Anda di halaman 1dari 31

MANAJEMEN RISIKO

RPS 4

“ Risiko Perubahan Tingkat Bunga”

Dosen Pengampu : Dr. Henny Rahyuda, SE., MM., Ak

Kode Matakuliah : EKM 411 ( AP )

Disusun Oleh Kelompok 4 :

I Gede Yuma Adithya Mahaputra (1607521102)

Wayan Satya Pramana (1607521104)

Novi Indrayani (1607521105)

Ayu Wayssa Sukmadewi (1607521115)

I Gusti Agung Ayu Laksmi Kurnia Putri (1607521116)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik
dan Hinayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
kami akan membahas mengenai “ Risiko Perubahan Tingkat Bunga”
Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
dan pengetahuan bagi penulis dan pembaca. Makalah ini dibuat dari beberapa referensi yang
dijadikan acuan dalam penyusunan makalah ini dan bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 15 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Risiko Perubahan Tingkat Bunga.................................................. 3
2.1.1 Risiko Perubahan Pendapatan ........................................................................ 3
2.1.2 Risiko Perubahan Harga Pasar ....................................................................... 5
2.2 Metode Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga: Repricing Model ........ 6
2.2.1 Periode Harian ............................................................................................... 6
2.2.2 Periode Lebih dari Satu Hari.......................................................................... 8
2.2.3 Gap Sebagai Indikator Risiko Tingkat Bunga ............................................... 9
2.2.4 Perubahan Tingkat Bunga yang Berbeda untuk
Aset dan Kewajiban .....................................................................................10
2.3 Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga :
Metode Jangka Waktu (Maturity Model) ............................................................. 11
2.3.1 Perhitunngan Gap Jangka Waktu .................................................................11
2.3.2 Imunisasi Dengan Metode Jangka Waktu....................................................14
2.4 Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga :
Metode Durasi (Duration Model) .........................................................................16
2.4.1 Kelemahan Metode Jangka Waktu .............................................................. 16
2.4.2 Perhitungan Durasi....................................................................................... 17
2.4.3 Karakteristik Durasi .....................................................................................20
2.4.4 Interpretasi Ekonomi Durasi ........................................................................22
2.4.5 Imunisasi Dengan Metode Durasi ................................................................ 23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saving and loan (dikenal juga sebagai thrift) merupakan lembaga bank community
based (memfokuskan pada masyarakat lokal) yang sudah ada sejak tahun 1800-an. Lembaga
tersebut diatur dengan ketat sampai tahun 1980-an. Beberapa peraturan tersebut adalah
pembatasan tingkat bunga yang bisa ditawarkan ke deposan. Peraturan tersebut juga mencakup
tipe pinjaman yang bisa ditawarkan yang terbatas. Pada tahun 1970-an, banyak bank di AS,
termasuk S & L mengalami aliran kas keluar karena adanya persaingan dari instrumen money-
market fund, yang memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi. Pada saat yang sama, dana
bank banyak yang tertanam di hipotik (mortgage, misal kredit rumah atau KPR) yang
mempunyai jangka waktu yang panjang. Pada saat tingkat bunga naik, nilai aset tersebut
menjadi turun.

Pada masa kepresidenan Jimmy Carter, peraturan terhadap S & L diperlonggar,


sehingga S & L bisa memberikan kredit yang lebih bervariasai. Kongres juga meningkatkan
batas deposito yang bisa diasuransikan dari $40.000 menjadi $100.000 per rekening. Pada masa
kepresidenan Reegen, deregulasi S & L semakin cepat, sehingga S & L bisa menyamai bank :
bisa menawarkan deposito dengan tingkat bunga sesuai pasar, pinjam dari Federal Reserve
(bank sentral), memberikan kredit komersial, dan mengeluarkan kartu kredit. Hal tersebut
merupakan penyimpangan dari misi awal S & L.

Deregulasi tersebut membuat pengawasan terhadap S & L lemah. Di samping S & L


terdorong untuk memberikan lebih banyak pinjaman yang terlalu berisiko, pinjaman di mana
mereka tidak punya keahlian untuk mengevaluasinya. Pinjaman mortgage banyak didasarkan
pada bunga tetap dengan jangka waktu panjang. Dalam situasi ini, keahlian bank untuk
memperkirakan tingkat bunga di masa mendatang menjadi penting. Jika bank under-estimate
tingkat bunga di masa mendatang, tingkat bunga tetap yang dibebankan pada nasabah menjadi
terlalu rendah. Jika tingkat bunga meningkat, bank tersebut akan mengalami kerugian. Nampak
situasi semacam itulah yang terjadi. Inflasi di Amerika Serikat pada tahun 1980-an meningkat
tajam, yang mengakibatkan kenaikan tingkat bunga. Kenaikan tingkat bunga tersebut
menyebabkan kehancuran banyak S & L.

1
Beberapa faktor lain disebut jugas sebagai penyebab krisis S & L, antara lain : harga
properti yang berfluktuasi tinggi, deregulasi, kurangnya pengawasan dari lembaga yang
berwenang, kesalahan manajemen, dan dalam beberapa situasi kejahatan (fraud). Sekitar 1.000
S & L mengalami kebangkrutan. Biaya total dari krisis tersebut diperkirakan mencapai $150
miliar, sekitar $125 miliar ditanggung langsung oleh pemerintah Amerika Serikat, yang
menyebabkan membengkaknya defisit anggaran awal tahun 1990-an.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa kegagalan mengelola risiko tingkat bunga bisa
mengakibatkan kehancuran bank. Bank terutama rentan terhadap risiko perubahan tingkat
bunga karena alasan akan terlihat setelah selesai memahami materi ini. Materi ini
membicarakan risiko perubahan tingkat bunga, mulai dari memahami karakteristik perubahan
tingkat bunga, kemudian diteruskan dengan beberapa metode untuk mengukur risiko
perubahan tingkat bunga.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa saja karakteristik risiko perubahan tingkat bunga ?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan dengan metode pengukuran resiko perubahan tingkat bunga
: Repricing Model ?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan manajemen resiko perubahan tingkat bunga ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dalam penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami karakteristik risiko perubahan tingkat bunga.
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami metode pengukuran resiko perubahan tingkat bunga
: Repricing Model.
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami manajemen resiko perubahan tingkat bunga.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Risiko Perubahan Tingkat Bunga

Perubahan tingkat bunga bisa menyebabkan perusahaan menghadapi dua tipe risiko:

1. Risiko perubahan pendapatan: pendapatan bersih (hasil investasi dikurangi biaya)


berubah, yaitu berkurang dari yang diharapkan
2. Risiko pembahan nilai pasar: nilai pasar berubah karena perubahan tingkat bunga, yaitu
berubah menjadi lebih kecil (turun nilainya).
2.1.1 Risiko Perubahan Pendapatan

Perubahan tingkat bunga bisa menyebabkan perubahan pendapatan (menjadi lebih sedikit).
Ada dua jenis risiko yang dihadapi oleh perusahaan berkaitan dengan perubahan pendapatan,
yaitu risiko penginvestasian kembali dan risiko pendanaan kembali.

a. Risiko Penginvestasian Kembali


Misalkan perusahaan mempunyai struktur aset berikut ini:
Aset Pasiva

Obligasi jangka waktu 1 tahun, bunga Obligasi jangka waktu 2 tahun, dengan
12% pertahun bunga 10% pertahun, selama 2 tahun

Untuk tahun pertama, perusahaan tersebut memperoleh penghasilan bunga sebesar


12%, dan membayar kewajiban sebesar 10%. Dengan demikian perusahaan tersebut
memperoleh spread (keuntungan) sebesar 2% (12% 10%). Bagaimana dengan tahun
kedua? Untuk tahun kedua, keuntungan perusahaan akan tergantung dari tingkat bunga
investasi obligasi pada tahun kedua. Bagan berikut ini menggambarkan situasi di atas.
Investasi 12% Re-Investasi (??)

