Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Profil Lipid
1. Definisi
Istilah lipid meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan
minyak yang umum dikenal di dalam makanan, malam, fosfolipida, sterol
dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh
manusia. Lipida mempunyai sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut
nonpolar, seperti etanol, eter, kloroform dan benzena (Almatsier, 2004).
Lemak di dalam tubuh dibedakan atas lemak yang merupakan bagian sel,
lemak yang merupakan simpanan energi dan lemak metabolik. Lemak
yang merupakan bagian sel berfungsi memperkuat sel terutama sebagai
bagian membran sel. Fosfolipida merupakan bagian terbesar lemak pada
membran sel. Lemak yang merupakan simpanan energi berbentuk
trigliserida, kebanyakan berupa lemak jenuh dan lemak tak jenuh tunggal.
Jenis lemak dalam makanan sehari-hari mempengaruhi susunan lemak
simpanan. Simpanan energi di dalam tubuh berbentuk lemak karena lemak
dapat menyimpan energi lebih dari dua kali energi di dalam karbohidrat
sehingga memerlukan tempat yang lebih kecil (Marmi, 2014).
Lemak yang merupakan simpanan energi berupa jaringan lemak.
Sebagian jaringan lemak berupa lemak putih seperti yang terdapat di
bawah kulit dan sekitar organ. Lemak tubuh yang mengandung lebih
banyak darah tampak kecokelatan dan hanya terdapat di bagian tertentu
tubuh. Lemak metabolik merupakan lemak yang mengalami perubahan
metabolik, menghasilkan zat khusus yang mempunyai arti penting secara
hayati maupun gizi. Pelepasan energi yang terdapat di dalam lemak
simpanan didahului oleh lemak itu ke dalam bentuk metabolik yang dapat
diuraikan (Marmi, 2014).
2. Fungsi Lipid
Berbagai fungsi lipid atau lemak di dalam makanan dan tubuh manusia
yaitu:

6
7

a. Memberi rasa gurih, sehingga makanan menjadi lebih enak dan lebih
beraroma.
b. Menghasilkan kekenyangan lebih lama dari pada karbohidrat dan
protein karena waktu mencernanya paling lama.
c. Memperkecil volume makanan sumber energi karena kandungan energi
di dalam lemak lebih dari dua kali kandungan lemak di dalam
karbohidrat dan protein.
d. Sebagai sumber zat yang dibutuhkan oleh tubuh, terutama asam lemak
esensial dan vitamin yang larut dalam lemak.
e. Lemak dapat disimpan sebagai cadangan energi berupa jaringan lemak.
f. Lapisan lemak di bawah kulit merupakan insulator sehingga tubuh
dapat mempertahankan suhu normal.
g. Lemak merupakan bantal pelindung bagi organ vital seperti bola mata
dan ginjal.
h. Lemak diperlukan dalam penyerapan vitamin A, D, E, K yang larut
dalam lemak (Marmi, 2014).

3. Jenis-Jenis Lipid
a. Kolesterol total
Kolesterol adalah senyawa lemak kompleks, yang 80% dihasilkan
dari dalam tubuh (organ hati) dan 20% sisanya dari luar tubuh (zat
makanan). Itu artinya, kolesterol yang berada dalam zat makan yang
kita konsumsi dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.
Kolesterol sangat penting bagi tubuh. Oleh karena itu, tubuh
memproduksinya sendiri karena alam semesta tidak akan membiarkan
manusia memperoleh apa pun yang mereka butuhkan hanya dari
makanan. Jika seseorang menyantap makanan yang sepenuhnya bebas
kolesterol, tubuh sendiri akan memproduksi sekitar 1000 mg kolesterol
yang dibutuhkan agar bisa berfungsi dengan baik. Tubuh memiliki
kemampuan untuk mengatur jumlah kolestrerol dalam darah dengan
memproduksinya lebih banyak ketika makanan tidak menyediakan
jumlah yang cukup. Pengaturan sintesis atau pembentukan kolesterol
adalah suatu proses yang cerdas yang dikendalikan secara baik oleh
8

tubuh (Kurniadi dan Nurrahmani, 2015).


Sistem tersebut dalam tubuh terjadi seperti halnya thermostat
pemanas. Dalam hal ini, thermostat adalah protein yang mampu
merasakan kandungan kolesterol dalam suatu sel. Ketika dirasakan
kolesterol dalam sel terlalu rendah, maka protein tersebut akan memberi
sinyal kepada gen-gen untuk membuat kolesterol. Sel tersebut akan
membuat kolesterol dan juga lebih banyak protein pada permukaan sel
yang nantinya akan menangkap partikel LDL (Low Density
Lipoprotein) yang beredar di dalam darah (Kurniadi dan Nurrahmani,
2015).
Semua sel tubuh dapat membentuk kolesterol yang dibutuhkan.
Namun, hati sebagai pabrik kolesterol yang sangat efisien mampu
mengekspor sebagian besar kolesterol yang dibuatnya keseluruh tubuh.
Hati mengemas kolesterol menjadi lipoprotein yang bisa diantar ke sel-
sel di seluruh tubuh sebagai tambahan pasokan selain yang dibuat oleh
sel itu sendiri. Pasokan dari hati ini sangat penting bagi area-area tubuh
yang menggunakan banyak kolesterol, seperti testis pada laki-laki dan
indung telur pada perempuan, tempat hormon-hormon seks diproduksi
(Kurniadi dan Nurrahmani, 2015).
Kolesterol (C27H45OH) adalah alkohol steroid, semacam lemak
yang ditemukan dalam lemak hewani, minyak, empedu, susu, kuning
telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan sebagian kecil diserap
dari diet. Keberadaan dalam pembuluh darah pada kadar tinggi akan
cenderung membuat endapan/kristal yang akan mempersempit atau
menyumbat pembuluh darah (Sutedjo, 2008).
Tubuh menggunakan kolesterol untuk membuat:
1) Hormon seks (yang sangat penting bagi perkembangan dan
fungsi organ seksual).
2) Hormon korteks adrenal (penting bagi metabolisme dan
keseimbangan garam dalam tubuh).
3) Vitamin D (tanpa vitamin D kita tidak bisa menyerap kalsium
untuk tubuh kita).
9

