
Rasa takut dan cemas serta persepsi nyeri yang hebat
menstimulasi system araf simpatis.

69
8) Perubahan posisi. Ketika seseorang duduk atau berdiri,
darah biasanya akan mengumpul di pembuluh darah
dependen pada system vena.
9) Patologi. Penyakit tertentu, seperti kondisi jantung atau
beberapa penyakit yang menganggu oksigenasi dapat
mengubah frekuensi nadi saat istirahat.

e. Lokasi nadi

1) Temporalis, tempat arteri temporalis melewati tulang temporal


kepala. Lokasinya berada pada sisir superiol (atas) dan lateral (
jauh dari garis tengah) mata.
2) Karotis, ppada sisi leher tempat arteri karotis menjalar di antara
di trakea dan otot sternokleidomastoideus.

3) Apikal, pada apeks jantung. Pada orang dewasa, arteri ini


terletak di sisi kiri dada, sekitar 8 cm ke arah kiri sternum
(tulang dada) dan ruang interkosta (area di antara tulang iga)
keempat, kelima atau keenam. Pada anak yang berusia 7-9
tahun, nadi apical terletak di ruang interkosta keempat atau
kelima.

70
4) Brakialis, pada bagian dalam otot bisep lengan atau ditengah-
tengah antekubiti

5) Radialis, tempat arteri radialis menjalar sepanjang tulang radial,


sejajar ibu jari dibagian dalam pergelangan tangan.

6) Femoralis, tempat arteri femoralis menjalar sepanjang


ligamentum inguinale

7) Poplitea, tempat arteri poplitea melintas dibelakang lutut

71
8) Tibialis posterior, pada permukaan medial pergelangan kaki,
tempat rteri tibialis posterior melewati belakang
malleolusmedialis.

9) Pedis (dorsalis pedis) tempat arteri dorsalis pedis menjalar di


sepanjang tulang kaki, pada garis khayal yang ditarik dari
tengah- tengah pergelangan kaki menuju ruang antara ibu jari
dan jari telunjuk kaki.

72
10) Ulnar : Untuk mengkaji sirkulasi ke tangan

Gambar lokasi pemeriksaan nadi

f. Mengkaji Denyut Nadi

Mengkaji nadi klien saat istirahat, klien harus


mengambil posisi yang nyaman. Ketika mengkaji denyut nadi,
perawat harus mengumpulkan data-data berikut; frekuensi,
irama,

73
volume,elastisitas, dinding arteri, dan ada / tidak nya
kesetaraan pada kedua sissi tubu (bilateral). Irama nadi
merupakan pola denyut dan interval di antara denyut. Pada
nadi yang normal, terdapat jeda waktu yang sama diantara
denyut. Nadi dengan irama tidak teratur (iregular) disebut
disripmia atau aritmia.
Volume nadi yang disebut juga kekuatan atau amplitude
nadi, mengacu pada kekuatan darah pada setiap denyut.
Volume nadi biasanya sama pada setiap denyut. Volume
tersebut berkisar dari tidak teraba (absen) smpai kuat. Volume
berkekuatan penuh atau volume darah penuh yang sulit untuk
dihilangkan disebut dengan nadi yang kuat. Nadi yang mudah
hilang dengan penekanan jari disebut nadi yang lemah, sayup,
atau sukar teraba.
Elastisitas dinding arteri menggambarkan daya regang
(ekspansibilitas) atau depormitas dinding argri. Arteri yang
sehat dan normal akan terasa, lurus, halus, lembut dan lentur.
Ketika mengkaji nadi perifer untuk menentukan ke adekuatan
aliran darah menuju area tubuh tertentu.

g. Karakteristik nadi
Pemeriksaan denyut radial meliputi pengukuran frekuensi,
ritme, kekuatan, dan kesamaan :
1) Frekuensi, beberapa perawat mengukur nilai dasar pada
posisi duduk, berdiri, dan berbaring. Perubahan posisi
dapat mengubah volume darah dan aktivitas simpatis.
Frekuensi denyut jantung meningkat sesaat jika terjadi
perubahan posisi berbaring ke posisi duduk.
Tabel frekuensi nadi

74
2) Irama, setiap denyut interval yang teratur. Interval yang
terganggu oleh denyut ynag lambat atau cepat atau denyut
yang hilang mengindikasikan ritme abnormal atau
disritmia.
3) Kekuatan atau amplitude dari nadi menggambarkan
volume darah yang di pompakan ke dinding arteri setiap
kontraksi dan kondisi sistem arteri. Normalnya, kekuatan
denyut akan sama pada tiap detak jantung . denyut dapat
dikategorikan sebagai kuat, lemah, tipis, atau bounding.
4) Ekualitas, nadi radialis pada kedua sisi dibandingakan.
Denyut nadi pada salah satu ekstermitasa terkadang tidak
memiliki kekuatan yang sama pada berbagai penyakit.

3. Pernapasan

Sistem respirasi secara garis besar terdiri dari bagian konduksi


yang terdiri dari cavum nasi, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan bronkiolus terminal; dan bagian respirasi (tempat
terjadi pertukaran gas) yang terdiri dari bronkiolus respiratorius,
duktus alveolar, dan alveoli. Menurut klasifikasi berdasarkan
saluran napas atas dan bawah, saluran napas atas terbatas hingga
faring sedangkan saluran napas bawah dimulai dari laring, trakea,
bronkus dan berakhir di paru.
Pernapasan adalah mekanise tubuh untuk pertukaran gas

75
antara atmosfer dan darah dan darah dan sel. Pernapasan

76
melibatkan ventilasai (pergerakan gas ke dalam dank e luar paru-
paru), difusi (pergerakan oksigen dan karbon dioksida antara
alveoli dan sel darah merah), dan perfusi (distribusi sel darah
merah ked an dari kapiler paru-paru) (Potter, Perry 2005)
a. Factor yang memengaruhi karakteristik pernapasan
1) Olahraga, meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernapasan untuk memenehui kebutuhan oksigen
2) Nyeri akut, mengubah frekuensi dan ritme pernapasan
Klien dapat menghambat atau membebat pergerakan
dinding dada jika ada nyeri pada area dada atau abdomen.
Napas akan menjadi dangkal.
3) Kegelisahan, meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernapaasn karena stimulasi simpatis
4) Merokok, merokok berkepanjangan mengubah saluran
udara paru-paru sehingga meningkatkan pernapasan saat
istirahat di saat klien tidak merokok
5) Posisi tubuh, Posisi tubuh yang tegak dan lurus
memungkinkan pengembangan dada yang optimal.
6) Pengobatan, analgesic opioid, anestesi umum, dan hipnotik
sedative menekan frekuensi dan kedalaman bernapas.
Amfetamin dan kokain terkadang meningkatkan frekuensi
dan kedalaman pernapasan. Bronkolidator memperlambat
frekuensi dengan melebarkan saluran udara.
7) Cedera neurologis, cedera batang otak mengganggu pusat
pernapasan dan menghambat frekuensi dan ritme
pernapasan
8) Fungsi hemogloboin, penurunan kadar hemoglobin
(anemia) menurunkan jumlah pembawa oksigen dalam
darah. Individu bernapas dengan lebih cepat untuk
meningkatkan penghantaran oksigen.

77
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola pernafasan:
1) Faktor fisiologis
 Menurunnya kemampuan meningkatkan O2 seperti pada
anemia
 Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti obstruksi
saluran pernafasan bagian atas.
 Hivopolemia sehingga tekanan darah menurun yang
mengakibatkan terganggunya O2
 Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
pada kehamilan, obeisitas, penyakit kronis, seperti TBC paru.
2) Faktor perkembangan
 Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran
pernafasan dan merokok
 Dewasa, muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan
paru.
 Dewasa tua adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun
3) Faktor perilaku
 Nutrisi
 Exercise: akan meningkatkan kebutuhan oksigen
 Merokok: nikotin menyebabkan fase konstruksi pembuluh
darah perifer dan koroner.
 Kecemasan
4) Faktor lingkungan
 Tempat kerja
 Suhu lingkungan
 Ketinggian dari permukaan air laut
 Faktor yang meningkatkan frekuensi pernafasan:
1) Olahraga
2) Stress
3) Peningkatan suhu lingkungan
78
4) Penurunan konsentrasi oksigen pada darah yang tinggi

Tujuan menghitung pernafasan :


1) Mengetahui keadaan umum pasien
2) Mengikuti perkembangan penyakit
3) Membantu menentukan salah satu penyokong diagnose

a. Menghitung pernafasan
1) Alat yang digunakan
a) Jam tangan/arloji
b) Buku catatan
2) Pelaksanaan
a) menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
b) membawa alat kesamping klien
c) mencuci tangan
d) hitunglah naik turunnya dada klien (pernafasan) sambil
memegang arteri radialis dan menekukkan ke dada klien seperti
pura – pura menghitung denyut nadi (mengupayakan agar
pasien tidak merasa di observasi).
e) jika irama respirasi teratur hitung selama 30 detik dan kalikan
hasilnya dengan dua. Jika irama respirasi tidak teratur hitung
selama 1 menit penuh
f) membereskan alat
g) mencuci tangan
h) mencatat hasil

c. Pengkajian pernapasan
Pernapasan saat istirahat harus dikaji ketika klien relaks sebab
olahraga akan memengaruhi pernapasan, yaitu meningkatkan
frekuensi dan kedalaman pernapasan.

79
a. Masalah yang harus dikaji pada pernafasan
1) Ritme pernafasan
a) Eupnea : irama normal
b) Kusmaul : cepat dan dalam
c) Hiperventilasi : pernafasan dalam, kecepatan normalzzz Biot’S
: Cepat dan dalam, berhenti tiba2, kedalaman sama (kerusakan
saraf)
d) Cheyne stoke : bertahap dangkal – lebih cepat dan dalam –
lambat –apnea (kerusakan saraf)
e) Retraksi interkosta : kemungkinan retraksi pada obstruksi jalan
nafas
f) Orthopnea : sesak pada waktu posisi berbaring
g) Suara batuk : produktif / tidak
2) Palpasi
a) Nyeri dada tekan :kemungkinan fraktur iga
b) Kesimetrisan ekspansi dada
 Caranya : letakkan kedua telapak tangan secara datar
- Bisa pada anterior, sisi dan posterior
- Anjurkan tarik nafas
 Amati : normal bila gerakan tangan simetris
- Taktil fremitus
 Caranya :
- etakkan tangan sama dengan cara pemeriksaan
ekspansi dada
- anjurkan pasien menyebut tujuh-tujuh / enem-enam
- rasakan getaran
 Kurang bergetar : pleura effusion, pneumothoraks
- lakukan pada seluruh permukaan dada
(atas,bawah,kiri,kanan, depan,belakang)
3) Perkusi
a) Suara perkusi

80
- Paru normal : sonor/resonan
- Pneumothoraks : hipersonor
- Jaringan padat (jantung, hati) : pekak/datar
- Daerah yang berongga : tympani
- Batas organ
b) Sisi dada kiri : dari atas ke bawah ditemukan sonor/resonan-
tympani : ICS 7/8 (Paru-lambung)
c) Sisi dada kanan : ICS 4/5 (paru-Hati)
d) Dinding posterior :-Supraskapularis (3-4jari di pundak) batas
atas paru
- Setinggi vertebratorakal 10 garis skapula batas bawah paru

4) Auskultasi
a) Suara / bunyi nafas vesikuler
- Terdengar disemua lapang paru normal
- Bersifat halus, nada rendah
- Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi
- Bronchovesikuler
b) Ruang interkostal pertama dan kedua area interskapula
c) Nada sedang, lebih kasar dari vesikuler
d) Inspirasi sama dengan ekspirasi
e) Bronchial
f) Terdengar di atas manubarium,
g) Bersifat kasar, nada tinggi
h) Inspirasi lebih pendek dari ekspirasi
i) Suara ucapan
j) Anjurkan penderita mengucapkan tujuh-tujuh berulang2 secara
berisik sesudah inspirasi
k) Lakukan dengan intonasi yang sama kuat sambil
mendengarkan secara sistematik disemua lapang paru dengan
menggunakan stetoskop

81
l) Bandingkan bagian kiri dan kanan
5) Suara Tambahan
a) Ronchi (ronchi kering)
Suara yang tidak terputus, akibat adanya getaran dalam lumen
saluran pernafasan karena penyempitan : ada sekret
kental/lengket
b) Rales (ronchi basah)
Suara yang terputus, akibat aliran udara melewati cairan dan
terdengar pada saat inspirasi
c) Wheezes – wheezing
Suara terdengar akibat obstruksi jalan napas, terjadi
penyempitan sehingga ekspirasi dan inspirasi terganggu, sangat
jelas terdengar saat ekspirasi.

b. Batasan Normal Pernafasan


Usia Frekuensi (x/menit)
Balita 30 – 60
Anak 30 – 50
Pra sekolah 25 – 32
Sekolah 20 – 30
Remaja 16 – 19
Dewasa 12 – 20

82
Faktor-faktor yang mempengaruhi pernafasan :
 Usia.
Jika kita perhatikan, bayi memiliki frekuensi
pernapasan yang lebih cepat dibandingkan dengan orang
dewasa. Hal ini disebabkan karena bayi masih berada
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga
membutuhkan energi yang lebih banyak untuk mendukung
tumbuh kembangnya.
 Jenis kelamin.
Jenis kelamin pun memiliki pengaruh terhadap
frekuensi pernapasan pada manusia. Laki-laki biasanya
memiliki tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini dikarenakan volume paru-paru wanita
lebih kecil dibandingkan laki-laki.
 Suhu tubuh.
Ketika seseorang merasa kedinginan dan suhu tubuhnya
menurun, otak akan mengirim sinyal agar paru-paru
meningkatkan frekuensi pernapasannya. Dengan begitu,
tubuh akan mempercepat pembakaran agar tetap hangat.
 Posisi tubuh.
Jika seseorang berada dalam posisi berdiri, frekuensi
pernapasannya akan lebih tinggi dibandingkan jika ia
sedang duduk atau berbaring. Hal ini terjadi karena ketika
ia berdiri, tubuh memerlukan energi yang lebih besar untuk
menjaga agar tetap seimbang, sehingga frekuensi
pernapasan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan
energi tersebut.
 Penyakit.
Penyakit juga menjadi salah satu faktor yang
memengaruhi frekuensi pernapasan. Beberapa pernyakit

83
menurunkan frekuensi pernapasan, namun beberapa
lainnya menaikkan frekuensi pernapasan. Penyakit seperti
cedera kepala, penyumbatan saluran pernapasan, apnea
tidur, masalah metabolisme, stroke dapat menurunkan
frekuensi pernapasan. Adapun penyakit seperti demam,
dehidrasi, serangan panik, efusi pleura, radang paru-paru,
kelainan jantung, infeksi saluran pernapasan, dan
keracunan karbon monoksida dapat meningkatkan
frekuensi pernapasan.

 Keadaan emosi.
Keadaan emosi seseorang juga dapat memengaruhi
frekuensi pernapasannya. Keadaan emosi seperti takut,
cemas, dan marah dapat meningkatkan frekuensi
pernapasan. Perasaan senang yang besar juga dapat
menaikkan hormon adrenalin dan memicu peningkatan
frekuensi pernapasan.
 Kadar karbon dioksida dalam darah.
Peningkatan kadar karbon dioksida dalam darah dapat
meningkatkan kadar ion hidrogen. Dilansir dari Lumen
Learning, peningkatan ion hidrogen kemudian memicu
kemoreseptor pusat untuk merangsang pernapasan.
Akibatnya, frekuensi pernapasan meningkat untuk
mengeluarkan kelebihan karbon dioksida dan menurunkan
kadar ion hidrogen dalam darah. Sebaliknya, jika kadar
karbon dioksida menurun. Maka, kadar ion hidrogen juga
ikut menurun. Akibatnya, frekuensi pernapasan akan
menurun dan terjadi ke ventilasi yang lebih dangkal.

84
Lokasi pemeriksaan pernapasan dan suara yang dihasilkan
biasanya dilakukan terlebih dahulu dari bagian belakang dada sebagai
respons terhadap gejala pernapasan seperti sesak napas, batuk, atau
nyeri dada, dan sering kali dilakukan dengan pemeriksaan jantung.
Area paru-paru yang dapat didengarkan dengan menggunakan
stetoskop disebut lapang paru , dan ini adalah lapang paru posterior,
lateral, dan anterior. Bidang posterior dapat didengarkan dari belakang
dan meliputi: lobus bawah (menempati tiga perempat bidang
posterior); bidang anterior mengambil seperempat lainnya; dan bidang
lateral di bawah aksila , aksila kiri untuk lingual, aksila kanan untuk
lobus kanan tengah. Bidang anterior juga dapat diauskultasi dari depan.
Area otot yang lebih tipis di bagian belakang di mana suara mungkin
lebih terdengar disebut segitiga auskultasi.
Selama auskultasi, napas dalam-dalam diambil melalui mulut
dan suara-suara abnormal didengarkan. Suara abnormal meliputi:

1) Mengi, menggambarkan suara musik terus menerus pada


ekspirasi atau inspirasi. Mengi adalah hasil dari saluran udara
yang menyempit. Penyebab umum termasuk asma dan emfisema.
2) Rhonchi (istilah yang semakin usang) yang dicirikan oleh suara
musik bernada rendah yang terdengar saat inspirasi dan
ekspirasi. Rhonchi adalah hasil dari cairan kental di saluran udara.
3) Kresek atau rales. Suara intermiten, non-musikal, dan singkat
hanya terdengar selama inspirasi. Mereka dapat digambarkan
sebagai halus (lunak, bernada tinggi) atau kasar (lebih keras,
bernada rendah). Ini adalah hasil dari pembukaan alveoli karena
peningkatan tekanan udara selama inspirasi. Penyebab umum
termasuk gagal jantung kongestif.

85
4) Stridor adalah suara napas musik bernada tinggi yang dihasilkan
dari aliran udara turbulen di laring atau lebih rendah di pohon
bronkial. Jangan bingung dengan stertor. Penyebab biasanya
obstruktif, termasuk benda asing, croup , epiglotitis , tumor,
infeksi dan anafilaksis.
5) Rasio inspirasi dan waktu ekspirasi yang tepat (waktu ekspirasi
meningkat pada PPOK)
6) Suara nafas bronkial atau vesikular.

4. Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan dinding arteri


dengan memompa darah dari jantung. Darah mengalir karena
adanya perubahan tekanan,dimana terjadi perpindahan dari area
bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah.

 Tekanan darah sistematik atau aarterial merupakan indicator


yang paling baik untuk kesehatan kardiovaskuler. Kekuatan
kontraksi jantung mendorong darah kedalam aorta. Puncaak
tekanan maksimum saat ejeksi terjadi disebut tekanan
sistolik.
 Saat ventrikel berelaksasi, darah yang tetap berada di arteri
menghasilkan tekanan minimal atua tekanan diastolik.
Tekanan diastolic adalah tekanan minimal ynag dihasilkan
terhadap dinding arteri pada tiap waktu.

86
Tekanan darah diukur dalam millimeter air raksa (mmHg) dan
ditulis dalam bentuk pecahan. Tekanan sistolik ditulis di atas
tekanan diastolic.tekanan darah rata-rata pad aorang dewasa yang
sehat adalah 120/80 mmHg. Karena tekanan darah sanagat
bervariasi di antara individu,penting bagi peraawat untuk
mengetahui nilai dasar tekanan darah klien.

a. Pemeriksaan tekanan darah


1) Alat yang digunakan
 Tensi meter
 Stetoskop
 Buku catatan
2) Pelaksanaan
 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
 Mendekatkan alat kesamping klien
 Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
 Mengatur posisi klien
 Membuka pakaian yang menutupi lengan atas
 Membalutkan kantong tensi meter pada lengan atas kira – kira
3 cm di atas fosa cubiti, dengan tinta karet di sebelah luar
lengan, balutkan tapi jangan terlalu kencang.
 Memakai stetoskop
 Meraba detik arteri brakialis dengan ujung tengah dan jari
telunjuk. Pastikan tidak diperkenankan menggenggamkan
tangan atau menempelkan tangannya.
 Meletakkan piringan stetoskop diatas arteri brakialis.
 Mengunci skrup balon karet
 Memompakan udara kedalam kantong dengan cara memijat
balon berulang – ulang, air raksa didalam pipa naik, dipompa
terus sampai denyut arteri tidak terdengar lagi

87
 Membuka sekrup balon dengan menurunkan tekanan dengan
perlahan – lahan
 Mendengar denyut dengan teliti dan memperhatikan sampai
angka berapa pada skala mulai terdengar denyut pertama dan
mencatat sebagai tekanan sistole.
 Meneruskan membuka skrup tadi perlahan – lahan sampai
suara nadi terdengar lambat dan menghilang, dicatat sebagai
tekanan diastole.
 Membuka kantong karet, digulung dengan rapi.
 Mengunci tensi meter ke arah
 Merapikan pasien
 Membereskan alat
 Mencuci tangan
 Mendokumentasikan

a. Fisiologi Tekanan Darah Arteri


Tekanan darah menggambarkan hubungan antara curah
jantung, resistensi perifer, volume darah, kekentalan darah,
elastisitas arteri. Pengetahuan ini akan membantu pengkajian
perubahan tekanan darah.
1) Curah jantung,tekanan darah bergantung pada curah
jantung. Saat volume pada ruang tertutup (seperti dalam
pembuluh darah) bertambah, maka tekanan akan
meningkat. Oleh karena itu, jika curah jantung meningkat,
maka darah yang dipomapakan terhadap dinding arteri
akan bertambah sehingga tekanan darah meningkat.
2) Resistensi perifer, tekanan darah bergantung pada
resistensi vaskular perifer. Darah bersirkulasi melalui
jaringan arteri, arteriola, kapiler, venula, dan vena.
Arteriola dikelilingi otot polos yang berkontraksi atau
berelaksasi untuk mengubuh ukuran lumen. Ukuran
tersebut akan berubah untuk
88
menyesuaikan diri terhadap aliran darah sesuai dengan
kebutuhan jaringan lokal. Sebagai contoh, saat organ utama
membutuhkan darah lebih banyak, maka akan terjadi
konstraksi arteri perifer untuk menurunkan suplai darah.
3) Volume darah, yang bersirkulasi dalam sistem vaskular
memengerahui tekanan darah. Sebagian besar individu
dewasa memiliki volume darah sebesar 500 ml. Biasanya
volume ini tetap jika terjadi peningkatan volume, tekanan
terhadap dinding arteri meningkat sebagai contoh, infus
cairan intravena yang cepat dan tidak terkontrol akan
meningkatkan tekanan darah.
4) Kekentalan, darah akan memengaruhi kemudahan aliran
darah melalui pembuluh darah kecil. Hematokrit atau
persentase sel darah merah dalam darah, menentukan
kekentalan darah. Jika hematokrit meningkat dan aliran
darah melambat, maka tekanan arteri akan meningkat.
Jantung lebih kuat berkontraksi untuk memindahkan darah
di sepanjang sistem sirkulasi.
5) Elastisitas, dinding arteri normal bersifat elastis dan dapat
merenggang seiring peningkatan tekanan dalam arteri,
diameter pembuluh darah akan bertambah untuk
mengakomodasi perubahan tekanan. Distensibiltas arteri
mencegah fluktuasi yang besar dalam tekanan darah.
b. Factor yang Memengaruhi Tekanan Darah
1) Usia, tekanan darah meningkat saat masa kanak-kanak.
Periksa tekanan darah sesuai dengan ukuran tubuh dan
usia. Anak-anak yang lebih besar(lebih berat atau lebih
tinggi) memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan anak seusai nya dengan ukuran tubuh yang
lebih kecil. Tekanan darah terus bervariasi sesuai ukuran
tubuh. Tekanan darah

89
pada orang dewasa akan meningkat sesuai usia. Tekanan
darah optimal untuk dewasa, paruh baya adalah 120/80
mmHg nilai 120-139/80-89 mmHg dianggap sebagai
prehipertensi(National High Blood Pressure Education
Progress,NHBPEP,2003)
2) Stre, Kegelisahan, ketakutan, nyeri, dan stres emosional
dapat mengakibatkan stimulasi simpatis yang
meningkatkan prekuensi denyut jantung, curhang jantung
dan resistensi vaskular. Efek simpatis ini meningkatkan
tekanan darah. Kegelisahan meningkatkan tekanan darah
sebesar 30 mmHg.
3) Etnik. Insidens himpertensi pada ras Afrika Amerika lebih
tinggi dibandingkan pada keturunan Eropa. Ras Aftika
Amerika cendrung menderita himpertensi yang lebih berat
pada usia yang lebih muda dan memiliki resiko dua kali
lebih besar untuk menderita komplikasi seperti stroke dan
serangan jantung.faktor genetik dan lingkungan merupakan
factor yang cukup besar memengaruhi.
4) Jenis kelamin, Tidak terdapat perbedaan tekanan darah
yang berarti antara remaja pria dan wanita. Setelah
pubertas, pria cendrung memiliki tekanan darah yang lebih
tinggi.
5) Variasi harian. Tekanan darah lebih rendah antara tengah
malam dan pukul 3 pagi (Hones et al, 2006) diantara pukul
03.00 sampai 06.00 pagi terjadi peningkatan tekanan darah
Yang lambat saat bangun, terjadi peningkatan darah pagi
(Redon,2004). Tekanan darah tertinggi saat ditemukan
siang hari di antara pukul 10.00 sampai 18.00
(Redon,2004).
6) Medikasi, secara langsung dan tidak langsung
mempengaruhi tekanan darah seperti medikasi

90
antihipertensi dan analgesik narkotik yang dapat
menurunkan tekanan darah.
7) Aktivitas dan berat badan. Olahraga dapat menurunkan
tekanan darah untuk bebetapa jam sesudahnya. Para lansia
mengalamin penurunan tekanan darah sebanyak 5 sampai
10 mmHg 1 jam setelah makan. Peningkatan kebutuhan
oksigen saat beraktivitas akan meningkatkan tekanan
darah. Olahraga yang tidak cukup dapat menyebabkan
peningkatan berat badan dan obesitas yang merupakan
faktor terjadinya hipertensi (Thomass et al., 2002).
8) Merokok. Merokok menyebabkan vasokontraksi. Saat
seseorang merokok, tekanan darah meningkat, dan akan
kembali ke nilai dasar dalam 15 menit setelah berhenti
merokok (NHBPEP,2003).

c. Hipertensi
Perubahan tekanan darah yang paling umum terjadi adalah
hipertensi. Penyakit ini biasanya tidak disertai gejala
(asimtomstik). Diagnosis perhipertensi pda dewasa di tegapkan
jika rata-rata hasil pemeriksaan darah pada dua kunjungan
berturutan berada pada nilai antara 80 dan 89 mmHg; atau rata
tekanan darah sistolik pada dua kunjungan berada pada nilai
antara 120 dan 139 mmHg. Distolik yang bernilai lebih dari 90
mmHg dan sistolik diatas 140 mmHg (NHBPEP, 2013) diagnosis
sebagai hipertensi.

Yang perlu dikaji pada pasien hipertensi:


1) Aktivitas dan istirahat
a) Gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
menonton

91
b) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung takipnea.
2) Sirkulasi
a) Gejala: riwayat hipertensi, arteri korosis penyakit jantung
koroner/katup dan penyakir cerebral vaskuler
b) Kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dan kenaikan
tekanan darah) diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
c) Bunyi jantung terdengar S2 pada dasar S3 (CHF dini) S4
(pengerasan ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri.
d) Desiran vaskuler terdengar diatas karotis
e) DVJ (distensi vena jugularis)
f) Ekstermitas : perubahan warna kulit, suhu dingin,
pengisian kapiler mungkin lambat tertunda
(vasokontriksi).
g) Kulit pucat, sianosis dan diaphoresis
(konghesif/inpoksemia) kemerahan (veoktamusisoma)
3) Integritas ego
a) Gejala : riwayat perubahan kepribadian ansietas, depresi,
atau marah kronik.
b) anda : gelisah, penyempitan kontinu pertahanan, gerak
tangan, sempit, peningkatan pola bicara.
4) Eliminasi
a) Gejala : gangguan ginjal saat ini/yang lalu seperti infeksi
atau riwayat penyakit masa lalu
5) Makanan dan cairan
a) Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup
makanan tinggi garam, lemak, kolesterol, keju, telur, gula
merah.
b) Tanda : berat badan normal atau obeisitas, adanya edema,
konghesti vena. DVJ/Distensi Vena Jugularis

92
6) Nyeri
a) Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan
jantung (nyeri hilang timbul pada tungkai).
7) Pernafasan
a) Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja
takipnea, ortopnea, dispnea nontural, potok sismol, batuk
tanpa seputum, riwayat merokok.
b) Tanda : bunyi nafas tambahan, distress respiorasi atau
penggunaan otot aksesoris pernafasan sianosis.
8) Keamanan
a) Gejala : gangguan koordinasi atau cara berjalan, episode
perestasia, unilateral, transen, hipotensi postural.
9) Penyuluhan
a) Gejala: faktor – faktor resiko keluarga: hipertensi
arteroskalerosis, penyakit jantung, DM, penyakit cerebros
vaskuler ginjal.

d. Hipotensi
Hipotensi adalah tekanan darah yang berada di bawah
nilai normal, artinya, tekanan sistolik terus-menerus berada
diantara nilai 85 dan110 mmHg pada individu dewasa yang
memiliki tekanan sistolik normal lebih tinggi dari nilai
tersebut. hipotensi ortostatik adalah tekanan darah yang
turun drastic ketika klien duduk atau berdiri .
e. MengkajI Tekanan Darah
Tekanan darah diukur dengan menggunakan manset
tekanan darah, sfigmomanometer, dan stetoskop. Manset
tekanan darah terdiri atas kantong karet yang dapat
mengembang. Kantong itu disebut dengnan kantong udara.
Kantung udara ini dilapisi oleh kain dan memiliki dua buah
slang

93
. salah satu slang terhubung dengan bola karet yang bisa
mengembangkan kantong kantung udara. Jenis manometernya
adalah aneroid dan air raksa. Manometer aneroid memillliki
berat yang lebih ringan, dapat dibawa, dan aman. Manometer
ini memiliki alat penunjuk sirkular dengan penutup kaca yang
dipasangi jarum penunjuk kalibrasi millimeter. Sebelum
menggunakannya, pastikan manometer teleh dikalibrasi dan
jarum menunjuk ke angka nol (Jones et al., 2003).

1) Lokasi tekanan darah


Pengkajian tekanan darah biasanya dilakukan pada
lengan klien dengan menggunakan arteri brakialis dan
stetoskop standar. Pengkajian tekanan darah pada paha
klien biasanya dilakuakn pada situasi berikut:
a) Tekanan darah tidak dapat diukur pada kedua lengan
b) Tekanan darah pada salah satu paha dibandingkan
dengan tekanan darah pada paha yang lain.
Tekanan darah tidak dapat diukur pada lengan atau
paha klien pada situasi berikut :

a) Bahu, lengan, atau tangan (atau pinggul, lutut, atau


pergelangan kecil) cedera atau terkena penyakit.
b) Terpasang gips atau balutan tebal pada salah astu
bagian ekstremitas.

94
c) Klien menjalani pengankatan kelenjar limfe pada aksila
(atau pinggang)pada sisi tersebut.
d) Klien terpasang infuse intravena pada ekstremitas
tersebut
e) Klien terpasang fistula arteriovenal

2) Metode
Ketika mengukur tekanan darah denganmenggunakan
stetoskop, perawat mengidentifikasi lima fase dalam
rangkaina bunyi yang disebut bunyi korotkoff. pertama,
perawatmemompa manset hingga 30 mmHg di atas titik
tempat denyut nadi tidak teraba lagi: yaitu titik ketika
aliran darah dalam arteri berhenti. Kemudiaan perawat
melepaskan tekanan secara perlahan (2-3 mmHg setiap
bunyi) sambil mengmati ukuran ynag tampak pada
manometer dan mengaitkannya dengan bunyi ynag
terdengar melalui stetoskop. Terdapat lima fase, namun
tidakasemuanya terdengar.

Metodepalpasi terkadang digunakan ketika bunyi


korotkoff tidak terdengar dan peralatan elektronik untuk
memperjelas bunyi tidak tersedia, atau u ntuk mencegah
kesalahan akibat adanya jeda auskultasi. Jeda auskultasi
(auscultatory gap), yang umumnya tejadi pada klien
hipertensi, adalah kondosi absennya bunyiyang bersifat
sementara yang umumnya terdengar pada arteri brakilais
saat ytekanan pada manset tinggi, diikuti dengan
kemunculan kembai bunyi pada level yang lebih rendah.

95
3) Kesalahan umum pada pengkajian tekanan darah
Manfaat pengkajian tekanan darah yang akurat tidak
bisa dianggap remeh. Banyak penilaian tentang kesehatan
klien dibuat berdasarkan tekanan darah. Ini merupakan
indicator yang penting untuk kondisi klien dan telah
digunakan secara luas sebagai landasan bagi intervensi
keperawatan. Dua alasan yang mungkin menyebabkan
kesalahan pada pengukuran tekanan darah adalah
ketergesaan perawat dan kekeliruan yang dilakukan tanpa
sadar.
Tabel Tekanan Darah Optimal Rata-rata sesuai usia
Umur Tekanan sistolik/diatolik (mmHg)
1 bulan 86/54
6 bulan 90/60
1 tahun 96/65
2 tahun 99/65
4 tahun 99/65
6 tahun 100/60
8 tahun 105/60
10 tahun 110/60
12 tahun 115/60
14 tahun 118/60
16 tahun 120/65

96
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK

A. Pengertian Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon


individu, keluarga dan komunikan terhadap suatu masalah kesehatan
dan proses kehidupan aktual maupun potensial. Hasil suatu pemeriksaan
laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa, memantau
perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu
diketahui faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
B. Tujuan
untuk menentukan diagnosis penyakit pada pasien serta tingkat
keparahannya.
C. Terdapat 3 faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil
laboratorium yaitu :
1. Pra instrumentasi
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas,
pasien dan dokter. Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan
mengganggu/mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium Yang
termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi :
a. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir
Pada tahap ini perlu diperhatikan benar apa yang diperintahkan
oleh dokter dan dipindahkan ke dalam formulir. Hal ini penting
untuk menghindari pengulangan pemeriksaan yang tidak penting,
membantu persiapan pasien sehingga tidak merugikan pasien dan
menyakiti pasien. Pengisian formulir dilakukan secara lengkap
meliputi identitas pasien : nama, alamat/ruangan, umur, jenis
kelamin, data klinis/diagnosa, dokter pengirim, tanggal dan kalau

97
diperlukan pengobatan yang sedang diberikan. Hal ini penting
untuk menghindari tertukarnya hasil ataupun dapat membantu
intepretasi hasil terutama pada pasien yang mendapat
pengobatan khusus dan jangka panjang.
b. Persiapan penderita
1) Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira-kira 800 kalori
akan mengakibatkan peningkatan volume plasma, sebaliknya
setelah berolahraga volume plasma akan berkurang.
Perubahan volume plasma akan mengakibatkan perubahan
susunan kandungan bahan dalam plasma dan jumlah sel darah.
2) Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan hematologi misalnya : asam folat, Fe, vitamin B12
dll. Pada pemberian kortikosteroid akan menurunkan jumlah
eosinofil, sedang adrenalin akan meningkatkan jumlah leukosit
dan trombosit. Pemberian transfusi darah akan mempengaruhi
komposisi darah sehingga menyulitkan pembacaan morfologi
sediaan apus darah tepi maupun penilaian hemostasis.
Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil
pemeriksaan hemostasis.
3) Waktu pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil
pada pagi hari tertutama pada pasien rawat inap. Kadar
beberapa zat terlarut dalam urin akan menjadi lebih pekat
pada pagi hari sehingga lebih mudah diperiksa bila kadarnya
rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi khusus atas perintah
dokter. Selain itu juga ada pemeriksaan yang tidak melihat
waktu berhubung dengan tingkat kegawatan pasien dan
memerlukan penanganan segera disebut pemeriksaan sito.
Beberapa

