Anda di halaman 1dari 70

23 EKSPRESI GEN: TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI

Ekspresi Gen

Ekspresi gen merupakan proses perubahan informasi yang di kode di dalam DNA gen
menjadi fenotipe yang dapat dilihat pada sel tersebut. Gen dapat di definisikan sebagai
rangkaian asam nukleat yang diperlukan untuk sintesis peptida atau protein yang
fungsional pada waktu dan jaringan tertentu. Namun demikian, gen tidak secara
langsung ditranslasikan menjadi protein; gen diekspresikan melalui perantara asam
nukleat yang disebut RNA messenger (mRNA). Unit transkripsi setiap gen merupakan
rangkaian DNA yang ditranskripsikan menjadi sebuah molekul mRNA, yang bermula di
daerah promotor dan berakhir di regio terminator. Gambaran utama gen dan mRNA
diperlihatkan pada Gambar 2.3. Rangkaian DNA gen terdiri atas dua regio non-
pengode (tidak ditranslasikan) yang mengapit regio pengode gen. Regio promotor non-
pengode dan regio terminator DNA ditranskripsikan secara terpisah, tetapi tidak di-
translasikan sehingga membentuk untranslated regions (UTR) 5' dan 3' mRNA.
Walaupun regio non-pengode gen dan mRNA tidak ditranslasikan menjadi produk
protein gen, regio ini berisi bagian penting informasi genetik yang mencakup
pengaturan ekspresi gen dan karakteristik produksi protein. Regio promotor terletak
persis di hulu regio pengkode gen; regio promotor berisi rangkaian DNA, yang dikenal
dengan kotak TATA dan CAAT, yang merupakan tempat terikatnya DNA saat memulai
transkripsi dan mengatur laju ekspresi gen. Kotak TATA merupakan rangkaian yang
kaya-AT terletak sekitar 30 bp (-30 bp) upstream dari tempat permulaan transkripsi.
Kotak CAAT berisi rangkaian DNA pendek yang terletak sekitar 80 bp upstream (-80
bp) tempat awal. Rangkaian tersebut : rsarna dengan tempat tenkatnya faktor
transkripsi mengatur laju ekspresi gen spesifik-jaringan. skripsi bermula di tempat
CAP, disebut demikian tirtna setelah transkripsi ujung 5' molekul mRNA tutup (cap) di
lokasi ini dengan terikatnya rileotida khusus (7-metil guanosin). Tempat CAP diikuti
oleh kodon inisiasi atau kodon start (ATG), yang ditentukan awal translasi; karena itu,
berdasarkan genetik, setiap polipeptida bermula dengan reonin. Rangkaian kode DNA
gen pada eukariota berdekatan atau tidak bersela. Tiap gen mengandung rangkaian
DNA yang mengode urutan asam amino protein, yang disebut ekson. Ekson ini
dibatasi : rangkaian DNA non-pengode, yang disebut Ekson terakhir berakhir dengan
kodon stop (TAA, tAG, atau TGA), yang menandakan akhir regio gen ^rr.^ode dan
diikuti oleh rangkaian terminator pada ~ir,zkaian DNA yang menegaskan akhir regio
Tiga UTR molekul mRNA mencakup poly(A) signal (AATAAA) yang ditambahkan ke
molekul mRNA setelah transkripsi.

Msam Ribonukleat

RNA. seperti DNA, membawa informasi genetik. komposisi RNA sangat mirip dengan
DNA, dan RNA irrperan penting pada semua tahap ekspresi gen. ISA juga merupakan
polinukleotida linear, tetapi ini beda dari DNA karena merupakan untai tunggal tan
terdiri atas polimer ribosa, bukan deoksiribosa; pirimidin urasil (U) menggantikan tirnin
(T), c RNA ini relatif tidak stabil jika dibandingkan dengan DNA. Setidaknya terdapat
lima jenis RNA berbeda di dalam sel eukariotik dan semuanya terlibat dalam ekspresi
gen:

Messenger RNA (mRNA) mempunyai molekul-molekul yang panjang, linear,


polinukleotida un si tunggal yang merupakan salinan langsung DNA. mRNA
dibentuk melalui transkripsi DNA.
Small nuclear RNA (snRNA) merupakan molekull RNA yang pendek, tersusun atas
150 nukleotida molekul RNA, yang bersama dengan protein membentuk small
nuclear ribonucleoprotein Bersama protein lain, beberapa snRNP ini membentuk
splisosom yang memfasilitasi pembuangan intron dari mRNA prekursor.
Ribosomal RNA (rRNA) merupakan komponen struktural dan fungsional ribosom.
Ribosom merupakan mesin sitoplasma yang menyintesis mRNA menjadi asam
amino polipeptida, terletak di da-lam sitoplasma sel dan tersusun atas rRNA dan
protein ribosom.
Transfer RNA (tRNA) merupakan molekul RNA kecil yang menyumbang asam
amino selama trans-lasi atau sintesis protein.
Kelompok RNA kecil, seperti mzcroRNA (miRNA), small interfering RNA (siRNA),
Piwi-interacting RNA (piRNA), dan repeat-associated siRNA (rasiRNA). Molekul
RNA kecil ini memiliki berbagai fungsi pada tingkat transkripsi dan/atau
pascatranskripsi, mencakup pernutusan mRNA, represi transkripsi, dan mengubah
bentuk kromatin.
Dibandingkan DNA, RNA 10 kali lebih banyak ditemukan di dalam sel eukariotik;
80% merupakan rRNA, 15% tRNA, dan 5% mRNA. Di dalam sel, mRNA umumnya
berkaitan dengan kompleks protein yang disebut messenger ribonukleoprotein
(mRNP), yang mengemas mRNA dan membantu transportnya
ke dalam sitoplasma, tempat mRNA dikode menjadi protein.

Transkripsi

Transkripsi RNA, yang merupakan proses pengodear informasi genetik pada DNA
yang ditransfer menjadi mRNA, adalah langkah pertama proses ekspresi gei dan
terjadi di dalam nukleus sel. Transkripsi dapat di bagi menjadi empat tahap: rekognisi
template (cetal an), inisiasi, elongasi, dan terminasi. Transkripsi diki talis oleh enzim
RNA polimerase terikat-DNA (Gamba 2.4). Di dalam sel eukariotik, RNA polimerase ]
menyintesis mRNA, sedangkan RNA polimerase I da RNA polimerase III menyintesis
tRNA dan RNA rNA polimerase II merupakan enzim 12-subunityar kompleks dan
berhubungan dengan beberapa faktor.

Transkripsi (TF), yaitu TFIIA, TFIIB, TFIIC, TFIID, TFIIE, TFIIF, TFIIH, dan TFIIJ. Untai
DNA yang menyintesis mRNA secara langsung melalui pasangan basa komplementer
disebut cetakan atau untai anti-sense. Untai DNA lain yang menghasilkan rangkaian
nukleotida yang sama disebut untai pengode atau untai sense. Oleh sebab itu, RNA
merupakan salinan DNA. Transkripsi merupakan proses multitahap, yang diawali
dengan pertemuan kompleks inisiasi (TFIID, TFIIA, TFIIB, TFIIF, TFIIE, TFIIH) di
promotor, tern-pat RNA polimerase II terikat. TFIID mengenali pro-motor dan terikat ke
kotak TATA pada awal gen. TFIIH membuka untai ganda DNA untuk memajan
nukleotida DNA yang tidak lagi berpasangan dan rangkaian DNA tersebut digunakan
sebagai cetakan bagi RNA yang disintesis. TFIIE dan TFIIH diperlukan sebagai
ruangan promotor, yang memungkinkan RNA polimerase II memulai pergerakan
menjauhi promotor. Inisiasi merupakan sintesis sembilan nukleotida pertama pada
transkripsi RNA. Elongasi merupakan fase selama RNA polimerase bergerak di
sepanjang DNA dan memperpanjang molekul RNA. Molekul RNA disintesis dengan
menambahkan nukleotida ke ujung bebas 3'-OH rantai RNA yang terus memanjang.
Karena nukleotida yang baru hanya dapat terikat pada ujung bebas 3'-OH ini, sintesis
RNA selalu berlangsung dengan arah 5-3'. Peman-jangan rantai RNA diakhiri dengan
proses yang disebut terminasi, yang mencakup rekognisi rangkaian terminator yang
mengirim sinyal penguraian kompleks polimerase.

Pemrosesan RNA Pascatranskripsi

Setelah transkripsi DNA menjadi RNA, RNA yang baru tersintesis dimodifikasi. Proses
ini disebut pemrosesan RNA pascatranskripsi (Gambar 2.5). Salinan RNA primer yang
disintesis oleh RNA polimerase II dari DNA genom sering disebut heterogenous
nuclear RNA hnRNA) karena ukurannya yang sangat bervariasi. Selain hnRNA, istilah
precursor mRNA (pre-mRNA) se-ring digunakan untuk menunjukkan bahwa RNA ini
merupakan RNA yang belum diproses. Salinan primer adalah molekul RNA yang
merupakan salinan seluruh gen yang memanjang dari regio promoter hingga
terminator gen, dan mencakup intron dan ekson. Saat masih di dalam nukleus, RNA
yang baru tersintesis diberi tutup (cap), poliadenilasi, dan dijalin (splicing). Capping
merupakan penambahan nukleotida guanin (G) yang dimodifikasi (7-metilguanosin)
pada ujung akhir 5' mRNA. Tutup 7-metilguanosin ini memiliki tiga fungsi, yaitu
menjaga RNA yang tersintesis dari se-rangan enzim, membantu penjalinan pre-
mRNA, dan meningkatkan translasi mRNA. Poliadenilasi mencakup penambahan
gugus residu adenosin (A) (ekor pofaA) ke ujung 3' pre-mRNA. Setelah itu, pre-mRNA
mengalami penjalinan, yang dilakukan oleh splisom. Kompleks protein-RNA ini
mengenali rangkaian umum di tiap akhir intron (5'-GU dan AG-3') dan me-motong
intron sehingga ekson yang tersisa mengalami penjalinan bersama untuk membentuk
molekul mRNA yang matur. Setelah pemberian tutup, poliadenilasi, dan penjalinan,
mRNA diangkut dari nukleus ke sitoplasma untuk menjalani translasi.

Penjalinan altematif merupakan proses lain atau alternatif, pada tempat


rekognisi jalinan yang menyebabkan penghilangan ekson tertentu sehingga
menciptakan molekul mRNA matur yang berbeda dan hasil akhir protein yang
berbeda. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6, satu salinan RNA primer dapat
dijalin dengan tiga cara sehingga tercipta tiga isoform mRNA, satu isoform dengan
lima ekson atau dua isoform dengan empat ekson. Selama translasi, isoform mRNA
yang berbeda akan meng-hasilkan isoform produk protein gen yang berbeda pula. Ini
merupakan fenomena yang relatif umum terjadi dan walaupun relevansi fisiologis
maupun metabolik isoform berbagai protein yang berbeda ini belum sepenuhnya
dipahami, hal tersebut kemung-kinan berhubungan dengan gizi molekular. Sebagai
contoh, gen peroksisom proliferator aktivator reseptor-gamma (PPARy) dapat
memproduksi tiga isoform mRNA yang berbeda (PPARy,, PPARy2, PPARy3) karena
adanya promoter yang berbeda dan penjalinan alternatif. Tampaknya isoform mRNA
PPARy2 bersifat responsif terhadap keadaan gizi. Eks-presi mRNA PPARy2
meningkat pada keadaan ke-nyang; ekspresinya berhubungan positif dengan adi-
positas dan berkurang saat terjadi penurunan berat badan. Karena itu, mRNA PPARy2
mungkin merupa-kan isoform yang memperantarai pengaturan zat gizi pada ekspresi
gen. Selain penjalinan alternatif, ada cara penjalinan unik yang terjadi pada intron
yang membentuk ribozim. Intron khusus ini merupakan molekul RNA yang berfungsi
sebagai enzim dan mengkatalis pemotongannya sendiri, yang disebut dengan self-
splicing.

Pengeditan RNA merupakan cara lain untuk me-modifikasi salinan RNA primer.
Proses edit meli-batkan ikatan protein atau cetakan RNA pendek ke regio spesifik
salinan primer dan perubahan atau pengeditan lebih lanjut rangkaian RNA, baik
dengan insersi satu atau lebih nukleotida yang berbeda, mau-pun dengan pertukaran
basa. Mekanisme ini dapat menghasilkan protein yang berbeda dari sebuah gen
dalam berbagai kondisi fisiologis. Dua isoform apo B merupakan contoh pengeditan
RNA. Pada kasus ini, pengeditan RNA memungkinkan ekspresi spesifik-jaringan gen
apo B sehingga protein lengkap apo B100 diproduksi di hati dan disekresi pada VLDL.
Sebaliknya, di us*us halus isoform apo B48 diproduksi karena kodon stop yang
prematur disisipkan sehingga transkripsi protein dihentikan dan apoprotein yang
dihasilkan hanya 48% dari panjang seluruh protein apo B100.

Kontrol Ekspresi Gen dan Transkripsi


Semua sel individu pada organisme mengandung ce-tak biru genetik organisme yang
lengkap. Karena itu, gen yang tepat harus diekspresikan di jaringan yang benar, pada
kadar dan waktu yang tepat. Ekspresi gen temporal dan spesifik-jaringan di sel
eukariotik adalah yang paling dikontrol di tingkat inisiasi transkripsi. Duajenis faktor
yang mengatur ekspresi gen, yaitu cis-acting control elements dan trans-acting factors.
Elemen cis-acting tidak mengode protein; elemen cis-actingme-mengaruhi transkripsi
gen dengan bertindak sebagai tempat ikatan untuk protein yang mengatur transkripsi.
Rangkaian DNA ini biasanya disusun dalam gugus-gugus, terletak di regio promoter
gen, yang memengaruhi transkripsi gen. Kotak TATA dan CAAT merupakan contoh
elemen cis-acting.

Trans-acting factor dikenal dengan faktor transkripsi atau protein pengikat DNA.
Faktor transkripsi merupakan protein yang dikode oleh gen lain, dan mencakup
kompleks reseptor hormon steroid, protein reseptor-vitamin, dan kompleks protein-
mineral. Faktor transkripsi ini berikatan dengan rangkaian DNA tertentu di regio
promotor gen target dan memacu transkripsi gen. Mekanisme yang tepat bagaimana
faktor transkripsi memengaruhi transkripsi gen belum sepenuhnya dipahami. Namun
demikian, faktor transkripsi umumnya menyumbang beberapa sifat. Faktor transkripsi
sering memiliki domain asam ami-no yang mengandung satu atau lebih ion zink,
disebut dengan jari zink, yang dapat terikat ke DNA pada cara rangkaian-tertentu.
Jenis domain asam amino yang lain terutama berisi asam amino leusin, disebut zipper
leusin, dan memiliki fungsi mengikat ("zipping') ke domain yang serupa pada protein
lain berdasarkan muatan tiap asam amino. Selain domain ini, faktor transkripsi sering
mengandung sinyal lokalisasi nu-klear untuk mengarahkan protein dari sitoplasma ke
nukleus dan asam amino spesifik yang dapat dimo-difikasi oleh, misalnya, fosforilisasi,
ubikuitinilasi, atau asetilasi, dan dengan modifikasi tersebut dapat diaktifkan atau
dinonaktifkan. Modifikasi ini me-mungkinkan penyetelan-halus kerja faktor transkripsi.

Seperti yang sudah disebutkan, faktor transkripsi berperan penting pada


ekspresi gen temporal dan spesifik-jaringan. Pada ikatannya, faktor transkripsi dapat
memengaruhi transkripsi yang biasanya lebih dari satu gen. Terdapat cukup bukti
bahwa faktor transkripsi dapat mengubah bentuk struktur kroma-tin sedemikian rupa
agar bagian tertentu genom da-pat menjalani transkripsi, sedangkan bagian lain
kromosom menjadi padat dan tidak dapat diakses untuk transkripsi. Sebagai contoh,
gen enzim-enzim glukoneogenesis dapat diaktifkan di hepatosit, tetapi tidak di adiposit.
Hal ini terjadi karena hepatosit mengekspresikan faktor transkripsi yang dibutuhkan ;
untuk mengawali ekspresi enzim glukoneogenesis.

Master regulatory protein mengatur ekspresi ber-bagai gen pada suatu jalur
metabolik tunggal. Sebagai contoh, pada jalur lipogenik kompleks asam lemak sintase
mengode tujuh gen berlainan yang harus di-ekspresikan secara selaras untuk
membentuk enzim yang dibutuhkan untuk sintesis asam lemak. Hal ini memastikan
bahwa kadar yang cukup untuk semua enzim pada jalur metabolik ini tersedia secara
serentak.

Translasi RNA: Sintesis Protein

Translasi adalah proses pengubahan informasi genetik yang di kode di mRNA menjadi
rangkaian asam amino (polipeptida) melalui pembacaan rangkaian pengode mRNA
sebagai kode yang kontinu, tidak tumpang-tindih, dan terdiri atas tiga huruf (Gambar
2.7). Kode tiga huruf atau trinukleotida ini (triplet atau kodon) dapat dibaca dengan tiga
kemungkinan kerangka baca dalam sebuah molekul mRNA untai-tunggal. Lima bentuk
RNA memainkan peran yang tidak terpisahkan dalam proses translasi ini. RNA kecil
mengatur berbagai proses, small nuclear RNA (snRNA) membantu menghilangkan
intron, mRNA merupakan cetakan untuk sintesis protein, rRNA me-rupakan mesin
sitoplasma yang menyintesis produk protein gen, dan tRNA menyumbangkan asam
amino vang digabungkan menjadi polipeptida selama sin-icsis protein. Molekul tRNA
memiliki struktur yang sangat jelas untuk mengantarkan asam amino polipeptida yang
baru dibentuk. Sintesis protein terjadi di nbosom di dalam sitoplasma atau di ribosom
yang ter-ikat ke sisi sitoplasma pada membran retikulum endo-plasma kasar. Ribosom
terdiri dari dua subunit, 40S (kecil) dan 60S (besar), yang bergabung membentuk
partikel SOS. Sintesis protein dimulai dengan pem-bentukan kompleks subunit ribosom
40S yang mem-bawa tRNA metionin dengan basa yang berpasangan dengan kodon
inisiasi AUG pada molekul mRNA. Translasi sebagian besar diatur melalui pengaturan
pembentukan kompleks inisiasi, yang terdiri atas sub-unit ribosom 40S, mRNA, dan
protein pengatur spe-sifik. Struktur 5' UTR sangat penting untuk menen-tukan apakah
mRNA ditranslasikan atau diasingkan pada kompleks ribonukleoprotein yang belum
ditranslasikan. Permulaan translasi juga tergantung pada adanya struktur tutup 5' dan
struktur sekunder mRNA di sisi kodon inisiasi. Struktur sekunder seperti stem loofidi
ujung 5' mRNA, menghambat inisiasi translasi. Beberapa protein pengatur translasi
bersifat spesifik sel dan spesifik mRNA, yang memungkinkan kontrol pascatranskripsi
secara tepat selama sintesis protein tertentu. Ekor poli(A) juga mengatur translasi.
Walau-pun ekor poll (A) tidak esensial bagi terjadinya translasi, mRNA yang
kekurangan ekor poli(A) ditranslasikan secara kurang efisien.

Setelah kompleks inisiasi terbentuk, sintesis rantai polipeptida digerakkan oleh


interaksi antara faktor elongasi atau elongation factors (elf], ribosom, dan tRNA di
sepanjang molekul mRNA. Di setiap kodon, ribosom dan elF memacu interaksi antara
mRNA dan , tRNA. tRNA menyumbangkan asam amino, yang di-tambahkan ke
polipeptida yang baru tersintesis yang sesuai dengan kodon di mRNA. tRNA dapat
menyumbangkan asam amino karena tRNA mengandung triplet basa (antikodon} yang
saling melengkapi kodon mRNA, dan ada asam amino yang berikatan dengan lengan
akseptor tRNA yang sesuai dengan kodon di mRNA. Ketika antikodon tRNA cocok
dengan kodon atau rangkaian trinukleotida di mRNA, tRNA menyumbangkan asam
amino ke polipeptida yang baru tersintesis. Sebagai contoh, tRNA pertama yang mem-
bawa metionin memiliki antikodon UAC; tRNA ini mengenali kodon metionin AUG pada
mRNA. Sama seperti contoh tersebut, antikodon AAC mengenali kodon leusin TTG
pada mRNA. Proses ini berlanjut terus hingga ribosom mencapai kodon terminasi
(UAA, UAG, UGA), kemudian polipeptida yang leng-kap dihasilkan dari unit ribosom.
Modifikasi Pascatranslasi

Modifikasi pascatranslasi merupakan proses peng-ubahan polipeptida prematur


menjadi produk protein gen yang matur. Polipeptida yang baru dapat dimulai
membentuk struktur kompleks protein yang disintesis langsung di sitoplasma atau
membran retikulum endoplasma kasar. Ketika dibentuk di ribosom yang berikatan
dengan membran endoplasma kasar, rantai polipeptida prematur mungkin dipindahkan
ke badan Golgi untuk menjalani proses lebih lanjut. Polipeptida tersebut dapat
dimodifikasi lebih lanjut dengan hidroksilasi, fosforilasi, glikosilasi, atau aktivitas
proteolitik, yang akan membentuk karakteristik protein fungsional tersebut. Sebagai
contoh, status fosforilasi protein dapat menentukan apakah protein tersebut aktif atau
tidak aktif.

