TIDUR LENGKAP
Posted on November 22, 2012 by wahyunisry
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial
dan lingkungan (Effendy, 1995).
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang
meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan masalah.
Adapula yang menambahkannya dengan kegiatan dokumentasi data (meskipun setiap
langkah dari proses keperawatan harus selalu didokumentasikan juga). Pengumpulan dan
pengorganisasian data harus menggambarkan dua hal, yaitu : status kesehatan klien dan
kekuatan masalah kesehatan yang dialami oleh klien.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang
berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi
kesehatan lainnya.
Data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien
terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, serta hal-hal yang mencakup tindakan
yang dilaksanakan kepada klien.
A. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara
sistematis untuk menentuan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan
dan kesehatan klien. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses
keperawatan. Dari informasi yang terumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-
masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunaan untuk menentuan
diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindaan keperawatan
untuk mengatasi masalah-masalah klien.
Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment), selama
klien dirawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian ulang untuk
menambah / melengkapi data (re-assessment).
2. TUJUAN PENGUMPULAN DATA
1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien
3. Untuk menilai keadaan kesehatan klien
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah beriutnya.
KARAKTERISTIK DATA
1. Lengkap
Seluruh data diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan klien. Data yang
terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang adekuat.
Misalnya klien tidak mau makan kaji secara mendalam kenapa klien tidak mau makan
(tidak cocok makanannya, kondisi fisiknya menolak untuk makan/patologis, atau sebab-
sebab yang lain)
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa atau memberi
kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan
digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa guna memperlancar wawancara.
b. Pembukaan atau perkenalan
Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan memperkenalkan diri :
nama, status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok
pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul
dan akan disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang boleh
mengetahuinya.
4. Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh menggunakan tangan
atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang (dibicarakan khusus).
Juga dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya :
kembung, batas-batas jantung, batas hepar-paru (mengetahui pengembangan paru), dll.
Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :
1. Head-to-toe (dari kepala s.d kaki)
2. ROS (Review of System)
3. Pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982)
Setelah data terkumpul, dilakukan pengelompokkan data, yang dapat dilakukan dengan cara:
1. Berdasarkan sistem tubuh
2. Berdasarkan kebutuhan dasar (Maslow)
3. Berdasarkan teori keperawatan
4. Berdasarkan pola kesehatan fungsional.
B. ANALISIS DATA
Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir dan penalaran
yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian
keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan kemampuan mengkaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.
Dasar analisis :
1. Anatomi fisiologi
2. Patofisiologi penyakit
3. Mikrobiologi parasitologi
4. Farmakologi
5. Ilmu perilaku
6. konsep-konsep (manusia, sehat-sakit, keperawatan, dll)
7. Tindakan dan prosedur keperawatan
8. Teori-teori keperawatan.
Fungsi analisis :
1. Dapat menginterpretasi data keperawatan dan kesehatan, sehingga data yang diperoleh
memiliki makna dan arti dalam menentukan masalah dan kebutuhan klien
2. Sebagai proses pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif pemecahan masalah yang
dituangkan dalam rencana asuhan keperawatan, sebelum melakukan tindakan keperawatan.
Pedoman analisis data :
1. Menyusun kategorisasi data secara sistematis dan logis
2. Identifikasi kesenjangan data
3. Menentukan pola alternatif pemecahan masalah
4. Menerapkan teori, model, kerangka kerja, nrma dan standart, dibandingkan dengan data
senjang
5. Identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang asuhan keperawatan klien
6. Membuat hubungan sebab akibat antara data dengan masalah yang timbul.
Cara analisis data :
1. Validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul
2. Mengelompokkan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual
3. Membandingkan dengan standart
4. Membuat kesimpulan tantang kesenjangan (masalah keperawatan) yang ditemukan
C. PRIORITAS MASALAH
Apabila masalah talah diidentifikasi, maka disusun daftar masalah yang ditemukan, kemudian
diprioritaskan. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin semua masalah diatasi bersama-sama
sekaligus. Jadi diputuskan masalah mana yang yang dapat diatasi terlebih dahulu.