4) Garam empedu (yang membantu usus menyerap lemak) (Heslet,


2004).
Tabel 2.1 Kadar Total Kolesterol
Kadar
No. Total Kolesterol Darah
(mg/dl)
1. Normal ≤200
2. Sedang / Ambang Batas Tinggi (borderline high) 200-239
3. Tinggi ≥240
Sumber: National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult Treatment
Panel III (ATP-III) 2002.

b. Trigliserida
Trigliserida merupakan senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam
lemak yang teresterisasi menjadi gliserol, disintesis dari karbohidrat dan
disimpan dalam bentuk lemak hewani. Dalam serum dibawa oleh
lipoprotein, merupakan penyebab utama penyakit arteri dibanding
kolesterol. Peningkatan trigliserida biasanya diikuti oleh peningkatan
VLDL (Very Low Density Lipoprotein). Pada peristiwa hidrolisis
lemak-lemak ini akan masuk dalam pembuluh darah dalam bentuk
lemak bebas (Sutedjo, 2008).
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak bukan kolesterol yang
terdapat dalam darah dan berbagai organ tubuh. Dari sudut ilmu kimia,
trigliserida merupakan substansi yang terdiri dari gliserol yang
mengikat gugus asam lemak. Konsumsi makanan yang mengandung
lemak akan meningkatkan kadar trigliserida. Lemak yang berasal
dari buah-buahan seperti kelapa, durian dan alpukat tidak mengandung
kolesterol tetapi kadar trigliseridanya tinggi (Soeharto, 2004).
Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor yang dapat
memengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti kegemukan,
konsumsi alkohol, gula dan makanan berlemak. Trigliserida merupakan
lemak darah yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol,
peningkatan berat badan, diet tinggi gula atau lemak serta gaya hidup.
Peningkatan trigliserida akan menambah risiko terjadinya penyakit
jantung dan stroke (Kurniadi dan Nurrahmani, 2015).
10

Tabel 2.2 Ambang Batas Trigliserida dalam Darah


Kadar
No. Trigliserida Darah
(mg/dl)
1. Normal ≤150
2. Ambang Batas Tinggi 151-199
3. Tinggi 200-499
4. Sangat Tinggi ≥500
Sumber : National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult Treatment
Panel III (ATP-III) 2002.

c. HDL atau kolesterol baik


HDL (High Density Lipoprotein) merupakan salah satu dari tiga
komponen lipoprotein yaitu kombinasi lemak dan protein, mengandung
kadar protein tinggi, sedikit trigliserida dan fosfolipid, mempunyai sifat
umum protein dan terdapat pada plasma darah, disebut juga lemak baik
yang membantu membersihkan penimbunan plak pada pembuluh darah
(Sutedjo, 2008).
Kolesterol HDL mengangkut lebih sedikit kolesterol daripada LDL
(Low Density Lipoprotein), HDL mampu membuang kelebihan
kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati untuk di
proses dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan
melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis. Dari hati,
kolesterol diangkut oleh lipoprotein bernama LDL untuk dibawa ke sel-
sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel otot jantung, otak dan lain-
lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol
akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL untuk
dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke
dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu (Kurniadi dan
Nurrahmani, 2015).
Tabel 2.3 Kadar HDL Kolesterol
Kadar
No. HDL Kolesterol Darah
(mg/dl)
1. Rendah ≤40
2. Tinggi ≥40
Sumber : National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult Treatment
Panel III (ATP-III) 2002.
11

d. LDL atau kolesterol jahat


LDL (Low Density Lipoprotein) adalah lipoprotein dalam plasma
yang mengandung sedikit trigliserida, fosfolipid sedang dan kolesterol
tinggi. LDL mengandung paling banyak kolesterol dari semua
lipoprotein dan merupakan pengirim kolesterol utama dalam darah. Sel-
sel tubuh memerlukan kolesterol untuk bisa tumbuh dan berkembang
sebagaimana mestinya. Sel-sel ini memperoleh kolesterol dari LDL.
Walaupun demikian jumlah kolesterol yang bisa diserap oleh sebuah
sel ada batasannya. Oleh karena itu makin banyak lemak jenuh atau
makan makanan yang mengandung kolesterol yang tinggi akan
mengakibatkan kadar kolesterol dalam darah tinggi (Sutedjo, 2008).
Koleterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak di dalam
darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol
dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit
jantung koroner sekaligus target utama dalam pengobatan. Kolestrol
yang berlebihan dalam darah akan mudah melekat pada dinding sebelah
dalam pembuluh darah. Selanjutnya, LDL akan menembus dinding
pembuluh darah melalui lapisan sel endotel dan kemudian masuk ke
lapisan dinding pembuluh darah yang lebih dalam yaitu intima
(Kurniadi dan Nurrahmani, 2015).
LDL memiliki kecenderungan melekat di dinding pembuluh darah
sehingga dapat menyempitkan pembuluh darah. LDL ini bisa melekat
karena mengalami oksidasi atau dirusak oleh radikal bebas. LDL yang
telah menyusup ke dalam intima akan mengalami oksidasi tahap
pertama sehingga terbentuk LDL yang teroksidasi. LDL teroksidasi
akan memicu terbentuknya zat yang melekat dan menarik monosit
menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam intima (Kurniadi dan
Nurrahmani, 2015).
LDL yang teroksidasi juga menghasilkan zat yang dapat mengubah
moonosit yang telah masuk ke dalam intima menjadi makrofag.
Sementara itu LDL teroksidasi akan mengalami oksidasi tahap kedua
menjadi LDL yang teroksidasi sempurna yang dapat mengubah
makrofag menjadi sel busa. Sel busa yang terbentuk akan saling
12

berikatan membentuk gumpalan yang semakin lama makin besar


sehingga membentuk benjolan yang mengakibatkan penyempitan
lumen pembuluh darah (Kurniadi dan Nurrahmani, 2015).
Timbunan lemak di dalam lapisan pembuluh darah (plak kolesterol)
membuat sauran pembuluh darah menjadi sempit sehingga aliran darah
kurang lancar. Plak kolesterol pada dinding pembuluh darah bersifat
rapuh dan mudah pecah, meninggalkan luka dalam pembuluh darah
yang dapat mengaktifkan pembekuan darah. Karena pembuluh darah
sudah mengalami penyempitan dan pengerasan oleh plak kolesterol,
maka bekuan darah ini mudah menyumbat pembuluh darah secara total
(Kurniadi dan Nurrahmani, 2015).
Untuk menilai tinggi rendahnya kadar LDL dalam darah, umumnya
kita membandingkan dengan angka standard dari NCEP.