Pendanaan 10% Pendanaan 10%

3
Keuntungan tahun kedua akan tergantung dari tingkat bunga investasi yang akan
diperoleh pada tahun kedua. Jika perusahaan bisa memperoleh tingkat bunga sebesar
12% (sama dengan tahun sebelumnya), maka perusahaan tetap akan memperoleh
keuntungan. Jika tingkat bunga penginvestasian kembali pada tahun kedua turun
menjadi 8%, maka perusahaan akan memperoleh kerugian sebesar 2% (spread negatif
sebesar 2%). Risiko yang dihadapi perusahaan dalam situasi tersebut adalah risiko
penginvestasian kembali (reinvestment risk).
b. Risiko Pendanaan Kembali
Risiko pendanaan kembali merupakan kebalikan dari risiko penginvestasian kembali.
Misalkan perusahann mempunyai struktur aset berikut ini:
Aset Pasiva

Obligasi jangka waktu 2 tahun, bunga Obligasi jangka waktu 1 tahun, dengan
12% pertahun bunga 10% pertahun

Investasi 12% Investasi 12%

Pendanaan 10% Pendanaan Kembali (??)

Sama seperti sebelumnya, untuk tahun pertama, perusahaan tersebut memperoleh


penghasilan bunga sebesar 12%, dan membayar kewajiban sebesar 10%. Dengan
demikian perusahaan tersebut memperoleh spread (keuntungan) sebesar 2% (12%
10%). Bagaimana dengan tahun kedua? Untuk tahun kedua, keuntungan perusahaan
akan tergantung dari tingkat bunga obligasi yang dipakai untuk mendanai investasi
pada tahun kedua. Bagan berikut ini menggambarkan situasi di atas.
Gambar
Keuntungan tahun kedua akan tergantung dari tingkat bunga pendanaan yang akan
diperoleh pada tahun kedua. Jika pcrusahaan bisa memperoleh tingkat bunga sebesar
10% (sama dengan tahun sebelumnya), maka perusahaan tetap akan memperoleh
keuntungan. Jika tingkat bunga pendanaan kembali pada tahun kedua naik menjadi
14%, maka perusahaan akan memperoleh kerugian sebesar 2% (spread negatif sebesar

4
2%). Risiko yang dihadapi perusahaan dalam situasi tersebut adalah risiko pendanaan
kembali (refinancing risk).
2.1.2 Risiko Perubahan Harga Pasar

Perubahan tingkat bunga bisa menyebabkan perubahan nilai pasar aset dan/ atau
kewajiban yang dipegang oleh perusahaan. Jika penurunan nilai aset lebih besar dibandingkan
dengan penurunan nilai kewajiban, maka perusahaan mengalami kerugian, dan sebaliknya.
Secara umum, jika tingkat bunga meningkat maka nilai sekuritas cenderung mengalami
penurunan. Nilai suatu sekuritas (misal obligasi) merupakan present value dari aliran kas
yang akan diterima investor di masa mendatang. Jika tingkat bunga meningkat, maka discount
rate (tingkat diskonto) juga akan meningkat, yang menyebabkan pembagi menjadi lebih
besar, dan present value aliran kas di masa mendatang semakin kecil.

Tingkat penurunan nilai tersebut bisa berbeda dari satu sekuritas ke sekuritas lainnya.
Sebagai contoh, jika tingkat bunga meningkat, maka nilai pasar obligasi akan mengalami
penurunan. Tetapi obligasi dengan jangka waktu yang lebih lama, nilainya akan turun Iebih
besar dibandingkan dengan obligasi dengan jangka waktu yang lebih pendek. Hal yang
sebaiknya akan terjadi jika tingkat bunga mengalami penurunan. Obligasi dengan jangka
waktu lama akan mengalami kenaikan nilai pasar lebih cepat dibandingkan dengan obligasi
jangka pendek. Dengan kata lain, niIai pasar obligasi jangka panjang lebih sensitif terhadap
perubahan tingkat bunga dibandingkan dengan nilai obligasi jangka pendek.

Misalkan perusahaan mempunyai neraca berikut ini:

Aset Pasiva

Obligasi jangka waktu 10 tahun, Nilai Obligasi jangka waktu 2 tahun, Nilai
nominal: Rp1 juta. Kupon bunga 10% nominal: Rp1 juta. Kupon bunga 10%
Nilai pasar: Rp1 juta Nilai pasar: Rp1 juta

Misalkan tingkat bunga yang berlaku adalah 10% (sama dengan kupon bunga), maka nilai
obligasi yang menjadi aset dan obligasi kewajiban adalah:

100.000 1.100.000
Obligasi Aset =
(1+0,1)1
+ ⋯………+ (1+0,1)10
= 1 𝑗𝑢𝑡𝑎

100.000 1.100.000
Obligasi Kewajiban =
(1+0,1)1
+ ⋯………+ (1+0,1)2
= 1 𝑗𝑢𝑡𝑎

5
Obligasi aset dan kewajiban mempunyai nilai pasar yang sama yaitu Rp 1 juta. Misalkan
tingkat bunga naik menjadi 12%. Nilai obligasi kedua bisa dihitung berikut ini:

100.000 1.100.000
Obligasi Aset =
(1+0,12)1
+ ⋯………+ (1+0,12)10
= 𝑅𝑝 886.996

100.000 1.100.000
Obligasi Kewajiban =
(1+0,12)1
+ ⋯………+ (1+0,12)2
= 𝑅𝑝 966.199

Aset Pasiva

Obligasi jangka waktu 10 tahun, Nilai Obligasi jangka waktu 2 tahun, Nilai
nominal: Rp1 juta. Kupon bunga 10% nominal: Rp1 juta. Kupon bunga 10%
Nilai pasar: Rp 886.996 Nilai pasar: Rp966.199

Perhatikan bahwa kedua Jenis obligasi tersebut mengalami penurunan nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan obligasi kewajiban. Karena nilai aset turun lebih besar dibandingkan
turunnya nilai kewajiban, maka perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dalam situasi
tersebut, kenaikan tingkat bunga menyebabkan perusahaan mengalami kerugian nilai pasar.

2.2 Metode Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga: Repricing Model


2.2.1 Periode Harian

Model penilaian kembali (repricing model) mencoba mengukur risiko perubahan tingkat
bunga dengan menggunakan pendekatan pendapatan. Lebih spesifik lagi, model tersebut ingin
melihat bagaimana pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap pendapatan yang diperoleh
suatu organisasi.

