Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Penyakit Wilson ditemukan dan dipublikasikan oleh Wilson pada artikel


Wilson’s classic tahun 1912 dan dianggap sebagai penyakit saraf. Wilson
mengarahkan kondisi penyakit sebagai ”Progressive lenticular degeneration; a
famillial nervous disease associated with cirrhosis of the liver”: Hati terdegradasi ke
posisi sekunder yang ditempatinya sebagian besar . Nama penyakit ”Hepatolenticular
degeneration” diperkenalkan oleh Hall pada tahun 1921 dimana terjadi perubahan
secara umum merupakan predominan penyakit sistem saraf pusat. Pada ahkir tahun,
telah terjadi peningkatan kesadaran terhadap penyakit Wilson sebagai gangguan
metabolik yang diterntukan secara genetik yang berhubungan dengan banyak sistem
(Bearn, 1957); jaundis atau penyakit hati banyak dijumpai pada anak (Walshe, 1957).
Kejadian penyakit hati paling menonjol tidak terduga dijumpai sebai gambaran pada
penyakit Wilson abdominal (Keharer, 1930), ”forme froste” (Bramwell, 1916) dan
penyakit Wilson inkomplit. Penyelidikan metabolisme tembaga yang terpenting pada
semua bentuk sirosis hati pada anak ahkir-ahkir ini ditekankan oleh Chalmers, Iber,
and Uzman (1957). Lesi Bony dapat juga menjadi keluhan awal pasien datang ke
dokter (Warnock, 1952) mungkin seperti krisis hemolitik (Cartwright, Hodges,
Gubler, Mahoney, Daum, Wintrobe, and Bean, 1954); gangguan kepribadian dengan
”histerical behaviour” dapat menjadi gejala (Bounding and Penin, 1959). 1
Penyakit Wilson merupakan gangguan autosomal ressesif pada akumulasi
tembaga secara patologi di hati dan bagian lainnya pada sistem saraf dan jaringan lain.
Kecuali pada pengobatan khusus, akumulasi tembaga secara progresif dan ahkirnya
fatal. Penurunan ekskresi tembaga oleh kandung empedu, penting untuk
mengeleminasi tembaga berlebihan pada individual normal, merupakan dasar dari
akumulasi tembaga dalam hepatosit dari pasien penyakit Wilson. Tepat waktu dan
tepat pemanfaatan dari mode perawatan pasien penyakit Wilson saat ini dapat
meningkatkan kelansungan hidup jangka panjang pada penyakit fatal ini.
Transplantasi dapat menjadi pilihan obat untuk mendasari cacat metabolik. 2

1
I.2. TUJUAN

Makalah ini dibuat untuk membahas aspek definisi, epidemiologi, etiologi,


patofisiologi, gambaran klinis, prosedur diagnosis, diagnosis banding, penatalaksaan,
dan prognosis penyakit Wilson.

I.3. MANFAAT

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan mengenai


penatalaksanaan penyakit Wilson yang meliputi: terapi farmakologi dan non
farmakologi.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Penyakit Wilson (hepatolenticular degeneration, cerebral pseudosclerosis,


westphal-striimpell syndrome) merupakan penyakit yang jarang, gangguan
autosomonal ressesif yang menyebabkan pengendapan tembaga abnormal di otak,
khususnya gangglia basal, hati, mata, dan jaringan lainnya yang disebabkan cacat
genetik di ATPase terlibat dalam transport tembaga (ATP7B), pada umumnya disertai
dengan cacat pada transportasi tembaga protein ceruloplasmin.3
Penyakit Wilson adalah penyakit genetik yang menyebabkan akumulasi
tembaga berlebih di hati dan/atau otak. Penyakit ini disebabkan mutasi gen ATP7B
pada kromosom 13. Fungsi ATP7B adalah memindahkan tembaga intrasel ke empedu
dan sitesis seruplasmin.4

II.2. Epidemiologi

Penyakit Wilson merupakan gangguan autosomonal ressesif yang jarang.