Tabel 2.4 Kadar LDL Kolesterol


Kadar
No. LDL Kolesterol Darah
(mg/dl)
1. Optimal ≤100
2. Mendekati Optimal 100-129
3. Garis Batas Tinggi (borderline high) 130-159
4. Tinggi 160-189
5. Sangat Tinggi ≥190
Sumber : National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult Treatment
Panel III (ATP-III) 2002

4. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kadar Lipid Darah


Faktor faktor yang dapat mempengaruhi kadar lipid darah dapat dibagi
menjadi 2 macam, yaitu faktor risiko yang dapat dikendalikan (eksternal)
dan yang tidak dapat dikendalikan (internal).
a) Faktor risiko yang dapat dikendalikan
1) Konsumsi gizi (makanan)
Masukan energi yang berlebihan baik energi yang berasal dari
karbohidrat, lemak, protein maupun alkohol dapat mempertinggi
trigliserida dan kadar kolesterol dalam darah (Gotera, dkk., 2006).
Bila kita makan banyak lemak jenuh atau bahan makanan yang kaya
13

akan kolesterol, kadar LDL kolesterol dalam darah kita tinggi,


kelebihan LDL-C akan melayang-layang dalam darah dengan risiko
penumpukan atau pengendapan kolesterol pada dinding pembuluh
darah arteri (Soeharto, 2004).
Jumlah kalori dan sumber kalori (energi) yang digunakan
mempunyai hubungan dengan kenaikan kadar kolesterol di dalam
darah. Berikut ini nilai kalori (energi) dari zat makanan yang
berfungsi sebagai sumber energi yang utama adalah sebagai berikut:
Protein; 4 kal/ gram, Lemak; 9 kal/ gram, Karbohidrat; 4 kal/ gram
(Huli, 2001).
Berdasarkan keterangan di atas ternyata lemak mengandung nilai
kalori yang tertinggi, semakin tinggi kalori dan bersumber dari
lemak, akan meningkatkan kadar kolesterol di dalam darah.
Keterkaitan kadar kolesterol dengan konsumsi lemak sebagai sumber
kalori menunjukkan peningkatan, sebab lemak sendiri memberikan
nilai tambah terhadap kenaikan kadar kolesterol (Almatsier, 2004).
2) Diabetes
Kadar gula darah biasanya naik sesudah makan, oleh sebab itu
pankreas memproduksi hormon insulin untuk penyerapan gula oleh
sel-sel tubuh dan untuk membatasi penggunaan lemak. Ini dengan
cepat menyebabkan kadar gula menurun. Dalam kasus diabetes,
produksi insulin oleh pankreas berkurang, atau mungkin terhenti
sama sekali. Karena itulah maka kadar gula darah meningkat sampai
melampaui batas sesudah makan. Selain gangguan metabolisme
gula, konversi lemak oleh tubuh juga terganggu, yang menyebabkan
kadar lemak darah meningkat. Bagi penderita diabetes, kenaikan
kadar lemak darah sangat meningkatkan risiko penyakit jantung
yang disebabkan oleh arteriosklerosis. Dengan demikian maka
sangat penting bagi penderita diabetes untuk mengontrol gula darah
dan di atas segalanya membuat perubahan susunan menu yang perlu
untuk menekan peningkatan kolesterol dan lemak darah. Penderita
diabetes dengan kadar kolesterol dan lemak darah yang tinggi selalu
14

diberi pengobatan tahap dini untuk menurunkan kadar kolesterol dan


lemak darah yang tinggi (Heslet, 2004).
3) Kegemukan
Gemuk dapat diartikan dengan kelebihan berat badan ketika
kondisi seseorang dimana berat badan dan tinggi badannya tidak
seimbang sedangkan obesitas adalah lebih mengacu pada pada orang
gemuk yang melampaui batas. (Tiurma dan Tyas, 2015).
4) Konsumsi minum beralkohol dan kopi
Kopi tanpa kafein, walaupun menyebabkan luka pada lambung,
diperbolehkan (sampai tiga cangkir ukuran 237 ml sehari). Konsumsi
alkohol berlebihan meningkatkan aliran adrenalin, yang
menyempitkan pembuluh darah dan menyebabkan kenaikan tekanan
darah. Selain itu juga menyebabkan gangguan irama dan fungsi
jantung. Alkohol penuh dengan kalori kosong dan mudah diubah
menjadi lemak. Jumlah konsumsi alkohol yang dianjurkan tidak
lebih dari tiga gelas seminggu (Braverman, 2007).
5) Rokok
Risiko yang ditimbulkan oleh kebiasaan buruk ini sudah tidak
asing lagi. Perokok membuka dirinya terhadap risiko serius
arteriosklerosis dan penyakit jantung. Orang yang menghisap 20
batang rokok atau lebih sehari mempunyai risiko 2 kali lipat
mendapat penyakit jantung dibandingkan dengan orang yang bukan
perokok. Diperlukan waktu kira-kira setahun bagi bekas perokok
untuk mengurangi risiko sebanyak–banyaknya. Merokok
memberikan risiko yang jauh lebih besar daripada kelebihan berat
badan. Jadi mereka yang tidak mau berhenti merokok karena takut
kegemukan sebenarnya salah besar (Heslet, 2004).
Alasan yang tepat mengapa merokok demikian berbahaya
belum dipahami sepenuhnya, tetapi sudah diketahui bahwa:
a) Merokok akan meningkatkan kecenderungan sel-sel darah untuk
menggumpal dalam pembuluhnya dan kecenderungan ini
melekat dalam lapisan pembuluh darah. Ini meningkatkan risiko
15