Aset Pasiva

Meminjamkan di pinjaman pasar antar Meminjamkan di pasar antar banmk


Bank 1 hari Rp2 m 1 hari Rp3 m
Commercial Paper 3 bulan Rp3 m Tabungan Rp3 m
Surat Hutang 6 bulan Rp5 m Deposito 1 bulan Rp10 m
Pinjaman 1 tahun Rp6 m Deposito 1 tahun Rp10 m

6
Obligasi 3 tahun Rp10 m Deposito 2 tahun Rp10 m
Obligasi 3 tahun tingkat bunga
Mengambang Rp5 m
Modal Rp5 m
Pinjaman bunga tetap jangka
Waktu 10 tahun Rp10 m
Total aset Rp41 m Total pasva Rp41 m

Catatan :
Untuk obligasi 3 tahun, Rp 2m jatuh tempo tahun ini.
Untuk pinjaman dengan bunga mengambang, bunga ditetapkan setiap enam bulan

Dengan menggunakan model penilaian kembali, kita ingin melihat bagaimana pengaruh
perubahan tingkat bunga terhadap pendapatan bank tersebut. Langkah-langkah yang perlu
dnlakukan adalah: (1) mengidentifikasi dan mengelompokkan aset atau kewajiban yang rentan
terhadap perubahan tingkat bunga, yaitu aset atau kewajiban yang harus dinilai ulang jika
tingkat bunga berubah, (2) menghitung gap antara aset yang sensitif dengan kewajiban yang
sensitif terhadap perubahan bunga, dan menghitung perubahan pendapatan jika tingkat bunga
berubah.

a. Mengidentifikasi dan Mengelompokkan Aset dan Kewajiban yang Sensitif Terhadap


Perubahan Tingkat Bunga
Jika besok bunga berubah, aset atau kewajiban mana saja yang bunganya berubah,
dan mengakibatkan perubahan pendapatan bank? Dari sisi aset neraca di atas terlihat
bahwa bank mempunyai pinjaman (meminjamkan) di pasar antar bank satu hari sebesar
Rp2 miliar. Jika tingkat bunga besok berubah (misal naik), maka pendapatan bunga
yang diperoleh akan berubah (meningkat dalam hal ini). Dengan kata lain, bank tersebut
mempunyai aset yang sensitif terhadap perubahan bunga (rate sensitive assets atau
RSA) harian sebesar Rp2 miliar. Aset sebesar Rp2 miliar tersebut akan dinilai kembali
(reprice) jika bunga harian berubah.
Di sisi lain, jika kita melihat sisi pasiva, herlihat bahwa bank meminjam di pasar
antarbank satu hari sebesar Rp3 miliar. Jika tingkat bunga besok berubah (misal naik),
maka biaya bunga juga akan berubah (meningkat). Dengan kata lain, bank tersebut
mempunyai kewajiban yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga (rate sensitive

7
liabilities atau RSL) harian sebesar Rp3 miliar. Kewajiban sebesar Rp3 miliar tersebut
akan dinilai kembali (reprice) jika bunga harian berubah.

b. Menghitung Gap Antara Aset dan Kewajiban yang Sensitif Terhadap Perubahan
Tingkat Bunga dan Menghitung Perubahan Pendapatan

Gap antara RSA dengan RSL bisa dihitung sebagai berikut:


GAP = (Rp2 miliar) – (Rp3 miliar) = -Rp1 miliar
Bank tersebut mempunyai gap sensitivitas perubahan bunga sebesar – Rp1 miliar.
Misalkan tingkat bunga meningkat sebesar 1% (misal dari 10% menjadi 11%), maka
pendapatan bank tersebut berubah sebesar:

Perubahan Pendapatan = (GAP) x (Δbunga)


= -Rp1 miliar x 0,01 = -Rp10 juta
Dengan kata lain, bank tersebut mengalami kerugian sebesar Rp10 juta jika tingkat
bunga meningkat sebesar 1%

2.2.2 Periode Lebih dari Satu Hari

Dengan menggunakan cara yang sama, kita bisa memperluas kelompok periode dari satu hari
menjadi tiga bulan, enam bulan, 1 tahun, lima tahun, dan lebih dari lima tahun. Misalkan kita
akan menggunakan jangka waktu satu tahun sebagai basis perhitungan aset dan kewajiban yang
sensitif terhadap perubahan tingkat bunga. Dengan menggunakan neraca bank di muka,
pertama kita akan mengidentifikasi aset yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga dalam
jangka waktu satu tahun. Berikut ini hasil identifikasi tersebut.

Meminjamkan di pinjaman pasar antarbank 1 hari Rp3 m


Commercial Paper 3 Bulan Rp3 m
Surat hutang 6 bulan Rp5 m
Pinjaman 1 tahun Rp6 m
Bagian obligasi 3 tahun yang jatuh tempo tahun ini Rp2 m
Obligasi 3 tahun tigkat bunga mengambang Rp5 m
Total aset yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga Rp23 m

8
Untuk obligasi 3 tahun, sebesar Rp2 miliar jatuh tempo tahun ini. Karena itu sejumlah Rp2
miliar akan dinilai ulang jika tingkat bunga berubah. Untuk obligasi dengan tingkat bunga
mengambang, karena tingkat bunga ditetapkan kembali setiap enam bulan, maka obligasi
tersebut akan dinilai ulang setiap enam bulan. Pinjaman dengan bunga tetap dengan jangka
waktu 10 tahun tidak masuk dalam perhitungan, karena tingkat bunga tersebut tetap selama 10
tahun, tidak akan berubah meskipun tingkat bunga berubah-ubah. Dari perhitungan di atas,
nampak bahwa bank tersebut mempunyai aset yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga
selama periode satu tahun (rate sensitive assets atau RSA) sebesar Rp23 miliar.

Meminjamkan di pasar antarbank 1 hari Rp3 m


Tabungan Rp3 m
Deposito 1 bulan Rp10 m
Deposito 1 tahun Rp10 m
Total kewajiban yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga Rp26 m

Deposito dengan jangka waktu 2 tahun dan modal bank tidak dimasukkan dalam kewajiban
yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga untuk periode satu tahun. Tabungan
dimasukkan karena tabungan membayarkan bunga. Dari perhitungan di atas nampak bahwa
bank tersebut mempunyai kewajiban yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga selama
periode satu tahun (Rate sensitive liabilities atau RSL) sebesar Rp26 miliar.

2.2.3 Gap Sebagai Indikator Risiko Tingkat Bunga

GAP atau disebut juga sebagai Kumulatif GAP (KGAP) satu tahun RSA dengan RSL bisa
dihitung sebagai berikut:

KGAP = RSA – RSL

= Rp23 miliar – Rp26 miliar =- Rp3 miliar

Bank tersebut mempunyai kumulatif gap sebesar negatif Rp3 miliar. Semakin besar gap (baik
negatif maupun positif), semakin besar eksposur bank atau suatu perusahaan terhadap risiko
perubahan tingkat bunga. Jika gap suatu bank negatif maka kenaikan bunga akan merugikan
bank tersebut. Sebaliknya, jika gap suatu bank positif, maka kenaikan bunga akan
menguntungkan bank tersebut.