2.4 INSTRUMEN PENELITIAN UNTUK ASPEK MOLEKULAR GIZI

Karena berbagai alasan, aspek molekular gizi tidak selalu bisa diteliti pada
manusia. Penelitian-penelitan tersebut mungkin terlalu mahal, sedangkan pada banyak
kasus sel atau jaringan yang ingin diteliti tidak mungkin secara sederhana didapatkan.
Masalah terapan lainnya adalah respons terhadap intervensi diet dapat sangat
bervariasi antar-individu disebabkan adanya perbedaan latar belakang genetik
manusia dan pajanan terhadap faktor lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini,
berbagai pendekatan, seperti penelitan pada hewan atau sel, dilakukan untuk men-
dapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai efek diet atau kandungan makanan
tertentu pada tingkat selular dan molekular. Walaupun cara ini baik, keunggulan dan
keterbatasan masing-masing cara harus selalu diingat. Oleh sebab itu, penaksiran
terhadap kodisi manusia akan selalu menjadi masalah, dan pertanyaan yang dapat
diterapkan pada manusia harus ditujukan pada manusia.

Model Hewan

Penelitian diet menggunakan hewan telah dilakukan selama beberapa dekade.


Keunggulan penelitian-penelitian menggunakan hewan yaitu penelitian dapat
dilaksanakan dengan cara yang sangat terkontrol. Asupan makanan dapat dengan
mudah dipantau dan dimanipulasi, sedangkan faktor seperti temperatur, kelembapan,
dan tingkat penyakit dapat diatur. Selain itu, jaringan dan sel dapat segera diperoleh,
tidak seperti pada manusia. Perlu disadari bahwa tiap model Instrumen yang lain
memerlukan pembuatan tikus transgenik yang memiliki ekspresi spesifik-jaringan gen
tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Sebagai contoh, promotor
spesifik-jaringan dapat diinsersikan ke gen asing yang diteliti. Bangunan DNA ini
kemudian dapat digunakan untuk menciptakan hewan transgenik. Gen yang
ekspresinya bergantung pada ada atau tidak adanya komponen diet, seperti tetrasiklin,
dapat diciptakan. Dengan cara ini, pengaktifan ekspresi gen di jaringan tertentu pada
berbagai tahap penyakit juga dapat dilakukan, hanya dengan mengambil (atau
menambahkan) tetrasiklin ke dalam diet. Cara lain adalah sistem yang disebut
rekombinasi Cre-Lox banyak dipakai untuk mengontrol ekspresi spesifikjaringan
penghilangan gen. Dengan sistem ini, enzim Cre-rekombinase digunakan untuk
mengenali rangkaian DNA tertentu, yang disebut tempat LoxP. Jika dua tempat LoxP
mengapit suatu kode DNA tertentu, kode DNA ini dipotong oleh Cre-rekombinase.
Dengan cara ini, ekspresi spesifikjaringan, penghilangan, atau bahkan penggantian
gen yang diteliti dapat dilakukan dengan persilangan hewan yang mengandung kaset
LoxP dengan hewan yang mengekspresikan Cre-rekombinase di tingkat jaringan.
Alternatifnya, mRNA Cre-rekombinase dapat diberikan melalui injeksi atau
penggunaan virus pada hewan. Cara lain untuk me-manipulasi ekspresi gen hewan
juga dapat dilakukan dengan elektroporasi DNA atau dengan pemberian gen yang
diperantarai adenovirus. Dengan metode ini, DNA juga dapat diinsersikan ke suatu
jaringan. Insersi ini menghasilkan peningkatan tingkat ekspresi mRNA dan sintesis
protein yang berikutnya dari gen yang diteliti. Cara lain mempelajari fungsi suatu gen
adalah dengan menggunakan transplantasi jaringan atau sel. Sebagai contoh, ekspresi
gen apoE dalam makrofag, yang dibuat oleh sumsum tulang, dapat diteliti secara in
vivo melalui transplantasi sumsum tulang. Eksperimen ini menggunakan dua galur
tikus sanak dengan latar belakang genetik yang mirip, yaitu satu galur tidak
mempunyai lokus gen apoE fungsional (tikus dengan penghilangan apoE), tetapi satu
galur yang lain memiliki lokus gen apoE fungsional. Setelah iradiasi letal sumsum
tulang tikus dengan penghilangan apoE, suspensi sel sumsum tulang dari hewan liar
diinjeksikan. Dalam 4 minggu, hewan dengan penghilangan apoE ini sepenuhnya
tersusun atas sumsum tulang dari hewan liar. Akibatnya, makrofag hewan dengan
penghilangan apoE ini tidak mengandung apoE dan efek spesifik produksi apoE
makrofag dapat diteliti.

Kultur Jaringan

Penelitian in vitro dengan jaringan utuh atau sel terisolasi merupakan alternatif
penelitian in vivo pada hewan memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri sehingga
banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum memilih model hewan, termasuk
ukuran hewan, waktu pengembangbiakan, ukuran kandang, biaya penangkaran
hewan, serta kemudahan mendapatkan sampel darah dan vivisection. Jadi, sama
halnya pada penelitian manusia, teknik di bidang genetik dan biologi molekular
mungkin dapat diterapkan.

Keunggulan penting pada penelitian hewan adalah efek zat gizi dapat diteliti
pada hewan dengan latar belakang genetik yang mirip. Dengan cara ini, perbedaan
respons antara hewan akibat adanya heterogenitas genetik dapat dieksklusi.
Homogenitas genetik dapat diperoleh dengan penangkaran sanak
(inbreeding). Dengan inbreeding ini, hewan yang memiliki hubungan genetik, seperti
saudarajantan atau betina, dikawinkan untuk berbagai generasi. Perkawin-
an ini akan mengurangi heterogenitas antar hewan dan pada akhir keturunan hasil
perkawinan tersebut didapatkan genetik yang mirip, latar belakang homozigot. Namun,
homogenitas genetik tidak selalu menguntungkan. Sebagai contoh, jika cara kerja
komponen makanan tidak diketahui atau jika tujuan penelitian adalah mengecek
keamanan zat gizi atau obat, heterogenitas genetik mungkin lebih dipilih
karena meningkatkan prakiraan hasil. Selain itu, perbedaan respons antara berbagai
galur dapat memperjelas respons di tingkat molekular. Karena itu, pertanyaan
penelitian yang jelas harus ditentukan terlebih dahulu sebelum memilih model hewan
yang akan dilakukan.

Dengan menggunakan instrumen molekular yang diaplikasikan pada sel benih


hewan, suatu rangkaian gen terisolasi (asing) kemungkinan dapat dimasukkan ke
dalam material genom hewan. Hewan yang membawa gen asing tersebut disebut
sebagai hewan transgenik dan memiliki sifat yang dikode oleh gen tersebut.
Pendekatan lain adalah dengan knock-out (menghilangkan) gen endogen tertentu.
Dengan teknik ini, gen tertentu dimodifikasi, yang mengaki-batkan hilangnya fungsi
pada gen tertentu tersebut. Dengan pendekatan knockout (penghilangan) ini, suatu
gen dapat diuji, apakah efeknya sesuai dengan parameter penelitian. Hewan
transgenik dan penghilangan merupakan model yang penting bagi penelitian gizi.
Sebagai contoh, tikus yang mengekspresi-kan Apo AI manusia telah dibiakkan.
Dengan cara ini, peranan apolipoprotein ini pada aterogenesis dapat diteliti secara
mendetail. Dengan memasukkan atau menghilangkan gen, peranan gen tertentu
terhadap asal usul penyakit dan jalur biologis yang kompleks di berbagai jaringan
dapat diperjelas. Akhirnya, interaksi antara gen dan kontribusi relatif gen dan diet
terhadap fenotipe, dapat terungkap melalui galur tikus interbreeding dari berbagai latar
belakang genetik ini.

Tianusia dan hewan. Jika kondisinya optimal, sel da-~wit bertahan,


berkembang biak, dan juga berdifeensiasi setelah isolasi. Kultur jaringan dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu kultur organ dan kultur icl. Kultur organ terdiri atas seluruh
atau sebagian kecil organ atau jaringan utuh yang dipindahkan ke edia kultur.
Setidaknya hingga beberapa tingkat, keuntungannya adalah dapat mempertahankan
bio-lamia normal, diferensiasi morfologi, sertajalur ko-nunikasi antara berbagai jenis sel
jaringan. Selain itu, Bngkungan fisiologis dapat lebih diserupakan. Namun, waktu
ketahanan kultur organ bersifat terbatas, ^an biasanya tidak lebih dari 24 jam. Selain
itu, kultur 7C-1 vang lebih lanjut tidak memungkinan untuk di-aptakan dan diperlukan
material segar tambahan unuik setiap set eksperimen.

Suspensi sel berbeda dengan kultur jaringan, yaitu adanya pengacauan matriks
ekstraselular dan hubung-an interselular antarsel. Pada kultur jaringan, jaringan diatur
dengan enzim proteolitik dan komponen yang mengikat kalsium. Enzim proteolitik
memotong protein yang menyatu dengan jaringan melalui pelekatan intarsel oleh agen
pengkelat, seperti EDTA serta ion logam di- dan tri-kation seperti kalsium, untuk men-
cegah ikatan cadherin antarsel, Jaringan ini kemudian acara mekanis dipisahkan
menjadi sel tunggal. De-r.^an pemisahan ini, diperoleh suspensi yang terdiri iari
berbagai jenis sel. Jika diperlukan, pengisolasian .cbih jauh dapat dilakukan terhadap
satu jenis sel tertentu yang dapat digunakan untuk eksperimen aiau sebagai material
awal bagi kultur sel.

Kultur sel yang dibuat langsung dari organ atau jaringan organisme disebut
kultur primer. Sel kultur primer ini masih memiliki kemampuan untuk membelah
sehingga dapat diperoleh kultur sel sekunder dan tersier. Bergantung padajenis sel
dan teknik yang digunakan, sel ini dapat dibuat kultur dalam suspensi atau selapis sel
(monolayer). Kultur jaringan memiliki waktu ketahanan yang terbatas. Namun, lapisan
sel dapat digunakan dengan didapatkannya kemampuan replikasi yang tidak terbatas.
Sel-sel ini biasanya didapatkan dari jaringan kanker dan semuanya berasal dari sel
batang yang sama sehingga memiliki pembentuk genetik yang serupa.

Namun, perlu diperhatikan bahwa setelah tiap sel memperbanyak diri, sel-sel
ini kehilangan beberapa karakteristik biokimia dan morfologis, yaitu semakin tua sel,
semakin banyak perbedaan dari sel batang asal yang dapat ditemukan.

Namun demikian, sel dapat dibekukan setelah mem perbanyak diri. Setelah
dicairkan dengan baik, sel-sel tersebut dapat dikultur lebih lanjut sejak sel tersebut
dibekukan sehingga dapat kembali pada keadaan sebelum memperbanyak diri.

Penelitian dengan model jaringan atau sel ter-isolasi sangat berguna bagi
penelitian mekanistis.

Tabel 2.2 menjelaskan model kulturjaringan secara umum. Efek penambahan


zat gizi atau kombinasi zat gizi dapat diteliti secara terperinci. Respons sel ter-hadap
rangsangan ini dapat diperiksa dengan mik-roskop atau secara biokimia. Efek terhadap
mRNA atau ekspresi protein, dan interaksi antara dua atau lebih jenis sel yang
berbedajuga dapat diteliti. Akhir-nya, rangkaian gen terisolasi (asing) dapat dimasuk-
kan ke dalam sel atau pada ekspresi gen regulasi-turun gen tertentu dengan
interferensi RNA. Namun demi-kian, prakiraan basil tersebut pada hewan utuh atau
pada manusia masih menjadi masalah.

Kloning Molekular
Kloning molekular merupakan proses pembuatan salinan segmen DNA, yang
tidak memerlukan seluruh gen. Segmen DNA ini dapat berupa bagian DNA ge-nom,
atau DNA komplementer (cDNA) yang didapat-kan dari mRNA. Setelah mengisolasi
fragmen DNA, fragmen DNA tersebut dimasukkan ke dalam plasmid yang bertindak
sebagai vektor. Plasmid merupakan molekul DNA untai-ganda sirkuler, relatif kecil (1
1000 kb), yang dapat mereplikasi kromosom bakteri secara independen. Vektor yang
membawa potongan DNA asing selanjutnya dimasukkan ke dalam sel bakteri. Karena
vektor memiliki kemampuan replikasi secara autonom dalam sel inang dan inang itu
sendiri juga dapat tumbuh secara tidak terbatas di dalam laboratorium, sejumlah besar
plasmid yang mengan-dung segmen DNA yang diteliti dapat diperoleh. Ada banyak
vektor yang tersedia dan pemilihan vektor bergantung pada ukuran fragmen DNA,
apakah fragmen itu berupa genomik DNA maupun cDNA, dan inang yang diguhakan.
Tujuan kloning adalah men-ciptakan jumlah rangkaian DNA tertentu yang cukup untuk
penelitian lebih lanjut.

Kloning molekular memiliki aplikasi yang penting di sejumlah bidang gizi


molekular. Sebagai contoh, metode ini dapat digunakan untuk memeriksa fungsi SNP
dan menentukan apakah SNP secara diferensial dipengaruhi atau tidak oleh zat gizi.
Untuk kasus ini, dua bangunan DNA dapat dibuat, yaitu satu dengan. SNP dan satu
lagi tidak. Tiap bangunan dapat dima-sukkan ke dalam vektor, untuk diselundupkan ke
da-lam lapisan sel yang diteliti. Sebagai contoh, setelah sel yang diteliti terpajan
intervensi gizi .yang berbeda-beda, penentuan apakah efek diet terhadap mRNA atau
ekspresi protein dipengaruhi oleh SNP ini dapat dilakukan.

Perpustakaan DNA diciptakan untuk memudahkan penelitian gen dengan lebih


cepat. Pada perpustakaan yang sekarang tersedia secara luas ini, ter-dapat koleksi
klon bakteri atau jamur yang tiap klonnya mengandung vektor yang membawa potong-
an DNA asing. Untuk membuat perpustakaan genom, DNA genom pertama-tama
dicerna secara parsial oleh enzim restriksi karena seluruh DNA genom ter-lalu besar
untuk dimasukkan ke dalam vektor. Frag-men DNA yang terbentuk ini kemudian
dimasukkan ke dalam vektor yang cocok dan diklon oleh inang yang sesuai (mis.,
Escherichia coli). Cara efisien untuk membatasi jumlah klon adalah dengan
mengisolasi kromosom, kemudian membuat perpustakaan untuk kromosom tersebut.
Sama seperti cara tersebut, perpustakaan cDNA telah dibangun. Perpustakaan cDNA
dibuat dari populasi mRNA yang ada di dalam sel tertentu tepat saat pengisolasian
mRNA. Keunggulan potensial perpustakaan cDNA dibandingkan perpustakaan genom
adalah material klon tidak mengandung regio non-pengode dan intron, seperti pada
DNA genom. Selain itu, perpustakaan cDNA dapat dibuat dari jaringan atau sel
tertentu. Dengan cara ini, perpustakaan cDNA dapat dibangun, yang diper-kaya
dengan klon-klon untuk gen yang diekspresikan secara khusus pada jaringan tertentu,
atau selama penyakit atau keadaan perkembangan tertentu.

Kuantifikasi Ekspresi Gen: Ekspresi mRNA


Gen-Tunggal

Ekspresi gen-tunggal diukur melalui kuantifikasi sa-linan mRNA gen tertentu.


Kuantifikasi ini memberi-kan informasi mengenai efek, seperti efek zat gizi pada tingkat
transkripsi. Kuantifikasi mRNA juga dapat memberi estimasi yang tepat tentang kadar
protein dalam sampel, setidaknya saat produksi protein diatur secara transkripsi.
Karena hanya terdapat mRNA yang sangat sedikit dan mRNA ini relatif tidak stabil,
sampel mRNA pertama-tama ditranslasikan menjadi cDNA dengan enzim reverse
transcriptase (RT). Agar dapat dideteksi, molekul cDNA yang berhubungan dengan
gen yang diteliti harus diperkuat dengan polymerase chain reaction (PCR). Untuk
mengontrol variasi eksperimen pada tahap RT dan PCR, RNA kontrol internal dapat
digunakan pada seluruh RT-PCR, atau menggunakan kompetitor DNA hanya pada
PCR. Seluruh prosedur ini disebut RT-PCR kompetitif, atau jika menggunakan
kompetitor DNA disebut dengan RT-kompetitif-PCR. Untuk analisis mRNA, ada
beberapa prosedur yang tersedia untuk meng-ekstrak RNA dari sel yang lisis. Dengan
sebagian besar metode, RNA total yang diisolasi terdiri atas rRNA, mRNA, dan tRNA.
Hanya sekitar 5% total RNA merupakan mRNA. Karena sel eukariotik mengandung
RNAse alamiah yang dibebaskan selama lisis sel, akti-vitas RNAse ini harus
diminimalkan untuk menghindari hancurnya RNA yang diisolasi. Oleh sebab itu,
inhibitor RNAse harus digunakan selama ekstraksi RNA dan tahapan analitis
selanjutnya. Perlengkapan gelas dan plastik yang digunakan harus bebas dari RNAse
atau dibubuhi inhibitor RNAse. Setelah isolasi, konsentrasi RNA dapat ditentukan
dengan mengukur densitas optis pada 260 nm.

Setelah isolasi RNA, cDNA disintesis dari mRNA melalui langkah RT. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, cDNA berbeda dengan DNA genom karena cDNA hanya
mengandung ekson DNA. RT atau sintesis untai pertama dapat dibuat dengan
beberapa T protokol. Salah satu yang mungkin dilakukan adalah dengan
menggunakan heksamer acak. Heksamer ini berikatan dengan RNA pada banyak
tempat, sedang-kan celah-celah di antaranya diisi dengan nukleotida oleh enzim
reverse transcriptase. Ekor poli(A) yang terletak di 3' UTR pada hampir seluruh
molekul mRNA juga dapat digunakan. Dengan kedua prosedur terse-but, seluruh
mRNA yang ada dalam sampel disalin menjadi cDNA. cDNAjuga dapat dibuat untuk
sebuah gen terutama selama reaksi RT. Dalam hal ini, sintesis untai pertama dapat
dilakukan dengan penggunaan primer yang spesifik untuk gen tersebut.

Langkah RT memiliki keterulangan yang bervariasi dan kontrol kualitas yang


sangat penting. Tiap perbedaan pada efisiensi RT ditambahkan ke eksponensial PCR
berikutnya. Untuk mengatasi masalah ini, terdapat sejumlah cetakan RNA kompetitif
yang dapat ditambahkan ke sampel RNA sebagai kontrol internal. Ukuran standar
internal biasanya 20-30 bp lebih panjang atau lebih pendek daripada gen yang diteliti.
Standar RNA ini juga disalin menjadi cDNA selama langkah RT dengan efisiensi yang
sama seperti salinan RNA pada sampel RNA. Kedua standar tersebut menghasilkan
cDNA, dan cDNA hasil dari mRNA diperkuat pada PCR berikutnya. Namun,
pemisahan selalu mungkin terjadi karena dua produk RT-PCR memiliki ukuran yang
berbeda.

Setelah langkah RT, molekul cDNA spesifik diperkuat oleh Taq DNA
polimerase. Reaksi ini menggunakan dua primer, yang saling melengkapi ke kedua
ujung produk target. Primer merupakan titik awal bagi enzim Taq DNA polimerase. Taq
polimerase membaca untai cDNA dari sisi 3' ke 5' sehingga membentuk untai yang
saling melengkapi dari 5' ke 3' dengan menggandeng empat nukleotida A, T, G, dan C
yang tersedia. Proses penguatan ini memerlukan rancangan temperatur-spesifik, yang
disebut sebagai siklus PCR. Pertama, cDNA untai-ganda didenaturasi pada suhu
95C. Temperatur kemudian diturunkan ke temperatur pendinginan, yaitu suhu yang
dapat mem-buat primer terikat ke setiap untai, biasanya sekitar 60C. Selanjutnya,
temperatur dinaikkan menjadi 72C, yang merupakan suhu optimal bagi Taq polime-
rase untuk menggandeng nukleotida pada ujung 3'-OH rangkaian DNA yang sedang
dibangun, meng-gunakan untai pelengkap sebagai cetakan. Proses ini disebut
ekstensi. Oleh sebab itu, selama satu siklus PCR, jumlah produk target digandakan.
Artinya sete-lah siklus n, jumlah salinan untuk satu molekul cDNA adalah 2". Setelah
25 siklus, maka 225 (33xl06) salinan dibentuk dari setiap molekul cDNA. Jumlah
tersebut dapat divisualisasikan menggunakan sistem deteksi.