pembentukan gumpalan darah atau trombus, yang bisanya terjadi


di daerah-daerah yang terpengaruh oleh arteriosklerosis (Heslet,
2004).
b) Merokok menurunkan jumlah HDL (High Density Lipoprotein)
dalam darah. Merokok mengurangi kemampuan HDL
menyingkirkan kolesterol darah yang berlebihan dan kolesterol
dari daerah-daerah yang terpengaruh oleh arteriosklerosis (Heslet,
2004).
Hasil penelitian Framingham Heart Study menunjukkan bahwa
merokok menurunkan kadar HDL Kolesterol. Penelitian dilakukan
terhadap 2000 orang laki-laki dan 2000 orang perempuan yang
berusia 20-49 tahun. Penurunan HDL pada laki- laki rata-rata
sebanyak 4,5 mg/ dl dan pada perempuan 6,5 mg/ dl. Pada
penelitian itu, faktor yang penting adalah jumlah batang yang
dihisap perhari dan bukan lamanya seseorang tersebut telah
merokok (Soeharto, 2004).
Perokok dibagi menjadi tiga kategori, yaitu perokok ringan (1-
10 batang perhari), perokok sedang (11-20 batang perhari) dan
perokok berat (lebih dari 20 batang perhari). Klasifikasi perokok
juga dapat ditentukan oleh Indeks Brinkman (IB) dengan rumus:
jumlah rata-rata konsumsi rokok perhari (batang) x lama merokok
(tahun), dengan hasil perokok ringan 0-199, perokok sedang 200-
599 dan perokok berat >600 (Bustan, 2007).
6) Stres
Stres merupakan salah satu risiko terjadinya dislipidemia,
karena disamping dapat memicu adrenalin juga dapat meningkatkan
kadar kolesterol. Walaupun stres dibutuhkan dalam hidup ini, tetapi
stres kronis yang berkepanjangan justru akan merusak
keseimbangan fungsi tubuh. Syaraf simpatis dipacu setiap saat dan
adrenalinpun meningkat dalam tubuh. Tekanan darah akan
meningkat bersamaan dengan meningkatnya kadar kolesterol darah.
Hal ini yang akhirnya akan membebani jantung dan merusak
16

pembuluh darah koroner (Huli, 2001).


Belum dapat dipastikan pengaruh apa yang ditimbulkan stres.
Belum ada seorang pun yang sepakat tentang apa sebenarnya stres
itu. Keadaaan seperti ini membuat sulit untuk menyelidiki pengaruh
yang ditimbulkan oleh stres terhadap perkembangan
arteriosklerosis. Stres itu sendiri dapat meningkatkan pengeluaran
hormon stres oleh tubuh, yang berakibat naiknya tekanan darah.
Belum dapat dipastikan apakah ini mendorong arteriosklerosis.
Tetapi stres mendorong seseorang untuk melakukan kebiasaan yang
merugikan, bahkan merusak, seperti minum minuman keras dan
merokok sampai berlebih-lebihan di samping makan secara tidak
beraturan. Maka agak sulit mengatakan seberapa dominan stres
dalam konteks ini, yang pasti, untuk menghindari stres dan
mencoba melepas segala ketegangan secara sistematis itu mudah
mengatakannya daripada melakukannya. Tetapi apa pun yang
terjadi, stres tidak boleh dibiarkan mendorong perilaku gaya hidup
yang buruk (Heslet, 2004).
7) Olahraga
Olahraga dapat memperbaiki profil lemak darah, yaitu
menurunkan kadar kolesterol total, LDL kolesterol dan trigliserida.
Bahkan yang paling baik adalah dapat memperbaiki HDL, yaitu
suatu jenis kolesterol yang kadarnya sulit untuk dinaikkan. Di
samping itu berbagai faktor risiko seperti hipertensi, obesitas dan
diabetes mellitus dapat diturunkan dengan menjalankan olahraga
menggunakan durasi dan frekuensi yang tepat (Almatsier, 2004).
Berolahraga secara teratur meningkatkan pembakaran lemak
dan kolesterol. Hasil yang dicapai dari berolahraga sesuai dengan
rutinitas dan jenis latihan yang dilakukan. Penelitian ilmiah
menunjukan bahwa olahragawan mempunyai kadar kolesterol biasa
yang lebih rendah dan kadar HDL kolesterol yang lebih tinggi
(Heslet, 2004).
Berolahraga keras dapat meningkatkan jumlah HDL kolesterol
17

dalam darah sampai 20-30%. Dengan demikian maka ada


kemungkinan bahwa kemampuan HDL menyingkirkan kolesterol
biasa meningkat selama latihan fisik, karena hal itu menunjang
pengumpulan sel-sel HDL dalam darah. Walaupun demikian,
perubahan ini tidak tahan lama. Kalau Anda berhenti olahraga,
kadar HDL kolesterol dan kolesterol bisa kembali ke kadar semula
sebelum latihan olahraga dimulai. Dengan demikian maka perlu
dilakukan latihan secara teratur kalau kita ingin memperbaiki kadar
kolesterol dalam tubuh (Heslet, 2004).
Olahraga apa pun yang anda lakukan, penting sekali untuk
memulainya perlahan-lahan dan meningkatkannya secara
berangsur-angsur. Dan kalau anda mempunyai kelebihan berat
badan atau kalau anda rentan terhadap penyakit jantung maka
paling baik berkonsultasi dulu dengan dokter sebelum
merencanakan program latihan olahraga secara teratur (Heslet,
2004).
Perbaikan lemak darah membutuhkan waktu beberapa minggu
atau beberapa bulan, dipengaruhi oleh kadar lipid dan keluaran
kalori mingguan. Olahraga tidak bisa instan, namun harus
dilakukan secara rutin paling tidak selama 12 minggu. Untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, idealnya latihan dilakukan lima
kali seminggu, selama 30 menit (di luar pemanasan dan
pendinginan). Bagi pemula bisa memulainya 2-3 kali seminggu,
lalu 3-5 kali seminggu dan setiap hari. Dalam 12 minggu latihan
yang dilakukan secara rutin dan berkelanjutan, hasilnya baru akan
terlihat yaitu ada perbaikan profil lipid dan pembakaran kalori
sebanyak lebih dari 2000 kkal per minggu, dengan target 200 – 300
menit latihan per minggu (Kurniadi dan Nurrahmani, 2015).
b) Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
1) Umur / Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko alami. Pada usia 45
tahun pria lebih rentan dari wanita terkena penyakit degeneratif salah
18

