Anda di halaman 1dari 18

100 tahun Gerakan Pemuda Indonesia 1908-2008

oleh Masad Masrur

Pemuda merupakan salah satu elemen bangsa yang selalu menjadi garda depan dalam
menghadapi berbagai persoalan bersama. Dalam sejarahnya, kelompok ini selalu melahirkan
berbagai pemikiran dan gerakan menuju perubahan dan perbaikan bangsa Indonesia. Peran
mereka sudah dimulai jauh sebelum lahirnya negara Indonesia.
Batasan pemuda di setiap negara berbeda-beda tergantung dari kebijakan pemerintahan di
negara yang bersangkutan. Di Indonesia, pengertian pemuda adalah penduduk yang berusia
antara 15 sampai dengan 35 tahun. Kiprah pemuda bisa kita lihat dari gerakan meraka sejak
sebelum momentum kebangkitan nasional (1908) hingga pasca reformasi sekarang ini.

I. Sebelum lahirnya Boedi Oetomo


Kejayaan Bangsa Indonesia dapat dibuktikan dengan berjayanya pada masa silam Kerajaan
Sriwijaya, Majapahit, Mataram dan lain-lain. Runtuhnya kerajaan itu adalah karena
terjadinya perpecahan dari dalam pemerintahan itu sendiri.
Pada abad ke-16 orang Balanda datang ke Indonesia, pada mulanya mereka disambut dengan
ramah tamah oleh bangsa Indonesia yang dikenal dengan keramah tamahannya. Lama
kelamaan bangsa Belanda menunjukkan sifat aslinya yaitu ingin menjajah bangsa Indonesia.
Walaupun demikian bangsa Belanda bukan tidak mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia,
terbukti dengan adanya perlawanan di Aceh oleh rakyat Aceh, yang dipimpin oleh Panglima
Polim, Cut Nyak Dien, Cut Mutia , Tengku Umar dan lain-lain, di Sumatera Barat oleh Imam
Bonjol, ditanah Batak oleh Sisingamangaraja, di Pulau jawa oleh Pangeran Diponegoro,
Sultan Ageng Tirtayasa, Untung Surapati dan lain-lain. Di Maluku oleh Pattimura di Sulawesi
oleh Hasanuddin, di Kalimantan oleh Pengeran Antasari dan banyak lagi perjuangan rakyat.
Para pemuda tergabung dalam gerakan melawan penjajah belanda ini. Mereka tetgabung
dalam berbagai peperangan melawan pemerintah Kolonial belanda di berbagai daerah di
Nusantara. Namun, perlawanan itu dapat dipatahkan oleh Belanda, karena perlawanan bangsa
Indonesia pada waktu itu masih bersifat kedaerahan dan perlawanan yang satu dengan yang
lainnya masih belum terorganisir, tujuan perjuangannya pun berbeda-beda, persenjataan yang
dimiliki kalah modern, Belanda sudah menggunakan senjata api,sedangkan perjuangan
bangsa Indonesia pada waktu itu masih senjata tradisionil, seperti rencong, keris, tombak,
panah, pedang, golok, badik, mandau dan lain-lain senjata daerah.

II. Dekade 1908-1918


Awal kebangkitan Nasional disebabkan beberapa faktor, baik dari dalam negeri maupun luar
Negeri, antara lain factor dalam negeri:
1. Makin banyaknya/makin tingginya kesadaran ingin bersatu.
2. Makin mengingkatnya semangat bangsa Indonesia ingin merdeka.
3. Makin banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia.
Faktor yang datang dari luar negeri adalah kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905, adalah
salah satu pendorong yang menimbulkan semangat bahwa bangsa kulit kuning, bangsa Asia
dapat mengalahkan bangsa kulit putih (Eropa).
Sebagai jawaban atas rasa keprihatinan tersebut, muncullah gagasan dan tindakan dari
beberapa pemuda Indonesia (Hindia Belanda) seperti Dr.Wahidin Sudirohusodo untuk
mengangkat harkat dan martabat bangsa dari belenggu kolonial Belanda. Dr. Wahidin
Sudirohusodo memanfaatkan peluang ini dari jalur pendidikan sebagai sarana yang tepat
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa
Indonesia.
Pemuda, waktu itu masih terkotak pada golongan priyayi dan kawulo alit (rakyat kecil) yang
masih belum terpelajar. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan kawan-kawan terjun ketengah-tengah
masyarakat untuk membangkitkan golongan priyayi agar bersedia mengulurkan tangan,
memberi pertolongan kepada rakyat untuk meningkatkan kecerdasannya. Dr. Wahidin
Sudirohusodo dengan biaya sendiri mengadakan perjalanan keliling Jawa untuk
mempropagandakan pendirian berdirinya Studifound, ini dilakukan pada tahun 1906-1907.
Pada tanggal 20 Mei 1908, atas prakarsa Dr.Wahidin S dan para Pemuda STOVIA, seperti
Sutomo, Gunawan, Suradji dan Suwardi Suryaningrat mengadakan rapat pertama di Jakarta,
dan berhasil mendirikan perkumpulan yang diberi nama Boedi Oetomo yang berarti kebaikan
yang diutamakan. Disinilah titik awal berdirinya perkumpulan-perkumpulan yang menjurus
kepada sifat nasionalisme dan patriotisme, karena setelah berdirinya Boedi Oetomo maka
bermunculanlah perkumpulan-perkumpulan dan pergerakan yang bersifat luas antara lain,
Serikat Dagang Islam tahun 1909, Indische Party tahun 1913. Muhammadiyah tahun 1912,
Nahdhatul Ulama tahun 1926. tahun ini pula, Ir. Soekarno mendirikan Partai Nasional
Indonesia (PNI).
Lahirnya Boedi Oetomo, 21 Mei 1908, mengawali gerakan pemuda Indonesia dalam sebuah
organisasi modern. Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat
begitu banyak kenangan berharga dan begitu banyak kenangan yang mengharukan, semua ini
membangkitkan kebanggaan pada tentang apa yang akan diperbuat pada masa yang akan
datang.
Tanggal itu dikenal sebagai hari Kebangkitan Nasional. Awal kebangkitan nasional bukanlah
terjadi dengan sendirinya, tetapi berawal dari rasa keprihatinan terhadap kebodohan,
kemiskinan dan keterbelakangan, ini disebabkan dari politik kolonial Belanda pada waktu itu,
mereka banyak mengambil keuntungan dari bumi pertiwi ini, Belanda menelantarkan
pendidikan Bangsa Indonesia, rakyat dibiarkan bodoh, melarat dan menderita.

III. Dekade 1918-1928


Berdiri perkumpulan pemuda diluar Jawa pada tahun 1918 dan menamakan diri Jong Java,
Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Pasundan, Jong Batak, Pemuda Betawi dan lain-lain.
Perkumpulan ini juga diikuti oleh perkembangan organisasi pemuda Hindia Belanda yang
sekolah di luar negeri.
Para pemuda inilah yang mengadakan kongres pemuda pertama tahun 1926 yang
menghasilkan perlunya mencanangkan suatu organisasi pemuda tingkat Nasional. Dan atas
usul perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) sebagai organisasi kemahasiswaan
pertama pada tanggal 26-28 Oktober 1928 diadakan kongres pemuda kedua.
Soempah Pemoeda kedua berlangsung di Batavia, setelah mereka mengadakan pembahasan,
mereka sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika bangsa Indonesia ingin merdeka, bangsa
Indonesia harus bersatu. Untuk itu mereka bersumpah yang terkenal dengan nama Soempah
Pemoeda yang diikrarkan pada akhir kongres yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928 yang
berbunyi: kami putra dan putri Indonesia mengaku bertanah air satu tanah Indonesia,
berbangsa satu bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia. Selain mengucapkan
sumpah, pemuda Indonesia yang berkongres tersebut juga melantunkan lagu Indonesia Raya
untuk yang pertama kalinya.