Jika kontrol internal digunakan selama RT-PCR, jumlah awal molekul mRNA
dapat dikalkulasikan dengan membandingkan intensitas produk PCR pada mRNA
yang diteliti dengan intensitas produk PCR dari kontrol internal. Karena jumlah awal
standar internal sudah diketahui, jumlah mRNA yang tidak diketahui dapat dihitung.

Jika kontrol internal tidak digunakan, ekspresi gen berhubungan dengan


ekspresi gen konstitutif, seperti p-aktin atau GAPDH. Housekeeping gene ini selalu
diekspresikan dalam jumlah yang sama sehingga dapat menjadi ukuran untuk jumlah
RNA yang digunakan dalam reaksi maupun sintensis cDNA. PCR untuk housekeeping
gene harus dibuat dari cDNA yang sama dengan gen yang diteliti.

Deteksi bentuk produk PCR dilakukan dengan berbagai metode. Metode yang
dahulu sering digunakan adalah pemisahan fragmen DNA yang dilipatgandakan
menggunakan elektroforesis gel diikuti dengan visualisasi fragmen-fragmen dengan
pewarnaan etidium bromida menggunakan sinar ultraviolet (UV). Beberapa pewarna
lain dapat digunakan, seperti cyber green atau gelstar. Intensitas pita pada gel
dianalisis dengan densitometri, dan intensitas ini se-banding dengan konsentrasi.
Metode lain, pengguna-an pemeriksaan berlabel (radioaktif, biotin, atau digoksigenin)
juga dapat dilakukan, yang saling melengkapi gen penelitian yang diperkuat. Setelah
elektroforesis gel, penodaan, dan denaturasi, pengujian ini berhibridisasi dengan
produk PCR, yang dapat divisualisasikan dan dihitung.

Saat ini, sebagian besar metode menggunakan agens interkalasi (seperti cyber
green) primer berlabel-fluoresens selama PCR bersama dengan peralatan PCR yang
memiliki sistem deteksi optis. Ketika fluorokrom dalam primer berlabel dibangkitkan
dengan cahaya berpanjang gelombang yang tepat, akan terbentuk pancaran cahaya
yang dapat dihitung menggunakan sensor sensitif-cahaya. Jumlah sinyal fluoresens
yang dipancarkan berbanding lurus de-ngan jumlah produk yang dibentuk dalam reaksi
RT-PCR. Karena itu, metode ini juga disebut sebagai PCR kuantitatif (Q-PCR) atau
real time PCR (RT-PCR). Dalam hal ini, sebutan Q-PCR lebih cocok karena RT-PCR
dapat disangka sebagai reverse transcriptase PCR. Q-PCR memungkinkan
pengukuran secara kontinu produk PCR yang baru dibentuk pada tiap siklus. Ke-
unggulan cara penghitungan produk PCR ini adalah lebih reliabel dan jauh lebih
sensitif dibandingkan pengukuran akhir PCR menggunakan densiometri.

Teknik (Q)PCR terutama berguna untuk kuan-tifikasi mRNA yang terdapat


dalam konsentrasi rendah. Dalam konsentrasi yang lebih tinggi, mRNAjuga dapat
diidentiflkasi dengan teknik yang disebut Northern blotting. Dengan Northern blotting,
RNA atau mRNA yang dimurnikan pertama-tama dipisah-kan berdasarkan ukuran
dengan elektroforesis, di-transfer ke filter, dan didenaturasi. Filter ini kemudian
diinkubasi dengan pengujian berlabel, yang secara spesifik terikat dengan mRNA yang
diteliti. Setelah pencucian untuk membuang pengujian non-hibridisasi, salinan RNA
spesifik dapat dideteksi. Jika pengujian hibridisasi lebih dari satu salinan (mis., splice
variant], pita yang muncul pada filter akan lebih banyak, Rini, Northern blotting masih
digunakan untuk menentukan keberadaan berbagai splice-variant mRNA. Namun,
untuk standar kuantifikasi, Q-PCR telah menjadi metode standar.

Kuantifikasi Ekspresi Gen: Ekspresi mRNA ; Gen-Ganda

Secara urnum, ekspresi sejumlah besar gen (profil ekspresi) berubah ketika
kondisi lingkungan, seperti pajanan zat gizi atau status gizi, mengalami perubah-an.
Sebagai contoh, intervensi diet yang diketahui meningkatkan pengaturan ekspresi
reseptor lipopro-tein densitas rendah (LDL) juga dapat mengubah ekspresi pengodean
gen enzim sintesis-kolesterol. Selain itu, profil ekspresi dapat bervariasi di antara
jaringan-jaringan, dan juga tidak semua individu me-respons perubahan kondisi itu
dengan cara yang sama. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh berbagai latar
belakang genetik dan variabel, seperti jenis kelamin, umur, tingkat aktivitas fisik, atau
keadaan penyakit. Microarray DNA berguna untuk mengetahui lebih baik tentang
interaksi antara sejumlah besar gen dan untuk memeriksa kejadian pada tingkat
transkripsinya, variasi genetikjuga dapat menghasilkan bentuk molekular protein yang
berbeda. Karena itu, tidak hanya informasi mengenai ekspresi gen, informasi
mengenai sintesis, modifikasi, dan aktivitas protein juga penting untuk didapatkan.

Berbagai teknik digunakan untuk analisis protein. Teknik yang paling sensitif
adalah kombinasi satu atau dua metode yang menggunakan perbedaan pada berat
molekular, muatan listrik, ukuran, bentuk atau interaksi dengan antibodi tertentu.
Teknik yang se-ring digunakan adalah Western blotting yang dikombinasikan dengan
deteksi protein spesifik menggunakan antibodi. Pertama-tama protein diisolasi dari
ekstrakjaringan atau sel, lalu dipisahkan berdasarkan ukuran dengan elektroforesis.
Protein kemudian di-transfer dan terikat secara permanen ke filter, yang kemudian
diinkubasikan dengan satu atau dua antibodi. Setidaknya satu antibodi dibuat untuk
melawan protein ini. Antibodi kesatu atau kedua yang mengenali antibodi pertama tadi,
diberi label dengan kom-ponen yang dapat dideteksi sehingga jumlah protein dalam
sampel memungkinkan untuk dihitung. Pendeteksian dan kuantifikasi protein juga
dapat dilakukan dengan enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) atau
radioimmunoassays (RIA). Teknik ini terutama berdasarkan pada imunoreaktivitas dan
dapat men-deteksi banyak protein pada berbagai konsentrasi fisiologis. Namun, teknik
ini tidak dapat membedakan berat molekul seperti pada Western blotting sehingga
kurang spesifik untuk menentukan modifikasi protein pascatranslasi. Selain itu, protein
yang tidak di-ketahui juga bisa terdapat dalam Western blot yang memperlihatkan
perubahan profil ekspresi menggunakan pewarnaan protein umum (mis., pewarnaan
perak atau Coomassie Brilliant Blue fCBB]). Pende-katan yang paling langsung untuk
mengidentifikasi protein yang tidak diketahui ini adalah dengan menentukan rangkaian
asam amino. Secara khusus, protein yang dimurnikan awalnya dibelah menjadi se-
jumlah fragmen peptida, yang terisolasi. Langkah selanjutnya adalah menentukan
rangkaian asam amino tiap fragmen. Jika sebagian atau seluruh rangkaian asam
amino telah diketahui, rangkaian asam amino ini dibandingkan dengan perpustakaan
ren-tang protein untuk mengidentifikasi protein. Alter-natifnya, rangkaian asam amino
dapat ditranslasikan terbalik menjadi mRXA dan rangkaian ekson gen yang
bersangkutan dapat dibuat sebagai informasi pada rangkaian asam amino untuk
mengetahui informasi tentang rangkaian nukleotida. Rangkaian nuk-leotida ini
kemudian dapat digunakan untuk mema-dukanpemeriksaan
untukmembangunperpustakaan, atau untuk menvintesis protein ini dalam skala besar
untuk penelitian lanjutan, atau untuk pembuatan obat, seperti insulin.

Microarray atau chip DNA digunakan sebagai alat untuk mendeteksi perbedaan
tingkat ekspresi se-jumlah besar gen di antara dua atau lebih sampel pada penelitian
tunggal. Konsep di balik teknik ini sama seperti pada Northern blotting. Pertama, oligo-
nukleotida spesifik-gen secara individual ditandai atau dicetak pada penyokong padat
yang datar pada tempat yang dipilih. Polinukleotida yang dapat beasal dari gen yang
diketahui maupun tidak diketahui ini, ' kemudian dipindai dengan cDNA dari kedua tes
dan material acuan. Dua sumber cDNA yang memiliki label spesifik masing-masing ini,
bersaing untuk ber-ikatan dengan array. Intensitas sinyal dari label kini dapat dihitung
dan memberikan indikasi menyeluruh bahwa jumlah cDNA yang ada dalam sampel
peme-riksaan relatif terhadap sampel acuan. Sebagai con-toh, material tes dapat diberi
label fluoresens dengan label merah dan material kontrol dengan label hijau. Jika
ekspresi gen tertentu sama pada tes dan sampel acuan, sinyal kuning akan muncul.
Langkah terakhir adalah menafsirkan profil ekspresi yang tersedia dalam software
komputer. Dengan cara yang sama, array menyala untuk mengukur kadar ekspresi
gen tiap sampel pada suatu waktu.

Pada prinsipnya, terdapat kemungkinan dalam mendapatkan informasi


microarray DNA pada profil ekspresi sejumlah gen yang diketahui maupun tidak
diketahui pada waktu yang sama di berbagai jaringan pada berbagai tingkat penyakit.
Penelitian mengenai hal tersebut akan memberikan sejumlah besar data, yang harus
dianalisis agar memiliki arti. Penelitian ini menggunakan alat bioinformatika, seperti
analisis kluster dan analisis komponen utama, yang menggabungkan berbagai profil
ekspresi gen. Pendekatan bioinformatika yang melihat efek zat gizi terhadap jalur
metabolik/biokimia dan jalinan kerjajuga dapat berguna karena memungkinkan
integrasi gen yang secara fungsional saling terhubung. Cara ini memu-dahkan
karakterisasi "tanda transcriptomic" yang meng-gambarkan efek zat gizi atau status
metabolik sel/ jaringan.
Kuantifikasi 1.8 Sintesis Protein

Protein memiliki peran yang sangat berbeda-beda, yang bervariasi mulai dari
sebagai komponen struktural dan kontraktil hingga sebagai elemen pengatur penting
pada berbagai proses selular dalam bentuk enzim atau hormon. Walaupun mRNA
bertindak sebagai cetakan untuk protein, harus disadari bahwa jumlah mRNA tidak
selalu berkorelasi dengan jumlah protein. Sebagai contoh, mRNA dapat didegradasi
tanpa ditranslasikan. Selain itu, protein dapat dimo-difikasi sedemikian rupa setelah
translasi sehingga waktu paruh, fungsi, atau aktivitasnya berubah. Akhir

Pembelahan protein menjadi fragmen-fragmen menjadi asam amino, sangat


berguna untuk menentukan bagian protein tersebut yang ditrans-farmasikan setelah
translasi. Dengan cara ini, misalnya terdapat kemungkinan untuk mengenali sisi dan
drrajat fosforilasi atau glikosilasi. Sama halnya dengan mxroarray DNA, array juga
telah dikembangkan untuk pembuatan profll protein. Selain polinukleotida gen-
TOesifik, antibodi yang menunjukkan perlawanan ter-kadap protein terlihat berbintik
pada penyokong padat yang datar.

istop Stabil: Instrumen untuk

Hengintegrasikan Metabolisme Selular dan

Rsiologi Tubuh Secara Keseluruhan

Dengan DNA array dan protein array, informasi mengenai ekspresi dan
pembentukan berbagai gen dan protein dapat diperoleh. DNA dan protein array
berikan informasi penting untuk menggambar-bagaimana pola yang dipengaruhi oleh
stimulus internal maupun eksternal. Namun demikian, DNA in protein array tidak dapat
memberikan informasi mengenai aktivitas enzim atau mengukur kejadian netabolik in
vivo. Sebagai contoh, peningkatan sintesis protein tertentu untuk glukoneogenesis
tidak berarti bahwa produksi glukosajuga meningkat.

Produksi glukosa bersifat sangat kompleks dan diatur pada berbagai tingkat.
Untuk menjawab masalah ini, vnologi isotop stabil berguna untuk mendapatkan
-Tiformasi kuantitatif tentang laju sintesis in vivo pada nianusia, degradasi, turnover,
fluks antara sel dan jaringan, dan sebagainya.

Isotop stabil merupakan molekul yang sedikit berbeda dalam hal berat molekul
akibat perbedaan jumlah neutron pada satu atom atau lebih. Sebagai contoh, 12C dan
13C merupakan atom karbon dengan massa atom 12 dan 13, yang serupa secara
metabolis. Di alam, sekitar 99% atom karbon merupakan 12C dan iiom 13C hanya
sebanyak 1%. Karena 13C bersifat non-radioaktif, atom ini dapat digunakan dengan
aman dalam penelitian pada manusia. Sebaliknya, isotop radioaktif sering digunakan
pada penelitian hewan atau sel.

Karakteristik tersebut membuat isotop stabil berguna untuk mengintegrasikan


metabolisme selular dan fisiologi seluruh tubuh. Dengan teknik analitis Yang tepat,
pemisahan atom dan molekul berdasar-kan perbedaan massa mungkin untuk
dilakukan. Penelitian dibuat berdasarkan jumlah satu isotop tersebut yang rendah
secara alami. Contoh paling mudahnya adalah jika kecepatan munculnya 13CO2 saat
bernapas dari hasil oksidasi glukosa oral dalam dosis tenentu diteliti, glukosa berlabel-
13C (yang disiapkan dalam skala komersial) dapat diberikan. Udara yang
diekspirasikan akan menjadi kaya dengan 13CO9, yang kemudian dapat diukur.
13CO9 ini dapat dipastikan berasal dari glukosa berlabel-BC. Pada akhirnya, cara ini
memberikan informasi mengenai laju, proporsi, dan jumlah glukosa yang dioksidasi.
Pendekatan ini membantu dalam meningkatkan pemahaman kita mengenai
konsekuensi metabolik pada efek yang ditemukan di tingkat selular dan molekular.
Metabolomik: Instrumen Terkini bagi Nutrigenomik

Metabolomik merupakan teknologi "omik" terkini yang digunakan dalam gizi


molekular dan nutri-genomik. Metabolomik menggunakan teknologi ki~ mia analitis,
seperti spektroskopi resonansi magnet inti (nuclear magnetic resonance, NMR) dan
spektro-metri massa (mass spectrometry, MS) untuk mendapat-kan data yang lengkap
tentang metabolit berat mo-lekul rendah, zat gizi, dan kandungan lain dalam berbagai
cairan tubuh manusia, sel, dan jaringan. Profil metabolit molekul kecil/sidik jari kimiawi
yang mencerminkan proses selular ini disebut sebagai metabolom.

Metabolom dipandang sebagai hasil akhir fungsional seluruh metabolit yang


merupakan produk akhir gen dan ekspresi protein. Peluang dan tantang-an terkait
aplikasi metabolomik dalam penelitian gizi merupakan subjek tinjauan akhir-akhir ini
(Gibney et al., 2005). Peluang utamanya adalah metabolomik dapat menjadi biomarker
yang komprehensif pada berbagai metabolit untuk menilai status zat gizi, res-pons
metabolik, predisposisi penyakit, dan lain-lain. Walaupun metabolom dapat
didefmisikan dengan mudah, seluruh rentang metabolit tidak memungkinkan untuk
dianalisis dengan sebuah metode analitis. Untuk mengatasi keterbatasan ini, telah
dibuat Human Metabolome Database yang mencatat lebih dari 2500 metabolit, 1200
obat, dan 3500 komponen makanan yang dapat ditemukan di dalam tubuh manusia.
Interpretasi biologis data metabolomik ini juga menjadi tantangan besar dalam konteks
gizi manusia. Hubungan secara langsung metabolit dengan biomarker spesifik status
gizi dapat sulit ditentukan.

2.5 VARIABILITAS GENETIK: PENENTU KESEHATAN DAN RESPONS


TERHADAP ZAT GIZI

Nutrigenetik adalah istilah umum yang menggam-barkan bagaimana variasi


genetik menentukan risiko seseorang terhadap penyakit terkait diet, kebutuhan "zat
gizi, dan respon Tjrictabo'lik meresrpons terhadap komponen diet bioaktif atau
intervensi gizi. Polimorfisme genetik dapat memengaruhi respons metabolik terhadap
diet dengan memengaruhi produksi, komposisi, dan/atau aktivitas protein. Karena itu,
sejumlah penelitian telah dilakukan untuk melihat efek polimorflsme genetik terhadap
respons zat gizi. Topik ini menjadi menarik setidaknya karena dua alasan. Pertama,
penelitian mengenai polimor-fisme genetik memberikan informasi mengenai proses
molekular spesifik yang mendasari respons diet. Kedua, jika polimorflsme genetik
menentukan respons diet, manusia dapat diidentifikasi menurut siapa yang akan dan
siapa yang tidak akan mendapat ke-untungan dari suatu rekomendasi diet tertentu.
Pendekatan gizi personal ini memungkinakan adanya te-rapi diet sesuai target, pada
keadaan penyimpangan metabolik tertentu dan hasil akhir suatu penyakit.

Beberapa kriteria umum dapat dibuat untuk me-nilai dampak pada penelitan
terkait genetik yang coba menghubungan antara variasi genetik dengan respons diet.
Pertama, polimorflsme harus memengaruhi respons metabolik dengan memengaruhi
pro-duksi, komposisi, dan/atau aktivitas protein. Mutasi/ polimorflsme di regio promoter
tidak akan selalu memengaruhi komposisi protein, tetapi dapat memengaruhi
produksinya. Sebaliknya, mutasi di ekson mungkin tidak memengaruhi produksi, tetapi
dapat mengubah komposisi dan selanjutnya mengubah struktur atau aktivitas suatu
protein. Namun demi-kian, terdapat kemungkinan bahwa mutasi di intron juga dapat
berhubungan dengan respons diet. Pada kasus demikian, sangat mungkin mutasi ini
terdapat pada keadaan ketidakseimbangan pertautan atau terkait dengan variasi
genetik fungsional lainnya yang secara langsung menimbulkan efek yang diobservasi.
Efek polimorflsme terhadap respons diet perlu diungkap dan dilihat relevansi
biologisnya. Dalam hal keterte-rapan praktis interaksi gen-zat gizi, subjekyang cukup
diperlukan dalam suatu populasi yang membawa varian genetik, contohnya >10%.
Akhirnya, mekanis-me biologi yang masuk akal harus tersedia atau, ideal-nya, harus
terdapat penelitian fungsional yang jelas mengungkap hubungan dan
mendemonstrasikan interaksi gen-zat gizi.

Hingga kini, sebagian besar penelitian berfokus pada single genetic variants
(SNP) pada gen individual, seperti yang dijelaskan di bawah ini. Tantangannya adalah
mengidentifikasi gen kandidat lain yang tercakup dalam tiap penyakit terkait-diet
(obesitas, sindrom metabolik, T2DM, CVD, kanker, dll.). Hal ini tidak mudah karena
sifat poligenetik yang rumit pada penyakit terkait diet ini mencakup gangguan dalam
beragam jalur metabolik. Selain itu, di dalam jalur metabolik apa pun, beberapa gen
dapat terlibat, contohnya terdapat lebih dari 50 gen yang terlibat dalam metabolisme
lipid. Genome wide association studies (GWAS) merupakan pendekatan baru yang
berusaha menampilkan seluruh genom untuk mengidentifikasi varian genetik baru
yang berhubungan dengan pe-nyakit. Pendekatan tersebut mengidentifikasi gen
kandidat baru, TCF7L2, yang berkaitan dengan pe-ningkatan risiko diabetes tipe 2.
Pada masa men-datang, tidak diragukan lagi pendekatan tersebut akan menemukan
kandidat gen baru untuk penyakit terkait-diet.

Polimorfisme Unwm dan Penyakit: Polimorfisme Kb/ester/Ester Transfer Protein


Taq IB

Choksteryl ester transfer protein (CETP) adalah protein penting yang mengatur
metabolisme kolesterol. Ka-rena itu, faktor gizi dan genetik yang memengaruhi protein
ini penting dalam kasus penyakit jantung koroner. Dalam plasma manusia, CETP
memfasilitasi transfer kolesteril ester dari lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) menjadi
lipoprotein mengandung-apo B, seperti LDL dan lipoprotein berdensitas sangat rendah
(VLDL). Konsentrasi kolesterol LDL dan VLDL yang tinggi dan konsentrasi kolesterol
HDL yang rendah berhubungan dengan meningkatnya risiko kardiovaskular sehingga
CETP dapat dianggap sebagai faktor aterogenik potensial. Di seluruh dunia, hanya
sedikit orang yang telah diidentifikasi tidak me-miliki aktivitas CETP. Penelitian in vitro
menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki aktivitas CETP tersebut, mengalami
kerusakan pada transfer kolesteril ester dari HDL ke LDL atau VLDL. Pasien ini juga
mengalami peningkatan kolesterol HDL dan penurunan kadar triasilgliserol HDL.
Hewan yang tidak memiliki aktivitas CETP pada plasma, relatif resistan terhadap
aterosklerosis, sedangkan tikus transgenik CETP memiliki penurunan kadar kolesterol
HDL. Inhibitor CETP spesifik meningkatkan kolesterol HDL dan memperlambat
perkembangan aterosklerosis pada kelinci. Semua temuan di atas sejalan dengan efek
metabolik dan fungsional CETP in vivo yang telah diprediksi.