9
Dalam beberapa situasi, kita ingin menghitung rasio gap terhadap total aset (gap ratio). Gap
ratio bisa dihitung sebagai gap dibagi total aset. Dalam contoh di atas, gap ratio adalah:

GAP RATIO = -Rp3 miliar / Rp41 miliar = -0,073 atau 7,3%

Gap ratio bermanfaat karena memberikan informasi besarnya gap relatif terhadap total aset.
Sebagai contoh, misal ada dua bank dengan informasi gap berikut ini.

Bank A Bank B
Gap -Rp10 miliar -Rp20 miliar
Total Aset Rp100 miliar Rp500 miliar
Gap Ratio -10% -4%

Nampak bank A mempunyai gap yang lebih kecil dibandingkan dengan bank B,
sehingga eksposur bank A terhadap risiko perubahan tingkat bunga nampak lebih kecil
dibandingkan dengan eksposur bank B. Tetapi jika total aset bank diperhitungkan, akan terlihat
bahwa gap ratio B lebih kecil, sehingga eksposur bank B terlihat lebih kecil dibandingkan
dengan eksposur bank A.

Jika suatu perusahaan atau bank ingin menghilangkan eksposur terhadap risiko
perubahan tingkat bunga, maka bank tersebut bisa membuat neraca dengan gap sama dengan
nol. Tetapi sebagai konsekuensinya, bank tersebut tidak akan memperoleh keuntungan dari
perubahan tingkat bunga. Dalam kebanyakan situasi bank memang sengaja mempunyai
eksposur atau gap yang besarnya tertentu, karena ingin memperoleh keuntungan dari
perubahan tingkat bunga. Sebagai contoh, jika bank memperkirakan tingkat bunga akan turun,
bank bisa mengambil gap yang positif, dan sebaliknya. Angka gap ratio sebesar plus/minus
15% biasa dilakukan oleh bank.

2.2.4 Perubahan Tingkat Bunga yang Berbeda untuk Aset dan Kewajiban

Contoh di atas mengansumsikan perubahan tingkat bunga yang sama untuk aset dan
kewajiban. Dalam beberapa situasi, perubahan tingkat bunga untuk aset dan kewajiban bisa
berbeda. Jika hal tersebut terjadi, efek perubahan tingkat bunga terhadap perubahan pendapatan
dan perubahan biaya bisa dihitung satu persatu, berikut ini:

Δpendapatan bersih = Δpendapatan bunga – Δbiaya bunga

10
Kembali ke contoh di muka, di mana bank mempunyai RSA sebesar Rp23 miliar, dan
mempunyai RSL sebesar Rp26 miliar, atau gap sebesar -Rp3 miliar. Misalkan tingkat bunga
untuk aset berubah 2%, sementara tingkat bunga untuk kewajiban berubah 1%. Perubahan
pendapatan bisa dihitung berikut ini.
Δpendapatan bersih = (Rp23 miliar)(0,02) – (Rp26 miliar)(0,01)
= Rp460 juta – 260 juta
= Rp200 juta
Terlihat bahwa bank justru memperoleh keuntungan karena pendapatan bunga meningkat lebih
besar dibandingkan dengan biaya bunga.

2.3 Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga : Metode Jangka Waktu (Maturity Model)

2.3.1 Perhitungan Gap Jangka Waktu


Metode repricing (penilaian kembali) mempunyal kelemahan terutama karena tidak
memperhatikan efek perubahan nilai pasar dari perubahan tingkat bunga. Bagian awal bab ini
menunjukkan bahwa jika tingkat bunga meningkat, discount rate (tingkat pendiskontoan) juga
akan meningkat, present value aliran kas di masa mendatang semakin kecil, dan nilai pasar
sekuritas akan turun. Dalam beberapa situasi metode yang memperhatikan efek perubahan nilai
pasar penting diperhatikan. Misal, suatu bank membeli obligasi dengan tujuan untuk investasi
(dipegang sampai jatuh tempo). Dalam situasi tersebut bank akan mencatat nilai historis
obligasi tersebut di neracanya. Bank memperoleh pendapatan hanya dari kupon bunga yang
dibayarkan. Metode repricing akan lebih sesuai dipakai dalam situasi tersebut.

Misalkan bank lain membeli obligasi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
melalui trading (memperjualbelikan sekuritas). Dalam situasi tersebut, bank akan mencatat
nilai obligasi di neracanya berdasarkan nilai pasar obligasi. Karena itu nilai pasar obligasi akan
dievaluasi (dinilai ulang atau disebut juga sebagai mark to market) praktis setiap hari. Jika nilai
pasar obligasi lebih kecil dari nilai belinya, bank tersebut merugi, dan sebaliknya. Metode
pengukuran risiko perubahan tingkat bunga yang memperhitungkan perubahan nilai pasar akan
lebih sesuai dalam situasi tersebut.

Metode jangka waktu mengukur perubahan harga pasar suatu aset akibat perubahan tingkat
bunga.

11
Misalkan suatu bank mempunyai neraca berikut ini.

Aktiva Pasiva

Obligasi jangka waktu 10 tahun, Pinjaman jangka pendek, bunga 15%, jangka
Nilai nominal: Rp10 juta. Kupon bunga=15% waktu 2 tahun. Nilai nominal=Rp18juta
Obligasi jangka waktu 20 tahun Modal saham Rp2 juta
Nilai nominal Rp10 juta, kupon bunga=15%
Total aset Rp20 juta Total aktiva Rp20 juta

Misalkan tingkat bunga yang berlaku (yield) adalah 15%. Harga pasar akan sama dengan nilai
nominal dalam situasi ini. Bank tersebut mempunyao aktiva dan pasiva sebesar Rp20 juta.
Misalkan tingkat bunga yang berlaku meningkat menjasi 17%, maka nilai obligasi tersebut
menjadi sebagai berikut:

150.000 1.150.000
Obligasi Aset 1 =
(1+0,17)1
+ ⋯………+ (1+0,17)10
= 9.068.279

150.000 1.150.000
Obligasi Aset 2 =
(1+0,17)1
+ ⋯………+ (1+0,17)20
= 8.874.447

2.700.000 20.700.000
Pinjaman =
(1+0,17)1
+ (1+0,17)2
= 17.429.323

Neraca yang baru sesudah perubahan tingkat bunga akan terlihat berikut ini,

Aktiva Pasiva

Obligasi jangka waktu 10 tahun, Pinjaman jangka pendek,


Nilai nominal Rp10 juta, Bunga 15%
Kupon bunga=15% Rp9.068.279 Jangka waktu 2 tahun
Obligasi jangka waktu 20 tahun Nilai nominal=Rp18 juta
Nilai nominal Rp10 juta, Rp17.429343
Kupon bunga=15% Rp8.874.000
Modal saham Rp513.403

Total aset Rp17.942.726 Total pasiva Rp17.942.726

12
Sesudah kenaikan tingkat bunga, nilai obligasi pada sisi aset turun. Total aset turun dari
Rp20 juta menjadi sekitar Rp17 juta. Nilai pinjaman juga ikut mengalami penurunan, dari Rp18
juta menjadi sekitar Rp17 juta. Penurunan nilai aset lebih besar dibandingkan dengan
penurunan nilai pinjaman, yang mengakibatkan kerugian. Modal saham harus menanggung
kerugian tersebut, akibatnya nilai saham berkurang dari Rp2 juta menjadi Rp513.403. Kerugian
yang terjadi adalah sekitar Rp1,5 juta. Jika tingkat bunga naik menjadi 18%, maka modal
saham bank tersebut menjadi negatif, yang berarti bank tersebut praktis mengalami
kebangkrutan.

