Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu memahami berbagai pengalaman melalui panca indra atau dalam
terminologi NLP dikenal sebagai VAKOG (Visual, Auditory, Kinesthetic, Olfactory dan
Gustatory). Setelah berusia dua belas tahun, umumnya individu memiliki preferensi dari
kelima jalur informasi tersebut, umumnya di antara tiga jalur berikut; Visual, Auditory
atau Kinesthetic. Pemilihan jalur tersebut juga tergantung pada material yang dipelajari
individu. Seorang musisi lebih cenderung menggunakan jalur pendengaran dibandingkan
dua jalur yang lain. Pemahaman akan hal ini sangat penting dimiliki oleh para pendidik
karena menentukan efektifitas proses pembelajaran.
Otak manusia juga menggunakan metode kerja dari kelima jalur informasi
tersebut dalam memproses dan mengambil kembali sebagai informasi yang telah
dipelajari. Individu umumnya mampu memvisualisasikan, berbicara dengan dirinya
sendiri, merasakan (secara fisik atau emosional), membedakan berbagai rasa,
membedakan berbagai aroma dan masih banyak lagi. Setiap individu memiliki preferensi
yang berbeda saat memproses informasi dan menindaklanjuti hasil pemikirannya dalam
bentuk tindakan atau eksperesi. Perbedaan ini dapat dengan jelas anda perhatikan salah
satunya melalui bahasa sensorik(sensory language) yang digunakan, seperti; "Masalah itu
terasa seperti beban yang sangat berat di pundak saya." (Kinesthetic) "Dapatkah anda
membayangkan apa yang sedang saya bicarakan?" (Visual) "Hal tersebut terdengar tidak
asing bagi saya." (Auditory).
Proses sensori dibagi menjadi dua komponen yakni resepsi dan persepsi. Sensori resepsi
adalah proses menerima stimulus atau data, baik eksternal atau internal dari tubuh.
Stimulus eksternal termasuk visual (penglihatan), auditori (pendengaran), olfactori
(penghidu), tactile (perabaan) dan gustatori (pengecap).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada sistem persepsi sensori ?
2. Bagaimana pengkajian pada sistem persepsi sensori?
3. Bagaimana pemeriksaan fisik sistem persepsi sensori?
4. Apa saja pemeriksaan diagnostik sistem persepsi sensori?
5. Bagaimana penatalaksanaan sistem persepsi sensori?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep dari sistem persepsi sensori
2. Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui anatomi Fisiologi sistem persepsi sensori
2) Untuk mengetahui pengkajian pada sistem persepsi sensori
3) Untuk mengetahui pemeriksaan fisik sistem persepsi sensori
4) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik sistem persepsi sensori
5) Untuk mengetahui penatalaksanaan sistem persepsi sensori

