Anda di halaman 1dari 126

BUKU PANDUAN

PENGKAJIAN DAN ANAMNESA, PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN TTV,


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG (LABORATORIUM DLL),
PENGENDALIAN INFEKSI DAN PATIENT SAFETY

DISUSUN OLEH :

RIZKA FITRIAWATI ( 126STYC21 )

DOSEN PENGAMPU : Istianah, Ners,.M.Kep

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT.


Karena hanya dengan rahmat-Nyalah saya bisa menyusun Buku Saku
Keterampilan Dasar Keperawatan ini bisa tepat pada waktunya. Saya juga
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Istianah, Ners,.M.Kep selaku Dosen
Pembimbing mata kuliah Keterampilan Dasar Keperawatan yang telah
memberikan tugas ini sehingga saya mendapat banyak pengetahuan serta
pengalaman dalam menyusun buku saku ini.

Saya selaku penyusun berharap semoga buku saku yang telah saya susun
ini bisa memberikan banyak manfaat serta bisa menambah pengetahuan dan
menjadi pedoman dalam melakukan suatu tindakan keperawatan khususnya bagi
saya sendiri dan pembaca.

Saya menyadari bahwa buku ini masih memiliki banyak kekurangan


sehingga saya sangat mengharapkan masukan baik itu kritik, maupun saran dari
para pembaca.

Mataram, 8 Juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................. iii

BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1

B. TUJUAN ............................................................................................................. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 4

A. PENGKAJIAN DAN ANAMNESA ..................................................................... 4

B. PEMERIKSAAN FISIK .................................................................................... 18

C. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL ..................................................... 69

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG .............................................. 89

E. PROSEDUR PENGENDALIAN INFEKSI DAN PATIEN SAFETY .............. 109

BAB III
PENUTUP ................................................................................................................. 120

A. Kesimpulan .................................................................................................. 120

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 122

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perawat merupakan salah satu petugas medis di rumah sakit yang memiliki
peran penting. Tugas utama perawat yaitu mulai dari memantau kondisi pasien
atau klien, merawat dan mendukung pasien dalam menjaga kesehatan dan
mengatasi penyakit mereka atau yang disebut dengan asuhan keperawatan.

Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat tahapan-tahapan yang harus


dilakukan oleh seorang perawat mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan
atau intervensi, pelaksanaan atau implementasi, dan evaluasi beserta
dokumentasi yang nantinya akan diberikan dalam bentuk pelayanan
keperawatan.

Pengkajian adalah usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali


permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulan data tentang status
kesehatan seorang klien secara sistematis, mnyeluruh, akurat ,singkat dan
berkesinambungan ( Muttagin, Arif :2010:2)

Anamnesa adalah Cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik


langsung pada pasien ( Auto anamnese ) atau pada orang tua atau sumber lain (
Allo anamnese ). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnese.

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit.
Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Pemeriksaan fisik dan rekam
medis akan membantu dalam penegakan diagnosis dan perencanaan perawatan
pasien.

1
Pemeriksaan tanda-tanda vital atau TTV adalah prosedur pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui tanda vital seseorang. Hal ini bertujuan untuk
mendeteksi gangguan, kelainan, atau perubahan pada fungsi organ tubuh.

Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis yang


dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pemeriksaan ini
umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat keluhan
atau riwayat penyakit pada pasien. Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan
diagnostik adalah pemeriksaan yang dilakukan dokter untuk menentukan
diagnosis penyakit pada pasien serta tingkat keparahannya.

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang harus dihindari oleh tenaga


kesehatan. Kementerian Kesehatan telah melakukan revitalisasi Program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Rumah Sakit yang merupakan
salah satu pilar menuju patient safety.

Patient safety atau keselamatan pasien adalah upaya yang dilakukan di


pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya cidera dan tindakan yang tidak
seharusnya dilakukan pada pasien. Patient safety menjadi unsur penting yang
perlu diperhatikan dalam pelayanan kesehatan.

Penting bagi seorang perawat untuk mengetahui asuhan keperawatan yang


akan dilakukan. Oleh karena itu, sebagai seorang perawat harus memahami
dengan benar tahapan asuhan keperawatan dari pengkajian hingga dokumentasi.
Dalam hal ini, perawat juga harus mematuhi SOP yang berlaku pada instalasi
pelayanan tempat mereka bekerja maka dari itu buku saku ini disusun untuk
menjadi pedoman dalam melakukan asuhan keperawatan.

2
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan buku saku ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana cara melakukan pengkajian yang baik dan benar
2. Mengetahui tahapan dalam melakukan pemeriksaan fisik
3. Mengetahui tahapan dalam melakukan pemetiksaan tanda-tanda vital
4. Mengetahui apa saja yang termasuk dalam pemeriksaan penunjang
5. Mengetahui bagaimana pengendalian infeksi dan patient safety

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGKAJIAN DAN ANAMNESA


 Pengertian pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer et al.,1996).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. (Nursalam 2011)
 Pengertian Anamnesa
Anamnesa adalah Cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik
langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain
(Allo anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnese.
Tujuan anamnesis adalah untuk mendapatkan keterangan sebanyak-
banyaknya mengenai penyakit pasien, Membantu menegakkan diagnosa
sementara, Ada beberapa penyakit yang sudah dapat ditegaskan dengan
anamnese saja, Menetapkan diagnosa banding, Membantu menentukan
penatalaksanaan selanjutnya Langkah-langkah anamnesis Mula-mula dipastikan
identitas pasien dengan, lengkap (informasi biografi), Keluhan utama, Riwayat
kesehatan saat ini, Riwayat penyakit terdahulu.
 Jenis-jenis Anamnesa
Ada dua jenis anamnesa yang umum dilakukan, yaitu:
a. Autoanamnesis, yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap
pasiennya.
Contoh autoanamnesa :

4
Seorang perawat melakukan anamnesis kepada seorang perempuan yang
datang ke puskesmas mengeluh nyeri dibagian tubuh tertentu. Adapun
contoh kalimat yang bisa digunakan untuk anamnesis :
1. Ibu, apa yang dirasakan sekarang ?
2. Bagian mana yang sakit bu ?
3. Sejak kapan ibu merasakan nyeri ?
b. Alloananmnesis atau Heteroanamnesis, yaitu anamnesis yang mendapatkan
informasi dari orang lain.
Contoh alloanamnesa :
Perawat bertanya kepada orangtua dari pasien yang masih berumur 5 tahun,
orang tua pasien mengatakan anaknya sudah mengalami diare selama 3 hari.
Contoh kalimat yang digunakan pada saat anamnesa :
1. Sejak kapan anak ibu mengalami diare ?
2. Bagaimana tekstur BAB anak ibu ?
3. Berapa kali anak ibu BAB dalam sehari ?

Sebuah anamnesis yang baik tentu haruslah mengikuti suatu metode atau juga
sistematika yang baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya ialah supaya selama
melakukan anamnesis seorang perawat tersebut tidak kehilangan arah, supaya
tidak ada pertanyaan atau pun informasi yang terlewat. Sistematika tersebut juga
berguna di dalam pembuatan status pasien supaya memudahkan siapa saja yang
membacanya. Sistematika tersebut terdiri atas:
 Data umum pasien
Meliputi : nama lengkap, jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan,
suku/bangsa, alamat
 Keluhan utama
Yaitu keluhan utama yang membuat pasien datang ke pelayanan kesehatan
untuk mencari perolongan, misalnya : demam, sesak nafas, nyeri, dll.

5
 Riwayat penyakit sekarang
Merupakan rincian dari keluhan utama yang berisi tentang riwayat
perjalanan pasien selama mengalami keluhan secara lengkap
 Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang sudah dialami oleh pasien sebelumnya
 Riwayat penyakit keluarga
Catatan informasi kesehatan seseorang dan kerabat dekatnya, untuk
mengetahui penyakit keturunan.
 Riwayat kebiasaan/sosial
Kebiasaan atau rutinitas seseorang yang bisa menimbulkan dampak bagi
kesehatan baik itu dampak positif atau negatif.
 Anamnesis sistem
Bagaimana cara seorang perawat melakukan anamnesa.
 Data Dasar dan Data Fokus
a. Data dasar
Data dasar adalah semua informasi tentang riwayat kesehatan klien
pemeriksaan fisik mulai dari kepala sampai ke kaki, pengkajian keperawatan,
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah dan poto rontgen, serta
pemeriksaan penunjang lainnya saat pertama kali klien masuk ke rumah sakit.
(Deswani 2009)
b. Data focus
Data focus keperawatan merupakan data tentang perubahan atau respons
klien kesehatan dan masalah kesehatannya serta mencakup data-data yang
berhubungan dengan keperawatan yang akan dilakukan pada klien.
(Nursalam 2011)

6
 Pengumpulan Data
a. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dariklien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut tidak dapat di
tentukan oleh perawat secatra independen tetapi melalui suatu interaksi atau
komunikasi. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk
persepsi klien, perasaan dan ide tentang status kesehatannya. Data yang
diperoleh dari sumber lainnya, seperti dari keluarga, konsultan dan profesi
kesehatan lainnya juga dapat dikategorikan sebagai data sbjektif jika
didasarkan pada pendapat klien (Iyer et al. 1996)
b. Data Objektif
Data objektif adalah data yang di peroleh melalui hasil observasi atau
pemeriksaan. Dapat di lihat, dirasa, didengar, atau dicium disebut juga dengan
tanda atau gejala. Data didapatkan melalui pemeriksaan fisik dan observasi
prilaku klien. (Deswani 2009)
 Karakteristik Data
Data yang dikumpulkan untuk menunjang diagnosis keperawatan harus
mempunyai karakteristik yang lengkap, akurat dan nyata, serta relevan.
a. Lengkap
Seluruh data sangat diperlukan untuk mengidentifikasikan masalah
keperawatan klien. Oleh karena itu, data yang terkumpul harus lengkap agar
dapat membantu perawat untuk mengatasi masalah klien (Nursalam 2011)
b. Akurat dan Nyata
Pada proses pengumpulan data perawat mungkin saja melakukan
kesalahan dalam menafsirkan data. Untuk mencegah hal itu terjadi, perawat
harus berfikir akurat (tepat) dan menampilkan data-data yang nyata untuk
membuktikan kebenaran data dari apa yang telah didengar, dilihat, diamati,
dan diukur serta memfalidasi semua data yang meragukan. (Nursalam 2011)

7
c. Relevan
Pendokumentasian data yang komprehensif harus mengumpulkan banyak
data sehingga akan mengambil waktu yang diperlukan perawat untuk
mengidentifikasi data-data tersebut. Kondisi ini dapat diantisispasi dengan
melakukan pendokumentasian data fokus yang relevan dan sesuai dengan
masalah klien pada situasi khusus sehingga akan didapatkan data yang
komferhensif namun cukup singkat dan jelas. (Nursalam 2011)
 Sumber Data
Data-data yang dikumpulkan dapat diperoleh tidak hanya dari klien tetapi dari
orang terdekat (keluarga) klien, catatan klien, riwayat penyakit terdahulu,
konsultasi dengan trapis, hasil pemeriksaan diagnostik, catatan medis, dan
sumber kepustakaan. Penjelasan dari sumber-sumber data tersebut adalah
sebagai berikut: (Nursalam 2011)
a. Klien
Klien adalah sumber data yang utama (primer) dan perawat dapat
menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien. Jika
klien mengetahui bahwa informasi yang disampaikannya akan membantu
memecahkan masalahnya sendiri maka klien akan dengan mudah
memberikan informasi kepada perawat. Perawat harus mampu
mengidentifikasi masalah ataupun kesulitan-kesulitan klien agar dapat
memperoleh data yang benar dan lancar.
b. Orang terdekat
Pada klien yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi ataupun
kesadaran yang menurun data dapat diperoleh dari orang tua, suami/istri,
anak, atau teman klien. Pada klien yang masih anak-anak, data dapat
diperoleh dari ibu atau orang yang menjaga anak selama dirumah sakit.
c. Catatan Klien

8
Catatan klien ditulis oleh anggota tim kesehatan dan dapat dipergunakan
sebagai sumber data dalam riwayat keperawatan. Untuk menghindari
pengulangan yang tidak perlu maka sebelum mengadakan interaksi kepada
klien, perawat hendaknya membaca catatan klien terlebih dahulu. Hal ini
membantu perawat untuk fokus dalam mengkaji data dan memperluas data
yang akan diperoleh dari klien
d. Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik (physical examination) dan catatan perkembangan
merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis. Data yang diperoleh
merupakan data fokus pada identifikasi patologis yang bertujuan untuk
menetukan rencana intervensi medis.
e. Konsultasi
Kadang-kadang terapis memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan
spesialis, khususnya dalam mentukan diagnosis medis atau dalam
merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat
diambil guna membantu menegakkan diagnosis medis.
f. Hasil Pemeriksaan Diagnostik
Hasil pemeriksaan laboraturium dan tes diagnostik dapat digunakan
perawat sebagai data objektif yang disesuikan dengan masalah kesehatan
klien. Hasil pemeriksaan diagnostik dapat membantu terapis untuk
mentapkan diagnosis medis dan membantu perawat untuk mengevaluasi
keberhasilan asuhan keperawatan.
g. Catatan Medis dan Anggota Tim Kesehatan Lainnya
Anggota timkesehatan lain juga merupakan personel yang berhubungan
dengan klien. Mereka memberikan intervensi, mengevaluasi dan
mendokumentasikan hasilnya pada status klien sesuai dengan spesialisnya
masing-masing. Catatan kesehatan yang terdahulu dapat dipergunakan
sebagai sumber data yang mendukung rencana asuhan keperawatan.

9
h. Perawat Lain
Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lain, maka perawat
harus meminta data-data klien sebelumnya kepada perawat yang dulu
merawatnya. Hal ini dimaksudkan untuk kesinambungan dari asuhan
keperawatan yang telah diberikan.
i. Kepustakaan
Untuk memperoleh data hasil klien yang komprehensif, perawat dapat
membaca literature yang berhubungan dengan masalah klien. Membaca
literature sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan yang benar dan tepat.
 Metode Pengumpulan data
Pengumpulan data pada tahap pengkajian dapat dilakukan dengan
menggunkan tiga metode, yaitu komunikasi, observasi dan pemeriksaan fisik.
Metode tersebut sangat bermanfaat bagi perawat dalam melakukan pendekatan
kepada klien pada tahap pengumpulan data, perumusan diagnosis keperawatan,
dan perencanaan secara rasional dan sistematik. Penjelasan mengenai metode-
metode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi
Interaksi perawat dengan klien harus berdasarkan komunikasi.
Komunikasi yang dilakukan perawat dengan kliennya merupakan komunikasi
terapeutik. Komunikasi terapiutik merupakan suatu teknik yang mengajak
klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Teknik tersebut
mencakup keterampilan secara verbal maupun nonverbal, empati, danrasa
kepedulian yang tinggi. Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka dan
tertutup menggali jawaban, dan memvalidasi respons klien. Teknik nonverbal
meliputi mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan, dan kontak mata.
Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang penting dalam
pengumpulan data terapi juga merupakan sesuatu yang cukup sulit untuk

10
dipelajari. Unsur-unsur yang penting dalam mendengarkan secara aktif
meliputi:
1. Memerhatikan pesan yang disampaikan dan menghubungkannya
dengan yang sedang dipikirkan
2. Mengurangi hambatan-hambatan yang terjadi
3. Mengatur posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak yang sesuai,
cara duduk, dan lain-lain
4. Menghindarkan terjadinya interpensi
5. Menyimak setiap perkataan klien dengan penuh rasa empati
6. Memberikan kesempatan kepada klien untuk istirahat
a. Tahapan Komunikasi
1) Persiapan
Sebelum berkomunikasi dengan klien, perawat harus melakukan
persiapan salah satunya dengan membaca status (rekam medis) klien.
Perawat diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk terhadap klien
karena akan mengganggu hubungan saling percaya yang terjalin antara
perawat dank lien. Jika klien belum untuk berkomunikasi, maka
perawat tidak boleh memaksa dan harus menunggu sampai klien siap
untuk bn erkomunikasi. Hal ini penting dilakukan karena klien
mempunyai hak dan wewenang untuk dirawat atau tidak (Stunton dan
Whyburn, 1993)
2) Perkenalan (pembukaan)
Pada tahap ini, mulai terjalin hubungan yang terapeutik antara
perawat dengan klien. Perawat professional dengan perilaku yang baik
akan membantu terciptanya lingkungan yang nyaman. Hal yang sangat
penting dalam proses perkenalan (pembukaan) adalah pendekatan
yang dilakukan oleh perawat, yaitu dengan memberikan penghargaan
yang positif terhadap klien. Langkah pertama pada tahap perkenalan

11
adalah memperkenalkan diri (nama dan peran), memberitahu tujuan
wawancara dan factor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan, serta
waktun yang akan diperlukan
3) Kerja (isi)
Pada tahap ini, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada
masalah kesehatan yang ingin dikaji. Data yang diperoleh didapatkan
dari keluhan-keluhan dan sekaligus data mengenai riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat keluarga, agama, dan budaya. wawancara dapat
dilakukan dimana saja seperti di rumah sakit, klinik, dan atau di rumah
klien pada saat melakukan perawatan di rumah (nursing home).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi adalah
sebagai berikut:
a. Memfokuskan wawancara pada klien. Perawat harus menunjukkan
rasa ingin tahu dan rasa ingin terlibat dengan memanggil nama
klien, melakukan kontak mata, dan menghindari perdebatan
dengan klien.
b. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan menggunakan
tektik komunikasi refleksi dan penjelasan agar klien dapat mengerti
dan memahami apa yang disampaikan oleh perawat.
c. Menanyakan masalah yang paling dirasakan klien dengan
menggunakan kata yang mudah dimengerti oleh klien. Jika klien
tidak mampu untuk terus berkomunikasim perawat dapat
mengakhiri wawancara dan membuat kontrak waktu untuk
pertemuan selanjutnya.
d. Menggunakan pertanyaan tertutup (closed-ended questions) untuk
memperoleh data yang spesifik dan menggunakan pertanyaan
terbuka (open-ended questions) untuk memperoleh data yang
memerlukan penjelasan atau uraian dari klien. Pertanyaan-

12
pertanyaan tersebut sangat bermanfaat dalam memvalidasi atau
mengklarifikasi data yang kurang jelas.
e. Menggunakan teknik komunikasi diam jika diperlukan. Teknik ini
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya tanpa harus terpotong oleh pertanyaan perawat yang
terus-menerus.
f. Menggunakan teknik komunikasi sentuhan. Teknik ini diperlukan
jika situasi dan kondisi memungkinkan serta bertujuan
memberikan dorongan spiritual, merasa diperhatikan, dan
mempunyai teman. Teknik ini dapat dilakukan pada klien dengan
masalah depresi yang berat dan memerlukan rasa “tidak
ditinggalkan”. Akan tetapi penggunaan teknik tersebut harus hati-
hati dan selalu memerhatikan norma, budaya dan agama dari klien.
4) Terminasi
Tahap akhir dari wawancara adalah terminasi (penutupan). Pada
tahap ini perawat memberitahukan klien bahwa wawancara akan
segera berakhir. Oleh karena itu, klien harus diberitahukan sejak tahap
perkenalan tentang tujuan dan waktu yang diperlukan untuk
wawancara sehingga diharapkan pada tahap terminasi ini perawat
dank lien mampu menilai keberhasilan dan dapat mengambil
kesimpulan bersama jika diperlukan, perawat perlu membuat kontrak
waktu lagi untuk pertemuan selanjutnya.
2. Observasi
Metode pengumpulan data yang kedua adalah observasi. Observasi
merupakan kegiatan mengamati perilaku dan keadaan klien untuk
memperoleh data tentang masalah kesehatan klien. Observasi memerlukan
keterampilan disiplin dan praktik klinik sebagai bagian dari tugas perawat.
Kegiatan observasi meliputi 2S-HFT yaitu:

13
1. Shight : kelainan fisik, perdarahan, terbakar, menangis, dan
seterusnya
2. Smell : alcohol, darah, feses, obat-obatan, urine, dan seterusnya
3. Hearing : tekanan darah, batuk, menangis, ekspresi nyeri, denyut,
dan ritme jantung
4. Felling : perasaan yang dirasakan oleh klien
5. Taste : hal yang dirasakan oleh indra pengecapan
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk
menentukan masalah kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan
dengan berbagai cara, diantaranya adalah:
 Inspeksi: Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian
tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Hasilnya seperti: Mata kuning
(icteric), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dll
 Palpasi: Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan
terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya
tumor, oedema, krepitasi (patah/retak tulang), dll.
 Auskultasi: Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui
pendengaran. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop.
Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising
usus.
 Perkusi: Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk
bagian tubuh menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek hammer
untuk mengetahui reflek seseorang (dibicarakan khusus). Juga dilakukan
pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya:
kembung, batas-batas jantung, batas hepar-paru (mengetahui
pengembangan paru), dll.
Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan:

14
 Head-to-toe (dari kepala s.d kaki)
 ROS (Review of System)
 Pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982)
 Analisis Data
Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya
berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman, dan pengertian keperawatan. Dalam melakukan
analisis data, diperlukan kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan
data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.
Dasar analisis:
 Anatomi – fisiologi
 Patofisiologi penyakit
 Mikrobiologi – parasitologi
 Farmakologi
 Ilmu perilaku
 Konsep-konsep (manusia, sehat-sakit, keperawatan, dll)
 Tindakan dan prosedur keperawatan
 Teori-teori keperawatan.
Fungsi analisis:
 Dapat menginterpretasi data keperawatan dan kesehatan, sehingga data yang
diperoleh memiliki makna dan arti dalam menentukan masalah dan
kebutuhan klien
 Sebagai proses pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif
pemecahan masalah yang dituangkan dalam rencana asuhan keperawatan,
sebelum melakukan tindakan keperawatan.
Pedoman analisis data:
 Menyusun kategorisasi data secara sistematis dan logis

15
 Identifikasi kesenjangan data
 Menentukan pola alternatif pemecahan masalah
 Menerapkan teori, model, kerangka kerja, nrma dan standart, dibandingkan
dengan data senjang
 Identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang asuhan keperawatan
klien Membuat hubungan sebab akibat antara data dengan masalah yang
timbul.
Cara analisis data:
 Validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul
 Mengelompokkan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual
 Membandingkan dengan standart
 Membuat kesimpulan tantang kesenjangan (masalah keperawatan) yang
ditemukan
 Prioritas Masalah
Apabila masalah talah diidentifikasi, maka disusun daftar masalah yang
ditemukan, kemudian diprioritaskan. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin
semua masalah diatasi bersama-sama sekaligus. Jadi diputuskan masalah mana
yang yang dapat diatasi terlebih dahulu. Dalam memprioritaskan kebutuhan
klien, hirarki Maslow menjadi rujukan perawat dalam menentukan pemenuhan
kebutuhan klien. Kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan utama manusia,
kemudian diikuti oleh kebutuhan-kebutuhan psikososial seperti: aman-nyaman,
pengetahuan, cinta-memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pengkajian:
 Data yang dikumpulkan harus menyeluruh meliputi aspek bio-psiko-sosial
dan spiritual
 Menggunakan berbagai sumber yang ada relevansinya dengan masalah klien
dan menggunakan cara-cara pengumpulan data yang sesuai dengan
kebutuhan klien

16
 Dilakukan secara sistematis dan terus-menerus
 Dicatat dalam catatan keperawatan secara sistematis dan terus-menerus
 Dikelompokkan menurut kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual
 Dianalisis dengan dukungan pengetahuan yang relevan
 Dokumentasi Pengkajian
Fokus dokumentasi pengkajian pada data klinik adalah perawat dapat
mengimplementasikan dan mengorganisasi data. Bentuk dokumentasi dapat
berupa data dasar, lembar alur (flow sheet) dan catatan perkembangan, yang
semuanya termasuk tipe pengkajian informasi. Untuk mencapai catatan
pengkajian secara aktual, maka perlu dipertimbangkan pedoman dalam
pembuatan pencatatan pengkajian, diantaranya:
 Gunakan format yang terorganisasi
 Gunakan format yang telah ada
 Format yang mencakup pengkajian perkembangan, pemeriksaan dari kepala
sampai dengan seluruh tubuh dapat memperluas informasi
 Catat informasi tanpa bias dan nilai-nilai opini pribadi
 Masukkan pernyataan yang mendukung klien
 Jabarkan observasi dan hasil yang jelas
 Ikuti kebijakan dan prosedur yang telah ada untuk pencatatan pengkajian
 Tulis data secara ringkas
 Dilakukan secara sistematis dan terus-menerus
 Data harus dicatat, dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain
 Data dikelompokkan dalam bio-psiko-sosio-spiritual, sesuaikan formatnya
 Data dianalisis dengan dukungan pengetahuan yang relecan dan sesuai
 Menuliskan identitas waktu
 Menulis nama dan tanda tangan pelaksana pengkajian.

17
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari
seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis
penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Pemeriksaan fisik
dan rekam medis akan membantu dalam penegakan diagnosis dan perencanaan
perawatan pasien.

Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari


bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak, yaitu kaki. Pemeriksaan secara
sistematis tersebut disebut teknik head to toe. Setelah pemeriksaan organ utama
diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus
mungkin diperlukan seperti tes neurologi.

 Tujuan dan manfaat Pemeriksaan Fisik


a. Tujuan pemerksaa fisik
 Mengumpulkan data dasar tentang kesehatan pasien/klien
 Menambah, menginformasikan atau menyangkalndata yang diperoleh
dalam riwayat kepercayaan
 Menginformasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan
 Membuat penilaian klinik tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaannya
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu
yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan
pemeriksaan fisik.
b. Manfaat Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri,
maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
 Mengetahui adanya penyakit tertentu

18
 Mengidentifikasi masalah kesehatan yang mungkin dapat berkembang
menjadi penyakit kronis di masa mendatang
 Mempebarui status imunisasi tubuh
 Memastikan untuk menjalai pola hidup sehat
 Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.
 Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
 Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
 Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
 Teknik Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan dengan
menggunakan indra pengelihatan yang dilakukan dengan melihat bagian
tubuh yang akan diperiksa untuk mengumpulkan data. Aspek yang diperiksa
pada tahap inspeksi ini diantaranya adalah ukuran, warna, bentuk dan
letak.Tujuan prosedur ini adalah untuk melihat bagian tubuh dan menemukan
apkah pasien megalami kondisi tubuh normar atau abnormal. Itu sebabnya
pemeriksa perlu mengetahui karakteristik normal dan abnormal tiap usia.
Kondisi tubuh abnormal pada ornag dewasa muda adalah kulit keriput dan
tidak elastis karena kondisi ini umumnya dimiliki orang lanjut usia.
Cara melakukan inspeksi:
 Pastikan suhu ruangan dalam keadaan nyaman.
 Gunakan penerangan yang baik, dianjurkan menggunakan cahaya
matahari.
 Lihatlah terlebih dahulu, sebelum menyentuh pasien.
 Paparkan dengan lengkap bagian tubuh yang akan diperiksa sambil
menutup terlebih dahulu bagian-bagian yang belum diperiksa.
 Bandingkan simetri bagian-bagian badan.

19
 Lakukan inspeksi/ pengamatan dengan lebih seksama terhadap :
1) Kulit
2) Kuku, rambut dan membran mukosa
3) Limfonodi yang bisa dilihat
Hal yang di observasi ketika melakukan inspeksi sebagai berikut:
 Menilai kesan kesedaran
Perlu diperhatikan status dan tingkat kesadaran pasien pada saat
pertama kali bertemu dengan pasien. Untuk menentukan tingkat
kesadaran secara pasti menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang
akan diperdalam pada topik Pemeriksaan Neurologi.
 Menilai adanya tanda stress
Apakah ada tanda distress kardiorespirasi? Hal ini bisa kita tentukan
apakah ada pernapasan cepat, suara whezzing (mengi), atau batuk terus-
menerus? Adakah tanda-tanda kecemasan, misalnya mondar-mandir,
ekspresi wajah, tangan dingin berkeringat. Selanjutnya perhatikan
apakah pasien merasa kesakitan, ditandai dengan wajah pucat,
berkeringat, atau memegang bagian yang sakit.
 Data yang di dapat ketika berjabat tangan
Pada saat menjabat tangan pasien ketika memperkenalkan diri, rasakan
bagaimana keadaan tangan pasien. Hal ini sangat mendukung tegaknya
diagnosis. Perhatikan apakah tangan kanan pasien berfungsi atau tidak.
Bila tidak berfungsi seperti pada pasien hemiparesis, anda mungkin bisa
menjabat tangan kirinya. Bila tangan pasien sedang merasakan nyeri
seperti pada pasien artritis, sebaiknya jangan menjabat tangan terlalu
erat.

20
Tabel 1. Infomasi yang di peroleh dari berjabat tangan
Data yang diperoleh Kemungkinan diagnosis
Dingin, berkeringat Ansietas (cemas)
Dingin, kering Fenomena Raynaud
Panas, berkeringat Hipertiroidisme
Besar, lunak, berkeringat Akromegali
Kering kasar Sering terpapar air, okupasi
manual Hipotiroidisme
Deformitas tangan/jari Kontraktur Dupuytren
Rheumatoid Atritis
Dingin,sianosis Gagal Jantung, syok
Teraba halus pada orang Hipogonadisme
dewasa

 Cara berpakaian
Untuk mendapatkan informasi mengenai kepribadian pasien, cara
berpikir, serta lingkungan sosialnya bisa diperoleh dengan
memperhatikan cara berpakaian. Selain baju perlu diperhatikan asesoris
yang berhubungan dengan terjadinya penyakit, seperti tindik atau tato.
Tindik atau tato erat hubungannya dengan penularan penyakit karena

21
virus seperti hepatitis B, HIV AIDS. Perhatikan juga saat pasien memakai
perhiasan, apakah ada kecenderungan alergi atau tidak.
 Ekspresi wajah, status mental dan cara merawat diri pasien
Wajah adalah cermin.Apa yang dirasakan pasien sebagian besar dapat
tercermin melalui ekspresi wajah. Perhatikan ekspresi wajah pasien,
apakah terlihat sehat atau sakit; apakah dia nampak sakit akut atau
kronis, dilihat dari kurang gizi, kekurusan badan, mata yang cekung,
turgor kulit; apakah pasien terlihat nyaman di tempat tidur; apakah
pasien terlihat kesakitan;apakah pasien terlihat cemas, pucat, depresi.
Ekspresi wajah dan kontak mata sangat berguna sebagai indikator
keadaan fisik maupun psikis. Ketidaksesuaian antara ekspresi wajah
dengan apa yang sebenarnya dirasakan oleh pasien bisa dicurigai sebagai
pasien dengan kelainan psikis/mental. Berikut ini beberapa contoh
abnormalitas ekspresi wajah yang akan mendukung tegaknya diagnosis
(tabel 2).
Tabel 2. Abnormalitas ekspresi wajah
Data yang di peroleh Kemungkinan Diagnosis
Tidak ada ekspresi Parkinsonisme
Ekspresi Startled Hipertiroidisme
Apati, Tidak ada ekspresi, Depresi
sedikit kontak mata
Apati, pucat, puffy skin Hipotiroidisme
Ekspresi datar, bilateral ptosis Miotonik distrofia
Agitasi (gelisah) Ansietas, Hipertiroidisme,
Hipomania

22
Selain ekspresi wajah yang perlu diperhatikan adalah warna raut
wajah.Warna kulit wajah tergantung kombinasi dan variasi jumlah
oksihemoglobin, hemoglobin tereduksi, melanin, dan karoten. Warna kulit
wajah yang lain, kemungkinan menunjukkan abnormalitas, seperti kuning
kecoklatan yang tampak pada pasien uremia.
Raut wajah kebiruan disebabkan abnormal hemoglobin seperti
sulfhemoglobin dan methemoglobin, atau karena obat seperti Dapson.
Raut wajah yang terlalu merah muda terlihat pada pasien dengan
keracunan karbonmonoksida sehingga kadar karboksihemoglobin tinggi.
Metabolit beberapa obat mengakibatkan abnormalitas warna kulit wajah,
misal mepacrine (kuning), amiodaron (abu-abu kebiruan), phenothiazine
(abu-abu).

Gangguan metabolik seperti dislipidemia (hiperkolesterolemia,


hipertrigliseridemia) sering ditandai dengan adanya deposisi lemak
berupa xanthelasma di wajah dan periorbital.
 Cara berjalan/ gait

23
Cara berjalan pasien sering mempunyai nilai diagnostik. Ada beberapa
cara berjalan yang abnormal, banyak diantaranya merupakan ciri khas
atau menjurus ke arah diagnosis suatu penyakit.
Pada saat memasuki ruang pemeriksaan, sedapat mungkin perhatikan
cara berjalan pasien.Apakah pasien berjalan dengan mudah, nyaman,
percaya diri, keseimbangannya baik, atau terlihat pincang, tidak nyaman,
kehilangan keseimbangan, atau tampak abnormalitas aktifitas motorik?
Abnormalitas gait sangat berhubungan dengan kelainan saraf dan
muskuloskeletal.

 Inspeksi tangan
Pemeriksaan inspeksi tangan meliputi :
1) Inspeksi bagian dorsal dan palmar kedua tangan
2) Perhatikan adakah abnormalitas pada : kulit, kuku, jaringan lunak,
tendon, sendi, atropi otot.
Abnormalitas yang sering terjadi :
Postur tangan
Perhatikan posisi tangan apakah terdapat fleksi pada tangan dan
lengan seperti pada hemiplegi atau kelumpuhan nervus
radialis.Sedangkan pada rheumatoid artritis terjadi deviasi ke arah ulna.
Bentuk tangan
Deformitas tangan sering terjadi karena trauma.Jari tangan yang
panjang dan kurus (arachnodaktili) tampak pada Sindrom Marfan.

24
Gambar 9. Arachodactyli pada sindrom Marfan
Ukuran
Pada akromegali ukuran tangan besar, lunak, jaringan lunak
tebal.Edema lokal lengan dan tangan terjadi pada obstruksi vena, blokade
aliran limfe, disuse karena paresis otot.
Warna
Warna kulit tangan biasanya sama dengan warna kulit wajah.
Perhatikan perubahan warna jari-jari perokok akan terlihat lebih gelap.
Hal ini harus dibedakan jika pasien yang diperiksa berasal dari ras yang
memang berkulit gelap.
Kuku
Koilonikia terjadi pada kekurangan zat besi kronis, dimana
bentuknya seperti sendok.Leukonikia (kuku berwarna putih) merupakan
tanda hipoalbuminemia, terjadi pada penyakit liver, sindrom nefrotik,
kwashiorkor.

Gambar 10. Kiri : koilonikia ( spoo nail), kanan : leukonikia

25
Gambar 11. Kiri : kuku pucat, Kanan : dilatasi kapiler di proksimal kuku
pada SLE

b. Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik pemeriksaan fisik dengan menggunakan indra
peraba/menyentuh dan merasakan dengan tangan. Palpasi adalah
pemeriksaan fisik lanjutan dengan menyentuh tubuh dan dilakukan
bersamaan dengan inspeksi. Palpasi dilakukan hanya mengandalkan telapak
tangan, jari, dan ujung jari. Tujuannya untuk mengecek kelembutan,
kekakuan, massa, suhu, posisi, ukuran, kecepatan, kualitas nadi perifer tubuh,
kekasaran, turgor. Saat palpasi dilakukan, posisi harus rileks dan nyaman
untuk mencegah ketegangan otot. Ketika melakukan palpasi pemeriksa
menjelaskan apa yang akan dilakukan, alasan, dan apa yang dirasakan oleh
pasien.
Cara melakukan palpasi :
1) Seperti pada inspeksi, sebelumnya diawali dengan wawancara untuk
menggali riwayat penyakit dan juga supaya pasien menjadi tenang.
2) Daerah yang akan diperiksa harus bebas dari pakaian yang menutupi.
3) Yakinkan bahwa suhu telapak tangan pemeriksa tidak dingin.
4) Pada fase awal diusahakan supaya terjadi relaksasi otot di atas organ
yang akan dipalpasi yaitu dengan cara melakukan fleksi lutut dan sendi
panggul.
5) Derajat kekakuan otot dapat diketahui dengan melakukan palpasi
dangkal.
6) Kekakuan otot lebih sering terjadi karena rasa takut atau gelisah, yang
harus diatasi dengan melakukan pendekatan psikologis.
7) Pada saat palpasi disarankan untuk sejauh mungkin dengan daerah yang
sedang mengalami luka terbuka.

26
8) Berbeda dengan palpasi thoraks, palpasi abdomen dilakukan terakhir
setelah inspeksi, auskultasi dan perkusi.

Cara meraba dapat menggunakan:


 Jari telunjuk dan ibu jari : untuk menentukan besarnya suatu massa (bila
massa berukuran kecil).
 Jari ke-2, 3 dan 4 bersama-sama : untuk menentukan getaran/ denyutan,
konsistensi, tekstur permukaan atau kualitas suatu massa secara garis
besar.
 Seluruh telapak tangan : untuk meraba kualitas suatu massa seperti
lokasi, ukuran, nyeri tekan, mobilitas massa (bila massa terletak jauh di
bawah permukaan tubuh atau berukuran cukup besar) serta menentukan
batas-batas suatu organ.
Saat melakukan palpasi, berikan sedikit tekanan menggunakan ujung
atau atau telapak jari dan lihat ekspresi pasien untuk mengetahui adanya
nyeri takan.
Tipe- tipe palpasi
1) Palpasi dangkal
 Menggunakan telapak tangan kanan (palmar) atau ujung jari-jari
tangan, tidak boleh menggunakan jari-jari yang terpisah.
 Jari –jari harus menyatu.
 Tangan bergerak dari satu sisi ke sisi lain secara urut sehingga tidak
ada bagian yang terlewat.
 Palpasi dengan menggunakan tangan yang hangat, sebab bila terlalu
dingin dapat menyebabkan spasme otot volunter yang disebut
“guarding”
 Ajak pasien untuk bercakap-cakap untuk menghilangkan kekakuan
otot akibat rasa takut atau gelisah.

27
 Posisi pasien terlentang dimana sendi panggul dan lutut dalam posisi
fleksi.
 Digunakan untuk memeriksa denyutan, rasa sakit, spasme otot,
kekakuan otot, tekstur permukaan kulit, temperatur, dan massa
(ukuran, lokasi, konsistensi, dan batas lesi).

Gambar 12. Palpasi dangkal


2) Palpasi dalam
 Digunakan untuk menentukan ukuran organ dan juga massa
tumor/jaringan.
 Telapak tangan diletakkan di abdomen kemudian tekan dengan
lembut tetapi kuat.
 Pasien diminta bernafas dalam melalui mulut dan lengan pasien
berada disamping tubuh.
a) Deep slipping palpation
 Pemeriksa menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis
yang saling menyatu, secara perlahan dan bertahap palpasi organ
atau massa abdomen seluruh lapang abdomen (atas, bawah,
kanan, kiri).
 Digunakan untuk memeriksa massa pada abdomen yang letaknya
dalam atau lesi pada organ gastrointestinal.

28
Gambar 13. Deep slipping palpation
b) Bimanual palpation :
 Menggunakan 2 tangan dimana satu tangan diletakkan pada
abdomen, tangan yang lain diletakkan pada posterior organ
supaya organ tersebut terfiksasi atau elevasi.
 Digunakan untuk memeriksa lesi pada liver, limpa, ginjal, atau
massa abdomen.