Perkiraan angka kejadian penyakit Wilson sekitar 30 kasus per juta (atau 1:30.000)
dan insidensi angka kelahiran sekitar 1 : 30.000 – 40.000 . Hal ini telah diestimasi
bahwa 600 kasus penyakit Wilson terjadi di Amerika Serikat dan 1 % merupakan
populasi karier. 5
Sekitar 1: 40.000 orang mengidap penyakit Wilson. Ini sama-sama
mempengaruhi laki-laki dan perempuan. Gejala klinis umumnya timbul pada usia 5 –
35 tahun, tetapi kasus baru telah dilaporkan pada usia 2 – 72 tahun. 6

II.3. Etiologi

Mutasi pada gen ATP7B, lokasi di kromosom 13, yang bertanggung jawab
sebagai penyebab penyakit Wilson. Jumlah dari spesifik mutasi telah terindentifikasi
yakni mendekati 300. Meskipun kesalahan mutasi paling sering, delesi, insersi,
nonsense, dan mutasi sisi sambungan semua terjadi. Paling sering terpengaruh adalah

3
individual yang heterezigot, memiliki sifat yang diwariskan berbeda mutasi pada
masing-masing orangtua. 5
Penjelasan apakah banyak mutasi menyumbang variabilitas yang menonjol
pada gambaran klinis dan onset usia pada pasien penyakit Wilson masih belum jelas.
Mutasi H1069Q merupakan mutasi paling banyak ditemukan di Amerika Serikat dan
Eropa Utara yang telah dilaporkan yang berhubungan dengan onset gejala klinis yang
lama dan paling sedikit gangguan metabolisme tembaga yang berat. 5
Pada penyakit autosomal resessif, anak mewarisi mutasi genetik dari masing-
masing orangtua untuk dapat meningkatkan kemungkinan penyakit tersebut.
Perubahan dari mutasi autosomonal resessif yang diwariskan dari masing-masing
orangtua dengan mutasi gen sekitar 25% atau 1 dari 4. Jika hanya 1 orangtua sebagai
pembawa mutasi gen maka anak tidak akan mengidap penyakit, walaupun anak
tersebut mewarisi 1 cetakan dari mutasi gen. Anak tersebut disebut “Carrier” dari
penyakit dan dapat melewati mutasi gen kepada generasi selanjutnya.pemeriksaan
genetik merupakan prosedur yang dapat mengindetifikasi perubahan gen pasien dan
dapat memperlihatkan apakah orangtua atau anak sebaga carrier dari mutasi gen.
Penyakit autosomal resessif tidak dapat terlihat pada setiap generasi. Perubahan
pewarisan mutasi autosomal resesif dari orangtua pembawa mutasi gen dapat terlihat
pada gambar 1. 7

Gambar 1.Perubahan mutasi autosomalresesif pada kedua orangtua dengan mutasi gen 25%
atau 1 dari 4. Dikutip dari: Wilson disease. Dalam: NIH publication. 14 -4684 Juni, 2014

4
II.4. Patofisiologi

Tembaga adalah mineral esensial dan merupakan komponen yang dibutuhkan


untuk fungsi normal banyak enzim tubuh manusia. Tembaga yang berlebih akan
merusakan mitokondria, menyebabkan kerusakan oksidatif sel. Pada penyakit Wilson,
tembaga yang beredar di darah lebih banyak dari biasa, menyebabkan penumpukan
tembaga di organ seperti otak, ginjal dan kornea, terakumulasi di sel hati sehingga
merusak sel. 4,5
Penyebab kegagalan homeostasis tembaga berasal dari mutasi gen ATP7B.
Gen ATP7B mempunyai fungsi mengatur ekskresi tembaga ke dalam empedu dan
menggabungkan tembaga dengan apoceruloplasmin untuk membentuk ceruloplasmin.
Ceruloplasmin adalah suatu protein α2-globulin yang mengikat 6 ion tembaga, suatu
bentuk fungsional penyimpanan tembaga dalam peredaran darah. Ceruloplasmin
tersebut kemudian dilepaskan ke peredaran darah dan merupakan 90% tembaga dalam
plasma. Mutasi gen ATP7B menyebabkan pembentukan Ceruloplasmin menurun,
sehingga meningkatkan kadar tembaga bebas dalam peredaran darah. Peningkatan
tembaga bebas akan menyebabkan akumulasi dalam jaringan tubuh seperti otak, hati,
kornea, dan sel darah merah.4,5

II.5. Gambaran Klinis

Tanda dan gejala klinis dari penyakit Wilson tergantung dari organ tubuh yang
terkena. Penyakit Wilson hadir sejak lahir; tanda dan gejala klinis tidak timbul sampai
tembaga menumpuk di hati, otak atau organ lainnya.
Pada saat penderita memiliki tanda dan gejala klinis, penyakit ini biasanya
sudah merusak hati, sistem saraf pusat, atau keduanya. Sistem saraf pusat termasuk
otak, medula spinalis, dan saraf sepanjang tubuh. Kadang-kadang penderita ada yang
tidak menunjukan gejala dan pelayanan kesehatan menemukan penyakit Wilson pada
saat pemeriksaan kesehatan rutin atau pemeriksaan darah. Anak-anak dapat mengidap
penyakit Wilson dalam beberapa tahun sebelum ada tanda dan gejala penyakit
muncul. Penderita penyakit Wilson dapat memiliki:
- Tanda dan gejala berhubungan dengan hati
- Tanda dan gejala berhubungan dengan sistem saraf pusat