IV. Dekade 1928-1938


Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 dikenang sebagai lahirnya kesepakatan unsur-unsur
bangsa yang sangat heterogen untuk menjadi bangsa yang satu. Itulah saat resmi lahirnya
bangsa Indonesia, yang sebelumnya nomenklatur Indonesia belum digunakan untuk menamai
suatu bangsa, suatu bahasa, dan suatu tanah air. Meskipun serupa dalam semangatnya untuk
menyatukan nusantara, Soempah Pemoeda berbeda dengan Sumpah Palapa yang diucapkan
Mahapatih Gajah Mada. Sumpah Palapa menempatkan Kerajaan Majapahit sebagai pusat,
sementara Soempah Pemoeda ingin menyatu, membangun persatuan dalam napas kebebasan,
persaudaraan dan kesetaraan; bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu,
Indonesia.
Kolonial Belanda mulai menangkapi pemimpin-pemimpin organisasi kepemudaan itu yang
dinilai vokal antara lain. Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Dr. Tjipto
Mangunkusumo, Ki Hadjar Dewantoro dan banyak lagi pemimpin organisasi yang
ditangkapi, dibuang dan diasingkasn dari rakyatnya. Akan tetapi semangat untuk merdeka
tidak pernah padam dan malah bertambah subur berkat Soempah Pemoeda itu.
Pada dekade ini, banyak muncul partai-partai yang berjuang di dalam parlemen (volksraad)
maupun pada ranah sosial masyarakat. Partai-partai tersebut muncul dalam memperjuangkan
bangsa Indonesia dalam bentuk �menuju persiapan Indonesia merdeka�.
Pada tahun-tahun ini, juga dibentuk organisasi saya yang menghususkan pada gerakan
pemuda, misalnya Pemuda Ansor (Pemuda NU tahun 1934), Pemuda Muhammadiyah
tahun 1932. Pemuda Muslimin (1932), Nasyiatul aisyiyah (1931)

V. Dekade 1938-1948
Munculnya banyak partai pada tahun 1930-an ini makin menunjukkan bahwa bentuk
perlawanan bangsa Indonesia pada bentuk perlawanan �pemikiran� dibanding dengan
perlawanan fisik, seperti yang dilakukan oleh bangsa Indonesia pada abad ke-19. partai-partai
yang menonjol pada saat itu adalah PNI, Parindra, Gerindo dan lain-lain.
Tahun 1942, pecah Perang Asia Timur Raya. Jepang masuk dan menguasai Nusantara. Maka
dimulailah perlawanan pemuda-pemuda Indonesia kembali pada perlawanan fisik melawan
penjajah. Banyak pemuda dilatih oleh tentara jepang dalam PETA dan HEIHO. Namun
Jepang juga membentuk Romusha yang sangat membebani rakyat.
Jepang yang saat itu menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia justru mengalami kekalahan
setelah bom atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Dengan demikian,
pemuda Indonesia (golongan muda) mendesak supaya pemimpin (golongan tua) segera
memproklamirkan berdirinya Republik Indonesia. Pemuda-pemuda yang menonjol kala itu
adalah Adam Malik, Sukarni, Chaerul Saleh dan lain-lain.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dibacakan oleh Soekarno dan Hatta. Hal ini
dilakukan setelah pemuda mendesak mereka, bukan menunggu kompromi dnegan pemerintah
Jepang. Selayaknyalah peristiwa bersejarah yang demikian penting itu diperingati dengan
mendalami semangat yang terkandung dalam peristiwa itu.
Pemuda-pemuda Indonesia banyak melakukan perlawanan fisik menghadapi pasukan
Belanda yang datang kembali dengan membonceng Sekutu. Agresi Belanda I maupun II
(tahun 1947 dan 1948). Perlawanan ini banyak berlangsung di berbagai kota di Indonesia,
seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.
Banyak pula dibentuk organisasi pemuda Islam, seperti Gerakan Pemuda Islam (Oktober
1945), Pemuda Islam (April 1947), Angkatan Puteri Al-Washliyah (Juni 1947), Ikatan Putra
Putri Indonesia (1945), Gamki (1948), Pemuda Demokrat (1947), Pemuda Katolik (1947),
PMKRI (Mei 1947), Pelajar Islam Indonesia (Mei 1947) dan Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) yang didirikan oleh Lafran Pane dan kawan-kawan pada Februari 1947 di Sekolah
Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta. Dan organisasi lainnya.

VI. Dekade 1948-1958


Perlawanan pemuda Indonesia masih dalam bentuk perlawanan fisik hingga berlangsungnya
Konferensi Meja Bundar tahun 1949 di Den Haag, Belanda. Pada saat-saat inilah para
pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda, baik yang nasionalis meupun
keagamaan bermunculan. Hal ini adalah sesuai dengan atmosfer perjuangan pasca perang
kemerdekaan, yaitu perjuangan ideologi dan mencari identitas bangsa Indonesia.
Banyak lahir partai-partai politik pada dekade ini, sehingga banyak pula organisasi pemuda
yang lahir sebagai underbow dari partai-partai induk yang sudah mapan. Misalnya CGMI
(Pemuda PKI), GMNI (1954/pemuda PNI). Ataupun bentuk afiliasi politik organisasi pemuda
terhadap partai tertentu, misalnya HMI terhadap Masyumi. Organisasi-organisasi pemuda
yang lahir pada dekade ini adalah IPNU (1954) dan lain-lain sampai pada dekade berikutnya.

VII. Dekade 1958-1968


Organisasi-organisasi pemuda yang lahir pada dekade ini adalah Generasi Muda Mathla�ul
Anwar (1956), PMII (1960), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM tahun 1964), Gema
Budhis (1968) dan lain-lain. Kelahiran mereka yang secara ideologis muncul dengan asas
agama merupakan strategi untuk memperkuat jaringan ideologis-sosial-politik pemuda dalam
memperjuangkan identitas pada masa memasuki era revolusi 1965-1966.
Masa revolusi 1966 adalah puncak gerakan mahasiswa dan pemuda dalam memperjuangkan
perubahan nasib bangsa. Pemuda dan mahasiswa terlibat secara langsung pada masa revolusi
tersebut, yang juga mengakibatkan beberapa konflik fisik, seperti �pembantaian� kader-
kader (pemuda) PKI oleh pemuda-pemuda lawan ideologi-politik lain.
Pada saat Soeharto diangkat sebagai pejabat Presiden RI, pemuda mendukung penuh.
Bersama dengan ABRI, saat itu pemuda memberikan kesempatan kepada Orde Baru untuk
membangun negara, meski dalam beberapa hal, pemuda sering ditinggalkan oleh pemerintah.

VII. Dekade 1968-1978


Pemerintah Orde Baru mempersiapkan Pemilu 1971 dengan melakukan fusi partai hingga
menjadi 10 partai peserta Pemilu. Golkar yang menang dalam pemilu ini sebelumnya sempat
membentuk beberapa organisasi pemuda sayap golkar. Organisasi Pemuda yaitu Ikatan
Pemuda Karya (1969) juga lahir pada saat saat ini.
Pemerintah membentuk Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga untuk mengatur pemuda.
Komite Nasional Pemuda Indonesia (1973) juga terbentuk. KNPI ini memudahkan
pemerintah untuk memonitor gerakan mahasiswa, meski oleh pemuda tidak menguntungkan
karena pengawasan oleh pemerintah tersebut. Menghadapi ini, beberapa organisasi
pemuda/mahasiswa membentuk Kelompok Cipayung untuk membentuk opini bersama
menghadapi kebijakan pemerintah. Mereka adalah HMI, PMII, PMKRI, KMNI dan GMKI.
Gerakan pemuda kembali terkonsolidasi secara nasional pada tahun 1973-1974. Peristiwa
Malari 1974 adalah puncak gerakan pemuda atas kebijakan pemerintah Orde Baru yang tidak
transparan. Pemuda/mahasiswa merasa makin ditinggalkan oleh pemerintah, sehingga pada
peristiwa Malari ini banyak pemuda yang ditangkap oleh pemerintah Orde baru seperti
Syahrir, Arif Budiman dan lain-lain.
Sementara itu, pemerintah Orde Baru justru makin mengekang kebebasan pemuda/mahasiswa
agar tidak terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan politik. Menteri Pendidikan Daoed Joesoef
menandatangani kebijakan NKK-BKK tahun 1978, yang isinya membatasi kegiatan
mahasiswa hanya pada kegiatan akademis kampus. Banyak pula Koran dan surat kabar
dibreidel oleh pemerintah pada thun-tahun ini, sehingga pemuda dan mahasiswa makin sulit
bergerak melawan tekanan pemerintah.