Gambar 14. Bimanual palpation


c) Deep press palpation
 Pemeriksa menggunakan ibu jari atau 2-3 jari secara bersamaan
melakukan palpasi secara bertahap kemudian ditingkatkan
tekanannya.
 Digunakan untuk mengidentifikasi lesi organ dalam dan
mengetahui lokalisasi nyeri abdomen, seperti pada inflamasi
vesika urinaria atau apendisitis.
 Pada saat jari dilepas secara cepat dari palpasi mengakibatkan
rebound ternderness yaitu suatu nyeri karena palpasi dalam dan
pelan yang kemudian dilepas secara cepat, hal ini
mengindikasikan iritasi peritoneal.

29
Gambar 15. Deep press palpation dan rebound
tenderness
d) Ballootement
 Pemeriksa menggunakan 3-4 jari secara bersamaan pada
permukaan abdomen secara cepat dan singkat beberapa detik
dengan melibatkan gerakan pergelangan tangan.
 Digunakan untuk mendeteksi pembesaran liver, limpa atau
massa dalam abdomen.
 Jari akan merasakan organ abdomen yang berisi cairan, karena
memproduksi gelombang asites.
 Bisa menyebabkan pasien merasa tidak nyaman sehingga
disarankan untuk tidak mempalpasi terlalu kuat/keras.

Gambar 16. Ballootement


c. Perkusi
Perkusi adalah suatu pemeriksaan dengan jalan mengetuk untuk
membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri-kanan) dengan tujuan
menghasilkan suara. Prosedur ini bertujuan mengetahui bentuk, lokasi, dan
struktur di bawah kulit. Perkusi bisa dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Perkusi secara langsung dilakukan dengan mengetukkan jari tangan
langsung pada permukaan tubuh. Sementara perkusi tidak langsung

30
dilakukan dengan menempatkan jari tengah tangan non-dominan (biasanya
tangan kiri) di permukaan tubuh yang akan diperkusi, kemudian jaringan
tengah-tengah tangan dominan (biasanya tangan kanan) diketuk-ketuk di atas
jari tengan tangan non_dominan untuk menghasilkan suara. Terdapat lima
jenis suara yang dihasilkan, yaitu pekak, redup, sonor, hipersonor, dan
timpani. Keseluruhannya menggambarkan kondisi organ tubuh bagian dalam.
Teknik perkusi ada 2 macam :
1) Perkusi langsung
2) Perkusi tidak langsung
Teknik perkusi yang benar akan memberikan banyak informasi kepada
klinisi. Teknik perkusi yang benar pada seorang normal (bukan kidal) adalah
sebagai berikut :
1) Hiperekstensi jari tengah tangan kiri. Tekan distal sendi interfalangeal pada
permukaan lokasi yang hendak diperkusi. Pastikan bahwa bagian yang lain
dari tangan kiri tidak menyentuh area perkusi.
2) Posisikan lengan kanan agak dekat ke permukaan tubuh yang akan
diperkusi. Jari tengah dalam keadaan fleksi sebagian, relaksasi dan siap
untuk mengetuk.

Gambar 17. Teknik perkusi: abdomen (kanan), thoraks posterior (kiri,


tengah)
3) Dengan gerakan yang cepat namun relaks, ayunkan pergelangan tangan
kanan mengetok jari tengah tangan kiri secara tegak lurus, dengan sasaran
utama sendi distal interfalangeal. Dengan demikian, kita mencoba untuk
mentransmisikan getaran melalui tulang sendi ke dinding dada. Ketoklah

31
dengan menggunakan ujung jari, dan bukan badan jari (kuku harus
dipotong pendek).
4) Tarik tangan anda sesegera mungkin untuk menghindari tumpukan
getaran yang telah diberikan. Buatlah ketukan seringan mungkin yang
dapat menghasilkan suara yang jelas. Gambar 7 di atas menunjukkan teknik
perkusi yang benar.
5) Lakukan perkusi secara urut dan sistematis. Bandingkan area perkusi
kanan dan kiri secara simetris dengan pola tertentu.

Tabel 3. Macam Suara Perkusi


Suara Perkusi Nada Duarsi Patologi
Pekak >Tinggi >pendek Padat (cair)/ tidak ada
udara
Redup Tinggi Pendek Udara < normal
Sonor NORMAL NORMAL NORMAL (padat=udara)
Hipersonor Rendah Panjang Udara > normal
Timpani >Rendah >panjang Udara saja

d. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan cara mendengarkan bunyi yang
berasal dari dalam tubuh, yang meliputi frekuensi, intensitas, durasi dan
kualitasl, dengan bantuan alat yang disebut stetoskop. Frekuensi adalah
ukuran jumlah getaran sebagai siklus per menit. Siklus yang banyak
perdetik menghasilkan bunyi dengan frekuensi tinggi dan sebaliknya.

32
Intensitas adalah ukuran kerasnya bunyi dalam desibel, lamanya disebut
durasi.
Kemampuan kita untuk mendengarkan bunyi mempunyai batas
tertentu, sehingga diperlukan suatu alat bantu yaitu stetoskop. Alat ini
digunakan untuk memeriksa paru-paru (berupa suara nafas), jantung
(berupa bunyi dan bising jantung), abdomen (berupa peristaltik usus) dan
aliran pembuluh darah. Dengan auskultasi akan dihasilkan suara akibat
getaran benda padat, cair atau gas yang berfrekuensi antara 15 sampai
20.000/detik. Secara umum dibedakan atas suara bernada rendah dan
tinggi. Suara yang bernada rendah antara lain bising presistolik, bising mid-
diastolik, bunyi jantung I, II, III, dan IV. Suara yang bernada tinggi antara
lain bising sistolik dan gesekan perikard (pericardial friction rub).

Teknik auskultasi
Dalam melakukan auskultasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
 Suasana harus tenang, suara yang mengganggu dihilangkan.
 Membuka pakaian pasien untuk mendengarkan bagian tubuh yang
diperiksa.
 Hangatkan bagian membran/ diafragma atau mangkuk agar tidak
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien.

33
 Menjelaskan kepada pasien apa yang ingin kita dengarkan. Menjawab
dengan baik setiap pertanyaan pasien terkait apa yang akan dan sudah
kita periksa.
 Jangan menekan terlalu keras bila menggunakan bagian mangkuk.
 Menggunakan bagian diafragma untuk mendengarkan suara jantung
yang normal dan bising usus.
 Pasangkan kedua ear pieces ke dalam liang telinga sampai betul-betul
masuk, tetapi tidak menekan.
 Auskultasi paru dilakukan untuk mendeteksi suara nafas dasar dan
suara nafas tambahan. Hal ini dilakukan di seluruh dada dan punggung
dengan titik auskultasi sama seperti titik perkusi. Auskultasi dimulai
dari atas ke bawah, dan dibandingkan kanan dan kiri dada. Auskultasi
paru pada bayi suara nafas akan terdengar lebih keras dan lebih ramai
dibandingkan dengan dewasa. Hal ini disebabkan karena pada bayi
stetoskop terletak lebih dekat dengan sumber suara.
 Lakukan auskultasi secara urut dan sistematis. Auskultasi jantung
dilakukan meliputi seluruh bagian dada, punggung, leher, abdomen.
Auskultasi ini tidak harus dengan urutan tertentu. Namun dianjurkan
membiasakan dengan sistematika tertentu. Contohnya dimulai dari
apeks, kemudian ke tepi kiri sternum bagian bawah, bergeser ke
sepanjang tepi kiri sternum, sepanjang tepi kanan sternum, daerah
infra dan supraklavikula kiri dan kanan, lekuk suprasternal dan daerah
karotis di leher kanan dan kiri. Kemudian seluruh sisi dada, samping
dada dan akhirnya seluruh punggung. Auskultasi sebaiknya dimulai sisi
mangkuk kemudian sisi diafragma. Auskultasi jantung pada anak
sering memiliki sinus disritmia normal, yang meningkat frekuensi
jantungnya pada saat inspirasi dan berkurang frekuensi jantungnya
saat ekspirasi.

34
 Auskultasi abdomen dilakukan setelah inspeksi, agar interpretasinya
tidak salah, karena setiap manipulasi abdomen akan mengubah bunyi
peristaltik usus. Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus.
Frekuensi normal 5 sampai 34 kali permenit. Ada beberapa
kemungkinan yang dapat ditemukan antara lain bising usus meningkat
atau menurun, desiran pada stenosis arteri renalis, danfriction rubs
pada tumor hepar atau infark splenikus.

 HEAD TO TOE
1. Pemeriksaan fisik kepala dan leher
Kepala merupakan organ tubuh yang perlu dikaji karena pada kepala terdapat
organ-organ yang sangat penting. Dalam pengkajian kepala, selain mengkaji
kepala, organ-organ yang ada dikepala juga dikaji, seperti mata, hidung, mulut,
dan leher.
a. Kepala
Tujuan pengkajian kepala adalah mengetahui bentuk dan fungsi kepala.
Pengkajian diawalai dengan inspeksi kemudian palpasi.
Cara inspeksi dan palpasi kepala.
1) Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (bergantung pada kondisi
pasien dan jenis pengkajian yang akan dilakukan).
2) Bila pasien memakai kacamata, anjurkan untuk melepaskannya.
3) Lakukan inspeksi, yaitu dengan memperhatikan:

 Kesimetrisan wajah,
 Tengkorak,

35
 Warna dan distribusi rambut,
 Serta kulit kepala.
Wajah normalnya simetris antara kanan dan kiri. Ketidaksimetrisan
wajah dapat menjadi suatu petunjuk adanya kelumpuhan/ paresif saraf
ketujuh. Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan bagian
frontal menghadap kedepan dan bagian parietal menghadap kebelakang.
Distribusi rambut sangat bervariasi pada setiap orang, dan kulit kepala
normalnya tidak mengalami peradangan, tumor, maupun bekas
luka/sikatriks.
4) Lanjutkan dengan palpasi untuk mengetahui:
 Keadaan rambut,
 Massa,
 pembekuan,
 Nyeri tekan,
 keadaan tengkorak dan kulit kepala.

b. Wajah
Inspeksi

 Kesimetrisan
 Pergerakan wajah
 Ekspresi
 Pigmentasi
 Acne
 Tremor

36
c. Mata
Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada informasi yang
diperlukan. Secara umum tujuan pengkajian mata adalah mengetahui bentuk
dan fungsi mata.
Dalam inspeksi mata, bagian-bagian mata yang perlu diamati adalah bola
mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan pupil.

 Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang


pandang, dan visus.
 Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara
sebagai berikut.
- Anjurkan pasien melihat kedepan.
- Bandingkan mata kanan dan kiri.
- Anjurkan pasien menutup kedua mata.

37
- Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada
bagian pinggir kelopak mata, catat setiap ada kelainan, misalnya
adanya kemerah-merahan.
- Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan
ada/tidaknya bulu mata, dan posisi bulu mata.
- Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat bila ada
dropping kelopak mata atas atau sewaktu mata membuka (ptosis).
 Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut :
- Anjurkan pasien untuk melihat lurus kedepan.
- Amati konjungtiva untukmmengetahui ada/tidaknya kemerah-
merahan, keadaan vaskularisasi, serta lokasinya.
- Tarik kelopak mata bagian bawah dengan menggunakan ibu jari.
- Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah,
catat bila didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak
normal, misalnya anemic.
- Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara
membuka/membalik kelopak mata atas dengan perawat berdiri
dibelakang pasien.
- Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang pada keadaan
tertentu warnanya dapat menjadi ikterik.
- Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan
dengan mnegevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya
bentuk pupil adalam sama besar (isokor). Pupil yang mengecil
disebut miosis,dan amat kecil disebut pinpoint, sedangkan pupil
yang melebar/ dilatasi disebut midriasis.

38
Cara inspeksi gerakan mata.
 Anjurkan pasien melihat kedepan.
 Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan
(nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak
kesatu arah,kemudian dengan cepat kembali keposisi semula.
 Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi (cepat atau
lambat), amplitudo (luas/sempit) dan durasinya (hari/minggu).
 Amati apakah kedua mata memandang lurus kedepan atau salah satu
mengalami deviasi.
 Luruskan jemari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30
cm.
 Beri tahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda dan pertahankan
posisi kepala pasien. Gerakan jari anda ke delapan arah untuk
mengetahui fungsi 6 otot mata.
Cara inspeksi lapang pandang.
 Berdiri di depan pasien.
 Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang
tidak diperiksa.
 Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada
satu titik pandang, misalnya hidung anda.
 Gerakan jari anda pada satu garis vertical/ dari samping, dekatkan
kemata pasien secara perlahan-lahan.
 Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu mulai melihat jari anda.
 Kaji mata sebelahnya.
Cara pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan)

39
 Siapkan kartu snellen atau kartu yang lain untuk pasien dewasa atau
kartu gambar untuk anak-anak.
 Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5 atau 6 meter dari kartu
snellen.
 Atur penerangan yang memadai sehingga kartu dapat dibaca dengan
jelas.
 Beri tahu pasien untuk menutup mata kiri dengan satu tangan.
 Pemeriksaan mata kanan dilakukan dengan cara pasien disuruh
membaca mulai dari huruf yang paling besar menuju huruf yang kecil
dan catat tulisan terakhir yang masih dapat dibaca oleh pasien.
 Selanjutnya lakukan pemeriksaan mata kiri.
Cara palpasi mata
Pada palpasi mata dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola
mata dan mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola
mata secara lebih teliti, diperlukan alan tonometri yang memerlukan
keahlian khusus.
 Beri tahu pasien untuk duduk.
 Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.
 Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata meninggi,
mata teraba keras.
d. Hidung

40
Gambar. Nasal septum

Gambar. sinus

Gambar. Concha nasal


Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan
fungsi tulang hidung. Pengkajian hidung dimulai dari bagian luar, bagian
dalam dan sinus-sinus. Alat yang perlu dipersiapkan antara lain otoskop,
speculum hidung, cermin, dan sumber penerangan.
Cara inspeksi dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus
 Duduk menghadap pasien.
 Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping
dan atas, perhatikan bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi ini.
 Amati wanrna dan pembengkakan pada kulit hidung.
 Amati kesimetrisan hidung
 Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, dan catat bila
ditemukan ketidak abnormalan kulit atau tulang hidung.
 Kaji mobilitas septum nasi.

41
 Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis. Perhatikan jika ada
nyeri.

Cara inspeksi hidung bagian dalam.


 Duduk menghadap pasien
 Pasang lampu kepala, atur lampu sehingga tepat menerangi lubang
hidung.
 Elevasikan lubang hidung pasien dengan cara menekan hidung pasien
secara lembut dengan ibu jari anda, kemudian amati bagian anterior
lubang hidung.
 Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi.
 Amati bagian konka nasalis inferior
 Pasang ujung spekulum hidung pada lubang hidung sehingga rongga
hidung dapat diamati.
 Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung, atur posisi kepala
sehingga menengadah.
 Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding rongga
hidung serta selaput lendir pada rongga hidung (warna, sekresi,
bengkak)
 Bila sudah selesai lepaskan speculum perlahan-lahan.

e. Telinga
Pengkajian telinga secara umum bertujuan untuk mengetahui keadaan
teling luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane tipani, dan
pendengaran. Alta yang perlu disiapkan dalam pengkajian antara lain
otoskop, garpu tala dan arloji.

42
Cara inspeksi dan palpasi pada telinga
 Bantu pasien dalam posisi duduk.
 Atur posisi anda duduk meghadap sisi telinga pasien yang akan dikaji.
 Untuk pencahayaan, gunakan auriskop, lampu kepala, atau sumber
cahaya lain.
 Mulai amati telinga luar, periksa ukuran, bentuk, warna, lesi, dan adanya
massa pada pinna.
 Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu
jari dan jari telunjuk.
 Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis, yaitu dari jaringan lunak,
kemudian jaringan keras, dan catat bila ada nyeri.
 Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bawah
daun telinga. Bila ada peradangan, pasien akan merasa nyeri.
 Bandingkan telinga kanan dan kiri.
 Bila diperluka, lanjutkan pengkajian telinga dalam.
 Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara perlahan-lahan
tarik daun telinga keatas dan ke belakang sehingga lubang telinga
menjadi lurus dan mudah diamati.
 Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan ada/ tidaknya
peradangan, pendarahan atau kotoran.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga.
Secara sederhana pemeriksaan pendengaran dapat diperiksa dengan
mengguanakan suara bisikan. Pendengaran yang baik akan mudah
megetahui adanya bisikan.
Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan.
 Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak 4,5-6m
 Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.
 Bisikan suatu bilangan.

43
 Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar.
 Periksa telinga sebelahnya dengan cara yang sama.
 Bandingkan kemampuan mendengar pada telinga kanan dan kiri pasien.
Cara pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala.

Gambar. Rinne’s test dan weber’s test


Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kualitas pendengaran secara lebih teliti. Pemeriksaan dengan garpu tala
dilakukan dengan dua cara, yaitu pemeriksaan Rinne dan pemeriksaan
Webber.
a. Pemeriksaan Rinne
- Vibrasikan garpu tala
- Letakan garpu tala pada mastoid kanan pasien
- Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu tidak merasakan
getaran lagi.
- Angkatan garpu tala dan pegang di depan telinga kanan pasien
dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar
pasien.
- Anjurkan pasien untuk member tahu apakah masih mendengar
suara getaran atau tidak. Normalnya suara getaran masih dapat
didengar karena konduksi udara lebih baik di banding konduksi
tulang.
b. Pemeriksaan Webber.
- Vibrasikan garpu tala
- Letakan garpu tala di tengah-tengah puncak kepala pasien

44
- Tanya pasien tentang telinga yang mendengar suara getaran lebih
keras. Normalnya kedua telinga dapat mendengar secara seimbang
sehingga getaran dirasakan di tengah-tengah telinga.
- Catat hasil pendengaran.
- Tentukan apakah pasien mengalami gangguan konduksi tulang,
udara, atau keduanya.
f. Mulut
Pengkajian mulut dan faring dilakukan dengan posisi pasien duduk.
Pencahayaan harus baik, sehingga semua bagian dalam mulut dapat diamati
dengan jelas. Pengamatan diawali dengan mengamati bibir, gigi, gusi, lidah,
selaput lendir, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut, dan platum/ langit-
langit mulut, kemudian faring.
Cara inspeksi mulut
 Bantu pasien duduk berhadapan dan tinggi yang sejajar dengan anda.
 Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan congenital, bibir
sumbing, warna bibir, ulkus, lessi dan massa.
 Lanjutkan pada pengamatan gigi, anjurkan pasien untuk membuka
mulut.
 Atur pencahayaan yang memadai, bila perlu gunakan penekan lidah,
agar gigi tampak jelas.
 Amati posisi, jarak, gigi rahan atas dan bawah, ukuran, warna, lesi, atau
adanya tumor pada setiap gigi. Amati juga akar-akar gigi, dan gusi secara
khusus.
 Periksa setiap gigi dengan cara mengetuk secara sistematis, bandingkan
gigi bagian kiri, kanan, atas, dan bawah, serta anjurkan pasien untuk
member tahu bila merasa nyeri sewaktu giginya diketuk.
 Perhatikan pula cirri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian antara
lain kenersihan mulut dan bau mulut.