5
- Tanda dan gejala berhubungan dengan kesehatan mental
- Tanda dan gejala lainnya7

Gambaran klinis dapat dibagi menjadi 4 kelompok, antara lain: 4,6,7


1. Gejala hepatik
Gejala hepatik pada penyakit Wilson dapat berupa hepatitis, sirosis, atau
kompensasi hepatitis akut. Umumnya dialami saat remaja / dewasa muda, tetapi
dapat dialami hingga usia dekade kelima. Pasien termuda ditemukan mengalami
sirosis berumur 3 tahun sedangkan pasien tertua yang didiagnosis berumur 80
tahun. Gejala hepatitis disertai peningkatan serum aminotransferase dengan atau
tanpa jaundis, yang sembuh spontan. Hepatitis sering berulang sehingga sebagian
besar pasien yang tidak diobati pada ahkirnya akan mengalami sirosis.
Dekompensasi hepatik ditandai dengan peningkatan serum bilirubin, penurunan
serum albumin dan faktor koagulasi, asites, edema perifer, dan ensefalopati
hepatikum. Nekrosis hepatoseluler dapat mengakibatkan anemia hemolitik karena
besarnya jumlah tembaga yang dilepaskan ke aliran darah.3,4,5,6,7,8,9

Tabel 1. Gejala dan tanda pada pasien penyakit Wilson dengan penyakit hati. Dikutip dari:
European association for the study of the liver. EASL clinical practice guidlines: wilson’s
disease. Dalam: journal of hepatology vol.56/ 671-685, 2012

6
2. Gejala neurologik
Manifestasi neurologi penyakit Wilson umumnya terjadi pada awal usia 20 tahun
hingga dekade ke-5. Kerusakan di basal ganglia, pons, medulla, thalamus,
serebelum, dan area subkortikal dapat terlihat di CT scan dan MRI.4

Gejala neurologik terdiri dari:


A. Gejala utama adalah gejala ekstrapiramidal yang dapat menyerupai penyakit
parkinson, dapat berupa:
- Akinetic-rigid syndrom: mirip dengan gejala penyakit
Parkinson.8
- Tremor. Tremor dapat berupa resting, postural ataupun
kinetik. Karakteristik dari tremor penyakit Wilson merupakan
tremor yang kasar, iregular tremor proksimal dengan
gambaran “wing beating”. Tremor dapat juga dibagian distal
yakni “head titubation”.7,8
- Ataxia
- Distonic syndrom
Distonia dapat fokal, segmental, atau sangat berat.
Mencakup semua bagian tubuh, termasuk bagian kepala, dan
manifestasinya berupa disatria (dapat serebelar atau
ekstrapiramidal menuju ke aponia), meneteskan air liur, atau
distonia orofaringeal. Distonia otot wajah dan mandibula
dapat menyebabkan facial grimacing dengan rahang terbuka,
air liur mengalir dikenal dengan istilah “vacuous smile” yang
merupakan karakteristik penyakit Wilson. 5,7,8
Oleh karena meningkatnya kesulitan mengatur gerakan
atau distonia progresif, pasien menjadi terbaring di tempat
tidur dan tidak dapat merawat dirinya sendiri. Jika gejala
semakin berat maka pasien tidak dapat bicara.8

B. Gejala otonom meliputi:


- Hipotensi ortostatik,
- keringat berlebih,
- disfungsi seksual,

7
- gangguan usus, dan
- kandung kemih.8

C. Gejala neurologik lain, meliputi:


- Gangguan memori
- Sulit berkonsentrasi tetapi fungsi kognitif tidak terganggu
- Nyeri kepala tipe migren
- Kejang, dengan variasi tipe kejang yakni: grandmal,parsial
sederhana, kompleks, dan mioklonus periodik.8

Gambar 2. Vacuous smile pada penyakit Wilson. Dikutip dari: Ferry. Penyakit Wilson –
Diagnosis dan tatalaksana. Dalam: CDK-242/vol.43 no.7, 2016