VIII. Dekade 1978-1988


Dekade ini adalah puncak kekuasaan pemerintahan Orde Baru. Pemerintah memberlakukan
asas tunggal pancasila sebagai asas wajib partai maupun organisasi masa di Indonesia. Partai
politik yang tinggal 2 partai (PPP dan PDI) terpaksa tunduk agar tetap �bisa menjadi
penyeimbang� Golkar pada pentas Pemilu masa Orde Baru. Organisasi masa yang juga
terkena imbas dari kebijakan asas tunggal buru-buru mengambil sikap menerima agar tidak
tergusur oleh aturan pemerintah.
Begitu juga organisasi pemuda/mahasiswa. Ormas pemuda/mahasiswa banyak yang
�terpaksa mau� menerima asas Pancasila. Sementara, mereka banyak yang terpaksa
bergerak di �bawah tanah� agar tetap eksis, meski harus berurusan dengan intel
pemerintah. Kebijakan asas tunggal Pancasila ini efektif memecah gerakan
pemuda/mahasiswa. Efek yang sampai sekarang dirasakan adalah banyaknya potensi pemuda
yang terpaksa hilang akibat ketidakmauan mereka menerima asas Pancasila. PII (Pelajar
Islam Indonesia) misalnya, mereka terpaksa bubar dan bergerak illegal, karena tidak mau
menerima asas pancasila. Sementara Himpunan Mahasiswa Islam pecah menjadi dua.
Mulai muncul perlawanan terhadap pemerintah Orde Baru dengan gerakan-gerakan
konsolidasi pro-demokrasi, yang kemudian disebut oleh pemerintah sebagai Organisasi Tanpa
Bentuk/OTB, dan mulai terang-terangan pada tahun 1996-1998 mulai muncul bentuknya
seperti Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan lain-lain.

IX. Dekade 1988-1998


Krisis moneter yang memunculkan krisis multidimensi di Indonesia memunculkan
perlawanan yang lebih kongkrit oleh pemuda/mahasiswa. Banyak gerakan pro-demokrasi
yang muncul bersama gerakan pemuda/mahasiswa lainnya melakukan koordinasi nasional
dengan memunculkan gerakan reformasi.
Reformasi membuka kesempatan kepada ormas pemuda dan mahasiswa untuk kembali pada
asas mereka semula. Booming partai politik memberikan kesempatan pada pemuda dan
mahasiswa untuk membentuk dan menjadi pengurus partai dan terlibat langsung dalam
perebutan kursi di parlemen. Selama ini mahasiswa merasa ditinggalkan oleh pemerintah
ketika perjuangan menumbangkan rezim sudah berhasil, kesempatan masuk partai ini
membuka peluang pemuda/mahasiswa tersebut.
Selain partai politik, organisasi pemuda/mahasiswa banyak lahir pada kesempatan reformasi.
Ormas pemuda ini biasanya adlah sayap partai politik yang lahir pada masa reformasi itu juga
seperti Pemuda PAN dan lain-lain, juga seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) dan lain-lain. Reformasi ini juga membuka kesempatan pers untuk kembali bebas
dan demokratis.

1998-2008
Pemilu 1999 dan 2004 adalah momentum untuk tampilnya pemuda/mahasiswa pada
pergerakan nasional. Namun, masuknya pemuda di parlemen justru dipandang banyak
kalangan melenakan para pemuda pada kekuasaan dan lupa pada perjuangan reformasi
sebelumnya. Sehingga tantangan yang dihadapi pada saat ini adalah bukan semata-mata
pemerintah dan kebijakannya, tetapi internal pemuda sendiri yang tidak konsisten dalam
memperjuangkan reformasi. Pemuda sulit independen, justru pemuda banyak yang berjuang
demi kepentingan kekuasaan dan partai politik. Bukan memperjuangkan kepentingan rakyat
dan bangsa.*

Terbentuknya GP ANSOR (Pra Kemerdekaan)

Sejarah lahirnya GP Ansor tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kelahiran dan gerakan
NU itu sendiri. Tahun 1921 telah muncul ide untuk mendirikan organisasi pemuda secara
intensif. Hal itu juga didorong oleh kondisi saat itu, di mana-mana muncul organisasi pemuda
bersifat kedaerahan seperti, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, Jong Minahasa, Jong
Celebes dan masih banyak lagi yang lain.
Dibalik ide itu, muncul perbedaan pendapat antara kaum modernis dan tradisionalis.
Disebabkan oleh perdebatan sekitar tahlil, talkin, taqlid, ijtihad, mazhab dan masalah
furuiyah lainnya. Tahun 1924 KH. Abdul Wahab membentuk organisasi sendiri bernama
Syubbanul Wathan (pemuda tanah air). Organisasi baru itu kemudian dipimpin oleh Abdullah
Ubaid (Kawatan) sebagai Ketua dan Thohir Bakri (Peraban) sebagai Wakil Ketua dan
Abdurrahim (Bubutan) selaku sekretaris.

Setelah Syubbanul Wathan dinilai mantap dan mulai banyak remaja yang ingin bergabung.
Maka pengurus membuat seksi khusus mengurus mereka yang lebih mengarah kepada
kepanduan dengan sebutan “ahlul wathan”. Sesuai kecendrungan pemuda saat itu pada
aktivitas kepanduan sebagaimana organisasi pemuda lainnya.[2]

Setelah NU berdiri (31 Januari 1926), aktivitas organisasi pemuda pendukung KH. Abdul
Wahab (pendukung NU) agak mundur. Karena beberapa tokoh puncaknya terlibat kegiatan
NU. Meskipun demikian, tidak secara langsung Syubbanul Wathan menjadi bagian
(onderbouw) dari organisasi NU.

Atas inisiatif Abdullah Ubaid, akhirnya pada tahun 1931 terbentuklah Persatuan Pemuda
Nahdlatul Ulama (PPNU). Kemudian tanggal 14 Desember 1932, PPNU berubah nama
menjadi Pemuda Nahdlatul Ulama (PNU). Pada tahun 1934 berubah lagi menjadi Ansor
Nahdlatul Oelama (ANO). Meski ANO sudah diakui sebagai bagian dari NU, namun secara
formal organisasi belum tercantum dalam struktur NU, hubungannya masih hubungan
personal.

Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ‘’konflik'’ internal dan
tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh
modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di
bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab
Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya
menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk
mendirikan organisasi kepemudaan Islam.

Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul
Wahab ,yang kemudian menjadi pendiri NU membentuk wadah dengan nama Syubbanul
Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan
Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda
NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).

Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab (ulama besar sekaligus guru besar kaum
muda saat itu), yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW
kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan
agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan
terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat
Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada
nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam
menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus
dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).

Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum
dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan
pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10
Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian
(departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil
Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam (tanggal 24 April
itulah yang kemudian dikenal sebagai tanggal kelahiran Gerakan Pemuda Ansor).

Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang


mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor
Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II
ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya
dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam
yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah
Mayor TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan
sebagai salah satu jalan di kota Malang.

Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirkannya Banoe
di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama
yang menyangkut soal Banoe.

Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah


kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO
Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali
ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim – Menteri Agama RIS
kala itu, maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO
dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler
disingkat GP Ansor).

GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi
kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan,
keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang
(Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi)
hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus
Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah
masyarakat.

Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor
memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP
Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas
sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran
maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan
bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalm setiap pergantian
kepemimpinan nasional.

Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan

Gerakan Pemuda yang Bersifat Kesukuan dan Keagamaan

a. Trikoro Dharmo/Jong Java


Gerakan pemuda Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak berdirinya Budi Utomo.
Sebab para pendiri Budi Utomo sebenarnya para pemuda yang masih menjadi
murid-murid STOVIA. Namun sejak kongresnya yang pertama, Budi Utomo telah
diambil alih kaum priyayi (bangsawan) dan para pegawai negeri, sehingga para
pemuda kecewa lalu keluar dari Budi Utomo.

Pada 7 Maret 1915, para pemuda keluaran Budi Utomo mendirikan


organisasi pemuda yang disebut Trikoro Dharmo di Jakarta. Para
pemimpinnya antara lain: R. Sukiman Wiryosanjoyo (Ketua), Sunardi-
Wongsonegoro (wakil ketua), Sutomo (Sekretaris). Sementara itu, para
anggotanya: Muslich, Musodo, dan Abdul Rachman. Yang diterima
sebagai anggota hanya anak-anak sekolah menengah yang berasal dari
pulau Jawa dan Madura.

Trikoro Dharmo artinya “Tiga Tujuan Mulia”, yaitu: sakti, budi, dan bakti.
Adapun tujuan organisasi ini ialah:
(1) mempererat tali hubungan, antara murid-murid bumi putera pada
sekolah menengah dan perguruan kejuruan;
(2) menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya;
(3) membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan
kebudayaan Hindia;
(4) memperkokoh rasa persatuan dan persatuan di antara pemuda-
pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok; Pada tahun 1918 lewat
kongresnya yang pertama di Solo, nama Trikoro Dharmo diubah menjadi
Jong Java.

Hal ini dimaksudkan agar para pemuda di luar Pulau Jawa, tata sosialnya
berdasarkan budaya Jawa akan mau, memasuki Jong Java. Kegiatan Jong
Java berkisar pada masalah sosial dan kebudayaan, misalnya
pemberantasan buta huruf, kepanduan, kesenian. Jong Java tidak ikut
terjun dalam dunia politik dan tidak pula mencampuri urusan agama
tertentu. Bahkan para anggotanya dilarang menjalankan politik atau
menjadi anggota partai politik.

Akan tetapi, sejak tahun 1942, karena pengaruh gerakan radikal, maka
Syamsuridjal (ketuanya) mengusulkan agar anggota yang sudah berusia
18 tahun diberi kebebasan berpolitik dan agar Jong Java memasukkan
program memajukan agama Islam. Usul ini ditolak, akibatnya para
anggotanya yang menghendaki tujuan ke dalam dunia politik dan ingin
memajukan agam Islam mendirikan Jong Islamieten Bond. Organisasi ini
dipimpin Haji Agus Salim.

b. Jong Sumatranen Bond (9 Desember 1917)

Setelah Jong Java, para pemuda Sumatera yang belajar di Jakarta, pada
tanggal 9 Desember 1917 mendirikan organisasi serupa yang disebut Jong
Sumatranen Bond. Adapun tujuannya adalah:
(1) mempererat ikatan persaudaraan antara pemuda-pemuda pelajar
Sumatra dan membangkitkan perasaan bahwa mereka dipanggil untuk
menjadi pemimpin dan pendidik bangsanya.
(2) membangkitkan perhatian anggota-anggotanya dan orang luar untuk
menghargai adapt istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian dan Sejarah
Sumatra.

Untuk mencapai tujuan itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut:


(a) menghilangkan adanya perasaan prasangka etnis di kalangan orang-
orang Sumatera;
(b) memperkuat perasaan saling membantu;
(c) bersama-sama mengangkat derajat penduduk Sumatra dengan alat
propaganda, kursus, ceramah-ceramah dan sebagainya.

Berdirinya Jong Sumatranen Bond ternyata dapat diterima oleh pemuda-


pemuda Sumatera yang berada di kota-kota lainnya. Oleh karena itu,
dalam waktu singkat organisasi ini sudah mempunyai cabng-cabangnya di
Jakatra, Bogor, Serang, Sukabumi, Bandung, Purworejo, dan Bukittinggi.
Dari organisasi inilah kemudian muncul tokoh-tokoh nasional seperti Moh.
Hatta, Muh. Yamin, dan Sutan Syahrir. Atas kesadaran nasionalisme,
nama Jong Sumatranen Bond yang menggunakan istilah bahasa Belanda,
diubah menjadi Pemoeda Soematra.

c. Jong Ambon

Jong Ambon didirikan pada tahun 1918. Sebelum itu sebenarnya telah
lahor berbagai organisasi yang didirikan oleh orang-orang Ambon.
Misalnya: Ambons Studiefonds (1909) oleh Tehupeilory, Ambons Bond
(1911) untuk pegawai negeri, Mena Muria (1913) di Semarang, dan Sou
Maluku Ambon di Ambon.

Pada 9 Mei 1920, A.J Patty mendirikan Serikat Ambon di Semarang.


Tujuannya yaitu ntuk mempersatuakan semua organisasi Ambon, hingga
menjadi organisasi politik Ambon yang pertama. Karena ia sangat aktif
melakukan kampanye di mana-mana. Akhirnya ia ditangkap oleh
pemerintah kolonial dan diasingkan. Perjuangan berikutnya diteruskan
oleh Mr. Latuharhary.

d. Jong Minahasa dan Jong Celebes

Jong Minahasa dan Jong Celebes didirikan pada 25 April 1919 oleh tokoh-
tokoh muda Minahasa yaitu Samuel Ratulangie. Jong Minahasa tampaknya
sebagai lanjutan dari organisasi yang telah dibentuk sejak 1912 di
Semarang, yaitu Rukun Minahasa.

Tahun 1917 muncul pula organisasi Minahasa Celebes di Jakarta. Tetapi


dalam kenyataan Jong Minahasa dan Jong Celebes tidak bisa tumbuh
menjadi besar karena jumlah pelajar dari Sulawesi tidak begitu banyak.
e. Perkumpulan Pemuda Daerah lainnya

Dengan berdirinya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, suku-suku bangsa


lainnya juga tidak ketinggalan. Mereka ikut mendirikan organisasi
berbagai perkumpulan pemuda, antara lain:

(1) Sekar Rukun (1920), didirikan oleh para pemuda Sunda di Jakarta.
(2) Pemuda Betawi, didirikan oleh para pemuda asli Jakarta yang
dipimpin oleh Husni Thamrin.
(3) Timorsch Verbond, didirikan di makasar (8 Juni 1922) untuk suku
Timor
(4) Jong Batak Bond, didirikan untuk suku Batak pada tahun 1926.

f. Organisasi Pemuda yang bersifat Keagamaan

(1) Muda Kristen Djawi (MKD)


didirika pada tahun 1920. Mula-mula menggunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa pengantar dan pergaulan, akan tetapi akhirnya diganti dengan
bahasa Indonesia, Perkumpulan-Perkumpulan Pemuda Kristen (PPPK).

(2) Jong Islamieten Bond (JIB),


didirikan pada tanggal 1 januari 1925 oleh Syamsuridjal (Raden Sam).
Semula ia sebagai ketua Jong Java, oleh karena kedua usulnya dalam
kongres ditolak.

Ia bersama kawannya keluar dari Jong Java, kemudian mendirikan Jong


Islamieten Bond yaitu organisasi pemuda yang berdasarkan Islam.
Tujuannya adalah untuk mempererat persatuan dikalangan pemuda Islam
dan memajukan agama Islam bagi anggotaanggotanya.