98
parameter hematologi seperti jumlah eosinofil dan kadar besi
serum menunjukkan variasi diurnal, hasil yang dapat
dipengaruhi oleh waktu pengambilan. Kadar besi serum lebih
tinggi pada pagi hari dan lebih rendah pada sore hari dengan
selisih 40-100 ug/dl. Jumlah eosinofil akan lebih tinggi antara
jam 10 pagi sampai malam hari dan lebih rendah dari tengah
malam sampai pagi.
4) Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume
plasma 10% demikian pula sebaliknya. Hal lain yang penting
pada persiapan penderita adalah menenangkan dan
memberitahu apa yang akan dikerjakan sebagai sopan santun
atau etika sehingga membuat penderita atau keluarganya tidak
merasa asing atau menjadi obyek.
c. Cara pengambilan sampel
Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus
dikerjakan, lakukan pendekatan dengan pasien atau
keluarganya sebagai etika dan sopan santun, beritahukan apa
yang akan dikerjakan. Selalu tanyakan identitas pasien
sebelum bekerja sehingga tidak tertukar pasien yang akan
diambil bahan dengan pasien lain. Karena kepanikan pasien
akan mempersulit pengambilan darah karena vena akan
konstriksi.
Darah dapat diambil dari vena, arteri atau kapiler. Syarat
mutlak lokasi pengambilan darah adalah tidak ada kelainan
kulit di daerah tersebut, tidak pucat dan tidak sianosis. Lokasi
pengambilan darah vena : umumnya di daerah fossa cubiti
yaitu vena cubiti atau di daerah dekat pergelangan tangan.
Selain itu salah satu yang harus diperhatikan adalah vena yang
dipilih tidak di daerah infus yang terpasang/sepihak harus
kontra lateral. Darah arteri dilakukan di daerah lipat paha

99
(arteri

100
femoralis) atau daerah pergelangan tangan (arteri radialis).
Untuk kapiler umumnya diambil pada ujung jari tangan yaitu
telunjuk, jari tengah atau jari manis dan anak daun telinga.
Khusus pada bayi dapat diambil pada ibu jari kaki atau sisi
lateral tumit kaki.
d. Penanganan awal sampel dan transportasi
Pada tahap ini sangat penting diperhatikan karena sering
terjadi sumber kesalahan ada disini. Yang harus dilakukan :
1) Catat dalam buku ekpedisi dan cocokan sampel dengan label
dan formulir. Kalau sistemnya memungkinkan dapat dilihat
apakah sudah terhitung biayanya (lunas)
2) Jangan lupa melakukan homogenisasi pada bahan yang
mengandung antikoagulan
3) Segera tutup penampung yang ada sehingga tidak tumpah
4) Segera dikirim ke laboratorium karena tidak baik melakukan
penundaan
5) Perhatikan persyaratan khusus untuk bahan tertentu seperti
darah arteri untuk analisa gas darah, harus menggunakan
suhu 4-8° C dalam air es bukan es batu sehingga tidak terjadi
hemolisis. Harus segera sampai ke laboratorium dalam waktu
sekitar 15-30 menit.
Perubahan akibat tertundanya pengiriman sampel sangat
mempengaruhi hasil laboratorium. Sebagai contoh penundaan
pengiriman darah akan mengakibatkan penurunan kadar
glukosa, peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat mengakibatkan
salah pengobatan pasien. Pada urin yang ditunda akan terjadi
pembusukan akibat bakteri yang berkembang biak serta
penguapan bahan terlarut misalnya keton. Selain itu nilai
pemeriksaan hematologi juga berubah sesuai dengan waktu.

101
2. Interpretasi Data
a. Menentukan aspek positif klien
Jika klien memerlukan standar kriteria kesehatan, perawat
kemudian menyimpulkan bahwa klien memiliki aspek positif
tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan atau membantu
memecahkan masalah klien yang dihadapi.
b. Menentukan masalah klien
Jika klien tidak memenuhi standar kriteria maka klien tersebut
mengalami keterbatasan dalam aspek kesehatannya dan
memerlukan pertolongan.
c. Menentukan masalah klien yang pernah dialami
Perawat dapat menyimpulkan bahwa daya tahan tubuh klien tidak
mampu untuk melawan infeksi tersebut.
d. Menentukan keputusan
Penentuan keputusan didasarkan pada jenis masalah yang
ditemukan. Tidak ditemukan masalah kesehatan tetapi perlu
peningkatan status dan fungsi kesehatan
e. Masalah yang akan muncul
Mengumpulkan data yang lengkap untuk lebih mengidentifikasi
masalah- masalah yang akan muncul.
f. Masalah kalaboratif
Berkonsultasi dengan tenaga kesehatan lain professional yang
kompeten dan berkalaborasi untuk penyelesaian masalah
tersebut.

3. Validasi Data
Tenaga kesehatan memvalidasi data yang telah diperoleh agar
akurat dan dilakukan bersama klien, keluarga dan masyarakat.
Validasi dilakukan dengan mengerjakan pertanyaan dan pernyataan

102
yang reflektif kepada klien/ keluarga tentang kejelasan interpretasi
data.
D. Jenis-Jenis Pemeriksaan Diagnostik

Jenis-jenis pemeriksaan diagnostik yaitu :

1. Pemerikaan darah

Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang


paling umum dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
mengambil sampel darah pasien untuk kemudian dianalisis di
laboratorium.Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk
mendeteksi penyakit atau kondisi medis tertentu, seperti anemia dan
infeksi. Melalui pemeriksaan penunjang ini, dokter dapat memantau
beberapa komponen darah dan fungsi organ, meliputi:

 Sel darah, seperti


 sel darah merah, Jumlah sel darah merah yang normal pada pria
adalah 5-6 juta sel per mikroliter darah, sedangkan pada wanita
adalah 4-5 juta sel per mikroliter darah.
 sel darah putih, Pada kondisi normal, kadar leukosit orang dewasa
adalah 3.500–10.500 per mikroliter darah (sel/µL darah). Jumlah
leukosit normal berbeda-beda pada setiap usia. Seseorang bisa
dikatakan mengalami leukositosis jika jumlah sel darah putih
dalam tubuhnya melebihi angka tersebut.
 dan trombosit atau keping darah Jumlah normalnya pun sekitar
150.000 hingga 450.000 trombosit per microliter.
 Plasma darah
 Zat kimia darah, seperti gula darah atau glukosa, kolesterol, asam
urat, zat besi, dan elektrolit

103
 Analisis gas darah. Hasil analisis gas darah dikatakan normal jika:
pH darah: 7,38–7,42. Tingkat penyerapan oksigen (SaO2): 94–
100% Tekanan parsial oksigen (PaO2): 75–100 mmHg.
 Fungsi organ tertentu, seperti ginjal, hati, pankreas, empedu, dan
kelenjar tiroid
 Tumor marker

Sebelum melakukan pemeriksaan darah, tanyakan dulu kepada


dokter mengenai persiapan apa yang harus dilakukan, tindakan
sebelum melakukan pemeriksaan darah adalah berpuasa, banyak

minum,kenali vena pemalu, dan memar setelah pengambilan darah.

Hal yang perlu dipersiapkan saat pemeriksaan darah yaitu alat


diantaranya sebagai berikut:

a) Lanset darah atau jarum khusus


b) Kapas Alkohol
c) Kapas kering
d) Alat pengukur Hb atau kaca objek atau botol pemeriksaan,
tergantung macam pemeriksaan
e) Bengkok
f) Hand scoon
g) Perlak dan pengalas

2. Pemeriksaan urine

104
Pemeriksaan urine adalah jenis pemeriksaan penunjang yang
sering kali dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan, fungsi
ginjal, serta apakah seseorang mengonsumsi obat-obatan tertentu.
Selain itu, pemeriksaan urine juga biasanya dilakukan pada ibu hamil
untuk memastikan kehamilan atau untuk mendeteksi preeklamsia.

Pemeriksaan urine dapat dilakukan sebagai bagian


dari medical check-up rutin atau ketika dokter mencurigai adanya
penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, atau
batu ginjal.

Karakteristik urin nomal jumlah urin normal rata-rata 1 sampai


2 liter sehari, tetapi berbeda-beda sesuai jumlah cairan yang
dimasukkan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau banyak
protein yang dimakan, sehingga tersedia cukup cairan yang

diperlukan
untuk melarutkan urea. Urin normal berwarna bening orange pucat
tanpa endapan, Baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap
lakmus dengan pH rata-rata 6, berat jenisnya berkisar dari 1.010
sampai 1.025 (Pearce. E. C, 2009).

Ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan sebelum melakukan


tes urine, yaitu:

 Beri tahukan dokter mengenai obat-obatan dan suplemen yang


sedang Anda konsumsi. Beberapa jenis obat diketahui dapat
memengaruhi hasil tes sehingga dokter biasanya akan meminta
Anda berhenti minum obat-obatan tersebut;

105
 Pemeriksaan urine biasanya dapat dilakukan tanpa puasa,
namun ada beberapa pemeriksaan yang memerlukan puasa
terlebih dahulu;

 Hindari melakukan hubungan seksual minimal 1 hari sebelum


Anda melakukan tes urine karena dikhawatirkan dapat
memengaruhi hasil.

Hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pemeriksaan urin


yaitu persiapan alat berikut yang harus dipersiapkan

a) Formulir khusus Pemeriksaan urine


b) Wadah urine dengan tutupnya
c) Hand scoob
d) Kertas etiket
e) Bangkok
f) Buku ekspedisi untuk pemeriksaan laboratorium

3. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

106
Pemeriksaan penunjang ini sering digunakan untuk memantau kerja
jantung, khususnya irama detak jantung dan aliran listrik
jantung. EKG juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan
jantung, seperti aritmia, serangan jantung, pembengkakan jantung,
kelainan pada katup jantung, dan penyakit jantung koroner.

pemeriksaan EKG bisa dilakukan di tempat praktik dokter, IGD rumah


sakit,atau diruang perawatan pasien, seperti di ICU atau di bangsal
rawat inap. Saat menjalani EKG, pasien akan diminta untuk berbaring
dan melepaskan baju, serta perhiasan yang dikenakan, selanjutnya
dokter akan memasang elektroda di bagian dada, lengan, dan tungkai
pasien. Ketika pemeriksaan berlangsung. Pasien disarankan untuk
tidak banyak bergerak atau berbicara karena dapat mengganggu hasil
pemeriksaan

Hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pemeriksaan urin


yaitu persiapan alat berikut yang harus dipersiapkan yaitu:

a. Mesin EKG yang lengkap


b. Kabel untuk sumber listrik
c. Kabel untuk bumi (ground)
d. Kabel elektroda ekstremitas dan dada
e. Plat elektroda ekstremitas beserta karet pengikat
f. Balon penghisap elektroda dada
g. Jelly
h. Kertas tissue

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan EKG


yaitu:

a. Beri tahu dokter jika anda menggunakan alat pacu jantung

107
b. Beri tahu dokter tentang obat-obatan dan suplemen, termasuk
suplemen herba, yang sedang anda konsumsi karena obat
tersebut bisa memengaruhi hasil EKG
c. Bila terdapat bulu di dada, sebaiknya dicukur terlebih dahulu
agar elektroda tidak sulit menempel ditubuhd.
d. Hindari pemakaian losion, minyak,atau bedak pada tubuh,
terutama dibagian dada
e. Hindari minum air dingin atau olahraga sebelum menjalani
EKG karena dapat memengaruhi tes

4. Foto Rontgen

Foto Rontgen merupakan jenis pemeriksaan penunjang yang


menggunakan radiasi sinar-X atau sinar Rontgen untuk
menggambarkan kondisi berbagai organ dan jaringan tubuh.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk mendeteksi:

 Kelainan tulang dan sendi, termasuk patah tulang, radang sendi,


dan pergeseran sendi (dislokasi)
 Kelainan gigi
 Sumbatan saluran napas atau saluran cerna
 Batu saluran kemih
 Infeksi, seperti pneumonia, tuberkulosis, dan usus buntu

108
Pada kasus tertentu, dokter mungkin akan memberikan zat kontras
kepada pasien melalui suntikan atau per oral (diminum), agar hasil
foto Rontgen lebih jelas. Meski demikian, zat kontras ini kadang bisa
menimbulkan beberapa efek samping, seperti reaksi alergi, pusing,

mual, lidah terasa pahit, hingga gangguan ginjal.

Hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan tindakan


yaitu:

a.) Puasa, setidaknya 4-6 jam sebelum pemeriksaan


b.) Minum obat penyeda nyeri, terutama pada pengidap patah
tulang
c.) Lepas semua aksesoris yang menempel pada tubuh dan
menggunakan pakaian khusus yang disediakan
d.) Konsumsi cairan kontras yang diberikan sebelum pemeriksaan.

Berdasarkan jenis persiapan pemeriksaan terbagi atas :

a. Radiografi konvesional, pasien dapat langsung di foto


b. Radiogravi konvensional dengan persiapan yaitu :

 pada pemeriksaan saluran kemih anda akan diminta berbaring


telentang denga tangan menjauh dari tubuh.
 Pemeriksaan dada dilakukan proyeksi posterior (PA) dilakukan
dengan posisi berdiri, baju harus diturunkan sampai ke

109
pinggang. Anda akan diminta untuk menahan nafas saat foto di
ambil.
 Pada daerah tengkorak, penjepit atau hiasan ra,but, kaca dan
gigi palsu harus dipindahkan

5. Ultrasonkgrafi (USG)

USG adalah pemeriksaan penunjang yang menggunakan


gelombang suara untuk menghasilkan gambar organ dan jaringan di
dalam tubuh. Pemeriksaan penunjang ini sering dilakukan untuk
mendeteksi kelainan di organ dalam tubuh, seperti tumor, batu, atau
infeksi pada ginjal, pankreas, hati, dan empedu. Tak hanya itu, USG
juga umum dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan kehamilan
untuk memantau kondisi janin serta untuk memandu dokter saat
melakukan tindakan biopsi.

Sebelum pemeriksaan USG dilakukan, dokter mungkin akan


meminta pasien untuk berpuasa serta minum air putih dan menahan
buang air kecil untuk sementara waktu. Pasien kemudian akan
diperbolehkan buang air kecil dan makan kembali setelah
pemeriksaan USG selesai dilakukan.

Pemeriksaan USG biasanya menggunakan sebuah alat


bernama transducer yang ditempelkan pada kulit untuk memancarkan
gelombang suara dengan frekuensi tinggi. Namun, terdapat beberapa
teknik USG yang perlu memasukkan transducer ke dalam tubuh.
Teknik ini membutuhkan transducer khusus.

110
6. Computed tomography scan (CT Scan)

CT scan adalah pemeriksaan penunjang yang memanfaatkan sinar


Rontgen dengan mesin khusus untuk menciptakan gambar jaringan
dan organ di dalam tubuh. Gambar yang dihasilkan oleh CT scan akan
terlihat lebih jelas daripada foto Rontgen biasa. Pemeriksaan CT scan
biasanya berlangsung sekitar 20–60 menit. Untuk menghasilkan
kualitas gambar yang lebih baik atau lebih akurat dalam mendeteksi
kelainan tertentu, seperti tumor atau kanker, dokter dapat
menggunakan zat kontras saat melakukan pemeriksaan CT scan.

Ada beberapa persiapan yang perlu dilakuka sebelum proses


prosedur CT scan yaitu:

1. Menjalani pemeriksaan darah untuk melihat fungsi ginjal, jika


akan melakukan CT scan dengan zat kontras.

2. Tidak makan atau minum beberapa jam sebelum prosedur


dilakukan, terutama bagi pasien yang akan menggunakan zat
kontras.

111
Peralatan yang Digunakan

 Alat pemindai. Alat pemeriksaan CT scan ini bundar seperti


donat

 Meja periksa. Pasien berbaring pada meja ini selama


pemeriksaan

 Cairan kontras

 Tabung sinar-X

 Komputer

 Tombol panggilan

 Interkom.

7. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI sepintas mirip dengan CT scan, tetapi pemeriksaan


penunjang ini tidak memanfaatkan sinar Rontgen atau radiasi,
melainkan gelombang magnet dan gelombang radio berkekuatan
tinggi untuk menggambarkan kondisi organ dan jaringan di dalam
tubuh. Prosedur MRI biasanya berlangsung selama 15–90 menit.
Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk memeriksa hampir
seluruh bagian tubuh, termasuk otak dan sistem saraf, tulang dan
sendi, payudara, jantung dan pembuluh darah, serta organ dalam
lainnya, seperti hati, rahim, dan kelenjar prostat. Sama seperti CT
scan dan foto Rontgen, dokter juga terkadang akan menggunakan
zat kontras

112
untuk meningkatkan kualitas gambar yang dihasilkan pada
pemeriksaan MRI.

Persiapan Sebelum MRI

Pemeriksaan MRI memanfaatkan medan magnet yang kuat.


Maka pasien harus melepaskan semua aksesori yang terbuat dari
logam. Adapun pasien yang memiliki implan logam, misalnya alat
pacu jantung, tidak diperkenankan menjalani MRI kecuali atas
arahan dari dokter.

Kunci utama dalam pemeriksaan MRI adalah ketenangan. Pasien


harus tenang sebelum, saat, hingga sesudah MRI agar proses berjalan
lancar dan hasilnya dapat dimanfaatkan. Bila merasa gugup, pasien
harus memberi tahu dokter. Kadang diperlukan obat penenang agar
pasien merasa relaks.

Ini terutama bagi pasien yang memiliki klaustrofobia atau ketakutan


berlebih terhadap ruangan yang sempit dan tertutup. Sebab, dalam
proses MRI, pasien akan berada di dalam mesin tertutup yang bisa
memantik klaustrofobia.

113
Tidak ada aturan pasti harus puasa sebelum MRI. Namun dokter
umumnya akan memberitahukan aturan makan dan minum ketika
konsultasi sebelum MRI berlangsung. Pasien juga sebaiknya bersiap
dengan datang lebih awal ke lokasi pemeriksaan setidaknya 30 menit
sebelum jadwal pemeriksaan.

Sebelum melakukan pemeriksaan MRI, ada beberapa persiapan


yang penting dilakukan oleh pasien, yakni:

 Melepaskan benda logam yang menempel pada tubuh. Pasien


umumnya akan diberikan pakaian khusus selama pemeriksaan.