Dalam memprioritaskan kebutuhan klien, hirarki Maslow menjadi rujukan perawat dalam
menentukan pemenuhan kebutuhan klien. Kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan utama
manusia, kemudian diikuti oleh kebutuhan-kebutuhan psikososial seperti : aman-nyaman,
pengetahuan, cinta-memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENGKAJIAN
1. Data yang dikumpulkan harus menyeluruh meliputi aspek bio-psiko-sosial dan spiritual
2. Menggunakan berbagai sumber yang ada relevansinya dengan masalah klien dan
menggunakan cara-cara pengumpulan data yang sesuai dengan kebutuhan klien
3. Dilakukan secara sistematis dan terus-menerus
4. Dicatat dalam catatan keperawatan secara sistematis dan terus-menerus
5. Dikelompokkan menurut kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual
6. Dianalisis dengan dukungan pengetahuan yang relevan.
2. Diagnosa
A nursing diagnosis is a clinical judgment about individual, family, or community responses to
actual or potential health problems / life processes. Nursing diagnoses provide the basic for
selection of nursing interventions to achieve outcomes for which the nurse is accountable
(NANDA, 1992 p.5)
Jadi diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan
masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan
pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan
klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 & NANDA).
Diagnosa keperawatan adalah suatu bagian integral dari proses keperawatan. Hal ini merupakan
suatu komponen dari langkah-langkah analisa, dimana perawat mengidentifikasi respon-respon
individu terhadap masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial. Dibeberapa negara
mendiagnosa diidentifikasikan dalam tindakan praktik keperawatan sebagai suatu tanggung
jawab legal dari seorang perawat profesional. Diagnosa keperawatan memberikan dasar petunjuk
untuk memberikan terapi yang pasti dimana perawat bertanggung jawab di dalamnya ( Kim et al,
1984).
Tipe Diagnosa Keperawatan NANDA ada 3 yaitu:
1. Diagnosa keperawatan aktual adalah respon manusia saat ini terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupan yang didukung oleh sekelompok batasan karakteristik (tanda dan gejala) dan
termasuk faktor yang berhubungan (etiologi) yang mempunyai konstribusi terhadap
perkembangan atau pemeliharaan kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan Resiko adalah menunjukkan respon manusia yang dapat timbul pada
seseorang atau kelompok yang rentan dan ditunjang dengan faktor resiko yang memberi
konstribusi pada peningkatan kerentanan.
3. Diagnosa Keperawatan Kesejahteraan adalah menguraikan respon manusia terhadap tingkat
kesehatan individu atau kelompok yang mempunyai potensi peningkatan derajat kesehatan yang
tinggi.
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari
pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah
atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana
pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
Diagnosa keperawatan, sebagai suatu bagian dari proses keperawatan juga direfleksikan dalam
standar praktik ANA. Standar-standar ini memberikan satu dasar luas mengevaluasi praktik dan
merefleksikan pengakuan hak-hak manusia yang menerima asuhan keperawatan ( ANA, 1980).
Proses keperawatan telah diidentikan sebagai metoda ilmiah keperawatan untuk para penerima
tindakan keperawatan disajikan sesuai dengan lima langkah dari proses keperawatan :
1. Pengkajian. Menetapkan data dasar seorang klien
2. Analisa. Identifikasi kebutuhan perawatan klien dan seleksi tujuan perawatan
3. Perencanaan. Merencanakan suatu strategi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan untuk
perawatan klien.
4. Implementasi. Memulai dan melengkapi tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditentukan
5. Evaluasi. Menentukan seberapa jauh tujuan-tujuan keperawatan yang telah dicapai.
Dengan mengikuti kelima langkah ini, perawat akan memiliki suatu kerangka kerja yang
sistematis untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
Komponen Diagnosa Keperawatan
Ada tiga komponen yang esensial dalam suatu diagnosa keperawatan yang telah dirujuk sebagai
bentuk PES ( Gordon, 1987 ). P diidentifikasi sebagai masalah / problem kesehatan, E
menunjukan etiologi / penyebab dari problem, dan S menggambarkan sekelompok tanda dan
gejala, atau apa yang dikenal sebagai batasan karakteristik ketiga bagian ini dipadukan dalam
suatu pernyataan dengan menggunakan yang berhubungan dengan .
Kemudian diagnosa-diagnosa tersebut dituliskan dengan cara berikut : Problem yang
berhubungan dengan etiologi dibuktikan oleh tanda-tanda dan gejala-gejala ( batasan
karakteristik ). Problem dapat diidentifikasikan sebagai respons manusia terhadap masalah-
masalah kesehatan yang aktual atau potensial sesuai dengan data-data yang didapat dari
pengkajian yang dilakukan oleh perawat.