D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa, baik penyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang sistem persepsi sensori.
2. Bagi institusi
Makalah ini bagi institusi pendidikan kesehatan adalah sebagai tambahan
referensi untuk menguji mahasiswa atau mahasiswinya tentang sistem persepsi
sensori.
3. Bagi masyarakat
Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan tentang
sistem persepsi sensori.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi fisiologi
A. Mata atau penglihatan
Indra penglihatan yang terletak pada mata ( organ visus ) yang terdiri dari
organ okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra
penglihatan, saraf optikus, muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung
untuk membentuk saraf optikus.
a. Organ Okuli Assesoria
Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola mata yang
sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari :
1) Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut
dengan puncaknya mengarah ke depan dan ke dalam.
2) Supersilium (alis mata) merupakan batas orbita dan potongan kulit tebal
yang melengkung , ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi sebagai
kosmetik atau alat kecantikan dan sebagai pelindung mata dari sinar
matahari yang sangat terik.
3) Palpebra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit
yang terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih besar dari
pada kelopak mata bawah. Fungsinya adalah pelindung mata sewaktu-
waktu kalau ada gangguan pada mata.
4) Aparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar
lakrimalis superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis
masuk ke dalam sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata terus
ke sudut tengah bola mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir ke
duktus nasolakrimatis terus ke meatus nasalis inferior.
5) Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari :
a) Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya
mengangkat kelopak mata.
b) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk
menutup mata.
c) Muskulus rektus okuli inferior, fungsinya untuk menutup mata.
d) Muskulus rektus okuli medial, fungsinya menggerakan bola mata.
e) Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakan bola mata
ke dalam dan ke bawah.
f) Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas,
ke bawah dan ke luar.
6) Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva
palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan
kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada
konjungtiva ini sering terdapat kelenjar limfe dan pembuluh darah.
b. Okulus
Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf otak II,
merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli dengan otak dan
merupakan bagian penting organ visus.
c. Tunika okuli
Tonika okuli terdiri dari :
1) Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita
dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal
dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior
(bowmen), 3 subtansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5
endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh darah peralihan,
antara kornea ke sklera.
2) Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang merupakan bagian
dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian
depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva.
3) Tunika vaskula okuli merupakan lapisan tengah dan sangat peka oleh
rangsangan pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya terbagi
menjadi 3 bagian yaitu :
a) Koroid, merupakan selaput yang tipis dan lembab merupakan
bagian belakanang tunika vaskulosa. Fungsinya memberikan nutrisi
pada tunika.
b) Korpus siliaris, merupakan lapisan yang tebal, terbentang mulai
dari ora serata sampai ke iris. Bentuk keseluruhan seperti cincin,
dan muskulus siliaris. Fungsinya untuk terjadinya akomodasi
c) Iris, merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli, berwarna
karena mengandung pigmen, berbentuk bulat seperti piring dengan
penampang 12 mm, tebal 12 mm, di tengah terletak bagian
berlubang yang disebut pupil. Pupil berguna untuk mengatur
cahaya yang masuk ke mata, sedangkan ujung tepinya melanjut
sampai korpus siliaris. Pada iris terdapat 2 buah otot: muskulus
sfingter pupila pada pinggir iris, muskulus dilatator pupila terdapat
agak pangkal iris dan banyak mengandung pembuluh darah dan
sangat mudah terkena radang, bisa menjalar ke korpus siliaris.
4) Tunika nervosa
Tunika nervosa merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina.
Retina dibagi atas 3 bagian :
a) Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai di
depan khatulistiwa bola mata.
b) Pars siliaris, merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus
siliar.
c) Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris.
B. Hidung atau penciuman
Alat penciuman terdapat dalam rongga hidung dari ujung saraf otak nervus
olfaktorius. Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yang sangat khusus yang
mengeluarkan fibril-fibril yang sangat halus, terjalin dengan serabut-serabut dari
bulbus oftaktorius yang merupakan otak terkecil.
Konka nasalis terdiri dari lipatan selaput lendir. Pada bagian puncaknya
terdapat saraf-saraf pembau. Kalau kita bernafas lewat hidung dan kita mencium
bau suatu udara, udara yang kita isap melewati bagian atas dari rongga hidung
melalui konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat tiga pasang karang hidung:
1) Konka nasalis superior
2) Konka nasalis media
3) Konka nasalis inferior

Disekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang disebut sinus nasalis yang
terdiri dari:

1) Sinus maksilaris (rongga tulang hidung)


2) Sinus sfenoidalis (rongga tulang baji)
3) Sinus frontalis (rongga nasalis inferior)
Sinus ini diliputi oleh selaput lendir. Jika terjadi peradangan pada rongga
hidung, lendir-lendir dari sinus para nasalis akan keluar. Jika tidak dapat mengalir
ke luar akan menjadi sinusitis.

C. Mulut atau pengecapan


1) Rongga Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan.
Terdiri atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu
ruang di antara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam,
yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan
semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx.
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai
orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian
posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar
mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di
antara kolumna anterior dan posterior.