Adapun kegiatannya antara lain: mengadakan kursus-kursus agama Islam,


darmawisata, olah raga dan seni,ceramah-ceramah dan study club,
menerbitkan majalah, brosur, buku-buku dan sebagainya.

(3) Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS).


Ini adalah organisasi pemuda di dalam lingkungan keagamaan (Diniyah
School). Organisasi ini didirikan oleh Zainuddin Labai El Yunusy di
Padang Panjang (Sumatra Barat) tanggal 10 Oktober 1915.

g. Organisasi-Organisasi Wanita Atas Dasar Emansipasi

Konsep egaliterianisme (persamaan) dalam Revolusi Prancis ternyata


menyangkut masalah bias gender. Kaum wanita yang sebelumnya
menjadi makhluk kedua sesudah pria, setelah Revolusi Prancis menjadi
lebih berani dan percaya diri bahwa mereka pun sama dengan kaum pria
yang memiliki tanggung jawab sosial yang relatif sama. Pergerakan
paham emansipasi pada gilirannya mencapai Indonesia pula yang tengah
dalam giatgiatnya membangun kesadaran kebangsaan.
Seperti halnya dengan para pemuda, kaum perempuan Indonesia tidak
ketinggalan dalam menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam
memperluas dan memperkuat perasaan kebangsaan. Mereka juga
mendirikan organisasi-organisasi kewanitaan, dengan menitik beratkan
perjuangannya pada perbaikan kedudukan sosial wanita.

Seperti halnya hal yang menyangkut perkawinan, keluarga, peningkatan


pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan wanita. Pada mulanya
gerakan mereka merupakan bagian dari organisasi lokal kedaerahan atau
keagamaan.

Sejarah Awal Perkumpulan Organisasi Gerakan Pemuda Indonesia - Sejarah


Pra Kemerdekaan RI

Sebelum Indonesia merdeka, negara kita memiliki berbagai organisasi kepemudaan yang
beranggotakan para pemuda-pemudi Indonesia baik yang bersifat nasional maupun
kedaerahan. Berikut ini adalah daftar beberapa organisasi perkumpulan pemuda di Indonesia :
1. Budi Utomo / Boedi Oetomo
Budu Utomo berdiri pada tahun 1908 yang pada awal mula berdirinya merupakan organisasi
pelajar yang ruang lingkupnya masih kedaerahan, namun pada perkembangannya berubah
menjadi organisasi perkumpulan pemuda nasional.
2. Trikoro Dharmo / Tri Koro Dharmo
Trikoro Dharmo adalah sebuah perkumpulan pemuda yang berasal dari Jawa pada tahun 1915
di gedung kebangkitan nasional. Organisasi ini kemudian mengubah nama menjadi Jong
Jawa pada kongres di Solo. Arti definisi / pengertian dari tri koro dharmo adalah Tiga Tujuan
Mulia.
3. Jong Sumatra Bond (Persatuan Pemuda Sumatra)
Organisasi oni berdiri pada tahun 1917 yang memiliki tujuan untuk mempererat hubungan
antar pelajar yang berasal dari sumatera. Beberapa toko terkenal dari organisasi ini yaitu
seperti M. Hatta dsan M. Yamin.
4. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia
Organisasi yang satu ini berdiri pada tahun 1925 yang diprakarsa oleh mahasiswa Jakarta dan
Bandung dengan tujuan untuk Kemerdekaan Indonesia.
5. Jong Indonesia
Perkumpulan pemuda dan pemudi ini didirikan pada tahun 1927 di Bandung di mana
kemudian organisasi ini diubah menjadi Pemuda Indonesia untuk yang berjenis kelamin laki-
laki dan Putri Indonesia bagi yang perempuan. Pemuda Indonesia membuat kongres di mana
pada kongres yang kedua menghasilkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
6. Indonesia Muda
Indonesia Muda adalah organisasi nasional yang lahir karena dorongan Sumpah Pemuda pada
tahun 1930 sebagai peleburan banyak organisasi pemuda daerah / lokal.
7. Organisasi Perkumpulan Daerah
Setelah muncul jong jawa dan jong sumatra bond, maka bermunculanlah organisasi lokal
kedaerahan lain seperti jong celebes, jong ambon, jong minahasa, dan lain sebagainya.

Tri Koro Dharmo


Sejak Boedi Oetomo beralih tangan dari golongan muda ke golongan tua pada kongres
pertamanya pada 5 Oktober 1908, timbul rasa ketidakpuasan di kalangan generasi muda.
Ketidakpuasan itu didasarkan pada gerak-langkah Boedi Oetomo yang cenderung konservatif
dan kurang menampung aspirasi para pemuda. Atas dasar itu, para pemuda membentuk suatu
perkumpulan sendiri yang dapat dijadikan tempat para pemuda dapat dididik untuk
memenuhi kewajibannya di kelak kemudian hari. (SNI V, hal 190)
7 Maret 1915, bertempat di Gedung Boedi Oetomo Stovia Jakarta, para pemuda sepakat
untuk mendirikan organisasi pemuda yang berfungsi sebagai tempat latihan bagi calon-calon
pemimpin bangsa atas dasar kecintaan kepada tanah airnya. Perkumpulan para pemuda itu
diberi nama Tri Koro Dharmo, yang mengandung arti tiga tujuan yang mulia. Jabatan ketua
diemban oleh oleh Satiman Wirjosandjojo, wakil ketuan Soenardi (Mr.Wongsonegoro), dan
sekertaris Soetomo. Pengurus lain diantaranya adalah Muslich, Musodo, dan Abdul Rachman.
Sesuai dengan namanya, Tri Koro Dharmo memiliki tujuan, yaitu: Menjalin pertalian antara
murid-murid bumi putera pada sekolah menengah, kursus perguruan kejuruan dan sekolah
vak, menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya, membangkitkan dan
mempertajam perasaan buat segala bahasa dan kebudayaan Hindia (Indonesia). Hal ini
dilakukan antara lain dengan menyelenggarakan berbagai pertemuan dan kursus, mendirikan
lembaga yang memberi beasiswa, menyelenggarakan berbagai pertunjukan kesenian, serta
menerbitkan majalah Tri Koro Dharmo.
Pada 12 Juni 1918, Tri Koro Dharmo yang sejak 1917 diketuai oleh Sutardiaryodirejo
melakukan kongres di Solo. Kongres itu menghasilkan dua keputusan, yaitu tentang ruang
lingkup keanggotaan dan nama organisasi, serta mengenai kepengurusannya. Nama Tri Koro
Dharmo yang sangat jawasentris diganti dengan nama Jong Java. Dengan begitu diharapkan
pemuda-pemuda Sunda, Madura, Bali, dan Lombok diharapkan bisa ikut memasuki
organisasi tersebut. Tujuan pengubahan organisasi adalah untuk membangun persatuan Jawa
Raya, yang dapat dicapai dengan jalan mengadakan suatu ikatan yang baik di antara murid-
murid sekolah menengah, berusaha meningkatkan kepandaian anggotanya, dan menimbulkan
rasa cinta terhadap budaya sendiri. Dalam kongres itu, dipilihlah Sukiman Wirjosandjojo
sebagai ketua. Beliau inilah yang di kemudian hari terpilih menjadi ketua Perhimpunan
Indonesia di Belanda.
Sampai kongres terakhirnya pada 23 Desember 1929, Jong Java telah sepuluh kali melakukan
kongres, dan menghasilkan keputusan-keputusan penting yang sangat berpengaruh terhadap
perjuangan para pemuda di masa selanjutnya. Keputusan-keputusan tersebut diantaranya
adalah :
Disetujuinya seorang wanita untuk duduk dalam pengurus besar dan anggota redaksi majalah
Jong Java, serta usaha untuk menterjemahkan surat-surat yang ditulis oleh Kartini. Ini berarti
pengakuan hak wanita disamakan dengan pria sebagai kelanjutan usaha emansipasi Kartini.
Pada kongres ketiganya, bahasa-bahasa daerah seperti Jawa, Bali, Sunda, Makasar, dan
Lombok boleh dipergunakan, asalkan dengan diterjemahkan dalam bahasa Belanda.
Adanya cita-cita untuk membangun Jawa Raya dengan jalan membina persatuan diantara
golongan-golongan di Jawa dan Madura untuk mencapai kemakmuran bersama. Walaupun
masih sebatas Jawa dan Madura, hal tersebut menjadi bibit awal bagi terbentuknya integrasi
bangsa.
Pada kongres Mei 1922 dan kongres luar biasa Desember 1922, dipertegas bahwa Jong Java
tidak akan mencampuri aksi atau propaganda di bidang politik. Jong Java tetap hanya akan
bergerak di masalah sosial, budaya, dan pendidikan saja. Jong Java hanya akan mengadakan
hubungan antara murid-murid sekolah menengah, mempertinggi perasaan terhadap budaya
sendiri, menambah pengetahuan umum anggotanya, dan menggiatkan olahraga. Raden
Samsurijal, ketua Jong Java pada Kongres VI di Yogyakarta, mengusulkan agar Jong Java
ikut bergerak di bidang politik dan lebih mengutamakan program memajukan Islam. Namun
kedua usulan tersebut ditolak, sehingga ia mengundurkan diri dari Jong Java dan membentuk
Jong Islamieten Bond.
Setelah kongres pemuda I pada tahun 1926, faham persatuan dan kebangsaan Indonesia
semakin meningkat di kalangan anggota Jong Java. Pada kongres VII 27-31 Desember 1926
di Surakarta, Jong Java yang diketuai Sunardi Djaksodipuro (Mr.Wongsonegoro) membuat
putusan untuk merubah tujuan dan ruang gerak organisasi tersebut. Tujuan tidak hanya
membangun Jawa Raya saja, tetapi pada saatnya nanti, Jong Java juga harus bercita-cita
membangun persatuan dan membangun Indonesia Merdeka. Ruang lingkup yang dirambah
organisasi tersebut juga mulai memasuki dunia Politik, setelah adanya putusan bahwa
anggota yang berusia lebih dari 18 tahun boleh mengikuti rapat-raapat politik, sedangkan
yang di bawah 18 tahun hanya boleh mengikuti kegiatan-kegiatan dalam seni, olah raga, dan
kepanduan. (Cahyo, B.U, hal 119)
Pada tahun 1928, organisasi ini siap bergabung dengan organisasi kepemudaan lainnya dan
ketuanya R. Koentjoro Poerbopranoto, menegaskan kepada anggota bahwa pembubaran Jong
Java, semata-mata demi tanah air. Oleh karena itu, maka terhitung sejak tanggal 27 Desember
1929, Jong Javapun bergabung dengan Indonesia Moeda