Struktur primer CETP plasma manusia telah di-ketahui. Penelitian awal


menggunakan perpustakaan hati manusia, tempat cDNA CETP diidentifikasi, di-isolasi,
dan dibuat kloningnya, menggunakan rangkaian asam amino parsial dari CETP yang
dimur-nikan. Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa gen CETP terletak di
kromosom 16. Beberapa polimor-fisme DNA untuk gen CETP telah diuraikan. Satu
polimorfisme ini adalah Taq IB yang diidentifikasi pada intron 1 melalui restriksi enzim
Taq I. Adanya variasi DNA ini sering disebut sebagai Bl, dan jika tidak ada variasi
disebut B2. Frekuensi alel Bl dalam populasi bervariasi, tetapi umumnya adalah antara
0,4 dan 0,6. Artinya, 16 - 36% populasi memiliki senotipe CETP Taq IB-1/1. Penelitian
epidemiologi sectional di berbagai kelompok populasi menuntukkan bahwa adanya alel
B2 berkaitan dengan penemuann aktivitas CETP dan peningkatan kadar kolesterol
HDL. Selain itu, orang yang memiliki alel B2 selah dilaporkan memiliki risiko
kardiovaskular yang jebih rendah.

Walaupun polimorfisme CETP ini menentukan fcadar kolesterol HDL, efeknya


terhadap respons diet masih kurangjelas. Beberapa penelitian tidak melihat .adanya
efek apa pun, tetapi terdapat penelitian lain vang menyatakan bahwa polimorfisme gen
CETP ini mengatur respons kolesterol HDL atau LDL terhadap asupan alkohol dan
lemak. Namun, efeknya kecil dan ddak terbukti pada semua penelitian. Selain itu,
harus disadari bahwa mutasi CETP Taq IB terletak pada in-iron 1 dan mutasi ini
kemungkinan besar bersifat tidak fungsional. Hal ini menunjukkan bahwa mutasi ^en
CETP ini merupakan penanda adanya mutasi pada bagian lain gen yang sama atau
pada gen lain vang terlibat metabolisme lemak. Mutasi Taq IB telah ditemukan
terdapat dalam keadaan ketidakseimbangan frertautan dengan mutasi fungsional pada
regio pro-motor CETP.

Polimorfisme Gly972Arg pada Reseptor Insulin Substrat-1

Insulin terkenal dengan peranannya dalam metabolisme glukosa dan lemak.


Setelah mengikat insulin ke reseptor insulin, reseptor insulin substrat-1 (IRS-1)
diaktivasi oleh fosforilasi. Dengan fosforilasi ini, sinyal dari insulin plasma diperantarai
pada berbagai sel dan jaringan responsif-insulin, melalui reseptor insulin di permukaan
sel, ke arah enzim intraselular. Karena peran penting IRS-1 dalam jalur transduksi
sinyal ini, IRS-1 dapat berkaitan dengan penurunan sensitivitas insulin pada pasien
diabetes melitus tak bergantung insulin.
Gen IRS-1 diklon dari perpustakaan plasenta pria dan ditemukan pada
kromosom 2. Tikus yang tidak memiliki gen IRS-1 fungsional telah dibiakkan. Tikus ini
mengalami beberapa kelainan metabolik, seperti pada pasien diabetes. Sensitivitas sel
defisien-IRS-1 terhadap insulin dapat dipulihkan sebagian melalui transfeksi sel ini
dengan IRS-1. Penelitian mengenai IRS-1 dengan jelas membuktikkan pentingnya
IRS-1 pada deretan informasi pengiriman sinyal insulin dan jalur sekresi insulin.
Namun demikian, gangguan gen IRS-1 tidak menyebabkan kematian (letal) pada tikus,
yang menyatakan bahwa adanya jalur kerja lain yang dapat melewatkan sinyal insulin
plasma.

Terdapat beberapa polimorfisme asam amino di IRS-1, salah satu yang cukup
sering adalah substitusi glisin menjadi arginin pada asam amino 972 (mutasi
Gly972Arg). Dalam bentuk heterozigot, varian kodon-972 IRS-1 terdapat pada sekitar
10% populasi, tetapi mungkin lebih lazim pada pasien diabetes melitus tak bergantung
insulin atau dislipidemia. Karier alel Gly972Arg niemiliki konsentrasi insulin puasa yang
lebih rendah dan profil lipoprotein plasma yang kurang baik daripada non-karier. Selain
itu, pada sel biakkan yang ditransfeksi dengan IRS-1 ma-nusia wild-type atau varian
Gly972Arg, terlihat bahwa mutasi ini mengganggu proses stimulasi-insulin. Ber-
dasarkan penelitan tersebut, polimorfisme Gly972Arg tampaknya turut menyebabkan
resistansi insulin

Yang lebih menarik dari sudut pandang gizi adalah adanya interaksi antara
mutasi Gly972Arg pada IRS-1 ini dengan massa tubuh. Mutasi Gly972Arg semakin
banyak ditemukan pada penderita penyakit jantung koroner, dan lebih banyak lagi
pada pasien obesitas. Hasil tes toleransi glukosa intravena bersifat lebih buruk pada
karier heterozigot polimorfisme ini dengan berat badan berlebih tingkat sedang
(moderate overweight) dibandingkan pada subjek wild-type. Pene-muan ini
menunjukkan bahwa orang kelebihan berat badan yang niemiliki varian Gly972Arg
dapat meng-alami perbaikan sensitivitas insulin dari adanya pe-nurunan berat badan.
Perlu diingat bahwa interaksi Gly972Arg dengan obesitas ini masih belum diteliti pada
semua penelitian.
Polimorfisme 677C-T Metilen-Tetrahidrofolat Reduktase

Peningkatan kadar homosistein plasma, asam amino yang mengandung sulfur,


meningkatkan risiko berbagai penyakit, seperti neural tube defek, penyakit trombotik,
dan penyakit vaskular. Hubungan ini tidak membuktikan peran kausal homosistein
pada penyakit-penyakit tersebut, tetapi ada indikasi bahwa homosistein berperan
penting dalam berbagai proses fisiologis. Pada metabolisme homosistein, terdapat
peran penting enzim metilen-tetrahidrofblat reduk-tase (MTHFR). Gen MTHFR terletak
pada kromosom 1. Beberapa subjek dengan defisiensi MTHFR telah diidentifikasi, dan
semua subjek mengalami pening-katan kadar homosistein. Model tikus dengan peng-
hilangan MTHFR telah dibiakkan untuk mempelajari patogenetik dan konsekuensi
metabolik in vivo defisiensi MTHFR. Kadar homosistein sedikit meningkat pada hewan
heterozigot dan meningkat 10 kali lipat pada tikus dengan penghilangan MTHFR
homozigot. Hewan homozigot mengalami penyakit yang sama seperti pada pasien
MTHFR manusia, yang membuktikan peran kausal hiperhomosisteinemia pada
penyakit-penyakit ini. Namun demikian, perkiraan dari penelitian hewan terhadap
keadaan manusia masih menjadi masalah.

Polimorfisme DNA yang umum pada gen MTHFR adalah substitusi C menjadi T
pada nukleotida 677, yang menghasilkan pergantian alanin menjadi valin. Frekuensi
alel genotipe 677CT, yang dapat diiden-tifikasi dengan enzim restriksi Hinfl, adalah
sebesar 35% di beberapa populasi, tetapi frekuensi alel polimorfisme 677C-T sangat
bervariasi pada populasi. Pergantian alanin menjadi valin menyebabkan penurunan
aktivitas enzim, dan individu homozigot untuk polimorfisme ini memiliki peningkatan
konsentrasi homosistein plasma secara signifikan. Karena itu, mutasi 677C-T dapat
memiliki konsekuensi fungsional. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan fre-
kuensi alel 677T pada pasien pre-eklampsia, neural tube defek, dan penyakit
kardiovaskular, tetapi tidak terbukti oleh penelitian yang lain.

Hipotesis lemahnya hubungan antara polimorfisme MTHFR dan penyakit di


populasi tertentu mungkin terjadi akibat perbedaan status diet. Meta-bolisme
homosistein membutuhkan partisipasi folat dan vitamin B]2. Di dalam plasma, kadar
homosistein berbanding terbalik dengan folat dan vitamin B12. Selain itu, suplementasi
folat maupun vitamin B12 menurunkan kadar homosistein puasa. Dalam hal ini, orang
yang membawa mutasi 677C-T bersifat lebih responsif. Oleh sebab itu, suplementasi
dosis rendah harian asam folat akan sedikit menurunkan, dan pada banyak kasus
akan menormalkan, peningkatan kadar homosistein, yang diterangkan melalui
kemungkinan efek pada stabilitas folat pada MTHFR. Apakah efek intervensi folat akan
menurunkan risiko penyakit atau hanya lebih responsif pada kelompok populasi
tertentu, harus diteliti lebih lanjut.

Metil-Malonat Asiduria Tipe cbIB: Has/7 dan

Pada genome-wide association studies (GWAS), sejumlah besar penanda


genetik seperti SNP disaring, yang mencakup (sebagian besar) genom total ("genome
wide') spesies. Tujuan pendekatan ini adalah untuk menemukan kelompok penanda
genetik yang berhubungan dengan ciri tertentu, seperti risiko berkembangnya diabetes
melitus tipe 2, tekanan darah, peningkatan berat badan, atau kelainan kadar lipid dan
lipoprotein darah. Kelompok penanda yang ber-hubungan dengan ciri tersebut dapat
diteliti lebih lanjut. Pada akhirnya, hasil tersebut harus digunakan untuk memprediksi
hasil akhir jangka panjang pada awal kehidupan dan dapat membentuk saran (gizi)
personal untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek merugikan.

Dengan menggunakan GWAS, SNP dalam gen metil-malonat asiduria tipe cbIB
(MMAB) telah ditemukan berhubungan dengan konsentrasi lipid dan lipoprotein darah.
Gen ini mengode protein yang mengkatalisis langkah akhir konversi vitamin B2
menjadi adenosilkobalamin. Adenosilkobalamin ada-lah bentuk aktif vitamin B12 dan
merupakan kofaktor enzim metilmalonil-KoA mutase. Mutasi pada gen MMAB dapat
menurunkan kadar adenosilkobalamin dan menyebabkan akumulasi asam metil-
malonat. Akibatnya, orangyang memiliki gangguan gen MMAB rentan mengalami
asidosis di sepanjang hidupnya. Gangguan MMAB ditangani dengan suplementasi vi-
tamin B12 walaupun cara ini hanya berhasil pada satu pertiga pasien MMAB.

Saat ini belum diketahui alasan mengapa SNP dalam gen MMAB berkaitan
dengan abnormalitas konsentrasi lipid dan lipoprotein darah. Apa yang telah diketahui
adalah SNP ini bersama dengan be-berapa SNP lainnya berhubungan dengan
konsentrasi kolesterol LDL yang lebih tinggi dan kolesterol HDL yang lebih rendah
pada diet kaya-karbohidrat, bahkan ketika dikoreksi dengan perbedaan asupan lemak
dan protein. Namun, untuk menentukan apa-kah hubungan tersebut merupakan
penyebab yang sebenarnya memerlukan penelitian lebih lanjut. Se-bagai contoh, pada
GWAS yang menggunakan database SNP genetik orang Jepang ditemukan tidak
adanya hubungan antara MMAB dengan konsentrasi lipoprotein serum. Hal ini
menunjukkan bahwa latar belakang etnis dapat mengubah hasil akhir penelitian.
Tentunya penjelasan lain adalahkarena GWAS hanya menunjukkan hubungan
hubungan yang diob-servasi akibat adanya kemungkinan. Oleh sebab itu, hubungan-
hubungan yang ditemukan dengan menggunakan GWAS harus selalu dibuktikan
menggunakan pendekatan lain.

Kesimpulan

Hasil penelitian efek polimorfisme genetik terhadap respons intervensi diet


sering tidak konsisten. Terdapat beberapa penjelasan yang dapat dikemukakan untuk
pernyataan tersebut. Pertama, banyak penelitian perintis yang dilaksanakan secara
retrospektif. Artinya, pengamatan genotipe dilakukan setelah penelitian selesai dan
grup penelitian tidak benar-benar seimbang. Sebagai contoh, jika penelitian dilakukan
pada 150 subjek dan frekuensi alel mutasi tertentu adalah 10%, jumlah subjek
homozigot atau bahkan heterozigot yang diperkirakan untuk mutasi tersebut akan
terlalu kecil. Akibatnya, kelompok subjek akan menjadi kecil dan sulit untuk
menemukan adanya perbedaan antara respons terhadap diet pada kelompok
penelitian, hanya karena kekuatan statistik yang lemah. Penjelasan lain yaitu efek
polimorfisme yang diteliti bergantung pada susunan gen lain (interaksi gengen).
Penelitian pada manusia mengenai interaksi gen-gen lebih sulit dirancang. Anggap
bahwa frekuensi suatu polimorfisme adalah 10% dan lainnya 20%. Nilai tersebut
bersifat tidak jarang, tetapi itu berarti hanya 2% subjek yang dapat memiliki kom-binasi
dua mutasi yang diteliti. Karena itu, harus dila-kukan penyaringan banyak subjek untuk
menemukan angka yang tepat. Sama halnya dengan efek yang timbul ini dapat
tergantung padajenis kelamin, umur, atau faktor lain, seperti indeks masa tubuh,
merokok, atau keadaan penyakit. Tidak diragukan lagi, pene-litian interaksi gen-gen
atau lingkungan-gen akan memperluas pengetahuan kita mengenai efek kode genetik
pada respons terhadap zat gizi. Dengan demi-kian, polimorfisme pada populasi
tertentu kemung-kinan merupakan penanda suatu gangguan genetik lain, yang belum
diketahui. Idealnya, hasil penelitian tersebut harus selalu dikonfirmasi pada populasi
yang independen dan berbeda, dengan berbagai latar belakang genetik.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, salah satu alasan penelitian mengenai


polimorfisme genetik terkait dengan respons diet adalah dapat mengiden-tifikasi
manusia yang akan dan yang tidak akan men-dapat keuntungan dari anjuran diet
tertentusering disebut gizi personal. Namun, respons diet jelas merupakan
kombinasi kompleks antara genetik dan faktor lingkungan. Secara umum, hubungan
yang diketahui antara respon terhadap diet dan polimorfisme genetik tidak terlalu kuat,
dan kombinasi faktor genetik dan lingkungan yang berbeda akhirnya dapat mengarah
pada respons yang serupa. Untuk menjawab rnasalah ini, penelitian pada sel dan
hewan juga ber-sifat relevan. Pendekatan lain adalah membuat daftar lengkap tentang
perbedaan ekspresi gen atau sintesis protein pada organ atau tipe sel tertentu setelah
per-ubahan asupan diet. Analisis microarray dapat berguna untuk menjawab masalah
ini. Topik mengenai proses molekular spesifik yang melatarbelakangi kerespon-sifan
diet jelas masih menjadi tantangan besar.

2.6 PENGATURAN ZAT GIZI PADA EKSPRESI GEN

Walaupun rekomendasi gizi berusaha keras mening-katkan kesehatan yang


baik melalui gizi yang baik, strategi berbasis-populasi tersebut jelas tidak mem-
perhitungkan variasi kebutuhan gizi secara individual. Variasi ini adalah akibat faktor
latar belakang genetik dan lingkungan, termasuk gizi. Bagian sebelumnya menjelaskan
bagaimana berbagai variasi genetik atau polimorfisme dapat mengubah respons gi/i
seseorang terhadap diet. Sedangkan bagian ini akan membahas bagaimana zat gizi
memengaruhi ekspresi gen, protein, dan metabolit. Ekspresi gen yang menghasilkan
protein aktif dapat diatur pada sejumlah titik mana pun di antara transkripsi dan sintesis
produk protein akhir. Walaupun proses ekspresi gen dipahami dengan baik, seperti
yang terperinci pada Bagian 2.3, bagaimana zat gizi memengaruhi ekspresi gen pada
tingkat mRNA, protein, dan/atau metabolit relatif belum dipahami sepenuhnya. Namun,
terdapat beberapa contoh zat gizi yang dapat memengaruhi ekspresi gen untuk
mengubah mRNA dan/atau kadar protein aktif melalui interaksi pada tahap transkripsi,
pascatranskripsi, dan pascatranslasi. Efek zat gizi pada ekspresi gen meru-
pakan bidang penelitian yang bersifat sangat intensif.

Berkat kemajuan teknologi biologi molekular, seperti yang terperinci pada


Bagian 2.4, sejumlah contoh pengaturan zat gizi pada ekspresi gen akan semakin
banyak ditemukan dalam beberapa tahun ke depan. Pada akhirnya, konsep
pengaturan zat gizi pada ekspresi gen (di tingkat mRNA, protein, dan metabolit)
penting untuk dipahami, tetapi pemahaman tentang bagaimana perubahan pada
tingkat gen berhubungan dengan metabolisme dan kesehatan tubuh secara
keseluruhan juga penting untuk diketahui.

Pengaturan Zat Gizi pada Transkripsi Gen

Secara teoritis ekspresi gen dapat diatur pada berbagai titik antara pengubahan
rangkaian gen menjadi mRNA dan menjadi protein. Pada sebagian besar gen, kontrol
transkripsi lebih kuat dibandingkan pada tingkat translasi. Seperti telah dijelaskan pada
Bagian 2.3, kontrol ini dilakukan oleh serangkaian regulator spesifik yang dikenal
sebagai cis-acting control element di regio promoter gen, dan trans-acting factor yang
dikenal sebagai faktor transkripsi atau protein ikatan-DNAyang berinteraksi dengan
regio promoter gen dan mengatur ekspresi gen. Zat gizi dapat mengubah transkripsi
gen target; beberapa contohnya
dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Pengaturan Zat Gizi Secara Langsung dan Tidak Langsung pada Transkripsi Gen
4

Kandungan makanan tertentu dapat memengaruhi ekspresi gen melalui


interaksi langsung dengan ele-men pengatur di genom, yang mengubah transkripsi
gen tersebut. Contoh zat gizi ini yaitu asam retinoat,

Isotop Stabil : Instrumen untuk Mengintegrasikan Metabolisme Selular dan


Fisiologi Tubuh Secara Keseluruhan
Dengan DNA array dan protein array, informasi mengenai ekspresi dan pembentukan
berbagai gen dan protein dapat diperoleh. DNA dan protein array memberikan
informasi penting untuk menggambarkan bagaimana pola yang dipengaruhi oleh
stimulus internal maupun eksternal. Namun demikian, DNA dan protein array tidak
dapat memberikan informasi mengenai aktivitas enzim atau mengukur kejadian
metabolic in vivo. Sebagai contoh, peningkatan sintesis protein tertentu untuk
glukoneogenesis tidak selalu berarti bahwa produksi glukosa juga meningkat. Produksi
glukosa bersifat sangat kompleks dan diatur pada berbagai tingkat. Untuk menjawab
masalah ini, teknologi isotop stabil berguna untuk mendapatkan informasi kuantitatif
tentang laju sintesis in vivo pada manusia, degradasi, turnover, fluks antara sel dan
jaringan, dan sebagainya.

Isotop stabil merupakan molekul yang sedikit berbeda dalam hal berat molekul akibat
12 13
perbedaan jumlah neutron pada satu atom atau lebih. Sebagai contoh, C dan C
merupakan atom karbon dengan massa atom 12 dan 13, yang serupa secara
12 13
metabolis. Di alam, sekitar 99% atom karbon merupakan C dan atom C hanya
13
sebanyak 1%. Karena C bersifat non-radioaktif, atom ini dapat digunakan dengan
aman dalam penelitian pada manusia. Sebaliknya, isotop radioaktif sering digunakan
pada penelitian hewan atau sel.