Etiologi ditunjukan melalui pengalaman-pengalaman individu yang telah lalu, pengaruh
genetika, faktor-faktor lingkungan yang ada saat ini, atau perubahan-perubahan patofisiologis.
Tanda dan gejala menggambarkan apa yang klien katakan dan apa yang diobservasi oleh perawat
yang mengidentifikasikan adanya masalah tertentu.
Informasi yang ditampilkan pada setiap diagnosa keperawatan mencakup hal-hal berikut :
1. Defenisi. Merujuk kepada defenisi NANDA yang digunakan pada diagnosa diagnosa
keperawatan yang telah ditetapkan tersebut.
2. Kemungkinan Etiologi (yang berhubungan dengan). Bagian ini menyatakan penyebab-
penyebab yang mungkin untuk masalah yang telah diidentifikasi. Yang tidak dinyakatakan oleh
NANDA diberi tanda kurung [ ]. Faktor yang berhubungan / risiko diberikan untuk diagnosa
yang beresiko tinggi.
3. Batasan karakteristik (dibuktikan oleh). Bagian ini mencakup tanda dan gejala yang cukup
jelas untuk mengindikasi keberadaan suatu masalah. Sekali lagi seperti pada definisi dan etiologi.
Yang tidak dinyatakan oleh NANDA diberi tanda kurung
4. Sasaran / Tujuan. Pernyataan pernyataan ini ditulis sesuai dengan objektif perilaku klien.
Sasaran / tujuan ini harus dapat diukur, merupakan tujuan jangka panjang dan pendek, untuk
digunakan dalam mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah
yang telah diidentifikasi. Mungkin akan ada lebih dari satu tujuan jangka pendek, dan mungkin
merupakan batu loncatan untuk memenuhi tujuan jangka panjang.
5. Intervensi dengan Rasional Tertentu. Hanya intervensi-intervensi yang sesuai untuk bagian
diagnosa yang ditampilkan. Rasional-rasional yang digunakan untuk intervensi mencakup
memberikan klarifikasi pengetahuan keperawatan dasar dan untuk membantu dalam menyeleksi
intervensi-intervensi yang sesuai untuk diri klien.
6. Hasil Klien yang Diharapkan / Kriteria Pulang. Perubahan perilaku sesuai dengan kesiapan
klien untuk pulang yang mungkin untuk dievaluasi.
7. Informasi Obat obatan. Informasi ini mencakup implikasi keperawatan, menyertai bab-bab
yang mana tiap klarifikasinya sesuai.
3. Perencanaan (Intervensi)
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk prilaku spesifik yang diharapkan dari pasien
dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih
untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan pemulangan.
Harapannya adalah bahwa prilaku dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga
dalam cara yang dapat diprediksi, yang berhubungan dengan masalah diidentifikasikan dan
tujuan yang telah dipilih. Intervensi ini mempunyai maksud mengindividualkan perawatan
dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan kekuatan-kekuatan pasien
yang telah diidentifikasikan bila memungkinkan.
Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas, dimulai dengan kata kerja
aksi. Pengkualifikasi seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi dan besarnya memberikan isi
dari aktifitas yang direncanakan. Misalnya, Bantu aktivitas perawatan diri sesuai yang
dibutuhkan setiap pagi.Catat frekuensi pernafasan dan nadi sebelum, selama, dan setelah
aktifitas.Ukur masukan/haluaran setiap jam.mendengar aktif kekhawatiran pasien mengenai
diagnosa.
4. Pelaksanaa (Impementasi)
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry,
1997).
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam
hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et
al., 1995).
Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain:
1)Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi
keperawatan yang akan dilakukan. 2) Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang
dimiliki, penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian terhadap
penyakit dan intervensi. 3) Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi. 4)
Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya peningkatan
kesehatan. 5) Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannnya. 6)
Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,. 1995) adalah
sebagai berikut: 1) Berdasarkan respons klien. 2)Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian
keperawatan, standar pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan. 3) Berdasarkan
penggunaan sumber-sumber yang tersedia. 4)Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat
profesi keperawatan. 5) Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana
intervensi keperawatan. 6) Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu
dalam upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care). 7) Menekankan
pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan. 8) Dapat menjaga rasa aman,
harga diri dan melindungi klien. 9) Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan. 10) Bersifat
holistik.11) Kerjasama dengan profesi lain. 12) Melakukan dokumentasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari implementasi
keperawatan, antara lain:
1. Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan tingkat
pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk klien dengan
disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi
penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
2. Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan
pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal, pengungkapan
perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain
lain.
3. Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan
aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir respon
klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan
lain-lain.
Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya sesuai
dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi keperawatan. Dalam pelaksanaannya
terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain:
1. Independent implementations, adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat
untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan, misalnya:
membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur
posisi tidur, menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi,
pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan alat invasive yang dipergunakan klien,
melakukan dokumentasi, dan lain-lain.
2. Interdependen/ Collaborative implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar
kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter. Contohnya
dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan
lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam pemberian obat injeksi, jenis
obat, dosis, dan efek samping merupakan tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan
jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien,
serta respon klien setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian perawat.
3. Dependent implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain,
seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian
nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi
fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan adalah:
1. Pada tahap persiapan.
a. Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri.
b. Memahami rencana keperawatan secara baik.
c. Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
d. Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
e. Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
f. Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
g. Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.
h. Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.
i. Penampilan perawat harus menyakinkan.
2. Pada tahap pelaksanaan.
a. Mengkomunikasikan/ menginformasikan kepada klien tentang keputusan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap penjelasan yang
telah diberikan oleh perawat.
c. Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia dan kemampuan
teknis keperawatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan oleh perawat.
d. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi klien,
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien, respon klien terhadap
tindakan yang telah diberikan.
3. Pada tahap terminasi.
a. Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
b. Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
c. Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi.
d. Lakukan pendokumentasian.
5. Evaluasi
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung terus
menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan (Alfaro-LeFevre, 1998). Tahap evaluasi
merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas
asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon
prilaku klien yang tampil.
Tujuan dari evaluasi antara lain:
1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang telah
diberikan.
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Mendapatkan umpan balik.
5. Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif atau tidaknya pelayanan
keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang
perawat harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal,
dan konsep model teori keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara
lain: 1) Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. 2) Mengumpulkan
data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan. 3) Mengukur pencapaian tujuan. 4)
Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan. 5) Melakukan revisi atau
modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
Menurut Ziegler, Voughan Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle, 2000), evaluasi
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur.
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat
pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio
perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf
keperawatan dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses.
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi
perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan
pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal
perawat.
3. Evaluasi hasil.
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien merupakan
pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali
yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah/ diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective
adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objective
adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan
oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi
subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan
lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
1. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 1 januari 2012 pukul 8.00 WITA di Rumah Sakit Stikes Bali
dengan metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan catatan medis pasien.
PENGUMPULAN DATA
A. Identitas Pasien Penanggung
1. Nama : AS MS
2. Umur : 18 tahun 27 tahun
3. Jenis kelamin : laki-laki laki-laki
4. Status perkawinan : belum kawin kawin
5. Suku bangsa : Indonesia Indonesia
6. Agama : Hindu Hindu
7. Pendidikan : Mahasiswa SMA
8. Pekerjaan : Pelajar Petani
9. Alamat : Jl.Akasia No.16 Dpsr Jl.Akasia No.16 Dpsr
10. Alamat terdekat : Jl.Akasia No.16 Dpsr Jl.Akasia No.16 Dpsr
11. Nomor telepon : 081917614748 085739383484
12. Nomor reg : 1234567
13. Tanggal MRS : 1 januari 2012
Dx : Gabgguan pola tidur
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama masuk rumah sakit
Pasien mengeluh tidak bisa tidur sejak 5 hari yang lalu
2. Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengeluh lemah, letargi, lingkaran hitam di sekitar mata, konjungtiva kemerahan,
kelopak mata bengkak,
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh tidak bisa tidur sejak 5 hari yang lalu, pusing seperti berputar. Pasien
memutuskan untuk berobat ke Rumah Sakit Stikes Bali pada tanggal 30 Desember 2011. Pasien
diterima di Rumah Sakit Stikes Bali pada tanggal 30 Desember 2011 dan di observasi TD :
130/80 mmHg, S : 380 C, N : 50x/menit, RR : 14x/menit nafas dalam. Pasien diberi terapi NFD
RL 16 tpn, Rontidin 250 mg, Ondansentron 2x4mg, Mertigo 38 mgUnalium 310 mg. pasien
diperiksa GDSnya yaitu 56 mg%. Pasien dikirim dari ruang A ke ruang B pada tanggal 30
Desember 2011. Dan di observasi TD : 150/90 mmHg, S : 390C, N : 80x/menit, dan beri terapi
IVFD RL 16 tpn, Ranitidin 250 mg, Ondansentron 24 mg, Mertigo 38 mg, obat2
diabetesmilitus disetop sementara.