satunya hiperkolesterolemia. Faktor usia jelas berpengaruh terhadap


kadar kolesterol seseorang. Hal ini terjadi karena semakin tua,
kemampuan mekanisme kerja bagian-bagian organ tubuh seseorang
juga akan semakin menurun. Semakin lama usia organ tubuh itu
bekerja maka semakin menumpuk pula kotoran-kotoran, dalam hal
ini kolesterol yang menyertai aktivitas organ tubuh tersebut
(Muchtadi, 2009).
Pertambahan usia meningkatkan risiko penyakit degeneratif
secara nyata pada pria maupun wanita. Semakin bertambah umur,
bertambah pula kadar kolesterol di dalam darah. Tetapi, dalam
pengamatan dijumpai aterosklerosis pada umur 40-50 tahun yang
terbanyak dijumpai, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor risiko
menjadi satu (Sitepoe, 1992).
2) Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
penyakit jantung dan pembuluh darah jika dibandingkan dengan
perempuan pada usia tertentu. Risiko laki-laki untuk terkena
penyakit tersebut melampaui risiko pada perempuan setelah usia
remaja sampai usia sekitar limapuluhan. Menurut A. Maksimin dan
kawan-kawan dalam buku Heart Therapy, disebutkan bahwa
perempuan dan laki-laki dikatakan berisiko sama yaitu pada usia
sekitar limapuluh tahun ke atas. Pada tahun-tahun pre-menopause
perempuan dilindungi oleh hormon estrogen yang tidak dimiliki
oleh kaum laki-laki. Hormon estrogen dapat mencegah
terbentuknya plak pada arteri dengan menaikkan kadar HDL dan
menurunkan kadar LDL, namun setelah masa menopause lewat
kadar estrogen pada perempuan menurun. Oleh karena itulah
perempuan yang sudah mengalami menopause memiliki risiko yang
lebih tinggi dibandingkan sebelum menopause. Dengan demikian
hormon estrogen dianggap sebagai proteksi terhadap terjadinya
dislipidemia (Darmojo, 1999).
19

3) Riwayat keluarga dislipidemia


Hasil studi pada pakar ilmu kedokteran menunjukkan bahwa
berbagai penyakit berhubungan dengan genetik atau keturunan.
Dalam suatu keluarga terlihat adanya keterkaitan antara ketahanan
atau kerentanan terhadap penyakit dan hubungan keluarga.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian dari populasi
yang ada tidak dapat menurunkan kolesterol hanya dengan
melakukan diet saja. Walaupun dalam beberapa kasus kolesterol
darah menunjukkan peningkatan karena mengkonsumsi lemak
jenuh. Kejadian ini biasanya ditandai dengan kadar kolesterol total
di atas 400 mg/dl atau kadar HDL di bawah 35 mg/dl pada usia
relatif muda pada satu keluarga, meskipun pada orang ini justru
rajin berolahraga, pola makan kaya serat dan jarang mengkonsumsi
lemak hewani tetapi kadar kolesterol darahnya masih tetap tinggi
(Heslet, 2004).
5. Metabolisme Lemak
Metabolisme adalah penguraian dan pembentukan kembali zat gizi di
dalam tubuh. Proses ini dimulai dengan tahap pemasukan zat gizi yang
dalam keadaan normal melalui proses makan. Pencernaan lemak lebih
rumit dari pada pencernaan karbohidrat dan protein karena lemak tidak
larut di dalam air. Di dalam mulut dan lambung terdapat enzim pengurai
lemak, namun hampir seluruh pencernaan lemak terjadi di dalam usus
halus (Marmi, 2014).
Segera setelah masuk ke dalam usus halus terjadi sekresi hormon
kolesistokinin. Hormon ini mengakibatkan kandung empedu berkontraksi
dan mengeluarkan empedu ke dalam duodenum. Empedu mengemulsi
lemak, yaitu memecah lemak menjadi globula sangat kecil dan berada
dalam keadaan suspensi (menyebar) sehingga dapat diuraikan oleh enzim
pengurai lemak. Empedu bersifat basa, membantu menetralkan gumpalan
yang bersifat asam. Suasana basa diperlukan agar enzim pengurai lemak
yang diproduksi oleh pankreas dan sel-sel usus halus tetap bekerja.
Penguraian lemak menghasilkan monogliserida, digliserida, asam lemak
20

dan gliserol. Selanjutnya hasil uraian lemak bergabung lagi dengan


empedu, membentuk misel yang larut di dalam air. Misel inilah yang dapat
melalui usus sehingga hasil uraian lemak dapat diserap (Marmi, 2014).
Setelah mengantar hasil uraian lemak, empedu kembali ke kantung
empedu. Gliserol dan asam lemak berantai pendek dan sedang diserap
langsung ke dalam sirkulasi darah, karena larut dalam air. Selama dalam
sirkulasi darah menuju sel, lemak bergabung dengan albumin darah untuk
membawanya. Gliserida dibentuk kembali di dalam sel usus menjadi
trigliserida. Trigliserida ini bergabung dengan suatu protein menjadi
kilomikron, sejenis lipoprotein. Kilomikron masuk ke dalam sirkulasi
limfe, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah. Sampai di sel, lemak
digunakan kembali untuk membangun atau disimpan sebagai cadangan
energi atau dugunakan untuk menghasilkan energi (Marmi, 2014).
Lipoprotein selain kilomikron juga dapat dibentuk oleh hati dan usus
untuk mengangkut lipida. Misalnya, lipoprotein pengangkut kolesterol.
Lipoprotein berdensitas rendah (LDL) mengangkut kolesterol dari hati ke
sel tubuh. Lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) mengangkut kolesterol
dari sel ke hati. Makin banyak LDL, makin tinggi kadar kolesterol dalam
darah. Sebaliknya makin banyak HDL, makin rendah kadar kolesterol
dalam darah (Marmi, 2014).
6. Sumber Lemak
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak
kelapa, kelapa sawit, kacamg tanah, kacang kedelai, jagung dan
sebagainya), mentega, margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan
ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan
ayam gemuk, krim, susu, keju dan kuning telur, serta makanan yang
dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah sangat sedikit
mengandung lemak (Almatsier, 2004).
Kolesterol di dalam tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis di
dalam hati. Bahan bakunya diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak.
Jumlah yang disintesis bergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang
diperoleh dari makanan. Kolesterol hanya terdapat di dalam makanan asal
21