Karakteristik tersebut membuat isotop stabil berguna untuk mengintegrasikan


metabilisme selular dan fisiologi seluruh tubuh. Dengan teknik analitis yang tepat,
pemisahan atom dan molekul berdasarkan perbedaan massa mungkin untuk
dilakukan. Penelitian dibuat berdasarkan jumlah satu isotop tersebut yang rendah
13
secara alami. Contoh paling mudahnya adalah jika kecepatan munculnya CO2 saat
bernapas dari hasil oksidasi glukosa oral dalam dosis tertentu diteliti, glukosa berlabel
13
C (yang disiapkan dalam skala komersial) dapat diberikan. Udara yang diekspresikan
13 13
akan menjadi kaya dengan CO 2. Yang kemudian dapat diukur, CO2 ini dapat
13
dipastikan berasal dari glukosa berlabel C. Pada akhirnya, cara ini memberikan
informasi mengenai laju, proporsi, dan jumlah glukosa yang dioksidasi. Pendekatan ini
membantu dalam meningkatkan pemahaman kita mengenai konsekuensi metabolic
pada efek yang ditemukan di tingkat selular dan molekular.

Metabolomik : Instrumen Terkini bagi Nutrigenomik


Metabolomik merupakan teknologi omik terkini yang digunakan dalam gizi molecular
dan nutrigenomi. Metabolomik menggunakan teknologi kimia analitis, seperti
spektroskopi resonansi magnet inti (nuclear magnetic resonance, NMR) dan
spektrometri massa (mass spectrometry, MS) untuk mendapatkan data yang lengkap
tentang metabolit berat molekul rendah, zat gizi, dan kandungan lain dalam berbagai
cairan tubuh manusia, sel, dan jaringan. Profil metabolit molekul kecil/sidik jari kimiawi
yang mencerminkan proses selular ini disebut sebagai metabolom. Metabolom
dipandang sebagai hasil akhir fungsional seluruh metabolit yang merupakan produk
akhir gen dan ekspresi protein. Peluang dan tantangan terkait aplikasi metabolomik
dalam penelitian gizi merupakan subjek tinjauan akhir-akhir ini (Gibney etal, 2005).
Peluang utamanya adalah metabolomik dapat menjadi biomarker yang komprehensif
pada berbagai metabolit untuk menilai status zat gizi, respons metabolik, predisposisi
penyakit, dan lain-lain. Walaupun metabolom dapat didefinisikan dengan mudah,
seluruh rentang metabolit tidak memungkinkan untuk dianalisis dengan sebuah metode
analitis. Untuk mengatasi keterbatasan ini, telah dibuat Human Metabolome Database
yang mencatat lebih dari 2500 metabolit, 1200 obat, dan 3500 komponen makanan
yang dapat ditemukan di dalam tubuh manusia. Interpretasi biologis data metabolomik
ini juga menjadi tantangan besar dalam konteks gizi menusia. Hubungan secara
langsung metabolit dengan biomarker spesifik status gizi dapat sulit ditentukan.

2.5 VARIABILITAS GENETIK : PENENTU KESEHATAN DAN RESPONS


TERHADAP ZAT GIZI

Nutrigenetik adalah istilah umum yang menggambarkan bagaimana variasi genetic


menetukan risiko seseorang terhadap penyakit terkait diet, kebutuhan zat gizi, dan
respons metabolik, maupun respons terhadap komponen diet bioaktif atau intervensi
gizi. Polimorfisme genetic dapat memengaruhi respons metabolik terhadap diet dengan
mempengaruhi produksi, komposisi, dan/atau aktivitas protein. Karena itu, sejumlah
penelitian telah dilakukan untuk melihat efek polimorfisme genetik terhadap respons
zat gizi. Topik ini menjadi menarik setidaknya karena dua alasan. Pertama, penelitian
mengenai polimorfisme genetik memberikan informasi mengenai proses molecular
spesifik yang mendasari respons diet. Kedua, jika polimorfisme genetik menentukan
respons diet, manusia dapat diidentifikasi menurut siapa yang akan dan siapa yang
tidak akan mendapat keuntungan dari suatu rekomendasi diet tertentu. Pendekatan
gizi personal ini memungkinkan adanya terapi diet sesuai target, pada keadaan
penyimpangan matabolik tertentu dan hasil akhir suatu penyakit.

Beberapa criteria umum dapat dibuat untuk menilai dampak pada penelitian terkait
genetik yang coba berhubungan antara variasi genetik dengan respons diet. Pertama,
polimorfisme harus memengaruhi respons metabolik dengan memengaruhi produksi,
komposisi, dan/atau aktivitas protein. Mutasi/polimorfisme di regio promotor tidak akan
selalu memengaruhi produksinya. Sebaliknya, mutasi di ekson mungkin tidak
memengaruhi produksi, tetapi dapat mengubah komposisi dan selanjutnya mengubah
struktur atau aktivitas suatu protein. Namun demikian, terdapat kemungkinan bahwa
mutasi di intron juga dapat berhubungan dengan respons diet. Pada kasus demikian,
sangat mungkin mutasi ini terdapat pada keadaan ketidakseimbangan pertautan atau
terkait dengan variasi genetic fungsional lainnya yang secara langsung menimbulkan
efek yang diobservasi. Efek polimorfisme terhadap respons diet perlu diungkap dan
dilihat relevansi biologisnya. Dalam hal keterterapan praktis interaksi den zat gizi,
subjek yang cukup diperlukan dalam suatu populasi yang membawa varian genetik,
contohnya >10%. Akhirnya, mekanisme biologi yang masuk akal harus tersedia atau
idealnya harus terdapat penelitian fungsional yang jelas mengungkap hubungan dan
mendemonstrasikan interaksi gen zat gizi.

Hingga kini, sebagian besar penelitian berfokus pada single genetic variants (SNP)
pada gen individual, seperti yang dijelaskan di bawah ini. Tantangannya adalah
menidentifikasikan gen kandidat lain yang tercakup dalam tiap penyakit terkait diet (
obesitas, sindrome metabolik, T2DM, CVD, kanker,dll). Hal ini tidak mudah karena sifat
poligenetik yang rumit pada penyakit terkait diet ini mencakup gangguan dalam
beragam jalur metabolik. Selain itu, di dalam jalur metabolik apa pun, beberapa gen
dapat terlibat, contohnya terdapat lebih dari 50 gen yang terlibat dalam metabolisme
lipid. Genome wide association studies (GWAS) merupakan pendekatan baru yang
berusaha menampilkan seluruh genom untuk mengidentifikasikan varian genetik baru
yang berhubungan dengan penyakit. Pendekatan tersebut mengidentifikasi gen
kandidat baru, TCF7L2, yang berkaitan dengan peningkatan resiko diabetes tipe 2.
Pada masa mendatang, tidak diragukan lagi pendekatan tersebut akan menemukan
kandidat gen baru nntuk penyakit terkait diet.

Polimorfisme Umum dan Penyakit : Polimorfisme Kolesteril Ester Transfer


Protein Taq IB

Metabolic terhadap diet dengan memengaruhi produksi, komposisi, dan/atau aktivitas


protein. Karena itu, sejumlah penelitian telah dilakukan untuk melihat efek polimorfisme
genetic terhadap renspons zat gizi. Topik ini menjadi menarik setidaknya karena dua
alasan. Pertama, penelitian mengenai polimerfisme genetic memberikan informasi
mengenai proses molecular spesifik yang mendasari renspons diet. Kedua, jika
polimorfisme genetic menentukan renspons, manusia dapat diindentifikasi menurut
siapa yang tidak akan mendapat keuntungan dari suatu rekomendasi diet tertentu.
Pendekatan gizi personal ini memungkinkan adanya terapi diet sesuai target, pada
keadaan peyimpangan metabolic tertentu dan hasil akhir suatu penyakit.

Beberapa kriteria umum dapat dibuat untuk menilai dampak pada penelitian
terkait genetic yang coba menghubungkan antara variasi genetic dengan respons diet.
Pertama, polimorfisme harus memengaruhi renspons metabolic dengan memengaruhi
produksi, kompoposi, dan/atau aktivitas protein. Tetapi dapat memengaruhi
produksinya. Sebaliknya, mutase di ekson mungkin tidak memengaruhi produksi, tetapi
dapat mengubah komposisi dan selanjutnya mengubah struktur atau aktivitas suatu
protein. Namun demikian, terdapat kemungkinan bahwa mutasi di intron juga dapat
berhubungan dengan respons diet.pada kasus demikian, sangat mungkin mutase ini
terdapat pada keadaan ketidakseimbangan pertautan atau terkait dengan variasi
genetic fungsional lainnya yang secara langsung menimbulkan efek yang observasi.
Efek polimorfisme terhadap respons diet perlu diungkap dan dilihat relevansi
biologinya. Dalam hal keterterapan praktis interaksi gen-zat gizi, subjek yang cukup
diperlukan dalam suatu populasi yang membawa varian genetic, contohnya>10%.
Akhirnya, mekanisme biologi yang masuk harus tersedia atau, idealnya, harus terdapat
penelitian fungsional yang jelas mengungkap hubungan dan mendemostrasikan
interaksi gen-zat gizi.
Hingga kini, sebagian besar penelitian berfokus pada single genetic variants
(SNP) pada gen individual, seperti yang dijelaskan dibawah ini. Tantngannya adalah
mengidentifikasi gen kandidat lain yang tercakup dalam tiap peyakit terkait-diet
(obesitas, sindrom metabolic, T2DM, CVD,kanker,dll). Hal ini tidak mudah karena sifat
poligenetik yang rumit pada penyakit terkait diet ini mencakup gangguan dalam
beragam jalur metabolic. Selain itu, didalam jalur metabolic apapun, beberapa gen
dapat terlibat, contohnya terdapat lebih dari 50 gen yang terlibat dalam metabolisme
lipid. Genome wide association studies (GWAS) merupakan pendekatan baru yang
berusaha menampilakan seluruh genom untuk mengidentifikasi varian genetic baru
yang berhubungan dengan penyakit. Pendekatan tersebut mengidentifikasi gen
kandidat baru, T2F7L2, yang berkaitan dengan peningkatan resiko diabetes tipe 2.
Pada masa mendatang, tidak diragukan lagi pendekatan tersebut akan menentukan
kandidat gen baru untuk penyakit terkait-diet.

Polimorfisme Umum dan Penyakit: Polimorfisme Kolesteril Ester Transfer


Protein Taq IB

Cholesteryl ester transfer protein (CETP) adalah protein penting yang mengatur
metabolism kolestrol. Karena itu, factor gizi dan genetic yang memengaruhi protein ini
penting dalam kasus penyakit jantung coroner. Dalam plasma manusia, CETP
memfasilitasi transfer kolesteril ester dari lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) menjadi
lipoprotein mengandung-apoB, seperti LDL dan lipoprotein berdensitas sangat rendah
(VLDL). Kosentrasi kolestrol LDL dan VLDL yang tinggi dan konsentrasi kolestrol HDL
yang rendah behubungan dengan meningkatnya resiko kardiovaskular sehingga CETP
dapat dianggap sebagai factor aterogenik potensial. Diseluruh dunia, hanya sedikit
orang yang tidak memiliki aktivitas CETP tersebut, mengalami kerusakan pada transfer
kolestril ester dari HDL ke LDL atau VLDL. Pasien ini juga mengalami peningkatan
kolestrol HDL dan penurunana kadar triasil glycerol HDL. HEWAN YANG TIDAK
MEMILIKI AKTIFITAS CETP pada plasma, relative resisten terhadap ateroklerosis,
sedangkan tikus transgenic CETP memiliki penurunan kadar kolestrol HDL. Inhibitor
CETP spesifik meningkatkan kolestrol HDL dan memperlambat perkembangan
aterosklerosis pda kelinci. Semua temuan diatas sejalan dengan efek metabolic dan
funsional CETP in vivo yang telah di prediksi.

Struktur primer CETP plasma manusia telah diketahui. Penelitian awal


menggunakan perpustakaan hati manusia, tempat c DNA CETP yang dimurnikan.
Penilitian lebih lanjut menemukan bahwa gen CETP terletak di kromosom 16. Bebrapa
polimorfisme DNA untuk gen CETP telah diuraikan. Satu polimorfisme ini adalah Taq I.
adanya variasi DNA ini sering disebut sebagai B1 dan jika tidak ada variasi disebut B2.
Frekuensi alel B1 dalam populasi bervariasi, tetapi umumnya adalah antra 0,4 dan 0,6.
Artinya, 16-36% populasi memiliki genotype CETP Taq IB-1/1. Penilitian epidemiologi
cross-sectional diberbagai kelompok populasi menunjukan bahwa adanya alel B2
berkaitan dengan penurunan aktifitas CETP dan peningkatan kadar kolestrol HDL.
Selain itu, orang yang memiliki alel B2 telah dilaporkan memiliki risiko kardiovasculer
yang lebih rendah.

Walaupun Polimerfisme CETP ini menetukan kadar kolestrol HDL. Efeknya


terhadap respon diet yang masih kurang jelas, beberapa penelitian tidak melihat
adanya fek apapun, tetapi terdapat penelitian lain yang menyatakan bahwa
polimerfisme gen CETP ini mengatur respon kolestrol HDL atau LDL terhadap asupan
alcohol dan lemak. Namun, efeknya kecil dan tidak terbukti pada semua penelitian.
Selain itu harus disadari bahwa mutase CETP Taq IB terletak pada intron 1 dan
mutase ini kemungkinan besar bersifat tidk fungsional. Hal in menunjukan bahwa
mutase gen CETP ini merupakan penanda adanya mutase pada bagian lain gen yang
sama atau pada gen lain yang terlibat metobolisme lemak, mutase Taq IB telah
ditemukan terdapat dalam keadaan ketidak seimbangan peratutan dengan mutase
fungsional pada region promotor CETP

Polimerfisme Gly972 Arg pada reseptor insulin substart-1


Insulin terkenal dengan perananya dalam metabolisme glukosa dan lemak. Setelah
mengikat insulin ke reseptor insulin, reseptor insulin substrat-1 (IRS-1) Diaktifasi
fosfosrilasi. Dengan fosforilasi ini, sinyal dari insulin plasma di perantarai pada
berbagai sel dan jaringan responsive-insulin, melalui reseptor insulin dipermukaan sel,
kearah enzim intraselular. Karena peran penting IRS-1 dalam jalur transduksi sinyal ini,
IRS-1 dapat berkaitan dengan penurrunan sensitifitas insulin pada pasien diabetes
mellitus tak bergantung insulin.

Gen IRS-1 diklon dari perpustakaan plasenta pria dan ditemukan pada kromosom 2.
Tikus yang tidak memiliki gen IRS-1 funsional telah dibiakkan. Tikus ini mengalami
beberapa kelainan metabolic, seperti ada pasien diabetes. Sensitifitas sel defisien
IRS-1 terhadap insulin dapat dipulihkan sebagian melalui transfeksi sel ini dengan IRS-
1. Penelitian mengenai IRS-1 dengan jelas membuktikn pentingnya IRS-1 pada
deretan oonformasi pengiriman sinyal insulin dan jalur sekresi insulin. Namu demikian,
gangguan IRS-1 tidak menyebabkan kematian (letel) pada tikus, pyang meyatakan
bahwa adanya jalur kerja yang lain dapat melewatkan sinyal insulin plasma.

Terdapat beberapa polimerfisme asam amino di IRS-1, salah satu yang cukup
sering adalah substitusi glisin menjadi arginine pada asam amino 972(mutase
Gly972Arg). Dala bentuk heterozigot, farin kodon-972 IRS-1 terdapat pada sekitar 10%
populasi, tetapi mungkin lebih lazim pada pasien diabetes mellitus tak bergantung
insulin atau displipidemia. Karier alel Gly972Arg memiliki konsentrasi insulin puasa
yang lebih rendah dan profil lipoprotein plasma yang kurang baik daripada non-karier.
Selain itu, pada sel biakan yang ditransfeksi ddengan IRS-1 manusia wild type atau
varian Gly972Arg , terlihat bahwa mutase ini mengganggu proses stimulasi-insulin.
Berdasarkan penelitian tersebut, polimorfisme Gly972Arg tampaknya turut
menyebabkan resistansi insulin.
2.6 PENGATURAN ZAT GIZI PADA EKSPRESI GEN

Walaupun rekomendasi gizi berusaha keras meningkatkan kesehatan yang baik


melalui gizi yang baik, strategi berbasis-populasi tersebut jelas tidak memperhitungkan
variasikebutuhan gizi secara individual. Variasi ini adalah akibat faktor latar belakang
genetic dan lingkungan, termasuk gizi. Bagian sebelumnya menjelaskan bagaimana
berbagai variasi genetic atau polimorfisme dapat mengubah respons gizi seseorang
terhadap diet. Sedangkan bagian ini akan membahas bagaimana zat gizi
memengaruhi ekspresi gen, protein, dan metabolit. Ekspresi gen yang menghasilkan
protein aktif dapat diatur pada sejumlah titik mana pun di antara transkripsi dan sintesis
produk protein aktif. Walaupun proses ekspresi gen dipahami dengan baik, seperti
yang terperinci pada Bagian 2.3, bagaimana zat gizi memengaruhi ekspresi gen pada
tingkat mRNA, protein, dan/atau metabolit relative belum dipahami sepenuhnya,.
Namun, terdapat beberapa contoh zat gizi yang dapat memengaruhi ekspresi genuntuk
mengubah mRNA dan/atau kadar protein aktif melalui interaksi pada tahap transkripsi,
pascatranskripsi, dan pascatranslasi. Efek zat gizi pada ekspresi gen merupakan
bidang penelitian yang bersifat sangat intensif. Berkat kemajuan teknologi biologi
molecular, seperti yang terperinci pada Bagian 2.4, sejumlah contoh pengaturan zat
gizi pada ekspresi gen akan semakin banyak diterima dalam beberapa tahun ke
depan. Pada akhirnya, konsep pengaturan zat gizi pada ekspresi gen (di tingkat
mRNA, protein, dan metabolit) penting untuk dipahami , tetapi pemahaman tentang
bagaimana perubahan pada tingkat gen berhubungan dengan metabolisme dan
kesehatan tubuh secara keseluruhan juga penting untuk diketahui. Metabolic terhadap
diet dengan memengaruhi produksi, komposisi, dan/atau aktivitas protein. Karena itu,
sejumlah penelitian telah dilakukan untuk melihat efek polimorfisme genetic terhadap
renspons zat gizi. Topik ini menjadi menarik setidaknya karena dua alasan. Pertama,
penelitian mengenai polimerfisme genetic memberikan informasi mengenai proses
molecular spesifik yang mendasari renspons diet. Kedua, jika polimorfisme genetic
menentukan renspons, manusia dapat diindentifikasi menurut siapa yang tidak akan
mendapat keuntungan dari suatu rekomendasi diet tertentu. Pendekatan gizi personal
ini memungkinkan adanya terapi diet sesuai target, pada keadaan peyimpangan
metabolic tertentu dan hasil akhir suatu penyakit.

Beberapa kriteria umum dapat dibuat untuk menilai dampak pada penelitian
terkait genetic yang coba menghubungkan antara variasi genetic dengan respons diet.
Pertama, polimorfisme harus memengaruhi renspons metabolic dengan memengaruhi
produksi, kompoposi, dan/atau aktivitas protein. Tetapi dapat memengaruhi
produksinya. Sebaliknya, mutase di ekson mungkin tidak memengaruhi produksi, tetapi
dapat mengubah komposisi dan selanjutnya mengubah struktur atau aktivitas suatu
protein. Namun demikian, terdapat kemungkinan bahwa mutasi di intron juga dapat
berhubungan dengan respons diet.pada kasus demikian, sangat mungkin mutase ini
terdapat pada keadaan ketidakseimbangan pertautan atau terkait dengan variasi
genetic fungsional lainnya yang secara langsung menimbulkan efek yang observasi.
Efek polimorfisme terhadap respons diet perlu diungkap dan dilihat relevansi
biologinya. Dalam hal keterterapan praktis interaksi gen-zat gizi, subjek yang cukup
diperlukan dalam suatu populasi yang membawa varian genetic, contohnya>10%.
Akhirnya, mekanisme biologi yang masuk harus tersedia atau, idealnya, harus terdapat
penelitian fungsional yang jelas mengungkap hubungan dan mendemostrasikan
interaksi gen-zat gizi.