Bank tersebut dikatakan mempunyai ketidaksesuaian jangka waktu antara aset dengan
kewajiban (maturity mismatch). Jangka waktu aset adalah 10 tahun dan 20 tahun, yang jauh
lebih panjang dibandingkan dengan jangka waktu pinjaman (sumber dana) yaitu 2 tahun.
Ketidaksesuaian jangka waktu tersebut memunculkan eksposur terhadap risiko perubahan
tingkat bunga. Semakin besar ketidaksesuaian jangka waktu tersebut, semakin besar risiko
perubahan tingkat bunga yang dihadapi bank tersebut.

Jangka waktu untuk portofolio aset atau kewajiban bisa dihitung sebagai rata-rata
tertimbang dari jangka waktu aset atau kewajiban individual, dengan pembobot adalah nilai
pasar dari masing-masing aset atau kewajiban tersebut. Dalam contoh di atas, jangka waktu
aset (maturity of assets atau MA) bisa dihitung sebagai berikut:

MA = (10 juta/ 20 juta) (10 tahun) + (10 juta/ 20 juta) (20 tahun) = 15 tahun

jangka waktu kewajiban (maturity of liabilities atau ML) adalah 2 tahun. Gap jangka waktu
bisa dihitung sebagai :

Gap jangka waktu = MA – ML = 15 – 2 = 13 tahun

Semakin besar gap jangka waktu (baik positif maupun negatif), semakin besar risiko perubahan
tingkat bunga yang dihadapi oleh suatu perusahaan atau bank. Beberapa perusahaan seperti
bank, biasanya secara sengaja maupun karena karakteristik bisnisnya, mempunyai struktur
aset/ kewajiban dengan gap jangka waktu yang tidak nol. Sebagai contoh struktur neraca bank
yang biasanya terjadi adalah sebagai berikut :

13
Aset Pasiva

Pinjaman (aset) jangka panjang Tabungan dan deposito (dengan jangka


(misal memberikan kredit Kepemilikan waktu 1 tahun)
Perumahan/KPR dengan jangka waktu 10
tahun) Modal Saham

Bank biasa memberikan pinjaman jangka panjang panjang dengan bunga tetap. Untuk
mendanai pinjaman tersbut, bank menerbitkan tabungan atau deposito yang sifatnya jangka
pendek. Penabung atau nasabah deposito ingin mempunyai simpanan. Yang bisa diambil
sewaktu-waktu atau cepat. Dengan karakteristik semacam itu, struktur neraca bank akan
nampak seperti di atas. Jika bank ingin mengurangi risiko perubahan tingkat bunga, bank bisa
memperkecil gap jangka waktu. Sebagai contoh, bank bisa menurunkan jangka waktu
pinjaman, misal dari 20 tahun menjadi 10 tahun. Alternatif lain, bank bisa meningkatkan jangka
waktu pinjaman, misal dengan menerbitkan obligasi jangka panjang dengan jangka waktu 10
tahun. Jika bank memperkirakan tingkat bunga akan meningkat, bank bisa . memperkecil gap
jangka waktu atau membuat gap jangka waktu bernilai negatif (jangka waktu kewajiban lebih
panjang dibandingkan dengan jangka waktu aset).Dalam situasi tersebut, nilai kewajiban akan
turun lebih cepat dibandingkan dengan nilai aset (hal yang menguntungkan bagi bank). Jika
bank memperkirakan tingkat 1 bunga akan menurun, maka bank bisa memperbesar gap jangka
waktu (jangka waktu aset lebih besar dibandingkan dengan jangka waktu kewajiban). Jika
tingkat bunga turun, nilai aset akan meningkat lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan
nilai kewajiban (hal yang menguntungkan bagi bank).

2.3.2 Imunisasi Dengan Metode Jangka Waktu

Jika suatu bank ingin melakukan imunisasi melalui metode jangka waktu, agar perubahan
tingkat bunga tidak akan mengakibatkan kerugian, maka bank bisa menyamakan jangka waktu
aset dengan jangka waktu kewajiban, sebagai berikut:

MA = ML atau MA-ML = 0

Kembali ke contoh bank di muka, misalkan bank tersebut bisa menyamakan sumber dana
dengan aset sehingga neracanya akan nampak sebagai berikut:

14
Aktiva Pasiva

Obligasi jangka waktu 10 tahun, Pinjaman jangka pendek, bunga 15%, jangka
Nilai nominal: Rp10 juta. Kupon bunga=15% waktu 15 tahun.
Obligasi jangka waktu 20 tahun Nilai nominal=Rp18juta
Nilai nominal Rp10 juta, kupon bunga=15% Modal saham Rp2 juta

Total aset Rp20 juta Total aktiva Rp20 juta

jangka waktu aset (MA) adalah 15 tahun ((10+20)/ 2) jangka waktu pinjaman juga sama yaitu
15 tahun. Tingkat bunga yang berlaku 15%, sehingga nilai aset dan kewajiban adalah Rp20
juta. Misalkan tingkat bunga dengan segera meningkat menjadi 17%, nilai aset dan kewajiban
yang baru akan terlihat seperti tabel berikut ini

Aktiva Pasiva

Obligasi jangka waktu 10 tahun, Pinjaman jangka pendek,


Nilai nominal: Rp10 juta. bunga 15%,
Kupon bunga=15% Rp9.068.279 jangka waktu 15 tahun.
Obligasi jangka waktu 20 tahun Nilai nominal=Rp18juta
Nilai nominal Rp10 juta, Rp16.083.293
kupon bunga=15% Rp8.874.447 Modal Saham Rp1.859.433

Total aset Rp17.942.726 Total aktiva Rp17.942.726

Perhatikan bahwa nilai aset dan kewajiban turun semua, nilai modal juga turun dengan kurang
lebih Rp150 ribu (dari Rp2 juta menjadi Rp1.859.533). Kerugian tersebut jauh lebih kecil
dibandingkan jika bank mempunyai kewajiban dengan jangka waktu 2 tahun. Dengan demikian
bank bisa menekan risiko perubahan tingkat bunga dengan menyamakan jangka waktu aset
dengan jangka waktu kewajiban. Tetapi bank tidak bisa sepenuhnya mengimunisasi risiko
perubahan tingkat bunga hanya dengan menyamakan jangka waktu aset dengan kewajibannya.
Hal semacam itu merupakan kelemahan dari metode jangka waktu ( maturity model). Metode
jangka waktu tidak sepenuhnya bisa mengukur pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap

15
perubahan nilai aset/kewajiban. Kelemahan tersebut akan diatasi melalui metode durasi seperti
yang dibicarakan berikut ini.

2.4 Pengukuran Risiko Perubahan Tingkat Bunga : Metode Durasi (Duration Model)

2.4.1 Kelemahan Metode Jangka Waktu

Bagian sebelumnya menunjukkan bahwa metode jangka waktu tidak bisa sepenuhnya
mengukur perubahan tingkat bunga terhadap nilai asset/kewajiban. Imunisasi dengan
menyamakan jangka waktu asset dengan jangka waktu kewajiban tidak bisa sepenuhnya
melindungi modal saham. Adapun dua jenis obligasi seperti berikut :

Obligasi Perincian
A Nilai nominal Rp1 juta, jangka waktu satu tahun, kupon bunga = 10%,
dibayarkan setiap semester.
B Nilai nominal Rp1 juta, jangka waktu satu tahun, kupon bunga = 10%,
dibayarkan setiap tahun.

