Anda di halaman 1dari 17

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


JURUSAN MATEMATIKA
PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA
Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281

Bahan Ajar:
BAB / POKOK BAHASAN IV
DAERAH INTEGRAL DAN LAPANGAN
Direncanakan Untuk Perkuliahan
Minggu ke-8, 9, dan 10

PENGANTAR STRUKTUR ALJABAR II


(Semester III/3 SKS/MMM-2201)
Oleh:
Prof. Dr. Sri Wahyuni, M.S.
Dr.rer.nat. Indah Emilia Wijayanti, M.Si.
Dra. Diah Junia Eksi Palupi, M.S.

Didanai dengan dana DIPA-UGM (BOPTN)


Tahun Anggaran 2013

November 2013
BAB IV

DAERAH INTEGRAL DAN LAPANGAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang dua jenis ring komutatif dengan elemen
satuan, yakni daerah integral dan lapangan. Daerah integral dan lapangan diklasi-
fikasikan dalam jenis ring khusus karena elemen-elemen dari masing-masing ring
tersebut mempunyai sifat khusus. Sebelum masuk ke pembahasan daerah integral
dan lapangan, pada subbab berikut ini akan dijelaskan pengertian tentang elemen
pembagi nol dan elemen unit.

4.1. Latar Belakang: Munculnya Pendefinisian Elemen Pembagi Nol dan Ele-
men Unit

Telah kita ketahui bahwa ring bilangan bulat Z = {· · · , −2, −1, 0, 1, 2, · · · }


merupakan ring komutatif dengan elemen satuan 1. Jelas bahwa setiap elemen di
Z memiliki invers terhadap operasi penjumlahannya, sebab (Z, +) merupakan grup
Abelian. Ring bilangan bulat Z tersebut hanya terdapat dua elemen yang memiliki
invers terhadap operasi perkalian, yaitu 1 dan −1, sebab 1 · 1 = 1 (invers dari 1
adalah 1) dan −1 · −1 = 1 (invers dari −1 adalah −1). Selanjutnya perhatikan
pada ring (2Z, +, ·) tidak memiliki elemen satuan, hal ini tentu saja berakibat se-
tiap elemen di ring 2Z tidak mempunyai invers terhadap perkalian. Berdasarkan
fenomena-fenomena tersebut, dalam abstraksinya yaitu di sebarang ring (R, +, ·)
diperoleh pernyataan-pernyataan sebagai berikut.

• Setiap elemen di ring R terhadap operasi penjumlahan selalu memiliki ele-


men netral, sebab (R, +) merupakan grup Abelian.

• Ring R tidak selalu memiliki elemen satuan dan tidak selalu pula memili-
ki invers (terhadap perkalian) untuk setiap elemennya, sebagai contoh ring
(2Z, +, ·).

35
• Tidak semua elemen di ring R memiliki invers terhadap perkalian, sebagai
contoh ring (Z, +, ·).

Misal diberikan ring R dengan elemen satuan. Dari pernyataan di atas, se-
tiap elemen di ring R belum tentu memiliki invers terhadap perkalian. Oleh karena
itu, jika suatu elemen di ring R memiliki invers terhadap perkalian, maka elemen
tersebut dapat diberi nama khusus yaitu elemen unit.

Definisi 4.1.1. Diberikan ring R dengan elemen satuan 1R . Suatu elemen u ∈ R


disebut unit di R jika u memiliki invers terhadap operasi perkalian, yaitu terdapat
v ∈ R sedemikian sehingga u · v = v · u = 1R .

Catatan: Elemen nol 0R dari sebarang ring R tidak mungkin menjadi unit, sebab
untuk setiap r ∈ R, 0R · r = 0R .

Contoh 4.1.2. Berikut ini diberikan contoh-contoh unit.

1. Unit di ring (Z, +, ·) hanya 1 dan −1.

2. Unit di ring (Z6 , +6 , ·6 ) hanya 1 dan 5.


 
1 2
3. Matriks   merupakan unit di ring M2×2 (R).
0 1

Diperhatikan kembali ring bilangan bulat Z. Mudah kita pahami bahwa un-
tuk sebarang a, b ∈ Z dengan ab = 0, pasti salah satu dari elemen tersebut adalah
nol, yaitu a = 0 atau b = 0. Namun fenomena tersebut berbeda ketika kita bekerja
di ring Z6 . Jika a, b ∈ Z6 dengan sifat a ·6 b = 0, maka kemungkinan yang terjadi
untuk nilai a dan b tersebut adalah:

(1). a = 0 atau b = 0. Sebagai contoh: 0 ·6 0 = 0, 3 ·6 0 = 0, dan 0 ·6 1 = 0.

(2). a 6= 0 dan b 6= 0. Sebagai contoh: 3 ·6 2 = 0.

Dari kejadian (2) di atas, dapat kita buat kesimpulan bahwa ada elemen tak nol di
Z6 yang jika dikalikan dengan suatu elemen tertentu tak nol di Z6 hasilnya adalah
elemen nol. Fenomena ini selanjutnya diabstraksikan dalam sebarang ring, sehingga
diperoleh definisi pembagi nol.