hewan. Sumber utama kolesterol adalah hati, ginjal dan kuning telur.
Setelah itu daging, susu penuh dan keju serta udang dan kerang. Ikan dan
daging ayam mengandung sedikit sekali kolesterol (Almatsier, 2004).
Mungkin tidak semua orang indonesia sering makan daging merah atau
makanan serba daging. Meskipun begitu, ternyata banyak orang Indonesia
yang terkena penyakit jantung akibat penumpukan lemak trans. Dari
berbagai penelaahan salah satu alasan kenapa lemak trans bisa menyumbat
pembuluh darah adalah karena kebiasaan orang Indonesia yang sangat
senang mengkonsumsi makanan serba gorengan. Padahal gorengan yang
banyak mengandung lemak trans akan memicu kenaikan kolesterol yang
pada akhirnya akan meningkatkan risiko penyakit jantung (Kurniadi dan
Nurrahmani 2015).
Munculnya industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan
dengan memberikan zat adiktif untuk mengawetkan dan agar memberikan
cita rasa bagi produk sebuah produk makanan. Sebagai contoh yaitu
makanan cepat saji yang terdiri dari lauk-pauk dalam kemasan, mie instan,
nugget, sosis, ayam goreng, kentang goreng, hamburger dan lain-lain.
Makanan cepat saji memiliki beberapa kandungan yaitu tinggi kalori,
tinggi lemak, tinggi garam, tinggi kadar gula dan rendah kandungan serat.
Jumlah kalori makanan cepat saji berkisar antara 40-60% berasal dari
lemak. Makanan cepat saji sebaiknya tidak dikonsumsi terlalu sering,
maksimal dikonsumsi 1 kali sebulan (Kurniadi dan Nurrahmani 2015).
7. Kadar Kolesterol dengan Penyakit Kardiovaskuler
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara kadar kolesterol dalam darah dengan peyakit kardiovaskuler. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh klinik riset lipid di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sama antara kadar kolesterol
dengan risiko penyakit jantung. Selain itu penelitian ini juga menemukan
bahwa untuk setiap penurunan 1% kadar kolesterol darah maka akan
terjadi penurunan risiko terhadap timbulnya penyakit jantung koroner
sebesar 2 %. Sedangkan National Cholesterol Education Program (NCEP)
menyimpulkan bahwa menurunkan total kolesterol dan LDL kolesterol
22

dengan diet, olahraga, obat dan metode yang lain dapat menurunkan
terjadinya penyakit jantung koroner (Huli, 2001).

B. Kegemukan
1. Definisi Kegemukan
Definisi gemuk atau kegemukan sangat bervariasi tergantung
bagaimana seseorang memandangnya. Secara umum kegemukan adalah
kelebihan lemak tubuh yang dialami oleh seseorang. Pada kondisi normal,
lemak tubuh berfungsi sebagai cadangan energi, pengatur suhu tubuh dan
fungsi-fungsi lainnya. Namun, bila lemak tubuh berlebih, akan disimpan di
dalam tubuh sebagai caangan lemak. Inilah yang menimbulkan kegemukan
(Mumpuni, Y. dan Wulandari, 2010).
Secara ideal, pada tubuh seorang terdiri dari 25-30% lemak, sedangkan
pada laki-laki 18-23%. Apabila lemak tubuh melebihi 30% pada
perempuan dan melebihi 25% pada laki-laki maka orang tersebut sudah
bisa dikategorikan gemuk (Mumpuni, Y. dan Wulandari, 2010).
Sebagian besar orang pasti ingin mendapatkan tubuh yang ideal, tidak
gemuk tidak pula kurus. Masalah yang sering terjadi adalah ketika
seseorang mengalami peningkatan berat badan secara tidak terkendali.
Inilah yang menyebabkan seseorang mengalami kegemukan (Mumpuni, Y.
dan Wulandari, 2010).
Kegemukan tidak terjadi secara instan, tetapi perlahan-lahan
berdasarkan jumlah cadangan lemak yang terus bertambah karena
cadangan tersebut tidak digunakan untuk beraktivitas. Dengan demikian,
tidak ada pembakaran kalori dan cadangan lemak akan terus bertambah
sieiring bertambahnya lemak di dalam tubuh (Mumpuni, Y. dan
Wulandari, 2010).
2. Tingkatan Kegemukan
Kegemukan pada dasarnya bertingkat-tingkat. Semakin banyak lemak
di dalam tubuh, maka tingkat kegemukannya semakin besar. Untuk
mengetahui tingkat kegemukan dapat dilakukan dengan pemeriksaan
antropometri tubuh. Antropometri adalah studi yang menelaah tentang
23