Rongga Mulut
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri
dari 2 bagian, yaitu:
a) Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
b) Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah
belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat
kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf
sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu:
a) Palatum
a Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah
depan tulang maksilaris.
Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf.
Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau
rugae.
b Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan
selaput lendir.
Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah
posterior palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula
membantu menutup nasofaring selama menelan.

Gigi-geligi dan tulang palatum


b) Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya
memotong dan gigi posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya
otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke
Proses mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam batang otak.
Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang otak untuk
pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah secara ritmis dan
kontinu. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua
makanan, terutama untuk sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah
karena zat ini mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna
diantara bagian-bagian zat nutrisi yang harus diuraikan sebelum dapat
digunakan.
c) Tulang Alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang
kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke
foramen apical untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil
dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan
kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah
periodontitis dapat terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar.
d) Gingiva.
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari
rongga mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat
mendekati gigi, ia menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang
lebih kuat yang disebut gusi atau gingiva, yang merupakan bagian
membrane mukosa yang terikat erat pada periosteum Krista tulang
alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng dengan banyak papilla jaringan
ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam
lingkungan basah ini ia tidak memiliki stratum granulosum dan sel-sel
gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik.
e) Ligamentum Periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat,
membentuk membrane periodontal atau ligament periodontal di antara
sementum dan tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan
miring ke atas dari sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan
serat-serat yang tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan
gigi pada sakunya dan masih memungkinkan sedikit gerak.
f) Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang
membentuk papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil
memasuki pulpa melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah
dekat dasar odontoblas dan sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini
berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya lebih ke pusat pulpa.
g) Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi
atas 2 kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot
intrinsik) dan otot-otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai
perlekatan di luar lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut
dan tulang lidah. Otot intrinsik mempunyai serat lebih halus daripada otot
ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam proses mengunyah dan
mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12.
Permukaan belakang lidah yang terlihat pada saat seseorang membuka
mulut ditutupi oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan
(papilla). Pada papilla ini terdapat alat pengecap (taste-bud) untuk
mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung depan), dan pahit (di pangkal
lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai ujung-ujung saraf perasa
yang dapat menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak
termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa panas
yang termasuk sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan
sensasi umum oleh saraf otak ke-5.
Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum,
dapat terlihat di bawah lidah di garis tengah yang menghubungkan lidah
dengan dasar mulut.

Gambar lidah dari atas


h) Kelenjar ludah. Terdiri dari:
1. Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara proses
mastoid kiri dan kanan mandibularis.
Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar. Nervus fasial
berjalan melalui kelenjar ini.
Parotid gland terletak di belakang tulang rahang bawah di
bawah daun telinga dan mempunyai saluran yang bermuara di depan
gigi geraham ke-2 atas. Gondongeun atau parotitis epidemica
merupakan penyakit infeksi virus yang mengenai kelanjar ini.
2. Kelenjar submaksilaris terletak dibawah fongga mulut bagian
belakang.
3. Kelenjar subliingualis, dibawah selaput lendir, bermuara di dasar
rongga mulut.

2) Gigi dan Komponennya

Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi


menjulang di atas gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di
bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Di dalam
pusat strukturnya terdapat rongga pulpa.

Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia


Orang dewasa memiliki 32 gigi, 16 tertanam di dalam proses
alveolaris maksila dan 16 di dalam mandibula. Yang disebut gigi permanen
ini didahului oleh satu set sebanyak 20 gigi desidua, yang mulai muncul
sekitar 7 bulan setelah lahir dan lengkap pada umur 6-8 tahun. Gigi ini akan
tanggal antara umur enam dan tiga belas, dan diganti secara berangsur oleh
gigi permanen, atau suksedaneus. Proses penggantian gigi ini berlangsung
sekitar 12 tahun sampai gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18,
dengan munculnya molar ketiga atau gigi kebijakan. Semua gigi terdiri atas
sebuah mahkota yang menonjol di atas gusi atau gingival, dan satu atau
lebih akar gigi meruncing yang tertanam di dalam lubang atau alveolus di
dalam tulang maksila atau mandibula. Batas antara mahkota dan akar gigi
disebut leher atau serviks.
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu:
a) Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari
2 gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi
b) Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham
untuk total keseluruhan 32 gigi.

Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan).


Mengunyah ialah menggigit dan menggiling makanan di antara
gigi atas dan bawah. Gerakan lidah dan pipi membantu dengan memindah-
mindahkan makanan linak ke palatum keras 12ensit gigi-gigi.
Makanan yang masuk kedalam mulut di potong menjadi bagian-
bagian kecil dan bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan
yang dapat ditelan.
Komponen-komponen gigi meliputi:
a) Email
Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna
putih kebiruan dan hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen
dari beratnya adalah mineral dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-
besar. Matriks organic hanya merupakan tidak lebih dari 1% massanya.
b) Dentin
Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi
cairan. Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan
menghantarkan rangsang ke pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh
saraf akan menghantarkan sinyal rasa sakit itu ke otak.
Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan segar, dan berwarna agak
kekuningan. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih keras.
Bahannya 20% organic dan 80% anorganik.
c) Pulpa
Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa
merupakan bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa
mempunyai hubungan dengan jaringan peri- atau interradikular gigi,
dengan demikian juga dengan keseluruhan jaringan tubuh. Oleh karena
itu, jika ada penyakit pada pulpa, jaringan periodontium juga akan terlibat.
Demikian juga dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan
memengaruhi jaringan di sekitar gigi.
Bentuk kamar pulpa hampir menyerupai bentuk luar dari mahkota
gigi, misalnya tanduk pulpa terletak di bawah tonjol gigi. Pada gigi
dengan akar lebih dari satu, akan terbentuk lantai kamar pulpa yang
mempunyai pintu masuk ke saluran akar, disebut orifisum. Dari orifisum
ke foramen apical disebut saluran akar. Bentuk saluran akar ini sangat
bervariasi, dengan kanal samping yang beragam, selain kadang-kadang
juga ditemukan kanal tambahan (aksesori) yang ujungnya buntu, tidak
bermuara ke jaringan periodontal. Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air
dan 25% bahan 13ensiti, yaitu:
 Glukosaminoglikan
 Glikoprotein
 Proteoglikan
 Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat.
Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf.
Pada saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan limfe, juga jaringan
saraf, yang masuk ke rongga pulpa dan membentuk percabangan jaringan
yang teratur serta menarik. Jaringan yang memasok darah dari pulpa,
masuk dari foramen apical, tempat arteri dan vena masuk serta keluar.
Selain pembuluh darah dan jaringan limfe, jaringan saraf masuk juga ke
pulpa melalui foramen 13ensit.
d) Sementum
Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan
bermineral yang sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya,
sementum lebih mirip tulang dari jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri
atas matriks serat-serat kolagen, glikoprotein, dan mukopolisakarida yang
telah mengapur. Bagian servikal dan lapis tipis dekat dentin adalah
sementum aselular. Sisanya adalah sementum selular, dimana terkurung
sel-sel mirip osteosit, yaitu sementosit, dalam 14ensit dalam matriks.