36
Definisi 4.1.3. Diberikan sebarang ring R dan elemen tak nol a ∈ R. Elemen a
disebut pembagi nol jika terdapat b ∈ R, b 6= 0R , sedemikian sehingga a · b = 0R
atau b · a = 0R .

Contoh 4.1.4. Berikut ini diberikan contoh elemen pembagi nol.

(1). Pada ring Z6 , elemen 2 dan 3 merupakan pembagi nol. Elemen 4 bukan pem-
bagi nol di Z6 , sebab tidak ada x ∈ Z6 sedemikian sehingga 4 ·6 x = 0.

(2). Pada ring Z12 , elemen 2, 3, 4, dan 6 masing-masing merupakan pembagi nol.
Elemen 5 bukan pembagi nol di Z12 , sebab tidak ada y ∈ Z6 sedemikian se-
hingga 5 ·12 y = 0.

(3). Pada ring bilangan bulat Z tidak ada elemen pembagi nol, sebab setiap elemen
a, b ∈ Z dengan ab = 0 berakibat a = 0 atau b = 0.
 
1 0
(4). Pada ring M2×2 (Z), matriks   merupakan pembagi nol, sebab terdapat
1 0
      
0 0 1 0 0 0 0 0
  ∈ M2×2 (Z) sedemikian sehingga   = .
1 1 1 0 1 1 0 0

Terkait dengan elemen unit dan pembagi nol yang telah dijelaskan di atas,
pada subbab selanjutnya akan dibahas tentang suatu jenis ring, yaitu daerah integral
dan lapangan.

4.2. Daerah Integral dan Lapangan

Pada subbab sebelumnya telah dijelaskan bahwa pada ring bilangan bulat Z,
jika a, b ∈ Z dengan sifat a · b = 0, maka a = 0 atau b = 0. Dengan demikian
pada ring bilangan bulat Z tidak dapat ditemukan pembagi nol. Hal berbeda terjadi
pada ring Z6 yang memiliki pembagi nol, yaitu 2 dan 3. Dari fenomena tersebut,
suatu ring komutatif dengan elemen satuan yang tidak memuat pembagi nol diklasi-
fikasikan dalam suatu jenis ring tertentu (daerah integral).

Definisi 4.2.1. Suatu ring komutatif R dengan elemen satuan disebut daerah inte-
gral jika R tidak memuat pembagi nol.

37
Contoh 4.2.2. Ring Z dan Z5 masing-masing merupakan daerah integral.

Berikut ini merupakan teorema yang menjelaskan hubungan antara pembagi


nol dan sifat kanselasi di suatu ring.

Teorema 4.2.3. Diberikan sebarang ring R. Jika R tidak memuat pembagi nol, ma-
ka hukum kanselasi berlaku di ring R, yaitu untuk setiap a, b, c ∈ R, a 6= 0R , ab =
ac berakibat b = c (hukum kanselasi kiri); dan ba = ca berakibat b = c (hukum
kanselasi kanan). Jika hukum kanselasi kiri atau kanan berlaku di R, maka R tidak
memuat pembagi nol.

Bukti. Diketahui R tidak memuat pembagi nol. Diambil sebarang a, b, c ∈ R,


a 6= 0R , sedemikian sehingga ab = ac. Karena ab = ac, diperoleh ab − ac = 0R
dan berdasarkan sifat distributif diperoleh a(b−c) = 0R . Mengingat R tidak memu-
at pembagi nol dan a 6= 0R , berakibat b − c = 0R , sehingga diperoleh b = c. Jadi,
hukum kanselasi kiri berlaku. Untuk membuktikan keberlakuan kanselasi kanan
dapat menggunakan cara yang analog (sebagai latihan).
Misalkan diketahui hukum kanselasi kiri atau kanan berlaku di R. Akan dibuktikan
bahwa R tidak memuat pembagi nol. Misalkan hukum kanselasi kiri berlaku. Di-
ambil sebarang x, y ∈ R, x 6= 0R . Misalkan xy = 0R . Karena x0R = 0R , diperoleh
xy = 0R = x0R . Karena hukum kanselasi kiri berlaku, berakibat y = 0R . Misalkan
yx = 0R dan andaikan b 6= 0R . Karena y0R = 0R , diperoleh yx = y0R . Karena
hukum kanselasi kiri berlaku, berakibat x = 0R . Terjadi kontradiksi dengan yang
diketahui bahwa x 6= 0R . Jadi pengandaikan salah, yang benar b = 0. Dengan
demikian terbukti x bukan pembagi nol di R. Karena pengambilan x sebarang di
R\{0R }, terbukti bahwa R tidak memuat pembagi nol. Bukti analog jika hanya
diketahui berlaku hukum kanselasi kanan (sebagai latihan). 

Dari Teorema 4.2.3 di atas diperoleh akibat sebagai berikut.