3. Gejala psikiatri
Separuh pasien dengan gangguan neurologis memiliki riwayat gangguan
psikiatri hingga 5 tahun sebelumnya.Gangguan psikiatri berupa:
- Temper tantrum
- Depressi
- Gangguan mood
- Hiperaktivasitas
- Hilang inhibisi seksual5,8

8
4. Gejala opthamologikal

a. Kayser-Fleischer rings
Kayser-Fleischer rings disebabkan oleh deposit tembaga pada membran
Descemet. Kelebihan tembaga sebenarnya diseluruh kornea pada penyakit Wilson,
tetapi pada membran Descemet saja kompleks tembaga-sulfur terbentuk, membentuk
deposit tembaga yang terlihat. Kayser-Fleischer rings hampir selalu bilateral, tetapi
dapat juga formasi unilateral. Warna cincin dapat berupa emas sampai coklat dan
hijau; dan ini sulit dilihat pada penderita yang memiliki iris berwarna coklat. Formasi
cincin pertama terlihat pada superior kornea, lalu diiikuti pada inferior kornea,
selanjutnya mengisi kebagian medial dan lateral kornea. Sangat penting, untuk
mengangkat kelopak mata dan mengekspos keseluruhan kornea pada saat melihat
Kayser-Fleischer rings. Pigment pertama muncul pada perifer kornea di limbus dan
selanjutnya menyebar ke sentral. Kayser-Fleischer rings dijumpai pada hampir 95%
penderita dengan gejala neurologis.5

b. Katarak sunflower
Gejala opthamologikal klasik lainnya adalah katarak sunflower. Katarak
sunflower pada penyakit Wilson dijumpai pada 17% kasus. Katarak ini terdiri dari
deposit tembaga di lensa dan terlihat seperti gambaran pancaran sinar matahari atau
sunflower.5

Gambar 3. Cincin Kayser-Fleischer diperiksa menggunakan slit-lamp. Dikutip dari: Ferry.


Penyakit Wilson – Diagnosis dan tatalaksana. Dalam: CDK-242/vol.43 no.7, 2016

9
5. Gejala manifestasi lainnya
a. Fraktur spontan, keterlibatan tulang dan sendi dapat menyebabkan fraktur spontan,
dan nyeri, khususnya pada lutut. Dijumpai kelainan radiologi berupa abnormalitas
kolum vetrebral sekitar 20% - 33% pada penderita penyakit Wilson.
b. Anemia hemolitik, mungkin disebabkan oleh tembaga menginduksi kerusakan
oksidasi ke eritrosit, mungkin pada manifestasi awal penyakit Wilson pada 10% -
15% kasus. Pada gagal hati fulminant, timbulnya anemia hemolitik merupakan
diagnostik yang penting pada penyakit Wilson. Trombositopenia mungkin dapat
muncul, baik dengan anemia hemolitik atau terpisah. Sebuah penelitian baru-baru
ini menemukan trombositopenia dan kombinasi penyakit Wilson dan sindrom
antiphospolipid antibodi.
c. Gangguan ginjal. Disfungsi renal tubular dapat menginduksi nephrocalcinosis.
Hipokalemia dengan kelemahan otot dan gagal nafas telah dilaporkan pada
penyakit Wilson, mungkin sekunder ke disfungsi renal tubular.5
d. Kelainan kulit
Perubahan kulit berupa hiperpigmentasi pada lengan bawah anterior, mungkin
dapat salah interprestasi sebagai penyakit Addison. 5
e. Gangguan ginekologi, berupa: menstruasi tidak teratur pubertas terlambat,
ginekomastia, dan abortus spontan.4,5
f. Gangguan cardiovaskular, berupa: gagal jantung, aritmia jantung
g. Gangguan lainnya, berupa: intoleransi glukosa, insufisiensi paratiroid.4,5

10
Tabel 2. Sistem skoring penyakit Wilson. Dikutip dari: Ferry. Penyakit Wilson – Diagnosis
dan tatalaksana. Dalam: CDK-242/vol.43 no.7, 2016

Tabel 3. Algoritma diagnostik pada pasien penyakit Wilson dengan Skor Leipzig. Pada anak
nilai terendah bawah dapat < 0,64 μmol/d. Dikutip dari: European association for the study of
the liver. EASL clinical practice guidlines: wilson’s disease. Dalam: journal of hepatology
vol.56/ 671-685, 2012