45
 Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya.
Minta pasien menjulurkan lidah dan amati kelurusan, warna, ulkus dan
setiap ada kelainan.
 Amati warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus,
dan perdarahan pada selaput lendir semua bagian mulut secara
sistematis.
 Lalu lanjutkan pada inspeksi faring, dengan menganjurkan pasien
membuka mulut dan menekan lidah pasien kebawah sewaktu pasien
berkata “ah”. Amati kesimetrisan uvula pada faring.
Cara palpasi mulut
Palpasi pada mulut dilakukan terutama bila dari inspeksi belum
diperoleh data yang meyakinkan. Tujuannya adalah mengetahui bentuk dan
setiap ada kelainan yang dapat diketahui dengan palpasi, yang meliputi pipi,
dasar mulut, palatum, dan lidah.
a. Atur posisi duduk menghadap anda, anjurkan pasien membuka mulut.
b. Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk. Palpasi pipi secara
sistematis, dan perhatikan adanya tumor atau pembengkakan. Bila ada
pembengkakan, tentukan menurut ukuran, konsistensi, hubungan
dengan daerah sekitarnya, dan adanya nyeri.
c. Lanjutkan palpasi pada platum dengan jari telunjuk dan rasakan adanya
pembengkakan dan fisura.
d. Palpasi dasar mulut dengan cara minta pasien mengucapkan “el”,
kemudian lakukan palpasi pada dasar mulut secara sistematis dengan
jari telunjuk tangan kanan, catat bila ditemukan pembengkakan.
e. Palpasi lidah dengan cara meminta pasien menjulurkan lidah, pegang
lidah dengan kasa steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari telunjuk
tangan kanan, lakukan palpasi lidah terutama bagian belakang dan
batas-batas lidah.

46
g. Leher

Gambar. Pemeriksaan fisik leher


Leher dikaji setelah pengkajian kepala selesai dikerjakan. Tujuannya
adalah mengetahui bentuk leher, serta organ-organ penting yang berkaitan.
Dalam pengkajian ini, sebaiknya baju pasien dilepaskan, sehingga leher
dapat dikaji dengan mudah.
Cara inspeksi leher
a. Anjurkan pasien untuk melepaskan baju, atur pencahayaan yang baik.
b. Lakukan inspeksi leher untuk mengetahui bentuk leher, warna kulit,
adanya pembengkakan, jaringan parut, dan adanya massa. Palpasi
dilakukan secara sistematis, mulai dari garis tengah sisi depan leher,
samping, dan belakang. Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit
sekitarnya. Warna kulit leher dapat menjadi kuning pada semua jenis
ikterus, dan menjadi merah, bengkak, panas serta ada nyeri tekan bila
mengalami peradangan.
c. Inspeksi tiroid dengan cara meminta pasien menelan, dan amati gerakan
kelenjar tiroid pada insisura jugularis sterni. Normalnya gerakan
kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang sangat kurus.
Cara palpasi leher
Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan
letak kelenjar limfe, kelenjar tiroid, dan trakea.
a. Duduk dihadapan pasien

47
b. Anjurkan pasien untuk menengadah kesamping menjauhi perawat
pemeriksa sehingga jaringan lunak dan otot-otot akan relaks.
c. Lakukan palpasi secara sistematis,dan tentukan menurut lokasi, batas-
batas, ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar
limfe yang terdiri dari :
- Preaurikular – didepan telinga
- Postaurikular – superficial terhadap prosesus mostoideus
- Oksipital – di dasar posterior tulang kepala
- Tonsilar – disudut mandibular
- Submandibular – ditengah-tengah antara sudut dan ujung
mandibular
- Submental – pada garis tengah beberapa cm dibelakang ujung
mandibular
- Servikal superficial – superficial terhadap sternomastoideus
- Servikal posterior – sepanjang tepi anterior trapezius
- Servikal dalam – dalam sternomastoideus dan sering tidak dapat
dipalpasi
- Supraklavikular – dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula
dan sternomastoideus.
d. Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan cara :
- Letakan tangan anda pada leher pasien
- Palpasi pada fosa suprasternal dengan jari telunjuk dan jari tengah
- Minta pasien menelan atau minum untuk memudahkan palpasi
- Palpasi dapat pula dilakuakan dengan perawat berdiri dibelakang
pasien, tangan diletakan mengelilingi leher dan palpasi dilakukan
dengan jari kedua dan ketiga.
- Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri disamping kanan pasien.
Letakan jari tengah pada bagian bawah trakea dan raba trakea ke

48
atas, ke bawah, dan ke samping sehingga kedudukan trakea dapat
diketahui.
Cara pengkajian gerakan leher
Pengkajian gerak leher dilakukan paling akhir pada pemeriksaan leher.
Pengkajian ini dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Untuk mendapatkan
data yang akurat, leher dan dada bagian atas harus bebas dari pakaian dan
perawat berdiri/ duduk dibelakang pasien.
a. Lakukan pengkajian gerakan leher secara aktif. Minta pasien
menggerakan leher dengan urutan sebagai berikut :
- Antefleksi, normalnya 45º
- Dorsifleksi, normalnya 60º
- Rotasi kekanan, normalnya 70º
- Rotasi ke kiri, normalnya 70º
- Lateral felksi ke kiri, normalnya 40º
- Lateral fleksi ke kanan, normalnya 40º
b. Tentukan sejauh mana pasien mampu menggerakan lehernya.
Normalnya gerakan dapat dilakukan secara terkoordinasi tanpa
gangguan.
Bila diperlukan, lakukan pengkajian gerakan secara pasif dengan cara
kepala pasien dipegang dengan dua tangan kemudian digerakan dengan
urutan yang sama seperti pada pengkajian gerakan leher secara aktif.

2. Thoraks dan Paru


Dada diinspeksi terutama postur, bentuk, dan kesimetrisan ekspansi,
serta keadaan kulit. Postur dapat bervariasi, misalnya pada pasien dengan
masalah pernafasan kronis, klavikulanya menjadi elevasi. Bentuk dada
berbeda antara bayi dan orang dewasa. Dada bayi berbentuk melingkar

49
dengan diameter dari depan ke belakang (antero-posterior) sama dengan
diameter transversal.
Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau diam,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernafasan.
Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang belakang
(kifosis, lordosis, skoliosis), akan lebih mudah dilakukan pada saat dada
tidak bergerak.
Pengamatan dada pada saat bergerak dilakukan untuk mengetahui
frekuensi, sifat, dan ritme / irama pernapasan. Normalnya frekuensi
pernapasan berkisar antara 16 sampai 24 kali setiap menit pada orang
dewasa. Frekuensi pernapasan yang lebih dari 24 kali per menit disebut
takipnea.
Sifat pernapasan pada prinsipnya ada dua macam, yaitu pernapasan
dada yang ditandai dengan pengembangan dada, dan pernapasan perut yang
ditandai dengan pengembangan perut. Pada umumnya sifat pernapasan
yang sering ditemukan adalah kombinasi antara pernapasan dada dan perut.
Cara inspeksi pada dada secara rinci

Gambar. kelainan pada tulang belakang

50
Gambar. bentuk dada
a. Lepaskan baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas
pinggang.
b. Atur posisi pasien (posisi diatur bergantung pada tahap pemeriksaan
dan kondisi pasien). Pasien dapat diminta mengambil posisi duduk atau
berdiri.
c. Yakinkan bahwa perawat sudah siap (tangan bersih dan hangat),
ruangan dan stetoskop disiapkan.
d. Beri penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dikerjakan dan
anjurkan pasien tetap rileks.
e. Lakukan inspeksi bentuk dada dari empat sisi : depan, belakang, sisi
kanan, dan sisi kiri pada saat istirahat (diam), saat inspirasi dan saat
ekspirasi. Pada saat inspeksi dari depan, perhatikan area klavikula, fosa
supraklavikularis dan fosa infraklavikularis, sternum, dan tulang rusuk.
Dari sisi belakang, amati lokasi vertebra servikalis ke-7 (puncak scapula
terletak sejajar dengan vertebra torakalis ke-8), perhatikan pula bentuk
tulang belakang dan catat bila ada kelainan bentuk. Terakhir, inspeksi
bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui adanya kelainan,
misalnya bentuk barrel chest.
f. Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat bila ditemukan adanya
pulsasi pada interkostal atau di bawah jantung, retraksi intrakostal
selama bernapas, jaringan parut, dan tanda – tanda menonjol lainnya.

51
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit dinding dada,
nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil fremitus
(vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal
selama seseorang berbicara).
Nyeri tekan dapat timbul akibat adanya luka setempat, peradangan,
metastasis tumor ganas, atau pleuritis. Bila ditemukan pembengkakan atau
benjolan pada dinding dada, perlu dideskripdikan ukuran, konsistensi, dan
suhunya secara jelas sehingga mempermudah dalam menentukan apakah
kelainan tersebut disebabkan oleh penyakit tulang, tumor, bisul, atau proses
peradangan.
Pada saat bernapas, normalnya dada bergerak secara simetris. Gerakan
menjadi tidak simetris pada saat terjadi atelektasis paru (kolaps paru).
Getaran taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih lemah dari normal.
Getaran taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih lemah dari normal.
Getaran menjadi lebih keras pada saat terdapat infiltrate. Getaran yang
melemah ditemukan pada keadaan emfisema, pneumotoraks, hidrotoraks,
dan atelektasis obstruktif.
Cara kerja palpasi dinding dada
a. Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru – paru / dinding dada
:
- Letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada
depan.
- Anjurkan pasien untuk menarik napas.
- Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan sisi
kiri.
- Berdiri di belakang pasien, letakkan tangan Anda pada sisi dada
pasien, perhatikan gerakan ke samping sewaktu pasien bernapas.

52
- Letakkan kedua tangan Anda di punggung pasien dan bandingkan
gerakan kedua sisi dinding dada.
b. Lakukan palpasi untuk mengkaji taktil fremitus. Minta pasien menyebut
bilangan “enam – enam” sambil perawat melakukan palpasi dengan cara
:
- Letakkan telapak tangan Anda pada bagian belakang dinding dada
dekat apeks paru – paru.
- Ulangi langkah a dengan tangan bergerak ke bagian basis paru –
paru.
- Bandingkan fremitus pada kedua sisi paru – paru serta di antara
apeks dan basis paru – paru.
- Lakukan palpasi taktil fremitus pada dinding dada anterior.
Keterampilan perkusi dada bagi perawat secara umum tidak banyak
dipakai sehingga praktik di laboratorium untuk keterampilan ini hanya
dilakukan bila perlu dan di bawah pengawasan instruktur ahli.
Cara perkusi paru – paru secara sistematis

Gambar. lung sounds location


 Lakukan perkusi paru – paru anterior dengan posisi pasien terlentang.
- Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap ruang
interkostal.
- Bandingkan sisi kanan dan kiri
 Lakukan perkusi paru – paru posterior dengan posisi pasien baiknya
duduk atau berdiri.
- Yakinkan dulu bahwa pasien duduk lurus.

53
- Mulai perkusi dari puncak paru – paru ke bawah.
- Bandingkan sisi kanan dan kiri.
- Catat hasil perkusi dengan jelas.
 Lakukan perkusi paru – paru posterior untuk menentukan gerakan
diafragma (penting pada pasien emfisema).
- Minta pasien untuk menarik napas panjang dan menahannya.
- Mulai perkusi dari atas ke bawah (dari resonan ke redup) sampai
bunyi redup didapatkan.
- Beri tanda dengan spidol pada tempat didapatkan bunyi redup
(biasanya pada ruang interkostal ke-9, sedikit lebih tinggi dari posisi
hati di dada kanan).
- Minta pasien untuk mengembuskan napas secara meksimal dan
menahannya.
- Lakukan perkusi dari bunyi redup (tanda I) ke atas. Biasanya bunyi
redup ke-2 ditemukan di atas tanda I. Beri tanda pada kulit yang
ditemukan bunyi redup (tanda II).
- Ukur jarak antara tanda I dan tanda II. Pada wanita, jarak kedua
tanda ini normalnya 3 – 5 cm dan pada pria adalah 5 – 6 cm.
Aukultasi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan stetoskop.
Aukultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkial dan mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Aukultasi
juga berguna untuk mengkaji kondisi paru–paru dan rongga pleura. Untuk
dapat melakukan auskultasi, perawat harus mengetahui bunyi / suara napas
yang dikategorikan menurut intensitas, nada, dan durasi antara inspirasi dan
ekspirasi seperti terlihat pada table di bawah ini.
Bunyi Napas Durasi bunyi inspirasi dan ekspirasi Nada bunyi ekspirasi
Intensitas bunyi ekspirasi Lokasi

54
 Vesikuler Insp > Eksp Rendah Lembut Sebagian area paru – paru
kanan dan kiri
 Bronkovesikuler Insp = Eksp Sedang Sedang Sering pada ruang
interkostal ke-1 dan ke-2 dan diantara scapula
 Bronkial Eksp > Insp Tinggi Keras Di atas manubrium
 Trakeal Insp = Eksp Sangat tinggi Sangat keras Di atas trakea pada
leher
Cara kerja untuk melakukan auskultasi
a. Duduk menghadap pasien.
b. Minta pasien bernapas secara normal, mulai auskultasi dengan
meletakan stetoskop pada trakea, dan dengan bunyi napas secara teliti.
c. Lanjutkan auskultasi suara napas yang normal dengan arah seperti pada
perkusi dan perhatikan bila ada tambahan.
d. Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandngkan sisi
kanan dan kiri.
3. Jantung
Cara inspeksi
Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan rongga
mediastinum.
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang
atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit
ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa berdiri disebelah
kanan penderita. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter
pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah
tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis
bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel
kiri.
Cara Palpasi

55
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau
berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari
linea midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang
interkostal IV.
- Denyutan nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga
adanya Kelainan pada aorta.
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang
interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang
interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan
aneurisma aorta descenden.
- Getaran/Trhill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup
bawaan atau penyakit jantung congenital. Getaran yang lemah akan lebih
mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik
karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat. Dengan
terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung.
Cara Perkusi
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung.
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu
efusi pericardium dan aneurisma aorta.

Gambar. letak auskultasi jantung

56
Batas kiri jantung
e. Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
f. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita
tetapkan sebagai batas jantung kiri.
g. Normal : Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri
(tempat iktus)
Batas Kanan Jantung
a. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
b. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh
dari dinding depan thorak
c. Normal : Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal
III-IV kanan, di linea parasternalis kanan.
d. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea
parasternalis kanan.
Cara auskultasi
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut:
a. Dengarkan BJ I pada :
- ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
- ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
b. Dengarkan BJ II pada :
- ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
- ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
- Terdengar di daerah mitral
- BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak
melebihi separo dari fase diastolik, nada rendah
- Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal

57
- Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu,
BJ III merupakan tanda abnormal.
- BJ III pada decomp. disebut Gallop Rythm.
Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub
adalah suara penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai
awalsistole. Dub adalah suara katup aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda
awal diastole. Pada suara dub, apabila pasien bernafas akan terdengar suara
yang terpecah.
4. Abdomen
Inspeksi dilakukan pertama kali untuk mengetahui bentuk dan gerakan
– gerakan abdomen.

Gambar. asites : terdapat cairan didalam rongga perut

Gambar. striae dan jaringan parut

58
Gambar. 4 kuadran dan 9 region

Cara kerja inspeksi


a. Atur posisi yang tepat
b. Lakukan pengamatan bentuk abdomen secara umum, kontur permukaan
abdomen, dan adanya retraksi, penonjolan, serta ketidaksimetrisan.
c. Amati gerakan kulit abdomen saat inspirasi dan ekspirasi.
d. Amati pertumbuhan rambut dan pigmentasi pada kulit secara lebih teliti.
Perawat melakukan auskultasi untuk mendengarkan dua suara
abdomen, yaitu bising usus (peristaltic) yang disebabkan oleh perpindahan
gas atau makanan sepanjang intestinum dan suara pembuluh darah. Teknik
ini juga digunakan untuk mendeteksi fungsi pencernaan pasien setelah
menjalani operasi.
Pada keadaan tertentu, suara yang didengar melalui auskultasi mungkin
melemah. Auskultasi juga dapat dilakukan untuk mendengarkan denyut
jantung janin pada wanita hamil.
Cara kerja auskultasi
a. Siapkan stetoskop, hangatkan tangan dan bagian diafragma stetoskop
bila ruang pemeriksaan dingin.
b. Tanya pasien tentang waktu terakhir makan. Bising usus dapat
meningkat setelah makan.

59
c. Tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan. Bagian diafragma
digunakan untuk mendengarkan bising usus, sedangkan bagian bel
(sungkup) untuk mmendengarkan suara pembuluh darah.
d. Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area
empat kuadran abdomen dan dengarkan suara peristaltic aktif dan suara
denguk (gurgling) yang secara normal terdengar setiap 5 – 20 detik
dengan durasi kurang atau lebih dari satu detik. Frekuensi suara
bergantung pada status pencernaan atau ada tidaknya makanan dalam
saluran pencernaan. Dalam pelaporannya, bising usus dapat dinyatakan
dengan “terdengar, tidak ada / hipoaktif, sangat lambat” (mis, hanya
terdengar sekali per menit) dan “hiperaktif atau meningkat” (mis,
terdengar setiap 3 detik). Bila bising usus terdengar jarang sekali / tidak
ada, dengarkan dahulu selama 3 – 5 menit sebelum dipastikan.
e. Letakkan bagian bel (sungkup) stetoskop di atas aorta, arteri renalis, dan
arteri iliaka. Dengarkan suara – suara arteri (bruit). Auskultasi aorta
dilakukan dari arah superior ke umbilicus. Auskultasi arteri renalis
dilakukan dengan cara meletakan stetoskop pada garis tengah abdomen
atau kearah kanan kiri garis abdomen bagian atas mendekati panggul.
Auskultasi arteri iliaka dilakukan dengan cara meletakkan stetoskop
pada area bawah umbilicus di sebelah kanan dan kiri garis tengah
abdomen.
f. Letakkan bagian bel stetoskop di atas area preumbilikal (sekeliling
umbilicus) untuk mendengarkan bising vena (jarang terdengar).
g. Dalam melakukan auskultasi pada setiap tempat, khususnya area hepar
dan limpa, kaji pula kemungkinan terdengar suara – suara gesekan
seperti suara gesekan dua benda.
h. Untuk mengkaji suara gesekan pada area limpa, letakkan stetoskop pada
area batas bawah tulang rusuk di garis aksila anterior dan minta pasien

60
menarik napas dalam. Untuk mengkaji suara gesekan pada area hepar,
letakkan stetoskop pada sisi bawah kanan tulang rusuk.
Perkusi dilakukan untuk mendengarkan / mendeteksi adanya gas,
cairan, atau massa di dalam abdomen. Perkusi juga dilakukan untuk
mengetahui posisi limpa dan hepar. Bunyi perkusi pada abdomen yang
normal adalah timpani, namun bunyi ini dapat berubah pada keadaan –
keadaan tertentu. Misalnya, apabila hepar dan limpa membesar, bunyi
perkusi akan menjadi redup, khususnya perkusi di area bawwah arkus
kostalis kanan dan kiri. Apabila terdapat udara bebas pada rongga abdomen,
daerah pekak pada hepar akan hilang.
Pada keadaan usus berisi terlalu banyak cairan, bunyi yang dihasilkan
pada perkusi seluruh dinding abdomen adalah hipertimpani, sedangkan
daerah hepar tetap pekak. Perkusi pada daerah yang berisi cairan juga akan
menghasilkan suara pekak. Latihan perkusi abdomen bagi mahasiswa
keperawatan harus dibimbing oleh instruktur yang berpengalaman dan
menguasai pengkajian abdomen.
Cara perkusi abdomen secara sistematis
 Perkusi dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah
jarum jam (dari sudut pandang / perspektif pasien).
 Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri
tekan.
 Lakukan perkusi pada area timpani dan redup. Suara timpani
mempunyai cirri nada lebih tinggi daripada resonan. Suara timpani
dapat didengarkan pada rongga atau organ yang berisi udara. Suara
redup mempunyai cirri nada lebih rendah atau lebih datar daripada
resonan. Suara ini dapat didengarkan pada massa padat, misalnya
keadaan asites, keadaan distensi kandung kemih, serta pembesaran atau
tumor hepar dan limpa.