Akibat 4.2.4. Hukum kanselasi kiri dan kanan berlaku di daerah integral.

Pada subbab sebelumnya telah dijelaskan bahwa ring bilangan bulat Z hanya
memiliki dua unit, yaitu 1 dan −1. Sekarang diperhatikan ring bilangan rasional

38
Q, bahwa pada ring Q setiap elemen tak nol-nya merupakan unit. Dari fenomena
tersebut, suatu ring komutatif dengan elemen satuan yang setiap elemen tak nol-nya
merupakan unit diklasifikasikan dalam suatu jenis ring tertentu (lapangan).

Definisi 4.2.5. Diberikan ring komutatif R dengan elemen satuan 1R . Ring R dise-
but lapangan (field) jika setiap elemen tak nol-nya merupakan unit, yaitu untuk
setiap u ∈ R\{0R } terdapat u−1 ∈ R sedemikian sehingga u · u−1 = u−1 · u = 1R .

Contoh 4.2.6. Ring (Q, +, ·), (R, +, ·), dan (C, +, ·) masing-masing merupakan
lapangan.

Berikut ini merupakan teorema hubungan antara lapangan dan daerah inte-
gral.

Teorema 4.2.7. Jika R adalah lapangan, maka R merupakan daerah integral

Bukti. Diketahui R adalah lapangan. Diambil sebarang a ∈ R dengan a 6= 0.


Akan dibuktikan a bukan pembagi nol di R. Diambil sebarang b ∈ R sedemikian
sehingga ab = 0R . Karena a 6= 0R , terdapat a−1 ∈ R sedemikian sehingga a−1 a =
1R . Dengan demikian diperoleh

ab = 0R ⇔ a−1 ab = a−1 0R ⇔ b = 0R .

Jadi, x bukan pembagi nol di R. Karena untuk setiap x ∈ R, x 6= 0, bukan pembagi


nol di R, diperoleh kesimpulan bahwa R merupakan daerah integral. 

Perhatikan bahwa konvers dari Teorema 4.2.7 belum tentu berlaku. Sebagai contoh,
ring Z merupakan daerah integral tetapi bukan lapangan.

Teorema 4.2.8. Diberikan ring komutatif R. Jika R adalah ring komutatif berhing-
ga yang memiliki lebih dari satu elemen dan tidak memuat pembagi nol, maka R
merupakan lapangan.

Bukti. Misalkan R mempunyai elemen sebanyak n ≥ 1 dan a1 , a2 , · · · , an masing-


masing merupakan elemen yang berbeda. Diambil sebarang a ∈ R dengan a 6= 0R .
Perhatikan bahwa untuk setiap i = 1, 2, · · · , n, aai ∈ R dan {aa1 , aa2 , · · · , aan } ⊆

39
R. Andaikan aai = aaj , untuk sebarang i, j = 1, 2, · · · , n, i 6= j. Berdasarkan Teo-
rema 4.2.3 diperoleh ai = aj , kontradiksi dengan yang diketahui bahwa a1 , a2 , · · · , an
masing-masing merupakan elemen yang berbeda di R. Jadi pengandaian salah,
yang benar aai 6= aaj , untuk sebarang i, j = 1, 2, · · · , n, i 6= j. Akibatnya
aa1 , aa2 , · · · , aan masing-masing merupakan elemen yang berbeda di R dan be-
rakibat juga {aa1 , aa2 , · · · , aan } = R. Karena a ∈ R, terdapat dengan tunggal
k ∈ {1, 2, · · · , n} sedemikian sehingga a = aak . Diambil sebarang b ∈ R, berarti
terdapat at ∈ R sedemikian sehingga b = aat . Perhatikan bahwa

bak = ak b = ak (aat ) = (ak a)at = aat = b.

Akibatnya, ak merupakan elemen satuan di R, dan dapat kita notasikan ak = 1R .


Karena 1R ∈ R = {aa1 , aa2 , · · · , aan }, salah satu dari perkalian tersebut, katakan
aaj , harus sama dengan 1R . Dengan sifat komutatif, diperoleh aaj = aj a = 1R .
Jadi, setiap elemen tak nol di R mempunyai invers. Dengan kata lain, R merupakan
lapangan. 

Telah kita ketahui bahwa daerah integral merupakan ring komutatif dengan
elemen satuan dan tidak memuat pembagi nol. Oleh karena itu, setiap daerah inte-
gral memiliki lebih dari satu elemen (paling tidak memuat elemen nol 0R dan ele-
men satuan 1R ). Sebagai akibat dari Teorema 4.2.8 diperoleh sifat sebagai berikut.

Akibat 4.2.9. Jika R adalah daerah integral berhingga, maka R merupakan la-
pangan.

Dengan demikian konvers dari Teorema 4.2.7 dapat berlaku, namun dengan penam-
bahan syarat.