ukuran tubuh manusia. Saat ini antropometri banayak digunakan untuk


keperluan keilmuan, baik ilmu kesehatan maupun di luar ilmu kesehatan
(Par’i, 2016).
Pemeriksaan antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi
badan, berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak tubuh (triceps, biceps,
subscapula dan suprailliaca). Pengukuran antropometri bertujuan
mengetahui status gizi berdasarkan suatu ukuran tubuh menurut ukuran
tubuh lainnya, misalnya berat badan dengan tinggi badan menurut umur
(BB dan TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar
lengan atas menurut umur (LLA/U), lingkar lengan atas menurut tinggi
badan (LLA/TB) (Irianto, 2006).
Pengukuran anthropometri merupakan cara yang paling sering
digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a. Alat antropometri murah, mudah dibawa dan tahan lama.
b. Hasil ukuran tepat dan akurat.
c. Dapat mendeteksi riwayat gizi masa lalu, serta dapat mengidentifikasi
status gizi baik, sedang, kurang dan buruk (Par’i, 2016).
Pengukuran anthropometri juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
a. Tidak sensitif karena tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi
tertentu seperti kekurangan zink dan lainnya.
b. Faktor di luar gizi seperti aktivitas atau infeksi dapat menurunkan
spesifikasi dan sensitivitas alat.
c. Kesalahan waktu pengukuran dapat mempengaruhi hasil.
d. Kesalahan dapat terjadi karena cara pengukuran, alat ukur, kesulitan
dalam melakukan pengukuran atau perubahan hasil pengukuran (Par’i,
2016).
Pengukuran antropometri yang biasa digunakan untuk mengukur
kegemukan adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Cara ini digunakan untuk
mengetahui status gizi orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih (Irianto,
2006). Indeks Massa Tubuh atau biasa dikenal dengan BMI (Body Mass
Index), adalah salah satu cara untuk menganalisa bagaimana berat badan
memiliki risiko terhadap penyakit. Ini didasarkan atas berat badan tanpa
24

pakaian atau tinggi badan tanpa sepatu (Bull, 2007). IMT dihitung sebagai
berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter
dikuadratkan (m2) dan tidak terikat pada jenis kelamin. IMT secara
signifikan berhubungan dengan kadar lemak total sehingga dengan mudah
mewakili kadar lemak tubuh. Saat ini, IMT secara internasional diterima
sebagai alat untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan dan obesitas
(Hill, 2005).
Indeks massa tubuh memiliki kelebihan, yaitu:
a. Pengukuran sederhana dan mudah dilakukan.
b. Dapat menentukan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Indeks massa tubuh juga memiliki kekurangan, yaitu:
a. Hanya dapat digunakan untuk menentukan status gizi orang dewasa
(usia 18 tahun ke atas).
b. Tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
olahragawan.
c. Tidak dapat digunakan untuk menentukan status gizi bagi orang
yang menderita sakit edema, asites dan hepatomegali (Irianto, 2006).
Untuk mengukur indeks massa tubuh (IMT) harus dilakukan
penimbangan berat badan dalam kilogram dan pengukuran tinggi badan
dalam meter, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT =
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Berikut ini adalah Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut


Depkes RI (1996) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5 Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan IMT
Kategori IMT (Kg/m2)
Kurus tingkat berat <17,0
Kurus tingkat ringan 17,0-18,5
Normal ≥18.5-25,0
Gemuk tingkat ringan ≥25,0-27,0
Gemuk tingkat berat ≥27,0
Sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1996
25

3. Tipe Kegemukan
Tipe kegemukan ada bermacam-macam, secara umum dibedakan
sebagai berikut:
a. Berdasarkan bentuk tubuh
1) Kegemukan tipe buah apel
Pria yang mengalami kegemukan tipe buah apel, biasanya
menyimpan lemak di bawah kulit dinding perut dan rongga di perut
sehingga gemuk di perut dan mempunyai bentuk tubuh seperti buah
apel. Kegemukan buah apel ini sering disebut kegemukan sentral
atau terpusat karena lemak banyak berkumpul di rongga perut dan
karena banyak terdapat pada laki-laki disebut juga sebagai
kegemukan tipe android (Mumpuni, Y. dan Wulandari, 2010).

Gemuk di perut

Gambar 2.1 Bentuk tubuh Apel


Sumber: dinkeskebumen.wordpress.com/2014/04/07/595

2) Kegemukan tipe buah pir


Kelebihan lemak pada perempuan disimpan di bawah kulit
bagian daerah pinggul dan paha sehingga tubuh berbentuk seperti
buah pir. Kegemukan tipe buah pir ini juga disebut sebagai
kegemukan perifer karena lemak berkumpul di pinggir tubuh, yaitu
di pinggul dan paha. Tipe ini banyak terdapat pada perempuan
26

sehingga disebut juga sebagai kegemukan tipe gynoid (Mumpuni,


Y. dan Wulandari, 2010).

Gemuk di pinggul

Gambar 2.2 Bentuk Tubuh Pir


Sumber: dinkeskebumen.wordpress.com/2014/04/07/595

b. Kegemukan berdasarkan keadaan sel lemak


1) Kegemukan tipe hyperplastik
Kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah sel lemak yang lebih
banyak dibandingkan keadaan normal tetapi ukuran sel-selnya
tidak bertambah besar. Kegemukan ini biasa terjadi pada masa
anak-anak (Mumpuni, Y. dan Wulandari, 2010).
2) Kegemukan tipe hypertropik
Kegemukan ini terjadi karena ukuran sel lemak menjadi lebih
besar dibandingkan dengan keadaan normal, tetapi jumlah sel tidak
bertambah banyak dari normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada
usia dewasa. Usaha untuk menurunkan berat badan pada kondisi ini
lebih mudah dibandingkan pada kegemukan tipe hyperplastik
(Mumpuni, Y. dan Wulandari, 2010).
3) Kegemukan tipe gabungan
Kegemukan terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak
melebihi normal. Pembentukan sel lemak baru terjadi segera
setelah derajat hypertropik mencapai maksimal dengan perantaraan
suatu sinyal yang dikeluarkan oleh sel lemak yang mengalami
27

hypertropik. Kegemukan ini bisa dimulai pada masa anak-anak dan


berlangsung terus sampai dewasa. Upaya untuk menurunkan berat
badan paling sulit dan risiko tinggi untuk terjadi komplikasi
penyakit (Mumpuni, Y. dan Wulandari, 2010).
4. Penyebab Terjadinya Kegemukan
Secara ilmiah, kegemukan terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih
banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Ada berbagai macam faktor yang
menyebabkan terjadinya kegemukan.
a. Faktor pola makan
Penyebab kegemukan yang tidak bisa di abaikan adalah faktor pola
makan. Terlalu banyak makan akan menyebabkan penambahan berat
badan terutama jika makanan yang dikonsumsi banyak mengandung
lemak dan gula, misalnya makanan siap saji, makanan yang digoreng,
makanan yang mengandung karbohidrat sederhana seperti gula, soft
drink (Mumpuni, Y. dan Wulandari, 2010).
b. Faktor aktivitas fisik
Kurangnya aktiivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama
dari meningkatnya kegemukan. Sesorang yang cenderung
mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas
fisik yang seimbang akan mengalami kegemukan. Kurang gerak atau
olahraga menyebabkan seseorang mengeluarkan energi (Mumpuni, Y.
dan Wulandari, 2010).
c. Faktor hormon
Kerja hormon juga sangat mempengaruhi kegemukan seseorang.
Perempuan lebih mudah gemuk terutama saat hamil, menopause dan
mengkonsumsi kontrasepsi oral. Kontrasepsi oral ini dapat memicu
penambahan nafsu makan sehingga bisa mengalami kegemukan
(Mumpuni, Y. dan Wulandari, 2010).
d. Faktor lingkugan
Faktor lingkungan mempengaruhi seseorang menjadi gemuk. Jika
seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk
adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan
28

