Ekspresi Gen
Ekspresi gen merupakan proses perubahan informasi yang di kode di dalam DNA gen
menjadi fenotipe yang dapat dilihat pada sel tersebut. Gen dapat di definisikan sebagai
rangkaian asam nukleat yang diperlukan untuk sintesis peptida atau protein yang
fungsional pada waktu dan jaringan tertentu. Namun demikian, gen tidak secara
langsung ditranslasikan menjadi protein; gen diekspresikan melalui perantara asam
nukleat yang disebut RNA messenger (mRNA). Unit transkripsi setiap gen merupakan
rangkaian DNA yang ditranskripsikan menjadi sebuah molekul mRNA, yang bermula di
daerah promotor dan berakhir di regio terminator. Gambaran utama gen dan mRNA
diperlihatkan pada Gambar 2.3. Rangkaian DNA gen terdiri atas dua regio non-
pengode (tidak ditranslasikan) yang mengapit regio pengode gen. Regio promotor non-
pengode dan regio terminator DNA ditranskripsikan secara terpisah, tetapi tidak di-
translasikan sehingga membentuk untranslated regions (UTR) 5' dan 3' mRNA.
Walaupun regio non-pengode gen dan mRNA tidak ditranslasikan menjadi produk
protein gen, regio ini berisi bagian penting informasi genetik yang mencakup
pengaturan ekspresi gen dan karakteristik produksi protein. Regio promotor terletak
persis di hulu regio pengkode gen; regio promotor berisi rangkaian DNA, yang dikenal
dengan kotak TATA dan CAAT, yang merupakan tempat terikatnya DNA saat memulai
transkripsi dan mengatur laju ekspresi gen. Kotak TATA merupakan rangkaian yang
kaya-AT terletak sekitar 30 bp (-30 bp) upstream dari tempat permulaan transkripsi.
Kotak CAAT berisi rangkaian DNA pendek yang terletak sekitar 80 bp upstream (-80
bp) tempat awal. Rangkaian tersebut : rsarna dengan tempat tenkatnya faktor
transkripsi mengatur laju ekspresi gen spesifik-jaringan. skripsi bermula di tempat
CAP, disebut demikian tirtna setelah transkripsi ujung 5' molekul mRNA tutup (cap) di
lokasi ini dengan terikatnya rileotida khusus (7-metil guanosin). Tempat CAP diikuti
oleh kodon inisiasi atau kodon start (ATG), yang ditentukan awal translasi; karena itu,
berdasarkan genetik, setiap polipeptida bermula dengan reonin. Rangkaian kode DNA
gen pada eukariota berdekatan atau tidak bersela. Tiap gen mengandung rangkaian
DNA yang mengode urutan asam amino protein, yang disebut ekson. Ekson ini
dibatasi : rangkaian DNA non-pengode, yang disebut Ekson terakhir berakhir dengan
kodon stop (TAA, tAG, atau TGA), yang menandakan akhir regio gen ^rr.^ode dan
diikuti oleh rangkaian terminator pada ~ir,zkaian DNA yang menegaskan akhir regio
Tiga UTR molekul mRNA mencakup poly(A) signal (AATAAA) yang ditambahkan ke
molekul mRNA setelah transkripsi.
Msam Ribonukleat
RNA. seperti DNA, membawa informasi genetik. komposisi RNA sangat mirip dengan
DNA, dan RNA irrperan penting pada semua tahap ekspresi gen. ISA juga merupakan
polinukleotida linear, tetapi ini beda dari DNA karena merupakan untai tunggal tan
terdiri atas polimer ribosa, bukan deoksiribosa; pirimidin urasil (U) menggantikan tirnin
(T), c RNA ini relatif tidak stabil jika dibandingkan dengan DNA. Setidaknya terdapat
lima jenis RNA berbeda di dalam sel eukariotik dan semuanya terlibat dalam ekspresi
gen:
Transkripsi
Transkripsi RNA, yang merupakan proses pengodear informasi genetik pada DNA
yang ditransfer menjadi mRNA, adalah langkah pertama proses ekspresi gei dan
terjadi di dalam nukleus sel. Transkripsi dapat di bagi menjadi empat tahap: rekognisi
template (cetal an), inisiasi, elongasi, dan terminasi. Transkripsi diki talis oleh enzim
RNA polimerase terikat-DNA (Gamba 2.4). Di dalam sel eukariotik, RNA polimerase ]
menyintesis mRNA, sedangkan RNA polimerase I da RNA polimerase III menyintesis
tRNA dan RNA rNA polimerase II merupakan enzim 12-subunityar kompleks dan
berhubungan dengan beberapa faktor.
Transkripsi (TF), yaitu TFIIA, TFIIB, TFIIC, TFIID, TFIIE, TFIIF, TFIIH, dan TFIIJ. Untai
DNA yang menyintesis mRNA secara langsung melalui pasangan basa komplementer
disebut cetakan atau untai anti-sense. Untai DNA lain yang menghasilkan rangkaian
nukleotida yang sama disebut untai pengode atau untai sense. Oleh sebab itu, RNA
merupakan salinan DNA. Transkripsi merupakan proses multitahap, yang diawali
dengan pertemuan kompleks inisiasi (TFIID, TFIIA, TFIIB, TFIIF, TFIIE, TFIIH) di
promotor, tern-pat RNA polimerase II terikat. TFIID mengenali pro-motor dan terikat ke
kotak TATA pada awal gen. TFIIH membuka untai ganda DNA untuk memajan
nukleotida DNA yang tidak lagi berpasangan dan rangkaian DNA tersebut digunakan
sebagai cetakan bagi RNA yang disintesis. TFIIE dan TFIIH diperlukan sebagai
ruangan promotor, yang memungkinkan RNA polimerase II memulai pergerakan
menjauhi promotor. Inisiasi merupakan sintesis sembilan nukleotida pertama pada
transkripsi RNA. Elongasi merupakan fase selama RNA polimerase bergerak di
sepanjang DNA dan memperpanjang molekul RNA. Molekul RNA disintesis dengan
menambahkan nukleotida ke ujung bebas 3'-OH rantai RNA yang terus memanjang.
Karena nukleotida yang baru hanya dapat terikat pada ujung bebas 3'-OH ini, sintesis
RNA selalu berlangsung dengan arah 5-3'. Peman-jangan rantai RNA diakhiri dengan
proses yang disebut terminasi, yang mencakup rekognisi rangkaian terminator yang
mengirim sinyal penguraian kompleks polimerase.
Setelah transkripsi DNA menjadi RNA, RNA yang baru tersintesis dimodifikasi. Proses
ini disebut pemrosesan RNA pascatranskripsi (Gambar 2.5). Salinan RNA primer yang
disintesis oleh RNA polimerase II dari DNA genom sering disebut heterogenous
nuclear RNA hnRNA) karena ukurannya yang sangat bervariasi. Selain hnRNA, istilah
precursor mRNA (pre-mRNA) se-ring digunakan untuk menunjukkan bahwa RNA ini
merupakan RNA yang belum diproses. Salinan primer adalah molekul RNA yang
merupakan salinan seluruh gen yang memanjang dari regio promoter hingga
terminator gen, dan mencakup intron dan ekson. Saat masih di dalam nukleus, RNA
yang baru tersintesis diberi tutup (cap), poliadenilasi, dan dijalin (splicing). Capping
merupakan penambahan nukleotida guanin (G) yang dimodifikasi (7-metilguanosin)
pada ujung akhir 5' mRNA. Tutup 7-metilguanosin ini memiliki tiga fungsi, yaitu
menjaga RNA yang tersintesis dari se-rangan enzim, membantu penjalinan pre-
mRNA, dan meningkatkan translasi mRNA. Poliadenilasi mencakup penambahan
gugus residu adenosin (A) (ekor pofaA) ke ujung 3' pre-mRNA. Setelah itu, pre-mRNA
mengalami penjalinan, yang dilakukan oleh splisom. Kompleks protein-RNA ini
mengenali rangkaian umum di tiap akhir intron (5'-GU dan AG-3') dan me-motong
intron sehingga ekson yang tersisa mengalami penjalinan bersama untuk membentuk
molekul mRNA yang matur. Setelah pemberian tutup, poliadenilasi, dan penjalinan,
mRNA diangkut dari nukleus ke sitoplasma untuk menjalani translasi.
Pengeditan RNA merupakan cara lain untuk me-modifikasi salinan RNA primer.
Proses edit meli-batkan ikatan protein atau cetakan RNA pendek ke regio spesifik
salinan primer dan perubahan atau pengeditan lebih lanjut rangkaian RNA, baik
dengan insersi satu atau lebih nukleotida yang berbeda, mau-pun dengan pertukaran
basa. Mekanisme ini dapat menghasilkan protein yang berbeda dari sebuah gen
dalam berbagai kondisi fisiologis. Dua isoform apo B merupakan contoh pengeditan
RNA. Pada kasus ini, pengeditan RNA memungkinkan ekspresi spesifik-jaringan gen
apo B sehingga protein lengkap apo B100 diproduksi di hati dan disekresi pada VLDL.
Sebaliknya, di us*us halus isoform apo B48 diproduksi karena kodon stop yang
prematur disisipkan sehingga transkripsi protein dihentikan dan apoprotein yang
dihasilkan hanya 48% dari panjang seluruh protein apo B100.
Trans-acting factor dikenal dengan faktor transkripsi atau protein pengikat DNA.
Faktor transkripsi merupakan protein yang dikode oleh gen lain, dan mencakup
kompleks reseptor hormon steroid, protein reseptor-vitamin, dan kompleks protein-
mineral. Faktor transkripsi ini berikatan dengan rangkaian DNA tertentu di regio
promotor gen target dan memacu transkripsi gen. Mekanisme yang tepat bagaimana
faktor transkripsi memengaruhi transkripsi gen belum sepenuhnya dipahami. Namun
demikian, faktor transkripsi umumnya menyumbang beberapa sifat. Faktor transkripsi
sering memiliki domain asam ami-no yang mengandung satu atau lebih ion zink,
disebut dengan jari zink, yang dapat terikat ke DNA pada cara rangkaian-tertentu.
Jenis domain asam amino yang lain terutama berisi asam amino leusin, disebut zipper
leusin, dan memiliki fungsi mengikat ("zipping') ke domain yang serupa pada protein
lain berdasarkan muatan tiap asam amino. Selain domain ini, faktor transkripsi sering
mengandung sinyal lokalisasi nu-klear untuk mengarahkan protein dari sitoplasma ke
nukleus dan asam amino spesifik yang dapat dimo-difikasi oleh, misalnya, fosforilisasi,
ubikuitinilasi, atau asetilasi, dan dengan modifikasi tersebut dapat diaktifkan atau
dinonaktifkan. Modifikasi ini me-mungkinkan penyetelan-halus kerja faktor transkripsi.
Master regulatory protein mengatur ekspresi ber-bagai gen pada suatu jalur
metabolik tunggal. Sebagai contoh, pada jalur lipogenik kompleks asam lemak sintase
mengode tujuh gen berlainan yang harus di-ekspresikan secara selaras untuk
membentuk enzim yang dibutuhkan untuk sintesis asam lemak. Hal ini memastikan
bahwa kadar yang cukup untuk semua enzim pada jalur metabolik ini tersedia secara
serentak.