Kedua obligasi tersebut mempunyai jangka waktu yang sama, yaitu satu tahun.
Misalkan tingkat bunga yang berlaku meningkat menjadi 15%, maka harga pasar kedua
obligasi tersebut akan Nampak seperti berikut :

50.000 1.050.000
Obligasi A : (1+0,15)0,5 + (1+0,15)1 = 959.669

1.100.000
Obligasi B : = 956.522
(1+0,15)1

Perhatikan bahwa meskipun keduanya mempunyai jangka waktu yang sama, jika
tingkat bunga meningkat keduanya sama-sama jatuh nilainya, tetapi dengan tingkat penurunan
nilai yang berbeda. Obligasi A yang membayarkan bunga setiap tahun mengalami penurunan
nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi B yang membayarkan bunga setiap tahun.
Jika kita perhatikan lebih lanjut, perbedaan antara obligasi A dengan B terletak pada timing
dari aliran kas. Obligasi A membayarkan Rp50.000 pada semester satu dan semester dua (akhir
tahun), sedangkan obligasi B membayarkan semua bunga sebesar Rp100.000 pada akhir tahun.

16
Perbedaan tersebut mempunyai implikasi lanjutan, yaitu naik turunnya nilai obligasi bisa
berbeda jika tingkat bunga berubah.

Metode durasi memperbaiki metode jangka waktu karena metode durasi


memperhitungkan timing dari setiap aliran kas.

2.4.2 Perhitungan Durasi

Durasi bisa didefinisikan sebagai rata-rata tertimbang jangka waktu aliran kas, dengan
pembobot proporso present value dari setiap aliran kas tersebut. Kembali ke contoh obligasi A
dan B, missal tingkat bunga yang berlaku adalah 10% (sama dengan kupon bunga), durasi
untuk kedua obligasi bisa dihitung sebagai berikut ini :

Waktu Obligasi A PVIF (5%) PV Kas Rata-rata tertimbang


(1) (2) (3) (4)=(2)x(3) Jangka waktu (5)
½ 50.000 0,952381 47.619 0,0238
1 1.050.000 0,907029 952.381 0,9524
1.000.000 0,9762

Catatan : 5% adalah 10%/2, karena bunga dibayarkan setiap semester

Rata-Rata tertimbang Jangka


Waktu Obligasi B PVIF (10%) PV Kas
waktu
(1) (2) (3) (4)=(2)x(3)
(5)
1 1.100.000 0,909091 1.000.000 1
1.000.000 1

Durasi untuk obligasi A bisa dihitung sebagai berikut ini :

{[47.619)/(1.000.000)]x(1/2)} + {[(952.381)/(1.000.000)]x(1)} = 0,9762 tahun

Untuk obligasi B, durasi bisa dihitung sebagai berikut ini :

{[(1.000.000)/(1.000.000)]x1} = 1 tahun

17
Meskipun kedua obligasi tersebut mempunyai jangka waktu yang sama, yaitu satu
tahun, tetapi durasi obligasi A lebih pendek dibandingkan dengan obligasi B. Hal itu
disebabkan karena sebagaian aliran kas dari obligasi A diterima lebih awal, yaitu pada semester
pertama (periode 1/2) sebesar Rp50.000.

Misalkan kita mempunyai dua obligasi yaitu X dan Y dengan informasi seperti table
berikut ini :

Obligasi Perincian
X Nilai nominal Rp1 juta, jangka waktu lima tahun, kupon bunga=10%,
dibayarkan setiap tahun.
Y Nilai nominal Rp1 juta, jangka waktu lima tahun, kupon bunga=10%,
dibayarkan setiap semester.
Tingkat bunga yang berlaku (yield) adalah 9%

Durasi untuk kedua obligasi tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini :

Perhitungan Durasi Obligasi X

Rata-Rata
PVIF Proporsi Pv
Tahun Aliran kas Present Value tetimbang
(9%) Aliran Kas
(1) (2) (4)=(2)x(3) jangka waktu
(3) (5)
(6)=(5)x(1)

91.743 0,088
1 100.000 0,917 0,088
84.168 0,162
2 100.000 0,841 0,081
77.218 0,222
3 100.000 0,772 0,074
70.842 0,272
4 100.000 0,708 0,068
741.924 3,440
5 1.100.000 0,649 0,688
1.038.897 4,186

Proporsi aliran kas untuk baris 1: (91.743/1.038.897) = 0,088308


Perhitungan Obligasi Y

18
Rata-rata
Present Value Proporsi PV
Tahun Aliran Kas PVIF (9%) tertimbang
Aliran Kas Aliran Kas
(1) (2) (3) jangka waktu
(4)=(2)x(3) (5)
(6)=(5)x(1)

0,5 50.000 0,978232 48.911,6 0,039244 0,019622


1 50.000 0,955938 47.846,89 0,03839 0,03839
1,5 50.000 0,936107 46.805,36 0,037554 0,056332
2 50.000 0,91573 45.786,5 0,036737 0,073474
2,5 50.000 0,895796 44.789,82 0,035937 0,089843
3 50.000 0,876297 43.814,83 0,035155 0,105465
3,5 50.000 0,857221 42.861,07 0,03439 0,120364
4 50.000 0,838561 41.928,07 0,033641 0,134565
4,5 50.000 0,820308 41.015,38 0,032909 0,14809
5 1.050.000 0,802451 842.57,36 0,676042 3,38021
1.2463,33 4,166355

Durasi X = 4,186 tahun, sedangkan durasi Y = 4,166 tahun. Terlihat meskipun jangka waktu
keduanya lima tahun, tetapi durasi untuk keduanya lebih kecil dari lima tahun, karena ada aliran
kas yang dibayarkan sebelum tahun kelima. Durasi Y lebih kecil dibandingkan durasi X karena
aliran kas Y lebih awal dibayarkan (karena dibayarkan setiap semester) dibandingkan obligasi
X.

Durasi untuk obligasi tanpa kupon (zero coupon bond atau zeroes) sama dengan jangka
waktu obligasi tersebut. Misalkan ada obligasi tanpa kupon bunga dengan nilai nominal Rp1
juta, jangka waktu 2 tahun. Misalkan tingkat bunga yang berlaku adalah 9%, perhitungan untuk
obligasi tersebut akan terlihat seperti berikut ini :

19
Rata-rata
Present Value Proporsi PV
Tahun Aliran Kas PVIF (9%) tertimbang
Aliran Kas Aliran Kas
(1) (2) (3) jangka waktu
(4)=(2)x(3) (5)
(6)=(5)x(1)

1 0 0,917431 0 0 0
2 1.000.000 0,84168 841.680 1 2
841.680 1 2

Obligasi zeroes dengan jangka waktu dua tahun mempunyai durasi 2 tahun.

