Pemuda merupakan salah satu elemen bangsa yang selalu menjadi garda depan dalam
menghadapi berbagai persoalan bersama. Dalam sejarahnya, kelompok ini selalu melahirkan
berbagai pemikiran dan gerakan menuju perubahan dan perbaikan bangsa Indonesia. Peran
mereka sudah dimulai jauh sebelum lahirnya negara Indonesia.
Batasan pemuda di setiap negara berbeda-beda tergantung dari kebijakan pemerintahan di
negara yang bersangkutan. Di Indonesia, pengertian pemuda adalah penduduk yang berusia
antara 15 sampai dengan 35 tahun. Kiprah pemuda bisa kita lihat dari gerakan meraka sejak
sebelum momentum kebangkitan nasional (1908) hingga pasca reformasi sekarang ini.
V. Dekade 1938-1948
Munculnya banyak partai pada tahun 1930-an ini makin menunjukkan bahwa bentuk
perlawanan bangsa Indonesia pada bentuk perlawanan �pemikiran� dibanding dengan
perlawanan fisik, seperti yang dilakukan oleh bangsa Indonesia pada abad ke-19. partai-partai
yang menonjol pada saat itu adalah PNI, Parindra, Gerindo dan lain-lain.
Tahun 1942, pecah Perang Asia Timur Raya. Jepang masuk dan menguasai Nusantara. Maka
dimulailah perlawanan pemuda-pemuda Indonesia kembali pada perlawanan fisik melawan
penjajah. Banyak pemuda dilatih oleh tentara jepang dalam PETA dan HEIHO. Namun
Jepang juga membentuk Romusha yang sangat membebani rakyat.
Jepang yang saat itu menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia justru mengalami kekalahan
setelah bom atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Dengan demikian,
pemuda Indonesia (golongan muda) mendesak supaya pemimpin (golongan tua) segera
memproklamirkan berdirinya Republik Indonesia. Pemuda-pemuda yang menonjol kala itu
adalah Adam Malik, Sukarni, Chaerul Saleh dan lain-lain.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dibacakan oleh Soekarno dan Hatta. Hal ini
dilakukan setelah pemuda mendesak mereka, bukan menunggu kompromi dnegan pemerintah
Jepang. Selayaknyalah peristiwa bersejarah yang demikian penting itu diperingati dengan
mendalami semangat yang terkandung dalam peristiwa itu.
Pemuda-pemuda Indonesia banyak melakukan perlawanan fisik menghadapi pasukan
Belanda yang datang kembali dengan membonceng Sekutu. Agresi Belanda I maupun II
(tahun 1947 dan 1948). Perlawanan ini banyak berlangsung di berbagai kota di Indonesia,
seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.
Banyak pula dibentuk organisasi pemuda Islam, seperti Gerakan Pemuda Islam (Oktober
1945), Pemuda Islam (April 1947), Angkatan Puteri Al-Washliyah (Juni 1947), Ikatan Putra
Putri Indonesia (1945), Gamki (1948), Pemuda Demokrat (1947), Pemuda Katolik (1947),
PMKRI (Mei 1947), Pelajar Islam Indonesia (Mei 1947) dan Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) yang didirikan oleh Lafran Pane dan kawan-kawan pada Februari 1947 di Sekolah
Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta. Dan organisasi lainnya.
1998-2008
Pemilu 1999 dan 2004 adalah momentum untuk tampilnya pemuda/mahasiswa pada
pergerakan nasional. Namun, masuknya pemuda di parlemen justru dipandang banyak
kalangan melenakan para pemuda pada kekuasaan dan lupa pada perjuangan reformasi
sebelumnya. Sehingga tantangan yang dihadapi pada saat ini adalah bukan semata-mata
pemerintah dan kebijakannya, tetapi internal pemuda sendiri yang tidak konsisten dalam
memperjuangkan reformasi. Pemuda sulit independen, justru pemuda banyak yang berjuang
demi kepentingan kekuasaan dan partai politik. Bukan memperjuangkan kepentingan rakyat
dan bangsa.*
Sejarah lahirnya GP Ansor tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kelahiran dan gerakan
NU itu sendiri. Tahun 1921 telah muncul ide untuk mendirikan organisasi pemuda secara
intensif. Hal itu juga didorong oleh kondisi saat itu, di mana-mana muncul organisasi pemuda
bersifat kedaerahan seperti, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, Jong Minahasa, Jong
Celebes dan masih banyak lagi yang lain.
Dibalik ide itu, muncul perbedaan pendapat antara kaum modernis dan tradisionalis.