Hingga kini, sebagian besar penelitian berfokus pada single genetic variants
(SNP) pada gen individual, seperti yang dijelaskan dibawah ini. Tantngannya adalah
mengidentifikasi gen kandidat lain yang tercakup dalam tiap peyakit terkait-diet
(obesitas, sindrom metabolic, T2DM, CVD,kanker,dll). Hal ini tidak mudah karena sifat
poligenetik yang rumit pada penyakit terkait diet ini mencakup gangguan dalam
beragam jalur metabolic. Selain itu, didalam jalur metabolic apapun, beberapa gen
dapat terlibat, contohnya terdapat lebih dari 50 gen yang terlibat dalam metabolisme
lipid. Genome wide association studies (GWAS) merupakan pendekatan baru yang
berusaha menampilakan seluruh genom untuk mengidentifikasi varian genetic baru
yang berhubungan dengan penyakit. Pendekatan tersebut mengidentifikasi gen
kandidat baru, T2F7L2, yang berkaitan dengan peningkatan resiko diabetes tipe 2.
Pada masa mendatang, tidak diragukan lagi pendekatan tersebut akan menentukan
kandidat gen baru untuk penyakit terkait-diet

Polimorfisme Umum dan Penyakit: Polimorfisme Kolesteril Ester Transfer


Protein Taq IB

Cholesteryl ester transfer protein (CETP) adalah protein penting yang mengatur
metabolism kolestrol. Karena itu, factor gizi dan genetic yang memengaruhi protein ini
penting dalam kasus penyakit jantung coroner. Dalam plasma manusia, CETP
memfasilitasi transfer kolesteril ester dari lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) menjadi
lipoprotein mengandung-apoB, seperti LDL dan lipoprotein berdensitas sangat rendah
(VLDL). Kosentrasi kolestrol LDL dan VLDL yang tinggi dan konsentrasi kolestrol HDL
yang rendah behubungan dengan meningkatnya resiko kardiovaskular sehingga CETP
dapat dianggap sebagai factor aterogenik potensial. Diseluruh dunia, hanya sedikit
orang yang tidak memiliki aktivitas CETP tersebut, mengalami kerusakan pada transfer
kolestril ester dari HDL ke LDL atau VLDL. Pasien ini juga mengalami peningkatan
kolestrol HDL dan penurunana kadar triasil glycerol HDL. HEWAN YANG TIDAK
MEMILIKI AKTIFITAS CETP pada plasma, relative resisten terhadap ateroklerosis,
sedangkan tikus transgenic CETP memiliki penurunan kadar kolestrol HDL. Inhibitor
CETP spesifik meningkatkan kolestrol HDL dan memperlambat perkembangan
aterosklerosis pda kelinci. Semua temuan diatas sejalan dengan efek metabolic dan
funsional CETP in vivo yang telah di prediksi.

Struktur primer CETP plasma manusia telah diketahui. Penelitian awal


menggunakan perpustakaan hati manusia, tempat c DNA CETP yang dimurnikan.
Penilitian lebih lanjut menemukan bahwa gen CETP terletak di kromosom 16. Bebrapa
polimorfisme DNA untuk gen CETP telah diuraikan. Satu polimorfisme ini adalah Taq I.
adanya variasi DNA ini sering disebut sebagai B1 dan jika tidak ada variasi disebut B2.
Frekuensi alel B1 dalam populasi bervariasi, tetapi umumnya adalah antra 0,4 dan 0,6.
Artinya, 16-36% populasi memiliki genotype CETP Taq IB-1/1. Penilitian epidemiologi
cross-sectional diberbagai kelompok populasi menunjukan bahwa adanya alel B2
berkaitan dengan penurunan aktifitas CETP dan peningkatan kadar kolestrol HDL.
Selain itu, orang yang memiliki alel B2 telah dilaporkan memiliki risiko kardiovasculer
yang lebih rendah.
Walaupun Polimerfisme CETP ini menetukan kadar kolestrol HDL. Efeknya
terhadap respon diet yang masih kurang jelas, beberapa penelitian tidak melihat
adanya fek apapun, tetapi terdapat penelitian lain yang menyatakan bahwa
polimerfisme gen CETP ini mengatur respon kolestrol HDL atau LDL terhadap asupan
alcohol dan lemak. Namun, efeknya kecil dan tidak terbukti pada semua penelitian.
Selain itu harus disadari bahwa mutase CETP Taq IB terletak pada intron 1 dan
mutase ini kemungkinan besar bersifat tidk fungsional. Hal in menunjukan bahwa
mutase gen CETP ini merupakan penanda adanya mutase pada bagian lain gen yang
sama atau pada gen lain yang terlibat metobolisme lemak, mutase Taq IB telah
ditemukan terdapat dalam keadaan ketidak seimbangan peratutan dengan mutase
fungsional pada region promotor CETP

Polimerfisme Gly972 Arg pada reseptor insulin substart-1

Insulin terkenal dengan perananya dalam metabolisme glukosa dan lemak. Setelah
mengikat insulin ke reseptor insulin, reseptor insulin substrat-1 (IRS-1) Diaktifasi
fosfosrilasi. Dengan fosforilasi ini, sinyal dari insulin plasma di perantarai pada
berbagai sel dan jaringan responsive-insulin, melalui reseptor insulin dipermukaan sel,
kearah enzim intraselular. Karena peran penting IRS-1 dalam jalur transduksi sinyal ini,
IRS-1 dapat berkaitan dengan penurrunan sensitifitas insulin pada pasien diabetes
mellitus tak bergantung insulin.

Gen IRS-1 diklon dari perpustakaan plasenta pria dan ditemukan pada kromosom 2.
Tikus yang tidak memiliki gen IRS-1 funsional telah dibiakkan. Tikus ini mengalami
beberapa kelainan metabolic, seperti ada pasien diabetes. Sensitifitas sel defisien
IRS-1 terhadap insulin dapat dipulihkan sebagian melalui transfeksi sel ini dengan IRS-
1. Penelitian mengenai IRS-1 dengan jelas membuktikn pentingnya IRS-1 pada
deretan oonformasi pengiriman sinyal insulin dan jalur sekresi insulin. Namu demikian,
gangguan IRS-1 tidak menyebabkan kematian (letel) pada tikus, pyang meyatakan
bahwa adanya jalur kerja yang lain dapat melewatkan sinyal insulin plasma.

Terdapat beberapa polimerfisme asam amino di IRS-1, salah satu yang cukup
sering adalah substitusi glisin menjadi arginine pada asam amino 972(mutase
Gly972Arg). Dala bentuk heterozigot, farin kodon-972 IRS-1 terdapat pada sekitar 10%
populasi, tetapi mungkin lebih lazim pada pasien diabetes mellitus tak bergantung
insulin atau displipidemia. Karier alel Gly972Arg memiliki konsentrasi insulin puasa
yang lebih rendah dan profil lipoprotein plasma yang kurang baik daripada non-karier.
Selain itu, pada sel biakan yang ditransfeksi ddengan IRS-1 manusia wild type atau
varian Gly972Arg , terlihat bahwa mutase ini mengganggu proses stimulasi-insulin.
Berdasarkan penelitian tersebut, polimorfisme Gly972Arg tampaknya turut
menyebabkan resistansi insulin.

Yang menghasilkan pergantian alanin menjadi valin. Frekuensi alel genotipe 677C-T,
yang dapat diidentifikasi dengan enzim restriksi Hinfl, adalah sebesar 5% di beberapa
populasi, tetapi frekuensi alel polimorfisme 677C-T sangat bervariasi pada populasi.
Pergantian alanin menjadi valin menyebabkan penurunan aktivitas enzim, dan individu
homozigot utuk polimerfisme ini memiliki peningkatan konsentrasi homosistein plasma
secara signifikan. Karena itu, mutasi 677C-T dapat memiliki konsekuensi fungsional.
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan frekuensi alel 677C-T pada pasien pre-
eklamsia, neural tube defek, dan penyakit kardiovaskuler, tetapi tidak terbukti
olehpenelitian yang lain.

Hipotesis lemahnya hubungan antara polimerfisme MTHFR dan penyakit dipopulasi


tertrntu mungkin terjadi akibat perbedaan status diet. Metabolisme homosistein
membutuhkan partisipasi folat dan vitamin B12.. didalam plasma, kadar homosistein
berbanding terbalik dengan folat dan vitamin B12. Selain itu, suplementasi folat maupun
vitamin B12 menurunkan kadar homosisitein puasa. Dalam hal ini, orang yang
membawa mutasi 677C-T bersifat lebih responsif oleh sebab itu, suplementasi dosis
rendah harian asam folat akan sedikit menurunkan, dan pada banyak kasus akan
menormalkan, peningkatan kadar homosistein, yang diterangkan melalui kemungkinan
efek pada stabilitas folat pada MTHFR. Apakah efek intervensi folat akan menurunkan
resiko penyakit atau hanya lebih responsif pada kelompok populasi tertentu, harus
diteliti lebih lanjut.

Metil- Malonat Asiduria Tipe cblB : hasil dari GWAS

Pada genom wide asossiation studies (GWAS), sejumlah besar penanda genetik
seperti SNP disaring, yang mencakup (sebagian besar genom total ) ( genom wide)
spesies. Tujuan pendekatan ini adalah untuk menemukan kelompok penanda genetik
yang berhubungan dengan ciri tertentu, seperti resiko berkembangnya Diabetes
Melitus Tipe II, tekanan darah, peningkatan berat badan, atau kelainan kadar lipid dan
lipoprotein darah. Kelompok penanda yang berhubungan dengan ciri tersebut dapat
diteliti lebih lanjut. Pada akhirnya, hasil tersebut harus digunakan u tuk memprediksi
hasil akhir jangka panjang pada awal kehidupan dan dapat membentuk saran (gizi)
personal umtuk mencegah kemungkinan timbulnya efek merugikan.

Dengan menggunakan GWAS, SNP dalam gen metil-malonat asiduria tipe cblB
(mmab) telah ditemukan berhubungan dengan konsentrasi epid dan lipoprotein darah.
Gen ini mengode protein yang mengkatalisis langkah akhir konversi vitamin B12
menjadi adenosilkobalamin. Adenosilkobalamin adalah bentuk aktif vitamin B12 dan
merupakan kofaktor enzim metil malonil KO-A Mutase. Pada gen mmab dapat
menurukan kadar adenosil kobalamin dan menyebabkan akumulasi asam metil
molanaat. Akibatnya, orang yang memiliki gangguan gen mmab rentan mengalami
adesosis disepanjang hidupnya. Gangguan mmab ditangani dengan suplementasi
vitamin B12 walaupun cara ini berhasil pada satu pertiga pasien mmab.

saat ini belum diketahui alasan mengapa SNP dan gen MMAB berkaitan dengan
abnormalitas konsentrasi lipid dan likoprotein darah. apa yang teleah diketahui SNP ini
bersama dengan beberapa SNP lainnya berhubungan dengan konsentrasi kolestrol
LDL yang lebih tinggi dan kolestrol HDL yang lebih rendah pada diet kaya-karbohidrat
bahkan ketika dikoreksi dengan asupan lemak dan protein namun, untuk menentukan
apakah hubunga tersebut merupakan penyebab yang sebenarnya memerlukan
penelitian lebih lanjut sebagai contoh, pada GWAS yang menggunakan data base SNP
genetic orang jepang ditemukan tidak adanya hubungan antara MMAB dengan
konsentrasi lipoprotein serum. hal ini menunjukkan bahwa latar belakang etnis dapat
mengubah hasil akhir penilitian. tentuknya penjelasan lain adalah- karena GWAS
hanya menunjukkan hubungan yang diobservasi akibat adanya kemungkinan oleh
sebab itu hubungan yang ditemukan dengan menggunakan GWAS harus selalu
dibuktikan menggunakan pendekatan lain
kesimpulan

Hasil penilitian efek polimorfisme genetic terhadap respons intervensi diet sering tidak
konsisten. vterdapat beberap penjelasan yang dapat dikemukakan untuk pernyataan
tersebut. pertam, banyak penilitia perintis yang dilaksanakan secara rektrospektif
artinya, pengamatan genotype dilakukan setelah penilitian selesai dan grup penelitian
tidak benar seimbang. sebagai contoh jika penelitian dilakukan pada 150 subjek dan
frekuensi alel mutasi tertentu ada 10%, jumlah subjek homozigot atau bahkan
heterozigot yang di perkirakan untuk mutasi tersebut akan terlalu keci;l. akibatnya
kelompok subjek akan semakin kecil dan sulit ditemukan adanya perbedaan antara
respon terhadap diet pada kelompok penelitian, hanya karena kekuatan statistic yang
lemah. penjelasan lain yaitu efek polimorfisme yang diteliti tergantung pada susanan
gen yang lain (interasi gen0gen lain). penilitian pada manusia mengenai interaksi gen-
gen sulit dirancang. anggap bahwa frekuensi suatu polimerfisme adalah 10% dan
lainnya 20%. nilai tersebut bersifat tidak jarang, berarti hanya 2%subjek yang dapat
kombinasi dua mutasi yang diteliti. karena itu harus dilakukan penyaringan banyak.
subjek untuk menemukan angka yang tepat sama halnya dengan efek yang timbul ini
dapat tergantung pada jenis kelamin, umur, factor lain, seperti indeks masa tubuh,
merokok, atau keadaan penyakit. tidak diragukan lagi, penilitian interaksi gen-gen atau
lingkungan gen akan memperluas pengatahuan kita mengenai efek kode genetic
terhadapa respon terhadap zat gizi dengan demikian polimorfisme pada populasi
tertentu kemungkinan penandaa suatu gangguan genetic lain, yang belum diketahui.
idealnya, hasil penelitian tersebut harus selalu dikonfirmasi pada populasi independen
dan berbeda dengan berbagai latar belakang genetic.

seperti telah dijelaskan sebelumnya salah satu alasan penilitian mengenai


polimerfisme genetic terkait dengan respon diet adalah dapat mengidentifikasi manusia
yang akan dan yang tidak akan mendapat keuntungan dari anjuran diet tertentu-sering
disebut gizi personal. namun, respon diet jelas merupakan kombinasi kompleks
anatara genetic. secara umum yang diketahui antara respon antara diet dan
polimorfisme genetic tidak terlalu kuat dan kombinasi factor genetic dengan lingkungan
yang berbeda akhirnya dapat mengarah pada respon yang serupa. untuk menjawab
masalah ini penelitian pada sel dan hewan juga bersifat relafan. pendekatan lain
membuat daftar lengkap tentang ekspresi gen atau sintesis protein pada organ atau
tipe sel tertentu setelah asupan diet. analisi mikroarrai dapat berguna dalam menjawab
masalah ini. topic mengenai proses molecular yang spesifik melatar belakangi
keresponsifan diet jelas menjadi tantangan besar

Pengetahuan Zat Gizi pada Transkripsi Gen

Secara teoritis ekspresi gen dapat diatur pada berbagai titik antara pengubahan
rangkaian gen menjadi mRNA dan menjadi protein. Pada sebagian besar gen, control
transkripsi lebih kuat dibandingkan pada tingkat translasi. Seperti telah dijelaskan pada
Bagian 2.3, control ini dilakukan oleh serangkaian regulator spesifik yang dikenal
sebagai cis-acting control element di region promoter gen, dan trans-acting factor yang
dikenal sebagai faktor transkripsi atau protein ikatan-DNA yang berinteraksi dengan
region promoter gen dan mengatur ekspresi gen. zat gizi dapat mengubah transkripsi
gen target; beberapa contohnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Pengaturan Zat Gizi Secara Langsung dan Tidak Langsung pada Transkripsi Gen

Kandungan makanan tertentu dapat memengaruhi ekspresi gen melalui interaksi


langsung dengan elemen pengaturan di genom, yang mengubah transkripsi gen
tersebut. Contoh zat gizi ini yaitu asam retinoat,

Tabel 2.3 efek zat gizi pada transkripsi gen


Zat gizi Gen Efek Transkripsi
Glukosa Glukokinase Meningkat
Asam retinoat Reseptor asam retinoat Meningkat
Vitamin B6 Reseptor hormon steroid Menurun
Zink Enzim dependen zink Meningkat
Vitamin C Prokolagen Meningkat
Kolestrol HMG KoA reduktase Menurun
Asam lemak SREBP meningkat

HMG KoA, 3-hidroksi-3-metilglutaril-koenzim A; SREBP, sterol regulatory response


element binding protein, vitamin D, asam lemak, dan zink. Namun, zat gizi juga dapat
berefek tidak langsung pada transkripsi gen. pembedaan sering sulit dilakukan, terkait
apakah interaksi gen-zat gizi merupakan efek langsung zat gizi tertentu, atau
merupakan efek tidak langsung metabolit atau mediator sekunder, seperti hormon,
eikosanoid, atau pesan sel sekunder yang mengubah transkripsi. Sebagai contoh,
banyak gen yang terlibat dalam metabolisme lemak dan karbohidrat yang memiliki
elemen respons insulin pada regio promotornya. Oleh sebab itu, asam lemak atau
karbohidrat tertentu dapat memperantarai efeknya melalui insulin. Rute tidak langsung
ini terutama penting bagi komponen diet yang lebih kompleks karena memiliki sejumlah
bagian penting bioaktif. Sebagai contoh, sebagian serat dalam makanan
dimetabolisme oleh bakteri kolon untuk menghasilkan asam butirat. Asam butirat, pada
saatnya, dapat memengaruhi ekspresi gen melalui efek selektif pada protein-G
(merupakan pengantar pesan intraselular) atau melalui interaksi langsung pada
rangkaian pengatur DNA.

Pengaturan Zat Gizi Faktor Transkripsi

Zat gizi juga dapat mengatur aktivitas faktor transkripsi dan pengaturan tersebut dapat
mengubah ekspresi gen. peroxisome proliferator activated receptors (PPAR)
merupakan contoh baik faktor transkripsi trans-acting yang dapat mengatur faktor gizi,
PPAR merupakan anggota superfamili reseptor hormon nuclear dan reseptor ini
mengatur ekspresi banyak gen yang terlibat dalam deferensiasi, proliferasi, dan
apoptosis selular, serta metabolisme asam lemak, lipoprotein, dan inflamasi. PPAR
merupakan faktor transkripsi bergantung ligan, yang diaktifkan oleh sejumlah senyawa,
termasuk asam lemak. Terdapat beberapa anggota famili PPAR, yaitu PPAR,
PPAR, dan PPAR (), yang masing-masing memiliki berbagai isoform, PPAR
terutama diekspresikan di hati, PPAR di jaringan lemak, dan PPAR ()
diekspresikan di mana saja. Ketika diaktifkan oleh asam lemak (atau eikosanoid dan
agonis PPAR farmakologis), PPAR mengalami dimerisasi dengan reseptor retinoat X
(RXR). Heterodimer PPAR-RXR ini terikat pada PPAR response element (PPRE) di
regio promoter gen target dan merangsang transkripsi gen target. Banyak gen yang
terlibat dalam metabolisme lipid dan glukosa memiliki PPRE, beberapa contohnya
disajikan pada Tabel 2.4. oleh sebab itu, PPAR merupakan contoh bagaimana zat gizi
dapat mengatur ekspresi gen melalui faktor transkripsi. Sterol regulatory response
element binding protein (SREBP) merupakan kelompok faktor transkripsi lainnya yang
memperantarai efek asam lemak pada ekspresi gen. ada dua bentuk SREBP, yaitu
SREBP-1 yang mengatur sintesis asam lemak dan triasilgliserol, serta SREBP-2 yang
mengatur gen yang terlibat dalam

Tabel 2.4 Gen PPAR responsive dan efek metaboliknya

Gen target PPAR Sel target Efek metabolic

aP2 Adiposit Adipogenesis

FABP, ACS Adiposit Sintesis asam lemak

Apo CIII, LPL Hepatosit Metabolisme VLDL

Apo Al, Apo AII hepatosit Metabolisme HDL

PPAR, perixosome proliferator receptor; VLDL, very low densitylipoprotein; HDL, high
density lipoprotein; FABP, fatty acid binding protein; ACS, asil KoA sintetase; LPL,
lipoprotein lipase.

Metabolisme kolestrol. Oleh sebab itu, SREBP mengatur ekspresi gen yang terlibat
dalam metabolisme asam lemak dan kolestrol, sebagai respons terhadap berbagai
pemberian asam lemak.

Zat Gizi dan Kontrol Pascatranskripsi pada Ekspresi Gen

Pada umumnya, inisiasi transkripsi telah diterima sebagai cara utama pengaturan
ekspresi gen, dan terdapat contoh yang baik tentang berbagai zat gizi yang
meningkatkan dan menurunkan ekspresi mRNA. Namun, semakin banyak temuan
yang menunjukkan bahwa respons ekspresi gen terhadap zat gizi melibatkan kontrol
kejadian pascatranskripsi. Berbagai bukti mengenai kontrol pascatranskripsi berasal
dari ketidaksesuaian hasil observasi antara kelimpahan mRNA dan laju transkripsi
(perubahan kelimpahan mRNA akibat tidak berubahnya transkripsi gen menunjukkan
adanya perubahan stabilitas mRNA). Selain itu, kelimpahan mRNA tidak selalu
berkorelasi dengan konsentrasi protein (perubahan konsentrasi protein saat
kelimpahan mRNA tidak berubah, menunjukkan adanya perubahan translasi mRNA
atau perubahan pemecahan proteolitik protein). Karena zat gizi dapat mengatur
translasi dan stabilitas mRNA, kelimpahan mRNA mungkin tidak mencerminkan jumlah
protein atau laju sintesis protein. Oleh sebab itu, pernyataan bahwa zat gizi mengubah
kadar mRNA, dan kadar protein bukan merupakan anggapan yang tepat. Untuk
memastikan efek zat gizi ekspresi gen, analisis mRNA harus disertai dengan
pengukuran produk protein.

Beberapa contoh kontrol pascatranskripsi pada interaksi gen zat gizi disajikan pada
Tabel 2.5. penting untuk diperhatikan bahwa sering kali regio nonpengode gen dapat
berperan penting dalam pengaturan ekspresi gen tempat zat gizi berinteraksi dengan
elemen pengaturan yang berlokasi di UTR 5 dan 3 berbagai gen target, yang
memperantarai efek zat gizi pada ekspresi gen.