Jong Sumatranen Bond


Berdirinya Jong Java di Batavia memberikan inspirasi bagi pemuda-pemuda Sumatra yang
sedang belajar di Batavia untuk mendirikan organisasi serupa. Jong Sumatranen Bond (JSB)
adalah perkumpulan yang bertujuan untuk mempererat hubungan di antara murid-murid yang
berasal dari Sumatra, mendidik pemuda Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa serta
mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatra. Untuk mecapai tujuan tersebut, usaha-
usaha yang dilakukan antara lain adalah dengan menghilangkan adanya prasangka etnis di
kalangan orang Sumatra, memperkuat perasaan saling membantu, serta bersama-sama
mengangkat derajat penduduk Sumatra dengan jalan menggunakan propaganda, kursus,
ceramah-ceramah, dan sebagainya.
Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta. JSB memiliki delapan
cabang, enam di Jawa meliputi Batavia, Bogor, Bandung, Serang, Sukabumi, dan Purworejo,
serta dua di Sumatra, yakni di Padang dan Bukittinggi. Beberapa tahun kemudian, para
pemuda Batak keluar dari perkumpulan ini dikarenakan dominasi pemuda Minangkabau
dalam kepengurusannya. Para pemuda Batak ini membentuk perkumpulan sendiri, Jong
Batak.
Kelahiran JSB pada mulanya banyak diragukan orang. Salah satu diantaranya ialah redaktur
surat kabar Tjaja Sumatra, Said Ali, yang mengatakan bahwa Sumatra belum matang bagi
sebuah politik dan umum. Tanpa menghiraukan suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra
tetap mendirikan perkumpulan sendiri. Kaum tua di Minangkabau menentang pergerakan
yang dimotori oleh kaum muda ini. Mereka menganggap gerakan modern JSB sebagai
ancaman bagi adat Minang. Aktivis JSB, Bahder Djohan menyorot perbedaan persepsi antara
dua generasi ini pada edisi perdana surat kabar Jong Sumatra.
Surat kabar Jong Sumatra terbit pertama kali pada bulan Januari 1918. Dengan jargon Organ
van Den Jong Sumatranen Bond, surat kabar ini terbit secara berkala dan tidak tetap, kadang
bulanan, kadang triwulan, bahkan pernah terbit setahun sekali. Bahasa Belanda merupakan
bahasa mayoritas yang digunakan kendati ada juga artikel yang memakai bahasa Melayu.
Jong Sumatra dicetak di Weltevreden, Batavia, sekaligus pula kantor redaksi dan
administrasinya.
Mulanya, dewan redaksi Jong Sumatra juga merupakan pengurus (centraal hoofbestuur) JSB.
Mereka itu adalah Tengkoe Mansyur (ketua), A. Munir Nasution (wakil ketua), Mohamad
Anas (sekretaris I), Amir (sekretaris II), dan Marzoeki (bendahara), serta dibantu beberapa
nama lain. Keredaksian Jong Sumatra dipegang oleh Amir, sedangkan administrasi ditangani
Roeslie. Mereka ini rata-rata adalah siswa atau alumni STOVIA serta sekolah pendidikan
Belanda lainnya. Setelah beberapa edisi, keredaksian Jong Sumatra dipisahkan dari
kepengurusan JSB meski tetap ada garis koordinasi. Pemimpin redaksi pertama adalah
Mohammad Amir dan pemimpin perusahaan dijabat Bahder Djohan.
Surat kabar Jong Sumatra memainkan peranan penting sebagai media yang menjembatani
segala bentuk reaksi atas konflik yang terjadi. Dalam Jong Sumatra edisi 12, th 1, Desember
1918, seseorang berinisial Lematang mempertanyakan kepentingan kaum adat. Sambutan
positif juga datang dari Mohamad Anas, sekretaris JSB. Anas mengatakan dengan lantang
bahwa bangsa Sumatra sudah mulai bangkit dari ketidurannya, dan sudah mulai memandang
keperluan umum.
Sumatra memang dikenal banyak menghasilkan jago-jago pergerakan, dan banyak di
antaranya yang mengawali karier organisasinya melalui JSB, seperti Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin. Hatta adalah bendahara JSB di Padang 1916-1918. Kemudian ia menjadi
pengurus JSB Batavia pada 1919 dan mulai mengurusi Jong Sumatra sejak 1920 hingga
1921. Selama di Jong Sumatra inilah Hatta banyak menuangkan segenap alam pikirannya,
salah satunya lewat karangan berjudul “Hindiana” yang dimuat di Jong Sumatra no 5, th 3,
1920. Sedangkan Mohammad Yamin adalah salah satu putra Sumatra yang paling
dibanggakan. Karya-karyanya yang berupa esai ataupun sajak sempat merajai Jong Sumatra.
Ia memimpin JSB pada 1926-1928 dan dengan aktif mendorong pemikiran tentang perlunya
bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan. Kepekaan Yamin meraba pentingnya
bahasa identitas sudah mulai terlihat dalam tulisannya di Jong Sumatra no 4, th 3, 1920. Jong
Sumatra berperan penting dalam memperjuangkan pemakaian bahasa nasional, dengan
menjadi media yang pertama kali mempublikasikan gagasan Yamin, mengenai bahasa
Melayu sebagai bahasa persatuan.
Semakin besarnya kesadaran nasional dan semakin luasnya penggunaan bahasa melayu di
kalangan mereka, maka nama organisasi yang sebelumnya masih menggunakan bahasa
Belanda, diganti dengan nama Pemuda Sumatra. Pemuda Sumatra ini memberikan andil
cukup besar dalam memperkuat kesadaran berbangsa, khususnya di kalangan pemuda.