Disebabkan oleh perdebatan sekitar tahlil, talkin, taqlid, ijtihad, mazhab dan masalah
furuiyah lainnya. Tahun 1924 KH. Abdul Wahab membentuk organisasi sendiri bernama
Syubbanul Wathan (pemuda tanah air). Organisasi baru itu kemudian dipimpin oleh Abdullah
Ubaid (Kawatan) sebagai Ketua dan Thohir Bakri (Peraban) sebagai Wakil Ketua dan
Abdurrahim (Bubutan) selaku sekretaris.
Setelah Syubbanul Wathan dinilai mantap dan mulai banyak remaja yang ingin bergabung.
Maka pengurus membuat seksi khusus mengurus mereka yang lebih mengarah kepada
kepanduan dengan sebutan “ahlul wathan”. Sesuai kecendrungan pemuda saat itu pada
aktivitas kepanduan sebagaimana organisasi pemuda lainnya.[2]
Setelah NU berdiri (31 Januari 1926), aktivitas organisasi pemuda pendukung KH. Abdul
Wahab (pendukung NU) agak mundur. Karena beberapa tokoh puncaknya terlibat kegiatan
NU. Meskipun demikian, tidak secara langsung Syubbanul Wathan menjadi bagian
(onderbouw) dari organisasi NU.
Atas inisiatif Abdullah Ubaid, akhirnya pada tahun 1931 terbentuklah Persatuan Pemuda
Nahdlatul Ulama (PPNU). Kemudian tanggal 14 Desember 1932, PPNU berubah nama
menjadi Pemuda Nahdlatul Ulama (PNU). Pada tahun 1934 berubah lagi menjadi Ansor
Nahdlatul Oelama (ANO). Meski ANO sudah diakui sebagai bagian dari NU, namun secara
formal organisasi belum tercantum dalam struktur NU, hubungannya masih hubungan
personal.
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ‘’konflik'’ internal dan
tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh
modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di
bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab
Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya
menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk
mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul
Wahab ,yang kemudian menjadi pendiri NU membentuk wadah dengan nama Syubbanul
Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan
Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda
NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab (ulama besar sekaligus guru besar kaum
muda saat itu), yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW
kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan
agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan
terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat
Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada
nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam
menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus
dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum
dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan
pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10
Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian
(departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil
Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam (tanggal 24 April
itulah yang kemudian dikenal sebagai tanggal kelahiran Gerakan Pemuda Ansor).
Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirkannya Banoe
di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama
yang menyangkut soal Banoe.
GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi
kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan,
keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang
(Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi)
hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus
Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah
masyarakat.
Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor
memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP
Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas
sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran
maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan
bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalm setiap pergantian
kepemimpinan nasional.
Trikoro Dharmo artinya “Tiga Tujuan Mulia”, yaitu: sakti, budi, dan bakti.
Adapun tujuan organisasi ini ialah:
(1) mempererat tali hubungan, antara murid-murid bumi putera pada
sekolah menengah dan perguruan kejuruan;
(2) menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya;
(3) membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan
kebudayaan Hindia;
(4) memperkokoh rasa persatuan dan persatuan di antara pemuda-
pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok; Pada tahun 1918 lewat
kongresnya yang pertama di Solo, nama Trikoro Dharmo diubah menjadi
Jong Java.
Hal ini dimaksudkan agar para pemuda di luar Pulau Jawa, tata sosialnya
berdasarkan budaya Jawa akan mau, memasuki Jong Java. Kegiatan Jong
Java berkisar pada masalah sosial dan kebudayaan, misalnya
pemberantasan buta huruf, kepanduan, kesenian. Jong Java tidak ikut
terjun dalam dunia politik dan tidak pula mencampuri urusan agama
tertentu. Bahkan para anggotanya dilarang menjalankan politik atau
menjadi anggota partai politik.
Akan tetapi, sejak tahun 1942, karena pengaruh gerakan radikal, maka
Syamsuridjal (ketuanya) mengusulkan agar anggota yang sudah berusia
18 tahun diberi kebebasan berpolitik dan agar Jong Java memasukkan
program memajukan agama Islam. Usul ini ditolak, akibatnya para
anggotanya yang menghendaki tujuan ke dalam dunia politik dan ingin
memajukan agam Islam mendirikan Jong Islamieten Bond. Organisasi ini
dipimpin Haji Agus Salim.
Setelah Jong Java, para pemuda Sumatera yang belajar di Jakarta, pada
tanggal 9 Desember 1917 mendirikan organisasi serupa yang disebut Jong
Sumatranen Bond. Adapun tujuannya adalah:
(1) mempererat ikatan persaudaraan antara pemuda-pemuda pelajar
Sumatra dan membangkitkan perasaan bahwa mereka dipanggil untuk
menjadi pemimpin dan pendidik bangsanya.