Obligasi consol adalah obligasi yang tidak mempunyai jatuh tempo. Obligasi tersebut berjanji
membayarkan bunga selamanya. Jangka waktu obligasi (maturity) tersebut adalah tidak
terbatas (~). Tetapi durasi untuk obligasi consol bisa dihitung, yaitu :

Dc = 1 + (1/R)

Misalkan ada dua obligasi consol dengan kupon bunga 10% pertahun. Durasi obligasi tersebut
adalah :

Dc = 1 + (1/0,1) = 11 tahun

2.4.3. Karakteritik Durasi

Durasi akan meningkat jika jangka waktu asset semakin panjang, menurum apabila yield
meningkat, dan menurun jika kupon Bunga meningkat. Misalkan, untuk obligasi M bernilai
nominal Rp.1 juta, kupon Bungan 10%, durasi untuk obligasi itu adalah 0,9762 tahun.

Misalkan ada obligasi yang sama persis karakteristiknya, dengan jangka waktu yang lebih
panjang, yakni 2 tahun. Berikut perhitungan durasi untuk obligasi tersebut :

20
Tahun Aliran Kas PVIF Present Proporsi PV Rata-Rata
(5%) Value Aliran Aliran Kas Tertimbang
Kas Jangka
(1) (2) (3) (5) Waktu
(4)=(2)x(3) (6)=(5)x(1)
0,5 50.000 0,952381 47.619,05 0,047619 0,02381
1 50.000 0,907029 45.351,47 0,045351 0,045351
1,5 50.000 0,863838 43.191,88 0,043192 0,064788
2 1.050.000 0,822702 863.837,6 0,863838 1,727675
1.000.000 1 1,861624

Durasi untuk obligasi tersebut adalah 1,86 tahun, meningkat dari durasi sebelumnya yakni
0,9672 tahun.

Misalnya ada obligasi lain yang karakteristiknya sama persis dengan obligasi M, tetapi yield
(tingkat bunga yang berlaku) meningkat menjadi 12%, berikut adalah perhitungan durasinya.

Tahun Aliran Kas PVIF Present Proporsi PV Rata-Rata


(6%) Value Aliran Aliran Kas Tertimbang
Kas Jangka
(1) (2) (3) (5) Waktu
(4)=(2)x(3) (6)=(5)x(1)
0,5 50.000 0,943396 47.169,81 0,048051 0,0240
1 1.050.000 0,889996 934.496,3 0,951949 0,9519
981.666,1 1 0,9759

Terlihat bahwa durasi turun dari 0,9762 tahun menjadi 0,9757 tahun. Hasil ini menunjukan
bahwa yield yang meningkat, maka durasi akan menurun.

Misalkan ada obligasi lain yang sama persis karakteristiknya dengan obligasi M, namun dengan
kupon bunga yang lebih tinggi, misal 15%

Tahun Aliran Kas PVIF Present Proporsi PV Rata-Rata


(6%) Value Aliran Aliran Kas Tertimbang
Kas Jangka
(1) (2) (3) (5) Waktu
(4)=(2)x(3) (6)=(5)x(1)
0,5 75.000 0,952381 71.428,57 0,068256 0,0341
1 1.075.000 0,907209 975.056,7 0,931744 0,9318
1.046.485 1 0,9659

21
Terlihat bahwa durasi turun dari 0,9762 menjadi 0,9659. Hasil tersebut menunjukan bahwa
durasi akan semakin menurun jika kupon harga meningkat.

2.4.4. Interpretasi Ekonomi Durasi

Hubungan antara durasi dengan perubahan harga bisa dirumuskan sebagai berikut :

dP/P = -D [dR/ (1+R)]

D/ (1+R) bisa diringkaskan dan ditulis menjadi MD (Modficated Duration) sehingga formula
diatas dapat dituliskan menjadi :

dP/P = - MD . dR

dimana MD = (D / (1+R)). Misalkan ada obligasi dengan nilai nominal Rp. 1 juta, kupon bunga
10%, jangka waktu 5 tahun. Tingkat bunga yang berlaku sama dengan kupon bunga yakni 10%.
Misalkan tingkat Bungan naik menjadi 10,1% (naik 0,1% atau naik 10 basis point atau 10 bps),
berapa perubahan harga obligasi tersebut?

Durasi obligasi tersebut adalah 4,1699 tahun. Dengan menggunakan formula durasi,
perhitungan perubahan harga adalah :

dP/P = -D [ dR/ (1+R) ]

dP/P = -4,1699 (0,001/ (1+0,1)) = - 0,003791 atau – 0,3791%

harga obligasi tersebut akan turun nilainya sebesar 0,3791%, atau akan turun dari Rp. 1 juta
menjadi Rp 996.209 (penurunan sekitar Rp 3.791). Jika nilai penuruna dihitung secara
langsung , maka akan diperoleh angka seperti berikut :

100.000 1.100.000
harga obligasi = + ………+ = 996.219
(1+0,101)1 (1+0,101)5

Dengan menggunakan metode durasi, penurunan yang diprediksi adalah Rp 996.209.


sedangkan penurunan yang sesungguhnya adalah Rp 996.219. Dalam hal ini metode durasi
cukup akurat memprediksi penurunan harga obligasi, meskipun ada selisih. Bagian berikutnya
(masalah konveksitas) akan membahas penyebab selisih antara yang di prediksi dengan
kenyataannya.

22
Semakin besar durasi, maka akan semakin besar potensi perubahan nilai pasar akibat perubahan
tingkat bunga. Dengan kata lain, semakin besar durasi, akan semakin besar risiko perubahan
tingkat bunga yang akan dihapadi oleh suatu perusahaan.

Selisih tersebut dikarenakan perubahan bunga memiliki bentuk nonlinear, sedangkan durasi
mengasumsikan perubahan yang bersifat linear. Penyesualian konveksitas bisa digunakan
untuk meningkatkan akurasi metode durasi.

2.4.5. Imunisasi dengan Metode Durasi


a. Ketidaksesuaian Durasi Aset dengan Kewajiban (Duration Mismatch)

jika suatu perushaan memilki durasi yang berbeda antara asset dengan kewajibannya, maka
perusahaan tersebut menghadapi risiko perubahan tingkat bunga. Semakin besar perubahan
tersebut (nilai absolut), maka semakin besar risiko yang dihadapi perusahaan tersebut.
Misalkan, perusahaan memiliki neraca seperti pada tabel berikut :

Aktiva Pasiva
Obligasi jangka waktu 10 tahun, Pinjaman jangka pendek, bunga 15%, jangka
Nilai nominal Rp10 juta, kupon bunga = 15% waktu 2 tahun,
Obligasi jangka waktu 20 tahun Nilai nominal = Rp18 juta
Nilai nominal Rp10 juta, kupon bunga = 15% Modal saham = Rp2 juta
Total asset Rp20 juta Total pasiva Rp20 juta

Misalkan tingkat bunga yang berlaku adalah 15%, durasi untuk obligasi asset pertama bisa
dihitung dan nilainya adalah 5,77 tahun. Durasi untuk obligasi asset kedua adalah 7,198 tahun
jika perusahaan mempunyai beberapa asset atau kewajiban, durasi portofolio asset/ kewajiban
bisa dihitung sebagai rata-rata tertimbang durasi asset/ kewajiban individualnnya, seperti
berikut :

DA = w1 A1 + …… + wn An

DL = w1 L1 + …… + wn Ln

Dengan demikian durasi asset adalah :