61
a. Hepar
Palpasi hepar dapat dilakukan secara bimanual, terutama untuk
mengetahui adanya pembesaran.
Cara Palpasi Hepar :
 Berdiri di samping kanan pasien.
 Letakkan tangan kiri Anda pada dinding toraks posterior kira – kira
pada tulang rusuk ke-11 atau 12
 Tekan tangan kiri Anda ke atas sehingga sedikit mengangkat dinding
dada.
 Letakkan tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan
dengan membentuk sudut kira – kira 45o dari otot rektus abdominis
atau parallel terhadap otot rektus abdominis dengan jari – jari kea rah
tulang rusuk.
 Sementara pasien ekshalasi, lakukan penekanan sedalam 4 – 5 cm kea
rah bawah pada batas tulang rusuk.
 Jaga posisi tangan Anda dan minta pasien inhalasi / menarik napas
dalam.
 Sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang
tangan Anda yang secara normal terasa dengan kontur reguler. Bila
hepar tidak terasa /teraba dengan jelas, minta pasien untuk menarik
napas dalam, sementara Anda tetap mempertahankan posisi tangan
atau memberikan tekanan sedikit lebih dalam. Kesulitan dalam
merasakan hepar ini sering dialami pada pasien obesitas.
 Bila hepar membesar, lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk
kanan. Catat pembesaran tersebut dan nyatakan dengan berapa
sentimeter pembesaran terjadi di bawah batas tulang rusuk.
b. Ginjal

62
Pada saat melakukan palpasi ginjal, posisi pasien telentang dan
perawat yang melakukan palpasi berdiri di sisi kanan pasien.
Cara Palpasi Ginjal
 Dalam melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri Anda di
bawah panggul dan elevasikan ginjal ke arah anterior.
 Letakkan tangan kanan Anda pada dinding abdomen anterior di garis
midklavikula pada tepi bawah batas kosta.
 Tekan tangan kanan Anda secara langsung ke atas sementara pasien
menarik napas panjang. Ginjal tidak teraba pada orang dewasa yang
normal, tetapi pada orang yang sangat kurus, bagian bawah ginjal
kanan dapat dirasakan.
 Bila ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran, dan amati adanya
nyeri tekan.
 Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, lakukan di sisi kiri tubuh pasien,
dan letakkan tangan Anda di bawah panggul kemudian lakukan
tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan.
c. Limpa
Limpa tidak teraba pada orang dewasa yang normal. Palpasi limpa
dikerjakan dengan menggunakan pola seperti pada palpasi hepar.
Cara Palpasi Limpa :
 Anjurkan pasien untuk miring ke sisi kanan sehingga limpa lebih
dekat dengan dinding abdomen.
 Lakukan palpasi pada batas bawah tulang rusuk kiri dengan
menggunakan pola seperti pada palpasi hepar.
d. Kandung kemih
Palpasi kandung kemih
Palpasi kandung kemih dapat dilakukan dengan menggunakan satu
atau dua tangan. Kandung kemih teraba terutama bila mengalami

63
distensi akibat penimbunan urine. Bila ditemukan adanya distensi,
lakukan perkusi pada area kandung kemih untuk mengetahui suara /
tingakatan redupnya.
5. Persyarafan
 Kesadaran
- Cara konvensional
Tingkat ketidaksadaran seseorang :
1) Compos mentis : normal
2) Apatis : bersikap acuh tak acuh
3) Delirium : gelisah
4) Somnolen : kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur namun kesadaran bisa pulih dengan
rangsangan
5) Stupor : keadaan seperti tidur lelap, tetapi ada respon nyeri
6) Coma : tidak ada respon nyeri
- GCS (Glasglow Coma Scale)
1) Membuka mata : 4 = spontan
3 = menggunakan panggilan
2 = dengan rangsangan nyeri
1 = tidak bisa membuka mata
2) Pergerakan : 6 = mematuhi perintah
5 = mengarah ke tempat nyeri
4 = menjauhi tempat nyeri
3 = fleksi abnormal terhadap rasa sakit
2 = respon ekstensor terhadap rasa sakit
1 = tidak ada respon
3) Lisan : 5 = berorientasi atau menceritakan
4 = bingung

64
3 = kata yang diucapkan tidak tepat
2 = suara yang tidak bisa dimengerti
1 = tidak bisa sama sekali
 Intelektualitas
- Orientasi (waktu, tempat, orang
- Memori (pendek/segera, panjang/lama)
 Fungsi sensorik

Gambar. fungsi sensorik terhadap rangsangan


- Terhadap rasa raba
- Terhadap rasa nyeri
- Terhadap rasa suhu
 Fungsi motorik
0 : tidak bergerak
1 : tampak gerakan otot, tetapi tidak ada pergerakan sendi
2 : terdapat pergerakan sendi, tetapi tidak bisa melawan gravitasi
3 : pergerakan dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan
tahanan
4 : pergerakan dapat menahan tetapi kurang dari normal
5 : kekuatan otot normal
6. Genetalia dan anus
a. Pemeriksaan Fisik Alat Kelamin Pria

65
- Pertama – tama inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan
pola pertumbuhan rambut pubis. Catat bila rambut pubis tumbuh
sangat sedikit atau sama sekali tidak ada.
- Inspeksi kulit, ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak pada
penis.
- Pada pria yang tidak dikhitan, pegang penis dan buka kulup penis,
amati lubang uretra dan kepala penis untuk mengetahui adanya
ulkus, jaringan parut, benjolan, peradangan, dan rabas (bila pasien
malu, penis dapat dibuka oleh pasien sendiri). Lubang uretra
normalnya terletak di tengah kepala penis. Pada beberapa kelainan,
lubang uretra ada yang terletak di bawah batang penis (hipospadia)
dan ada yang terletak di atas batang penis (epispadia).
- Inspeksi skrotum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan,
bengkak, ulkus, ekskoriasi, atau nodular. Angkat skrotum dan amati
area di belakang skrotum.
Palpasi dilakukan hanya bila ada indikasi atau keluhan.
- Lakukan palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
benjolan, dan kemungkinan adanya cairan kental yang keluar.
- Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari
pertama. Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran, konsistensi,
bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba elastic, licin,
tidak ada benjolan atau massa, dan berukuran sekitar 2 – 4 cm.
- Palpasi epididimis yang memanjang dari puncak testis ke belakang.
Normalnya epidiimis teraba lunak.
- Palpasi saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran
sperma biasanya ditemukan pada puncak bagian lateral skrotum
dan teraba lebih keras daripada epididimis.

66
b. Pemeriksaan Fisik Alat Kelamin Wanita
Palpasi alat kelamin bagian luar
- Mulai dengan mengamati rambut pubis, perhatikan distribusi dan
jumlahnya, dan bandingkan sesuai usia perkembangan pasien.
- Amati kulit dan area pubis, perhatikan adanya lesi, eritema, fisura,
leukoplakia, dan ekskoriasi.
- Buka labia mayora dan amati bagian dalam labia mayora, labia
minora, klitoris, dan meatus uretra. Perhatikan setiap ada
pembengkakan, ulkus, rabas, atau nodular.
Palpasi alat kelamin bagian dalam
- Lumasi jari telunjuk Anda dengan air steril, masukkan ke dalam
vagina, dan identifikasi kelunakan serta permukaan serviks.
Tindakan ini bermanfaat untuk mempergunakan dan memilih
speculum yang tepat. Keluarkan jari bila sudah selesai.
- Letakkan dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah kea rah
perianal.
- Masukkan speculum dengan sudut 45o.
- Buka bilah speculum, letakkan pada serviks, dan kunci bilah
sehingga tetap membuka.
- Bila serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas
penglihatan dan amati ukuran, laserasi, erosi, nodular, massa, rabas,
dan warna serviks. Normalnya bentuk serviks melingkar atau oval
pada nulipara, sedangkan pada para berbentuk celah.
- Lakukan palpasi secara bimanual. Pakai sarung tangan lalu lumasi
jari telunjuk dan jari tengah, kemudian masukkan jari tersebut ke
lubang vagina dengan penekanan ke arah posterior, dan meraba
dinding vagina untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan nodular.

67
- Palpasi serviks dengan dua jari Anda dan perhatikan posisi, ukuran,
konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan. Normalnya
serviks dapat digerakkan tanpa terasa nyeri.
- Palpasi uterus dengan cara jari – jari tangan yang ada dalam vagina
mengahadap ke atas. Tangan yang ada di luar letakkan di abdomen
dan tekankan ke bawah. Palpasi uterus untuk mengetahui ukuran,
bentuk, konsistensi, dan mobilitasnya.
- Palpasi ovarium dengan cara menggeser dua jari yang ada dalam
vagina ke formiks lateral kanan. Tangan yang ada di abdomen
tekankan ke bawah kea rah kuadran kanan bawah. Palpasi ovarium
kanan untuk mengetahui ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan
nyeri tekan (normalnya tidak teraba). Ulangi untuk ovarium
sebelahnya.
7. Ekstremitas
Ekstremitas atas
• Simetris
• Edema
• Lesi
• Tremor
• Keringat
• Kekakuan sendi saat dilakukan gerak aktif
Ekstremitas bawah
• Simetris
• Edema
• Lesi
• Tremor
• Keringat
• Kekakuan pada sendi saat dilakukan gerak aktif

68
C. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
Pemeriksaan tanda vital merupakan bagian dari data dasar yang dikumpulkan
oleh perawat selama pengkajian. Perawat mengkaji tanda vital kapan saja klien
masuk ke bagian perawatan kesehatan. Tanda vital dimasukkan ke pengkajian
fisik secara menyeluruh atau diukur satu persatu untuk mengkaji kondisi klien.
Penetapan data dasar dari tanda vital selama pemeriksaan fisik rutin merupakan
control terhadap kejadian yang akan datang.
Pemeriksaan tanda vital terdiri atas pemeriksaan nadi, pernafasan, tekanan
darah dan suhu. Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dalam menilai
fisiologis dari sistem tubuh secara keseluruhan
 Tekanan darah
Tekanan darah merupakan kekuatan pemompaan darah yang dilakukan oleh
jantung untuk mengalirkan darah di dalam arteri (pembuluh darah) hingga ke
seluruh tubuh. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan
tensimeter dan stetoskop.
Tekanan darah normal untuk orang dewasa adalah 120/80 mmHg. Sementara
pada bayi dan anak-anak, tekanan darah normal lebih rendah daripada dewasa.

Tabel 4. Kategori Tekanan Darah


Kategori TD Sistolik TD Diastolik (mmHg)
(mmHg)
Normal < 120 <80
Pre-Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
Hipertensi Satge 2 >160 >100

Tekanan darah normal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas fisik,
diet dan usia. Maka untuk dapat melakukan pengukuran tekanan darah dengan

69
tepat, sebaiknya beristirahatlah dengan santai terlebih dahulu selama sekitar 15
menit sebelum pengukuran dilakukan.
1. Fisiologi tekanan darah
Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung
oksigen memasuki jantung dan kemudian dipompakan ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah yang disebut arteri. Pembuluh darah yang lebih besar
bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh darah lebih kecil hingga
berukuran mikroskopik dan akhirnya membentuk jaringan yang terdiri dari
pembuluh-pembuluh darah sangat kecil atau disebut dengan pembuluh
kapiler. Jaringan ini mengalirkan darah ke sel tubuh dan menghantarkan
oksigen untuk ,enghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup.
Kemudian darah yang sudah tidak beroksigen kembai ke jantung melalui
pembuluh darah vena, dan dipompa kembali ke paru-paru untuk mengambil
oksigen lagi. Saat jantung berdetak, otot jantung berkontraksi untuk
memompakan darah ke seluruh tubuh. Tekana tertinggi berkontraksi dikenal
dengan tekanan sistolik. Kemudian otot jantung rileks sebelum kontraksi
berikutnya, dan tekanan ini paling rendah, yang dikenal sebagai tekanan
diastolik. Tekanan sistolik dan diastolik ini diukur ketika seseorang
memeriksakan tekanan darah (Beevers, 2002 dalam Jennie, 2007)
2. SOP pengukuran tekanan darah
1) Posisikan pasien berbaring, atau bisa juga duduk
2) Lengan baju klien digulung dan diataskan
3) Pasangkan manset spyghnomanometer pada salah satu lengan dengan
jarak sisi manset paling bawah 2,5 cm dari siku kemudianrekatkan dengan
baik
4) Tangan responden diposisikan diatas meja (jika dalam keadaan duduk)
dengan posisi telapak tangan terbuka keatas dan sejajar dengan jantung.
5) Lengan yang terpasang manset harus bebas dari lapisan apapun

70
6) Perawat memasang stetoskop dan meletakkan bel pada fossa cubiti, lalu
pompa alat hingga denyut nadi tidak terdengar
7) Lepaskan pemompa perlahan-lahan dan dengarkan bunyi denyut nadi
tersebut.
8) Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika denyut nadi yang
pertama kali terdengar dan tekanan darah diatolik ketika bunyi denyut
nadi sudah tidak terdengar
9) Pengukuran sebaiknya dilakukan 2 kali dengan selang waktu 1-2 menit.
Jika terdapat perbedaan hasil pengukuran sebesar 10 mmHg atau lebih
lakukan pengukuran untuk ke 3 kalinya.
 Denyut nadi
Denyut nadi merupakan frekuensi pemompaan jantung pada
arteri.Pengukuran denyut nadi bermanfaat untuk menentukan irama dan
kekuatan nadi. Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan menggunakan
stetoskop atau menggunakan jari yang ditekankan pada nadi penderita selama 60
detik. Pengukuran denyut nandi dapat dilakukan pada :
• Arteri temporal : terletak diatas tulang temporalis
• Arteri fasialis/wajah : terletak di bawah rahang dkat telinga
• Arteri karotid : terletak di bagian leher
• Arteri brakhialis : terletak di dalam otot biceps dari lengan atau medial
lipatan siku.
• Arteri radialis : terletak sepanjang tulang radialis
• Arteri femoralis : erletak pada titik tengah ligament inguinalis
• Arteri poplitea : terletak di belakang lutut
• Arteri tibialis posterior : terletak di belakabg malleolous medial
• Arteri dorsalis pedis : terletak di tulang navikular

71
Gambar. letak arteri
Denyut nadi normal untuk orang dewasa adalah 60-100 kali per menit, dapat
disebut juga dengan detak jantung normal. Pada bayi dan anak-anak, denyut nadi
normal cenderung lebih tinggi daripada orang dewasa. Denyut nadi seseorang
dapat meningkat akibat beberapa faktor, seperti olahraga, emosi, kondisi sakit,
atau mengalami cedera. Sama seperti pengukuran tekanan darah, pengukuran
denyut nadi juga sebaiknya dilakukan setelah seseorang beristirahat terlebih
dahulu.

Tabel 5. Frekuensi nadi (Keperawatan Klinis, 2011)


Usia Nadi (kali/menit)
Dewasa (> 18 tahun) 60-100
Remaja (12-18 tahun) 60-100
Anak-anak (5-12 tahun) 70-120
Pra sekolah (4-5 tahun) 80-140
Bawah 3 tahun/Toddler (1-3 tahun) 90-150
Bayi (1 bulan – 1 tahun) 100-160
Baru lahir/infant (0-1 bulan) 120-160

Frekuensi denyut nadi manusia bervariasi, tergantung dari banyak faktor yang
mempengaruhinya pada saat aktivitas normal :
 Normal : 60-100 x/menit

72
 Bradikardi : < 60 x/menit
 Takhikardi : > 100x/menit
Prosedur Pemeriksaan Nadi
1) Meletakkan lenganyang akan diperiksa dalam keadaan rileks
2) Mengunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk meraba a.radialis
3) Menghitung frekuensi denyut nadi minimal 15 detik
4) Melaporkan hasil frekuensi nadi dalam satu menit.

Gambar. Mengukur denyut nadi

 Laju pernapasan
Laju pernapasan sama dengan frekuensi pernapasan. Pengukuran laju
pernapasan dilakukan dengan menghitung jumlah pengembangan dada
seseorang untuk menarik napas dalam waktu satu menit.
Pengukuran laju pernapasan umumnya dilakukan pada saat istirahat. Metode ini
bertujuan untuk menilai sulit atau tidaknya seseorang bernapas.
Respirasi normal atau pernapasan normal untuk orang dewasa adalah 12-
20 kali per menit. Sementara pada bayi dan anak-anak, laju perapasan normal
lebih tinggi daripada orang dewasa. Laju pernapasan dapat mengalami
peningkatan dengan olahraga, demam atau karena penyakit paru, atau kondisi
medis lainnya. Bila pada orang dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit di
katakan Takhipnea, bila kurang dari 10x/menit disebut Bradipnea, dan bila tidak
bernafas dikatakan Apnea.

73
Faktor yang mempengarui Respiratory Rate:
 Usia
 Jenis kelamin
 Suhu tubuh
 Posisi tubuh
 Aktivitas

Anatomi dan fisiologi pernafasan


Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk
melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah
untuk memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup
untuk metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011)

Gambar. organ pernafasan tampak depan


Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem
pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring.
Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru
(Peate and Nair, 2011).
a. Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang
dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior
dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi : (1) menghangangatkan,

74
melembabkan, dan menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi
olfaktori (indra pembau); dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik
resonansi yang besar dan bergema. Rongga hidung sebagai bagian internal
digambarkan sebagai ruang yang besar pada anterior tengkorak (inferior pada
tulang hidung; superior pada rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan
otot dan membrane mukosa (Tortorra and Derrickson, 2014)
b. Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang
13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan
pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014)
c. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan
vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan
bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid
keduanya berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara
dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate and
Nair, 2011).
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan

75
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2011)
e. Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula.
Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit,
pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada
pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010).
Pada pasien PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga
menyebabkan bronkitis kronis.
f. Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara
kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan
tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran
pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura
membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu
sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini
mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat
bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu pleura
visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang
melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).

Gambar. alveoli

76
Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu
bronchiole. Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal.
Di bagian akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara
kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli
terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa
biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar
tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel alveolar tipe I.
sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas. Sel alveolar tipe II
mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang
mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini mengandung surfaktan sehingga
dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab dan menurunkan tekanan pada
cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks fosfolipid dan
lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara dan
darah
terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya
membentuk membran respiratori (Tortora dan Derrickson, 2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan
yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada
proses metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal
adalah serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014).
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:
• Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru
• Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi
darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
• Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru
ke jaringan tubuh atau sebaliknya

77
• Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011)
Prosedur pemeriksaan laju pernafasan
1) Meminta/membantu pasien melepas baju
2) qPosisikan pasien duduk/berbaring, pastikan pasien merasa nyman
3) Melakukan inpeksi atau melakukan palpasi dengan kedua tangan pada
punggung/dada untuk menghitung gerakan pernafasan selama 1 menit.
Gerakan naik (inhalasi) dan turun (ekhalasi) dihitung 1 frekuensi napas.