Translasi adalah proses pengubahan informasi genetik yang di kode di mRNA menjadi
rangkaian asam amino (polipeptida) melalui pembacaan rangkaian pengode mRNA
sebagai kode yang kontinu, tidak tumpang-tindih, dan terdiri atas tiga huruf (Gambar
2.7). Kode tiga huruf atau trinukleotida ini (triplet atau kodon) dapat dibaca dengan tiga
kemungkinan kerangka baca dalam sebuah molekul mRNA untai-tunggal. Lima bentuk
RNA memainkan peran yang tidak terpisahkan dalam proses translasi ini. RNA kecil
mengatur berbagai proses, small nuclear RNA (snRNA) membantu menghilangkan
intron, mRNA merupakan cetakan untuk sintesis protein, rRNA me-rupakan mesin
sitoplasma yang menyintesis produk protein gen, dan tRNA menyumbangkan asam
amino vang digabungkan menjadi polipeptida selama sin-icsis protein. Molekul tRNA
memiliki struktur yang sangat jelas untuk mengantarkan asam amino polipeptida yang
baru dibentuk. Sintesis protein terjadi di nbosom di dalam sitoplasma atau di ribosom
yang ter-ikat ke sisi sitoplasma pada membran retikulum endo-plasma kasar. Ribosom
terdiri dari dua subunit, 40S (kecil) dan 60S (besar), yang bergabung membentuk
partikel SOS. Sintesis protein dimulai dengan pem-bentukan kompleks subunit ribosom
40S yang mem-bawa tRNA metionin dengan basa yang berpasangan dengan kodon
inisiasi AUG pada molekul mRNA. Translasi sebagian besar diatur melalui pengaturan
pembentukan kompleks inisiasi, yang terdiri atas sub-unit ribosom 40S, mRNA, dan
protein pengatur spe-sifik. Struktur 5' UTR sangat penting untuk menen-tukan apakah
mRNA ditranslasikan atau diasingkan pada kompleks ribonukleoprotein yang belum
ditranslasikan. Permulaan translasi juga tergantung pada adanya struktur tutup 5' dan
struktur sekunder mRNA di sisi kodon inisiasi. Struktur sekunder seperti stem loofidi
ujung 5' mRNA, menghambat inisiasi translasi. Beberapa protein pengatur translasi
bersifat spesifik sel dan spesifik mRNA, yang memungkinkan kontrol pascatranskripsi
secara tepat selama sintesis protein tertentu. Ekor poli(A) juga mengatur translasi.
Walau-pun ekor poll (A) tidak esensial bagi terjadinya translasi, mRNA yang
kekurangan ekor poli(A) ditranslasikan secara kurang efisien.
Karena berbagai alasan, aspek molekular gizi tidak selalu bisa diteliti pada
manusia. Penelitian-penelitan tersebut mungkin terlalu mahal, sedangkan pada banyak
kasus sel atau jaringan yang ingin diteliti tidak mungkin secara sederhana didapatkan.
Masalah terapan lainnya adalah respons terhadap intervensi diet dapat sangat
bervariasi antar-individu disebabkan adanya perbedaan latar belakang genetik
manusia dan pajanan terhadap faktor lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini,
berbagai pendekatan, seperti penelitan pada hewan atau sel, dilakukan untuk men-
dapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai efek diet atau kandungan makanan
tertentu pada tingkat selular dan molekular. Walaupun cara ini baik, keunggulan dan
keterbatasan masing-masing cara harus selalu diingat. Oleh sebab itu, penaksiran
terhadap kodisi manusia akan selalu menjadi masalah, dan pertanyaan yang dapat
diterapkan pada manusia harus ditujukan pada manusia.
Model Hewan
Kultur Jaringan
Penelitian in vitro dengan jaringan utuh atau sel terisolasi merupakan alternatif
penelitian in vivo pada hewan memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri sehingga
banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum memilih model hewan, termasuk
ukuran hewan, waktu pengembangbiakan, ukuran kandang, biaya penangkaran
hewan, serta kemudahan mendapatkan sampel darah dan vivisection. Jadi, sama
halnya pada penelitian manusia, teknik di bidang genetik dan biologi molekular
mungkin dapat diterapkan.
Keunggulan penting pada penelitian hewan adalah efek zat gizi dapat diteliti
pada hewan dengan latar belakang genetik yang mirip. Dengan cara ini, perbedaan
respons antara hewan akibat adanya heterogenitas genetik dapat dieksklusi.
Homogenitas genetik dapat diperoleh dengan penangkaran sanak
(inbreeding). Dengan inbreeding ini, hewan yang memiliki hubungan genetik, seperti
saudarajantan atau betina, dikawinkan untuk berbagai generasi. Perkawin-
an ini akan mengurangi heterogenitas antar hewan dan pada akhir keturunan hasil
perkawinan tersebut didapatkan genetik yang mirip, latar belakang homozigot. Namun,
homogenitas genetik tidak selalu menguntungkan. Sebagai contoh, jika cara kerja
komponen makanan tidak diketahui atau jika tujuan penelitian adalah mengecek
keamanan zat gizi atau obat, heterogenitas genetik mungkin lebih dipilih
karena meningkatkan prakiraan hasil. Selain itu, perbedaan respons antara berbagai
galur dapat memperjelas respons di tingkat molekular. Karena itu, pertanyaan
penelitian yang jelas harus ditentukan terlebih dahulu sebelum memilih model hewan
yang akan dilakukan.
Suspensi sel berbeda dengan kultur jaringan, yaitu adanya pengacauan matriks
ekstraselular dan hubung-an interselular antarsel. Pada kultur jaringan, jaringan diatur
dengan enzim proteolitik dan komponen yang mengikat kalsium. Enzim proteolitik
memotong protein yang menyatu dengan jaringan melalui pelekatan intarsel oleh agen
pengkelat, seperti EDTA serta ion logam di- dan tri-kation seperti kalsium, untuk men-
cegah ikatan cadherin antarsel, Jaringan ini kemudian acara mekanis dipisahkan
menjadi sel tunggal. De-r.^an pemisahan ini, diperoleh suspensi yang terdiri iari
berbagai jenis sel. Jika diperlukan, pengisolasian .cbih jauh dapat dilakukan terhadap
satu jenis sel tertentu yang dapat digunakan untuk eksperimen aiau sebagai material
awal bagi kultur sel.
Kultur sel yang dibuat langsung dari organ atau jaringan organisme disebut
kultur primer. Sel kultur primer ini masih memiliki kemampuan untuk membelah
sehingga dapat diperoleh kultur sel sekunder dan tersier. Bergantung padajenis sel
dan teknik yang digunakan, sel ini dapat dibuat kultur dalam suspensi atau selapis sel
(monolayer). Kultur jaringan memiliki waktu ketahanan yang terbatas. Namun, lapisan
sel dapat digunakan dengan didapatkannya kemampuan replikasi yang tidak terbatas.
Sel-sel ini biasanya didapatkan dari jaringan kanker dan semuanya berasal dari sel
batang yang sama sehingga memiliki pembentuk genetik yang serupa.
Namun, perlu diperhatikan bahwa setelah tiap sel memperbanyak diri, sel-sel
ini kehilangan beberapa karakteristik biokimia dan morfologis, yaitu semakin tua sel,
semakin banyak perbedaan dari sel batang asal yang dapat ditemukan.
Namun demikian, sel dapat dibekukan setelah mem perbanyak diri. Setelah
dicairkan dengan baik, sel-sel tersebut dapat dikultur lebih lanjut sejak sel tersebut
dibekukan sehingga dapat kembali pada keadaan sebelum memperbanyak diri.
Penelitian dengan model jaringan atau sel ter-isolasi sangat berguna bagi
penelitian mekanistis.
Kloning Molekular
Kloning molekular merupakan proses pembuatan salinan segmen DNA, yang
tidak memerlukan seluruh gen. Segmen DNA ini dapat berupa bagian DNA ge-nom,
atau DNA komplementer (cDNA) yang didapat-kan dari mRNA. Setelah mengisolasi
fragmen DNA, fragmen DNA tersebut dimasukkan ke dalam plasmid yang bertindak
sebagai vektor. Plasmid merupakan molekul DNA untai-ganda sirkuler, relatif kecil (1
1000 kb), yang dapat mereplikasi kromosom bakteri secara independen. Vektor yang
membawa potongan DNA asing selanjutnya dimasukkan ke dalam sel bakteri. Karena
vektor memiliki kemampuan replikasi secara autonom dalam sel inang dan inang itu
sendiri juga dapat tumbuh secara tidak terbatas di dalam laboratorium, sejumlah besar
plasmid yang mengan-dung segmen DNA yang diteliti dapat diperoleh. Ada banyak
vektor yang tersedia dan pemilihan vektor bergantung pada ukuran fragmen DNA,
apakah fragmen itu berupa genomik DNA maupun cDNA, dan inang yang diguhakan.
Tujuan kloning adalah men-ciptakan jumlah rangkaian DNA tertentu yang cukup untuk
penelitian lebih lanjut.
Setelah isolasi RNA, cDNA disintesis dari mRNA melalui langkah RT. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, cDNA berbeda dengan DNA genom karena cDNA hanya
mengandung ekson DNA. RT atau sintesis untai pertama dapat dibuat dengan
beberapa T protokol. Salah satu yang mungkin dilakukan adalah dengan
menggunakan heksamer acak. Heksamer ini berikatan dengan RNA pada banyak
tempat, sedang-kan celah-celah di antaranya diisi dengan nukleotida oleh enzim
reverse transcriptase. Ekor poli(A) yang terletak di 3' UTR pada hampir seluruh
molekul mRNA juga dapat digunakan. Dengan kedua prosedur terse-but, seluruh
mRNA yang ada dalam sampel disalin menjadi cDNA. cDNAjuga dapat dibuat untuk
sebuah gen terutama selama reaksi RT. Dalam hal ini, sintesis untai pertama dapat
dilakukan dengan penggunaan primer yang spesifik untuk gen tersebut.
Setelah langkah RT, molekul cDNA spesifik diperkuat oleh Taq DNA
polimerase. Reaksi ini menggunakan dua primer, yang saling melengkapi ke kedua
ujung produk target. Primer merupakan titik awal bagi enzim Taq DNA polimerase. Taq
polimerase membaca untai cDNA dari sisi 3' ke 5' sehingga membentuk untai yang
saling melengkapi dari 5' ke 3' dengan menggandeng empat nukleotida A, T, G, dan C
yang tersedia. Proses penguatan ini memerlukan rancangan temperatur-spesifik, yang
disebut sebagai siklus PCR. Pertama, cDNA untai-ganda didenaturasi pada suhu
95C. Temperatur kemudian diturunkan ke temperatur pendinginan, yaitu suhu yang
dapat mem-buat primer terikat ke setiap untai, biasanya sekitar 60C. Selanjutnya,
temperatur dinaikkan menjadi 72C, yang merupakan suhu optimal bagi Taq polime-
rase untuk menggandeng nukleotida pada ujung 3'-OH rangkaian DNA yang sedang
dibangun, meng-gunakan untai pelengkap sebagai cetakan. Proses ini disebut
ekstensi. Oleh sebab itu, selama satu siklus PCR, jumlah produk target digandakan.
Artinya sete-lah siklus n, jumlah salinan untuk satu molekul cDNA adalah 2". Setelah
25 siklus, maka 225 (33xl06) salinan dibentuk dari setiap molekul cDNA. Jumlah
tersebut dapat divisualisasikan menggunakan sistem deteksi.