 Tidak membawa ponsel dan benda elektronik lainnya saat


dilakukan MRI

8. fluoroskopi

Fluoroskopi adalah metode pemeriksaan radiologis yang


memanfaatkan sinar Rontgen untuk menghasilkan serangkaian
gambar menyerupai video. Pemeriksaan penunjang ini umumnya
dikombinasikan dengan zat kontras, agar gambar yang dihasilkan
lebih jelas.

Fluorokospi biasanya digunakan untuk mendeteksi kelainan


tertentu di dalam tubuh, seperti kerusakan atau gangguan pada
tulang, jantung, pembuluh darah, dan sistem pencernaan. Fluoroskopi
juga bisa dilakukan untuk membantu dokter ketika melakukan
kateterisasi jantung atau pemasangan ring jantung.

Persiapan Menjelang Fluoroskopi,Tidak ada persiapan khusus


menjelang fluoroskopi. Kamu hanya dianjurkan perbanyak minum air
putih, lepas semua aksesori yang digunakan (seperti gelang, anting,
kalung), gunakan pakaian khusus yang sudah disiapkan, serta tidak

114
makan dan minum pada malam hari sebelum pemeriksaan.Saat
pemeriksaan dokter akan memberikan zat pewarna kontras sesuai
area yang diamati.

 Zat pewarna kontras oral diberikan untuk mengatasi kondisi


kerongkongan dan lambung. Efek sampingnya adalah mual dan
rasa tidak nyaman pada kerongkongan.

 Zat pewarna kontras enema diberikan melalui anus. Efek


sampingnya berupa perut kembung dan rasa tidak nyaman
pada perut.

 Zat pewarna kontras suntik. Diberikan melalui suntikan ke


dalam pembuluh darah, bertujuan untuk mengatasi kondisi
kantung empedu, saluran kemih, pembuluh darah, dan organ
hati. Efek sampingnya berupa tubuh terasa hangat dan ada rasa
logam dalam mulut.

9. Endoskopi

Endoskopi bertujuan untuk memeriksa organ dalam tubuh dengan


endoskop, yaitu alat berbentuk selang kecil yang elastis dan
dilengkapi kamera di ujungnya. Alat ini terhubung dengan monitor
atau layar TV, sehingga dokter dapat melihat kondisi organ dalam
tubuh.
115
Pemeriksaan endoskopi biasanya dilakukan untuk memantau kondisi
saluran cerna dan mendiagnosis penyakit tertentu, seperti gastritis
atau peradangan pada lambung, tukak lambung, GERD, kesulitan
menelan, perdarahan saluran pencernaan, serta kanker lambung.

Selain beberapa jenis pemeriksaan penunjang di atas, ada beberapa


jenis pemeriksaan penunjang lainnya yang juga sering dilakukan
dokter, seperti:

 Ekokardiografi
 Biopsi
 Elektroensefalografi (EEG)
 Pemeriksaan tinja
 Pemeriksaan cairan tubuh, seperti cairan otak, cairan sendi, dan
cairan pleura
 Pemeriksaan genetik

116
Persiapan sebelum melakukan Tindakan Endoskopi

1. Pasien perlu memberikan informasi kepada dokter atau


perawat jika memiliki kondisi medis seperti diabetes, kencing
manis, hipertensi, atau sedang mengonsumsi obat-obatan atau
memiliki alergi.

2. Pasien harus berpuasa (tidak boleh makan dan minum) selama


6 hingga 8 jam sebelum dilakukan tindakan.

10. audiometri

Audiometri bertujuan mengetahui adanya gangguan pendengaran


sehingga diketahui antara lain: jenis ketulian (tuli kondusif atau tuli
sensoneural) dan derajat ketulian (gangguan dengar)menggunakan
alat yang dinamakan audiometri.

Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum


melakukan pemeriksaan audiometri. Persiapan tersebut, antara
lain:.

 Sebelum melakukan pemeriksaan, pastikan peserta mencopot


perhiasannya terlebih dulu.

 Peserta sebaiknya tidak berada ditempat bising selama 12 jam


sebelum melakukan pemeriksaan.

 Pastikan ruangan pemeriksaan memiliki penerangan yang


cukup, sehingga peserta pemeriksaan dengan keluhan
gangguan pendengaran yang berat bisa tetap berkomunikasi
menggunakan bahasa tubuh dengan pemeriksa.

 Sebaiknya matikan AC atau kipas, agar suara tidak mengganggu


proses pemeriksaan.

117
 Tempatkan kursi pada posisi yang sesuai, pastikan peserta
tidak melihat tangan pemeriksa sewaktu menekan tombol-
tombol pada audiometer dan layar monitor.

11. Panoramic Radiology

Panoramic Radiology merupakan adalah salah satu fasilitas


penunjang yang di sediakan untuk mendapatkan gambar gigi secara
keseluruhan dari berbagai sudut dengan radiasi yang sangat kecil.

118
Apa yang harus dipersiapkan sebelum menjalani prosedur
pemeriksaan panoramic?

Tidak ada pemeriksaan khusus yang perlu dilakukan


sebelum Anda menjalani pemeriksaan mengguunakan rontgen
panoramic. Biasanya Anda hanya akan diminta untuk memakai
celemek khusus yang terbuat dari bahan timbal sebagai
tindakan pencegahan keselamatan untuk melindungi bagian
tubuh Anda dari paparan radiasi, yang mungkin tersebar dari
alat rontgen panoramic.

Saat pemeriksaan, Anda akan diminta untuk


melepaskan perhiasan, kacamata atau benda berbahan logam
lainnya yang mungkin dapat mengganggu hasil rontgen.

Pasien wanita harus memberi tahu dokter jika sedang


hamil atau merencakanan kehamilan. Sebab, banyak tindakan
rontgen yang sebaiknya tidak dilakukan selama kehamilan agar
janin tidak terpapar radiasi. Jika rontgen sangat diperlukan,
langkah pencegahan akan diambil untuk meminimalkan
paparan radiasi pada bayi.

Apa yang dilakukan dokter pada prosedur pemeriksaan


panoramic?

Berikut ini langkah-langkah dalam pemeriksaan panoramic


atau rontgen gigi.

1. Pertama, Anda akan diinstruksikan untuk duduk


menghadap alat rontgen dan teknisi akan dengan hati-hati
mengatur posisi serta mengamankan kepala Anda.

119
2. Bite holder atau alat pelindung gigitan kemudian
ditempatkan di mulut Anda untuk memastikan keselarasan
gigi. Penempatan gigi dan kepala dengan benar sangat
penting untuk mendapatkan gambar yang jelas.
3. Selama pemeriksaan, tabung rontgen akan berputar
mengelilingi kepala, mulai dari satu sisi rahang dan
berakhir di sisi rahang yang lain. Proses Ini biasanya dapat
berlangsung selama 12-20 detik.
4. Anda akan diminta untuk tetap diam saat lengan alat
berputar di sekeliling kepala, ketika gambar sedang
diambil.
5. Setelah pemeriksaan rontgen selesai dilakukan, petugas
akan mengambil film dari dalam alat dan memprosesnya.
Proses tersebut bisa dilakukan secara manual maupun
digital. Anda akan diinstruksikan untuk menunggu
sebentar sampai hasil rontgen selesai diproses.
6. Setelah hasil rontgen keluar, maka film rontgen akan
dimasukkan ke dalam amplop dan biasanya akan langsung
diberikan pada Anda. Untuk bisa membaca hasil rontgen,
Anda perlu membawa hasil tersebut kembali ke dokter gigi.
7. Setelah melihat gambaran susunan gigi dan rahan secara
keseluruhan, dokter gigi bisa membuat diagnosis dan
rencana perawatan yang paling efektif untuk kondisi Anda.

120
12. Radiologi

Untuk mendiagnosa kelainan pada organ tubuh seperti paru –


paru , retak pada tulang.(Foto Thorak, BNO-IVP, HSG )

hal apa saja yang mesti dilakukan sebelum menjalani


pemeriksaan ini?

Sebelum melakukan pemeriksaan ini, cobalah untuk


selalu mengikuti saran yang dokter berikan. Tujuannya simpel,
agar pemeriksaan radiologi bisa memberikan hasil yang
optimal. Lalu, hal apa saja yang mesti dilakukan sebelum
melakukan pemeriksaan ini? Sebenarnya syarat-syaratnya
bergantung pada jenis pemeriksaan.,

berikut beberapa persiapan yang akan disarankan dokter:

1. Puasa

Beberapa jenis pemeriksaan radiologi menggunakan cairan


kontras. Nah, sebelum melakukan pemeriksaan ini dokter akan
meminta pengidap berpuasa selama 4–6 jam. Selain itu, puasa
selama 8–12 juga harus dijalani oleh pengidap yang akan
menjalani USG perut. Alasannya, pemeriksan tak bisa
menghasilkan gambar yang jelas bila masih ada makanan yang
belum tercerna.

121
2. Menahan Berkemih

Untuk pemeriksaan USG panggul, pengidap akan diminta untuk


mengonsumsi banyak air hingga kandung kemih penuh, dan
menahan untuk tidak buang air kecil.

3. Konsumsi Obat

Pemeriksaan radiologi jenis tertentu bisa menimbulkan rasa


nyeri dan tidak nyaman. Contohnya, pemeriksaan rontgen pada
kondisi patah tulang. Apalagi ketika diminta dokter untuk
menahan posisi tertentu saat pengambilan gambar. Untuk
mengatasi rasa nyeri ini, dokter biasanya akan memberikan
painkiller sebelum pemeriksaan berlangsung.

4. Melepas Aksesoris

Dalam pemeriksaan radiologi kita akan diminta untuk melepas


semua aksesoris logam yang dikenakan. Misalnya jam tangan,
kacamata, atau gigi palsu. Bagi yang menggunakan implan
logam dalam tubuh, cobalah beri tahu dokter sebelum
pemeriksaan. Sebab magnet dari pemeriksaan MRI sangat kuat,
keberadaan implan logam di dalam tubuh bisa membahayakan
tubuh.

5. Pakaian Khusus

Kita akan diminta untuk mengenakan pakaian khusus yang


telah disediakan sebelum memasuki ruangan.

122
13. Spirometri

Untuk mengukur volume dan kapasitas paru – paru seseorang, dan


biasanya dilakukan pada karyawan yang lingkungan kerjanya
terpapar/ terpajan debu secara ekstrim.

Ada berbagai persiapan yang harus dilakukan sebelum


menjalani pemeriksaan spirometri. Antara lain:

1. Jangan Merokok

Perokok aktif menjadi salah satu golongan yang dianjurkan


untuk melakukan pemeriksaan ini. Sebab, risiko penyakit paru-
paru menjadi lebih besar pada orang yang merokok. Saat akan
menjalani tes ini, pastikan untuk tidak merokok, setidaknya
selama satu hari sebelum pemeriksaan spirometri.

2. Batasi Alkohol

Agar hasil pemeriksaan sempurna dan kondisi paru-paru bisa


dipantau dengan menyeluruh, hindari mengonsumsi minuman
beralkohol sebelum melakukan pemeriksaan ini. Sama seperti
rokok, sebaiknya konsumsi minuman beralkohol dihentikan
beberapa hari sebelum menjalani tes spirometri.

123
3. Makan Secukupnya

Kamu juga tidak disarankan makan berlebihan sebelum


menjalani tes ini. Sebab, hal itu hanya akan menyebabkan
gangguan pada pernapasan dan menyulitkan jalannya
pemeriksaan.

4. Pakaian yang Sesuai

Hindari mengenakan pakaian yang terlalu ketat saat akan


menjalani pemeriksaan spirometri. Ini bertujuan untuk
menghindari gangguan pernapasan dan membuat kamu bisa
bernapas dengan lebih mudah. Sebab, kamu akan diminta
bernapas sebanyak beberapa kali selama pemeriksaan ini
berlangsung.

5. Perhatikan Aktivitas Fisik

Karena pemeriksaan ini bertujuan untuk memantau kondisi


paru, maka sebaiknya hindari melakukan aktivitas terlalu berat
atau berolahraga sebelum menjalani spirometri. Hal itu
bertujuan agar selama pemeriksaan, paru-paru berada pada
kondisi normal dan hasil yang ditunjukkan pun bersifat akurat.

124
14. Treadmill

Untuk mengetahui kemampuan maksimal kerja jantung saat


melakukan aktifitas , sehingga dideteksi antara lain : Resiko
Penyakit Jantung Koroner ( PJK )Berat atau tidaknya PJK
seseorang,

Dosis aktivitas / olahraga bagi penderita PJK.

Persiapan Sebelum Pemeriksaan Treadmill

Sebelum melakukan pemeriksaan treadmill, sebaiknya ikuti


persiapan berikut ini.

 Beritahu dokter semua obat, vitamin, herbal, atau suplemen


yang dikonsumsi.
 Beritahu dokter jika kamu sedang hamil.
 Pastikan kamu tidur cukup sebelum menjalani tes stres EKG.
 Hindari konsumsi makanan dan minuman apapun (kecuali air
putih) selama empat jam sebelum tes.
 Hindari konsumsi minuman yang mengandung kafein selama
12 jam sebelum tes.
 Hindari konsumsi obat jantung pada hari pemeriksaan,
kecuali dokter mengizinkan.
 Gunakan sepatu yang nyaman dan celana longgar.

125
 Gunakan kemeja lengan pendek dengan kancing depan agar
memudahkan dokter saat menempelkan elektroda EKG ke
dada.
 Bawa inhaler saat pemeriksaan jika kamu mengidap penyakit
asma atau masalah pernapasan lainnya.

Biasanya, dokter akan menyarankan pemeriksaan


penunjang untuk memastikan diagnosis penyakit setelah
melakukan anamnesa (tanya jawab) dan pemeriksaan fisik
pada pasien. Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan akan
disesuaikan dengan penyakit yang dicurigai oleh dokter dan
kondisi pasien secara umum.

E. Alat Yang Digunakan Untuk Melakukan Pemeriksaan Penunjang


1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan suatu prosedur diagnosis yang dilakukan di atas
permukaan kulit/ di rongga tubuh menghasilkan suatu ultrasound
di dalam jaringan. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat
struktur jaringan tubuh, untuk mendeteksi berbagai kelainan
pada abdomen, otak, jantung dan ginjal.
2. Rontgen
Rontgen atau dikenal dengan sinar x merupakan pemeriksaan
yang memanfaatkan peran sinar x untuk melakukan skrining dan
mendeteksi kelainan pada berbagai organ diantaranya jantung,
abdomen, ginjal, ureter, kandung kemih, tenggorokan dan rangka.
3. Pap Smear (Papanicolaou Smear)
Pap smear merupakan pemeriksaan sitologi yang digunakan
untuk mendeteksi adanya kanker serviks atau sel prakanker,
mengkaji efek pemberian hormon seks serta mengkaji respons
terhadap kemoterapi dan radiasi.

126
4. Endoskopi
Pemeriksaan yang dilakukan pada saluran cerna untuk
mendeteksi adanya kelainan pada saluran cerna.
Contoh : varises, esophagus, neoplasma, peptic ulcer
5. Colonoskopi
Pemeriksaan dilakukan pada saluran colon dan sigmoid untuk
mendeteksi adanya kelainan pada saluran colon.
Contoh : varises, hemoroid, neoplasma dll
6. CT Scan
Pemeriksaan spesifik/khusus untuk melihat organ yang lebih
dalam dan terlokalisir serta khusus.
Contoh : organ dalam tengkorak dan organ dalam abdomen
7. Mamografi
Merupakan pemeriksaan dengan bantuan sinar x yang dilakukan
pada bagian payudara untuk mendeteksi adanya kista / tumor
dan menilai payudara secara periodik.
8. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat hantaran listrik pada otak
(melihat kelainan pada gelombang otak) dengan memasangkan
elektroda pada bagian kepala klien.
Indikasi : epilepsy, trauma capitis
9. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat sistem hantaran/konduksi
dari jantung indikasi : Miocard Infark (MCI), Angna fektoris, gagal
jantung.

127
F. PERSIAPAN UNTUK PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Persiapan alat
Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan
instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan
profesional dalam bekerja.
2. Pengambilan darah
Yang harus dipersiapkan antara lain : - kapas alkohol 70 %, karet
pembendung (torniket) semprit sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5
ml, penampung kering bertutup dan berlabel. Penampung dapat
tanpa anti koagulan atau mengandung anti koagulan tergantung
pemeriksaan yang diminta oleh dokter. Kadang-kadang diperlukan
pula tabung kapiler polos atau mengandung antikoagulan.
3. Penampungan urin
Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar, berlabel,
kering, bersih, bertutup rapat dapat steril (untuk biakan) atau tidak
steril. Untuk urin kumpulan dipakai botol besar kira-kira 2 liter
dengan memakai pengawet urin.
4. Penampung khusus
Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau
pemeriksaan khusus yang lain. Yang penting diingat adalah label
harus ditulis lengkap identitas penderita seperti pada formulir
termasuk jenis pemeriksaan sehingga tidak tertukar.