Gambar. Menghitung laju pernafasan


Kelainan pada pernafasan dan faktor yang mempengaruhinya
1. Wheezing
Merupakan suara tinggi yang terjadi saat Anda menarik atau mengembuskan
napas. Kondisi ini dapat menjadi tanda dari adanya penyempitan pada saluran
udara. Mengi atau wheezing umumnya disebabkan oleh penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK) dan asma. Namun, kondisi pernapasan demikian juga bisa terjadi
akibat penyakit lain, seperti:
 Alergi
 Bronkitis
 Emfisema
 Epiglottitis
 GERD
 Gagal jantung
 Kanker paru
 Sleep apnea

78
 Radang paru-paru
 Respiratory Syncytial Virus (RSV)
 Masalah pada pita suara
 Benda asing yang tersangkut di kotak suara atau kerongkongan
Mengi juga bisa terjadi akibat beberapa hal lain, seperti merokok dan efek
samping obat.
2. Rales
Digambarkan sebagai suara yang menggelegak seperti saat sendawa. Kondisi
ini pun digambarkan sebagai napas berbunyi klik ataupun berderak, yang berasal
dari paru-paru.
Pernapasan rales atau crackles lebih mungkin terjadi saat Anda menarik
napas. Meski demikian, kondisi tersebut pun bisa terjadi saat Anda
mengembuskan napas.
Rales diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kasar dan halus. Nadanya pun bisa
pendek, tinggi, maupun rendah. Hal-hal tersebut dipengaruhi oleh ukuran
pembukaan jalan napas.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan pernapasan rales atau crackles, di
antaranya:
 Radang paru-paru
 Penyakit jantung
 Fibrosis paru
 Fibrosis kistik
 PPOK
 Bronkitis
 Asbestosis
 Perikarditis

79
3. Stridor
Digambarkan seperti suara yang keras, berisik, dan mencicit yang terjadi saat
menarik napas. Kondisi ini merupakan tanda bahwa terdapat suatu hal yang
menghalangi saluran udara.
Pernapasan stridor bisa diakibatkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut:
 Laringomalasia
 Kotak suara yang sempit
 Pertumbuhan pembuluh darah yang tidak normal pada pita suara bagian
bawah
 Infeksi trakea
 Epiglotitis
4. Rhonci
Rhonchi merupakan suara yang terdengar seperti mendengkur. Suara
pernapasan ini memiliki nada yang rendah, dan umumnya terdengar saat menarik
napas. Pernapasan rhonchi merupakan tanda dari beberapa masalah kesehatan,
seperti penebalan saluran bronkial karena lendir, bronkitis, maupun PPOK.
5. Whooping
Whooping merupakan suara yang muncul saat Anda mengalami batuk yang
kronis. Ketika terdengar suara “whoop” yang muncul saat Anda menarik napas, ini
merupakan gejala pertusis atau batuk rejan.
Selain itu, pernapasan whooping juga bisa menjadi tanda dari adanya infeksi
menular di sistem pernapasan.
6. Pleural friction rub
Merupakan suara yang terdengar kasar dan muncul karena adanya
peradangan maupun gesekan pada pleura. Selain itu, pleural friction rub juga bisa
menjadi tanda beberapa kondisi lain, seperti adanya cairan di pleura, pneumonia,
bahkan tumor paru.

80
 Suhu tubuh
Suhu tubuh merupakan ukuran panas badan seseorang. Pengukuran suhu
tubuh dilakukan dengan menggunakan alat ukur suhu yang disebut dengan
termometer, bisa dilakukan melalui mulut, ketiak, dubur, telinga, dan kulit dahi.
Suhu tubuh normal untuk orang dewasa adalah 36,5- 37,5 derajat Celsius. Suhu
tubuh seseorang bisa berubah-ubah, biasanya dipengaruhi oleh aktivitas,
makanan, konsumsi cairan, cuaca, dan jenis kelamin, terutama wanita pada saat
mengalami masa subur.
Tabel 6. Suhu tubuh normal berdasarkan usia
Usia Suhu (celcius)
Baru lahir 36,80
1 tahun 36,80
5-8 tahun 37,00
10 tahun 37,00
Remaja 37,00
Dewasa 37,00
Lansia (.70 tahun) 36,00

Fisiologis suhu tubuh


Bagian otak yang berpengaruh terhadap pengaturan suhu tubuh adalah
hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior. Hipotalamus anterior (AH/POA)
berperanan meningkatkan hilangnya panas, vasodilatasi dan menimbulkan
keringat. Hipotalamus posterior (PH/ POA) berfungsi meningkatkan
penyimpanan panas, menurunkan aliran darah, piloerektil, menggigil,
meningkatnya produksi panas, meningkatkan sekresi hormon tiroid dan
mensekresi epinephrine dan norepinephrine serta meningkatkan basal
metabolisme rate. Jika terjadi penurunan suhu tubuh inti, maka akan terjadi
mekanisme homeostasis yang membantu memproduksi panas melalui

81
mekanisme feed back negatif untuk dapat meningkatkan suhu tubuh ke arah
normal (Tortora, 2000). Thermoreseptor di kulit dan hipotalamus mengirimkan
impuls syaraf ke area preoptic dan pusat peningkata panas di hipotalamus, serta
sel neurosekretory hipotalamus yang menghasilkan hormon TRH (Thyrotropin
releasing hormon) sebagai tanggapan. hipotalamus menyalurkan impuls syaraf
dan mensekresi TRH, yang sebaliknya merangsang Thyrotroph di kelenjar
pituitary anterior untuk melepaskan TSH (Thyroid stimulating hormon). Impuls
syaraf dihipotalamus dan TSH kemudian mengaktifkan beberapa organ efektor.

Berbagai organ fektor akan berupaya untuk meningkatkan suhu tubuh untuk
mencapai nilai normal, diantaranya adalah :

1. Impuls syaraf dari pusat peningkatan panas merangsang syaraf sipatis yang
menyebabkan pembuluh darah kulit akan mengalami vasokonstriksi.
Vasokonstriksi menurunkan aliran darah hangat, sehingga perpindahan panas
dari organ internal ke kulit. Melambatnya kecepatan hilangnya panas
menyebabkan temperatur tubuh internal meningkatkan reaksi metabolic
melanjutkan untuk produksi panas.
2. Impuls syaraf di nervus simpatis menyebabkan medulla adrenal merangsang
pelepasan epinephrine dan norepinephrine ke dalam darah. Hormon
sebaliknya, menghasilkan peningkatan metabolisme selular, dimana
meningkatkan produksi panas.
3. Pusat peningkatan panas merangsang bagian otak yang meningkatkan tonus
otot dan memproduksi panas. Tonus otot meningkat, dan terjadi siklus yang
berulang-ulang yang disebut menggigil. Selama menggigil maksimum,
produksi panas tubuh dapat meningkat 4x dari basal rate hanya dalam waktu
beberapa menit.
4. Kelenjar tiroid memberikan reaksi terhadap TSH dengan melepaskan lebih
hormon tiroid kedalam darah. Peningkatan kadar hormon tiroid secara

82
perlahan-lahan meningkatkan metabolisme rate, dan peningkatan suhu tubuh.
Jika suhu tubuh meningkat diatas normal maka putaran mekanisme feed back
negatif berlawanan dengan yang telah disebutkan diatas. Tingginya suhu darah
merangsang termoreseptor yang mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic,
dimana sebaliknya merangsang pusat penurun panas dan menghambat pusat
peningkatan panas. Impuls syaraf dari pusat penurun panas menyebabkan
dilatasi pembuluh darah di kulit. Kulit menjadi hangat, dan kelebihan panas
hilang ke lingkungan melalui radiasi dan konduksi bersamaan dengan
peningkatan volume aliran darah dari inti yang lebih hangat ke kulit yang lebih
dingin. Pada waktu yang bersamaan, metabolisme rate berkurang, dan tidak
terjadi menggigil. Tingginya suhu darah merangsang kelenjar keringat kulit
melalui aktivasi syaraf simpatis hipotalamik. Saat air menguap melalui
permukaan kulit, kulit menjadi lebih dingin. Respon ini melawan efek
penghasil panas dan membantu mengembalikan suhu tubuh kembali normal.
Skema Mekanisme Feedback Negatif Menghemat Atau Meningkatkan Produksi
Panas Menurun.

Prosedur pemeriksaan suhu tubuh


 Pengukuran temperatur axila
1) Minta pasien untuk duduk atau berbaring, pastikanpasien merasa
nyaman
2) Gulung lengan baju pasien atau buka baju bagian atas sampai axila
terlihat
3) Keringkan daerah axila dengan kassa
4) Pastikan themperatur siap (jika menggunakan thermometer raksa
suhu awal >350 C)
5) Pasang thermometer pada daerah tengah axila, minta pasien untuk
menurunkan lenganatas dan meletakkan lengan bawah diatas dada

83
6) Jelaskan pada pasien bahwa pengukuran akan berlangsung selama 5
menit atau sampai alarm berbunyi pada thermometer elektrik
7) Ambil thermometer dan baca hasilnya
8) Bersihkan thermometer dengan kapas alkohol atau dengan
menggunakan sabun-savion-air bersih lalu keringkan dengan kasa
9) Rapikan baju pasien kembali

Gambar. Pengukuran temperatur axila


 Pengukuran temperatur oral
1) Memposisikan klien untuk duduk/berbaring, pastikan pasienmerasa
nyaman
2) Siapkan termometer atau turn on pada thermometer elektrik
3) Tempatkan ujung thermometer dibawah lidahh klien pada subingual
4) Minta klien menutup mulut
5) Jelaskan pada pasien bahwa pengukuran berlangsung selama 3-5
menit atau sampai alrm berbunyi pada thermometer elektrik.
6) Ambil thermometer dan baca hasilnya
7) Bersihkan termometer dengan kapas alkohol atau dengan sabun-
savion-air bersih lalu keringkan dengan kassa
8) Rapikan baju pasien kembali

Gambar. Pengukuran temperatur oral

84
 Pengukuran temperatur rectal
1) Jelaskan tujuanprosedur pelaksaan pada pasien
2) Persilahkan pasien untuk melepas celaana (tetap jaga privasi pasien)
3) Bantu pasien berbaring kearah lateral sinistra atau dekstra dengan
kaki fleksi. Pada bayi periksa keadaan anus pasien
4) Olesi thermometer dengan jelly/lubricant
5) Minta pasien untuk tarik nafas dalam dan masukkan thermometer ke
lubang anus sedalam 3 cm (jangan paksakan bila ada
tahanan/hambatan)
6) Keluarkan thermometer dan baca hasilnya
7) Bersihkan thermometer dengan kapas alkohol atau dengan sabun-
savion-air bersih lalu keringkan dengan kassa
8) Kemudian rapikan kmbali pakaian dan posisi pasien

Gambar. Pengukuran temperatur rectal

 Pengukuran temperatur aural


1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien
2) Siapkan thermometer tympani, jika klien menggunakan alat bantu
dengar, keluarkan dengan hati-hati dan tunggu hingga 1-2 menit
3) Bersihkan telinga dengan kapas
4) Buka bagian luar telinga, dengan perlahan-lahan masukkan
thermometer sampai liang telinga.
5) Tekan tombol untuk mengaktifkan thermometer

85
6) Pertahankan posisi thermometer selama pengukuran sampai muncul
suara atau timbul tanda cahaya pada thermometer
7) Ambil thermometer dan baca hasilnya
8) Rapikan pasien dan dokumentasi hasil pengukuran

Gambar. Pengukuran temperatur aural

 Pengukuran temperatur temporal


1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien
2) Lepaskan topi/penutup kepala klien, sibak dahi klien, bersihkan
dengan menggunakan kapas
3) Letakkan sisi lensa thermometer pada bagian tengah dahi klien antara
alis dan batas rambut
4) Tekan dan tahan tombol SCAN, geser perlahan menyamping dari dahi
hingga bagian atas telinga (terdengar bunyi „BIP‟ dan lampu merah
akan menyala)
5) Lepaskan tombol SCAN, angkat thermometer dari dahi klien
(Termometer akan secara otomatis mati dalam 30 detik, untuk
mematikannya segera, tekan dan lepaskan tombolSCAN dengan cepat)
6) Rapikan keadaan pasien baja hasil pengukuran

Gambar. Pengukuran temperatur temporal

86
Jenis-jenis termometer
1. Termometer digital
Alat pengukur suhu digital umumnya bisa menunjukkan hasil secara cepat
dan akurat. Alat ini memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.
Dalam alat ini, diujungnya terdapat sensor. Sensor inilah yang akan
membaca suhu tubuh saat menyentuh tubuh selama beberapa detik
Termometer ini juga bisa digunakan di mulut, ketiak, dan anus.

Gambar. termometer digital


2. Termometer air raksa
Termometer air raksa adalah pengukur suhu tubuh manual menggunakan
air raksa atau zat merkuri. Alat ini berbentuk tabung gelas berisi air raksa
didalamnya

Gambar. termometer air raksa

87
3. Termometer empeng bayi
Alat pengukur suhu tubuh ini bentuknya mirip seperti dot atau empeng,
digunakan khusus untuk bayi dan balita. Penggunaan alat ini terbilang
cukup sulit dan hasilnya beresiko tidak akurat karena bayi suli diam
untuk beberapa saat

Gambar. termometer empeng


4. Termometer telinga/timpani
Digunakan dengan cara mengukur suhu bagian dalam telinga

Gambar. termometer telinga


5. Termometer jidat atau kening
Digunakan untuk mengukur suhu tubuh melalui sinar inframerah. Cukup
dengan memposisikan sesnor inframerah alat ini ke arah jidat atau
kening.

Gambar. termometer jidat

88
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis yang


dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pemeriksaan ini
umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat keluhan
atau riwayat penyakit pada pasien. Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan
diagnostik adalah pemeriksaan yang dilakukan dokter untuk menentukan
diagnosis penyakit pada pasien serta tingkat keparahannya.

Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan saat pasien berkonsultasi ke


dokter karena adanya keluhan atau gejala tertentu, atau saat pasien menjalani
pemeriksaan kesehatan rutin (medical check-up). Selain untuk mendiagnosis
penyakit, pemeriksaan penunjang juga dilakukan untuk menentukan langkah
penanganan yang tepat serta memantau keberhasilan terapi pada pasien.

Jenis-jenis pemeriksaan penjunjang

Ada sangat banyak jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh
dokter. Namun, ada beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang sering
dilakukan, antara lain:

 Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang paling umum
dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah
pasien untuk kemudian dianalisis di laboratorium. Pemeriksaan darah biasanya
dilakukan untuk mendeteksi penyakit atau kondisi medis tertentu, seperti anemia
dan infeksi.

Gambar 29. Pemeriksaan darah

89
Melalui pemeriksaan penunjang ini, dokter dapat memantau beberapa komponen
darah dan fungsi organ, meliputi:
 Sel darah, seperti sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit atau
keping darah
 Plasma darah
 Zat kimia darah, seperti gula darah atau glukosa, kolesterol, asam urat, zat
besi, dan elektrolit
 Analisis gas darah
 Fungsi organ tertentu, seperti ginjal, hati, pankreas, empedu, dan kelenjar
tiroid
 Tumor marker
Sebelum melakukan pemeriksaan darah, tanyakan dulu kepada dokter mengenai
persiapan apa yang harus dilakukan, misalnya apakah perlu berpuasa atau
menghentikan pengobatan tertentu sebelum pengambilan sampel darah.

Tabel 7. Nilai normal tes darah


JENIS NILAI NORMAL
Sel darah merah Laki-laki : 4,7-6,1 juta/mikroliter
Perempuan : 4,2-5,4 juta/mikroliter
Hemoglobin Laki-laki : 14-17 gram/dL
Perempuan : 12-16 gram/dL
Hematokrit Laki-laki : 38,3%-48,6%
Perempuan : 35,5%-44,9%
Sel darah putih 3.400-9.600 sel/mikroliter
Trombosit Laki-laki : 135.000-317.000/mikroliter
Perempuan : 157.000-
371.000/mikroliter

90
 Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine adalah jenis pemeriksaan penunjang yang sering kali
dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan, fungsi ginjal, serta apakah
seseorang mengonsumsi obat-obatan tertentu. Selain itu, pemeriksaan urine juga
biasanya dilakukan pada ibu hamil untuk memastikan kehamilan atau untuk
mendeteksi preeklamsia.

Gambar. Pemeriksaan urin

Pemeriksaan urine dapat dilakukan sebagai bagian dari medical check-up rutin
atau ketika dokter mencurigai adanya penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal,
infeksi saluran kemih, atau batu ginjal.

Karakteristik urine normal


Karenanya kita juga perlu untuk mengetahui ciri urine yang sehat atau
normal dengan yang abnormal, hal ini dapat menjadi peringatan awal apakah
kita sedang menderita suatu penyakit. Untuk lebih jelasnya berikut adalah ciri
urine yang normal dan yang tidak normal :
1. Volume
Hal pertama yang dapat kita amati adalah dari jumlah atau volumenya,
normal dalam satu hari manusia menghasilkan 600 hingga 1.600 ml per hari,
namun semua itu juga bergantung pada seberapa banyak cairan masuk ke dalam
tubuh dan kehilangan cairan tersebut.
Apabila seseorang hanya menghasilkan urine sebanyak 100 sampai 600 ml
setiap 24 jam maka orang tersebut sedang mengalami oliguri, dan bila volumenya

91
dibawah 100 ml per 24 jam maka disebut dengan anuri, sementara bila melebihi
2.500 ml per 24 jam maka disebut poliuri.
Selain itu perbedaan urine normal dengan yang tidak normal dalam segi
volume juga harus memperhatikan volume pada siang dan malam hari.
Normalnya manusia akan mengeluarkan urine lebih banyak di siang hari
dibandingkan pada malam hari. Bila volume urine di malam hari lebih banyak
dibandingkan siang harinya maka dapat dikatakan abnormal.
2. Derajat keasamaan
Ciri kedua dapat dilihat dari derajat keasaman atau pH urine tersebut. Derajat
keasaman atau pH sendiri dapat dinilai mulai dari 0 – 14 pH yang dapat diukur
menggunakan kertas lakmus atau untuk lebih praktisnya dapat menggunakan pH
meter atau alat ukur pH.
Dalam keadaan normal, urine memiliki derajat keasaman sekitar 6,5 pH atau
untuk lebih lengkapnya adalah sekitar 4,6 – 8,0 pH. Jadi pada kondisi normalnya
urine memang sedikit lebih asam, namun apabila urine terlalu asam dapat
disebabkan oleh diabetes atau kondisi kelaparan. Sedangkan bila urine terlalu
basa dapat disebabkan karena muntah yang hebat atau karena saluran kemih
yang terinfeksi.
3. Berat jenis
Hal ketiga yang dapat kita perhatikan untuk membedakan urine normal dan
abnormal adalah dari berat jenisnya, urine normal sendiri mempunyai berat jenis
sekitar 1,003 – 1,030 atau rata – ratanya 1,020. Urine yang memiliki berat jenis
paling berat adalah urine pada pagi hari atau urine yang pertama kita keluarkan
setelah bangun tidur, sedangkan yang paling rendah adalah urine yang
dikeluarkan sekitar 1 jam setelah meminum cairan yang cukup banyak. Jadi urine
yang abnormal sendiri dapat diindikasikan dari berat jenis yang selalu sama
sepanjang hari, hal ini yang dialami oleh penderita gagal ginjal kronis.

92
4. Warna
Urine yang sehat umumnya berwarna kuning muda hingga kuning tua.
Namun, ada pula urine yang bening atau tidak berwarna. Kondisi tersebut dapat
disebabkan oleh terlalu banyak minum air putih atau efek dari mengonsumsi obat
diuretik. Apabila diteliti di laboratorium, pada kondisi urine yang sehat, tidak
akan ditemukan zat sisa seperti protein dan glukosa atau gula.
Lain halnya, dengan ciri-ciri urine orang yang tidak sehat. Ciri-ciri urine yang
tidak sehat juga dapat dilihat dari warnanya, seperti coklat gelap atau keruh gelap.
Urine tidak sehat umumnya mengandung protein dan zat gula atau glukosa.
Indikasi ini erat kaitannya dengan masalah hati dan ginjal.
1) Urine Berwarna Oranye
Obat-obatan seperti anti-inflamasi sulfasalazine (asulfidine),
phenazopyridine, obat pencahar, antibiotik isoniazid, dan obat kemoterapi
dapat menyebabkan urine berwarna oranye. Selain obat, urine seseorang
berwarna oranye, karena mereka mengonsumsi minuman berwarna kuning
dan vitamin B2 dalam dosis tinggi. Indikasi masalah kesehatan ketika urine
berwarna oranye, yaitu:
- Masalah pada hati
- Masalah pada saluran empedu
- Dehidrasi
2) Urine Berwarna Coklat Tua
Urine menghasilkan warna coklat tua, karena seseorang mengonsumsi
obat-obatan tertentu, seperti obat antimalaria chloroquine dan primaquine,
antibiotik metronidazole dan nitrofurantoin, serta obat pelemas otot seperti
methocarbamol. Makanan seperti kacang-kacangan, serta makanan yang
berbahan dasar lidah buaya, juga dapat menyebabkan urine berwarna coklat
tua.