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan memounyai riwayat Gastritis, Diabetesmilitis dan Hipertensi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama dan tidak ada
penyakit keturunan.
444 444
444 444
E. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan kimia klinik tangal 30 desember 2011
Parameter
Hasil
Normal
Gula darah sewaktu
56 mg %
75-115 mg%
ANALISA DATA
No
Data
Masalah
1
Pasien mengeluh lemah, letargi, lingkaran hitam di sekitar mata, konjungtiva kemerahan,
kelopak mata bengkak,
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola tidur: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri perut yang terus menerus.
2. Kurangnya pengetahuan tentang pengobatan b.d keterbatasan kognitif, interpretasi yang salah
tentang informasi.
3. PERENCANAAN
Rencana Keperawatan Pada Pasien AS Dengan Gangguan Pola Tidur Di Rumah Sakit Stikes
Bali Pada Tanggal 30 Desember 2011
No
Hari/Tgl/jam
Diagnosa
Rasional
1
Gangguan pola tidur: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri perut yang terus menerus.
Setelah diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan pasien bisa tidur nyenyak
dengan kriteria hasil : nyeri berkurang
1. Dikaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga atau orang tua- jam, praktik
hygiene, ritual (membaca, bermain)-dan patuhi semaksimalmungkin
2. Dianjurkan atau berikan perawatan petang hari misalnya : personal hygen, linen dan baju tidur
yang bersih
3. Digunakan alat bantu tidur (mis; air hangat untuk mandi, bahan bacaan,pijatan di
punggung,susu, music yang lembut, dll).
Gangguan pola tidur: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri perut yang terus menerus.
1. Dipertahankan jadual harian yang konsisten untuk bangun, tidur dan istirahat.
2. Diupayakan mengonsumsi kudapan yang kaya L-triptofan (mis; susu,kacang) menjelang tidur.
4. Pelaksanaa
Pelaksanaan Keperawatan Pada Pasien AS Dengan Gangguan Pola Tidur Di Rumah Sakit Stikes
Bali Pada Tanggal 30 Desember 2011
No
Hari/tgl/jam
Diagnosa
Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Paraf
1
Gangguan pola tidur: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri perut yang terus menerus.
1. Mengkaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga atau orang tua- jam, praktik
hygiene, ritual (membaca, bermain)-dan patuhi semaksimalmungkin
2. Menganjurkan atau berikan perawatan petang hari misalnya : personal hygen, linen dan baju
tidur yang bersih
3. Menggunakan alat bantu tidur (mis; air hangat untuk mandi, bahan bacaan,pijatan di
punggung,susu, music yang lembut, dll).
Gangguan pola tidur: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri perut yang terus
1. Mempertahankan jadual harian yang konsisten untuk bangun, tidur dan istirahat.
2. Mengupayakan mengonsumsi kudapan yang kaya L-triptofan (mis; susu,kacang) menjelang
tidur.
5. Evaluasi
No
Hari/Tgl/Jam
Dx Keperawatan
Evaluasi
Paraf
1
S:
Pasien mengatakan sudah bisa mengeluarkan dahak tapi sedikit
Pasien mengatakan masih kesulitan dalam bernapas
O:
Pasien batuk
Pasien masih terlihat sesak
A:
Tujuan 2 tercapai, tujuan 1 & 3 belum tercapai. Masalah bersihan jalan napas teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi 1 6
S:
Pasien mengatakan masih kesulitan bernapas namun sudah lebih ringan
O:
Pasien tampak tidak tersengal-sengal
Ronchii (-)
Masih menggunakan otot bantu napas
Pasien masih bernapas dengn cuping hidung
A:
Tujuan 1 dan 2 teratasi. Tujuan 3&4 belum teratasi. Masalah gangguan pertukaran gas teratasi
sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi 1 6
Hipertermi
S:
Pasien merasa suhu tubuhnya masih tinggi
O:
Setelah dikaji suhu pasien 380C
A:
Tujuan no.1 belum teratasi. Masalah hipertermi belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi kecuali no.3 & no.4
No
Hari/Tgl/Jam
Dx Keperawatan
Evaluasi
Paraf
1
S:
Pasien mengatakan sudah bisa mengeluarkan dahak
Pasien mengatakan bisa bernapas dengan biasa
O:
Pasien tidak nampak batuk
Pasien tidak terlihat sesak
-Pasien bisa mengeluarkan dahak
A:
Tujuan 1,2 &3 tercapai. Masalah bersihan jalan napas teratasi sepenuhnya
P:
Hentikan intervensi
S:
Pasien mengatakan bisa bernapas biasa
O:
Ronchi (-)
expansi thorax (-)
otot bantu (-)
Pasien bernapas dengan hidung tanpa tersengal-sengal
A:
Tujuan 1,2,3 &4 teratasi. Masalah gangguan pertukaran gas teratasi sepenuhnya.