Jika kontrol internal digunakan selama RT-PCR, jumlah awal molekul mRNA
dapat dikalkulasikan dengan membandingkan intensitas produk PCR pada mRNA
yang diteliti dengan intensitas produk PCR dari kontrol internal. Karena jumlah awal
standar internal sudah diketahui, jumlah mRNA yang tidak diketahui dapat dihitung.
Deteksi bentuk produk PCR dilakukan dengan berbagai metode. Metode yang
dahulu sering digunakan adalah pemisahan fragmen DNA yang dilipatgandakan
menggunakan elektroforesis gel diikuti dengan visualisasi fragmen-fragmen dengan
pewarnaan etidium bromida menggunakan sinar ultraviolet (UV). Beberapa pewarna
lain dapat digunakan, seperti cyber green atau gelstar. Intensitas pita pada gel
dianalisis dengan densitometri, dan intensitas ini se-banding dengan konsentrasi.
Metode lain, pengguna-an pemeriksaan berlabel (radioaktif, biotin, atau digoksigenin)
juga dapat dilakukan, yang saling melengkapi gen penelitian yang diperkuat. Setelah
elektroforesis gel, penodaan, dan denaturasi, pengujian ini berhibridisasi dengan
produk PCR, yang dapat divisualisasikan dan dihitung.
Saat ini, sebagian besar metode menggunakan agens interkalasi (seperti cyber
green) primer berlabel-fluoresens selama PCR bersama dengan peralatan PCR yang
memiliki sistem deteksi optis. Ketika fluorokrom dalam primer berlabel dibangkitkan
dengan cahaya berpanjang gelombang yang tepat, akan terbentuk pancaran cahaya
yang dapat dihitung menggunakan sensor sensitif-cahaya. Jumlah sinyal fluoresens
yang dipancarkan berbanding lurus de-ngan jumlah produk yang dibentuk dalam reaksi
RT-PCR. Karena itu, metode ini juga disebut sebagai PCR kuantitatif (Q-PCR) atau
real time PCR (RT-PCR). Dalam hal ini, sebutan Q-PCR lebih cocok karena RT-PCR
dapat disangka sebagai reverse transcriptase PCR. Q-PCR memungkinkan
pengukuran secara kontinu produk PCR yang baru dibentuk pada tiap siklus. Ke-
unggulan cara penghitungan produk PCR ini adalah lebih reliabel dan jauh lebih
sensitif dibandingkan pengukuran akhir PCR menggunakan densiometri.
Secara urnum, ekspresi sejumlah besar gen (profil ekspresi) berubah ketika
kondisi lingkungan, seperti pajanan zat gizi atau status gizi, mengalami perubah-an.
Sebagai contoh, intervensi diet yang diketahui meningkatkan pengaturan ekspresi
reseptor lipopro-tein densitas rendah (LDL) juga dapat mengubah ekspresi pengodean
gen enzim sintesis-kolesterol. Selain itu, profil ekspresi dapat bervariasi di antara
jaringan-jaringan, dan juga tidak semua individu me-respons perubahan kondisi itu
dengan cara yang sama. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh berbagai latar
belakang genetik dan variabel, seperti jenis kelamin, umur, tingkat aktivitas fisik, atau
keadaan penyakit. Microarray DNA berguna untuk mengetahui lebih baik tentang
interaksi antara sejumlah besar gen dan untuk memeriksa kejadian pada tingkat
transkripsinya, variasi genetikjuga dapat menghasilkan bentuk molekular protein yang
berbeda. Karena itu, tidak hanya informasi mengenai ekspresi gen, informasi
mengenai sintesis, modifikasi, dan aktivitas protein juga penting untuk didapatkan.
Berbagai teknik digunakan untuk analisis protein. Teknik yang paling sensitif
adalah kombinasi satu atau dua metode yang menggunakan perbedaan pada berat
molekular, muatan listrik, ukuran, bentuk atau interaksi dengan antibodi tertentu.
Teknik yang se-ring digunakan adalah Western blotting yang dikombinasikan dengan
deteksi protein spesifik menggunakan antibodi. Pertama-tama protein diisolasi dari
ekstrakjaringan atau sel, lalu dipisahkan berdasarkan ukuran dengan elektroforesis.
Protein kemudian di-transfer dan terikat secara permanen ke filter, yang kemudian
diinkubasikan dengan satu atau dua antibodi. Setidaknya satu antibodi dibuat untuk
melawan protein ini. Antibodi kesatu atau kedua yang mengenali antibodi pertama tadi,
diberi label dengan kom-ponen yang dapat dideteksi sehingga jumlah protein dalam
sampel memungkinkan untuk dihitung. Pendeteksian dan kuantifikasi protein juga
dapat dilakukan dengan enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) atau
radioimmunoassays (RIA). Teknik ini terutama berdasarkan pada imunoreaktivitas dan
dapat men-deteksi banyak protein pada berbagai konsentrasi fisiologis. Namun, teknik
ini tidak dapat membedakan berat molekul seperti pada Western blotting sehingga
kurang spesifik untuk menentukan modifikasi protein pascatranslasi. Selain itu, protein
yang tidak di-ketahui juga bisa terdapat dalam Western blot yang memperlihatkan
perubahan profil ekspresi menggunakan pewarnaan protein umum (mis., pewarnaan
perak atau Coomassie Brilliant Blue fCBB]). Pende-katan yang paling langsung untuk
mengidentifikasi protein yang tidak diketahui ini adalah dengan menentukan rangkaian
asam amino. Secara khusus, protein yang dimurnikan awalnya dibelah menjadi se-
jumlah fragmen peptida, yang terisolasi. Langkah selanjutnya adalah menentukan
rangkaian asam amino tiap fragmen. Jika sebagian atau seluruh rangkaian asam
amino telah diketahui, rangkaian asam amino ini dibandingkan dengan perpustakaan
ren-tang protein untuk mengidentifikasi protein. Alter-natifnya, rangkaian asam amino
dapat ditranslasikan terbalik menjadi mRXA dan rangkaian ekson gen yang
bersangkutan dapat dibuat sebagai informasi pada rangkaian asam amino untuk
mengetahui informasi tentang rangkaian nukleotida. Rangkaian nuk-leotida ini
kemudian dapat digunakan untuk mema-dukanpemeriksaan
untukmembangunperpustakaan, atau untuk menvintesis protein ini dalam skala besar
untuk penelitian lanjutan, atau untuk pembuatan obat, seperti insulin.
Microarray atau chip DNA digunakan sebagai alat untuk mendeteksi perbedaan
tingkat ekspresi se-jumlah besar gen di antara dua atau lebih sampel pada penelitian
tunggal. Konsep di balik teknik ini sama seperti pada Northern blotting. Pertama, oligo-
nukleotida spesifik-gen secara individual ditandai atau dicetak pada penyokong padat
yang datar pada tempat yang dipilih. Polinukleotida yang dapat beasal dari gen yang
diketahui maupun tidak diketahui ini, ' kemudian dipindai dengan cDNA dari kedua tes
dan material acuan. Dua sumber cDNA yang memiliki label spesifik masing-masing ini,
bersaing untuk ber-ikatan dengan array. Intensitas sinyal dari label kini dapat dihitung
dan memberikan indikasi menyeluruh bahwa jumlah cDNA yang ada dalam sampel
peme-riksaan relatif terhadap sampel acuan. Sebagai con-toh, material tes dapat diberi
label fluoresens dengan label merah dan material kontrol dengan label hijau. Jika
ekspresi gen tertentu sama pada tes dan sampel acuan, sinyal kuning akan muncul.
Langkah terakhir adalah menafsirkan profil ekspresi yang tersedia dalam software
komputer. Dengan cara yang sama, array menyala untuk mengukur kadar ekspresi
gen tiap sampel pada suatu waktu.
Protein memiliki peran yang sangat berbeda-beda, yang bervariasi mulai dari
sebagai komponen struktural dan kontraktil hingga sebagai elemen pengatur penting
pada berbagai proses selular dalam bentuk enzim atau hormon. Walaupun mRNA
bertindak sebagai cetakan untuk protein, harus disadari bahwa jumlah mRNA tidak
selalu berkorelasi dengan jumlah protein. Sebagai contoh, mRNA dapat didegradasi
tanpa ditranslasikan. Selain itu, protein dapat dimo-difikasi sedemikian rupa setelah
translasi sehingga waktu paruh, fungsi, atau aktivitasnya berubah. Akhir
Dengan DNA array dan protein array, informasi mengenai ekspresi dan
pembentukan berbagai gen dan protein dapat diperoleh. DNA dan protein array
berikan informasi penting untuk menggambar-bagaimana pola yang dipengaruhi oleh
stimulus internal maupun eksternal. Namun demikian, DNA in protein array tidak dapat
memberikan informasi mengenai aktivitas enzim atau mengukur kejadian netabolik in
vivo. Sebagai contoh, peningkatan sintesis protein tertentu untuk glukoneogenesis
tidak berarti bahwa produksi glukosajuga meningkat.
Produksi glukosa bersifat sangat kompleks dan diatur pada berbagai tingkat.
Untuk menjawab masalah ini, vnologi isotop stabil berguna untuk mendapatkan
-Tiformasi kuantitatif tentang laju sintesis in vivo pada nianusia, degradasi, turnover,
fluks antara sel dan jaringan, dan sebagainya.
Isotop stabil merupakan molekul yang sedikit berbeda dalam hal berat molekul
akibat perbedaan jumlah neutron pada satu atom atau lebih. Sebagai contoh, 12C dan
13C merupakan atom karbon dengan massa atom 12 dan 13, yang serupa secara
metabolis. Di alam, sekitar 99% atom karbon merupakan 12C dan iiom 13C hanya
sebanyak 1%. Karena 13C bersifat non-radioaktif, atom ini dapat digunakan dengan
aman dalam penelitian pada manusia. Sebaliknya, isotop radioaktif sering digunakan
pada penelitian hewan atau sel.
Beberapa kriteria umum dapat dibuat untuk me-nilai dampak pada penelitan
terkait genetik yang coba menghubungan antara variasi genetik dengan respons diet.
Pertama, polimorflsme harus memengaruhi respons metabolik dengan memengaruhi
pro-duksi, komposisi, dan/atau aktivitas protein. Mutasi/ polimorflsme di regio promoter
tidak akan selalu memengaruhi komposisi protein, tetapi dapat memengaruhi
produksinya. Sebaliknya, mutasi di ekson mungkin tidak memengaruhi produksi, tetapi
dapat mengubah komposisi dan selanjutnya mengubah struktur atau aktivitas suatu
protein. Namun demi-kian, terdapat kemungkinan bahwa mutasi di intron juga dapat
berhubungan dengan respons diet. Pada kasus demikian, sangat mungkin mutasi ini
terdapat pada keadaan ketidakseimbangan pertautan atau terkait dengan variasi
genetik fungsional lainnya yang secara langsung menimbulkan efek yang diobservasi.
Efek polimorflsme terhadap respons diet perlu diungkap dan dilihat relevansi
biologisnya. Dalam hal keterte-rapan praktis interaksi gen-zat gizi, subjekyang cukup
diperlukan dalam suatu populasi yang membawa varian genetik, contohnya >10%.
Akhirnya, mekanis-me biologi yang masuk akal harus tersedia atau, ideal-nya, harus
terdapat penelitian fungsional yang jelas mengungkap hubungan dan
mendemonstrasikan interaksi gen-zat gizi.