cenderung menjadi gemuk. Gen merupakan faktor yang penting dalam


berbagai kasus kegemukan, tetapi lingkungan sesorang juga memegang
peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku atau pola
gaya hidup, misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang
makan serta bagaimana aktivitasnya (Mumpuni, Y. dan Wulandari,
2010).
e. Faktor genetik
Kegemukan cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki
penyebab genetik. Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi
juga makanan dan kebiasaan hidup, yang bisa mendorong terjadinya
kegemukan. Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya
pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya
seringkali dijumpai orang tua gemuk cenderung memiliki anak-anak
yang gemuk pula. Dalam hal ini tampaknya faktor genetik telah ikut
campur dalam dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh
(Mumpuni, Y. dan Wulandari, 2010).

C. Pemeriksaan Kolesterol
1. Metode Pemeriksaan Kolesterol
Pemeriksaan kolesterol darah adalah untuk mendeteksi kadar
kolesterol dalam tubuh seseorang. Dalam pemeriksaan kadar kolesterol
darah terdapat tiga metode yang berbeda yaitu :
a. Secara kolorimetri metode Liberman-Burchard
Dasarnya adalah kolesterol dengan asam asetat anhidrat dan asam
sulfat pekat membentuk warna hijau kecoklatan. Absorbansi diukur
pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm. Kelemahan
dari metode ini adalah perbedaan penimbunan warna antara reaksi
ikatan dari steroid selain kolesterol, interpretasi, haemoglobin, bilirubin,
iodide, salisilat, vitamin dan vitamin D (Andayani, 2016).
Prinsipnya : Kolesterol dengan asam acetat anhidrid dan asam sulfat
pekat membentuk warna hijau kecoklatan. Absorben warna ini
sebanding dengan kolesterol dalam sampel (Andayani, 2016).
29

b. Secara enzimatik metode CHOD-PAP (Cholesterol Oxidase Diaminase


Peroksidase Aminoantipyrin)
Kadar kolesterol dapat ditentukan secara kuantitatif dengan metode
enzimatis atau kimiawi. Metode tersebut menggunakan serum atau
plasma secara langsung untuk pengujian, atau tidak langsung dengan
melakukan ekstraksi pelarut pada sampel atau prosedur isolasi lainnya
sebelum pengujian kolesterol. Metode langsung adalah sederhana,
mudah, dan siap disesuaikan untuk analisis otomatis (Burtis, dkk.,
1999).
Dalam metode langsung, gangguan yang terlihat pada sampel yang
keruh, lipemik, ikterik, atau mengalami hemolisis menjadi
pertimbangan penting. Bilirubin menyebabkan interferensi negatif
dalam metode enzimatis yang memproduksi kromofor berwarna karena
bilirubin bereaksi dengan H2O2, dengan demikian mengurangi jumlah
peroksida yang tersedia untuk pembentukan kompleks berwarna.
Bilirubin mungkin juga menimbulkan gangguan langsung karena
penyerapannya di sekitar 500 nm. Efek gangguan bilirubin dapat
diminimalkan dalam uji enzimatis dimana konsumsi oksigen diukur
secara elektrokimiawi (Burtis, dkk., 1999).
Dasarnya adalah kolesterol dibentuk setelah hidrolisa dan oksidase
H2O2 bereaksi dengan 4-aminoantipyrin dan phenol dengan katalisator
peroksida membentuk quinoneimine yang berwarna. Absorbansi warna
ini sebanding dengan kolesterol dalam sampel. Kelebihannya yaitu
terjadi reaksi dengan sterol tubuh yang bukan kolesterol (Leksono,
2016). Faktor yang mengganggu pada pemeriksaan ini adalah pada
sampel yang keruh, lipemik, ikterik atau mengalami hemodialis
(Andayani, 2016).
c. Secara kromatografi metode CHOD-IOD (Cholesterol Oxidase
Diaminase Iodium)
Dasarnya adalah penyabunan kolesterol teresterifikasi dengan
hidrolisa alkali, kemudian kolesterol yang tidak teresterifikasi
diekstraksi dalam media organik dan dilihat dengan standart internal.
30

Kelebihan metode ini cukup sensitif dan spesifik, serta sejumlah sampel
yang dibutuhkan adalah hasil yang diperoleh 3% lebih rendah
dibanding dengan kadar kolorimetri (Andayani, 2016).
31

D. Kerangka Teori

Lipid

HDL Kolesterol LDL Trigliserida


total

Faktor Risiko Faktor Risiko Yang


Dapat
Dikendalikan:
1. Konsumsi
Makanan dan
Minuman
2. Diabetes Mellitus
Umur Jenis Kegemukan 3. Alkohol dan Kopi
Kelamin 4. Rokok
5. Stres
6. Olahraga

Faktor Risiko Yang


Pemeriksaan Kolesterol Tidak Dapat
Dikendalikan :
Riwayat keluarga
Dislipidemi

Enzimatik
Kromatografi
Kolorimetri (CHOD-
(CHOD-IOD)
PAP)

Kadar Kolesterol Total

Gambar 2.3 Kerangka Teori Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin Dan
kegemukan Dengan Kadar Kolesterol Total Pada Guru SMAN
1 Sei. Raya Kabupaten Kubu Raya

Anda mungkin juga menyukai