G. Persiapan Pengambilan Spesimen


1. Darah
Pemeriksaan darah adalah pemeriksaan yang menggunakan
bahan atau spesimen darah
a. Perifer (pembuluh darah tepi)
b. Vena
c. Arteri

128
d. Pada orang dewasa diambil pada ujung jari atau daun telinga
bagian bawah
e. Pada bayi dan anak kecil dapat diambil pada ibu jari kaki atau
tumit
Bentuk pemeriksaan
a. Jenis/golongan darah
b. HB untuk mendeteksi adanya penyakit anemia dan ginjal
c. Hematokrit untuk mengukur konsentrasi sel darah merah dalam
darah
d. Trombosit untuk mendeteksi adanya trombositopenia dan
trombosis
e. SGPT (serum Glumatik Piruvik Transaminase) untuk mendeteksi
adanya kerusakan hepatoseluler
f. Albumin untuk mendeteksi adanya gangguan hepar seperti luka
bakar dan gangguan ginjal
g. Asam urat untuk mendeteksi penyakit pada ginjal, luka bakar
h. Billirubin (Direct : deteksi ikterik, Indirect : anemia & malaria)
i. Gula darah untuk mendeteksi diabetes
Persiapan alat
a. Lanset darah atau jarum khusus
b. Kapas alcohol
c. Kapas kering
d. Alat pengukur Hb/kaca objek/botol pemeriksaan, tergantung
macam pemeriksaan
e. Bengkok
f. Hand scoon
g. Perlak dan pengalas
Prosedur kerja
a. Mendekatkan alat

129
b. Memberitahu klien dan menyampaikan tujuan serta langkah
prosedur
c. Memasang perlak dan pengalas
d. Memakai hand scoon
e. Mempersiapkan bagian yang akan ditusuk, tergantung jenis
pemeriksaan
f. Kulit dihapushamakan dengan kapas alcohol
g. Bekas tusukan ditekan dengan kapas alcohol
h. Merapikan alat
i. Melepaskan hand scoon
2. Urine
Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang
menggunakan bahan atau spesimen urine.
Kegunaan
a. Menafsirkan proses-proses metabolisme
b. Mengetahui kadar gula pada tiap-tiap waktu makan (pada pasien
DM)
Jenis pemeriksaan
a. Urine sewaktu
Urine yang dikeluarkan sewaktu-waktu bilamana diperlukan
pemeriksaan
b. Urine pagi
Urine yang pertama dikeluarkan sewaktu pasien bangun tidur.
c. Urine pasca prandial
Urine yang pertama kali dikeluarkan setelah pasien makan (1,5-3
jam sesudah makan)
d. Urine 24 jam
Urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam.
Persiapan alat
a. Formulir khusus untuk pemeriksaan urine

130
b. Wadah urine dengan tutupnya
c. Hand scoon
d. Kertas etiket
e. Bengkok
f. Buku ekspedisi untuk pemeriksaan laboratorium
Prosedur tindakan
a. Mencuci tangan
b. Mengisi formulir
c. Memberi etiket pada wadah
d. Memakai hand scoon
e. Menuangkan 100 cc urine dari bengkok ke dalam wadah
kemudian ditutup rapat.
f. Menyesuaikan data formulir dengan data pada etiket
g. Menuliskan data dari formulir ke dalam buku ekspedisi
h. Meletakkan wadah ke dalam bengkok atau tempat khusus
bertutup.
i. Membereskan dan merapikan alat
j. Melepas hand scoon
k. Mencuci tangan
3. Feses
Pemeriksaan dengan bahan feses untuk memeriksa adanya
kuman seperti salmonella, shigella, escherichiacoli, dan lain-lain
Tujuan
Untuk menegakkan diagnosa
Pemeriksaan tinja untuk pasien dewasa
Untuk pemeriksaan lengkap meliputi warna, bau, konsistensi, lendir,
darah, dan telur cacing. Tinja yang diambil adalah tinja segar.
Persiapan alat
a. Hand scoon bersih
b. Vasseline

131
c. Botol bersih dengan penutup
d. Lidi dengan kapas lembab dalam tempatnya
e. Bengkok
f. Perlak pengalas
g. Tissue
h. Tempat bahan pemeriksaan
i. Sampiran
Prosedur tindakan
a. Mendekatkan alat
b. Memberitahu pasien
c. Mencuci tangan
d. Memasang perlak pengalas dan sampiran
e. Melepas pakaian bawah pasien
f. Mengatur posisi dorsal recumbent
g. Memakan hand scoon
h. Telunjuk diberi vaselin lalu dimasukkan ke dalam anus dengan
arah keatas kemudian diputar kekiri dan kekanan sampai teraba
tinja
i. Setelah dapat dikeluarkan perlahan-lahan lalu dimasukkan ke
dalam tempatnya.
j. Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan
tissue.
k. Melepas hand scoon
l. Merapikan pasien
m. Mencuci tangan
Untuk pemeriksaan kultur (pembiakan) pengambilan tinja
dengan cara steril. Caranya sama dengan cara thoucer, tetapi alat-alat
yang digunakan dalam keadaan steril.
4. Sputum
Sputum atau dahak adalah bahan yang keluar dari bronchi atau

132
trakhea, bukan ludah atau lendir yang keluar dari mulut, hidung atau
tenggorokan.
Tujuan
Untuk mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme yang
ada dalam tubuh pasien sehingga diagnosa dapat ditegakkan.
Indikasi
Pasien yang mengalami infeksi/peradangan saluran pernafasan
(apabila diperlukan).

Persiapan alat
a. Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup
b. Botol bersih dengan penutup
c. Hand scoon
d. Formulir dan etiket
e. Perlak pengalas
f. Bengkok
g. Tissue

Prosedur tindakan
a. Menyiapkan alat
b. Memberitahu pasien
c. Mencuci tangan
d. Mengatur posisi duduk
e. Memasang perlak pengalas dibawah dagu dan menyiapkan
bengkok.
f. Memakai hand scoon
g. Meminta pasien membatukkan dahaknya ke dalam tempat yang
sudah disiapkan (sputum pot)
h. Mengambil 5cc bahan, lalu masukkan ke dalam botol
i. Membersihkan mulut pasien

133
j. Merapikan pasien dan alat
k. Melepas hand scoon
l. Mencuci tangan

H. Persiapan Untuk Pemeriksaan Radiologi

1. USG Abdomen dan Gynecologi - Obstetri


a. Pengertian Ultrasonografi (USG)
Adalah suatu tehnik pemeriksaan radiologi dengan
memanfaatkan gelombang suara atau ultrasound yang
dipancarkan melalui transducer ke organ abdomen.
b. Tujuan
1) Untuk memperlihatkan struktur morfologis organ-organ
abdomen, seperti : hati, kandung empedu, pankreas, lien,
ginjal, vesica urinaria, prostas, adneksa, struktur vascular
termasuk arteri dan vena, serta kelenjar sekitarnya
(mesenterium, para aorta, para iliaka), keadaan usus-usus,
keadaan uterus.
2) Penilaian dalam pemeriksaan ini meliputi struktur masing-
masing organ abdomen, struktur vasculer dan bilier (apakah
terdapat batu atau endapan, SOL atau kista, hematoma),
pembesaran kelenjar atau bendungan pada sistem urinarius
(apakah terdapat cairan bebas atau ascites)
3) Untuk melihat dan mengamati kehidupan fetus sebelum
kelahiran
4) Penilaian kehamilan meliputi : posisi janin, letak plasenta,
cairan amnion, kelainan mayor janin, jumlah janin, umur
kehamilan, taksiran partus, berat janin, jenis kelamin, lilitan
talipusat

134
5) Untuk melihat dugaan adanya kehmailan di luar uterus dan
kehmailan ektopik terganggu (KET) terutama ditujukan
untuk melihat cauran bebas di dalam cavum douglassi atau
dalam rongga abdomen, kadang-kadang dapat dilihat janin
6) Untuk kasus-kasus dengan infeksi pelvis diperlukan
pemeriksaan USG untuk melihat daerah adneksa (terdapat
fokal abses seperti tubo ovarial abses, dsb)
c. Ruang lingkup
Pemeriksaan ini dilakukan seumur hidup, untuk pemeriksaan
USG Gynecologi – Obstetri dilakukan pada wanita dewasa
d. Langkah-langkah
1) Persiapan alat
a) Pesawat USG
b) Jelly
c) Tissue atau handuk
2) Persiapan pasien
a) Pada keadaan akut seperti trauma, tidak perlu dilakukan
persiapan seperti puasa. Pemeriksaan ditujukan untuk
melihat keadaan organ-organ serta kemungkinan
adanya cairan bebas intra abdominal
b) Pada keadaan efektif, diperlukan puasa untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Puasa diperlukan
sekitar 8 – 10 jam sebelumnya atau sebaiknya dilakukan
pemeriksaan USG pagi hari sebelum makan pagi
c) Untuk neonatus hanya kira-kira sekitar 3 – 5 jam saja.
Puasa terutama ditujukan bila ingin menilai kandung
empedu dan salurannya. Untuk pemeriksaan lain
misalnya ginjal, tidak diperlukan puasa sebelumnya
d) Untuk menilai pankreas dengan optimal, pasien minum
air ter;lebih dahulu sebanyak kira-kira 500 cc (untuk

135
dewasa) agar lambung terisi air dan pankreas mudah
dinilai.
e) Untuk pemeriksaan kehamilan normal tidak diperlukan
persiapan, tetapi untuk pemeriksaan kehamilan dalam
keadaan patologis (seperti KET, infeksi pelvis) pasien
diminta minum terlebih dahulu agar buli terisi air dan
dapat digunakan sebagai jendela untuk melihat struktur
uterus dan adneksa
e. Prosedur pemeriksaan
1) Untuk menilai/melihat
ginjal Tehnik pemeriksaannya
:
a) Untuk melihat ginjal kanan, posisikan pasien supine
pada mid axillary atau subdistal maupun intercostal
b) Pasien LLD (Left Lateral Decubitus) untuk
mempermudah pemeriksaan karena pada posisi supine
kadang-kadang akan menyulitkan
c) Untuk melihat ginjal kiri, posisikan pasien RLD (Right
Lateral Decubitus)
d) Letakkan transducer pada intercostal 9 – 10 atau
subcostal pada mid axillary
e) Buat irisan longitudinal pada axis ginjal
f) Irisan transversal pada kutub atas (upper pole),
pertengahan dan pada kutub bawah (lower pole)
g) Pasien diminta tarik nafas panjang dan tahan napas,
kemudian lakukan pengambilan gambar
h) Kadang-kadang dilakukan pada punggung vertebra
untuk memperjelas gambaran karena ada otot-otot tebal
di bagian depan
2) Untuk menilai/melihat
liver Tehnik

136
pemeriksaannya :

137
a) Pasien tidur terlentang atau LLD
b) Pasien diminta tarik nafas panjang dan tahan nafas
c) Buat irisan transversal dan longitudinal pada daerah
subcostal
d) Lakukan pada kedua lobus dari lobus kiri ke lobus kanan
3) Untuk menilai/melihat pankreas
Tehnik pemeriksaannya :
a) Pasien supine di atas bed atau meja pemeriksaan
b) Buat irisan longitudinal sepanjang axis vena cava untuk
memperlihatkan caput pankreas
c) Buat irisan transversal melalui lobus kiri sebagai acusitc
window untuk memperlihatkan body dan tail dengan
menampakkan vena lienalis sebagai landmark
4) Untuk menilai/melihat
uterus Tehnik
pemeriksaannya :
a) Pertama dilakukan scanning secara longitudinal, hal ini
untuk melihat apakah kandung kemih terisi air dengan
baik, bila belum pemeriksaan ditunda
b) Pasien diminta untuk minum lagi dan diperiksa ulang 30
– 40 menit kemudian

2. Rontgen atau Pemotretan Schedell


a. Pengertian
Suatu pemeriksaan yang dilakukan pada tulang kepala atau
tengkorak dengan menggunakan tehnik radiografi
b. Tujuan
Untuk mendiagnosa kelainan atau fraktur pada tulang kepala atau
tengkorak
c. Ruang lingkup
Pemeriksaan ini dilakukan untuk semua umur

138
d. Prosedur pemeriksaan
1) Antero Posterior
(AP) Posisi pasien :
a) Supine di atas bed atau meja pemeriksaan
b) Mid Sagittal Plane (MSP) : tubuh diatur tegak lurus
terhadap pertengahan bed atau meja pemeriksaan
Posisi obyek :
Posisi kepala diatur menunduk sehingga
Infraorbitomeatal Line (IOML) tegak lurus terhadap bed
atu meja pemeriksaan dan diatur true AP
2) Lateral
Posisi pasien :
a) Supine atau semiprone di atas bed atau meja
pemeriksaan
b) Untuk pasien dengan cedera kepala berat, dilarang
memenipulasi pasien terutama bila diduga adanya
fraktur cervical. Dalam hal ini dibuat foto lateral dengan
sinar horizontal
Posisi obyek :
Kepala dirotasikan dengan sisi yang akan difoto dekat
dengan kaset Kepala diatur true lateral, dengan cara mid line
dari kepala diatur sejajar dengan bed atau meja periksaan,
atur interpopullary tegak lurus dengan kaset.
e. Sarana
1) Kaset dan film ukuran 24 x 30 cm
2) Pesawat rontgen, control table dan marker

3. Pap Smear (Papanicolaou Smear)


Pap smear merupakan pemeriksaan sitologi yang digunakan
untuk mendeteksi adanya kanker serviks atau sel prakanker,

139
mengkaji efek pemberian hormon seks serta mengkaji respons
terhadap kemoterapi dan radiasi.
Persiapan dan pelaksanaan :
a. Lakukan informed consent
b. Tidak ada pembatasan makanan dan cairan
c. Anjurkan pasien untuk tidak melakukan irigasi vagina
(pembersihan vagina dengan zat lain) memasukan obat melalui
vagina atau melakukan hubungan seks sekurang-kurangnya 24
jam
d. Spekulum yang sudah dilumasi dengan air dengan air megalir
dimasukan ke vagina.
e. Pap stick digunakan untuk mengusap serviks kemudian
pindahkan ke kaca mikroskop dan dibenamkan ke dalam cairan
fiksasi.
f. Berikan label nama dan tanggal pemeriksaan

4. Mammografi
Merupakan pemeriksaan dengan bantuan sinar x yang
dilakukan pada bagianpayudara untuk mendeteksi adanya kista
/ tumor dan menilai payudara secaraperiodik.
Persiapan dan Pelaksanaan :
a. Lakukan informed consent
b. Tidak ada pembatasan cairan dan makanan
c. Baju dilepas sampai pinggang dan perhiasan pada leher
d. Gunakan pakaian kertas / gaun bagian depan terbuka
e. Anjurkan pasien untuk duduk dan letakan payudara satu per
satu diatas meja kaset sinar x.
f. Lalu lakukan pemeriksaan

140
5. Laparoskopi
a. Pengertian
Suatu pemeriksaan dengan cara untuk melihat rongga abdomen
dengan bantuan laparoskop melalui dinding abdomen depan,
yang sebelumnya telah dilakukan pneumoperitoneum
b. Tujuan
1) Untuk menegakkan diagnostik dan diagnosa banding dari
penyakit/infeksi genetalia interna
2) Untuk pemantauan pada saat dilakukan tindakan
histereskopi
3) Untuk mengangkat dan mencari translokasi AKDR
4) Second look operation, apabila diperlukan operasi
sebelumnya
5) Infertilitas primer dan sekunder
c. Prosedur pemeriksaan
Anastesi untuk pemeriksaan laparaskopi :
1) Untuk anastesi lokal
Untuk laparoskopi yang tidak memerlukan waktu lama dan
intervensi berat dapat dilakukan dengan anastesi lokal
(seperti pemasangan cincin/klip tuba pada tindakan
sterilisasi)
2) Untuk anastesi regional
Hanya digunakan apabila anastesi inhalasi merupakan kontra
indikasi.
Efek samping : dapat terjadi vasodilatasi dan hipotensi yang
mendadak
3) Untuk anastesi umum
Aman dilakukan oleh spesalis anastesi.
Posisi pasien :
Posisi yang digunakan yaitu posisi trendelenburg, dengan
sudut kemiringan 15 – 250 (150 biasanya sudah cukup). Selain

141
itu bokokng pasien harus lebih menjorok ke depan, melewati
ujung bed atau meja pemeriksa agar hidrotubator yang telah
dipasang dapat digerakkan bebas.
I. Fungsi dan Tujuan Pemeriksaan Penunjang
Fungsi dalam pemeriksaan penunjang, yaitu:
a. Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis,
dengan tujuan menentukan resiko terhadap suatu
penyakit dan mendeteksi dini penyakit terutama bagi
individu beresiko tinggi (walaupun tidak ada gejala atau
keluhan).
b. Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan
penyakit yang diderita seseorang, berkaitan dengan
penanganan yang akan diberikan dokter serta berkaitan
erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat
terjadi.
c. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat
menyamarkan gejala klinis.
d. Membantu pemantauan pengobatan.
e. Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan
penyakit, yaitu untuk memprediksi perjalanan penyakit
dan berkaitan dengan terapi dan pengelolaan pasien
selanjutnya.
f. Memantau perkembangan penyakit, yaitu untuk
memantau perkembangan penyakit dan memantau
efektivitas terapi yang dilakukan agar dapat
meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi.
Pemantauan ini sebaiknya dilakukan secara berkala.
g. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang
banyak dijumpai dan potensial membahayakan.
h. Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi
karena tidak didapati penyakit.

142
Tujuan dalam pemeriksaan penunjang yaitu:

1. Untuk menambah data penunjang selain data


pemeriksaan fisikUntuk memberi kejelasan dan
kepastian tentang kesungguhan penyakit yang
diderita oleh pasien
2. Untuk memudahkan dokter dalam melakukan
diagnosis.

J. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan


Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang (Laboratorium)

Tujuan pemeriksaan laboratorium, diantaranya untuk


mendeteksi adanya penyakit, menentukan faktor risiko
penyakit, memantau perkembangan penyakit dan memantau
efektivitas pengobatan. Hasil pemeriksaan laboratorium
memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan
medis, karena itu akurasi hasil menjadi suatu keharusan. Hasil
pemeriksaan yang tidak akurat dikarenakan persiapan
pemeriksaan yang kurang optimal akan menyebabkan tujuan
pemeriksaan tidak tercapai dan dapat mengakibatkan diagnosa
yang kurang tepat dan berujung pada penanganan medis yang
kurang tepat pula.

Persiapan pasien tergantung dari jenis pemeriksaan yang akan


dilakukan. Berikut ini, kami sampaikan beberapa persiapan
pemeriksaan yang umum dianjurkan :

1. Pasien harus puasa minimal selama 10 jam sebelum pengambilan


darah, kecuali untuk pemeriksaan glukosa puasa minimal 8 jam.
Untuk pemeriksaan trigliserida, sebaiknya pasien puasa selama 12
jam.
143
2. Selama puasa, pasien tidak diperbolehkan makan dan minum,
kecuali air putih.

3. Hindari merokok, makan permen karet, minum kopi dan teh (tanpa
gula), alkohol, addictive drugs (seperti amphetamine, morphine,
heroin, cannabis) karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

4. Jangan berpuasa lebih dari 14 jam.

5. Jangan melakukan aktivitas berat seperti berolahraga sebelum


pengambilan darah.