(2) membangkitkan perhatian anggota-anggotanya dan orang luar untuk
menghargai adapt istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian dan Sejarah
Sumatra.
c. Jong Ambon
Jong Ambon didirikan pada tahun 1918. Sebelum itu sebenarnya telah
lahor berbagai organisasi yang didirikan oleh orang-orang Ambon.
Misalnya: Ambons Studiefonds (1909) oleh Tehupeilory, Ambons Bond
(1911) untuk pegawai negeri, Mena Muria (1913) di Semarang, dan Sou
Maluku Ambon di Ambon.
Jong Minahasa dan Jong Celebes didirikan pada 25 April 1919 oleh tokoh-
tokoh muda Minahasa yaitu Samuel Ratulangie. Jong Minahasa tampaknya
sebagai lanjutan dari organisasi yang telah dibentuk sejak 1912 di
Semarang, yaitu Rukun Minahasa.
(1) Sekar Rukun (1920), didirikan oleh para pemuda Sunda di Jakarta.
(2) Pemuda Betawi, didirikan oleh para pemuda asli Jakarta yang
dipimpin oleh Husni Thamrin.
(3) Timorsch Verbond, didirikan di makasar (8 Juni 1922) untuk suku
Timor
(4) Jong Batak Bond, didirikan untuk suku Batak pada tahun 1926.
Sebelum Indonesia merdeka, negara kita memiliki berbagai organisasi kepemudaan yang
beranggotakan para pemuda-pemudi Indonesia baik yang bersifat nasional maupun
kedaerahan. Berikut ini adalah daftar beberapa organisasi perkumpulan pemuda di Indonesia :
1. Budi Utomo / Boedi Oetomo
Budu Utomo berdiri pada tahun 1908 yang pada awal mula berdirinya merupakan organisasi
pelajar yang ruang lingkupnya masih kedaerahan, namun pada perkembangannya berubah
menjadi organisasi perkumpulan pemuda nasional.
2. Trikoro Dharmo / Tri Koro Dharmo
Trikoro Dharmo adalah sebuah perkumpulan pemuda yang berasal dari Jawa pada tahun 1915
di gedung kebangkitan nasional. Organisasi ini kemudian mengubah nama menjadi Jong
Jawa pada kongres di Solo. Arti definisi / pengertian dari tri koro dharmo adalah Tiga Tujuan
Mulia.
3. Jong Sumatra Bond (Persatuan Pemuda Sumatra)
Organisasi oni berdiri pada tahun 1917 yang memiliki tujuan untuk mempererat hubungan
antar pelajar yang berasal dari sumatera. Beberapa toko terkenal dari organisasi ini yaitu
seperti M. Hatta dsan M. Yamin.
4. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia
Organisasi yang satu ini berdiri pada tahun 1925 yang diprakarsa oleh mahasiswa Jakarta dan
Bandung dengan tujuan untuk Kemerdekaan Indonesia.
5. Jong Indonesia
Perkumpulan pemuda dan pemudi ini didirikan pada tahun 1927 di Bandung di mana
kemudian organisasi ini diubah menjadi Pemuda Indonesia untuk yang berjenis kelamin laki-
laki dan Putri Indonesia bagi yang perempuan. Pemuda Indonesia membuat kongres di mana
pada kongres yang kedua menghasilkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
6. Indonesia Muda
Indonesia Muda adalah organisasi nasional yang lahir karena dorongan Sumpah Pemuda pada
tahun 1930 sebagai peleburan banyak organisasi pemuda daerah / lokal.
7. Organisasi Perkumpulan Daerah
Setelah muncul jong jawa dan jong sumatra bond, maka bermunculanlah organisasi lokal
kedaerahan lain seperti jong celebes, jong ambon, jong minahasa, dan lain sebagainya.
Jong Ambon
Organisasi Ambon Muda atau Pemuda-pemuda Ambon didirikan pada tanggal 9 Mei 1920.
Maksud dan tujuannya adalah menggalang persatuan dan mempererat tali persaudaraan di
kalangan pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Ambon (Maluku). Pendirinya adalah A.J.
Patty, seorang pemuda dari Maluku. Ia memperssatukan organisasi-organisasi orang ambon
dengan menggunakan organisasi yang telah ia dirikan sebelumnya, Serikat Ambon, di
Semarang. Karena dianggap menentang kebijakan Belanda, ia ditangkap dan diasingkan ke
berbagai tempat seperti Ujung Pandang, Bengkulu, Palembang, dan Flores. Ditangkapnya
Patty sedikit menyebabkan kemunduran organisasi tersebut, hingga akhirnya muncul tokoh
baru, Mr. Latuharhary.