P:
Hentikan intervensi
Hipertermi
S:
Pasien merasa suhu tubuhnya sudah normal
O:
Setelah dikaji suhu pasien 370C
A:
Tujuan no. 1 tercapai. Masalah hipertermi teratasi sepenuhnya
P:
Hentikan intervensi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
ISTIRAHAT TIDUR
PENDAHULUAN
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat
berfungsi secara normal, maka setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup. Pada kondisi
istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga
berada dalam kondisi yang optimal.
Setiap individu mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang berbeda. Pola istirahat dan tidur yang
baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan. Namun dalam keadaan sakit, pola
tidur seseorang biasnya terganggu, sehingga perawat perlu berupaya untuk membantu pemenuhan
kebutuhan istirahat dan tidur klien. Kebutuhan istirahat dan tidur pada individu yang sakit sangat
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Oleh karena itu, perawat harus mempunyai
kompetensi yang baik terkait dengan kebutuhan istirahat dan tidur.
1. Istirahat
Kata istirahat mempunyai arti yang sangat luas meliputi bersantai menyegarkan diri, diam menganggur
setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari apa pun yang membosankan, menyulitkan, atau
menjengkelkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa istirahat merupakan keadaan yang tenang,
rileks, tanpa tekanan emosional dan bebas dari kecemasan (ansietas).
Catatan:
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tak berdaya
dan tidak pasti, tidak memiliki objek yang spesifik, dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal.
b. Merasa diterima eksistensinya baik di tempat tinggal, kantor, atau di mana pun
c. Mengetahui apa yang terjadi
2. Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan
menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup.
Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk menjaga
keseimbangan mental emosional, fisiologi, dan kesehatan.
Jenis-jenis Tidur
Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola
mata cepat (Rapid Eye Movement - REM) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye
Movement - NREM)
a. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini
sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur
REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat (mata
cenderung bergerak bolak-balik), gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung, dan pernafasan tidak
teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukkan gejala-gejala sebagi
berikut:
- Cenderung hiperaktif
b. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat
dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain: mimpi
berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan turun, metabolisme turun,
dan gerakan bola mata lambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing-masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas
gelombang otak yang terlihat pada EEG (Electroenchepalogram).
Catatan:
EEG atau electroenchephalogram adalah instrumen untuk menangkap aktifitas listrik di otak.
- Tahap I
Tahap I merupakan transisi di mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai
dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata,
kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan, kecepatan jantung dan pernafasan menurun secara
jelas. Seseorang yang tidur pada tahap I dapat dibangunkan dengan mudah.
- Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola
mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan berkurang, serta kecepatan
jantung dan pernafasan turun dengan jelas. Tahap II ini berlangsung sekitar 10-15 menit.
- Tahap III
Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan
jantung, pernafasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf
parasimpatis. Seseorang yang tidur pada tahap ini sulit untuk dibangunkan.
- Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur di mana seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak
karena keadaan fisik yang sudah lemah, lunglai, dan sulit dibangunkan. Denyut jantung dan pernafasan
menurun sekitar 20-30%. Pada tahap ini. Dapat terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat memulihkan
kedaan tubuh.
Selain keempat tahap tersebut, sebenarnya ada satu tahap lagi yakni tahap V. Tahap kelima ini
merupakan tidur REM dimana setelah tahap IV seseorang masuk ke tahap V. hal tersebut ditandai
dengan kembali bergeraknya kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya. Tahap V ini berlangsung sekitar 10 menit, dapat pula terjadi mimpi.
Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan seseorang. Semakin tua usia,
maka semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan.
Tingkat
Pola Tidur Normal
Perkembangan/ Usia
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada
Bayi
malam hari dan punya pola terbangun sebentar
Tidur sekitar 10-12 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada
Toddler malam hari, terbangun dini hari berkurang, siklus bangun tidur
normal sudah menetap pada umur 2-3 tahun
Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur
Usia sekolah
relatif konstan.