6. Pengambilan darah sebaiknya dilakukan pagi hari, antara pukul


07.00 - 09.00. Hal ini karena pagi hari merupakan keadaan basal
tubuh dimana pada umumnya belum melakukan banyak aktivitas.

Terkadang sebagian pasien masih mengabaikan anjuran tersebut, baik


karena lupa, terlalu sulit dilakukan ataupun karena kesibukan yang
tidak memungkinkan pasien mengikuti anjuran tersebut. Padahal
persiapan pemeriksaan ini dibuat berdasarkan berbagai
pertimbangan yang fokus pada keselamatan pasien (patient safety).

144
E. PENGENDALIAN INFEKSI, INFEKSI NOSOKOMIAL DAN PATIENT
SAFETY

A. Kewaspadaan berdasarkan penularan atau transmisi

Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan pada pasien


yang menunjukkakn gejala, ducurigai terinfeksi atau mengalami
kolonisasi dengan kuman yang sangat mudah menular. Kewaspadaan
berdasarkan transmisi perlu di lakukan sebagai tambahan
kwaspadaan standar. Kewaspadaan berdasarkan transmisi meliputi:
penanganan linen, kotor, penanganan perawatan pada pasien, dan
pencegahan infeksi unyuk prosedur yang menimbulkan aerosol pda
pasien suspek atau probable menderita penyakit menular melaui
udara atau airborne. Selain tindakan diatas isolasi pasien yang akan
menjadi sumber infeksi juga perlu diperhatikan untuk mencegah
transmisi langsung atau tidak langsung.

a. Penanganan linen dan pakaian kotor


Penanganan linen dan pakaian kotor menjadi hal yang
penting karena linen yang tercemar oleh mikroorganisme yang
sangat patoghen, resiko penularannya dapat minimal apabila
linen tersebut ditangani dengan baik sehingga dapat mencegah
penularan mikroorganisme pada pasien, petugas dan lingkungan.
b. Isolasi
Selain itu pasien dengan penyakit menular melalui udara perlu
dirawat diruang isolasi untuk mencengan transmisi langsung atau
tidak lansung. Beberapa persyaratan dalam pelaksanaan isolasi
bagi pasien dengan penyakit menular adalah sebagai berikut:
kamar khusus yang selalu ditutup, cuci tangan dengan sabun atau
larutan antiseptic sebelum dan sesudah masuk kamar, gunakn
masker dan sarung tangan serta baju pelindung, peralatan khusus

145
untuk pasien, bahan pemeriksaan laboratirium diletakkan pada
tempat steril tertutup rapat, setelah dipakai alat suntik
dimasukkan pada tempat khusus dan dibuang, alat pemeriksaan
lengkap, penanganan instrument secara tepat, jumlah pengunjung
pasien dibatasi dan kamar dibersihkan setiap hari.

B. Prosedur Pengendalian Infeksi

Penyakit infeksi pada manusia merupakan salah satu masalah


kesehatan utama bagi negara-nega di dunia, termasuk Indonesia. Kejadian
infeksi tidak hanya berasal dari rumah sakit, tetapi dapat dari fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas infeksi kepada pasien namun
dapat juga pada petugas kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat
berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan
sumber infeksi dapat berasal dari Komunitas (Community Acquired
Infection) atau dari Fasilitas Kesehatan (Healthcare-Associated Infections).

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang


pelayanan kesehatan, perawatan pasien tidak hanya dilayani dirumah sakit
saja tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan dirumah
(home care).

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas


pelayanan kesehatan untuk melindungi petugas, pasien dan pengunjung,
sangat penting bagi petugas dan pengambil kebijakan untuk memahami
konsep dasar penyakit infeksi terlebih dahulu.

 BATASAN INFEKSI
1. Kolonisasi: terdapatnya agen infeksi/mikroorganisme yang hidup,
tumbuh dan berkembang biak di tubuh pejamu tanpa disertai adanya
gejala klinik atau respon imun.

146
2. Pembawa (carrier): individu (pasien, petugas kesehatan) yang
membawa kuman patogen, dengan atau tanpa disertai gejala klinik.
3. Infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya
mikroorganisme patogen, dengan atau tanpa disertai gejala klinik .
4. Penyakit menular atau infeksius: adalah penyakit akibat
mikroorganisme patogen yang dapat berjangkit dari satu orang ke
orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Inflamasi (radang atau peradangan local): merupakan bentuk respon
tubuh terhadap suatu agen (mikroorganisme,trauma, pembedahan,
luka bakar atau kimiawi), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri
(dolor), panas (kalor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor)
dan gangguan fungsi.
6. Syndrome respon inflamasi sistematik (sistematyc inflammatory
response syndrome/SIRS): sekumpulan gejala klinik atau kelainan
laboratorium yang menggambarkan respon tubuh (inflamasi) yang
bersifat sitematik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari
keadaan beriku: (1) hipertemi(≥ 38,3°C) atau hipotermi (<36℃), (2)
takikardi (>90 kali per menit), (3) takipnoe (>20 kali permenit), serta
(4) leukositosis (>12.000L) atau leukopenia (<4.000L0 atau pada
hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS
dapat disebabkan oleh infeksi atau non-infeksi seperti trauma,
pembedahan, luka bakar, pankreatitis, atau gangguan metabolic. SIRS
yang disebabkan infeksi disebut SEPSIS.
7. Infeksi terkait layanan kesehatan (Healthcare-Associated
infectins/HAIs): infeksi yang terjadi pada pasien terkait proses
pelayanankesehatan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya, dimulai saat pasien masuk rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan walaupun belum ditemukan infeksi dan tidak
dalam masa inkubasi, hingga setelah pasien pulang. HAIs ini juga
termasuk infeksi akibat kerja para petugas kesehatan.

147
 Rantai Infeksi

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen/ mikroorganisme yang


menyebabkan sakit. Faktor-faktor yang saling mempengaruhi dan saling
berhubungan disebut rantai infeksi sebagai berikut:

1. Adanya mikroorganisme (Agent) yang infeksius mikroba penyebab


infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur, ataupun parasite.
Penyebab utama infeksi nosocomial biasanya bakteri dan virus
dan kadang-kadang jamur dan jarang oleh parasite.
2. Adanya reservoar sebagai tempat patogen untuk mempertahankan
hidup tetapi dapat/tidak berkembang biak. Reservoar paling
umum adalah manusia.
3. Adanya portal of exit/ pintu keluar. Pintu keluar dari manusia
biasanya melalui satu tempat dan beberapa tempat. Portal of exit
yang utama adalah saluran pernapasan, saluran cerna, kulit, darah,
saluran urinarius dan saluran urogenitalia.
4. Cara penularan. Penularan atau transmission adalah perpindahan
mikroba dari sumber ke host. Penyebaran dapat melalui kontak,
lewat udara dan vector.

148
5. Adanya porta of entry/ pintu masuk tempat masuknya kuman
dapat melalui kulit, dinding mukosa, saluran cerna, saluran
pernapasan dan saluran urogenitalia. Mikroba yang terinfeksius
dapat masuk ke saluran cerna melalui makanan atau minuman
yang terkontaminasi seperti: E.coli, Shigella.
6. Penderita (Host) yang rentan. Masuknya kuman ke dalam tubuh
penderita tidak selalu menyebabkan infeksi. Yang memegang
peranan sangat penting adalah mekanisme pertahanan tubuh
hostnya. Mekanisme pertahanan tubuh secara non spesifik antara
lain adalah kulit, dinding mukosa dan secret, kelenjar-kelenjar
tubuh.
 Kewaspadaan Isolasi

Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi yang disusun oleh CDC dan harus diterapkan dirumah sakit dan
pelayanan kesehatan lainnya. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk
menurunkan resiko transmisi penyakit dari pasien ke pasien lain atau
pekerja medis. Kewaspadaan isolasi memiliki dua pilar atau tingkatan, yaitu
Kewaspadaan Standar (Standard/Universal Precautions) dan kewaspadaan
berdasarkan cara transmisi (Transmission Based Precautions) (Akib et
al,2008).

1. Kewaspadaan Standasr (Sandard/Universal Precautions)

Kewaspadaan standar adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan


pengendalian infeksi rutin dan harus diterapkan pada setiap pasien di semua
fasilitas kesehatan. Kewaspadaan standar yaitu tindakam
pengendalianinfeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa
darah dan cairan tubuh berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari
pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam,2007). Tindakan dalam
kewaspadaan standar yaitu:

149
a. Kebersihan tangan
b. APD: sarung tangan, masker, goggle, face shield, gaun.
c. Peralatan perawatan pasien.
d. Pengendalian lingkungan.
e. Penatalaksanaan linen.
f. Pengelolaan limbah tajam/perlindungan dan kesehatan karyawan.
g. Penempatan pasien.
h. Hygiene respirasi/etika batuk
i. Praktek menyuntik aman
j. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal fungsi

Berdasarkan Association for Professionals in Infectin Control abd


Epidemiology (APIC) kepatuhan kewaspadaan standar terdapat 8 indikator
yang terdiri dari:

a. Mencuci tangan sebelum memberikan perawatan kepada pasien.


b. Gunakan sarung tangan apabila kontak dengan darah/cairan
tubuh, membrane mukosa atau kulit yang tidak utuh pada semua
pasien.
c. Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan area perawatan
pasien.
d. Mencuci tangan setelah melepaskan sarung tangan
e. Buang jarum pada tempat pembuangan tanpa menutup kembali
f. Gunakan gaun, kacamata, atau pelindung wajah ketika ada
percikan atau semprotan dari cairan tubuh.
g. Ketika menggunakan sarung tangan kotor jangan menyentuh area
bersih dari ruangan/pasien
h. Needleboxes tidak terisi dengan penuh.
2. Kewaspadaan berdasarka transmisi

Kewaspadaan berdasarkan transmisi merupakan tambahan untuk


kewaspadaan standar, yaitu tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi
yang dilakukan setelah jenis infeksinya sudah terdiagnosa atau diketahui

150
(Muchtar,2014). Berdasarkan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya tahun 2008, jenis
kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai berikut:

a. kewaspadaan transmisi kontak

kewaspadaan transmisi kontak ini ditujukan untuk menurunkan


resiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan
melalui kontak langsung dan tidak langsung.

1. Kontak Langsung

Meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi yang rentan/petugas


kesehatan dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Missal perawat
membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter
bedah dengan luka basah saat mengganti perban, petugas tanpa sarung
tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.

2. Transmisi kontak tidak langsung

Terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang


terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrument yang
terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau
sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang
lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati
dilingkungan pasien.

b. Kewaspadaan transmisi droplet

Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien


dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat
ditransmisikan melalui droplet(>5 um). Droplet yang besar terlalu berat
untuk

151
melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi
droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mukosa membrane
hidung/mulut, orang rentan dengan droplet partikel besar mengandung
mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk,
bersin, muntah, bicara, selama prosedur suctin, bronkhskopi.

Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus


membrane atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet
mengkontaminasi permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain missal:
mukosa membrane. Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada
transmisi droplet langsung, missal: communsold, respiratory, syncutial virus
(RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk,bersin, bicara, intubasi
endotracheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi
kardiopulmoner.

c. Kewaspadaan transmisi melalui udara (airborne precautions)

Kewaspadaan transmisi melalui uaraditerapkan sebagai tambahan


kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui
terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan
melalui jalur udara. Seperti transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster)
langsung melalui udara.

Ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi udara mikroba


penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuclei (sisa
partikel kecil < 5 um evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara)
atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba
tersebut akan terbawa aliran udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh
individu rentan diruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba,
tergantung pada faktor lingkungan, missal penanganan udara dan ventilari
yang penting dalam pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuclei atau
sisik kulit luka terkontaminasi (S. aureus).

152
 Penggunaan Alat Pelindung Diri

Occupational Safety and Health Administration (OSHA)


mendefinisikan alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan
yang digunakan oleh karyawan untuk melindungi diri dari bahan yang
menular. APD merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri
terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat
mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Meskipun
tidak menghilangkan atau mengurangi bahaya yang ada dengan
menggunakan APD (Mulyani, 2008).

APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala


macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. APD digunakan untuk
melindungi kulit dan merman mukosa petugas kesehatan dari resiko
terpaparnya darah, secret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, dan selaput lender
pasien serta semua jenis cairan tubuh pasien.

 Mencuci tangan

153
Mencuci tangan merupakan salah satu bagian penting dalam
penggunaan APD, karena sebelum dan sesudah menggunakan APD
khususnya sarung tangan. The Center for Diesease Control and Prevention
(CDC) 2002, mencuci tangan merupakan teknik yang paling penting dan
paling mendasar dalam mencegah dan mengendalikan penularan infeksi
(Potter & Perry, 2006).

Larson 1995 mendefinisikan mencuci tangan adalah menggosok


dengan sabun secara bersamaan seluruh kulit permukaan tangan dengan
kuat dan ringkas yang kemudian dibilas dengan air yang mengalir (Potter &
Perry, 2005).

Menurut WHO (2009) ada 5 moments hand hygiene, yaitu:

1) sebelum kontak dengan pasien,

2) sebelum melakukan prosedur bersih/aseptic,

3) setelah kontak dengan cairan tubuh pasien resiko tinggi,

4) setelah kontak dengan pasien,

5) setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.

Prosedur Mencuci Tangan :

Cara Cuci Tangan 7 Langkah Pakai Sabun Yang Baik dan Benar
1. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air
yang mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan
secara lembut

154
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih

155
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

7. Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara

156
memutar, kemudian diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan dengan
air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai handuk atau tisu.

Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang maupun


cair sangat disarankan untuk kebersihan tangan yang maksimal. Pentingnya
mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun adalah agar
kebersihan terjaga secara keseluruhan serta mencegah kuman dan bakteri
berpindah dari tangan ke tubuh anda.

A. Patient Safety

Keselamatan pasien atau Patient Safety di definisikan sebagai upaya


menghindari, mencegah dan memperbaiki hasil yang merugikan pasien atau
cidera akibat dari proses keperawatan kesehatan (US National Patient Safety
Foundation,1999).

157
Keselamatan pasien adalah prinsip paling fundamental dalam
pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek
yang paling kritis dri manajemen kualitas.

Dalam proses keperawatan terdapat lima tahapan:

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses


keperawatan. Dalam proses pengkajian, seorang perawat bertugas untuk
mengumpulan informasi berkenaan dengan kondisi pasien, baik melalui
pasien pribadi ataupun melalui keluarga, rekam medis, tenaga kesehatan,
dan lainnya. Informasi yang di kumpulkan oleh seorang perawat haruslah
berupa fakta dan actual.

Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang


perawat melakukan proses pengkajian. Seorang perawat harus mampu
mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien secara akurat, cepat, dan
actual. Jika seorang perawat melakukan kesalahan pada tahap selanjutnya
yang dapat mengancam keselamatan nyawa pasien. oleh karena itu, pada
tahap ini perawat harus mampu mengidentifikasi secara benar dan
meningkatkan komunikasi secara efektif agar tidak terdapat informasi yang
salah dimengerti oleh perawat atau informasi yang tidak tepat dan tidak
cukup.

2. Diagnose Keperawatan

Diagnose keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif


untuk membuat diagnose keperawatan. Diagnose ini merupakan dasar bagi
seorang perawat merumuskan tindakan keperawatan. Analisis data yang
telah didapatkan oleh seorang perawat merupakan kunci keberhasilan dalam
proses keperawatan. Seorang perawat harus mampu mendiagnosa kondisi
tubuh pasien dan kebiasaan pasien secara tepat dan teliti. Jika terdapat
kesalahan pada saat perawat melakukan proses diagnose atau terdapat hal

158
yang terlewatkan oleh perawat, maka rencana tindakan yang akan disusun
menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, dalam melakukan proses diagnose,
seorang perawat harus mampu berpikir kritis dan tepat sehingga tidak
terjadi kesalahan yang dapat mengancam nyawa pasien.

3. Intervensi

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan


yang dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi
perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada klien berdasarkan analisis pengkajian. Perencanaan meruakan dasar
bagi seorang perawat dalam melaksanakan implementasi.oleh karena itu,
pada tahap ini perawat harus mampu menyusun rencana tindakan yang akan
diberikan kepada pasien secara sistematis dan tepat. Hal ini bertujuan agar
tidak terjadi kekurangan yang dapat mengancam keselamatan pasien saat
proses implementasi dijalankan.

4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi,1995).
Jalannya proses implementasi harus mendukung keselamatan pasien.
perawat saat melakukan proses implementasi harus menjamin bahwa
tindakan yang akan dilakukan adalah tindakan yang tepat. Perawat juga
harus mampu menilai kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan
proses implementasi agar tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan
pada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan
medis dan lingkungan sekitar pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar
pasien dapat terhindar dari infeksi lain akibat lingkungan diluar tubuhnya.

5. Evaluasi

Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap


ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat

159
berhasil atau gagal. Proses evaluasi merupakan cermin bagi seorang perawat
terhadap setiap tindakan yang telah dilakukannya. Jika pada saat melakukan
proses evaluasi perawat menemukan tindakan atau kejadian yang salah,
maka hal-hal tersebut dapat segera diperbaiki sehingga dapat mencegah
terjadinya kondisi buruk pada pasien serta menjaga keselamatan pasien.

Oleh karena itu, proses keperawatan sangat berhubungan dengan


patient safety atau keselamatan pasien. proses tersebut dikatakan
berhubungan karena apabila seorang perawat melakukan kesalahan saat
menjalani salah satu proses keperawatan dalam menangani pasien, maka
kesalahan tersebut akan memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang
dapat mengancam keselamatan pasien.