DA = (10 juta/ 20juta) (5,77) + (10 juta/ 20 juta) (7,198) = 6,48 tahun

Durasi unutk kewajiban (pinjaman jangka waktu 2 tahun) bisa dihitung dan nilainya 1,87 tahun.
Gap durasi bisa dihitung sebagai berikut :

23
Gap durasi = DA – DL = 6,48 – 1,87 = 4,61 tahun

Gap yang positif menunjukan bahwa jika tingkat bunga naik, perusahaan akan mengalami
kerugian. Sebaliknya, jika gap menunjukan angka negative, kenaikan tingkat bunga akan
menguntungkan perusahaan. Semakin tinggi gap durasi, semakin tinggi risiko perubahan
tingkat bunga yang dihadapi perusahaan.

b. Imunisasi Modal Saham

misalkan suatu perusahaan ingin melakukan imunisasi agar perubahan tingkat bunga tidak
berpengaruh terhadap nilai modal perusahaan tersebut. Dengan menggunakan durasi,
perusahaan bisa melakukan imunisasi dengan cara menyamakan durasi asset dengan durasi
kewajibannya dikalikan dengan factor hutang (leverage), seperti berikut :

∆𝐸 = −[𝐷𝐴 − 𝐷𝐿. 𝑘] × 𝐴 × (∆𝑅/(1 + 𝑅))

Di mana k = L/A (L = hutang, A = asset). Jika DA = DL.k maka ∆E = 0 dan dengan demikian
perubahan tingkat bunga tidak akan memengaruhi modal saham. Kembali ke contoh tabel
neraca bank di muka, di mana durasi asset adalah 6,48 tahun. Untuk mengimunisasi modal
saham, bank bisa menyusen kewajibannya agar mempunyai durasi sedemikian rupa sehingga
DA = DL.k, di mana k = 18 juta/ 20 juta = 0,9. Durasi kewajiban agar persamaan tersebut
terpenuhi adalah :

DL = 6,48/ 0,9 = 7,1 tahun

Misalkan bank kemudian menerbitkan obligasi tanpa kupon (zeroes) dengan jangka waktu 7,1
tahun. Supaya nilai pasar obligasi adalah 18 juta (modal saham adalah Rp2 juta, dan total pasiva
sama dengan total asset yaitu Rp20 juta), dan dengan bunga (implicit) adalah 15%, maka nilai
nominal obligasi tersebut adalah :

Nilai pasar zeroes = Nilai nominal / (1+r)t

Nilai nominal = 18 juta × (1+0,15)7,1 = Rp48. 554.241

Berarti bank menerbitkan obligasi tanpa kupon dengan nilai nominal sekitar Rp48 juta.
Misalkan bunga yang berlaku tiba-tiba naik menjadi 17%. Nilai pasar obligasi asset berubah
menjadi total Rp17. 924.726. nilai obligasi kewajiban yang berupa obligasi zeroes (tanpa
kupon) menjadi :

24
Nilai Pasar Zeroes = 48.554.241/ (1+017)7,1 = Rp15.926.031

Struktur neraca baru sesudah bunga meningkat menjadi 17%, bisa dilihat pada tabel berikut :

Aktiva Pasiva
Obligasi jangka waktu 10 tahun, Obligasi tanpa kupon
Nilai nominal Rp10 juta, Nilai nominal = Rp48.554.241
Kupon bunga = 15% Rp9.068.279 Jangka waktu 7,1 tahun
Obligasi jangka waktu 20 tahun Rp15.926.031
Nilai nominal Rp10 juta, Modal saham
Kupon bunga = 15% Rp8.874.447 Rp2.016.695
Total asset Rp17.924.726 Total pasiva Rp17.942.726

Perhatikan bahwa nilai modal saham bank tersebut tidak berubah, tetap Rp2 juta (ada selisih
karena pembulatan-pembulatan). Dengan kata lain, perubahan tingkat bunga tidak
mempengaruhi modal saham bank tersebut.

c. Imunisasi Rasio Modal

dalam beberapa situasi, bank ingin mengimunisasi rasio modal (capital adequacy). Contohnya,
regulator (Bank Sentral) barangkali menetapkan rasio kecukupan modal adalah 8%. Jika bank
ingin mengimunisasi rasio modal, maka bank akan membuat durasi asset sama dengan durasi
kewajiban, seperti berikut ini :

DA = DL

Dalam contoh dimuka, dimana durasi asset adalah 6,48 tahun, maka bank perlu membuat durasi
kewajiban menjadi 6,48 tahun. Misalkan, bank menerbitkan obligasi tanpa kupon, maka nilai
nominal yang diperlukan adalah (tingkat bunga implist adalah 15%) :

Nilai nominal = 18 juta × (1+0,15)6,48 = Rp43.967.493

Rasio modal bank tersebut adalah Rp2 juta/ Rp20 juta = 0,1 atau 10%. Jika bank ingin
mempertahankan rasio tersebut, maka bank akan menyamakan durasi asset dengan durasi
kewajibannya, misalnya dalam hal ini adalah 6,48 tahun.

25
Misalkan tingkat bunga menjadi 17%. Total nilai asset turun menjadi Rp17.942.726. Nilai
pasar kewajiban bisa dihitung menjadi :

Nilai pasar zeroes = 43.967.493/ (1+0,17)6,48 = 16.122.191

Nilai modal saham = Nilai asset - Nilai Kewajiban

= 17.942.726 – 16.112.191

= 1.820.535

Rasio modal terhadap total asset baru = (1.820.535)/ (17.942.762) = 0,10146 atau 10,15%.
Rasio itu sama dengan rasio sebelumnya (ada selisih karena pembulatan). Dengan kata lain,
rasio modal bisa di imunisasi dari perubahan tingkat bunga.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa jika risiko tersebut tidak
dikelola dengan baik, risiko tersebut bisa mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi
perusahaan (khususnya bank). Risiko perubahan tingkat bunga bisa mengakibatkan
ketidakpastian pendapatan bunga dan ketidakpastian harga pasar. Ketidakpastian pendapatan
bunga terjadi karena bunga investasi (pendapatan) atau bunga pendanaan (biaya) bisa berubah
dengan arah yang tidak diharapkan, sehingga mengakibatkan kerugian. Ketidak pastian harga
pasar terjadi karena perubahan bunga bisa mengakibatkan perubahan harga pasar, khususnya
penurunan harga pasar (kerugian). Ada beberapa metode untuk mengukur perubahan risiko
bunga, yaitu metode penilaian kembali, metode jangka waktu dan metode durasi. Metode
pertama berbasis perubahan pendapatan. Metode jangka waktu dan durasi berbasis perubahan
harga pasar. Metode durasi memperbaiki kelemahan metode jangka waktu dalam pengukuran
perubahan tingkat bunga. Jika metode jangka waktu hanya memperhatikan saat jatuh tempo
suatu instrumen keuangan, maka metode durasi memperhatikan timing dari semua aliran kas
yang akan diterima oleh perusahaan Imunisasi bisa dilakukan dengan menyamakan durasi
antara aset dengan kewajiban

27
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Mamduh M. (2009). Manajemen Risiko. (Edisi Kedua). Yogyakarta : Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YKPN.

iii

Anda mungkin juga menyukai