Hingga kini, sebagian besar penelitian berfokus pada single genetic variants
(SNP) pada gen individual, seperti yang dijelaskan di bawah ini. Tantangannya adalah
mengidentifikasi gen kandidat lain yang tercakup dalam tiap penyakit terkait-diet
(obesitas, sindrom metabolik, T2DM, CVD, kanker, dll.). Hal ini tidak mudah karena
sifat poligenetik yang rumit pada penyakit terkait diet ini mencakup gangguan dalam
beragam jalur metabolik. Selain itu, di dalam jalur metabolik apa pun, beberapa gen
dapat terlibat, contohnya terdapat lebih dari 50 gen yang terlibat dalam metabolisme
lipid. Genome wide association studies (GWAS) merupakan pendekatan baru yang
berusaha menampilkan seluruh genom untuk mengidentifikasi varian genetik baru
yang berhubungan dengan pe-nyakit. Pendekatan tersebut mengidentifikasi gen
kandidat baru, TCF7L2, yang berkaitan dengan pe-ningkatan risiko diabetes tipe 2.
Pada masa men-datang, tidak diragukan lagi pendekatan tersebut akan menemukan
kandidat gen baru untuk penyakit terkait-diet.
Choksteryl ester transfer protein (CETP) adalah protein penting yang mengatur
metabolisme kolesterol. Ka-rena itu, faktor gizi dan genetik yang memengaruhi protein
ini penting dalam kasus penyakit jantung koroner. Dalam plasma manusia, CETP
memfasilitasi transfer kolesteril ester dari lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) menjadi
lipoprotein mengandung-apo B, seperti LDL dan lipoprotein berdensitas sangat rendah
(VLDL). Konsentrasi kolesterol LDL dan VLDL yang tinggi dan konsentrasi kolesterol
HDL yang rendah berhubungan dengan meningkatnya risiko kardiovaskular sehingga
CETP dapat dianggap sebagai faktor aterogenik potensial. Di seluruh dunia, hanya
sedikit orang yang telah diidentifikasi tidak me-miliki aktivitas CETP. Penelitian in vitro
menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki aktivitas CETP tersebut, mengalami
kerusakan pada transfer kolesteril ester dari HDL ke LDL atau VLDL. Pasien ini juga
mengalami peningkatan kolesterol HDL dan penurunan kadar triasilgliserol HDL.
Hewan yang tidak memiliki aktivitas CETP pada plasma, relatif resistan terhadap
aterosklerosis, sedangkan tikus transgenik CETP memiliki penurunan kadar kolesterol
HDL. Inhibitor CETP spesifik meningkatkan kolesterol HDL dan memperlambat
perkembangan aterosklerosis pada kelinci. Semua temuan di atas sejalan dengan efek
metabolik dan fungsional CETP in vivo yang telah diprediksi.
Terdapat beberapa polimorfisme asam amino di IRS-1, salah satu yang cukup
sering adalah substitusi glisin menjadi arginin pada asam amino 972 (mutasi
Gly972Arg). Dalam bentuk heterozigot, varian kodon-972 IRS-1 terdapat pada sekitar
10% populasi, tetapi mungkin lebih lazim pada pasien diabetes melitus tak bergantung
insulin atau dislipidemia. Karier alel Gly972Arg niemiliki konsentrasi insulin puasa yang
lebih rendah dan profil lipoprotein plasma yang kurang baik daripada non-karier. Selain
itu, pada sel biakkan yang ditransfeksi dengan IRS-1 ma-nusia wild-type atau varian
Gly972Arg, terlihat bahwa mutasi ini mengganggu proses stimulasi-insulin. Ber-
dasarkan penelitan tersebut, polimorfisme Gly972Arg tampaknya turut menyebabkan
resistansi insulin
Yang lebih menarik dari sudut pandang gizi adalah adanya interaksi antara
mutasi Gly972Arg pada IRS-1 ini dengan massa tubuh. Mutasi Gly972Arg semakin
banyak ditemukan pada penderita penyakit jantung koroner, dan lebih banyak lagi
pada pasien obesitas. Hasil tes toleransi glukosa intravena bersifat lebih buruk pada
karier heterozigot polimorfisme ini dengan berat badan berlebih tingkat sedang
(moderate overweight) dibandingkan pada subjek wild-type. Pene-muan ini
menunjukkan bahwa orang kelebihan berat badan yang niemiliki varian Gly972Arg
dapat meng-alami perbaikan sensitivitas insulin dari adanya pe-nurunan berat badan.
Perlu diingat bahwa interaksi Gly972Arg dengan obesitas ini masih belum diteliti pada
semua penelitian.
Polimorfisme 677C-T Metilen-Tetrahidrofolat Reduktase
Polimorfisme DNA yang umum pada gen MTHFR adalah substitusi C menjadi T
pada nukleotida 677, yang menghasilkan pergantian alanin menjadi valin. Frekuensi
alel genotipe 677CT, yang dapat diiden-tifikasi dengan enzim restriksi Hinfl, adalah
sebesar 35% di beberapa populasi, tetapi frekuensi alel polimorfisme 677C-T sangat
bervariasi pada populasi. Pergantian alanin menjadi valin menyebabkan penurunan
aktivitas enzim, dan individu homozigot untuk polimorfisme ini memiliki peningkatan
konsentrasi homosistein plasma secara signifikan. Karena itu, mutasi 677C-T dapat
memiliki konsekuensi fungsional. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan fre-
kuensi alel 677T pada pasien pre-eklampsia, neural tube defek, dan penyakit
kardiovaskular, tetapi tidak terbukti oleh penelitian yang lain.
Dengan menggunakan GWAS, SNP dalam gen metil-malonat asiduria tipe cbIB
(MMAB) telah ditemukan berhubungan dengan konsentrasi lipid dan lipoprotein darah.
Gen ini mengode protein yang mengkatalisis langkah akhir konversi vitamin B2
menjadi adenosilkobalamin. Adenosilkobalamin ada-lah bentuk aktif vitamin B12 dan
merupakan kofaktor enzim metilmalonil-KoA mutase. Mutasi pada gen MMAB dapat
menurunkan kadar adenosilkobalamin dan menyebabkan akumulasi asam metil-
malonat. Akibatnya, orangyang memiliki gangguan gen MMAB rentan mengalami
asidosis di sepanjang hidupnya. Gangguan MMAB ditangani dengan suplementasi vi-
tamin B12 walaupun cara ini hanya berhasil pada satu pertiga pasien MMAB.
Saat ini belum diketahui alasan mengapa SNP dalam gen MMAB berkaitan
dengan abnormalitas konsentrasi lipid dan lipoprotein darah. Apa yang telah diketahui
adalah SNP ini bersama dengan be-berapa SNP lainnya berhubungan dengan
konsentrasi kolesterol LDL yang lebih tinggi dan kolesterol HDL yang lebih rendah
pada diet kaya-karbohidrat, bahkan ketika dikoreksi dengan perbedaan asupan lemak
dan protein. Namun, untuk menentukan apa-kah hubungan tersebut merupakan
penyebab yang sebenarnya memerlukan penelitian lebih lanjut. Se-bagai contoh, pada
GWAS yang menggunakan database SNP genetik orang Jepang ditemukan tidak
adanya hubungan antara MMAB dengan konsentrasi lipoprotein serum. Hal ini
menunjukkan bahwa latar belakang etnis dapat mengubah hasil akhir penelitian.
Tentunya penjelasan lain adalahkarena GWAS hanya menunjukkan hubungan
hubungan yang diob-servasi akibat adanya kemungkinan. Oleh sebab itu, hubungan-
hubungan yang ditemukan dengan menggunakan GWAS harus selalu dibuktikan
menggunakan pendekatan lain.
Kesimpulan
Secara teoritis ekspresi gen dapat diatur pada berbagai titik antara pengubahan
rangkaian gen menjadi mRNA dan menjadi protein. Pada sebagian besar gen, kontrol
transkripsi lebih kuat dibandingkan pada tingkat translasi. Seperti telah dijelaskan pada
Bagian 2.3, kontrol ini dilakukan oleh serangkaian regulator spesifik yang dikenal
sebagai cis-acting control element di regio promoter gen, dan trans-acting factor yang
dikenal sebagai faktor transkripsi atau protein ikatan-DNAyang berinteraksi dengan
regio promoter gen dan mengatur ekspresi gen. Zat gizi dapat mengubah transkripsi
gen target; beberapa contohnya
dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Pengaturan Zat Gizi Secara Langsung dan Tidak Langsung pada Transkripsi Gen
4
Isotop stabil merupakan molekul yang sedikit berbeda dalam hal berat molekul akibat
12 13
perbedaan jumlah neutron pada satu atom atau lebih. Sebagai contoh, C dan C
merupakan atom karbon dengan massa atom 12 dan 13, yang serupa secara
12 13
metabolis. Di alam, sekitar 99% atom karbon merupakan C dan atom C hanya
13
sebanyak 1%. Karena C bersifat non-radioaktif, atom ini dapat digunakan dengan
aman dalam penelitian pada manusia. Sebaliknya, isotop radioaktif sering digunakan
pada penelitian hewan atau sel.
Beberapa criteria umum dapat dibuat untuk menilai dampak pada penelitian terkait
genetik yang coba berhubungan antara variasi genetik dengan respons diet. Pertama,
polimorfisme harus memengaruhi respons metabolik dengan memengaruhi produksi,
komposisi, dan/atau aktivitas protein. Mutasi/polimorfisme di regio promotor tidak akan
selalu memengaruhi produksinya. Sebaliknya, mutasi di ekson mungkin tidak
memengaruhi produksi, tetapi dapat mengubah komposisi dan selanjutnya mengubah
struktur atau aktivitas suatu protein. Namun demikian, terdapat kemungkinan bahwa
mutasi di intron juga dapat berhubungan dengan respons diet. Pada kasus demikian,
sangat mungkin mutasi ini terdapat pada keadaan ketidakseimbangan pertautan atau
terkait dengan variasi genetic fungsional lainnya yang secara langsung menimbulkan
efek yang diobservasi. Efek polimorfisme terhadap respons diet perlu diungkap dan
dilihat relevansi biologisnya. Dalam hal keterterapan praktis interaksi den zat gizi,
subjek yang cukup diperlukan dalam suatu populasi yang membawa varian genetik,
contohnya >10%. Akhirnya, mekanisme biologi yang masuk akal harus tersedia atau
idealnya harus terdapat penelitian fungsional yang jelas mengungkap hubungan dan
mendemonstrasikan interaksi gen zat gizi.
Hingga kini, sebagian besar penelitian berfokus pada single genetic variants (SNP)
pada gen individual, seperti yang dijelaskan di bawah ini. Tantangannya adalah
menidentifikasikan gen kandidat lain yang tercakup dalam tiap penyakit terkait diet (
obesitas, sindrome metabolik, T2DM, CVD, kanker,dll). Hal ini tidak mudah karena sifat
poligenetik yang rumit pada penyakit terkait diet ini mencakup gangguan dalam
beragam jalur metabolik. Selain itu, di dalam jalur metabolik apa pun, beberapa gen
dapat terlibat, contohnya terdapat lebih dari 50 gen yang terlibat dalam metabolisme
lipid. Genome wide association studies (GWAS) merupakan pendekatan baru yang
berusaha menampilkan seluruh genom untuk mengidentifikasikan varian genetik baru
yang berhubungan dengan penyakit. Pendekatan tersebut mengidentifikasi gen
kandidat baru, TCF7L2, yang berkaitan dengan peningkatan resiko diabetes tipe 2.