Remaja Tidur sekitar 8,5 jam sehari, dan 20% tidur tahap III-IV.
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap
Dewasa muda
I, 59% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III-IV.
Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata
Dewasa tua berkurang kadang-kadang tidak ada. Mungkin mengalami
insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari.
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang kebutuhannya
terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami gangguan. Seseorang bisa tidur ataupun tidak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut:
a. Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada
orang yang sakit dan rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan
baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak.
b. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada lingkungan yang tenang
memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak. Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan
gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur.
c. Stres psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada
kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan
mengurangi tahap IV NREM dan REM.
d. Diet
Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat
menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya, minuman yang mengandung kafein maupun alkohol
akan mengganggu tidur.
e. Gaya hidup
Kelelahan dapat memengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur
dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM
lebih pendek.
f. Obat-obatan
Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya
mengganggu tidur. Misalnya, obat golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM.
1. Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun
kuantitas. Seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur dapat disebut
mengalami insomnia (Japardi, 2002).
Ada tiga jenis insomnia diantaranya:
- Insomnia inisial: ketidakmampuan seseorang untuk dapat memulai tidur.
- Insomnia intermitten: ketidakmampuan untuk memepertahankan tidur atau keadaan sering terjaga
tidur.
- Insomnia terminal: bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami insomnia diantaranya adalah rasa
nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur.
Perawat dapat membantu klien mengatasi insomnia melalui pendidikan kesehatan, menciptakan
lingkungan yang nyaman, melatih klien relaksasi, dan tindakan lainnya. Ada beberapa tindakan atau
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia yaitu:
a. Memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju atau susu
b. Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama
c. Hindari tidur di waktu siang atau sore hari
d. Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak pada waktu kesadaran penuh
e. Hindari kegiatan-kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur
f. Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak menjelang tidur
g. Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum berusaha untuk tidur
2. Somnambulisme
Somnambulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup adanya otomatis
dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk di tempat tidur,
emnabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara. Somnambulisme ini lebih banyak terjadi pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Seseorang yang mengalami somnabulisme mempunyai risiko terjadinya
cedera.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi somnabulisme yaitu dengan membimbing anak.
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi somnabulisme adalah dengan membuat lingkungan
yang nyaman dan aman, serta dapat pula dengan menggunakan obat seperti Diazepam dan Valium.
3. Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol). Terjadi pada anak-anak dan remaja, paling
banyak terjadi pada laki-laki. Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan enuresis seperti gangguan pada bladder, stres, dan toilet training yang kaku. Upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah enuresis anatara lain: hindari stres, hindari minum yang banyak
sebelum tidur, dan kosongkan kandung kemih (berkemih dulu) sebelum tidur.
4. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan yang tak terkendali untuk tidur. Dapat
dikatakan pula narkolepsi adalah serangan mengantuk yang mendadak sehingga ia dapat tertidur pada
setiap saat di mana serangan tidur (kantuk) tersebut datang.
Penyebab narkolepsi secara pasti belum jelas, tetapi diduga terjadi akibat kerusakan genetika sistem
saraf pusat dimana periode REM tidak dapat dikendalikan. Serangan narkolepsi ini dapat menimbulkan
bahaya apabila terjadi pada waktu mengendarai kendaraan, pekerja yang bekerja pada alat-alat yang
berputar-putar, atau berada di tepi jurang.
Obat-obat agripnotik dapat digunakan untuk mengendalikan narkolepsi yaitu sejenis obat yang
membuat orang tidak dapat tidur. Obat tersebut diantarnya jenis ampetamin.
5. Night terrors
Night terrors adalah mimpi buruk. Umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau lebih. Setelah tidur
beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
6. Mendengkur
Mendengkur disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan mulut. Amandel yang
membengkak dan adenoid dapat menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur. Pangkal lidah
yang menyumbat saluran napas pada lansia. Otot-otot di bagian belakang mulut mengendur lalu
bergetar jika dilewati udara pernapasan.
Referensi
1. Asmadi.2008. Tehnik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta:
Salemba Medika.
2. Kozier,B.,G.Erb. 2004. Fundamentals of Nursing: Concepts, process, and practice. Seventh edition. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
3. Mubarak & Chayatin. 2008. Buku ajar kebutuhan dasar manusia, Teori dan aplikasi dalam praktik.
Jakarta : EGC