11
Tabel 4. Tes rutin untuk penyakit Wilson. Dikutip dari: Ferry. Penyakit Wilson – Diagnosis
dan tatalaksana. Dalam: CDK-242/vol.43 no.7, 2016

II.6. Prosedur Diagnosis

II.6.1. Laboratorium

II.6.1.1 Determinasi tembaga hepatik

Determinasi tembaga hepatik terdiri dari biopsi hati yang merupakan


pemeriksaan single yang paling sensitif dan akurat pada penyakit Wilson. Pada
pemeriksaan ini didapati: 4,5
- Tembaga hati meningkat > 250 μg/g pada jaringan kering
(normal = 15 – 55 μg/g). 4,5

II.6.1.2. Pengukuran 24 jam ekskresi tembaga urin

Pengukuran 24 jam ekskresi urin tembaga mungkin dapat menjadi


pemeriksaan single terbaik pada penyakit Wilson, khususnya pada disfungsi
neurologikal atau psikiatri. Peningkatan tembaga urin dapat mencapai 100 μg/d. Pada
carriers heterezygous penyakit Wilson dapat terjadi peningkatan tembaga uri, tetapi <
100 μg/d. 4,5

12
II.6.1.3. Ceruloplasmin

Pemeriksaan serum ceruloplasmin merupakan pemeriksaan yang aman,


sederhana, dan praktis sebagai skrining test pada penyakit Wilson, tetapi tidak cukup
sendiri. Kadar serum ceruloplasmin dijumpai menurun dibawah nilai normal sekitar 5
– 15% pada penderita penyakit Wilson dan 10 – 20% pada heterozigot carrier
penyakit Wilson. 4,5

II.6.1.4. Serum Tembaga dan serum bebas (ikatan non-ceruloplasmin) tembaga

Kadar tembaga serum rutin, dimana pengukuran total (keduanya ikatan atau
tidak terikat) serum tembaga, merupakan diagnostik yang bernilai kecil pada penyakit
Wilson. Ikatan tembaga ke ceruloplasmin normal terlihat 90% pada total serum
tembaga. Penurunan pada total serum tembaga pada penyakit Wilson merupakan
reflesi dari penurunan ceruloplasmin. Nilai normal dari non-ceruloplasmin ikatan
tembaga adalah 10 – 15% μg/dL. 4,5

II.6.2. Slit-lamp

Pada penderita dengan gangguan neurologikal atau psikiatri, gambaran


Kayser-Fleischer rings merupakan diagnosis pendukung yang kuat pada penyakit
Wilson. Tetapi tanpa adanya Kayser-Fleischer rings pada pederita dengan gangguan
neurologikal telah dilaporkan. Pada penelitian dari 36 anak-anak (usia 7 – 17 tahun)
dengan penyakit Wilson, dijumpai Kayser-Fleischer rings pada hanya 2 anak (5,6%)
pada pemeriksaan slit-lamp. 4,5

II.6.3. Pemeriksaan neuroimaging

Pada pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) abnormal hampir pasti


100% pada penyakit Wilson dengan gangguan neurologikal. Abnormal MRI dapat
terlihat peningkatan intensitas signal di basal ganglia pada T2-W dimana mungkin
merupakan gambaran terbanyak yang dijumpai. Abnormalitas seperti ”face of the

13
giant panda” di midbrain dan pons, serta ”the bright claustrum” sign merupakan
tanda yang persetasenya kecil terjadi pada penyakit Wilson.5,9
Position emission tomography (PET) scanning menunjukan abnormalitas pada
penyakit Wilson, tetapi ini bukan pemeriksaan rutin yang tersedia. Transcranial brain
parenkim sonography telah dieksplorasi pada penyakit Wilson. Lenticular
hyperechogenicity terlihat pada 100% dari 17 penderita penyakit Wilson dengan
gangguan neurologikal dan 2 dari 3 penderita asimptomatik neurologikal.5,9

Gambar 4. Abnormalitas ”face of the giant panda” di midbrain dan pons, merupakan
tanda terjadi pada penyakit Wilson. T2 weighted MRI menunjukan area peningkatan
intensitas signal . Dikutip dari Lyon dkk.