Organisasi Pemuda di daerah lain


Setelah lahirnya Tri Koro Dharmo yang kemudian menjadi Jong Java, selain Jong
Sumatranen Bond, muncullah organisasi-organisasi pemuda daerah lain yang serupa.
Sejumlah organisasi pemuda kedaerahan yang muncul itu pada mulanya sempat
menimbulkan persepsi akan mementingkan etnis dan lokalitas sehingga dapat menimbulkan
persaingan di antara mereka, namun di selanjutnya, justru perbedaan tersebut menjadi
wahana utama dalam mencapai persatuan bangsa pada Sumpah Pemuda 1928. Beberapa
organisasi tersebut antara lain:

Jong Ambon
Organisasi Ambon Muda atau Pemuda-pemuda Ambon didirikan pada tanggal 9 Mei 1920.
Maksud dan tujuannya adalah menggalang persatuan dan mempererat tali persaudaraan di
kalangan pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Ambon (Maluku). Pendirinya adalah A.J.
Patty, seorang pemuda dari Maluku. Ia memperssatukan organisasi-organisasi orang ambon
dengan menggunakan organisasi yang telah ia dirikan sebelumnya, Serikat Ambon, di
Semarang. Karena dianggap menentang kebijakan Belanda, ia ditangkap dan diasingkan ke
berbagai tempat seperti Ujung Pandang, Bengkulu, Palembang, dan Flores. Ditangkapnya
Patty sedikit menyebabkan kemunduran organisasi tersebut, hingga akhirnya muncul tokoh
baru, Mr. Latuharhary.
Jong Minahasa
Organisasi pemuda yang didirikan oleh para pemuda pelajar menengah yang berasal dari
kelompok etnis Minahasa pada tanggal 24 April 1919 di Jakarta. Jong Minahasa artinya
“Minahasa Muda” atau “Pemuda Minahasa”. Maksud dan tujuannya adalah menggalang dan
mempererat persatuan dan tali persaudaraan di kalangan pemuda – pemuda (pelajar) yang
berasal dari Minahasa. Organisasi ini merupakan kelanjutan dari organisasi yang didirikan
sejak tahun 1912 di Semarang, yakni Rukun Minahasa. Di antara pemimpin JongMinahasa
yang paling dikenal adalah Ratulangi. Berdirinya organisasi ini bermula dari kebutuhan
praktis yang selalu menekan kehidupan para pemuda pelajar di perantauan. Kehidupan
terpisah dari sanak keluarga dan hubungan dengan lingkungan asing dan orang-orang yang
berasal dan latar belakang budaya berbeda-beda menyebabkan mereka mencari keserasian
hubungan dengan ternan yang berasal dari daerah yang sarna. Dengan kata lain, organisasi
pemuda ini bermula dari rasa solidaritas yang primordial itu.
Namun, sejalan dengan semakin meningkatnya rasa kesadaran nasional di antara kaum
pergerakan, organisasi ini pun tidak luput dari pengaruh politik. Hal ini tampak pada
keikutsertaan Jong Minahasa dalam pertemuan pemuda pada tanggal 15 November 1925 di
gedung Lux Orientis di Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh wakil-wakil Jong Java, JSB, Jong
Ambon, Jong Minahasa, Sekar Rukun dan beberapa wakil dari organisasi pemuda lainnya.
Dalam pertemuan ini dibicarakan kemungkinan untuk mengadakan pertemuan pemuda yang
luas dan mencakup berbagai organisasi. Mereka bersepakat membentuk sebuah panitia untuk
mempersiapkan “Kerapatan Besar Pemuda”, yang kelak berkembang menjadi Kongres
Pemuda pertama pada tanggal 30 April 1926 di Jakarta. Organisasi Jong Minahasa ini tidak
berkembang seperti organisasi pemuda lain, karena sedikitnya pemuda pelajar yang berasal
dari Sulawesi. Tokohnya yang terkenal antara lain G.R. Pantouw.

Jong Celebes (Sulawesi)


Artinya Celebes Muda atau Pemuda Celebes, yaitu organisasi pemuda-pemuda yang berasal
dari seluruh pulau Celebes (Sulawesi), sehingga jangkauannya lebih luas dari Jong Minahasa.
Didirikan pada tahun 1912. Maksud dan tujuannya adalah mempererat rasa persatuan dan tali
persaudaraan di kalangan pemuda-pemuda (pelajar) yang berasal dari Pulau Celebes atau
Sulawesi. Tokoh-tokohnya yang terkenal antara lain Arnold Mononutu, Waroruntu dan
Magdalena Mokoginta atau dikenal dengan Ibu Sukanto (Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang pertama).

Jong Batak
Berdiri pada tahun 1926. Dikenal juga dengan nama Jong Bataks Bond, adalah perkumpulan
para pemuda yang berasal dari daerah Batak (Tapanuli), yang bertujuan untuk memperat
persatuan dan persaudaraan di antara para pemuda yang berasal dari daerah tadi serta turut
serta memajukan kebudayaan daerah. Salah satu tokoh yang terkenan dari organisasi ini
adalah Amir Sjarifudin.
Selain organisasi pemuda daerah diatas, ada pula organisasi pemuda daerah lain seperti
Pemuda Betawi, Sekar Rukun, dan Pemuda Timor.
Jong Islamieten Bond
Selain organisasi-organisasi pemuda yang berdasarkan ikatan kultural, territorial, dan
etnisitas, pada awal abad XX muncul pula organisasi pemuda yang berdasarkan keagamaan.
Organisasi itu adalah Jong Islamieten Bond. Berdirinya organisasi ini masih ada
hubungannya dengan Jong Java. Raden Sam yang berposisi sebagai ketua, mengundurkan
diri setelah pada kongres ke VI Jong Java, dua usul darinya ditolak. Ia kemudian mendirikan
perkumpulan Jong Islamieten Bond ini pada 1 Januari 1925. Tujuan pertama
pembentukannya adalah untuk mengadakan kursus-kursus agama Islam bagi para pelajar
Islam dan untuk mengikat rasa persaudaraan antara para pemuda terpelajar Islam yang
berasal dari berbagai daerah di Nusantara dan sebelumnya masih menjadi anggota
perkumpulan daerah, seperti Jong Java (7 Maret 1915), Jong Sumatra (9 Desember 1917),
dan lain-lain. Anggotanya terbuka antara usia 14-30 tahun, sehingga tidak hanya diisi oleh
para pelajar saja. Secara formal, organisasi ini tidak bergerak di bidang politik, namun bagi
anggota yang berusia lebih dari 18 tahun, boleh mengikuti kegiatan politik. (Cahyo B.U, hal
124)
Kongres pertama organisasi ini dilangsungkan pada 29 Desember 1925.. dari kongres itu,
ditetapkan anggaran dasar organisassi dan terumuskannya sebuah tujuan, yaitu :
Mempelajari dan mendorong hidupnya kembali agama Islam
Memupuk dan menaikkan simpati terhadap para pemeluk agama Islam dan pengikut-
pengikutnya di samping toleransi terhadap golongan lain
Mengorganisasi kursus-kursus Islam, darmawisata, olahraga, dan menggunakan agama
senagai pemersatu
Meningkatkan kemajuan jasmani dan rohani anggota-anggotanya dengan menahan diri dan
sabar
Kongres kedua diadakan di Surakarta pada 24-26 Desember 1926 mendorong para
anggotanya untuk lebih ddalam mempelajari Islam sesuai dengan asas dan tujuan organisasi.
Kongres ketiga berlangsung di Yogyakarta pada 23-27 Desember 1927. Lebih banyak
membicarakan masalah-masalah yang dihadapi umat Islam, terutama yang ada kaitannya
dengan cita-cita persatuan dan nasionalisme.