Besi merupakan contoh klasik bagaimana zat gizi mengatur ekspresi gen yang terlibat
dalam metabolisme (Gambar 2.8). transferin dan feritin merupakan

Tabel 2.5 Pengaturan zat gizi pada ekspresi gen, kontrol pascatranskripsi

Gen Faktor gizi Titik kontrol Elemen pengatur

Feritin Besi Translasi 5UTR

Reseptor transferin Besi Stabilitas 3UTR

Glutation Selenium Translasi 3UTR


peroksidase

Glukosa Keadaan Translasi 5UTR


transporter-1 kenyang/puasa

Lipoprotein lipase Pasokan asam Translasi 3UTR


lemak

Apolipoprotein Clll hiperlipidemia Tidak diketahui 3UTR


Protein kunci yang terlibat dalam metabolisme besi, dan ekspresi masing-masing
ditentukan oleh regio non-pengode mRNA transferin dan feritin. Reseptor transferin
diperlukan untuk penyerapan besi di dalam sel. Reseptor transferin memiliki lima
rangkaian pengatur, yang disebut iron response element (IRE) pada 3UTR. Jika tidak
ada besi, trans-acting transcription response protein yang merupakan protein pengatur
besi (iron regulatory protein, IRP), terikat ke IRE dan melindungi mRNA reseptor
transferin, menyebabkan terjadinya ketidakstabilan mRNA, penurunan translasi mRNA,
dan penurunan sintesis reseptor transferin. Karena itu, mekanisme ini mencegah
terjadinya penyerapan besi oleh sel secara berlebihan.

Feritin diperlukan untuk simpanan besi. Feritin mengambil besi selular, yang akan
menjadi toksisk jika tidak diambil. Ekspresi feritin juga diatur saat pascatranskripsi.
Proses ini mengontrol pasokan besi bebas dalam sel sesuai dengan kadar besi selular.
Feritin memiliki IRE di 5UTR yang mengatur transkripsi. Jika kadar besi selular
rendah, IRP berikan dengan IRE dan menekan translasi feritin sehingga pasokan besi
bebas berjalan sesuai kebutuhan metabolisme sel. Jika terdapat besi, IRP tidak terikat
dengan IRE dan translasi feritin meningkat untuk memungkinkan penyimpanan besi.
Adanya IRE yang sama pada reseptor transferin dan mRNA feritin penting bagi
pengaturan sintesis dua protein secara teratur, sesuai dengan tingkat selular dan
kebutuhan protein yang berbeda-beda.

Pengaturan Zat Gizi pada Modifikasi Protein Translasi dan Pascatranslasi

Secara hipotesis, zat gizi dapat mengatur translasi mRNA menjadi protein. Namun
hingga kini belum ada contoh tentang efek langsung zat gizi pada translasi protein,
yang secara independen mengubah mRNA. Sama halnya dengan informasi mengenai
efek zat gizi pada modifikasi protein pascatranslasi yang juga masih sedikit. Vitamin k
merupakan satu contoh yang sangat sedikit tentang pengaturan zat gizi pada
modifikasi protein pascatranslasi, dan efek ini tercipta dari pengaturan aktivitasi
protrombin. Protrombin merupakan protein esensial pada sistem koagulasi. Protrombin
adalah proenzim thrombin yang merupakan komponen penting dalam pembekuan
darah. Protrombin hanya dapat berfungsi dengan benar jika residu asam glutamatnya
terkarboksilasi. Karboksilasi protrombin memungkinkan protrombin berikatan dengan
kalsium, dan protrombin hanya dapat turut serta dalam proses pembekuan darah jika
terikat dengan kalsium. Modifikasi pascatranslasi ini mengandung arti bahwa protein
protrombin yang baru bergantung pada pasokan vitamin K. terlepas dari efek buruk
defisiensi vitamin K pada koagulasi, rentang saat status vitamin K individu
memengaruhi pembekuan darah masih belum diketahui. Penelitian lebih lanjut yang
secara spesifik melihat apa dan/atau bagaimana zat gizi mengatur ekspresi protein,
diperlukan untuk lebih memahami aspek gizi molecular ini.

Tanda Metabolomik pada Intervensi Gizi

Metabolomik gizi berusaha mengenali metabolom yang menggambarkan


status/sensitivitas gizi tertentu pada seluruh tingkat organisme, jaringan, selular, dan
proses biokimia. Profil metabolomik individu harus dipahami sebagai pengaturan yang
sangat kompleks pada berbagai jalur biokimia yang serentak di berbagai organ.
Karena konsekuensi variasi metabolomik antara individu sangat tinggi, metabolomik
gizi harus memperhitungkan sifat multi-faktor masing-masing fenotipe metabolomik.
Sebagai contoh, mikroflora usus dapat berdampak besar terhadap profil metabolomik
seseorang. Konsekuensinya, dalam percobaan intervensi diet untuk mengenali
metabolom gizi, subjek harus menjalani diet tertentu dengan/tanpa intervensi gizi untuk
mengeksklusi efek interaksi rumit lain yang tidak terkait diet. Hingga kini penelitian
metabolomik untuk mengenali fenotipe metabolic manusia masih sangat sedikit.
Namun, tidak diragukan bahwa dalam waktu dekat akan ditemukan banyak data
mengenai pengenalan metabolom gizi.
TRANSLATE

Pengaruh nutrisi pada epigenetik dan efek pada umur panjang


Mihai D. Niculescu a, b dan Daniel S. Lupu sebuah
UNC Nutrition Research Institute, Kannapolis dan b Departemen Gizi, University
of North Carolina di Chapel Hill, Chapel Hill, North Carolina, USA
Korespondensi ke Dr Mihai D. Niculescu, 500 Laureate Way, Kannapolis, NC
28081, AS Tel: +1 704 250 5029; Faks: +1 704 250 5001; E-mail:
Mihai_Niculescu@unc.edu
Opini Saat Ini dalam Nutrisi Klinis dan
Perawatan Metabolik 2011, 14: 35-40
Tujuan peninjauan
Tinjauan ini mensintesis informasi yang baru dipublikasikan mengenai
nutrisi dan dampaknya terhadap mekanisme yang dimediasi secara epigenetik
yang terlibat dalam umur panjang dan penuaan.
Temuan terbaru
Studi terbaru memperkaya pemahaman kita tentang hubungan antara
penuaan dan interaksi gen-nutrisi yang terus menerus membentuk fenotipe
kita. Mekanisme epigenetik memainkan peran penting dalam menengahi antara
masukan nutrisi dan perubahan fenotipik berikutnya sepanjang seluruh hidup
kita dan tampaknya bertanggung jawab, sebagian, untuk perubahan biologis
yang terjadi selama penuaan. Kurang diketahui tentang peran epigenetik yang
dimiliki nutrisi secara langsung mempengaruhi umur panjang dan
penuaan. Namun, penelitian terbaru dengan jelas menunjukkan bahwa karena
nutrisi memodulasi kejadian epigenetik yang terkait dengan berbagai penyakit
(misalnya kanker, obesitas, dan diabetes), setidaknya ada hubungan epigenetik
tidak langsung antara nutrisi dan umur panjang dan, oleh karena itu, masuk
akal secara biologis untuk berhipotesis peran epigenetik. Nutrisi dalam
mengubah umur panjang. Terlepas dari studi manusia yang terbatas, penelitian
hewan yang menjanjikan membawa kita lebih dekat untuk memahami
bagaimana nutrisi dapat berdampak pada umur panjang dan penuaan.
Ringkasan
Mekanisme epigenetik kompleks terlibat dalam penuaan dan umur
panjang, secara langsung atau tidak langsung melalui mekanisme
penyakit. Nutrisi memiliki dampak yang kuat pada proses epigenetik dan oleh
karena itu, memegang peran penting dalam mengatur umur panjang dan
penuaan.
Kata kunci
Penuaan, penyakit, epigenetik, umur panjang, nutrisi Curr Opin Clin Nutr Metab
Care 14: 35-40 2010 Wolters Kluwer Kesehatan | Lippincott Williams & Wilkins
1363-1950
Pengantar
Umur panjang (panjang umur) didikte oleh faktor kompleks dan
heterogen termasuk cetak biru genetik, penuaan, keadaan kesehatan, dan
berbagai interaksi dengan lingkungan, termasuk nutrisi (diulas di [1]).Interaksi
nutrisi gen, sebagian, bertanggung jawab untuk mengatur proses metabolisme
yang terlibat dalam inisiasi dan pengembangan kondisi patologis seperti
obesitas dan sindrom metabolik, penyakit kardiovaskular, kanker, dan
perubahan respons imun [2-6 ]. Salah satu mekanisme interaksi genetika yang
paling banyak dipelajari adalah keterlibatan epigenetik (pola perubahan
fenotipik yang diwariskan, dipelihara oleh mekanisme lain daripada perubahan
urutan DNA) (Gambar 1a) [7]. Mekanisme epigenetik seperti ini semakin
disepakati saat ini karena memainkan peran penting dalam membentuk
penuaan fisiologis dan patologis [8]. Dua mech anisms utama mengkodekan
informasi epigenetik (metoda DNA dan modifikasi histon) seperti asetilasi,
metilasi, fosforilasi, dan ubiquitinasi), yang kemudian digunakan untuk
menentukan struktur kromatin, yang memungkinkan untuk
baik peningkatan regulasi atau penindasan dari ekspresi gen (Gambar. 1b)
[9 _]. Selain itu, modifikasi epigenetik tersebut juga dipengaruhi oleh aksi RNA
noncoding tertentu (ncRNA) yang mengatur metilasi DNA dari gen tertentu
[10 _].
Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk secara sintetis menyajikan
penemuan ilmiah terbaru yang menunjukkan bahwa nutrisi dapat
mempengaruhi umur panjang dan penuaan melalui mekanisme epigenetik.
Nutrisi mengubah epigenome
Selama 2 tahun terakhir data penting telah ditambahkan ke pengetahuan
umum tentang bagaimana dan kapan nutrisi dapat mempengaruhi regulasi
epigenetik ekspresi gen. Baik penelitian manusia maupun hewan terus
memperkuat kasus bahwa pemrograman pola epigenetik janin dipengaruhi oleh
nutrisi ibu (ditinjau ulang dalam [11]). Di antara nutrisi yang mengubah status
epigenetik selama perkembangan janin, peran sentral dimainkan oleh 1363-
1950 2010 Wolters Kluwer Kesehatan | Lippincott Williams & Wilkins DOI:
10.1097 / MCO.0b013e328340ff7c

36 Penuaan: biologi dan nutrisi


Kelompok donor metil fisiologis yang berkontribusi terhadap pemeliharaan
kolam s-adenosylmethionine (SAM, donor universal untuk reaksi metilasi): folat,
kolin dan betaine, dan metionin [12,13].
Pada manusia, suplementasi folat selama pengembangan perinatal
meningkatkan metilasi DNA lokus tercetak dalam gen IGF2 (wilayah berbeda-
beda met-ylated, DMR) dan dikaitkan dengan berat badan lahir rendah
[14 __]. Perubahan ini berlawanan dengan yang diinduksi pada gen yang sama
dengan kekurangan makanan perinatal yang dilaporkan sebelumnya untuk
kohort kelaparan Belanda [15]. Perlu disebutkan bahwa kehilangan IGF2 dari
pencetakan adalah respon-jawab untuk somatik pertumbuhan berlebih (sindrom
Beckwith-Wiedemann, dibahas dalam [14 __]). Dalam penelitian manusia baru-
baru ini lainnya, dampak epigenetik ketersediaan folat diperkuat oleh hubungan
antara anak-anak autis dan adanya mutasi dalam gen pembawa folat yang
dikurangi RFC1 dan akibat hipometri DNA pada ibu mereka [16].Menariknya,
anak-anak autis gagal memiliki peningkatan risiko mewarisi mutasi maternal,
menunjukkan bahwa defisiensi folat fungsional akibat induksi maternal sangat
penting terutama selama perkembangan janin. Penelitian hewan terbaru juga
menunjukkan bahwa folat memainkan peran penting selama perkembangan
janin dan pascakelahiran. Suplementasi folat selama periode remaja-prepuberal
pada tikus meningkatkan metilasi PPAR dan reseptor glukokortikoid promotor
dan penurunan metilasi gen reseptor insulin [17]. Selain tindakannya selama
perkembangan awal, kemampuan folat juga memperbaiki regenerasi pusat
orang dewasa
Nutrisi mempengaruhi mekanisme epigenetik yang bertanggung jawab untuk
pembentukan fenotipe.
Penuaan sebagian diatur oleh mekanika epigenetik.
Hubungan kausal antara perubahan epigenetik berbasis nutrisi dan penuaan
belum jelas.
Sistem saraf setelah diinduksi cedera, mungkin oleh mekanisme epigenetically
mediated [18]. Peran folat dalam regulasi epigenetik perkembangan janin juga
dirangkum dalam tinjauan baru-baru ini [19].
Pentingnya kolin, betaine, dan metionin dalam memodulasi mekanisme
epigenetik terus diperkuat oleh penelitian baru-baru ini, yang mengindikasikan
bahwa, serupa dengan folat, donor metil ini bertindak untuk membentuk kolam
SAM yang dibutuhkan untuk metoda-ylation. reaksi. Peran epigenetik kolin dan
betaine dibahas dalam tinjauan baru-baru ini [20], di mana sebagian besar
penelitian berfokus pada peran mereka pada pengembangan dan fungsi otak,
dan fungsi hati. Dengan menggunakan model hewan, para periset telah
menunjukkan bahwa kolin dan betaine menginduksi perubahan epigenetik
spesifik gen, yang berkorelasi dengan perkembangan otak janin. Suplementasi
Betaine menginduksi metil ester dan perubahan metilasi DNA pada sel positif
FAT10 dari hati tikus (dibahas di [21]). Diet kekurangan metil menginduksi
pulau CpG (sitosin-guanin)
Gambar 1 Diagram skematis yang menggambarkan hubungan antara nutrisi,
epigenetik, dan penuaan

(A) Intervensi nutrisi dapat mengubah status epigenetik seseorang dengan


melakukan implikasi epigenetik orang tua (yang kemudian diwarisi oleh
keturunannya), dengan secara langsung mempengaruhi pola epigenetik
somatik baru pada janin, atau dengan bertindak di kemudian hari selama
Periode lain yang rentan terhadap perubahan epigenetik (misalnya,
perkembangan pascakelahiran dini atau masa praubertal). Setelah terbentuk,
pola epigenetik akan menentukan, sebagian, fenotipe yang, pada gilirannya,
sebagian bertanggung jawab, untuk penuaan dan pembentukan rentang
hidup. (B) Mekanisme epigenetik (metilasi DNA dan modifikasi histon sebagai
metilasi dan asetilasi) menentukan konfigurasi kromatin, yang dapat berupa
permisif atau represif untuk ekspresi gen. Struktur kromatin, meski kuat dan
stabil, tidak permanen dan dapat dipengaruhi nutrisi. , Asetilasi histon; ,
Metilasi histon; , Kelompok metil yang terikat pada sitosin di dalam situs CpG.
Nutrisi epigenetik dan umur panjang Niculescu dan Lupu 37
Hipermetilasi (serupa dengan yang terkait dengan fenotip kanker) pada hati
tikus dewasa [22]. Melanjutkan pekerjaan sebelumnya pada perkembangan
otak, kelompok Zeisel [23,24 __] menunjukkan bahwa ketersediaan choline
selama perkembangan otak janin menyebabkan perubahan epigenetik yang
halus modulasi ekspresi gen dengan peran tertentu dalam diferensiasi neuronal
dan angiogenesis dalam hippocampus janin. Pada manusia, choline supple-
mentation juga mempertahankan penanda epigenetik pada peserta penelitian
kekurangan folat, menunjukkan peran epigenetik berlebihan antara jalur kolin
dan folat [25]. Mekanisme dimana donor methyl ini mengubah profil epigenetik
tidak sepenuhnya kurang berdiri. Meskipun dianggap bahwa mekanisme utama
adalah ketersediaan SAM, dua penelitian terbaru menunjukkan (seperti
penelitian sebelumnya lainnya juga menyarankan) bahwa konsentrasi SAM di
hati sangat stabil, dan mekanisme epigenetik spesifik gen dilibatkan dan bukan
hanya ketersediaan SAM untuk reaksi metilasi [26 _, 27 _].
Keterlibatan epigenetik nutrisi lainnya, walaupun kurang dipelajari daripada
donor metil yang disebutkan di atas, membawa, namun, wawasan baru yang
menekankan, semakin banyak, pentingnya nutrisi dalam regulasi ekspresi gen
epigenetik (Tabel 1).
Epigenetika penuaan
Selama beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan peningkatan jumlah
penelitian yang dapat berbicara mengenai hubungan antara perubahan
epigenetik dan penuaan. Masih dalam masa pertumbuhan, dan masih berfokus
terutama pada penuaan otak, penelitian ini dengan jelas menunjukkan bahwa
mekanisme epigenetik tidak hanya bertanggung jawab, sebagian, untuk proses
penuaan namun juga terkait secara dinamis dengan pembentukan dan
pemeliharaan memori (dibahas di [37]) . Berdasarkan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan peran methyltransferases DNA (Dnmt) dan modifikasi
epigenetik protein phosphatase 1 (PP1) [37], Lubin et al. [38] menunjukkan
baru-baru ini bahwa pharmaco- Gangguan logis metilasi DNA mencegah
ingatan takut. Lebih spesifik lagi, Penner dkk. [39 _] menunjukkan bahwa
ekspresi gen dari Arc (yang terlibat dalam konsolidasi memori dan plastisitas
sinaptik) berkurang dalam hippocampus tua, dan promotor dan metilasi
intragenik berbeda antara istirahat dan menjelajahi tikus. Manipulasi epigenome
untuk memperbaiki ingatan menjadi mungkin juga melalui perubahan asetilasi
histon. Ekspresi over-ekspresi Histone deacetylase 2 (Hdac2) pada tikus
mengurangi kepadatan tulang belakang dendritik dan kepadatan sinapsis,
mengganggu poten-tasi jangka panjang dan pembentukan ingatan di
hippocampus [40]. Pemulihan tingkat H4K12 asetilasi fisiologis dipulihkan
tingkat ekspresi gen belajar-diinduksi dan terkait dengan pemulihan
kemampuan kognitif pada model tikus [41 _]. Selain itu, penghambat HDAC
sebagian memperbaiki gejala di berbagai model sklerosis lateral, parkinson,
stroke, amyo-trofik lateral, atrofi otot tulang belakang, dan penyakit Alzheimer
(dibahas di 42).
Dalam sebuah penelitian manusia baru-baru ini, Christensen
dkk. [43 _] melaporkan perubahan luas dalam metilasi CpG lokus, yang jaringan
dan usia tertentu. Demikian pula Rakyan dkk. [44] juga melaporkan perubahan
metilasi DNA yang luas pada daerah metilen yang terkait dengan penuaan
(aDMR) di seluruh DNA darah. Di Drosophila, Lorbeck dkk. [45] melaporkan
bahwa hilangnya aktivitas demetilase Dmel \ Kdm4A menurunkan regulasi
Hsp22 yang mengendalikan umur panjang. Hubungan epigenetik antara
penyakit dan penuaan seluler terus diperkuat oleh Chen et al. [46], melaporkan
bahwa, dalam CD4CD28 _subset sel (yang terlibat dalam perkembangan
aterosklerosis), ERK dan JNK sinyal DNMT1 diatur dan ekspresi DNMT3a
yang, pada gilirannya, menyebabkan demethylation dan berlebih dari TNFSF7
(CD70) gen. Penuaan seluler (pada sel induk dewasa) juga dikaitkan dengan
kontrol HDAC-nya melalui regulasi gen polcomb dan domain jumonji yang
mengandung gen 3 (JMJD3) [47]. Pada sel mesenkim manusia yang
membungkam MECP2 memicu penghambatan sel S-fasa dan peningkatan sel
G (1),
Tabel 1 Seleksi temuan terbaru yang melibatkan nutrisi dan epigenetik (tidak
termasuk donor metil)

Model Target
Gizi studi jaringan Temuan

Diet tinggi
lemak Tikus Adypocites Hipermetilasi promotor leptin [28]
Otak janin, Perubahan metilasi DNA global, spesifik organ
Nutrisi ibu Baboon ginjal, [29]
larangan Hati, dan
hati
Niasin Ulasan Perubahan kromatin, termasuk asetilasi [30]
Penghambatan asetilasi histon (spesifik gen),
Sulforaphane Manusia Prostat menjanjikan peran dalam kanker
Pencegahan [31]
Perubahan luas di pulau CpG (terkait dengan
Protein ibu Mouse Hati janin kolesterol dan asam lemak
larangan Metabolisme) [32]
Hati dewasa
Alkohol Mouse muda Tren untuk menurunkan metilasi DNA genom [33]
Flavonoid Ulasan Metilasi DNA dan asetilasi histon [34]
Secara Sel Caco-2 Von Hippel-Lindau (VHL) tumor-supresor gen
Selenium in vitro dan promotor hipermetilasi [35]
Tikus
mukosa
usus besar
Hati yang Peningkatan metilasi di Wilayah Kontrol Imprinting
Protein ibu Tikus baru lahir (ICR) lokus Igf2 / H19;
Peningkatan ekspresi gen Igf2, H19, Dnmt1,
larangan Dnmt3a, dan Mbd2 [36]
38 Penuaan: biologi dan gizi
konsisten dengan fenotipe selular pikun [48 _]. Perubahan ini disertai
dengan pengurangan apop-tosis, pemicu penuaan, penurunan aktivitas
telomerase, dan downregulation gen yang terlibat dalam mempertahankan sifat
sel punca. Menggunakan model yang lebih serbaguna - elegans Caenorhabditis
(tapi belum ditetapkan sebagai model epigenetik yang tepat untuk penelitian
manusia) - Greer et al. [49] melaporkan bahwa H3K4 demethylase RBR-2
diperlukan untuk rentang kehidupan normal, sesuai dengan gagasan bahwa
kelebihan trimetilasi H3K4 (terkait dengan aktivasi kromatin) sangat merugikan
umur panjang. Menarik, penuaan baru-baru ini terlibat dalam perubahan h4
asetilasi H4 pada oosit, dengan konsekuensi potensial pada potensi reproduksi
pada wanita usia lanjut [50].
Bidang penelitian epigenetik lain yang muncul melibatkan peran kekebalan
dalam proses penuaan (dibahas di dalam) namun informasi yang tersedia
berasal dari penelitian yang lebih tua dari periode yang ditinjau.