3) Jaringan Sekitar Rongga Mulut


Jaringan sekitar mulut :
a) Bibir dengan bagian-bagian
 Bibir atas
 Bibir bawah
 Tepi bibir
 Sudut bibir (commisure) dimana bibir atas dan bawah bertemu
 Tuberkel yaitu tonjolan bulat pada bibir atas tengah bawah
b) Filtrum
Yaitu lekukan antara tuberkel dan hidung.
c) Labiomental groove
Yaitu groove yang berjalan horizontal di bawah bibir bawah yang
membatasi dagu.
d) Nasolabial groove
Yaitu lekukan antara hidung/nasal dan bibir/labia.
e) Dagu
Di sebelah depan, mulut dibatasi oleh bibir dan otot-otot yang
melingkarinya. Bibir ini merupakan peralihan dari kulit dan selaput lendir.
Perbedaannya dengan kulit adalah bahwa bibir tidak mempunyai lapisan
tanduk dan lapisan epidermisnya tipis. Warna merah pada bibir disebabkan
oleh warna merah darah dalam kapiler di bawahnya. Karena kulitnya tipis,
bibir juga merupakan bagian yang 14ensitive pada manusia.
Pada orang yang kurang darah (anemia) warnanya pucat,
sedangkan pada mereka yang darahnya mengalami gangguan oksigenasi &
karbonisasi, darah dapat menjadi kebiru-biruan.
D. Telinga atau pendengaran
Indra pendengaran merupakan salah satu alat pancaindra untuk
mendengar. Anatomi telinga terdiri dari telinga bagian luar, tengah, dan dalam.
a. Telinga bagian luar
Aurikula (daun telinga), menampung gelombang suara yang datang dari
luar masuk ke dalam telinga.
Meastus akustikus eksterna (liang telinga). Saluran penghubung aurikula
dengan membran timpan, panjangnya 2,5 cm, terdiri dari tulang rawan dan
tulang keras. Saluran ini mengandung rambut, kelenjar subasea. Dan kelenjar
keringat khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serum.
Membran timpani antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput
gendang telinga yang disebut membran typani.

b. Telinga bagian tengah


Kavum timpani, rongga didalam tulang temporalis yang didalamnya
terdapat 3 buah tulang pendengaran yaitu maleus, incus, stapes yang melekat
pada bagian dalam membra timpani.
Antrum timpani merupakan rongga tidak teratur yang agak luas, terletak
dibagian bawah samping dari kavum timpani. Antrum timpani dilapisi oleh
mukosa, merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani. Rongga ini
berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebutn sellula mastoid
yang terdapat dibelakang bawah antrum, di dalam tulang temporalis.
Tuba auditiva eustaki. Saluran tulang rawan yang panjangnya 3,7 cm
berjalan miring ke bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa.
c. Telinga bagian dalam
Telinga bagian dalam terletak pada bagian tulang keras pilorus temporalis,
terdapat reseptor pendengaran, dan alat pendengaran ini disebut labirin.
1) Labiritus osseous, serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan yang
dinamakan perilimfe. Labiritus osseous terdiri dari vestibulum, koklea,
dan kanalis semisirkularis.
2) Labirintus membranous, terdiri dari:
a) Utrikulus, bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng
terpaut pada tempatnyaoleh jaringan ikat. Pada dinding belakang
utrikulus terdapat muara dari duktus semisirkularis dan pada dinding
depannya ada tabung halus disebut utrikulosa sirkularis, saluran yang
menghubungkan antara utrikulus dan sakulus.
b) Sakulus, bentuknya agak lonjong lebih kecil dari utrikulus, terletak
pada bagian depan dan bawah dari vestibulum dan terpaut erat oleh
jaringan ikat.
c) Duktus semisirkularis. Ada tiga tabung selaput semisirkularis yang
berjalan pada kanalis semesirkularis (superior, posterior, dan
lateralis). Bagian duktus yang melebar disebut dengan ampula
selaput. Setiap ampula mengandung celah sulkus ampularis
merupakan tempat masuknya cabang ampula nervus akustikus.
d) Duktus koklearis merupakan saluran yang bentuknya agak segitiga
seolah-olah membuat batas pada koklea timpani. Duktus koklearis
mulai dari kantong buntu (seikum vestibular)ndan berakhir tepat
diseberang kanalis lamina spiralis pada kantong buntu (seikum
ampulare)
E. Kulit
Kulit adalah suatu pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan, kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya yaitu
15% dari berat tubuh manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm, kulit terbagi atas 3
lapisan pokok yaitu, epidermis, dermis dan subkutan atau subkutis. Tikus putih
(Rattus novergicus) memiliki struktur kulit dan homeostatis yang serupa dengan
manusia (Wibisono, 2008).
1) Epidermis
Terbagi atas beberapa lapisan yaitu :
a. Stratum basal
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena sel
selnya terletak dibagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-
sel di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
b. Stratum spinosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat
mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan.
c. Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–sel
tersebut hanya terdapat 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum lusidum
Langsung dibawah lapisan korneum, terdapat sel-sel gepeng tanpa
inti dengan protoplasma.
e. Stratum korneum
Stratum korneum memiliki sel yang sudah mati, tidak mempunyai
inti sel dan mengandung zat keratin.
2) Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis
dilapisi oleh membran basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan
subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya yang bisa dilihat sebagai tanda yaitu
mulai terdapat sel lemak pada bagian tersebut. Dermis terdiri dari dua lapisan
yaitu bagian atas, pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah pars
retikularis (stratum retikularis).