Jong Minahasa
Organisasi pemuda yang didirikan oleh para pemuda pelajar menengah yang berasal dari
kelompok etnis Minahasa pada tanggal 24 April 1919 di Jakarta. Jong Minahasa artinya
“Minahasa Muda” atau “Pemuda Minahasa”. Maksud dan tujuannya adalah menggalang dan
mempererat persatuan dan tali persaudaraan di kalangan pemuda – pemuda (pelajar) yang
berasal dari Minahasa. Organisasi ini merupakan kelanjutan dari organisasi yang didirikan
sejak tahun 1912 di Semarang, yakni Rukun Minahasa. Di antara pemimpin JongMinahasa
yang paling dikenal adalah Ratulangi. Berdirinya organisasi ini bermula dari kebutuhan
praktis yang selalu menekan kehidupan para pemuda pelajar di perantauan. Kehidupan
terpisah dari sanak keluarga dan hubungan dengan lingkungan asing dan orang-orang yang
berasal dan latar belakang budaya berbeda-beda menyebabkan mereka mencari keserasian
hubungan dengan ternan yang berasal dari daerah yang sarna. Dengan kata lain, organisasi
pemuda ini bermula dari rasa solidaritas yang primordial itu.
Namun, sejalan dengan semakin meningkatnya rasa kesadaran nasional di antara kaum
pergerakan, organisasi ini pun tidak luput dari pengaruh politik. Hal ini tampak pada
keikutsertaan Jong Minahasa dalam pertemuan pemuda pada tanggal 15 November 1925 di
gedung Lux Orientis di Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh wakil-wakil Jong Java, JSB, Jong
Ambon, Jong Minahasa, Sekar Rukun dan beberapa wakil dari organisasi pemuda lainnya.
Dalam pertemuan ini dibicarakan kemungkinan untuk mengadakan pertemuan pemuda yang
luas dan mencakup berbagai organisasi. Mereka bersepakat membentuk sebuah panitia untuk
mempersiapkan “Kerapatan Besar Pemuda”, yang kelak berkembang menjadi Kongres
Pemuda pertama pada tanggal 30 April 1926 di Jakarta. Organisasi Jong Minahasa ini tidak
berkembang seperti organisasi pemuda lain, karena sedikitnya pemuda pelajar yang berasal
dari Sulawesi. Tokohnya yang terkenal antara lain G.R. Pantouw.
Jong Batak
Berdiri pada tahun 1926. Dikenal juga dengan nama Jong Bataks Bond, adalah perkumpulan
para pemuda yang berasal dari daerah Batak (Tapanuli), yang bertujuan untuk memperat
persatuan dan persaudaraan di antara para pemuda yang berasal dari daerah tadi serta turut
serta memajukan kebudayaan daerah. Salah satu tokoh yang terkenan dari organisasi ini
adalah Amir Sjarifudin.
Selain organisasi pemuda daerah diatas, ada pula organisasi pemuda daerah lain seperti
Pemuda Betawi, Sekar Rukun, dan Pemuda Timor.
Jong Islamieten Bond
Selain organisasi-organisasi pemuda yang berdasarkan ikatan kultural, territorial, dan
etnisitas, pada awal abad XX muncul pula organisasi pemuda yang berdasarkan keagamaan.
Organisasi itu adalah Jong Islamieten Bond. Berdirinya organisasi ini masih ada
hubungannya dengan Jong Java. Raden Sam yang berposisi sebagai ketua, mengundurkan
diri setelah pada kongres ke VI Jong Java, dua usul darinya ditolak. Ia kemudian mendirikan
perkumpulan Jong Islamieten Bond ini pada 1 Januari 1925. Tujuan pertama
pembentukannya adalah untuk mengadakan kursus-kursus agama Islam bagi para pelajar
Islam dan untuk mengikat rasa persaudaraan antara para pemuda terpelajar Islam yang
berasal dari berbagai daerah di Nusantara dan sebelumnya masih menjadi anggota
perkumpulan daerah, seperti Jong Java (7 Maret 1915), Jong Sumatra (9 Desember 1917),
dan lain-lain. Anggotanya terbuka antara usia 14-30 tahun, sehingga tidak hanya diisi oleh
para pelajar saja. Secara formal, organisasi ini tidak bergerak di bidang politik, namun bagi
anggota yang berusia lebih dari 18 tahun, boleh mengikuti kegiatan politik. (Cahyo B.U, hal
124)
Kongres pertama organisasi ini dilangsungkan pada 29 Desember 1925.. dari kongres itu,
ditetapkan anggaran dasar organisassi dan terumuskannya sebuah tujuan, yaitu :
Mempelajari dan mendorong hidupnya kembali agama Islam
Memupuk dan menaikkan simpati terhadap para pemeluk agama Islam dan pengikut-
pengikutnya di samping toleransi terhadap golongan lain
Mengorganisasi kursus-kursus Islam, darmawisata, olahraga, dan menggunakan agama
senagai pemersatu
Meningkatkan kemajuan jasmani dan rohani anggota-anggotanya dengan menahan diri dan
sabar
Kongres kedua diadakan di Surakarta pada 24-26 Desember 1926 mendorong para
anggotanya untuk lebih ddalam mempelajari Islam sesuai dengan asas dan tujuan organisasi.