Hubungan epigenetik antara nutrisi dan umur panjang


Entah bagaimana, penelitian yang bertujuan untuk sepenuhnya mengungkap
rantai mekanistik yang lengkap (nutrisi terhadap perubahan epigenetik pada
penuaan) masih dalam tahap awal, walaupun seperti yang ditunjukkan di atas,
sudah masuk akal masuk akal biologis penuh. Mungkin pencegah yang paling
kuat untuk penelitian semacam itu adalah periode waktu yang lebih lama yang
diperlukan antara eksposur nutrisi dan penilaian modifikasi epigenetik dan
penuaan. Selain itu, studi lanjutan semacam itu juga memerlukan penilaian
yang kompleks pada titik waktu perantara, sehingga tidak hanya memakan
waktu, namun juga secara signifikan lebih mahal.
Meskipun penurunan ketersediaan mikronutrien pada populasi lansia dan
rangkaian epigenetiknya baru-baru ini diperkuat oleh sebuah studi yang
menunjukkan penurunan aktivitas DNMT1 pada sel T manusia dengan
penurunan ketersediaan folat dan metionin [51], studi mekanistik lainnya yang
menghubungkan nutrisi, epigenetik, dan umur panjang. Atau penuaan sedikit
dan dilakukan pada organisme inferior.Membangun pekerjaan sebelumnya
pada pekerja dan ratu lebah madu, yang mengindikasikan peraturan umur
panjang yang dipengaruhi oleh nuansa umur panjang sebagai respons
terhadap perubahan pola makan (dibahas di [52]), Amdam dkk. [53]
melaporkan korelasi positif antara kinerja asosiatif asosiatif dan ketahanan
terhadap stres metabolik. Dalam C. elegans perubahan nutrisi berbasis
promoter O-GlcNAcylation pada gen yang terkait dengan sinyal insulin
menyebabkan rentang hidup menurun [54].

Kesimpulan
Pengetahuan terkini tentang peran epigenetik nutrisi pada umur panjang
dan penuaan terstruktur pada tiga komponen: modifikasi epigenetik berbasis
nutrisi.
Perubahan epigenetik terkait usia, dan hubungan komprehensif antara
nutrisi, epigenetik, dan penuaan, dengan konsekuensi pada umur
panjang. Seperti dibahas di atas, komponen ini tidak berbobot sama dalam hal
kelimpahan pengetahuan. Dua komponen pertama terus dikembangkan dengan
kecepatan yang dipercepat namun yang ketiga, yang juga paling menuntut
dalam hal desain eksperimen, alokasi waktu, dan biaya, kurang
berkembang. Sebagian, situasi ini juga disebabkan oleh kesimpulan yang
sering terjadi mengenai sebagian besar (masih) hubungan antara nutrisi,
epigenetik, dan penuaan. Sebagai hasil dari keabsahan biologisnya yang tinggi
yang dibangun oleh dua elemen pertama, ada godaan yang bisa dibenarkan
untuk dipertimbangkan sebagai fakta bahwa nutrisi sebenarnya memodulasi
mekanisme penuaan epige-netic.Studi terbatas juga mendukung hipotesis
ini. Namun, hipotesis ini mungkin masuk akal, penelitian hewan dan manusia
masih sangat terbatas jumlahnya, dan massa kritis yang memungkinkan
kepastian belum tercapai.
Jelas bahwa intervensi nutrisi, bila diterapkan selama jendela kritis kesempatan
(misalnya, perkembangan embrio dan janin, dan periode prepubertal) memberi
efek mendalam pada pembentukan epigenome yang, pada gilirannya, akan
membentuk fenotipe tertentu (Gambar 1 ). Hal ini sangat penting saat
mempertimbangkan asal mula mula penyakit kronis, dimana imprint epigenetik
perinatal memainkan peran yang jelas, walaupun tidak sepenuhnya
didefinisikan. Di sisi lain, mekanisme yang dijelaskan dengan jelas
memungkinkan kita untuk secara pasti menyiratkan fenomena epigenetik
sebagai bagian dari proses penuaan.Terkadang, mekanisme epigenetik
semacam itu menyebabkan evolusi penuaan.
Tidak cukup data yang tersedia untuk memastikan dengan pasti
bagaimana, pada manusia, ada hubungan epigenetik antara nutrisi dan
penuaan, kecuali adanya hubungan tidak langsung melalui penyakit kronis
(pemain yang jelas untuk umur panjang yang menurun). Oleh karena itu,
penelitian masa depan harus mengintegrasikan desain lengkap - nyanyikan
hipotesis kausalitas antara nutrisi dan penuaan melalui mekanisme epigenetik.
Ucapan Terima Kasih
Pekerjaan ini didukung, sebagian, oleh dana yang diberikan kepada MDN dari
hibah NIH (DK56350) ke University of North Carolina di Chapel Hill's Clinical
Nutrition Research Unit, dan dengan hibah dari Pusat Keunggulan Nutrisi Anak
UNC yang disponsori oleh Mead Nutrisi Johnson.
Referensi dan rekomendasi membaca
Makalah yang menjadi perhatian khusus, yang diterbitkan dalam periode
peninjauan tahunan, telah disorot sebagai:
Dengan minat khusus
Dari bunga yang luar biasa
Referensi tambahan yang terkait dengan topik ini juga dapat ditemukan di
bagian Sastra Dunia saat ini dalam edisi ini (hlm. 102-104).

1. Rockenfeller P, Madeo F. Aging dan makan. Biochim Biofis Acta Mol Cezll
Res 2010; 1803: 499-506.
2. Finnell RH, Shaw GM, Lammer EJ, dkk. Gene - interaksi nutrisi: im-
portance folat dan retinoid selama embriogenesis awal. Toxicol Appl
Pharmacol 2004; 198: 75-85.
3. Friso S, Choi SW. Interaksi nutrisi dalam metabolisme satu karbon -
gen. Curr Obat Metab 2005; 06:37 - 46.
4. Haggarty P. B-vitamin, genotipe dan kausalitas penyakit. Proc Nutr Soc
2007; 66: 539-547.
5. Finnell RH, Shaw GM, Lammer EJ, Rosenquist TH. Gene - hara antar-
tindakan: pentingnya asam folat dan vitamin B12 selama awal embryogen-
ESIS. Nutrisi Makanan Gula 2008; 29 (2 Suppl): S86 - S98; Diskusi S99 -
S100.
6. Grolleau-Julius A, Ray D, Yung RL. Peran epigenetik dalam penuaan dan
autoimmunity. Clin Rev Allergy Immunol 2010; 39:42 - 50.
7. Gravina S, Vijg J. Faktor epigenetik dalam penuaan dan umur
panjang. Pflugers Arch 2010; 459: 247-258.
8. Rando TA. Epigenetik dan penuaan. Exp Gerontol 2010; 45: 253-254.
9. Meaney MJ. Epigenetik dan definisi biologis gen _ lingkungan
Interaksi. Anak Mengembangkan 2010; 81: 41-79. Ini adalah gambaran
terbaru tentang hubungan kompleks antara epigenetik dan sekitarnya.
10. Malecova B, Morris KV. Gen transkripsi membungkam melalui epigenetic
Perubahan yang dimediasi oleh RNA nonkode. Curr Opin Mol Ther
2010; 12: 214- 222. Ini adalah gambaran umum tentang pengetahuan
terkini tentang peraturan epigenetik RNA yang tidak berkode RNA tentang
ekspresi gen.

11. Chmurzynska A. Pemrograman janin: hubungan antara nutrisi awal,


metilasi DNA, dan penyakit kompleks. Nutr Rev 2010; 68:87 - 98.

12. Zeisel SH. Apakah suplemen diet ibu bermanfaat? Perkembangan optimal
bayi tergantung pada diet ibu. Am J Clin Nutr 2009; 89: 685S - 687S

13. Zeisel SH, da Costa KA. Kolin: nutrisi penting untuk kesehatan
masyarakat. Nutr Rev 2009; 67: 615-623.

14. Steegers-Theunissen RP, Obermann-Borst SA, Kremer D,


dkk. Periconcep- Penggunaan asam folat ibu hamil 400 mg per hari
berhubungan dengan peningkatan metilasi gen IGF2 pada anak yang
sangat muda. PLoS One 2009;4: e7845. Ini adalah bacaan yang sangat
penting tentang dampak gizi ibu terhadap proses pencetakan epigenetik
pada anak-anak.

15. Heijmans BT, Tobi Elmar W, Stein Aryeh D, dkk. Perbedaan epigenetik
yang terus berlanjut terkait dengan paparan pralahir pada kelaparan pada
manusia. PNAS 2008; 105: 17.046-17.049.

16. James SJ, Melnyk S, Jernigan S, dkk. Polimorfisme fungsional dalam gen
pembawa folat yang berkurang dan DNA hypomethylation pada ibu anak
autis. Am J Med Genet B Neuropsychiatr Genet 2010, 153B: 1209-1220.
17. Burdge GC, Lillycrop KA, Phillips ES, et al. Suplementasi asam folat
selama periode pubertas remaja pada tikus memodifikasi fenotipe dan
epigenotip yang diinduksi oleh nutrisi prenatal. J Nutr 2009; 139 (6): 1054-
1060.
18. Iskandar BJ, Rizk E, Meier B, dkk. Regulasi folat regenerasi aksonal pada
sistem saraf pusat hewan pengerat melalui metilasi DNA. J Clin Invest
2010, 120: 1603-1616.
19. Laanpere M, Altmae S, Stavreus-Evers A, dkk. Metabolisme satu karbon
yang dimediasi oleh folat dan pengaruhnya terhadap kesuburan wanita
dan viabilitas kehamilan. Nutr Rev 2010, 68:99 - 113.
20. Zeisel SH. Kolin: pendekatan nutrigenetik / nutrigenik klinis untuk
mengidentifikasi fungsi dan persyaratan diet. World Rev Nutr Diet
2010; 101: 73-83.
21. Oliva J, Bardag-Gorce F, Li J, dkk. Betaine mencegah Mallory -
pembentukan tubuh Denk pada tikus obat-prima oleh mekanisme
epigenetik. Exp Mol Pathol 2009; 86:77 - 86.
22. IP Pogribny, Shpyleva SI, Muskhelishvili L, dkk. Peran kerusakan DNA dan
perubahan metilasi DNA sitosin pada karsinogenesis hati tikus disebabkan
oleh diet kekurangan metil. Mutat Res Fundam Mol Mech Mutag
2009; 669: 56-62.
23. Mehedint MG, Craciunescu CN, Zeisel SH. Defisiensi maternal choline diet
mengubah angiogenesis pada hippocampus mouse janin. Proc Natl Acad
Sci US A 2010; 107: 12.834-12.839.
24. Mehedint MG, Niculescu MD, Craciunescu CN, Zeisel SH. Kekurangan
kolinMengubah metilasi global histone dan tanda epigenetik di lokasi Re1
Gen calbindin 1. FASEB J 2010; 24: 184-195.Ini adalah studi terobosan,
pertama dari jenisnya di bidang penelitian kolin, mengenai mekanisme
epigenetik yang intim dimana kolin mengubah neurogen-esis dan
perkembangan otak. Nutrisi epigenetik dan umur panjang Niculescu dan
Lupu 39
25. Shin W, Yan J, Abratte CM, dkk. Asupan kolin yang melebihi rekomendasi
diet saat ini mempertahankan penanda metilasi seluler pada subkelompok
genetik pria berkompromi folat. J Nutr 2010; 140: 975-980.
26. Min H. Efek suplemen makanan asam folat dosis tinggi pada biomar-
Reaksi metilasi di dalam vitamin B (12)-tikus yang tidak pasti. Nutr Res
Pract 2009; 3: 122-127. Ini adalah studi yang sangat menarik dan
menyeluruh tentang peran folat dalam pemeliharaan spidol epgenetik.
27. Engeham SF, Haase A, Langley-Evans SC. Suplemen ibu Diet rendah
protein pada kehamilan tikus dengan terapi asam folat memperbaiki
pemrograman Efek pada perilaku makan karena tidak adanya gangguan
pada siklus metionin-homocysteine. Br J Nutr 2010; 103: 996-1007. Ini
adalah studi terbaru yang menunjukkan bahwa suplementasi folat ibu
dapat menyelamatkan program epigenetik yang cacat yang disebabkan
oleh diet kekurangan protein pada ibu.
28. Milagro FI, Campion J, Garcia-Diaz DF, dkk. Diet tinggi obesitas yang
diinduksi obesitas memodifikasi pola metilasi promoter leptin pada tikus. J
Physiol Biochem 2009; 65: 1 - 9.
29. Unterberger A, Szyf M, Nathanielsz P, Cox L. Organ dan efek usia
kehamilan dari pembatasan nutrisi ibu pada metilasi global pada babun
janin. J Med Primatol 2009; 38: 219-227.
30. Kirkland JB. Status Niacin mempengaruhi struktur kromatin. J Nutr
2009; 139: 2397-2401.
31. Ho E, Clarke JD, Dashwood RH. Diet sulforaphane, penghambat
deasetotelase histone untuk pencegahan kanker. J Nutr 2009; 139: 2393-
2396.
32. Van Straten EME, Blok VW, Huijkman NCA, dkk. Promotor gen reseptor X-
hati dihilangkan hipermetilasi dalam model tikus pembatasan protein
prenatal. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 2010; 298: R275 -
R282.
33. Sauer J, Jang H, Zimmerly EM, dkk. Penuaan, konsumsi alkohol kronis
dan folat merupakan penentu metilasi DNA genomik, p16 promotor dan
ekspresi p16 pada usus tikus. Br J Nutr 2010; 104: 24 - 30.

34. Gilbert ER, Liu D. Flavonoid mempengaruhi epigenetik-memodifikasi


aktivitas enzim: struktur - hubungan fungsi dan potensi terapi untuk
kanker. Curr Med Chem 2010; 17: 1756-1768.

35. Uthus E, Begaye A, Ross S, Zeng H. von Hippel - Lindau (VHL) gen
supresor tumor yang turun-diatur oleh defisiensi selenium dalam Caco-2
sel dan mukosa usus tikus. Biol Trace Elem Res 2010. [Epub di depan
cetak]

36. Gong L, Pan YX, Chen H. Diet rendah protein gestasional pada tikus
memediasi ekspresi gen Igf2 pada keturunan laki-laki melalui metilasi DNA
hati yang diubah. Epigenetika 2010. [Epub di depan cetak]

37. Penner MR, Roth TL, Barnes CA, Sweatt JD. Hipotesis epigenetik tentang
disfungsi kognitif terkait penuaan. Front Aging Neurosci 2010; 2: 9.

38. Lubin FD, Roth TL, Sweatt JD. Regulasi epigenetik transgen gen BDNF
dalam konsolidasi memori ketakutan. J Neurosci 2008; 28: 10.576-10.586.

39. Penner MR, Roth TL, Chawla MK, dkk. Perubahan terkait usia di Arc
transcrip-Dan metilasi DNA di dalam hippocampus. Neurobiol Aging 2010.
[Epub di depan cetak] Deskripsi salah satu mekanisme molekuler yang
bertanggung jawab atas disregulasi epigenetik dari mekanisme molekuler
yang bertanggung jawab untuk pemeliharaan neuron di hippocampus,
selama penuaan.
40. Guan JS, Haggarty SJ, Giacometti E, dkk. HDAC2 secara negatif
mengatur pembentukan memori dan plastisitas sinaptik. Alam 2009; 459:
55 - 60.
41. Peleg S, Sananbenesi F, Zovoilis A, dkk. Perubahan asetilasi histon
adalah Terkait dengan gangguan memori yang bergantung pada usia pada
tikus. Ilmu 2010; 328: 753-756. Ini adalah salah satu studi terbaru yang
menunjukkan hubungan intim antara modifikasi histon dan fungsi memori.
42. Chuang DM, Leng Y, Marinova Z, dkk. Beberapa peran penghambatan
HDAC dalam kondisi neurodegenerative. Tren Neurosci 2009; 32: 591-
601.
43. Christensen BC, Houseman EA, Marsit CJ, dkk. Penuaan dan lingkungan
Eksposur mengubah metilasi DNA spesifik jaringan bergantung pada
konteks pulau CpG. PLoS Genet 2009; 5: e1000602 Pengumpulan
menyeluruh perubahan epigenetik spesifik jaringan pada manusia,
menunjukkan bahwa perubahan metilasi DNA kompleks dikaitkan dengan
penuaan.
44. Rakyan VK, TA Down, Maslau S, dkk. Hipermetilasi DNA terkait penuaan
manusia terjadi secara istimewa pada domain chromatin bivalen. Gen-ome
Res 2010; 20: 434-439.
45. Lorbeck MT, Singh N, Zervos A, dkk. Histone demethylase Dmel \ Kdm4A
mengendalikan gen yang dibutuhkan untuk rentang hidup dan penentuan
jenis kelamin laki-laki di Drosophila. Gene 2010; 450: 8-17.40 Penuaan:
biologi dan nutrisi
46. Chen Y, Gorelik GJ, Strickland FM, Richardson SM. Penurunan ERK dan
JNK signaling berkontribusi berlebih gen di 'pikun' CD4 CD28 _ sel T
melalui mekanisme epigenetik. J Leukoc Biol 2010; 87: 137-145.
47. Jung JW, Lee S, Seo MS, dkk. Histone deacetylase mengendalikan
penuaan sel induk dewasa dengan menyeimbangkan ekspresi gen
polcomb dan domain jumonji yang mengandung 3. Cell Mol Life Sci
2010; 67: 1165-1176.
48. Squillaro T, Alessio N, Cipollaro M, dkk. Pembungkaman sebagian dari
metil Protein sitosin mengikat 2 (MECP2) pada sel induk mesenchymal
menginduksi penuaan dengan peningkatan DNA yang rusak. FASEB J
2010; 24:1593-1603. Ini adalah studi yang sangat menarik yang
menghubungkan disregulasi epigenetik pada sel induk dengan kerusakan
DNA dan penuaan seluler.
49. Greer EL, Maures TJ, Hauswirth AG, dkk. Anggota H3K4 trimethyla-tion
kompleks mengatur umur dengan cara germline tergantung di C.
elegans. Alam 2010; 466: 383-387.
50. Manosalva I, Gonzalez A. Penuaan mengubah h4 asetilasi H4 dan CDC2A
pada oosit tahap vesikel germinal tikus. Biol Reprod 2009; 81: 1164-1171.
51. Li Y, Liu Y, Strickland FM, Richardson B. Penurunan usia tergantung pada
tingkat methyltransferase DNA dan tingkat mikronutrien transmetilasi
rendah bersinergi untuk mempromosikan ekpresi berlebihan gen yang
terlibat dalam autoimunitas dan sindrom koroner akut. Exp Gerontol
2010; 45: 312-322
52. Robert L, Labat-Robert J, Robert AM. Mekanisme genetika, epigenetik dan
posttranslasi penuaan. Biogerontologi 2010; 11: 387-399.
53. Amdam GV, Fennern E, Baker N, Rascon B. Kinerja pembelajaran
asosiatif Honeybee dan ketahanan stres metabolik secara positif
terkait. PLoS One 2010; 5: e9740
54. Cinta DC, Ghosh S, Mondoux MA, dkk. Siklus O-GlcNAc yang dinamis
pada promoter gen elegans Caenorhabditis yang mengatur umur panjang,
stres, dan imunitas. Proc Natl Acad Sci US A 2010; 107: 7413-7418.

Anda mungkin juga menyukai