3) Subkutis atau hipodermis


Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini
berjalan serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan inti yang terdesak kepinggir, sehingga membentuk seperti cincin.
Lapisan lemak disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada
setiap tempat.
Fungsi penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau pegas bila
terdapat tekanan trauma mekanis pada kulit, isolator panas atau untuk
mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan
tubuh. Dibawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.
Vaskularisasi kulit diatur oleh dua pleksus, yaitu pleksus yang terletak
dibagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis
(pleksus profunda). Pleksus yang terdapat
pada dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis,
sedangkan pleksus yang di subkutis dan di pars retikular juga mengadakan
anastomosis, dibagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.
Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.
2. Asuhan keperawatan teori
A. Pengkajian umum
a. Identitas
Identitas pasien meliputi: nama, alamat, tanggal lahir,jenis kelamin, umur,
pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, suku, bangsa, tanggal masuk rumah
sakit, no.register/MRS, serta penanggung jawab.
b. Keluhan utama
Alasan mengapa klien melakukan rujukan dan memerlukan bantuan
tenaga medis. Pada klien dengan gangguan system persepsi sensori klien
dapat mengeluhkan hal berikut:
1) Penglihatan: vertigo, pusing, penglihatan kabut / berkabut, double
vision, penurunan visus, ada kilatan cahaya, keluar air mata terus
menerus (misal pada pekerja las besi, adanya butir besi pada mata)
Pada mata, terdapat gejala :
a) Abnormal Vision: perubahan penglihatan yang tak normal, seperti
kelainan refraksi, lid ptosis, kekeruhan pada kornea, lensa, rongga
aqueous/vitreous, malfungsi retina, saraf optikus.
b) Abnormal Appereance: tampilan organ mata tak normal seperti,
mata merah (iritasi), perdarahan sub conjunctiva, infeksi, alergi,
trauma dan keadaan lain : lesi, edema, abnormal posisi.
c) Abnormal Sensation: sensari tak nyaman pada mata. Nyeri mata :
Sulit ditentukan lokasinya, seperti ditarik, ditekan, sakit kepala.
Mata gatal : reaksi alergi. Mata berair : iritasi, gangguan sistem
lakrimalis. Sekresi meningkat : iritasi, infeksi, alergi.
2) Penciuman : sinusitis
3) Pengecapan : stomatitis Riwayat kesehatan
4) Pendengaran: pendengaran menurun, tinitis, rasa gatal dan tidak
nyaman pada telinga, nyeri.
5) Kulit : adanya bisul, panu, kudis, kurap
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Tanyakan pada klien kapan timbulnya keluhan, mendadak, hilang timbul
atau progresif.
2) Kaji sifat keluhan, menetap ataukah kadang-kadang
3) Tanyakan faktor eksternya terjadinya keluhan, misal akibat ISPA, setelah
naik pesawat (gangguan pendengeran akibat perubahan tekanan),
berenang (telinga kemasukan air), lingkungan kerja dengan tingkat
kebisingan tinggi,
4) Apakah keluhan timbul denga gejala lain seperti: mual, muntah, keringat
dingin, tumor, gatal, dll.
d. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat ISPA, Alergi (bersin-bersin), hidung berair, sinusitis.
2) Usia berapa dapat berbicara, menirukan gerakan
3) Hypertensi
4) Diabetes millitus
5) Myestenia gravis - kelemahan pada otot akibat gangguan neuromuskular
6) Pemakaian obat-obatan mata tanpa resep dokter, misal obat tetes mata
atau telinga tidak sesuai indikasi.
7) Riwayat operasi pd telinga, mata, hidung & tenggorokan, & trauma
kepala ?
8) Apakah ada perubahan pola bicara, melihat, makan, dan mendengar ?
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Kaji riwayat kehamilan. Adakah gangguan kemahilan, tanyakan pada
trimester berapa. Karena trimester berhubungan dengan waktu
pertumbuhan dan perkembangan janin.
2) Kaji obat-obatan yang dikonsumsi saat kehamilan, karena ada obat yang
dapat menimbulkan deformitas atau gangguan pada saraf dan sensori
f. Riwayat sosial
1) Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.
2) Anggota keluarga yg punya masalah pendengaran, penglihatan,
penciuman,dan pengecapan ?
3) Perhatian anak di sekolah menurun, prestasi menurun (SLB, Alat bantu
yg digunakan type, lama)
g. Riwayat psikologis
1) Baagaimana persepsi dan perassan klien mengenai gangguan dan
bagaimana klien menyesuaikan diri
2) Perubahan sikap & kepribadian, penurunaan kepekaan terhadap
lingkungan - Reaksi anggota keluarga terhadap ganggua sensori