4.3. Pembentukan Lapangan Hasil Bagi dari suatu Daerah integral

Pada subbab sebelumnya telah dijelaskan hubungan antara daerah integral


dan lapangan. Sebagai kelanjutan dari pembahasan tersebut, pada subbab ini akan
dibahas pembentukan suatu lapangan dari suatu daerah integral. Namun sebelum
masuk ke pokok bahasan tersebut, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang penyisi-
pan ring ke suatu ring.

40
Diperhatikan himpunan semua bilangan bulat Z dan himpunan semua bilan-
gan rasional Q. Perhatikan bahwa setiap bilangan bulat n ∈ Z dapat dinyatakan
b ∈Z
sebagai n = 1 ∈Z
∈ Q, sehingga Z ⊆ Q. Dari sini terlihat bahwa terdapat pemetaan

α : Z −→ Q
n
n −→ .
1
Secara struktur telah kita ketahui bahwa Z merupakan daerah integral dan Q meru-
pakan lapangan. Dapat ditunjukkan bahwa pemetaan α tersebut merupakan monomor-
fisma dari ring Z ke ring Q. Dalam abstraksinya, eksistensi suatu momomorfisma
dari suatu ring R1 ke suatu ring R2 tersebut dikenal sebagai penyisipan ring ke suatu
ring.

Definisi 4.3.1. Suatu ring R dikatakan dapat disisipkan (embedded) di suatu ring
S jika terdapat suatu momomorfisma dari R ke S.

Dari Definisi 4.3.1 kita juga dapat mengatakan bahwa suatu ring R dapat di sisipkan
di suatu ring S jika terdapat subring T dari S sedemikian sehingga R ∼
= T.

Diberikan R dan S masing-masing adalah ring. Misal elemen-elemen di R


merupakan obyek yang berbeda dengan elemen-elemen di S, serta terdapat suatu
monomorfisma dari R ke S. Berdasarkan Definisi 4.3.1 dapat kita katakan bahwa
R dapat disisipkan di ring S. Dengan adanya penyisipan tersebut, kita dapat men-
gatakan bahwa R ⊆ S (walaupun elemen-elemen di R merupakan obyek-obyek
yang berbeda dengan elemen-elemen di S).

Perhatikan kembali daerah integral Z dan lapangan Q. Dari pembahasan


sebelumnya telah terlihat bahwa Z ⊆ Q sehingga Z merupakan subring dari Q.
Dalam struktur abstrak, muncul pertanyaan apakah dari sebarang daerah integral
D selalu dapat dibuat suatu lapangan, katakan QD , sedemikian sehingga D ⊆ QD ,
yaitu D merupakan subring dari QD . Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dibahas
dalam subbab ini.

Pada lapangan Q, kita ketahui bahwa

1 2 4
= = = ···
2 4 8

41
2 4 8
= = = ··· .
3 6 12
1 2 2 4
Perhatikan bahwa 2
= 4
sebab 1 · 4 = 2 · 2, dan 3
= 6
sebab 2 · 6 = 4 · 3. Secara
p1 p2
umum, untuk setiap ,
q1 q2
∈ Q,

p1 p2
= ⇔ p1 · q2 = p2 · q1 . (4.1)
q1 q2

Dari daerah integral Z dapat dibentuk himpunan

Z × Z∗ = {(p, q) | p ∈ Z, q ∈ Z∗ }

dengan Z∗ = Z\{0}. Dengan meniru dari Persamaan (4.1), didefinisikan relasi ∼


pada Z × Z∗ , yaitu untuk setiap (p1 , q1 ), (p2 , q2 ) ∈ Z × Z∗ ,

(p1 , q1 ) ∼ (p1 , q1 ) ⇔ p1 · q2 = q2 · q1 .

Mudah ditunjukkan bahwa relasi ∼ merupakan relasi ekuivalensi.

Selanjutnya dilakukan proses abstraksi dari pendefinisian relasi di atas. Diberikan


sebarang daerah integral (D, +·). Dibentuk himpunan

D × D∗ = {(p, q) | p ∈ D, q ∈ D∗ },

dengan D∗ = D\{0D }. Didefinisikan relasi ∼ pada D × D∗ , yaitu untuk setiap


(p1 , q1 ), (p2 , q2 ) ∈ D × D∗ ,

(p1 , q1 ) ∼ (p1 , q1 ) ⇔ p1 · q2 = q2 · q1 .

Relasi ∼ merupakan relasi ekuivalensi (buktikan sebagai latihan).