93
Urine berwarna coklat bisa menjadi pertanda adanya penyakit dalam tubuh
manusia, di antaranya yaitu:
- Masalah pada hati
- Masalah pada ginjal
- Infeksi saluran kemih
3) Urine Berwarna Biru atau Hijau
Penyebab urine berwarna biru dan hijau, yaitu mengonsumsi obat-obatan
seperti obat amitriptyline, indomethacin, dan propofol atau diprivan. Pewarna
yang digunakan pada makanan atau pewarna untuk melakukan tes fungsi
pada ginjal dan kandung kemih, juga dapat menyebabkan urine berwarna biru
atau hijau.
Adapun indikasi masalah kesehatan ketika urine berwarna biru atau hijau,
yaitu:
- Kelainan bawaan seperti hypercalcemia
- Blue diaper syndrome
- Infeksi saluran kemih
4) Urine Berwarna Merah dan Pink
Obat-obatan seperti antibiotik rifampisin, obat infeksi saluran kemih (ISK)
atau phenazopyridine, dapat menyebabkan urine berwarna merah dan pink.
Beberapa jenis buah seperti buah bit, blackberry, dan wortel juga dapat
mengubah warna urine menjadi kemerah-merahan.
Urine berwarna merah dan pink mengindikasikan masalah kesehatan
tertentu, yaitu:
- Infeksi Saluran Kemih (ISK)
- Masalah ginjal
- Masalah prostat
- Tumor atau kanker

94
5. Kandungan
Urine normal sendiri biasanya mengandung 96% air dan yang 4% sisanya adalah
material padat. Material padat ini dapat berupa garam, pigmen, amonia, dan
masih banyak lagi dimana pada urine abnormal kandungan zat padat tersebut
dapat melebihi angka tersebut. Sebagai contohnya urine yang mengandung
protein secara berlebihan, atau bahkan kelebihan glukosa maka akan memiliki zat
padat yang lebih dari angka tersebut.
Nilai normal urine
Ph urin normal 4,5-8,0
Nilai rata-rata : 6,0
Ph urine netral : 7,0
Ph urine asam < 5,0

 Pemeriksaan dahak atau sputum


Pemeriksaan dahak dilakukan untuk mendeteksi adanya bakteri penyebab infeksi
saluran pernafasan. Dahak merupakan cairan yang doproduksi oleh saluran
pernapasan, dan dikeluarkan melalui saluran pernapasan saat batuk

Kultur dahak (sputum) dapat dilakukan kepada pasien yang


mengalami pneumonia, abses paru, atau tuberkulosis, dengan gejala antara lain:
 Batuk
 Demam dan menggigil
 Nyeri otot
 Lemas
 Nyeri dada
 Sesak napas

95
Kultur dahak dapat dilakukan setelah pasien menjalani pemeriksaan foto
Rontgen dada, untuk mengetahui mikroba penyebab infeksi. Selain itu, kultur
dahak juga dapat dilakukan untuk memantau efektivitas pengobatan yang
dijalani.
Pengambilan sampel dahak akan dilakukan di laboratorium pada pagi hari
sebelum minum dan sarapan. Dokter kemudian akan mengajarkan pasien untuk
menarik nafas dalam-dalam dan batuk untuk mengeluarkan dahak, agar pasien
tidak keliru dan malah mengeluarkan ludah, bukan dahak.
Jika pasien sulit mengeluarkan dahak, pasien akan diberikan terapi
uap (nebulizer) terlebih dahulu untuk mengencerkan dahak, sehingga mudah
untuk dikeluarkan. Dahak yang keluar kemudian ditampung di wadah steril untuk
diperiksa.
Pasien tertentu dapat menjalani pengambilan sampel dahak dengan
menggunakan metode teropong saluran pernapasan (bronkoskopi). Pada
awalnya, pasien akan diberikan obat penenang dan obat bius untuk mengurangi
rasa sakit selama tindakan. Kemudian dokter paru akan memasukkan selang
berkamera melalui mulut dan masuk ke dalam saluran pernapasan.
Dahak yang tampak akan disedot melalui selang bronkoskopi. Pada pasien
yang menggunakan selang napas, dahak akan disedot dengan alat khusus melalui
selang napas tersebut.
Pemeriksaan di laboratorium membutuhkan waktu 2 hari untuk melihat
pertumbuhan bakteri dan 1 minggu untuk melihat jamur. Setelah diketahui
penyebab infeksi, dokter akan memberikan obat antibiotik atau antijamur yang
efektif dalam mengobati.
Untuk melihat efektivitas obat, dokter dapat melakukan tes kerentanan
(resistensi) antibiotik atau antijamur setelah hasil kultur dahak dinyatakan
positif. Hasil dari tes resistensi tersebut akan digunakan oleh dokter untuk
menentukan pengobatan yang sesuai untuk pasien

96
 Pemeriksaan Feses
Pemeriksan feses adalah prosedur untuk memeriksa sampel feses atau tinja.
Pemeriksan feses bertujuan untuk mendeteksi penyakit atau gangguan pada
sistem pencernaan.
Pemeriksaan feses diawali dengan pengambilan sampel tinja pasien. Selanjutnya,
sampel tinja akan dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Sampel tinja akan dinilai
konsistensi, warna, dan baunya, serta dilihat apakah mengandung lendir atau
tidak.
Pemeriksaan feses terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:
 Tes darah samar atau fecal occult blood test (FOBT), untuk menemukan
ada atau tidaknya darah di tinja dengan menggunakan zat kimia
 Kultur feses, untuk mendeteksi keberadaan bakteri yang menyebabkan
infeksi pada saluran pencernaan
Metode pemeriksaan feses tergantung pada jenis prosedurnya. Pada prosedur
FOBT, sampel tinja akan dioleskan ke kartu tes. Setelah itu, cairan kimia akan
diteteskan ke kartu tersebut. Jika terdapat darah pada sampel feses, warna kartu
tes akan berubah setelah ditetesi cairan kimia.
Sedangkan, pada prosedur kultur feses, sampel tinja akan diletakkan di
sebuah wadah yang telah diolesi cairan khusus untuk mendorong pertumbuhan
bakteri. Wadah yang berisi sampel tinja ini lalu disimpan selama 2–3 hari di
inkubator.
Usai diinkubasi, dokter akan memeriksa sampel tinja dengan menggunakan
mikroskop, untuk melihat ada tidaknya pertumbuhan bakteri abnormal di tinja.

97
Pasien yang hendak menjalani kultur feses bisa makan dan minum, serta
mengonsumsi obat seperti biasa. Namun, pada pasien yang berencana menjalani
pemeriksaan feses FOBT, dokter akan meminta pasien untuk tidak mengonsumi
daging merah, buah, sayur, suplemen vitamin C, dan OAINS selama 3–7 hari
sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan feses dimulai dengan pengambilan sampel tinja, yang dapat
dilakukan di rumah atau di rumah sakit. Dokter atau perawat akan menjelaskan
kepada pasien tata cara pengambilan sampel tinja yang benar dan memberikan
wadah plastik yang kedap udara untuk menampung sampel tinja.
Berikut ini adalah tahapan yang bisa Anda lakukan dalam mengambil sampel
tinja:
 Usahakan untuk buang air kecil dulu sebelum BAB, sehingga sampel feses
yang akan diambil tidak tercampur dengan urine.
 Letakkan plastik pembungkus di kloset saat hendak BAB, sehingga tinja
tidak berceceran atau jatuh ke dasar kloset dan terkontaminasi.
 Gunakan sendok khusus atau spatula untuk mengambil sampel feses kira-
kira seukuran biji kurma, lalu pindahkan ke dalam wadah.
 Pastikan sampel tinja yang diambil tidak tercampur dengan air atau tisu
toilet.
 Setelah sampel tinja terkumpul, segera masukkan ke dalam kantong
plastik dan pastikan ditutup rapat.
 Cuci tangan dengan air dan sabun sampai bersih, kemudian tulis nama,
tanggal lahir, dan tanggal pengambilan sampel feses pada wadah untuk
mencegah wadah tertukar.

98
 Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan penunjang ini sering digunakan untuk memantau kerja jantung,
khususnya irama detak jantung dan aliran listrik jantung. EKG juga dapat
dilakukan untuk mendeteksi kelainan jantung, seperti aritmia, serangan jantung,
pembengkakan jantung, kelainan pada katup jantung, dan penyakit jantung
koroner.

Gambar. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG bisa dilakukan di tempat praktik dokter, IGD rumah sakit,
atau di ruang perawatan pasien, seperti di ICU atau di bangsal rawat inap. Saat
menjalani pemeriksaan EKG, pasien akan diminta untuk berbaring dan
melepaskan baju serta perhiasan yang dikenakan, selanjutnya dokter akan
memasang elektroda di bagian dada, lengan, dan tungkai pasien. Ketika
pemeriksaan berlangsung, pasien disarankan untuk tidak banyak bergerak atau
berbicara karena dapat mengganggu hasil pemeriksaan.

 Foto Rontgen
Foto Rontgen merupakan jenis pemeriksaan penunjang yang menggunakan
radiasi sinar-X atau sinar Rontgen untuk menggambarkan kondisi berbagai organ
dan jaringan tubuh. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk mendeteksi:
 Kelainan tulang dan sendi, termasuk patah tulang, radang sendi, dan
pergeseran sendi (dislokasi)
 Kelainan gigi
 Sumbatan saluran napas atau saluran cerna
 Batu saluran kemih

99
 Infeksi, seperti pneumonia, tuberkulosis, dan usus buntu

Gambar. Foto rontgen

Pada kasus tertentu, dokter mungkin akan memberikan zat kontras kepada
pasien melalui suntikan atau per oral (diminum), agar hasil foto Rontgen lebih
jelas. Meski demikian, zat kontras ini kadang bisa menimbulkan beberapa efek
samping, seperti reaksi alergi, pusing, mual, lidah terasa pahit, hingga gangguan
ginjal.

 Ultrasonografi (USG)
USG adalah pemeriksaan penunjang yang menggunakan gelombang suara
untuk menghasilkan gambar organ dan jaringan di dalam tubuh. Pemeriksaan
penunjang ini sering dilakukan untuk mendeteksi kelainan di organ dalam tubuh,
seperti tumor, batu, atau infeksi pada ginjal, pankreas, hati, dan empedu. Tak
hanya itu, USG juga umum dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan kehamilan
untuk memantau kondisi janin serta untuk memandu dokter saat melakukan
tindakan biopsi.

Gambar. Pemeriksaan USG

Sebelum pemeriksaan USG dilakukan, dokter mungkin akan meminta pasien


untuk berpuasa serta minum air putih dan menahan buang air kecil untuk

100
sementara waktu. Pasien kemudian akan diperbolehkan buang air kecil dan
makan kembali setelah pemeriksaan USG selesai dilakukan.

 Computed tomography scan (CT Scan)

CT scan adalah pemeriksaan penunjang yang memanfaatkan sinar Rontgen


dengan mesin khusus untuk menciptakan gambar jaringan dan organ di dalam
tubuh. Gambar yang dihasilkan oleh CT scan akan terlihat lebih jelas daripada foto
Rontgen biasa. Pemeriksaan CT scan biasanya berlangsung sekitar 20–60 menit.

Gambar. CT Scan

Untuk menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik atau lebih akurat dalam
mendeteksi kelainan tertentu, seperti tumor atau kanker, dokter dapat
menggunakan zat kontras saat melakukan pemeriksaan CT scan.

 Magnetic resonance imaging (MRI)


MRI sepintas mirip dengan CT scan, tetapi pemeriksaan penunjang ini tidak
memanfaatkan sinar Rontgen atau radiasi, melainkan gelombang magnet dan
gelombang radio berkekuatan tinggi untuk menggambarkan kondisi organ dan
jaringan di dalam tubuh. Prosedur MRI biasanya berlangsung selama 15–90
menit. Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk memeriksa hampir seluruh
bagian tubuh, termasuk otak dan sistem saraf, tulang dan sendi, payudara, jantung
dan pembuluh darah, serta organ dalam lainnya, seperti hati, rahim, dan kelenjar
prostat.

101
Gambar. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sama seperti CT scan dan foto Rontgen, dokter juga terkadang akan
menggunakan zat kontras untuk meningkatkan kualitas gambar yang dihasilkan
pada pemeriksaan MRI.

 Fluoroskopi

Fluoroskopi adalah metode pemeriksaan radiologis yang memanfaatkan sinar


Rontgen untuk menghasilkan serangkaian gambar menyerupai video.
Pemeriksaan penunjang ini umumnya dikombinasikan dengan zat kontras, agar
gambar yang dihasilkan lebih jelas.

Gambar. fluroskopi

Fluorokospi biasanya digunakan untuk mendeteksi kelainan tertentu di dalam


tubuh, seperti kerusakan atau gangguan pada tulang, jantung, pembuluh darah,
dan sistem pencernaan. Fluoroskopi juga bisa dilakukan untuk membantu dokter
ketika melakukan kateterisasi jantung atau pemasangan ring jantung.

 Endoskopi
Endoskopi bertujuan untuk memeriksa organ dalam tubuh dengan endoskop,
yaitu alat berbentuk selang kecil yang elastis dan dilengkapi kamera di ujungnya.

102
Alat ini terhubung dengan monitor atau layar TV, sehingga dokter dapat melihat
kondisi organ dalam tubuh. Pemeriksaan endoskopi biasanya dilakukan untuk
memantau kondisi saluran cerna dan mendiagnosis penyakit tertentu, seperti
gastritis atau peradangan pada lambung, tukak lambung, GERD, kesulitan
menelan, perdarahan saluran pencernaan, serta kanker lambung.

Gambar. Endoskopi

Selain beberapa jenis pemeriksaan penunjang di atas, ada beberapa jenis


pemeriksaan penunjang lainnya yang juga sering dilakukan dokter, seperti:

 Ekokardiografi

 Biopsi

 Elektroensefalografi (EEG)

 Pemeriksaan tinja

 Pemeriksaan cairan tubuh, seperti cairan otak, cairan sendi, dan cairan
pleura

 Pemeriksaan genetik

Ada banyak sekali jenis pemeriksaan penunjang dengan fungsi, kelebihan, dan
kekurangannya masing-masing. Suatu pemeriksaan penunjang mungkin cocok
untuk mendeteksi jenis penyakit tertentu, tapi tidak efektif untuk mendeteksi
jenis penyakit lainnya. Bahkan, kadang dibutuhkan beberapa jenis pemeriksaan
penunjang untuk mendiagnosis suatu penyakit.

103
Biasanya, dokter akan menyarankan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis penyakit setelah melakukan anamnesa (tanya jawab) dan
pemeriksaan fisik pada pasien. Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan akan
disesuaikan dengan penyakit yang dicurigai oleh dokter dan kondisi pasien secara
umum.

 Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan penunjang atau hasil


laboratorium
Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi hasil tes, ini termasuk:
 Jenis kelamin, usia, dan etnis.
 Apa yang kamu makan dan minum.
 Obat-obatan yang diminum.
 Seberapa baik kamu mengikuti instruksi pra-tes.
Biasanya, dokter akan membandingkan hasil sekarang dengan hasil dari tes
sebelumnya. Pemeriksaan laboratorium sering menjadi bagian dari pemeriksaan
rutin untuk mencari tahu kondisi kesehatan tubuh. Lewat hasil pemeriksaan
laboratorium ini dokter akan mendiagnosis kondisi medis, merencanakan atau
mengevaluasi perawatan, serta memantau penyakit.

 Tujuan pemeriksaan penunjang atau laboratorium


Pemeriksaan laboratorium medis bertujuan untuk deteksi dini, diagnosis,
dan pengobatan penyakit pada pasien. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
secara rutin diperlukan agar dokter dapat memberikan respons cepat dan
melakukan tindakan pencegahan kemungkinan terjadinya penyakit di masa
depan. Diperkirakan 60 sampai 70 persen dari semua keputusan mengenai
diagnosis pasien, termasuk pengobatan dan rawat inap pasien, dilakukan
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan Pengujian juga
merupakan bagian penting dari pemeriksaan lengkap untuk gangguan
penggunaan zat atau obat-obatan tertentu.

104
Misalnya, pemeriksaan laboratorium pada pasien keracunan yang sakit kritis
ditentukan oleh toksin yang dicurigai dan temuan dari riwayat dan pemeriksaan
fisik. Apabila kondisinya demikian, pemeriksaan laboratorium harus mencakup
elektrolit serum dan perhitungan anion gap.
Pemeriksaan laboratorium lebih lanjut mungkin termasuk
parameter prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin
time (APTT). Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui penyebab dari
kelainan dan gangguan pembekuan darah. Ada banyak jenis pemeriksaan
laboratorium dan biasanya jenis pemeriksaan dilakukan atas rekomendasi
dokter. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung rekam medis
pasien serta penentuan tindakan perawatan selanjutnya.

 Persiapan sebelum pemeriksaan Laboratorium


Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan laboratorium
tergantung pada jenis pemeriksaannya. Pada tes laboratorium sampel yang
diambil bisa berbeda. Mulai dari sampel darah, urine, cairan tubuh lain, atau
jaringan tubuh untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan pasien. Untuk
semua jenis tes laboratorium, pada umumnya harus mempersiapkan beberapa
hal ini :
 Mengikuti semua instruksi yang diberikan oleh penyedia layanan kesehatan.
 Memberi tahu dokter atau ahli medis jika kamu tidak mengikuti petunjuk
dengan tepat. Penting untuk jujur karena perubahan sekecil apapun akan
memberikan hasil yang besar. Misalnya, beberapa obat dapat meningkatkan
atau menurunkan kadar gula darah. Minum obat tersebut sebelum tes gula
darah dapat memengaruhi hasil.
 Memberi tahu penyedia layanan medis mengenai obat-obatan, vitamin, atau
suplemen apa pun yang kamu konsumsi.

105
Salah satu persiapan tes laboratorium yang paling umum lainnya adalah puasa.
Dengan kata lain, kamu tidak boleh makan atau minum apapun kecuali air hingga
beberapa jam atau semalaman sebelum tes. Hal ini dilakukan karena nutrisi dan
bahan dalam makanan diserap dalam aliran darah. Ini dapat memengaruhi hasil
tes darah tertentu. Lamanya puasa bisa berbeda-beda. Jadi, jika kamu memang
perlu berpuasa. Pastikan kamu bertanya kepada penyedia layanan medis
mengenai jangka waktunya.

Persiapan tes umum lainnya meliputi:


 Menghindari makanan dan minuman tertentu seperti daging yang dimasak,
teh herbal, atau alkohol.
 Pastikan untuk tidak makan berlebihan sehari sebelum tes.
 Tidak merokok.
 Menghindari perilaku tertentu seperti olahraga berat atau aktivitas seksual.
 Untuk beberapa tes darah, pasien mungkin diminta untuk minum air ekstra
untuk membantu menjaga lebih banyak cairan di pembuluh darah. Kamu
mungkin juga diminta untuk minum air 15 hingga 20 menit sebelum tes
urine tertentu.
Beberapa tes laboratorium paling umum yang memerlukan puasa meliputi:
 Tes Glukosa Darah.
 Tes Kadar Kolesterol.
 Uji Trigliserida.
 Tes Kalsitonin.