B. Pemeriksaan Fisik
a. Mata atau penglihatan
1) Inspeksi
 Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo atau
aksoplatus, strabismus
 Anjurkan memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan
nigtagmus
 Bedakan antara bola mata kanan dan kiri
 Luruskan jari-jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm
 Beri tahu untuk mengikuti gerakan jari dan gerakan jari pada 8
arah untuk mengetahui fungsi otot gerak mata
2) Palpasi
Denga cara memejamkan mata : catat adanya nyeti tekan dan keadaan
benjolan
3) Kelopak mata
 Amati kelopak mata , catat adanya kelainan, ptosis,
entro/ekstropoin, alismata tontok, lesi xantelasma.
 Dengan palpasi : dengan cara memejamkan mata : catat adanya
nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata
4) Konjungtiva, sclera, kornea
 Baritahu untuk lurus ke depan
 KONJUNGTIVA :Tekan di bawah kelopak mata ke bawah,
amati konjungtiva dan catat adanya kelainan : anemia/pucat (tidak
anemis).
 Kemudian amati SCLERA : catat adanya kelainan icterus,
vaskularisasi, lesi atau benjolan (normal putih).
 Inspeksi sklera bertujuan untuk melihat adanya nodul, hyperemia,
dan perubahan warna. Sclera normal seharusnya berwarna putih.
Pada individu berkulit galap, sclera mungkin berwarna sedikit
agak seperti lumpur.
 Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan
(normal: hitam transparan dan jernih)
 KORNEA harus jernih dan tanpa keruhan atau kabut. Cincin
keputihan pada perimeter kornea mungkin adalah arkus senilis.
5) Pemeriksaan pupil
 Beritahu untuk pandangan lurus ke depan
 Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke
medial
 Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil
menurun, bandingkan kanan dan kiri
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3mm, meiosis
(mengecil)
Abnormal : reflek pupil menurun atau anisokor, medriasis
(membesar) atau meiosis (mengecil)
6) Pemeriksaan tekanan bola mata
 Palpasi
Tanpa alat : beritahu untuk memejamkan mata, dengan 2 jari
tekan bola mata, catat adanya ketegangan dan bandingkan kanan
dan kiri
Dengan alat : dengan alat tonometri (perlu keterampilan khusus)
7) Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
 Pasien duduk menghadap kartu snellen dengan jarak 6 meter
 Tajam penglihatan diperiksa satu persatu secara bergantian
dengan atau tanpa kacamata, Pasien diminta untuk menutup mata
yang tidak diperiksa dengan telapak tangan tanpa ditekan. Mata
kanan diperiksa dahulu sehingga mata kiri ditutup. Kemudian
diperiksa mata kiri dan mata kanan ditutup.
 Pasien diminta membaca huruf yang tenulis pada kartu snellen
yang dimulai dengan membaca baris atas (huruf yang Iebih besar)
dan bila telah terbaca pasien diminta membaca dibawahnya (huruf