Sudah diketahui dari ”MK. Pengantar Logika Matematika dan Himpunan


(PLMH)” bahwa jika relasi ∼ merupakan relasi ekuivalensi pada D × D∗ , maka
pada himpunan D × D∗ terbentuk kelas-kelas ekuivalensi yang saling asing. Misal
diambil suatu elemen (a, b) ∈ D×D∗ . Kelas ekuivalensi yang memuat (a, b) adalah
K(a,b) = {(x, y) ∈ D × D∗ | (x, y) ∼ (a, b)}. Untuk selanjutnya, kelas ekuivalensi
K(a,b) dinotasikan dengan ab . Himpunan semua kelas ekuivalensi yang terbentuk
tersebut merupakan partisi dari D × D∗ , yaitu
na o
K∼ = {K(a,b) | (a, b) ∈ D × D∗ } = | a ∈ D, b ∈ D∗ .
b

42
Untuk selanjutnya, himpunan K∼ dinotasikan dengan QD . Didefinisikan operasi †
p1 p2
dan ? pada QD , yaitu untuk setiap ,
q1 q2
∈ QD ,

p1 p2 p1 q 2 + p2 q 1
† =
q 1 q2 q 1 q2
p 1 p2 p1 p 2
? = .
q1 q2 q1 q 2
Dapat ditunjukkan: (sebagai latihan)

(i). operasi † dan ? well defined,

(ii). (QD , †, ?) merupakan lapangan,

(iii). terdapat monomorfisma dari D ke QD .

Karena terdapat monomorfisma dari D ke QD , berdasarkan Definsi 4.3.1


dapat dikatakan bahwa D dapat disisipkan di QD , sehingga dapat kita katakan juga
bahwa D ⊆ QD . Dengan demikian daerah integral D berada di lapangan QD
sebagaimana Z berada di lapangan Q. Jadi, untuk sebarang daerah integral D dapat
dibentuk lapangan QD sedemikian sehingga D ⊆ QD . Lapangan QD inilah yang
disebut sebagai lapangan hasil bagi.

4.4. Ideal Prima dan Ideal Maksimal

Sebelum masuk ke definisi ideal prima dan ideal maksimal, perlu dipahami
terlebih dahulu definisi perkalian ring dan suatu elemen, serta perkalian dua buah
ideal. Diberikan ring R dan a, b ∈ R. Perhatikan bahwa Ra = {ra | r ∈ R}
merupakan ideal kiri dan aR = {ar | r ∈ R} merupakan ideal kanan, lebih lanjut
R(aR) yang dinotasikan RaR, didefinisikan RaR = {ras | r, s ∈ R}, merupakan
ideal. Didefinisikan himpunan aRb = {arb | r ∈ R} dan

AB = {a1 b1 + a2 b2 + · · · + an bn | ai ∈ A, bi ∈ B, i = 1, 2, · · · , n, n ∈ N}

dengan A dan B ideal di R.

Diperhatikan ring bilangan bulat Z. Telah kita ketahui bahwa semua ideal
di Z berbentuk nZ = hni, dengan n ∈ N. Misal diambil 6 ∈ Z dan dibentuk ideal
P = h6i = 6Z. Perhatikan bahwa perkalian ideal h2i dan h3i termuat di h6i, yaitu

43
h2i h3i ⊆ P . Mudah dipahami bahwa 2 ∈ h2i dan 3 ∈ h3i tetapi 2 ∈
/ P dan 3 ∈
/ P.
Oleh karena itu, tampak bahwa h2i * P dan h3i * P . Berbeda halnya jika diambil
ideal P = h2i. Diambil sebarang ideal I dan J di Z sedemikian sehingga IJ ⊆ P .
Karena I dan J masing-masing merupakan ideal di Z, terdapat a, b ∈ Z sedemikian
sehingga I = hai dan J = hbi. Dengan demikian diperoleh abZ = hai hbi ⊆ P .
Mudah dipahami bahwa hki ⊆ h2i = P jika dan hanya jika k merupakan bilangan
kelipatan dua. Oleh karena itu, tampak bahwa ab merupakan bilangan kelipatan dua
sehingga diperoleh a ∈ P atau b ∈ P . Hal ini berakibat hai ⊆ P atau hbi ⊆ P .
Jadi, keistimewaan dari ideal P = h2i adalah untuk setiap ideal I dan J di Z dengan
IJ ⊆ P berakibat I ⊆ P atau J ⊆ P . Selanjutnya dilakukan proses abstraksi pada
sebarang ring R dan ideal P di R, sehingga diperoleh definisi ideal prima sebagai
berikut.

Definisi 4.4.1. Suatu ideal P dari suatu ring R disebut ideal prima jika untuk
setiap dua ideal A dan B di R dengan AB ⊆ P berakibat A ⊆ P atau B ⊆ P .

Contoh 4.4.2. Pada ring Z, ideal h3i merupakan ideal prima.

Berikut ini merupakan syarat perlu dan cukup suatu ideal dari suatu ring
merupakan ideal prima.

Teorema 4.4.3. Diberikan ring R dan ideal P di R. Ideal P merupakan ideal


prima jika dan hanya jika untuk setiap a, b ∈ R dengan aRb ⊆ P berakibat a ∈ P
atau b ∈ P .
Bukti. (⇒). Diketahui P adalah ideal prima di R. Diambil sebarang a, b ∈ R
dengan sifat aRb ∈ P . Misalkan A = RaR dan B = RbR. Diperoleh bahwa
AB = (RaR)(RbR) ⊆ R(aRb)R ⊆ RP R ⊆ P . Karena P ideal prima, berakibat
A ⊆ P atau B ⊆ P . Misalkan A ⊆ P , maka diperoleh

hai3 ⊆ RaR = A ⊆ P.