Organisasi Kepanduan
Kepanduan yang sekarang ini lebih dikenal dengan nama Pramuka sebernanya telah ada sejak
awal abad XX dengan nama Nederlanche Padvinders Organisatie (NPO). Didirikan oleh John
Smith, seorang Belanda, atas usulan dari kepanduan Belanda, sehingga bersifat
Nederlandosentris.
NPO kemudian berubah nama menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereeneging. Setelah
perubahan itu, barulah orang-orang bumi putera bisa masuk mengikuti kegiatannya. Pada
1916, organisasi kepanduan bumi putera pertama berdiri dengan nama Javaanse Padvinders
Organisatie (JPO) di Mangkunegaran Surakarta, yang tak bisa dilepaskan dari peran
Mangkunegoro VII, seorang bangsawan Jawa yang aktif di Boedi Oetomo saat masih muda.
Organisasi Kepanduan yang muncul di masa itu digunakan para pemuda untuk meningkatkan
budi luhur, ketrampilan dan kepribadian, serta memupuk bakat kepemimpinan. Hal itu semua
berguna untuk meningkatkan rasa kebangsaan para pemuda. Sejalan dengan itu, organisasi-
organisasi kebangsaan mendirikan organisasi kepanduan sendiri-sendiri yang berada di
bawah naungannya. Boedi Oetomo mendirikan Nationale Padvinderij pada 1924 di bawah
pimpinan Daslan Adiwarsito. Serikat Islam mendirikan Wina Tamtama pimpinan A. Zarkasih.
Pada 1923 berdiri Nationale Padvinders Organisatie (NPO) di bawah pimpinan Usman,
sedangkan di Jakarta berdiri Jong Indonessche Padvinders Organisatie (JIPO). Di Yogyakarta,
Muhammadiyah juga mendirikan Hizbul Watban pada tahun 1923 di bawah pimpinan
Djumairi. Organisasi pemudapun ikut mendirikan kepanduan. Jong Java mendirikan Jong
Java Padvinders, Jong Islamieten Bond mendirikan Nationale Islamistiche Padvinders. Selain
itu juga ada Pandu Pemuda Sumatera yang didirikan Pemuda Sumatera.
Semakin maraknya organisasi kepanduan bumi putera yang muncul, ternyata semakin
menyuburkan faham kebangsaan di tanah air. Hal ini diantisipasi oleh pemerintah kolonial.
Usaha-usaha dilakukan untuk memecah organisasi-organisasi kepanduan yang ada, atau
setidaknya mengurangi kegiatan-kegiatan kepanduan bumi putera yang berbau menyebarkan
faham kebangsaan. Salah satunya adalah larangan menggunakan nama Padvinders atau
Padvinderij sebagai nama kepanduan. Atas aturan tersebut, maka sejak tahun 1928, nama
Belanda itu diganti dengan nama Pandu atau Kepanduan, hal ini berlaku untuk semua
organisasi kepanduan yang ada.
Dengan demikian, keberadaan organisasi kepanduan ini kemudian dimanfaatkan oleh
organisasi-organisasi kebangsaan untuk menyebarkan dan memperkuat kesadaran nasional di
lingkungan para pemuda Indonesia. Walaupun organisasi-organisasi kepanduan itu memiliki
asas yang berbeda, namun ada satu kesamaan yang mendasar, yaitu nasionalisme Indonesia.

Organisasi pemuda yang lahir menjelang Sumpah Pemuda


Di awal abad XX, organisasi pemuda yang muncul lebih bersifat primordial, namun dalam
perkembangannya organisasi pemuda telah mengarah pada sifat kebangsaan, dan telah
menunjukkan tanda-tanda untuk menuju pada integrasi bangsa.
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia
Bersamaan dengan perkembangan Perhimpunan Indonesia di Belanda, di dalam negeri pun
semakin berkembang pendidikan tinggi, sehingga terjadilah perkembangan baru dalam
sejarah pergerakan nasional di tanah air. Keduanya saling mempengaruhi. Semakin
banyaknya kaum terpelajar di Indonesia, timbul gagasan untuk ikut berperan aktif dalam
perjuangan kemerdekaan. Mereka kemudian membentuk organisasi yang diberi nama
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada 1926 yang beranggotakan mahasiswa dan
pelajar sekolah tinggi. Ide pendirian PPPI ini digagas oleg Djaksodipuro.
Organisasi ini bertujuan untuk menyatukan organisai-organisasi pemuda yang telah ada, yang
umumnya memiliki latar belakang budaya, lokalitas, dan etnisitas yang berbeda. Adapun
tokoh PPPI itu adalah Sogondo Djojopuspito, Sigid Abdul Sjukur, Gularso, Sumitro,
Samidjono, Hendromartono, Subari, Rohdjani, Amir Sjarifuddin, dll. Sugondo Djojopuspito
adalah ketua Kongres Pemuda II.
PPPI tidak hanya bergerak di dalam negeri saja. Mereka juga menjalin hubungan dengan
Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. PI sewaktu-waktu mengirimkan majalah Indonesia
Merdeka ke Indonesia, seementara PPPI mengirimkan majalah Indonesia Raya ke negeri
Belanda. Namun terkadang hal tersebut mendapat halangan dari Pemerintah Belanda maupun
pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Sikap PPPI dengan mempersatukan organisasi-organisasi kedaerahan yang telah ada
merupakan bukti kecintaan terhadap persatuan bangsa. Hal ini berarti para pemuda telah
memasuki babak baru dalam pergerakan nasional, yakni telah berani bergerak dalam dunia
politik demi masa depan bangsanya, dengan tidak lupa mendorong para anggotanya untuk
terus rajin belajar.
Pemuda Indonesia
Berdiri pada tanggal 27 Februari 1927 di Bandung sebagai tindak lanjut dari Algemeene
Studie Club yang dipimpin Soekarno. Pemuda Indonesia ini beranggotakan para pemuda
yang berumur 15 tahun ke atas, yang sebagian besar berasal dari pelajar-pelajar AMS dan
mahasiswa RHS dan STOVIA. \
Tujuan Pemuda Indonesia adalah guna memperluas dan memperkuat ide kesatuan nasional
Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, Pemuda Indonesia mendirikan organisasi
kepanduan, mengadakan kerjasama dengan organisasi pemuda lain, menyelenggarakan rapat-
rapat, dan sebagainya. Untuk melakukan segala kegiatannya, Pemuda Indonesia
menggunakan bahasa Melayu (Bahasa Indonesia). 28 Desember 1927, Kongres pertama
dilangsungkan di Bandung. Beberapa keputusan penting yang dihasilkan adalah:
Penggantian nama Jong Indonesia menjadi Pemuda Indonesia
Bahasa pengantar resmi adalah bahasaMelayu
Gagasan fusi atas organisasi-organisasi pemuda sebagaimana yang dikemukakan
Perhimpunan Indonesia disetujui asal semua organisasi menyetujui, dan apabila ada
organisasi yang tidak menghendaki fusi, maka Pemuda Indonesia akan menetapkan
Pendiriannya kemudian.
Sebelum kongres, ketua dijabat oleh Sujawi. Setelah kongres, kepengurusan berubah, ketua
Yusupadi, sekertaris I Muhammada Tamzil, Sekertaris II Subagia Reksodipuro, bendahara
Asaat, dan dibantu oleh pengurus lain seperti Roesmali dan Syahrir.

Anda mungkin juga menyukai