 Aplikasi Patient Safety

Pelayanan keperawatan yang baik adalah pelayanan keperawatan


yang memperhatikan keselamatan pasien. setiap tindakan keperawatan yang
dilakukan beserta dengan peralatan medis dan lingkungan sekitar sudah
seharusnya dikondisikan secara sempurna untuk menunjang keselamatan
pasien. oleh karena itu, diperlukan pengkajian terhadap keselamatan pasien.
pengkajian tersebut meliputi pengkajian dalam bidang sebagai berikut:

a. Struktur
b. Lingkungan
c. Peralatan dan teknologi
d. Proses

160
e. Orang
f. Budaya

Mengacu kepada enam hal tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien


dapat dilakukan pada tempat dan dengan standar aplikasi sebagai berikut:

a. Kamar Operasi

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang berfungsi
sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik efektif maupun
akut. Secara umum, lingkungan kamar operasi terdiri dari tiga srea, yaitu:

1. Area bebas terbatas (unrestricted area)


Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian
khusus kamar operasi.
2. Area Semi Ketat ( semi restricted area)
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar
operasi yang terdiri atas topi, masker, baju, dan celana operasi.
3. Area ketat atau terbatas (restricted area)
Pada area ini petugas wajin mengenakan pakaian khusus kamar
operasi lengkap dan melaksanakan prosedur aseptic. Selain itu,
petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap.

161
Pelaksanaan atau patient safety dalam kamar operasi dapat berupa hal
sebagai berikut:

1. Semua peralatan yang ada didalam kamar operasi harus beroda


dan mudah dibersihkan.
2. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaannya harus menempel
pada alat tersebut agar mudah dibaca.
3. Sistem pelistrikan harus aman dan dilengkapi dengan elektroda
untuk memusatkan arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.
4. Air yang tersedia dalam kamar operasi harus bersih, yaitu air yang
tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung
kuman patogen, tidak mengandung zat kimia, dan tidak
mengandung zat beracun.
5. Setiap petugas medis yang akan melakukan tindakan operasi wajib
mengenakan pakaian khusus operasi.
6. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aseptic, salah satu
contohnya dadalah mencuci tangan.
b. Unit Gawat Darurat

Unit gawat darurat (UGD) adalah satu unit dalam rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cidera
yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Sifat pasien yang
mendapatkan perawatan di UGD adalah sebagai berikut:

1. Perlu mendapatkan pertolongan segera, cepat, tepat, dana man.


2. Mempunyai masalah patologis, psikologis, lingkungan, dan keluarga.
3. Perlu mendapatkan informasi secara cepat dan tepat.
4. Unik

Selain itu pasien yang mendapatkan perawatan di UGD,


diklasifikasikan berdasarkan kondisi atau keadaan jasmani pasien. klasifikasi
tersebut adalah:

162
1. Pasien TGDG “false emergency” (label hijau) merupakan pasien
yang memerlukan tindakan medis tidak segera
2. Pasien DTG (label kuning) merupakan korban tidak gawat tetapi
memerlukan pertolongan medik untuk mencegah keadaan yang
lebih gawat atau mencegah cacat.
3. Pasien GD (Label merah) merupakan korban yang berada dalam
keadaan nyawa terancam apabila tidak memperoleh pertolongan
dengan segera.
4. Pasien GTD (Label putih) merupakan pasien dalam keadaan parah
yang tidak memiliki harapan atau haraan yang tipis jika diberikan
pertolongan.
5. Pasien yang meninggal atau death on arrival (label hitam)

Aplikasi keselamatan pasien dalam unit gawat darurat dapat


dilakukan dengan cara:

1. Fasilitas yang tersedia dalam UGD telah tersedia dengan lengkap.


2. Peralatan medis yang tersedia di UGD adalah alat yang steril
3. Menggunakan alat injeksi sekali pakai

Berbeda dengan pasien yang memperoleh perawatan di ruang rawat


inap biasa. Pasien yang dirawat di ICU mempunyai ketergantungan yang
sangat tinggi terhadap perawat dan dokter. Pasien yang berada di ruang ICU
adalah pasien yang berada dalam keadaan kritis atau kelumpuhan sehingga
segala sesuatu yang terjadi pada diri pasien hanya dapat diketahui melalui
monitoring yang baik dan teratur.

Pengelolaan pasien yang mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah


sebagai berikut:

1. Pendekatan Pasien (Anamnesis) merupakan tindakan pengobatan


sebelum diagnosis definitive ditegakkan.

163
2. Serah terima pasien bertujuan untuk mengetahui riwayat tindakan
pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk aspek legal.
3. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan secara umum, penilaian
neurologis, sistem pernafasan, kardiovaskular, gastri intestinal,
ginjal dan cairan, anggota gerak, hematologi dan posisi pasien.
4. Kajian hasil pemeriksaan meliputi biokimia, hematologi, gas darah,
monitoring TTV, foto thorax, CT scan, efek pengobatan.
5. Petugas medis wajib melakukan prosedur aseptic
6. Tenaga kesehatan harus menerapkan komunikasi yang baik antar
petugas sehingga tidak terjadi kesalahan saat serah terima pasien
dilakukan
7. Tenaga kesehatan harus mampu melaksanakan prosedur
pengelolaan pasien secara tepat dan aman.

 Pencegahan dan Penanganan Risiko Jatuh

Jatuh merupakan suatu yang umum yang terjadi pada lansia, orang
sakit, atau orang cedera yang sedang lemah. Untuk mencegah klien jatuh dan
mengalami cedera karenanya, perawat harus mempertimbangkan pedoman
pencegahan jatuh di tempat pelayanan kesehatan. Walaupun sepertinya
menaikkan pagar tempat tidur merupakan cara yang efektif untuk mencegah
jatuh, namun tidak perlu dilakukan secara rutin untuk tujuan tersebut. Risiko

164
jatuh pada pasien yang berisiko untuk jatuh umumnya disebabkan oleh
faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat cidera.

Risiko jatuh dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya salah


memperkirakan jarak dari tempat tidur ke lantai, merasa lemah atau pusing
pada saat mencoba untuk bangun, merubah posisi terlalu cepat dan
kehilangan keseimbangan ketika mencoba untuk bangun dari kursi. Hal ini
umum terjadi khususnya pada pasien usia lanjut, penyebab lain meliputi
tidak mengenal lingkungan sekelilingnya, meminum obat yang membuat
kesadaran mereka terhadap lingkungan berkurang, berada di tempat gelap,
gangguan status mental (misalnya: bingung atau disorientasi), gangguan
mobilitas (misalnya: gangguan berjalan, kelemahan fisik, menurunnya
mobilitas tungkai bawah, gangguan keseimbangan), riwayat jatuh
sebelumnya, obat-obatan (sedatif dan penenang, obat-obatan yang
berlebihan), berkebutuhan khusus dalam hal toileting (memerlukan bantuan
untuk buang air, mengalami inkontinensia, diare, tidak dapat menahan
keinginan buang air) dan usia lanjut. Hal ini tentu akan merugikan pasien
terutama secara fisik, maka dari itu staff medis harus sangat memperhatikan
kondisi pasien dengan assesment risiko jatuh yang dengan menggunakan
instrument yang tepat.

Pelaksanaan program kegiatan manajemen risiko pasien jatuh


merupakan upaya yang dilakukan untuk kegiatan manajemen risiko pasien
jatuh merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah maupun menangani
pasien dengan risiko jatuh maupun pasien yang mengalami insiden jatuh
sehingga mengantisipasi terjadinya cedera fisik pada pasien serta untuk
meningkatkan mutu rumah sakit.

Ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan perawat untuk


menurunkan resiko terjadinya cedera pada klien akibat gerakan yang
berbahaya baik ketika berada atau tidak berada di tempat tidur atau kursi.
Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan pengkajian
keamanan.
165
Ada beberapa yang dapat dikaji dari klien dengan menentukan hal-hal
berikut ini :

1. Tingkat Kesadaran, terutama orientasi waktu, tempat, dan orang,


kemampuan berkonsentrasi dan mengambil keputusan, kemampuan
untuk memahami beragam informasi pada satu waktu, kemampuan
untuk mempresepsikan realitas secara akurat dan bertindak atas
persepsi tersebut.
2. Faktor gaya hidup, seperti perilaku yang membahayakan dan
penggunaan peralatan keselamatan.
3. Perubahan sensori, seperti gangguan penglihatan, pendengaran,
penciuman persepsi taktil dan cita rasa.
4. Status mobilitas. Perhatikan orang tertentu yang mengalami
kelemahan otot, keseimbangan atau koordinasi yang buruk, atau
paralisis, orang yang lemah karena penyakit atau pembedahan, dan
orang yang mempergunakan alat bantu ambulasi.
5. Keadaan emosional, yang dapat mengubah kemampuan merasakan
adanya bahaya lingkungan. Orang yang sedang merasa cemas, marah
atau depresi mungkin mengalami penurunan kesadaran persepsi atau
dapat berpikir dan bereaksi lebih lambat terhadap stimulus di
lingkungannya
6. Kemampuan berkomunikasi. Orang dengan kemampuan yang kurang
untuk menerima dan meneruskan informasi serta klien yang
mempunyai hambatan bahasa tentunya tidak akan dapat membaca
rambu-rambu keamanan seperti “lantai licin” atau “rusak”.
7. Kecelakaan sebelumnya dan frekuensi atau faktor predisposisi
terjadinya kecelakaan.
8. Pengetahuan mengenai keamanan dalam menggunakan peralatan
yang berpotensi menimbulkan bahaya dan langkah kewaspadaan
untuk mencegah cedera.

166
Selain pengkajian keamanan hal yang perlu dilakukan selanjutnya
adalah mencegah jatuh di tempat pelayanan kesehatan,ada beberapa hal
yang bisa dilakukan,antara lain :

a. Pada saat klien pertama kali masuk, orientasikan klien terhadap


lingkungan sekitarnya dan jelaskan tentang system panggil yang
berlaku.
b. Kaji secara teliti kemampuan klien untuk ambulasi dan berpindah.
Berikan alat bantu jalan dan bantuan sesuai kebutuhan.
c. Awasi klien secara ketat yang beresiko jatuh, terutama pada
malam hari.
d. Dorong klien untuk menggunakan bel panggil jika perlu bantuan.
Pastikan bel tersebut berada dalam jangkauan klien.
e. Letakkan dan overbed table di dekat tempat tidur atau kursi
sehingga klien tidak sulit menjangkaunya yang bisa
mengakibatkan klien kehilangan keseimbangan.
f. Atur agar tempat tidur selalu dalam posisi rendah dan rodanya
terkunci ketika tidak sedang melakukan tindakan sehingga klien
dapat ke tempat tidur atau meninggalkan tempat tidur dengan
mudah.
g. Dorong klien untuk menggunakan palang genggam yang terdapat
di dinding bagian atas kamar mandi dan toilet serta palang
genggam di sepanjang koridor.
h. Pastikan terdapat keset yang antislip di bak mandi dan pancuran
i. Anjurkan agar klien menggunakan alas kaki yang antislip.
j. Jaga kebersihan lingkungan agar tetap rapi, terutama singkirkan
kabel yang ringan dari tempat yang sering dilalui dan dari perabot
yang digunakan
k. Pasang pagar tempat tidur klien yang sedsng dalam kondisi
konfusi, sedasi, gelisah, dan tidak sadar, serta biarkan pagar tetap
naik bila klien ditinggal sendiri. Pertimbangkan hanya menaikkan
setengah
167
pagar tempat tidur jika menaikkan pagar tempat tidur seluruhnya
membuat klien lebih gelisah.

Australia telah menjadi salah satu pelopor pelaporan kejadian dalam


praktik umum, dan studi oleh Badan Ancaman terhadap Keselamatan
Pasien Australia (Threats to Australian Patient Safety / TAPS) adalah salah
satu analisis insiden keselamatan pasien yang paling komprehensif di dunia
internasional (Australian Commision on Safety and Quality in Health Care,
2010).

TAPS dan penelitian lainnya telah mengidentifikasi dua jenis insiden


keselamatan pasien yang luas:

1. Insiden terkait dengan proses perawatan, termasuk proses


administrasi, investigasi, perawatan, komunikasi dan pembayaran. Ini
adalah jenis kejadian umum yang dilaporkan (berkisar antara 70% -
90% tergantung pada penelitian).

2. Insiden terkait dengan pengetahuan atau keterampilan praktisi,


termasuk diagnosis yang tidak terjawab atau tertunda, perlakuan
salah dan kesalahan dalam pelaksanaan tugas.
Adapun istilah insiden keselamatan pasien yang telah dikenal secara
luas berikut definisinya yaitu:

1. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident adalah


setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian
dan lain-lain) yang tidak seharusnya terjadi.

2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event adalah suatu


kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak
bertindak (“omission”), bukan karena “underlying disease” atau kondisi
pasien. Contoh terjadi kesalahan penulisan resep oleh dokter.

168
3. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss adalah suatu insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak menyebabkan cedera
pada pasien. Contohnya suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan kepada pasien, tetapi staf lain megetahui dan
membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan kepada pasien.
4. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena
“keberuntungan” (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat), atau “peringanan” (suatu obat dengan
reaksi alergi diberikan , diketahui secara dini lalu diberikan
antidotumnya). Contoh kerusakan alat ventilator.
5. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance” adalah
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbukan cedera, tetapi
belum terjadi insiden. Contohnya obat-obatan LASA (look a like sound
a like) disimpan berdekatan.

6. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) yaitu suatu KTD yang


mengakibatkan kematian atau cedera yang diharapkan atau tidak
dapat diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang
terjadi (misalnya Amputasi pada kaki yang salah, dan sebagainya)
sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan
adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang
berlaku.
Kesalahan medis jarang diakui pasien, hampir tidak pernah
disebutkan dalam jurnal medis dan bahkan tidak dipertimbangkan oleh
pemerintah; Penelitian tentang keselamatan dalam pengobatan dianggap
paling baik sebagai topik pinggiran dan paling buruk. Kenyataan bahwa
ribuan, mungkin jutaan, orang-orang dilecehkan dengan tidak perlu dan
sejumlah besar uang terbuang sepertinya telah luput dari perhatian semua
orang. Dari pemahaman kami saat ini, ini nampaknya merupakan urusan
yang aneh.

169
Seolah-olah sebuah epidemi berkecamuk di suatu negara tanpa ada yang
memperhatikan atau mengganggu untuk diselidiki.

Contoh insiden yang dilaporkan dari studi TAPS:

- Instruksi dosis tidak tepat yang salah pada resep Actonel mengakibatkan
pasien mengkonsumsi obat mingguan setiap hari, tidak dikoreksi oleh
apoteker.
- Pneumotoraks iatrogenik akibat pemberian injeksi nyeri yang tidak
tepat untuk fibromyalgia.

- Komponen urin abnormal terjadi pada penderita yang salah dengan


nama yang sama, diobati salah pasiennya yang berada di panti jompo,
plus mengalami keterlambatan dalam merawat pasien asli yang memiliki
hasil abnormal.

- Antimalaria yang diresepkan untuk pasien dengan pengobatan


antiepilepsi yang bisa mengakibatkan interaksi serius jika pasien tidak
mendapat pendapat kedua.
- Digunakan peralatan yang tidak benar saat mengambil spesimen untuk
pengujian laboratorium selama operasi kecil, sehingga mengakibatkan
kerusakan spesimen secara tidak disengaja.

- Pasien yang salah menanggapi panggilan di ruang tunggu, catatan


dimasukkan ke file pasien lain.
-

170
 PROTOKOL PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PASIEN JATUH

Standar Resiko Rendah

 Orientasi ruangan

 Posisi tempat tidur rendah dan ada pengganjal (rem) pada roda
tempat tidur
 Ada pengaman di samping tempat tidur dengan/atau sisi pengaman
 Mempunyai luas tempat tidur yang cukup untuk mencegah tangan,
kaki dan bagian tubuh lainnya terjepit atau menggantung
 Menggunakan alas kaki yang tidak licin untuk pasien anak yang bisa
berjalan
 Nilai kemampuan untuk ke kamar mandi dan dibantu bila
membutuhkan bantuan
 Memiliki akses untuk untuk menghubungi petugas kesehatan yang
mudah dijangkau
 Menjelaskan kepada pasien kegunaan alat – alat medis dan non medis
yang berada di sekitarnya.
 Lingkungan harus bebas dari peralatan yang mengandung
resiko

 Penerangan lampu yang cukup pada ruangan.


 Dokumen tentang data pasien harus terjaga untuk memudahkan
pemberi layanan kesehatan lainnya untuk mengetahui status
kesehatan pasien tersebut.

Standar Resiko Tinggi

 Memberikan tanda pengenal berupa gelang identitas pada pasien


dengan warna kuning.
 Terdapat tanda peringatan pasien resiko jatuh

171
 Pemberiaan informasi kepada pasien dan keluarga tentang protokol
pencegahan pasien jatuh.
 Membantu pasien saat akan melakukan mobilisasi
 Penempatan tempat tidur disesuaikan dengan perkembangan pasien.
 Alat yang tidak dibutuhkan dipindahkan atau dijauhkan dari
lingkungan pasien.

B. Pengertian Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau


cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik local maupun
sistematik infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di
rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang
itu di rawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosocomial.
Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan
tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa inkubasi
penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi
yang rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit
dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini
pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh.
Tetapi, rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga
merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari
penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman
penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit,
seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun
non medis baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien di rumah
sakit baru bisa disebut infeksi nosocomial. Terjadinya infeksi
nosocomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain, lama
hari perawatan bertambah panjang, penderitaan bertambah dan biaya
meningkat.

172
Infeksi nosocomial disebabkan oleh adanya infeksi dari kateter
urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari
luka operasi dan septicemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama
yang tidak di ganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-
25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena
ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis, dan kimiawi. Komplikasi
tersebut berupa:

1. Ekstravasasi infiltrate : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi


kanula.
2. Penyumbatan : infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa
dapat di deteksi adanya gangguan lain
3. Flebitis : terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang
vena.
4. Thrombosis : terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena
yang menghambat aliran infus.
5. Kolonisasi kanul : bila sudah dapat dibiakan mikroorganisme dari
bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah.
6. Septikimia : bila kuman menyebar hematogen dari kanul.
7. Supurasi : bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul.

Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan


komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter,
pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam,
kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip
anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah tranfusi karena
merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan
pada tempat infus untuk pengaturan tets obat, manipulasi terlalu sering
pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal
infeksi tempat infus dan bacteremia.