Karena P merupakan ideal prima, berakibat hai ⊆ P sehingga diperoleh a ∈ P .


Secara analog dapat ditunjukkan jika B ⊆ P maka b ∈ P . Dengan demikian
diperoleh bahwa a ∈ P atau b ∈ P .
(⇐). Diketahui untuk setiap a, b ∈ R dengan aRb ⊆ P berakibat a ∈ P atau

44
b ∈ P . Diambil sebarang dua ideal A dan B dengan AB ⊆ P . Misalkan A * P ,
maka terdapat a ∈ A sedemikian sehingga a ∈
/ P . Misal diambil b ∈ B. Diperoleh
bahwa aRb = (aR)b ⊆ AB ⊆ P . Dari yang diketahui berakibat a ∈ P atau b ∈ P .
Karena a ∈
/ P , berakibat b ∈ P . Jadi diperoleh B ⊆ P. 

Khusus untuk ring R yang komutatif, diperoleh syarat perlu dan cukup se-
bagai berikut.

Akibat 4.4.4. Diberikan ring komutatif R dan ideal P di R. Ideal P merupakan


ideal prima jika dan hanya jika untuk setiap a, b ∈ R dengan ab ⊆ P berakibat
a ∈ P atau b ∈ P .
Bukti. (⇒). Sudah jelas.
(⇐). Diketahui untuk setiap a, b ∈ R dengan ab ⊆ P berakibat a ∈ P atau b ∈ P .
Diambil sebarang ideal a, b ∈ R dengan sifat aRb ⊆ P . Karena R merupakan ring
komutatif, diperoleh bahwa ab ∈ abR ⊆ aRb ⊆ P . Dari yang diketahui berakibat
bahwa a ∈ P atau b ∈ P . Berdasarkan Teorema 4.4.3 diperoleh kesimpulan bahwa
P marupakan ideal prima. 

Telah kita ketahui bahwa untuk sebarang ideal P di ring R dapat dibentuk
.
ring faktor R P . Berikut ini merupakan sifat yang menjelaskan hubungan antara
ideal prima dan ring faktor yang terbentuk dari ideal prima tersebut.

Teorema 4.4.5. Diberikan ring komutatif R dengan elemen satuan 1R dan ideal
.
R
P 6= R di R. Ideal P merupakan ideal prima di R jika dan hanya jika P meru-
pakan daerah integral.
Bukti. (⇒). Diketahui P ideal prima di R. Karena R adalah ring komutatif dengan
.
elemen satuan, berakibat R P juga merupakan ring komutatif dengan elemen satu-
.
an. Tinggal ditunjukkan R P tidak memuat pembagi nol. Karena P 6= R, berakibat
.
R
P 6= {0R + P }. Selanjutnya, berdasarkan Akibat 1.2.6 diperoleh bahwa ele-
.
men satuan 1 + P dari R P berbeda dengan elemen nol 0R + P . Diambil sebarang
.
a + P, b + P ∈ R P sedemikian sehingga (a + P )(b + P ) = 0R + P . Karena
(a + P )(b + P ) = 0R + P , diperoleh ab + P = 0R + P yang ekuivalen dengan
ab ∈ P . Mengingat P adalah ideal prima, berakibat a ∈ P atau b ∈ P , yang ekuiv-

45
.
alen dengan a + P = 0R + P atau b + P = 0R + P . Oleh karena itu, R P tidak
.
memuat pembagi nol. Jadi terbukti bahwa R P merupakan daerah integral.
.
(⇐). Diketahui R P adalah daerah integral. Diambil sebarang a, b ∈ R sedemikian
sehingga ab ∈ P . Karena ab ∈ P , diperoleh 0R + P = ab + P = (a + P )(b + P ).
.
Karena R P merupakan daerah integral, maka a+P = 0R +P atau b+P = 0R +P ,
yang ekuivalen dengan a ∈ P atau b ∈ P . Jadi, P merupakan ideal prima. 

Perhatikan kembali ring bilangan bulat Z. Diambil ideal 2Z di ring Z. Telah


kita ketahui bahwa semua ideal di ring Z berbentuk nZ, dengan n ∈ N. Mudah
dipahami bahwa 2Z ⊃ 4Z ⊃ 6Z ⊃ · · · . Dari fakta tersebut berakibat bahwa tidak
ada ideal I 6= Z yang lebih besar dari 2Z. Dari fenomena ini, memberikan motivasi
untuk didefinisikannya ideal maksimal.

Definisi 4.4.6. Diberikan ring R dan ideal M di R. Ideal M disebut ideal maksi-
mal jika M 6= R dan tidak ada ideal I di R sedemikian sehingga M ⊂ I ⊂ R.

Contoh 4.4.7. Pada ring Z6 , ideal M1 = {0, 2, 4} dan M2 = {0, 3} masing-masing


merupakan ideal maksimal.