Pada masa mendatang, tidak diragukan lagi pendekatan tersebut akan menemukan
kandidat gen baru nntuk penyakit terkait diet.
Beberapa kriteria umum dapat dibuat untuk menilai dampak pada penelitian
terkait genetic yang coba menghubungkan antara variasi genetic dengan respons diet.
Pertama, polimorfisme harus memengaruhi renspons metabolic dengan memengaruhi
produksi, kompoposi, dan/atau aktivitas protein. Tetapi dapat memengaruhi
produksinya. Sebaliknya, mutase di ekson mungkin tidak memengaruhi produksi, tetapi
dapat mengubah komposisi dan selanjutnya mengubah struktur atau aktivitas suatu
protein. Namun demikian, terdapat kemungkinan bahwa mutasi di intron juga dapat
berhubungan dengan respons diet.pada kasus demikian, sangat mungkin mutase ini
terdapat pada keadaan ketidakseimbangan pertautan atau terkait dengan variasi
genetic fungsional lainnya yang secara langsung menimbulkan efek yang observasi.
Efek polimorfisme terhadap respons diet perlu diungkap dan dilihat relevansi
biologinya. Dalam hal keterterapan praktis interaksi gen-zat gizi, subjek yang cukup
diperlukan dalam suatu populasi yang membawa varian genetic, contohnya>10%.
Akhirnya, mekanisme biologi yang masuk harus tersedia atau, idealnya, harus terdapat
penelitian fungsional yang jelas mengungkap hubungan dan mendemostrasikan
interaksi gen-zat gizi.
Hingga kini, sebagian besar penelitian berfokus pada single genetic variants
(SNP) pada gen individual, seperti yang dijelaskan dibawah ini. Tantngannya adalah
mengidentifikasi gen kandidat lain yang tercakup dalam tiap peyakit terkait-diet
(obesitas, sindrom metabolic, T2DM, CVD,kanker,dll). Hal ini tidak mudah karena sifat
poligenetik yang rumit pada penyakit terkait diet ini mencakup gangguan dalam
beragam jalur metabolic. Selain itu, didalam jalur metabolic apapun, beberapa gen
dapat terlibat, contohnya terdapat lebih dari 50 gen yang terlibat dalam metabolisme
lipid. Genome wide association studies (GWAS) merupakan pendekatan baru yang
berusaha menampilakan seluruh genom untuk mengidentifikasi varian genetic baru
yang berhubungan dengan penyakit. Pendekatan tersebut mengidentifikasi gen
kandidat baru, T2F7L2, yang berkaitan dengan peningkatan resiko diabetes tipe 2.
Pada masa mendatang, tidak diragukan lagi pendekatan tersebut akan menentukan
kandidat gen baru untuk penyakit terkait-diet.
Cholesteryl ester transfer protein (CETP) adalah protein penting yang mengatur
metabolism kolestrol. Karena itu, factor gizi dan genetic yang memengaruhi protein ini
penting dalam kasus penyakit jantung coroner. Dalam plasma manusia, CETP
memfasilitasi transfer kolesteril ester dari lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) menjadi
lipoprotein mengandung-apoB, seperti LDL dan lipoprotein berdensitas sangat rendah
(VLDL). Kosentrasi kolestrol LDL dan VLDL yang tinggi dan konsentrasi kolestrol HDL
yang rendah behubungan dengan meningkatnya resiko kardiovaskular sehingga CETP
dapat dianggap sebagai factor aterogenik potensial. Diseluruh dunia, hanya sedikit
orang yang tidak memiliki aktivitas CETP tersebut, mengalami kerusakan pada transfer
kolestril ester dari HDL ke LDL atau VLDL. Pasien ini juga mengalami peningkatan
kolestrol HDL dan penurunana kadar triasil glycerol HDL. HEWAN YANG TIDAK
MEMILIKI AKTIFITAS CETP pada plasma, relative resisten terhadap ateroklerosis,
sedangkan tikus transgenic CETP memiliki penurunan kadar kolestrol HDL. Inhibitor
CETP spesifik meningkatkan kolestrol HDL dan memperlambat perkembangan
aterosklerosis pda kelinci. Semua temuan diatas sejalan dengan efek metabolic dan
funsional CETP in vivo yang telah di prediksi.
Gen IRS-1 diklon dari perpustakaan plasenta pria dan ditemukan pada kromosom 2.
Tikus yang tidak memiliki gen IRS-1 funsional telah dibiakkan. Tikus ini mengalami
beberapa kelainan metabolic, seperti ada pasien diabetes. Sensitifitas sel defisien
IRS-1 terhadap insulin dapat dipulihkan sebagian melalui transfeksi sel ini dengan IRS-
1. Penelitian mengenai IRS-1 dengan jelas membuktikn pentingnya IRS-1 pada
deretan oonformasi pengiriman sinyal insulin dan jalur sekresi insulin. Namu demikian,
gangguan IRS-1 tidak menyebabkan kematian (letel) pada tikus, pyang meyatakan
bahwa adanya jalur kerja yang lain dapat melewatkan sinyal insulin plasma.
Terdapat beberapa polimerfisme asam amino di IRS-1, salah satu yang cukup
sering adalah substitusi glisin menjadi arginine pada asam amino 972(mutase
Gly972Arg). Dala bentuk heterozigot, farin kodon-972 IRS-1 terdapat pada sekitar 10%
populasi, tetapi mungkin lebih lazim pada pasien diabetes mellitus tak bergantung
insulin atau displipidemia. Karier alel Gly972Arg memiliki konsentrasi insulin puasa
yang lebih rendah dan profil lipoprotein plasma yang kurang baik daripada non-karier.
Selain itu, pada sel biakan yang ditransfeksi ddengan IRS-1 manusia wild type atau
varian Gly972Arg , terlihat bahwa mutase ini mengganggu proses stimulasi-insulin.
Berdasarkan penelitian tersebut, polimorfisme Gly972Arg tampaknya turut
menyebabkan resistansi insulin.
2.6 PENGATURAN ZAT GIZI PADA EKSPRESI GEN
Beberapa kriteria umum dapat dibuat untuk menilai dampak pada penelitian
terkait genetic yang coba menghubungkan antara variasi genetic dengan respons diet.
Pertama, polimorfisme harus memengaruhi renspons metabolic dengan memengaruhi
produksi, kompoposi, dan/atau aktivitas protein. Tetapi dapat memengaruhi
produksinya. Sebaliknya, mutase di ekson mungkin tidak memengaruhi produksi, tetapi
dapat mengubah komposisi dan selanjutnya mengubah struktur atau aktivitas suatu
protein. Namun demikian, terdapat kemungkinan bahwa mutasi di intron juga dapat
berhubungan dengan respons diet.pada kasus demikian, sangat mungkin mutase ini
terdapat pada keadaan ketidakseimbangan pertautan atau terkait dengan variasi
genetic fungsional lainnya yang secara langsung menimbulkan efek yang observasi.
Efek polimorfisme terhadap respons diet perlu diungkap dan dilihat relevansi
biologinya. Dalam hal keterterapan praktis interaksi gen-zat gizi, subjek yang cukup
diperlukan dalam suatu populasi yang membawa varian genetic, contohnya>10%.
Akhirnya, mekanisme biologi yang masuk harus tersedia atau, idealnya, harus terdapat
penelitian fungsional yang jelas mengungkap hubungan dan mendemostrasikan
interaksi gen-zat gizi.
Hingga kini, sebagian besar penelitian berfokus pada single genetic variants
(SNP) pada gen individual, seperti yang dijelaskan dibawah ini. Tantngannya adalah
mengidentifikasi gen kandidat lain yang tercakup dalam tiap peyakit terkait-diet
(obesitas, sindrom metabolic, T2DM, CVD,kanker,dll). Hal ini tidak mudah karena sifat
poligenetik yang rumit pada penyakit terkait diet ini mencakup gangguan dalam
beragam jalur metabolic. Selain itu, didalam jalur metabolic apapun, beberapa gen
dapat terlibat, contohnya terdapat lebih dari 50 gen yang terlibat dalam metabolisme
lipid. Genome wide association studies (GWAS) merupakan pendekatan baru yang
berusaha menampilakan seluruh genom untuk mengidentifikasi varian genetic baru
yang berhubungan dengan penyakit. Pendekatan tersebut mengidentifikasi gen
kandidat baru, T2F7L2, yang berkaitan dengan peningkatan resiko diabetes tipe 2.
Pada masa mendatang, tidak diragukan lagi pendekatan tersebut akan menentukan
kandidat gen baru untuk penyakit terkait-diet
Cholesteryl ester transfer protein (CETP) adalah protein penting yang mengatur
metabolism kolestrol. Karena itu, factor gizi dan genetic yang memengaruhi protein ini
penting dalam kasus penyakit jantung coroner. Dalam plasma manusia, CETP
memfasilitasi transfer kolesteril ester dari lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) menjadi
lipoprotein mengandung-apoB, seperti LDL dan lipoprotein berdensitas sangat rendah
(VLDL). Kosentrasi kolestrol LDL dan VLDL yang tinggi dan konsentrasi kolestrol HDL
yang rendah behubungan dengan meningkatnya resiko kardiovaskular sehingga CETP
dapat dianggap sebagai factor aterogenik potensial. Diseluruh dunia, hanya sedikit
orang yang tidak memiliki aktivitas CETP tersebut, mengalami kerusakan pada transfer
kolestril ester dari HDL ke LDL atau VLDL. Pasien ini juga mengalami peningkatan
kolestrol HDL dan penurunana kadar triasil glycerol HDL. HEWAN YANG TIDAK
MEMILIKI AKTIFITAS CETP pada plasma, relative resisten terhadap ateroklerosis,
sedangkan tikus transgenic CETP memiliki penurunan kadar kolestrol HDL. Inhibitor
CETP spesifik meningkatkan kolestrol HDL dan memperlambat perkembangan
aterosklerosis pda kelinci. Semua temuan diatas sejalan dengan efek metabolic dan
funsional CETP in vivo yang telah di prediksi.
Insulin terkenal dengan perananya dalam metabolisme glukosa dan lemak. Setelah
mengikat insulin ke reseptor insulin, reseptor insulin substrat-1 (IRS-1) Diaktifasi
fosfosrilasi. Dengan fosforilasi ini, sinyal dari insulin plasma di perantarai pada
berbagai sel dan jaringan responsive-insulin, melalui reseptor insulin dipermukaan sel,
kearah enzim intraselular. Karena peran penting IRS-1 dalam jalur transduksi sinyal ini,
IRS-1 dapat berkaitan dengan penurrunan sensitifitas insulin pada pasien diabetes
mellitus tak bergantung insulin.
Gen IRS-1 diklon dari perpustakaan plasenta pria dan ditemukan pada kromosom 2.