II.7. Diagnosis Banding

Hepatitis akut dengan penyakit Wilson gejala yang ditimbulkan sama dengan
penyakit hepatitis akut lainnya. Penyakit Wilson harus masuk ke dalam diagnosis
penyakit hepatitis kronik dan sirosis, terjadi perubahan histologik secara histologik
dan tidak spesifik. Penyakit Wilson seharusnya dipertimbangkan pada saat hepatitis
akut dengan onset cepat dari jaundis dan anemia hemolitik. Selama masa remaja,
penyakit Wilson dengan gejala neurologik mungkin dapat terjadi salah diagnosis

14
sebagai gangguan perilaku karena gejala awal tidak kentara. Kebanyakan gangguan
gerak tingkat lanjut pada usia muda harus dipertimbangkan sebagai penyakit Wilson,
tetapi diagnosis mungkin terlewatkan pada saat presentasi menunjukan gangguanma
teruta psikologikal dan psikiatri.8

II.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit Wilson ditentukan dengan langkah-langkah dengan


menggunakan indeks prognostik Nazer (Tabel 4). Pasien dengan skor < 7 dapat
diterapi medikamentosa. Pasien dengan skor > 9 harus dipertimbangkan untuk
transplantasi hati segera. Pasien dengan skor 7 – 9 membutuhkan penilaian klinis
apakah cukup terapi medikamentosa atau transplantasi hati.4

Tabel 5. Skor prognostic Nazer untuk penyakit Wilson. Dikutip dari: Ferry. Penyakit Wilson
– Diagnosis dan tatalaksana. Dalam: CDK-242/vol.43 no.7, 2016

III.8.1. Medikamentosa

III.8.1.1. D-Penicillamine

Dahulu D-Penicillamine merupakan terapi pilihan anti tembaga pertama, tetapi


toksisitas dan efek sampingnya meningkatkan gejala neurologis.Efek utama D-
penicillamine adalah membantu pengeluaran tembaga melalui ekskresi urin. D-
Penicillamine juga bekerja dengan menginduksi metallothionein.
Dosis maintenance umumnya adalah 750 – 1500 mg/hari dibagi dalam 2 atau
3 dosis. Dosis pada anak adalah 20 mg/kg/hari sampai mendekati 250 mg dan

15
diberikan dalam 2 atau 3 dosis. D-Penicillamine terbaik digunakan 1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan, karena makanan dapat menginhibisi absorpsi. Sejak
D-Penicillamine cenderung digunakan dengan dosis 25 – 50 mg/hari. D-
Penicillamine mengganggu ikatan kolagen dan memiliki beberapa aksi
immunosuppresan.4,8

II.8.1.2. Zinc

Pada pasien dengan hepatitis / sirosis tanpa gejala dekompensasi akut /


gejala neurologis, terapi pilihan adalah zinc. Zinc tidak toksik, juga direkomendasikan
untuk pasien presimptomatik dan terapi maintenance. Zinc terbukti menyebabkan
balans negative tembaga dengan menghalangi absorpsi tembaga di usus halus. Dosis
anjuran adalah 50 mg elemental zinc. 3 kali sehari, setiap dosis minimal 1 jam setelah
konsumsi makanan dan minuman selain air putih, dan dipisahkan trientin/ D-
Penicillamine.4

II.8.1.3. Trientine (triethylene tetramine dihydrochloride 2,2,2-tetra-mine)

Trientine adalah agen chelator bekerja meningkatkan ekskresi tembaga ke


urin, sama seperti D-Penicillamine. Dosis anjuran 900 – 2.700 mg/hari dalam 2 atau 3
dosis terbagi, harus diberikan 1 jam sebelum atau 3 jam sesudah makan.Pemberian
trientine dengan besi harus dihindari karena toksik.4,8

II.8.1.3. Ammonium tetrahiomolybdate


Ammonium tetrahiomolybdate lebih efektif disbanding trientine dengan efek
samping neurologis lebih minimal, namun obat ini belum tersedia secara komersial
karena masih eksperimental dan membutuhkan lebih banyak penelitian klinis. Obat ini
mempunyai mekanisme kerja yang unik; grup sulfurnya membentuk kompleks stabil
dengantembaga. Tidak seperti trientine, Ammonium tetrahiomolybdate menurunkan
kadar tembaga bebas secara stabil, yang menjelaskan minimalnya efek samping
neurologis. Ammonium tetrahiomolybdate diserap dengan baik dengan ataupun tanpa
makanan. Dosis rekomendasi adalah 120 mg/hari dibagi 6 kali sehari selama 2
minggu, dilanjutkan 60 mg/hari dengan dosis 10 mg 6 kali sehari.4

16
II.8.1.3. 2,3-dimercaptopropane-1-sulfonate (DMPS)

Di RRC telah dilakukan 2,3-dimercaptopropane-1-sulfonate intravena, namun


laporan ilmiahnya belum banyak. Secara teoritis terapi ini menyebabkan mobilisasi
masif tembaga terdeposit yang akan memperburuk gejala neurologis.