106
 Prosedur pemeriksaan laboratorium
Prosedur pemeriksaan laboratorium tergantung pada jenis pemeriksaan
yang akan dilakukan. Begitu juga dengan sampel yang diambil akan disesuaikan
dengan kebutuhan pemeriksaan. Apabila pasien akan melakukan pemeriksaan
hitung darah lengkap, tentu saja sampel yang diambil adalah darah. Untuk
pemeriksaan diabetes, selain pengambilan darah, urine juga akan diambil.
Untuk pemeriksaan laboratorium dengan sampel sperma, ejakulasi diperoleh
dengan cara masturbasi. Sperma kemudian harus dikumpulkan ke dalam wadah
plastik. Penggunaan kondom untuk pengumpulan sperma tidak disarankan,
karena zat yang digunakan untuk produksi kondom dapat memengaruhi tingkat
mobilitas sel sperma. Begitu juga dengan tes pap smear, pasien akan
diinstruksikan untuk tidak melakukan douche, menggunakan tampon, atau
berhubungan seks selama 24 hingga 48 jam sebelum tes dilakukan. Vagina akan
dibuka dengan spekulum, lalu sampel diambil menggunakan spatula. Setelah itu,
sampel diletakkan di kaca preparat untuk kemudian diperiksa di laboratorium.
Ada begitu banyak jenis pemeriksaan laboratorium dan masing-masing bisa
jadi memiliki persiapan yang berbeda. Pastikan kamu mendapatkan informasi
yang sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan

107
Hal yang perlu diperhatikan setelah pemeriksaan laboratorium
Setelah melakukan pemeriksaan laboratorium, biasanya kamu bisa
beraktivitas seperti biasa. Terkadang prosedur pemeriksaan akan meninggalkan
sedikit ketidaknyamanan. Namun, itu hanya berlangsung sebentar, karena
setelahnya kamu akan merasa normal kembali. Hasil pemeriksaan laboratorium
bisa diketahui tergantung dari jenis pemeriksaan yang dilakukan. Mulai dari
hitungan menit, jam, hari, dan minggu. Jika pasien merasakan ketidaknyamanan
setelah pemeriksaan laboratorium, pasien bisa mengontak petugas medis untuk
mendapatkan saran atau rekomendasi yang harus dilakukan untuk membuat
ketidaknyamanan itu membaik.

108
E. PROSEDUR PENGENDALIAN INFEKSI DAN PATIEN SAFETY

 Infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di lingkungan rumah sakit.
Seseorang dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika infeksinya didapat ketika
berada atau menjalani perawatan di rumah sakit.
Infeksi nosokomial bisa terjadi pada pasien, perawat, dokter, serta pekerja atau
pengunjung rumah sakit. Beberapa contoh penyakit yang dapat terjadi akibat
infeksi nosokomial adalah infeksi aliran darah, pneumonia, infeksi saluran kemih
(ISK), dan infeksi luka operasi (ILO).

Penyebab Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial paling sering disebabkan oleh bakteri. Infeksi bakteri ini
lebih berbahaya karena umumnya disebabkan oleh bakteri yang sudah kebal
(resisten) terhadap antibiotik, misalnya MRSA atau bakteri penghasil ESBL.
Infeksi nosokomial akibat bakteri ini bisa terjadi pada pasien yang sedang
mendapatkan perawatan di rumah sakit atau pasien dengan sistem imun atau
daya tahan tubuh yang lemah.
Selain bakteri, infeksi nosokomial juga dapat disebabkan oleh virus, jamur,
dan parasit. Penularan infeksi nosokomial dapat terjadi lewat udara, air, atau
kontak langsung dengan pasien yang ada di rumah sakit.

Rantai Infeksi
Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada
untuk menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi.
Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan efektif,
perlu dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan,

109
apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat
dicegah atau dihentikan. Berikut penjelasan tentang rantai infeksi :
a) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi.
Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit.
Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi
yaitu: patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat
diketahui agen infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium
mikrobiologi, semakin cepat pula upaya pencegahan dan
penanggulangannya bisa dilaksanakan.
b) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang-biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia.
Berdasarkan penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat
medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan
organik lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat, permukaan kulit,
selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus dan vagina juga merupakan
reservoir.
c) Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi
(mikroorganisme) meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran
cerna, saluran kemih serta transplasenta.
d) Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport
mikroorganisme dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada
beberapa metode penularan yaitu: (1) kontak: langsung dan tidak langsung,
(2) droplet, (3) airborne, (4) melalui vehikulum (makanan, air/minuman,
darah) dan (5) melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e) Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu
yang rentan dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan
kelamin atau melalui kulit yang tidak utuh.

110
f) Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh
menurun sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, imunisasi, penyakit
kronis, luka bakar yang luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan
dengan imunosupresan.
g) Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu,
status ekonomi, pola hidup, pekerjaan dan herediter.

Gambar. Rantai Infeksi

Jenis HAIs dan faktor resiko HAIs


Jenis-jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan,
terutama rumah sakit mencakup :
1. Ventilator associated pneumonia (VAP).
2. Infeksi Aliran Darah (IAD).
3. Infeksi Saluran Kemih (ISK).
4. Infeksi Daerah Operasi (IDO)

Faktor Risiko HAIs meliputi:


1. Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.
2. Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised): penderita
dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat
imunosupresan.

111
3. Gangguan/Interupsi barier anatomis:(a) Kateter urin dapat meningkatkan
kejadian infeksi saluran kemih (ISK), (b) Prosedur operasi dapat
menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO) atau “surgical site infection”
(SSI), (c) Intubasi dan pemakaian ventilator meningkatkan kejadian
“Ventilator Associated Pneumonia” (VAP), (d) Kanula vena dan arteri:
Plebitis, IAD, Luka bakar dan trauma.
4. Implantasi benda asing : (a) Pemakaian mesh pada operasi hernia, (b)
Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung, (c)
“cerebrospinal fluid shunts”, (d) “valvular / vascular prostheses”.
5. Perubahan microflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat
menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri
resisten terhadap berbagai antimikroba.
Infeksi nosokomial yang dikenal dengan Healthcare Associated Infections
(HAIs) dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke
pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas
kepada pasien. Salah satu tahap kewaspadaan standar yang efektif dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi adalah hand hygiene (kebersihan tangan)
karena kegagalan dalam menjaga kebersihan tangan adalah penyebab utama
infeksi nosokomial dan mengakibatkan penyebaran mikroorganisme multi
resisten di fasilitas pelayanan kesehatan. Menjaga kebersihan tangan dengan cara
mencuci tangan adalah metode paling mudah dan efektif dalam pencegahan
infeksi nosokomial.
Tangan merupakan organ tubuh yang selalu kontak langsung dengan apapun
termasuk bendabenda disekitar kita. Tangan sebagai sumber perantara berbagai
macam mikroorganisme yang bisa mengganggu kesehatan kita. Mencuci tangan
dengan benar dapat mencegah terjadinya infeksi. Namun pada kenyataannya,
tindakan cuci tangan yang benar seringkali diabaikan, hal ini dapat disebabkan
karena kurangnya pengetahuan tentang cara mencuci tangan yang benar.

112
 Pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas
pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI. Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk memastikan perlindungan
kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari sumber
masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada berbagai
fasilitas kesehatan.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (Infection Prevention and
Control / IPC) di rumah sakit merupakan salah satu standar mutu pelayanan
rumah sakit, selain itu penerapan pencegahan infeksi yang optimal juga akan
meningkatkan tingkat keselamatan pasien. Program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan, pendidikan dan pelatihan, serta proses pemantauan dan evaluasi.
Upaya tersebut tidak hanya dilakukan oleh petugas kesehatan di rumah sakit,
tetapi diperlukan kerjasama antara rumah sakit, pasien, dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya untuk mencegah pasien, tenaga kesehatan, dan pengunjung
dari infeksi yang tidak terduga

Langkah-langkah PPI di Rumah Sakit


Untuk mewujudkan penyelenggaraan PPI (Pencegahan dan pengedalian
Infeksi) di Rumah Sakit sesuai dengan tuntutan standar serta regulasi yang
berlaku; maka perlu dilakukan langkah langkah yang sistematis sesui diatur
dalam standar dan regulasi; antara lain sbb :
1) Pembentukan Struktur Organisasi Komite PPI
2) Menyusun Pedoman dan SPO (Standar Prosedur Operasional) tentang PPI
3) Menyelenggarakan Tatalaksana Kewaspadaan Standar
 Kebersihan Tangan
 Alat Pelindung Diri

113
 Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
 Pengendalian lingkungan
 Pengolahan limbah
 Penatalaksanaan Linen
 Perlindungan kesehatan petugas
 Penempatan Pasien
 Etika batuk
 Praktek menyuntik yang aman.
 Praktek Lumbal pungsi yang aman
4) Menyelenggarakan Tatalaksana Kewaspadaan berdasarkan Transmisi
 Kewaspadaan transmisi melalui kontak
 Kewaspadaan Transmisi Melalui Droplet
 Kewaspadaan Transmisi Melalui udaraa (air borne Precaution)
5) Survailens Insfeksi Terkait Palayanan Kesehatan.
6) Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan ttg PPI.
7) Pengendalian Resistensi Antibiotika.
8) Monitoring dan Evalusi dengan ICRA (Insfection Control Risk Assessment).

 Keselamatan pasien (patient safety)


Keselamatan pasien merupakan indikator yang paling utama dalam sistem
pelayanan kesehatan, yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam menghasilkan
pelayanan kesehatan yang optimal dan mengurangi insiden bagi pasien (Canadian
Patient Safety Institute, 2017). Menurut Kemenkes RI (2015), keselamatan pasien
(patient safety) adalah suatu sistem yang memastikan asuhan pada pasien jauh
lebih aman. Sistem tersebut meliputi pengkajian risiko, identifikasi insiden,
pengelolaan insiden, pelaporan atau analisis insiden, serta implementasi dan
tindak lanjut suatu insiden untuk meminimalkan terjadinya risiko. Sistem
tersebut dimaksudkan untuk menjadi cara yang efektif untuk mencegah

114
terjadinya cidera atau insiden pada pasien yang disebabkan oleh kesalahan
tindakan.

Tujuan Patient Safety :

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit


2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD)
4. Terlaksananya program program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan

Insiden keselamatan pasien adalah semua kejadian atau situasi yang


berpotensi atau mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian, kerugian
dan lain-lain), hal tersebut dapat dicegah bahkan seharusnya tidak terjadi karena
sudah dikategorikan sebagai suatu disiplin. Dalam Permenkes RI No. 1691/
MENKES/ PER/ VIII/ 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, insiden
keselamatan pasien adalah segala sesuatu yang terjadi secara sengaja atau tidak
sengaja dan kondisi mengakibatkan atau berpotensi untuk menimbulkan cidera
pada pasien, yang terdiri dari Kejadian tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris
Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
Insiden keselamatan pasien sewaktu-waktu dapat terjadi tanpa direncanakan
yang dapat membahayakan pasien dan tidak terpenuhi outcome dalam
penyembuhan pasien.
Berikut penjelasan dari masing masing insiden tersebut :
1. Kondisi Potensi Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. (Contoh: kerusakan alat
ventilator, DC shock, tensi meter)
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/Near miss adalah terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien. (contoh: salah identitas pasien namun diketahui
sebelum tindakan)

115
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak timbul cedera. Hal ini dapat terjadi karena “keberuntungan” (misal:
pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapitidak timbul reaksi obat), atau
“peringanan” (suatu obat dengan reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini
lalu diberikan antidotumnya)
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse event adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian sentinel/Sentinel event
merupakan suatu KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau
cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk
mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait
dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien. Seperti melakukan operasi
pada bagian tubuh yang salah (misal: amputasi pada kaki yang salah).

Penyelenggaraan Keselamatan Pasien di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di


Indonesia
Di era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), dalam menegakkan keberhasilan
kendali mutu dan kendali biaya dalam pelayanan kesehatan ialah dengan
pencapaian pelayanan yang bermutu tinggi serta mengedepankan keselamatan
pasien. Menerapkan kebijakan dan praktik keselamatan pasien merupakan
tantangan dalam bidang pelayanan kesehatan. Dimana, fasilitas kesehatan harus
dapat menjamin keamanan dan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada setiap pasien. Untuk menjamin hal tersebut, setiap fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk rumah sakit maupun pelayanan primer lainnya harus
menyelenggarakan Keselamatan Pasien. Peraturan yang berlaku di Indonesia
mewajibkan setiap fasilitas kesehatan menerapkan standar keselamatan pasien.
Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan, KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tahun 2005
telah membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) yang
sekarang telah berubah menjadi KNKP-RS (Komite Nasional Keselamatan Pasien

116
Rumah Sakit) yang langsung berada di bawah Menteri Kesehatan RI. KNKP-RS
memiliki fungsi yaitu
1. Penyusunan standar dan pedoman Keselamatan Pasien;
2. penyusunan dan pelaksanaan program Keselamatan Pasien;
3. pengembangandan pengelolaan sistem pelaporan Insiden, analisis, dan
penyusunan rekomendasi Keselamatan Pasien; dan
4. monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Keselamatan Pasien
Masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani
segera di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Fasilitas pelayanan
kesehatan harus menyelenggarakan keselamatan pasien. Penyelenggaraan
keselamatanpasien dilakukan melalui pembentukan sistem pelayanan kesehatan
yang menerapkan, antara lain: Standar keselamatan pasien, Sasaran keselamatan
pasien nasional dan Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien.

Standar keselamatan pasien


Dalam penyelenggaran keselamatan pasien maka diperlukan standar
keselamatan pasien sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatannya. Standar
keselamatan pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan. Standar
keselamatan pasien meliputi tujuh standar yaitu:
1. Hak pasien, pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapat
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkunan
KTD
2. Pendidikan bagi pasien dan keluarga, rumah sakit harus mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien
3. Keselamatan pasien dalam kesinambambungan pelayanan, rumah sakit
menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.

117
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
peningkatan keselamatan pasien, rumah sakit harus mendisain proses
baru memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalsis secara intensif KTD, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan
pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.

Sasaran keselamatan pasien


Di Indonesia secara nasional untuk seluruh fasilitas pelayanan kesehatan
diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional (SKPN), yang terdiri dari :
1. SKP. 1: mengidentifikasi pasien dengan benar
2. SKP. 2: meningkatkan komunikasi yang efektif
3. SKP. 3: meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
4. SKP. 4: memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar
5. SKP. 5: mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
6. SKP. 6: mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh

118
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien
Fasilitas kesehatan dengan menerapkan tujuh langkah menuju
keselamatanpasien dapat meningkatkan dan memperbaiki keselamatan pasien.
Melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerja, sehingga dapat menilai
kemajuan yang telah dicapai dalam pemberian asuhan pelayanan menjadi lebih
aman. Pelaksanaan tujuh langkah menuju keselamatan pasien dapat memastikan
pelayanan yang diberikan menjadi lebih aman, dan jika terjadi sesuatu hal yang
tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari:
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien. Ciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil
2. Memimpin dan mendukung staf. Bangun komitmen dan fokus yang kuatdan
jelas tentang keselamatan pasien
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan
proses pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang
potensial bermasalah.
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada
KKPRS sekarang berubah menjadi KNKP.
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong staf


untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian terjadi Mencegah cedera melalui implementasi sistem
Keselamatan Pasien.

7. Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/maslah untuk melakukan


perubahan sistem pelayanan.

119
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengkajian adalah usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali
permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulan data tentang status
kesehatan seorang klien secara sistematis, mnyeluruh, akurat ,singkat dan
berkesinambungan ( Muttagin, Arif :2010:2)Anamnesa adalah Cara pemeriksaan
yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien ( Auto anamnese )
atau pada orang tua atau sumber lain ( Allo anamnese ). 80% untuk menegakkan
diagnosa didapatkan dari anamnese.
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit.
Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Pemeriksaan fisik dan rekam
medis akan membantu dalam penegakan diagnosis dan perencanaan perawatan
pasien.
Pemeriksaan tanda-tanda vital atau TTV adalah prosedur pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui tanda vital seseorang. Hal ini bertujuan untuk
mendeteksi gangguan, kelainan, atau perubahan pada fungsi organ tubuh.
Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis yang
dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pemeriksaan ini
umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat keluhan
atau riwayat penyakit pada pasien. Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan
diagnostik adalah pemeriksaan yang dilakukan dokter untuk menentukan
diagnosis penyakit pada pasien serta tingkat keparahannya.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang harus dihindari oleh tenaga kesehatan.
Kementerian Kesehatan telah melakukan revitalisasi Program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) di Rumah Sakit yang merupakan salah satu pilar
menuju patient safety.

120
Patient safety atau keselamatan pasien adalah upaya yang dilakukan di
pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya cidera dan tindakan yang tidak
seharusnya dilakukan pada pasien. Patient safety menjadi unsur penting yang
perlu diperhatikan dalam pelayanan kesehatan.

121
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, Kevin. 2020. Kenali 9 Jenis Pemeriksaan Penunjang yang Umum Dilakukan.
https://www.alodokter.com/kenali-9-jenis-pemeriksaan-penunjang-
yang-umum-
dilakukan#:~:text=Pemeriksaan%20penunjang%20atau%20pemeriksaa
n%20diagnostik,pada%20pasien%20serta%20tingkat%20keparahannya
. Diakses pada 8 juni 2022

Akubeni1. 2022. Ciri Urine Yang Normal. https://www.mallardsgroups.com/ciri-


urine-yang-normal/. Diakses pada 17 Juni 2022

Alodokter. 2020. Infeksi Nosokomial, https://www.alodokter.com/infeksi-


nosokomial. Diakses pada 17 Mei 2022.

Arini, Merita. 2020. Keselamatan Pasien (Patient Safety Incident) Dan


Klasifikasinya, http://merita.staff.umy.ac.id/2020/01/02/keselamatan-
pasien-patient-safety-incident-dan-klasifikasinya/. Diakses pada 17 Juni
2022.

Depkes RI, 2011Pagana, Pagana and Pagana. 2002. Nilai Normal Test
Laboratorium RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Joshep novita.2021. Mengenal Jenis-Jenis termometer dan cara pakainya.


https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/cara-pakai-dan-
jenis-termometer/. Diakses pada 17 Juni 2022
Medika, Krakatau. 2020. Penyelenggaraan PPI (Pencegahan Pengendalian Infeksi)
Di Rumah Sakit,
https://www.google.com/amp/s/krakataumedika.com/info-
media/artikel/penyelenggaraan-ppi-pencegahan-pengendalian-infeksi-
di-rumah-sakit/amp. Diakses pada tanggal 17 Juni 2022

122
Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik Edisi
2. Selemba Medika: Jakarta

Perry, Potter. 2010. Fundamental of Nursing FUNDAMENTAL KEPERAWATAN.


Jakarta: Salemba Medika.

Tamin Rizki Pradana. 2021. Pemeriksaan Feses, Ini Yang Harus Anda Ketahui.
https://www.alodokter.com/pemeriksaan-
feses#:~:text=Pemeriksan%20feses%20adalah%20prosedur%20untuk,d
ibawa%20ke%20laboratorium%20untuk%20diteliti.. Diakses pada 17
Juni 2022

Unknown. 2021. Mengenal ciri-ciri Urine Orang Yang Sehat Berdesarkan


warnanya. https://kumparan.com/kabar-harian/mengenal-ciri-ciri-
urine-orang-yang-sehat-berdasarkan-warnanya-1x1DfjAlenW/full.
Diakses pada 17 Juni 2022
Willy Tjin. 2018. Ketahui Apa itu kultur Dahak.
https://www.alodokter.com/ketahui-apa-itu-kultur-
dahak#:~:text=Kultur%20dahak%20(sputum)%20adalah%20pemeriksa
an,dari%20saluran%20pernafasan%20saat%20batuk.. Diakses pada 17
Juni 2022

123

Anda mungkin juga menyukai