Tikus yang tidak memiliki gen IRS-1 funsional telah dibiakkan. Tikus ini mengalami
beberapa kelainan metabolic, seperti ada pasien diabetes. Sensitifitas sel defisien
IRS-1 terhadap insulin dapat dipulihkan sebagian melalui transfeksi sel ini dengan IRS-
1. Penelitian mengenai IRS-1 dengan jelas membuktikn pentingnya IRS-1 pada
deretan oonformasi pengiriman sinyal insulin dan jalur sekresi insulin. Namu demikian,
gangguan IRS-1 tidak menyebabkan kematian (letel) pada tikus, pyang meyatakan
bahwa adanya jalur kerja yang lain dapat melewatkan sinyal insulin plasma.
Terdapat beberapa polimerfisme asam amino di IRS-1, salah satu yang cukup
sering adalah substitusi glisin menjadi arginine pada asam amino 972(mutase
Gly972Arg). Dala bentuk heterozigot, farin kodon-972 IRS-1 terdapat pada sekitar 10%
populasi, tetapi mungkin lebih lazim pada pasien diabetes mellitus tak bergantung
insulin atau displipidemia. Karier alel Gly972Arg memiliki konsentrasi insulin puasa
yang lebih rendah dan profil lipoprotein plasma yang kurang baik daripada non-karier.
Selain itu, pada sel biakan yang ditransfeksi ddengan IRS-1 manusia wild type atau
varian Gly972Arg , terlihat bahwa mutase ini mengganggu proses stimulasi-insulin.
Berdasarkan penelitian tersebut, polimorfisme Gly972Arg tampaknya turut
menyebabkan resistansi insulin.
Yang menghasilkan pergantian alanin menjadi valin. Frekuensi alel genotipe 677C-T,
yang dapat diidentifikasi dengan enzim restriksi Hinfl, adalah sebesar 5% di beberapa
populasi, tetapi frekuensi alel polimorfisme 677C-T sangat bervariasi pada populasi.
Pergantian alanin menjadi valin menyebabkan penurunan aktivitas enzim, dan individu
homozigot utuk polimerfisme ini memiliki peningkatan konsentrasi homosistein plasma
secara signifikan. Karena itu, mutasi 677C-T dapat memiliki konsekuensi fungsional.
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan frekuensi alel 677C-T pada pasien pre-
eklamsia, neural tube defek, dan penyakit kardiovaskuler, tetapi tidak terbukti
olehpenelitian yang lain.
Pada genom wide asossiation studies (GWAS), sejumlah besar penanda genetik
seperti SNP disaring, yang mencakup (sebagian besar genom total ) ( genom wide)
spesies. Tujuan pendekatan ini adalah untuk menemukan kelompok penanda genetik
yang berhubungan dengan ciri tertentu, seperti resiko berkembangnya Diabetes
Melitus Tipe II, tekanan darah, peningkatan berat badan, atau kelainan kadar lipid dan
lipoprotein darah. Kelompok penanda yang berhubungan dengan ciri tersebut dapat
diteliti lebih lanjut. Pada akhirnya, hasil tersebut harus digunakan u tuk memprediksi
hasil akhir jangka panjang pada awal kehidupan dan dapat membentuk saran (gizi)
personal umtuk mencegah kemungkinan timbulnya efek merugikan.
Dengan menggunakan GWAS, SNP dalam gen metil-malonat asiduria tipe cblB
(mmab) telah ditemukan berhubungan dengan konsentrasi epid dan lipoprotein darah.
Gen ini mengode protein yang mengkatalisis langkah akhir konversi vitamin B12
menjadi adenosilkobalamin. Adenosilkobalamin adalah bentuk aktif vitamin B12 dan
merupakan kofaktor enzim metil malonil KO-A Mutase. Pada gen mmab dapat
menurukan kadar adenosil kobalamin dan menyebabkan akumulasi asam metil
molanaat. Akibatnya, orang yang memiliki gangguan gen mmab rentan mengalami
adesosis disepanjang hidupnya. Gangguan mmab ditangani dengan suplementasi
vitamin B12 walaupun cara ini berhasil pada satu pertiga pasien mmab.
saat ini belum diketahui alasan mengapa SNP dan gen MMAB berkaitan dengan
abnormalitas konsentrasi lipid dan likoprotein darah. apa yang teleah diketahui SNP ini
bersama dengan beberapa SNP lainnya berhubungan dengan konsentrasi kolestrol
LDL yang lebih tinggi dan kolestrol HDL yang lebih rendah pada diet kaya-karbohidrat
bahkan ketika dikoreksi dengan asupan lemak dan protein namun, untuk menentukan
apakah hubunga tersebut merupakan penyebab yang sebenarnya memerlukan
penelitian lebih lanjut sebagai contoh, pada GWAS yang menggunakan data base SNP
genetic orang jepang ditemukan tidak adanya hubungan antara MMAB dengan
konsentrasi lipoprotein serum. hal ini menunjukkan bahwa latar belakang etnis dapat
mengubah hasil akhir penilitian. tentuknya penjelasan lain adalah- karena GWAS
hanya menunjukkan hubungan yang diobservasi akibat adanya kemungkinan oleh
sebab itu hubungan yang ditemukan dengan menggunakan GWAS harus selalu
dibuktikan menggunakan pendekatan lain
kesimpulan
Hasil penilitian efek polimorfisme genetic terhadap respons intervensi diet sering tidak
konsisten. vterdapat beberap penjelasan yang dapat dikemukakan untuk pernyataan
tersebut. pertam, banyak penilitia perintis yang dilaksanakan secara rektrospektif
artinya, pengamatan genotype dilakukan setelah penilitian selesai dan grup penelitian
tidak benar seimbang. sebagai contoh jika penelitian dilakukan pada 150 subjek dan
frekuensi alel mutasi tertentu ada 10%, jumlah subjek homozigot atau bahkan
heterozigot yang di perkirakan untuk mutasi tersebut akan terlalu keci;l. akibatnya
kelompok subjek akan semakin kecil dan sulit ditemukan adanya perbedaan antara
respon terhadap diet pada kelompok penelitian, hanya karena kekuatan statistic yang
lemah. penjelasan lain yaitu efek polimorfisme yang diteliti tergantung pada susanan
gen yang lain (interasi gen0gen lain). penilitian pada manusia mengenai interaksi gen-
gen sulit dirancang. anggap bahwa frekuensi suatu polimerfisme adalah 10% dan
lainnya 20%. nilai tersebut bersifat tidak jarang, berarti hanya 2%subjek yang dapat
kombinasi dua mutasi yang diteliti. karena itu harus dilakukan penyaringan banyak.
subjek untuk menemukan angka yang tepat sama halnya dengan efek yang timbul ini
dapat tergantung pada jenis kelamin, umur, factor lain, seperti indeks masa tubuh,
merokok, atau keadaan penyakit. tidak diragukan lagi, penilitian interaksi gen-gen atau
lingkungan gen akan memperluas pengatahuan kita mengenai efek kode genetic
terhadapa respon terhadap zat gizi dengan demikian polimorfisme pada populasi
tertentu kemungkinan penandaa suatu gangguan genetic lain, yang belum diketahui.
idealnya, hasil penelitian tersebut harus selalu dikonfirmasi pada populasi independen
dan berbeda dengan berbagai latar belakang genetic.
Secara teoritis ekspresi gen dapat diatur pada berbagai titik antara pengubahan
rangkaian gen menjadi mRNA dan menjadi protein. Pada sebagian besar gen, control
transkripsi lebih kuat dibandingkan pada tingkat translasi. Seperti telah dijelaskan pada
Bagian 2.3, control ini dilakukan oleh serangkaian regulator spesifik yang dikenal
sebagai cis-acting control element di region promoter gen, dan trans-acting factor yang
dikenal sebagai faktor transkripsi atau protein ikatan-DNA yang berinteraksi dengan
region promoter gen dan mengatur ekspresi gen. zat gizi dapat mengubah transkripsi
gen target; beberapa contohnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Pengaturan Zat Gizi Secara Langsung dan Tidak Langsung pada Transkripsi Gen
Zat gizi juga dapat mengatur aktivitas faktor transkripsi dan pengaturan tersebut dapat
mengubah ekspresi gen. peroxisome proliferator activated receptors (PPAR)
merupakan contoh baik faktor transkripsi trans-acting yang dapat mengatur faktor gizi,
PPAR merupakan anggota superfamili reseptor hormon nuclear dan reseptor ini
mengatur ekspresi banyak gen yang terlibat dalam deferensiasi, proliferasi, dan
apoptosis selular, serta metabolisme asam lemak, lipoprotein, dan inflamasi. PPAR
merupakan faktor transkripsi bergantung ligan, yang diaktifkan oleh sejumlah senyawa,
termasuk asam lemak. Terdapat beberapa anggota famili PPAR, yaitu PPAR,
PPAR, dan PPAR (), yang masing-masing memiliki berbagai isoform, PPAR
terutama diekspresikan di hati, PPAR di jaringan lemak, dan PPAR ()
diekspresikan di mana saja. Ketika diaktifkan oleh asam lemak (atau eikosanoid dan
agonis PPAR farmakologis), PPAR mengalami dimerisasi dengan reseptor retinoat X
(RXR). Heterodimer PPAR-RXR ini terikat pada PPAR response element (PPRE) di
regio promoter gen target dan merangsang transkripsi gen target. Banyak gen yang
terlibat dalam metabolisme lipid dan glukosa memiliki PPRE, beberapa contohnya
disajikan pada Tabel 2.4. oleh sebab itu, PPAR merupakan contoh bagaimana zat gizi
dapat mengatur ekspresi gen melalui faktor transkripsi. Sterol regulatory response
element binding protein (SREBP) merupakan kelompok faktor transkripsi lainnya yang
memperantarai efek asam lemak pada ekspresi gen. ada dua bentuk SREBP, yaitu
SREBP-1 yang mengatur sintesis asam lemak dan triasilgliserol, serta SREBP-2 yang
mengatur gen yang terlibat dalam
PPAR, perixosome proliferator receptor; VLDL, very low densitylipoprotein; HDL, high
density lipoprotein; FABP, fatty acid binding protein; ACS, asil KoA sintetase; LPL,
lipoprotein lipase.
Metabolisme kolestrol. Oleh sebab itu, SREBP mengatur ekspresi gen yang terlibat
dalam metabolisme asam lemak dan kolestrol, sebagai respons terhadap berbagai
pemberian asam lemak.
Pada umumnya, inisiasi transkripsi telah diterima sebagai cara utama pengaturan
ekspresi gen, dan terdapat contoh yang baik tentang berbagai zat gizi yang
meningkatkan dan menurunkan ekspresi mRNA. Namun, semakin banyak temuan
yang menunjukkan bahwa respons ekspresi gen terhadap zat gizi melibatkan kontrol
kejadian pascatranskripsi. Berbagai bukti mengenai kontrol pascatranskripsi berasal
dari ketidaksesuaian hasil observasi antara kelimpahan mRNA dan laju transkripsi
(perubahan kelimpahan mRNA akibat tidak berubahnya transkripsi gen menunjukkan
adanya perubahan stabilitas mRNA). Selain itu, kelimpahan mRNA tidak selalu
berkorelasi dengan konsentrasi protein (perubahan konsentrasi protein saat
kelimpahan mRNA tidak berubah, menunjukkan adanya perubahan translasi mRNA
atau perubahan pemecahan proteolitik protein). Karena zat gizi dapat mengatur
translasi dan stabilitas mRNA, kelimpahan mRNA mungkin tidak mencerminkan jumlah
protein atau laju sintesis protein. Oleh sebab itu, pernyataan bahwa zat gizi mengubah
kadar mRNA, dan kadar protein bukan merupakan anggapan yang tepat. Untuk
memastikan efek zat gizi ekspresi gen, analisis mRNA harus disertai dengan
pengukuran produk protein.