Telah kita ketahui bahwa untuk sebarang ideal M di ring R dapat dibentuk
.
R
ring faktor M . Berikut ini merupakan sifat yang menjelaskan hubungan antara
ideal maksimal dan ring faktor yang terbentuk dari ideal maksimal tersebut.

Teorema 4.4.8. Diberikan ring komutatif R dengan elemen satuan 1R dan ideal M
.
di R. Ideal M merupakan ideal maksimal jika dan hanya jika R M merupakan
lapangan.

Bukti. (⇒). Diketahui M adalah ideal maksimal. Karena R adalah ring komutatif
.
dengan elemen satuan, berakibat R M juga merupakan ring komutatif dengan ele-
.
men satuan. Diambil sebarang a + M ∈ R M dengan a + M 6= 0R + M , berarti
a∈/ M . Dibentuk ideal hM ∪ ai, yaitu ideal yang dibangun oleh M ∪ {a}. Karena
a∈
/ M , diperoleh M ⊂ hM, ai. Mengingat M adalah ideal maksimal di R, beraki-
bat hM, ai = R. Oleh karena itu, terdapat m ∈ M dan r ∈ R sedemikian sehingga
1R = m + ra. Akibatnya, diperoleh 1R + M = (m + M )+(ra + M ). Karena

46
m + M = 0M + M , diperoleh (r + M )(a + M ) = ra + M = 1R + M , sehingga
. .
a + M mempunyai invers di R M . Jadi, setiap elemen tak nol di R M mempunyai
. .
invers di R M . Terbukti bahwa R M merupakan lapangan.
.
(⇐). Diketahui R M adalah lapangan, berarti M 6= R. Diambil sebarang ideal I
di R sedemikian sehingga M ⊂ I ⊆ R. Karena M ⊂ I, terdapat a ∈ I sedemikian
sehingga a ∈
/ M . Selanjutnya karena a ∈/ M , diperoleh a + M 6= 0R + M .
. .
Mengingat R M adalah lapangan, terdapat r + M ∈ R M sedemikian sehingga
ar + M = (a + M )(r + M ) = 1R + M . Akibatnya, diperoleh 1R − ar ∈ M . Oleh
karena itu, terdapat m ∈ M sedemikian sehingga 1R = m + ar. Perhatikan bahwa
1R = m + ar ∈ M + I ⊆ I. Hal ini berakibat I = R. Jadi, M merupakan ideal
maksimal. 

Teorema berikut ini menjelaskan hubungan antara ideal maksimal dan ideal
prima.

Teorema 4.4.9. Diberikan ring komutatif R dengan elemen satuan dan ideal I di
R. Jika I adalah ideal maksimal, maka I merupakan ideal prima.
Bukti. Diketahui I adalah ideal maksimal. Akan dibuktikan I merupakan ideal
prima. Diambil sebarang a, b ∈ R sedemikian sehingga ab ∈ I dan a ∈
/ I. Dibentuk
hI ∪ {a}i = {u + ra | u ∈ I, r ∈ R}, yaitu ideal yang dibangun oleh I ∪ {a}.
Karena a ∈
/ I, berakibat I ⊂ hI, ai. Selanjutnya karena I ideal maksimal, berakibat
hI, ai = R. Oleh karena itu, terdapat u ∈ I dan r ∈ R sedemikian sehingga
1 = u + ra. Dengan demikian diperoleh b = ub + rab ∈ I. Jadi, I merupakan ideal
prima. 

Konvers dari Teorema 4.4.9 belum tentu berlaku. Sebagai counter example-
nya, ideal {0} di ring bilangan bulat Z merupakan ideal prima tetapi bukan ideal
maksimal. Untuk keberlakuan konvers dari Teorema 4.4.9 perlu adanya syarat tam-
bahan (R harus merupakan daerah ideal utama, yang akan dijelaskan pada Bab VI).

Selanjutnya akan ditunjukkan eksistensi ideal maksimal dari suatu ring.

Teorema 4.4.10. Diberikan ring R dengan elemen satuan 1R . Setiap ideal sejati
dari R selalu termuat di suatu ideal maksimal dari R,