II.8.2.Terapi non medikamentosa

II.8.2.1. Diet

Salah satu cara mengontrol kadar tembaga dalam tubuh adalah mengurangi
jumlah asupan tembaga. Pasien harus menghindari makanan dengan kandungan
tembaga tinggi, seperti: coklat, kacang, hati, jamur, kerang, dan penggunaan alat
masak tembaga. Pengendalian asupan tembaga terbukti efektif untuk terapi penyakit
Wilson presimptomatik.

II.8.2.2.Terapi Transplantasi hati

Transplantasi hepatosit dan terapi genetik adalah pilihan terapi di masa depan,
beserta transplantasi hati. Transplantasi hepatosit dengan cara transplantasi sel
donor; sel-sel tersebut akan berintegrasi ke sinusoid hati dan akan mengekskresikan
tembaga lebih baik, sel yang ditranplantasikan diharapkan dapat mempopulasi ulang
hati setelah hepatektomi parsial. Terapi transplantasi sel ini sudah didemonstrasikan
dalam percobaan pada tikus mutasi ATP7B. Stelah hepatektomi, diberikan alkaloid
agar sel native tidak tumbuh lagi.
Keterbatasan transplantasi sel hepatosit adalah percobaan ini menggunakan sel
congenic dan bukan allogenic, sedangkan untuk penelitian pada manusia dibutuhkan
sel allogenic. Sel allogenic adalah sel nyang antigenik berbeda tetapi berasal dari
spesies yang sama, contoh: transplantasi dari manusia ke manusia lain. Sel
concogenic adalah sel yang didapatkan dari organisme yang memiliki perbedaan
hanya organisme yang memiliki perbedaan hanya pada salah satu segmen gen saja.
Sel concogenic hanya bisa didapatkan dari hasil eksperimen dengan mengawinkan
keturunan dari 2 strain tikus secara berulang, sehingga didapatkan sel yang identik

17
dengan strain resipien. Keterbatasan lain adalah sulitnya menemukan sumber sel
hepatosit manusia. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut agar terapi ini bisa
diterapkan pada manusia.

II.8.2.3. Terapi genetik

Terapi genetik menggunakan vektor adenoviral dan lentiviral


untukmenghantarkan gen ATP7B. Kesulitannya adalah waktu ekspresi antar gen
yang singkat, dan frekuensi transfeksi rendah. Keberhasilan terapi gen diukur dengan
enzymatic assay kadar holoceruplasmin (bentuk penyimpanan tembaga) hewan yang
diterapi. Penelitian lebih lanjut akan difokuskan pada cara untuk meningkatkan sel
yang dapat transfeksi dan meningkatkan waktu ekspresi gen.4

Tabel 5. Terapi anti-tembaga untuk penyakit Wilson. Dikutip dari: Ferry. Penyakit Wilson –
Diagnosis dan tatalaksana. Dalam: CDK-242/vol.43 no.7, 2016

18
II.9. Pemantauan terapi anti tembaga

Terapi pasien penyakit Wilson umumnya seumur hidup. Cincin Kayser-


Fleischer umumnya hilang dengan terapi adekuat. Pada pemberian D-Penicillamine
dan trientine harus dipantau risiko toksisitas obatnya berupa supresi sumsum tulang
dan proteinuria. Pemeriksaan darah lengkap, profil biokimia standar, dan urinalisis
dilakukan setiap minggu untuk 1 bulan pertama, dilanjutkan setiap 2 atau 3 bulan.
Efek anti-tembaga trientine dan D-penicillamine dapat dipantau menggunakan
kadar serum bebas / 24 jam. Kadar tembaga bebas didapat dan mengurangi total
tembaga serum dengan tembaga ceruloplasmin. Kadar normal serum tembaga bebas
adalah 1,6 – 2,4 μmol/L (10-15 μmol/dl). Dengan terapi, kadar serum tembaga bebas
seharusnya dibawah 3,9 μmol/L (< 25 μg/dl).4
Efek samping bermakna zinc adalah mual atau nyeri epigastrium pada 10%
pasien. Zinc tidak perlu pemantauan toksisitas melalui urinalisis atau kadar serum.4
Wanita dengan penyakit Wilson dapat hamil, jika kadar tembaga serum
terkontrol. Pasien yang ingin hamil harus memahami bahwa risiko anak yang lahir
dengan gen homozigot penyakit Wilson adalah 0,5%. Walau dikhawatirkan ada
tertogenitas D-penicillamine, menghentikan pengobatan berdampak lebih buruk.
Teratogenitas terapi trientine atau zinc lebih rendah. Pemberian agen chelator
direkomendasikan dosis rendah pada trimester pertama sampai ketiga, sedangkan
pemberian ASI saat terapi dengan agen chelator tidak dianjurkan.4,8