Beberapa contoh kontrol pascatranskripsi pada interaksi gen zat gizi disajikan pada
Tabel 2.5. penting untuk diperhatikan bahwa sering kali regio nonpengode gen dapat
berperan penting dalam pengaturan ekspresi gen tempat zat gizi berinteraksi dengan
elemen pengaturan yang berlokasi di UTR 5 dan 3 berbagai gen target, yang
memperantarai efek zat gizi pada ekspresi gen.
Besi merupakan contoh klasik bagaimana zat gizi mengatur ekspresi gen yang terlibat
dalam metabolisme (Gambar 2.8). transferin dan feritin merupakan
Tabel 2.5 Pengaturan zat gizi pada ekspresi gen, kontrol pascatranskripsi
Feritin diperlukan untuk simpanan besi. Feritin mengambil besi selular, yang akan
menjadi toksisk jika tidak diambil. Ekspresi feritin juga diatur saat pascatranskripsi.
Proses ini mengontrol pasokan besi bebas dalam sel sesuai dengan kadar besi selular.
Feritin memiliki IRE di 5UTR yang mengatur transkripsi. Jika kadar besi selular
rendah, IRP berikan dengan IRE dan menekan translasi feritin sehingga pasokan besi
bebas berjalan sesuai kebutuhan metabolisme sel. Jika terdapat besi, IRP tidak terikat
dengan IRE dan translasi feritin meningkat untuk memungkinkan penyimpanan besi.
Adanya IRE yang sama pada reseptor transferin dan mRNA feritin penting bagi
pengaturan sintesis dua protein secara teratur, sesuai dengan tingkat selular dan
kebutuhan protein yang berbeda-beda.
Secara hipotesis, zat gizi dapat mengatur translasi mRNA menjadi protein. Namun
hingga kini belum ada contoh tentang efek langsung zat gizi pada translasi protein,
yang secara independen mengubah mRNA. Sama halnya dengan informasi mengenai
efek zat gizi pada modifikasi protein pascatranslasi yang juga masih sedikit. Vitamin k
merupakan satu contoh yang sangat sedikit tentang pengaturan zat gizi pada
modifikasi protein pascatranslasi, dan efek ini tercipta dari pengaturan aktivitasi
protrombin. Protrombin merupakan protein esensial pada sistem koagulasi. Protrombin
adalah proenzim thrombin yang merupakan komponen penting dalam pembekuan
darah. Protrombin hanya dapat berfungsi dengan benar jika residu asam glutamatnya
terkarboksilasi. Karboksilasi protrombin memungkinkan protrombin berikatan dengan
kalsium, dan protrombin hanya dapat turut serta dalam proses pembekuan darah jika
terikat dengan kalsium. Modifikasi pascatranslasi ini mengandung arti bahwa protein
protrombin yang baru bergantung pada pasokan vitamin K. terlepas dari efek buruk
defisiensi vitamin K pada koagulasi, rentang saat status vitamin K individu
memengaruhi pembekuan darah masih belum diketahui. Penelitian lebih lanjut yang
secara spesifik melihat apa dan/atau bagaimana zat gizi mengatur ekspresi protein,
diperlukan untuk lebih memahami aspek gizi molecular ini.
Model Target
Gizi studi jaringan Temuan
Diet tinggi
lemak Tikus Adypocites Hipermetilasi promotor leptin [28]
Otak janin, Perubahan metilasi DNA global, spesifik organ
Nutrisi ibu Baboon ginjal, [29]
larangan Hati, dan
hati
Niasin Ulasan Perubahan kromatin, termasuk asetilasi [30]
Penghambatan asetilasi histon (spesifik gen),
Sulforaphane Manusia Prostat menjanjikan peran dalam kanker
Pencegahan [31]
Perubahan luas di pulau CpG (terkait dengan
Protein ibu Mouse Hati janin kolesterol dan asam lemak
larangan Metabolisme) [32]
Hati dewasa
Alkohol Mouse muda Tren untuk menurunkan metilasi DNA genom [33]
Flavonoid Ulasan Metilasi DNA dan asetilasi histon [34]
Secara Sel Caco-2 Von Hippel-Lindau (VHL) tumor-supresor gen
Selenium in vitro dan promotor hipermetilasi [35]
Tikus
mukosa
usus besar
Hati yang Peningkatan metilasi di Wilayah Kontrol Imprinting
Protein ibu Tikus baru lahir (ICR) lokus Igf2 / H19;
Peningkatan ekspresi gen Igf2, H19, Dnmt1,
larangan Dnmt3a, dan Mbd2 [36]
38 Penuaan: biologi dan gizi
konsisten dengan fenotipe selular pikun [48 _]. Perubahan ini disertai
dengan pengurangan apop-tosis, pemicu penuaan, penurunan aktivitas
telomerase, dan downregulation gen yang terlibat dalam mempertahankan sifat
sel punca. Menggunakan model yang lebih serbaguna - elegans Caenorhabditis
(tapi belum ditetapkan sebagai model epigenetik yang tepat untuk penelitian
manusia) - Greer et al. [49] melaporkan bahwa H3K4 demethylase RBR-2
diperlukan untuk rentang kehidupan normal, sesuai dengan gagasan bahwa
kelebihan trimetilasi H3K4 (terkait dengan aktivasi kromatin) sangat merugikan
umur panjang. Menarik, penuaan baru-baru ini terlibat dalam perubahan h4
asetilasi H4 pada oosit, dengan konsekuensi potensial pada potensi reproduksi
pada wanita usia lanjut [50].
Bidang penelitian epigenetik lain yang muncul melibatkan peran kekebalan
dalam proses penuaan (dibahas di dalam) namun informasi yang tersedia
berasal dari penelitian yang lebih tua dari periode yang ditinjau.
Kesimpulan
Pengetahuan terkini tentang peran epigenetik nutrisi pada umur panjang
dan penuaan terstruktur pada tiga komponen: modifikasi epigenetik berbasis
nutrisi.
Perubahan epigenetik terkait usia, dan hubungan komprehensif antara
nutrisi, epigenetik, dan penuaan, dengan konsekuensi pada umur
panjang. Seperti dibahas di atas, komponen ini tidak berbobot sama dalam hal
kelimpahan pengetahuan. Dua komponen pertama terus dikembangkan dengan
kecepatan yang dipercepat namun yang ketiga, yang juga paling menuntut
dalam hal desain eksperimen, alokasi waktu, dan biaya, kurang
berkembang. Sebagian, situasi ini juga disebabkan oleh kesimpulan yang
sering terjadi mengenai sebagian besar (masih) hubungan antara nutrisi,
epigenetik, dan penuaan. Sebagai hasil dari keabsahan biologisnya yang tinggi
yang dibangun oleh dua elemen pertama, ada godaan yang bisa dibenarkan
untuk dipertimbangkan sebagai fakta bahwa nutrisi sebenarnya memodulasi
mekanisme penuaan epige-netic.Studi terbatas juga mendukung hipotesis
ini. Namun, hipotesis ini mungkin masuk akal, penelitian hewan dan manusia
masih sangat terbatas jumlahnya, dan massa kritis yang memungkinkan
kepastian belum tercapai.
Jelas bahwa intervensi nutrisi, bila diterapkan selama jendela kritis kesempatan
(misalnya, perkembangan embrio dan janin, dan periode prepubertal) memberi
efek mendalam pada pembentukan epigenome yang, pada gilirannya, akan
membentuk fenotipe tertentu (Gambar 1 ). Hal ini sangat penting saat
mempertimbangkan asal mula mula penyakit kronis, dimana imprint epigenetik
perinatal memainkan peran yang jelas, walaupun tidak sepenuhnya
didefinisikan. Di sisi lain, mekanisme yang dijelaskan dengan jelas
memungkinkan kita untuk secara pasti menyiratkan fenomena epigenetik
sebagai bagian dari proses penuaan.Terkadang, mekanisme epigenetik
semacam itu menyebabkan evolusi penuaan.
Tidak cukup data yang tersedia untuk memastikan dengan pasti
bagaimana, pada manusia, ada hubungan epigenetik antara nutrisi dan
penuaan, kecuali adanya hubungan tidak langsung melalui penyakit kronis
(pemain yang jelas untuk umur panjang yang menurun). Oleh karena itu,
penelitian masa depan harus mengintegrasikan desain lengkap - nyanyikan
hipotesis kausalitas antara nutrisi dan penuaan melalui mekanisme epigenetik.
Ucapan Terima Kasih
Pekerjaan ini didukung, sebagian, oleh dana yang diberikan kepada MDN dari
hibah NIH (DK56350) ke University of North Carolina di Chapel Hill's Clinical
Nutrition Research Unit, dan dengan hibah dari Pusat Keunggulan Nutrisi Anak
UNC yang disponsori oleh Mead Nutrisi Johnson.
Referensi dan rekomendasi membaca
Makalah yang menjadi perhatian khusus, yang diterbitkan dalam periode
peninjauan tahunan, telah disorot sebagai:
Dengan minat khusus
Dari bunga yang luar biasa
Referensi tambahan yang terkait dengan topik ini juga dapat ditemukan di
bagian Sastra Dunia saat ini dalam edisi ini (hlm. 102-104).
1. Rockenfeller P, Madeo F. Aging dan makan. Biochim Biofis Acta Mol Cezll
Res 2010; 1803: 499-506.
2. Finnell RH, Shaw GM, Lammer EJ, dkk. Gene - interaksi nutrisi: im-
portance folat dan retinoid selama embriogenesis awal. Toxicol Appl
Pharmacol 2004; 198: 75-85.
3. Friso S, Choi SW. Interaksi nutrisi dalam metabolisme satu karbon -
gen. Curr Obat Metab 2005; 06:37 - 46.
4. Haggarty P. B-vitamin, genotipe dan kausalitas penyakit. Proc Nutr Soc
2007; 66: 539-547.
5. Finnell RH, Shaw GM, Lammer EJ, Rosenquist TH. Gene - hara antar-
tindakan: pentingnya asam folat dan vitamin B12 selama awal embryogen-
ESIS. Nutrisi Makanan Gula 2008; 29 (2 Suppl): S86 - S98; Diskusi S99 -
S100.
6. Grolleau-Julius A, Ray D, Yung RL. Peran epigenetik dalam penuaan dan
autoimmunity. Clin Rev Allergy Immunol 2010; 39:42 - 50.
7. Gravina S, Vijg J. Faktor epigenetik dalam penuaan dan umur
panjang. Pflugers Arch 2010; 459: 247-258.
8. Rando TA. Epigenetik dan penuaan. Exp Gerontol 2010; 45: 253-254.
9. Meaney MJ. Epigenetik dan definisi biologis gen _ lingkungan
Interaksi. Anak Mengembangkan 2010; 81: 41-79. Ini adalah gambaran
terbaru tentang hubungan kompleks antara epigenetik dan sekitarnya.
10. Malecova B, Morris KV. Gen transkripsi membungkam melalui epigenetic
Perubahan yang dimediasi oleh RNA nonkode. Curr Opin Mol Ther
2010; 12: 214- 222. Ini adalah gambaran umum tentang pengetahuan
terkini tentang peraturan epigenetik RNA yang tidak berkode RNA tentang
ekspresi gen.