47
Bukti. Diambil sebarang ideal I di R. Dibentuk A = {J | I ⊆ J, J ideal sejati di R}.
Jelas bahwa A =
6 ∅, sebab I ∈ A. Mudah dipahami bahwa A merupakan himpunan
terurut parsial, dengan urutan parsialnya adalah ⊆. Akan ditunjukkan bahwa setiap
rantai di A mempunyai batas atas di A. Misalkan C = {Jα | α ∈ ∆} sebarang
rantai di A, dengan ∆ adalah suatu himpunan indeks. Karena I ⊆ Jα untuk setiap
[ [
α ∈ ∆, diperoleh I ⊆ Jα . Diambil sebarang r ∈ R dan a, b ∈ Jα , be-
α∈∆ α∈∆
rarti a ∈ Jα1 dan b ∈ Jα2 , untuk suatu α1 , α2 ∈ ∆. Karena C merupakan rantai,
diperoleh Jα1 ⊆ Jα2 atau Jα2 ⊆ Jα1 . Misalkan Jα1 ⊆ Jα2 , berakibat a, b ∈ Jα2 .
[
Karena Jα2 ideal di R, diperoleh a − b ∈ Jα2 ⊆ Jα . Karena Jα1 ideal di R,
[ [ α∈∆
diperoleh ra, ar ∈ Jα1 ⊆ Jα . Jadi, Jα merupakan ideal di R. Jelas bahwa
[ α∈∆ [ α∈∆
Jα 6= R, sebab jika 1R ∈ Jα maka 1R ∈ Jβ , untuk suatu β ∈ ∆, dan
α∈∆ α∈∆ [
berakibat Jβ = R (kontradiksi dengan Jβ 6= R). Dengan demikian Jα meru-
[ α∈∆
pakan ideal sejati di R dan memuat I, sehingga Jα ∈ A. Mudah dipahami
[ α∈∆
bahwa Jα merupakan batas atas dari C. Berdasarkan Lemma Zorn, berakibat
α∈∆
A mempunyai elemen maksimal, katakan M . Tinggal ditunjukkan M adalah ideal
maksimal di R. Andaikan terdapat ideal K di R sedemikian sehingga M ⊂ K ⊂ R,
berarti K ∈ A dan berakibat M bukan ideal maksimal (kontradiksi). Jadi, ideal M
merupakan ideal maksimal di R. 

Akibat 4.4.11. Diberikan sebarang ring R dengan elemen satuan 1R dan misalkan
a ∈ R. Elemen a termuat di suatu ideal maksimal di R jika dan hanya jika a bukan
elemen unit.

Bukti. (⇒). Diketahui a termuat di suatu ideal maksimal di R, katakan M . Andaikan


a merupakan elemen unit di R. Akibatnya, 1 = aa−1 ∈ M dan terjadi kontradiksi
dengan yang diketahui bahwa M adalah ideal maksimal di R. Jadi pengandaian
salah, yang benar a merupakan elemen unit di R.
(⇐). Diketahui a bukan elemen unit, berarti hai ⊂ R. Berdasarkan Teorema 4.4.10
diperoleh bahwa terdapat suatu ideal maksimal M di R sedemikian sehingga hai ⊆
M . Oleh karena itu, a ∈ hai ⊆ M . 

48
Akibat 4.4.12. Jika R adalah ring dengan elemen satuan, maka R memiliki suatu
ideal maksimal.

Bukti. Perhatikan bahwa ring R selalu mempunyai ideal, yaitu paling tidak mem-
punyai ideal trivial {0R }. Berdasarkan Teorema 4.4.10, terdapat suatu ideal maksi-
mal M di R dengan {0R } ⊆ M . 

4.5. Latihan

Kerjakan soal-soal latihan berikut ini.


 
1 1
1. Buktikan bahwa elemen   di ring matriks M2×2 (Z) merupakan elemen
2 2
pembagi nol !

2. Untuk sebarang bilangan prima p, buktikan bahwa Z merupakan lapangan !

3. Diberikan daerah integral D = Z. Tentukan lapangan hasil bagi QD !

4. Diberikan ring (R = {(a, b) | a, b ∈ Z}, +, ·) dengan definisi operasi + dan ·


sebagai berikut:

(a, b) + (c, d) = (a + c, b + d)

(a, b) · (c, d) = (ac, bd)

untuk setiap (a, b), (c, d) ∈ R. Misalkan I = {(a, 0) | a ∈ Z}. Buktikan


bahwa I merupakan ideal prima di R, tetapi bukan ideal maksimal di R!
Hint: I ⊂ hI, (0, 2)i ⊂ R.

5. Perhatikan kembali ring R pada soal no.1. Buktikan bawa I = {(5n, m) |


n, m ∈ Z} merupakan ideal maksimal dari R.

6. Carilah semua ideal maksimal dan ideal prima dari ring Z10 !

7. Diberikan daerah integral R. Buktikan jika setiap ideal di R adalah ideal


prima, maka R merupakan lapangan!

49
8. Diberikan ring komutatif R dengan elemen satuan, A dan B masing-masing
merupakan ideal maksimal dari R yang berbeda. Buktikan bahwa AB =
A ∩ B!

9. Diberikan ring R dan ideal I dari R. Buktikan bahwa kedua pernyataan


berikut ini ekuivalen.

a). I adalah ideal prima.

b). Jika a, b ∈ R\I, maka terdapat c ∈ R sedemikian sehingga acb ∈ R\I!

10. Diberikan ring R = C[0, 1] = {f : [0, 1] −→ R | f fungsi kontinu}. Mis-


alkan T ⊆ [0, 1] dan I(T ) = {f ∈ R | (∀x ∈ T )f (x) = 0}.

a). Buktikan I(T ) merupakan ideal dari R !

b). Jika x ∈ [0, 1] dan Mx = I({x}), maka buktikan Mx merupakan ideal


.
maksimal di R dan R Mx ∼=R!

50

Anda mungkin juga menyukai