173
Infeksi yang muncul selama seserorang itu di rawat dirumah sakit
dan mulai menunjukkan suatu gejala selama dirawat atau setelah selesai
dirawat disebut infeksi nosocomial. Infeksi iatrogenic merupakan jenis
infeksi nosocomial karena prosedur diagnostic atau terapeutik. Berikut
adalah contoh infeksi nosocomial:

a. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari


infeksi nosocomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan
pengguna kateter urin. Organisme yang bisa menginfeksi biasanya
E.coli, klebsiella, proteus, pseudomonas, atau enterococcus.
Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung
tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk
membesarkan gallon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang
gagal dan teknik septik dan aseptic.

b. Pneumonia Nosokomial

Pneumonia nosocomial dapat muncul, terutama pasien yang


menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi,
pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini
seperti klebsiella, dan pseudomonas. Organisme ini sering berada
di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme
ini dapat menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh
organism eke traktus respiratorius bagian bawah. Penyakit yang
biasa ditemukan adalah: respiratory syncytial virus dan influenza.

c. Bakteriemi Nosokomial

Infeksi ini memiliki resiko kematian yang sangat tinggi,


terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika
seperti staphylococcus dan candida. Infeksi dapat muncul di
tempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin,
dan infus.
174
Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter,
suhu tubuh saat melakukan prosedur invasive, dan perawatan
dari pemasangan kateter dan infus.

C. Tipe Mikroorganisme yang Menyebabkan Infeksi

Penyebab infeksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Bakteri

Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi.


Ratusan spesies infeksi dapat menyebabkan penyakit pada tubuh
manusia dan dapat hidup di dalamnya, bakteri bisa masuk melalui
udara, air, tanah, makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda
mati lainnya.

2. Virus

Virus terutama berisi asam nukleat (nucleid acid),


karenanya harus masuk sel hidup untuk di produksi.

3. Fungi

Fungi terdiri dari ragi dan jamur

4. Parasit

Parasite hidup di dalm organisme hidup lain, termasuk


kelompok parasite adalah protozoa, cacing dan arthropoda.

D. Dampak Infeksi Nosokomial

Infeksi nosocomial dapat memberikan dampak sebagai berikut :

1. Menyebabkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan dapat


menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan pravalensi
HIV/AIDS yang tinggi.

175
3. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai Negara yang tidak
mampu, dengan meningkatkan lama perawatan dirumah sakit,
pengobatan dengan obat-obat mahal, dan penggunaan pelayanan
lainnya.
4. Mordibitas, dan mortalitas semakin tinggi.
5. Adanya tuntutan secara hukum.
6. Penurunan citra rumah sakit.

E. Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial

Perawat sebagai salah satu komponen sumber dya manusia


(SDM) dalam sistem pelayanan kesehatan dirumah sakit, yang
bertugas langsung pada garis depan dan mempunyai waktu lebih
banyak berhadapan dengan pasien, tanpa mengabaikan peran tenaga
kerja lainnya. Mutu pelayanan rumah sakit sebagian ditentukan juga
oleh perawat. Dimensi mutu pelayanan rumah sakit yang luas dapat
berubah sebagai dinamisasi dan adaptasi perkembangan waktu dan
tuntutan pasien. Akhir-akhir ini mutu pelayanan yang berorientasi
pada keselamatan pasien menjadi lebih menonjol (Prahasto, 2008).

Keselamatan pasien dirumah sakit kemudian menjadi isu


penting karena banyaknya kasus medical error yang terjadi di
berbagai negara. Setiap tahun di Amerika hampir 100.000 pasien yang
dirawat dirumah sakit meninggal akibat medical error. Laporan
diatastelah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk merubah
paradigm pelayan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient
safety). Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di
Indonesia melalui pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit) pada tahun 2004.

Beberapa faktor yang mendorong penyebaran mikroba


resisten difasilitas antara lain kurangnya perhatian pada tindakan
pencegahan
176
infeksi dasar, penggunaan alat tanpa disinfeksi, keterbatasan fasilitas
cuci tangan. Penggunaan antibiotika yang bijak dan rasional dapat
mengurangi beban penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sebaliknya,
penggunaan antibiotika secara luas pada manusia dan hewan tidak
sesuai indikasi, mengakibatkan meningkatnya resistensi antibiotika
secara signifikan.

Infeksi nosocomial merupakan masalah serius bagi rumah


sakit. Kerugian yang ditimbulkan sangat membenbani rumah sakit dan
pasien. pencegahan dan pengendalian infeksi nosocomial merupakan
upaya penting dalam meningkatkan mutu pelayanan medis rumah
sakit. Prosedur pengendalian infeksi ini dikelompokkan dalam tiga
kelompok tindakan yaitu tindakan operasional, tindakan organisasi,
dan tindakan structural. Tindakan operasional mencakup
kewaspadaan standard an kewaspadaan berdasarkan
penularan/transmisi. Kewaspadaan Standar Komponen utama yaitu
standar pencegahan dan pengendalian infeksi nosocomial dalam
tindakan operasional mencakup kegiatan sebagai berikut:

1. Mencuci tangan

Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir


dan dengan sabun yang digosokkan selama 15-20 detik. Mencuci
tangan dengan sabun biasa dan air bersih adalah sama efektifnya
mencuci tangan dengan sabun antimikroba. Ada beberapa kondisi
yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sabun

177
antiseptic ini, yaitu saat akan melakukan tindakan invasive, sebelum
kontak dengan pasien yang dicurigai mudah terkena infeksi
(misalnya: bayi yang baru lahir dan pasien yang dirawat di ICU.
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah
memeriksa dan mengadakan kontak langsung dengan pasien, saat
memakai, melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah
disinfeksi tingkat tinggi pada operasi serta pada pemeriksaan untuk
prosedur rutin, saat menyiapkan, mengkonsumsi dan setelah makan
juga pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi (missal:
memegang instrument kotor, menyentuh membrane mukosa, cairan
darah, cairan tubuh lain, melakukan kontak yang intensif dalam
waktu yang lama dengan pasien, mengambil sampel darah, saat
memeriksa tekanan darah, tanda vital lainnya, juga saat keluar
masuk unit isolasi.

2. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri yang paling baik adalah yang terbuat dari
bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus oleh
cairan. Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat
menularkan penyakit dan dapat melindungi pasien dari
mikroorganisme yang terdapat di tangan petugas kesehatan. Sarung
tangan merupakan penghalang (barrier) yang paling penting untuk
mencegah penyebaran infeksi. Satu pasang sarung tangan digunakan
untuk setiap pasien sebagai upaya menghindari kontaminasi silang.

Sarung tangan dipakai saat ada kemungkinan kontak dengan


darah atau cairan tubuh lain, membrane mukosa atau kulit yang
terlepas, saat akan melakukan prosedur medis yang bersifat invasive
(seperti: pemasangan kateter dan infus intravena), saat menangani
bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh
permukaan yang tercemar, serta memakai sarung tangan bersih atau

178
tidak steril saat akan memasuki ruang asien yang telah diketahui
atau dicurigai mengidap penyakit menular.

Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan


tubuh memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan, juga
menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan berbicara,
bersin dan batuk. Masker juga dipakai untuk mencegah partikel
melalui udara atau droplet dari penderita penyakit menular
(tuberculosis).

Masker dilepas setelah pemakaian 20 menit secara terus


menerus atau masker sudah tampak kotor atau lembab. Pelindung
mata dan wajahharus dipakai pada prosedur yang memiliki
kemungkinan terkena percikan darah atau cairan tubuh. Pelindung
mata harus jernih, tidak mudah berembun, tidak menyebabkan
distorsi, dan terdapat penutup disampingnya.

Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju


dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Gaun pelindung
juga harus dipakai saat ada kemungkinan terkena darah dan cairan
tubuh.

Apron terbuat dari karet atau plastic, merupakan penghalang


tahan air sepanjang bagian tubuh petugas kesehatan. Apron harus
dikenakan dibagian bawah gaun pelindung ketika melakukan
perawatan langsung kepada pasien, membersihkan pasien atau
melakukan prosedur saat terdapat resiko terkena tumpahan darah
dan cairan tubuh. Hal ini penting jika gaus tidak tahan air.

3. Praktik Keselamatan Kerja

Praktik keselamatan kerja berhubungan dengan pemakaian


instrument tajam seperti jarum suntik. Hal ini meliputi: hindari
menutup jarum suntik yang telah digunakan. Bila terpaksa dilakukan,
maka gunakan teknik satu tangan untuk menutup jarum, hindari
179
melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai, hindari
membengkokkan, menghancurkan, atau memanipulasi jarum suntik
dengan tangan serta masukkan instrument tajam ke dalam wadah
yang tahan tusukkan dan tahan air.

4. Perawatan Pasien

Perawatan pasien yang sering dilakukan meliputi tindakan:


pemakaian kateter urin, pemakaian alat intravascular, tranfusi darah,
pemasangan selang nasogastric, pemakaian ventilator dan perawatan
bekas luka operasi. Kateterisasi kandung kemih membawa resiko
tinggi terhadap infeksi saluran kemih (ISK). Penelitian menunjukkan
kebanyakan ISK nosocomial terjadi akibat instrumentasi traktus
urinarius, terutama pada tindakan kateterisasi. Prosedur pemasangan
hingga pencabutan kateter urin harus dilakuakn sesuai prinsip aseptic
untuk mencegah dan mengendalikan ISK nosocomial.

Penggunaan alat intravascular untuk memasukkan cairan


steril, obat atau makanan serta untuk memantau tekanan darah
sentral dan fungsi hemodinamik meningkat tajam pada decade
terakhir. Kateter yang dimasukkan melalui aliran darah vena atau
arteri melewati mekanisme pertahanan kulit yang normal dan
pengunaan alat ini dapat membuka jalan untuk masuknya
mikroorganisme.

Tranfusi darah memiliki kesamaan dalam beberapa hal


penggunaan pemberian pengobatan melalui pembuluh darah.
Terdapat resiko serius bagi pasien yang menerima tranfusi darah.
Pedoman dalam melakukan seleksi, pemeriksaan serta prosedur
tranfusi yang tepat dan aman telah dikembangkan mengingat resiko
infeksi HBV, HCV, dan HIV.

Prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi nosocomial dan


komplikasi tranfusi meliputi: tranfusi dilakukan jika dibutuhkan,

180
seleksi donor potensial secara penuh dengan sistem tertutup, simpan
darah pada suhu yang tepat, pastikan darah cocok agar tidak
membahayakan penerima donor, terapikan teknik aseptic saat
melakukan tranfusi, pantau tanda vital dan reasi pasien serta hentikan
tranfusi jika reaksi berlawanan.

Prosedur yang melibatkan traktus gastrointestinal (GI) harus


memperhatikan penerapan kewaspadaan dirumah sakit seperti
prosedur lainnya untuk mencegah penularan mikroorganisme yang
berbahaya. Pemasangan selang nasogastric merupakan salah satu
prosedur traktus GI yang paling sering dilakukan dalam perawatan
pasien dirumah sakit. resiko infeksi dalam prosedur ini berasal dari
trauma membrane mukosa akibat tekanan pada membrane dan
anoksia jaringan. Pajanan terhadap mikroorganisme meningkat, agen
infeksi dapat masuk dari reservoir tangan petugas kesehatan, kulit
yang rusak, selang, balutan dan dari makanan.

Prosedur-prosedur yang berhubungan dengan perawatan


respiratory seperti intubasi endotrakeal, pengisapan dan ventilasi
mekanik memberi kesempatan transmisimikroorganisme dan benda-
benda mati ke pasien (pada komponen humidifier, nebulizer dan
ventilator yang terkontaminasi) serta pemindahan mikroorganisme
melalui tangan petugas kesehatan yang terkontaminasi, dari satu
pasien ke pasien lainnya.

Cara yang paling penting untuk mencegah infeksi nosocomial


adalah memutus cara penularan yang berhubungan dengan prosedur
perawatan peralatan. Dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi harus diperhatikan sebelum peralatan
digunakan kembali.

5. Penggunaan Antiseptik

181
Larutan antiseptic dapat digunakan untuk mencuci tangan
terutama pada tindakan bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan
bedah atau tindakan bedah invasive lainnya. Instrument yang kotor,
sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang digunakan kembali
dapat diproses dengan dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi
atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk mengendalikan infeksi.

Dekontaminasi dan pembersihan merupakan dua tindakan


pencegahan dan pengendalian yang sangat efektif meminimalkan
risiko penularan infeksi. Hal penting sebelum pembersihan adalah
mendekontaminasi alat tersebut. Dengan merendam dalam larutan
kloron 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat meninaktifkan HBV,
HCV, dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan
alat tersebut.

Setelah melakukan langkah dekontaminasi, selanjutnya adalah


pembersihan. Proses pembersihan penting dilakukan karena tidak ada
prosedur sterilisasi dan DTT yang efektif tanpa melakukan
pembersihan terlebih dahulu. Pembersihan dapat dilakukan
menggunakan sabun cair dan air untuk membunuh mikroorganisme.
Gunakan pelindung saat membersihkan alat .

Sterilisasi harus dilakukan untuk alat-alat yang kontak


langsung dengan aliran darah atau cairan tubuh lainnya dan jaringan.
Sterilisasi dapat dilakukan menggunakan uap bertekanan tinggi
(autoclafe), pemanasan kering(oven), sterilisasi kimiawi dan fisik.

Dalam mengendalikan infeksi nosocomial di rumah sakit, ada


tiga hal yang harus ada dalam program pengendalian infeksi
nosocomial diantaranya:

182
a. Adanya sistem survelian yang mantap
Survelian suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang
sistematik, dan dilakukan terus-menerus terhadap penyakit tersebut
yang terjadi pada populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat
melakukan pencegahan, dan pengendalian. Jadi tujuan dari survelian
adalah untuk menurunkan resikoterjadinya infeksi nosocomial. Perlu
ditegaskan bahwa disini keberhasilan pengendalian infeksi
nosocomial bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada,
tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas kesehatan
dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar. Dalam
pelaksanaan survelian ini perawat sebagai petugas kesehatan
lapangan digaris paling depan mempunyai peran yang sangat
menentukan.
b. Adanya peraturan yang jelas, dan tegas serta dapat dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi.
Adanya peraturan yang jelas, dan tegas serta dapat dilaksanakan
merupakan hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini
merupakan standar yang harus dijalankan setelah dimengerti semua
petugas. Standar ini meliputi standar diagnosis ataupun standar
pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan
peraturan ini peran perawat sangat besar sekali.
c. Adanya program pendidikan yang terus menerus bagi semua petugas
rumah sakit dengan tujuan mengembalikan sikap mental yang benar
dalam merawat pasien.
Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam
melaksanakan perawatan yang sempurna kepada pasien. perubahan
perilaku inilah yang memerlukan proses belajar, dan mengajar yang
terus ditekankan pada aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya
juga aspek epidemiologi dari infeksi nsokomial ini. Jadi, jelaslah
bahwa dalam seluruh program ini pengendalian nosocomial perawat
mempunyai peran yang sangat menentukan.

183
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatana dan


merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(iyer et al,1996).Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
individu(klien).Pengumpulan data memiliki beberapa tipe,yaitu:data
subjektif,data obyektif. Karakteristik data, seperti : lengkap ,akurat dan nyata,
relevan. Sumber informasi atau sumber data bisa kita dapatkan
di:klien,keluarga,orang terdekat,catatan klien,riwayat penyakit,konsultasi
dan lain-lain.

Tanda-tanda vital merupakan bagian dari data dasar yang


dikumpulkan oleh perawat selama pengkajian. Perawat mengkaji tanda-
tanda vital kapan saja klien masuk ke bagian keperawatan
kesehatan.Pemeriksaan tanda-tanda vital mengikuti pengukuran suhu
tubuh,frekuensi nadi,frekuensi pernapasan dan tekanan darah. Setelah
memahami tanda-tanda vital dan kesimpulannya adalah kesehatan pada
tubuh kita itu sangat penting.

Pada prinsipnya obat merupakan racun bagi tubuh apabila diberikan


tidak sesuai prosedur yang tepat. Akan tetapi apabila diberikan sesuai
dengan prosedur,obat dapat menyembuhkan pasien.Dalam hal ini perawat
adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada
pasien.Perawat bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan
memastikan bahwa obat itu benar di minum .Bila ada obat yang di berikan
kepada pasien ,hal itu harus jadi bagian integral dari rencana keperawatan.
Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap
pengobatan . Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat

184
minum obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Factor gangguan
visual,pendengaran,intelektual atau motoric,

185
yang mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus
dipertimbangkan.

Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur


pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita
dimana dapat berupa urine, darah, sputum(dahak) dll.

186
DAFTAR PUTSAKA

o Maryunani, Anik 2011. Keterampilan dasar praktik klinik


kebidanan(KDPK). Jakarta :CV. Trans info Media
o Kozier, Barbara dan Glenora,Erb;dkk. 2011.FUNDAMENTAL
KEPERAWATAN Konsep,proses, & praktik
o Perry,P otter.2010. Fundamental of nursing FUNDAMENTAL
KEPERAWATAN Jakarta: Salemba Medika
o Nursalam .2001. proses dan dokumentasia keperawatan konsep dan
praktik. Selemba Medika: Jakarta
o Nursalam .2011 . Proses dan dokumentasi keperawatan konsep dan
praktik. Selemba Medika : Jakarta
o Maraton, patricia Gonce. 2003 panduan pemeriksaan kesehatan. Buku
kedokteran EGC:
o Hidayat, A.AZIZ Alimun.2009 kebutuhan dasar manusia aplikasi
konsep dan Proses keperawatan. Jakarta :salemba Medika
o Sucita ,Dewi kartika .2014. ilmu keperawatan dasar . Yogyakarta
:putsaka pelajar
o Riyadi sujono & Harmokon .2016 standar operating procedure dalam
praktik Klinik keperawatan dasar .yogyakarta :pustaka pelajar
o Hidayat ,A AZIZ Alimun .2011 prosedur keterampilan dasar praktik
klinik.
o Depkes RI, 2011 Nilai Normal Test Laboratorium RSUD Dr.Soetomo
Surabayahttp://repository.wima.ac.id/3188/lampiran.pdf

187

Anda mungkin juga menyukai