12. Zeisel SH. Apakah suplemen diet ibu bermanfaat? Perkembangan optimal
bayi tergantung pada diet ibu. Am J Clin Nutr 2009; 89: 685S - 687S
13. Zeisel SH, da Costa KA. Kolin: nutrisi penting untuk kesehatan
masyarakat. Nutr Rev 2009; 67: 615-623.
15. Heijmans BT, Tobi Elmar W, Stein Aryeh D, dkk. Perbedaan epigenetik
yang terus berlanjut terkait dengan paparan pralahir pada kelaparan pada
manusia. PNAS 2008; 105: 17.046-17.049.
16. James SJ, Melnyk S, Jernigan S, dkk. Polimorfisme fungsional dalam gen
pembawa folat yang berkurang dan DNA hypomethylation pada ibu anak
autis. Am J Med Genet B Neuropsychiatr Genet 2010, 153B: 1209-1220.
17. Burdge GC, Lillycrop KA, Phillips ES, et al. Suplementasi asam folat
selama periode pubertas remaja pada tikus memodifikasi fenotipe dan
epigenotip yang diinduksi oleh nutrisi prenatal. J Nutr 2009; 139 (6): 1054-
1060.
18. Iskandar BJ, Rizk E, Meier B, dkk. Regulasi folat regenerasi aksonal pada
sistem saraf pusat hewan pengerat melalui metilasi DNA. J Clin Invest
2010, 120: 1603-1616.
19. Laanpere M, Altmae S, Stavreus-Evers A, dkk. Metabolisme satu karbon
yang dimediasi oleh folat dan pengaruhnya terhadap kesuburan wanita
dan viabilitas kehamilan. Nutr Rev 2010, 68:99 - 113.
20. Zeisel SH. Kolin: pendekatan nutrigenetik / nutrigenik klinis untuk
mengidentifikasi fungsi dan persyaratan diet. World Rev Nutr Diet
2010; 101: 73-83.
21. Oliva J, Bardag-Gorce F, Li J, dkk. Betaine mencegah Mallory -
pembentukan tubuh Denk pada tikus obat-prima oleh mekanisme
epigenetik. Exp Mol Pathol 2009; 86:77 - 86.
22. IP Pogribny, Shpyleva SI, Muskhelishvili L, dkk. Peran kerusakan DNA dan
perubahan metilasi DNA sitosin pada karsinogenesis hati tikus disebabkan
oleh diet kekurangan metil. Mutat Res Fundam Mol Mech Mutag
2009; 669: 56-62.
23. Mehedint MG, Craciunescu CN, Zeisel SH. Defisiensi maternal choline diet
mengubah angiogenesis pada hippocampus mouse janin. Proc Natl Acad
Sci US A 2010; 107: 12.834-12.839.
24. Mehedint MG, Niculescu MD, Craciunescu CN, Zeisel SH. Kekurangan
kolinMengubah metilasi global histone dan tanda epigenetik di lokasi Re1
Gen calbindin 1. FASEB J 2010; 24: 184-195.Ini adalah studi terobosan,
pertama dari jenisnya di bidang penelitian kolin, mengenai mekanisme
epigenetik yang intim dimana kolin mengubah neurogen-esis dan
perkembangan otak. Nutrisi epigenetik dan umur panjang Niculescu dan
Lupu 39
25. Shin W, Yan J, Abratte CM, dkk. Asupan kolin yang melebihi rekomendasi
diet saat ini mempertahankan penanda metilasi seluler pada subkelompok
genetik pria berkompromi folat. J Nutr 2010; 140: 975-980.
26. Min H. Efek suplemen makanan asam folat dosis tinggi pada biomar-
Reaksi metilasi di dalam vitamin B (12)-tikus yang tidak pasti. Nutr Res
Pract 2009; 3: 122-127. Ini adalah studi yang sangat menarik dan
menyeluruh tentang peran folat dalam pemeliharaan spidol epgenetik.
27. Engeham SF, Haase A, Langley-Evans SC. Suplemen ibu Diet rendah
protein pada kehamilan tikus dengan terapi asam folat memperbaiki
pemrograman Efek pada perilaku makan karena tidak adanya gangguan
pada siklus metionin-homocysteine. Br J Nutr 2010; 103: 996-1007. Ini
adalah studi terbaru yang menunjukkan bahwa suplementasi folat ibu
dapat menyelamatkan program epigenetik yang cacat yang disebabkan
oleh diet kekurangan protein pada ibu.
28. Milagro FI, Campion J, Garcia-Diaz DF, dkk. Diet tinggi obesitas yang
diinduksi obesitas memodifikasi pola metilasi promoter leptin pada tikus. J
Physiol Biochem 2009; 65: 1 - 9.
29. Unterberger A, Szyf M, Nathanielsz P, Cox L. Organ dan efek usia
kehamilan dari pembatasan nutrisi ibu pada metilasi global pada babun
janin. J Med Primatol 2009; 38: 219-227.
30. Kirkland JB. Status Niacin mempengaruhi struktur kromatin. J Nutr
2009; 139: 2397-2401.
31. Ho E, Clarke JD, Dashwood RH. Diet sulforaphane, penghambat
deasetotelase histone untuk pencegahan kanker. J Nutr 2009; 139: 2393-
2396.
32. Van Straten EME, Blok VW, Huijkman NCA, dkk. Promotor gen reseptor X-
hati dihilangkan hipermetilasi dalam model tikus pembatasan protein
prenatal. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 2010; 298: R275 -
R282.
33. Sauer J, Jang H, Zimmerly EM, dkk. Penuaan, konsumsi alkohol kronis
dan folat merupakan penentu metilasi DNA genomik, p16 promotor dan
ekspresi p16 pada usus tikus. Br J Nutr 2010; 104: 24 - 30.
35. Uthus E, Begaye A, Ross S, Zeng H. von Hippel - Lindau (VHL) gen
supresor tumor yang turun-diatur oleh defisiensi selenium dalam Caco-2
sel dan mukosa usus tikus. Biol Trace Elem Res 2010. [Epub di depan
cetak]
36. Gong L, Pan YX, Chen H. Diet rendah protein gestasional pada tikus
memediasi ekspresi gen Igf2 pada keturunan laki-laki melalui metilasi DNA
hati yang diubah. Epigenetika 2010. [Epub di depan cetak]
37. Penner MR, Roth TL, Barnes CA, Sweatt JD. Hipotesis epigenetik tentang
disfungsi kognitif terkait penuaan. Front Aging Neurosci 2010; 2: 9.
38. Lubin FD, Roth TL, Sweatt JD. Regulasi epigenetik transgen gen BDNF
dalam konsolidasi memori ketakutan. J Neurosci 2008; 28: 10.576-10.586.
39. Penner MR, Roth TL, Chawla MK, dkk. Perubahan terkait usia di Arc
transcrip-Dan metilasi DNA di dalam hippocampus. Neurobiol Aging 2010.
[Epub di depan cetak] Deskripsi salah satu mekanisme molekuler yang
bertanggung jawab atas disregulasi epigenetik dari mekanisme molekuler
yang bertanggung jawab untuk pemeliharaan neuron di hippocampus,
selama penuaan.
40. Guan JS, Haggarty SJ, Giacometti E, dkk. HDAC2 secara negatif
mengatur pembentukan memori dan plastisitas sinaptik. Alam 2009; 459:
55 - 60.
41. Peleg S, Sananbenesi F, Zovoilis A, dkk. Perubahan asetilasi histon
adalah Terkait dengan gangguan memori yang bergantung pada usia pada
tikus. Ilmu 2010; 328: 753-756. Ini adalah salah satu studi terbaru yang
menunjukkan hubungan intim antara modifikasi histon dan fungsi memori.
42. Chuang DM, Leng Y, Marinova Z, dkk. Beberapa peran penghambatan
HDAC dalam kondisi neurodegenerative. Tren Neurosci 2009; 32: 591-
601.
43. Christensen BC, Houseman EA, Marsit CJ, dkk. Penuaan dan lingkungan
Eksposur mengubah metilasi DNA spesifik jaringan bergantung pada
konteks pulau CpG. PLoS Genet 2009; 5: e1000602 Pengumpulan
menyeluruh perubahan epigenetik spesifik jaringan pada manusia,
menunjukkan bahwa perubahan metilasi DNA kompleks dikaitkan dengan
penuaan.
44. Rakyan VK, TA Down, Maslau S, dkk. Hipermetilasi DNA terkait penuaan
manusia terjadi secara istimewa pada domain chromatin bivalen. Gen-ome
Res 2010; 20: 434-439.
45. Lorbeck MT, Singh N, Zervos A, dkk. Histone demethylase Dmel \ Kdm4A
mengendalikan gen yang dibutuhkan untuk rentang hidup dan penentuan
jenis kelamin laki-laki di Drosophila. Gene 2010; 450: 8-17.40 Penuaan:
biologi dan nutrisi
46. Chen Y, Gorelik GJ, Strickland FM, Richardson SM. Penurunan ERK dan
JNK signaling berkontribusi berlebih gen di 'pikun' CD4 CD28 _ sel T
melalui mekanisme epigenetik. J Leukoc Biol 2010; 87: 137-145.
47. Jung JW, Lee S, Seo MS, dkk. Histone deacetylase mengendalikan
penuaan sel induk dewasa dengan menyeimbangkan ekspresi gen
polcomb dan domain jumonji yang mengandung 3. Cell Mol Life Sci
2010; 67: 1165-1176.
48. Squillaro T, Alessio N, Cipollaro M, dkk. Pembungkaman sebagian dari
metil Protein sitosin mengikat 2 (MECP2) pada sel induk mesenchymal
menginduksi penuaan dengan peningkatan DNA yang rusak. FASEB J
2010; 24:1593-1603. Ini adalah studi yang sangat menarik yang
menghubungkan disregulasi epigenetik pada sel induk dengan kerusakan
DNA dan penuaan seluler.
49. Greer EL, Maures TJ, Hauswirth AG, dkk. Anggota H3K4 trimethyla-tion
kompleks mengatur umur dengan cara germline tergantung di C.
elegans. Alam 2010; 466: 383-387.
50. Manosalva I, Gonzalez A. Penuaan mengubah h4 asetilasi H4 dan CDC2A
pada oosit tahap vesikel germinal tikus. Biol Reprod 2009; 81: 1164-1171.
51. Li Y, Liu Y, Strickland FM, Richardson B. Penurunan usia tergantung pada
tingkat methyltransferase DNA dan tingkat mikronutrien transmetilasi
rendah bersinergi untuk mempromosikan ekpresi berlebihan gen yang
terlibat dalam autoimunitas dan sindrom koroner akut. Exp Gerontol
2010; 45: 312-322
52. Robert L, Labat-Robert J, Robert AM. Mekanisme genetika, epigenetik dan
posttranslasi penuaan. Biogerontologi 2010; 11: 387-399.
53. Amdam GV, Fennern E, Baker N, Rascon B. Kinerja pembelajaran
asosiatif Honeybee dan ketahanan stres metabolik secara positif
terkait. PLoS One 2010; 5: e9740
54. Cinta DC, Ghosh S, Mondoux MA, dkk. Siklus O-GlcNAc yang dinamis
pada promoter gen elegans Caenorhabditis yang mengatur umur panjang,
stres, dan imunitas. Proc Natl Acad Sci US A 2010; 107: 7413-7418.