II.10. Prognosis

Penyakit Wilson yang tidak diobati dapat berakibat fatal. Sebagian besar
pasien akan mengalami kematian akibat penyakit hati, sebagian kecil dari komplikasi
neurologik. Terapi medikamentosi umumnya tidak efektif pada gangguan hati akut
karena penyakit Wilson.4
Gejala neurologik tidak dapat membaik seutuhnya, sehingga akan
menimbulkan gejala sisa dan pada beberapa kasus akan memburuk pada awal terapi.
Terapi medikamentosa dan transplantasi hati memperbaiki prognosis, walau
tingkat mortalitas belum diteliti lebih lanjut. Fungsi hati berangsur membaik dalam 1

19
– 2 tahun setelah dimulainya pengobatan pada sebagian besar pasien tanpa sirosi hati.
Skor prognostik Nazer (Tabel 2) digunakan untuk menentukan prognosis. Skor > 9
membutuhkan transplantasi hati secepatnya. Secara umum prognosis tergantung
derajat kerusakan hati dan neurologik serta tingkat kepatuhan mengonsumsi obat.4

20
III. KESIMPULAN

1. Penyakit Wilson (hepatolenticular degeneration, cerebral pseudosclerosis,


westphal-striimpell syndrome) merupakan penyakit yang jarang, gangguan
autosomonal ressesif yang disebabkan oleh pengendapan tembaga abnormal di
otak, khususnya ganglia basal, hati, mata, dan jaringan lainnya yang
disebabkan cacat genetik di ATPase terlibat dalam transport tembaga
(ATP7B), pada umumnya disertai dengan cacat pada transportasi tembaga
protein ceruloplasmin.
2. Penyakit Wilson umumnya bermanifestasi sebagai penyakit hati,otak, dan
psikiatri, namun tidak menutup kemungkinan mengenal organ lain. Adanya
Kayser-Fiescher rings dan kadar seruloplasmin rendah (< 0,2 g/L) cukup
untuk menegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan rutin pada penyakit Wilson, antara lain: pemeriksaan kadar
tembaga urin/24 jam, pemeriksaan neurologi dengan modalitas MRI / CT
scan, tes fungsi hati. Terdapat sistem skoring yang didasarkan pada berbagai
tes diagnosis.
4. Pilihan terapi penyakit Wilson antara lain: D-penicillamine, trientine,
ammonium tetrahiomiolybdate 2,3-dimercaptopropane-1-sulfonate (DMPS),
transplantasi hepatosit, dan terapi genetik.
5. Terapi medikamentosa harus disertai pemantauan toksitas obat melalui
pemeriksaan darah lengkap, profil biokimia stadar dan urinalisis. Wanita
dengan penyakit Wilson dapat hamil jika kadar tembaga serum terkontrol
dengan terapi anti-tembaga.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. J.M. Walshe. Wilson’s disease. Archives of disease in childhood, 1962.


2. Schilsky M.L., Diagnosis and treatment of Wilson’s disease. Pediatric
transplatation, vol.6, 2001, p 15 -19.
3. Champbel W.W. Abnormalities of Movement. In : Dejongs, The neurologic
examination, 7th edition.Philadelpia, 2013, p. 492 - 494.
4. Fery. Penyakit Wilson: Diagnosis dan tatalaksana. CDK-242, vol.43, no.7, 2016.
5. Pfeiffer R.F. Wilson’s Disease. Semin Neurol, 2007, vol, 27, p.123 - 132.
6. National digestive diseases information clearinghouse. Wilson’s disease. NIH
publication No. 09 4684, 2009,
7. National digestive diseases information clearinghouse. Wilson’s disease.. NIH
publication No. 14 – 4684, 2014.
8. European association for the study of the liver. EASL clinical practice guiedlines: Wilson’s
disease. Journal of hepatology, 2012, vol.56,
9. Ropper A.H., Samuels M.A., Klein J.P. Principles of Neurologic: Inherited Metabolic
Diseases of the Nervous System, 10th edition.Boston, 2014, p. 983 – 987.

22

Anda mungkin juga menyukai