Kongres ketiga berlangsung di Yogyakarta pada 23-27 Desember 1927. Lebih banyak
membicarakan masalah-masalah yang dihadapi umat Islam, terutama yang ada kaitannya
dengan cita-cita persatuan dan nasionalisme.
Organisasi Kepanduan
Kepanduan yang sekarang ini lebih dikenal dengan nama Pramuka sebernanya telah ada sejak
awal abad XX dengan nama Nederlanche Padvinders Organisatie (NPO). Didirikan oleh John
Smith, seorang Belanda, atas usulan dari kepanduan Belanda, sehingga bersifat
Nederlandosentris.
NPO kemudian berubah nama menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereeneging. Setelah
perubahan itu, barulah orang-orang bumi putera bisa masuk mengikuti kegiatannya. Pada
1916, organisasi kepanduan bumi putera pertama berdiri dengan nama Javaanse Padvinders
Organisatie (JPO) di Mangkunegaran Surakarta, yang tak bisa dilepaskan dari peran
Mangkunegoro VII, seorang bangsawan Jawa yang aktif di Boedi Oetomo saat masih muda.
Organisasi Kepanduan yang muncul di masa itu digunakan para pemuda untuk meningkatkan
budi luhur, ketrampilan dan kepribadian, serta memupuk bakat kepemimpinan. Hal itu semua
berguna untuk meningkatkan rasa kebangsaan para pemuda. Sejalan dengan itu, organisasi-
organisasi kebangsaan mendirikan organisasi kepanduan sendiri-sendiri yang berada di
bawah naungannya. Boedi Oetomo mendirikan Nationale Padvinderij pada 1924 di bawah
pimpinan Daslan Adiwarsito. Serikat Islam mendirikan Wina Tamtama pimpinan A. Zarkasih.
Pada 1923 berdiri Nationale Padvinders Organisatie (NPO) di bawah pimpinan Usman,
sedangkan di Jakarta berdiri Jong Indonessche Padvinders Organisatie (JIPO). Di Yogyakarta,
Muhammadiyah juga mendirikan Hizbul Watban pada tahun 1923 di bawah pimpinan
Djumairi. Organisasi pemudapun ikut mendirikan kepanduan. Jong Java mendirikan Jong
Java Padvinders, Jong Islamieten Bond mendirikan Nationale Islamistiche Padvinders. Selain
itu juga ada Pandu Pemuda Sumatera yang didirikan Pemuda Sumatera.
Semakin maraknya organisasi kepanduan bumi putera yang muncul, ternyata semakin
menyuburkan faham kebangsaan di tanah air. Hal ini diantisipasi oleh pemerintah kolonial.
Usaha-usaha dilakukan untuk memecah organisasi-organisasi kepanduan yang ada, atau
setidaknya mengurangi kegiatan-kegiatan kepanduan bumi putera yang berbau menyebarkan
faham kebangsaan. Salah satunya adalah larangan menggunakan nama Padvinders atau
Padvinderij sebagai nama kepanduan. Atas aturan tersebut, maka sejak tahun 1928, nama
Belanda itu diganti dengan nama Pandu atau Kepanduan, hal ini berlaku untuk semua
organisasi kepanduan yang ada.
Dengan demikian, keberadaan organisasi kepanduan ini kemudian dimanfaatkan oleh
organisasi-organisasi kebangsaan untuk menyebarkan dan memperkuat kesadaran nasional di
lingkungan para pemuda Indonesia. Walaupun organisasi-organisasi kepanduan itu memiliki
asas yang berbeda, namun ada satu kesamaan yang mendasar, yaitu nasionalisme Indonesia.