yang lebih kecil)
 Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca
 Tulis hasil pemeriksaan secara terpisah antara visus mata kanan
(VOD) dan visus ata kiri (VCS) yang dinyatakan dengan suatu
pembilang dan penyebut.
 Bila huruf yang terbaca tersebut:
 Terdapat pada baris dengan tanda 30, dikatakan tajam
penglihatan 6/30. Berarti la dapat melihat huruf pada jarak
30 meter. yang oleh normal huruf tersebut dapat dilihat
jarak 6 meter.
 Terdapat pada baris dengan tanda 6, dikatakan tajam
penglihatan 616 (normal)
 bila dapat membaca 6/6 dengan terdapat kesalahan baca 2
huruf pada bertanda 6 disebut tajam penglihatan 6/6-2
 Uji Hitung Jari
 Bila pasien tidak dapat mengenai huruf erbesar pada kartu
snellen pada jarak 6 meter maka dilakukan uji hitung jari.
Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60
meter.
 Pasien diminta melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperilihatkan pada jarak tertentu. Jari diperlihatkan secara
acak tidak berurutan.
 Bila jari yang diperlihatkan dikenal pada jarak 3
meter make dikatakan tajam penglihatan seseorang
adalah 3/60. Barani la dapat melihat jari pada jarak
30 meter. yang oleh normal jari tersebut dapat
dilihat pada jarak 60 meter.
 Dengan pengujian Inl tajam penglihatan hanya
dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat
menghitung jari pada jarak 1 meter
 Uji Lambaian Tangan
 Dengan uji lambaian tangan. maka dapat dinyatakan tajam
pengihatan pasien Iebih buruk daripada 1/60. Orang
normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada
jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat molihat lambaian
tangan pada jarak 1 meter. berarti tajam penglihatannya
adalah 1/300.
 Uji Proyeksi Sinar
 Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar
saja dan tidak dapat melihat lambayan tangan. Keadaan ini
disebut sebagai tajam penglihatan 1/tidak hingga
(1~).orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak
tidak terhingga.
 bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar
maka dikatakan penglihatan 0 (nol) atau buta total / NO
ligt perception (NLP)
8) Pemeriksaan lapang pandang
 Duduk berhadapan dengan pasien
 Pemeriksa memberikan intruksi pemeriksaan kepada pasien
dengan jelas
 Pasien menutup mata kiri dengan telapak tangan yang kiri,
telapak tangan tidak boleh menekan bola mata
 Pemeriksa duduk tempat di depan pasien dalam jarak antara 60
cm, berhadapan, sama tinggi. Pemeriksa menutup mata kanan
dengan telapak tangan yang kanan. Lapang pandang pemeriksa
sebagai referensi (lapang pandang pemeriksa harus normal). Mata
pasien melihat mata pemeriksa
 Objek atau ujung jari periksa di gerakkan perlahan – lahan dari
perifer ke sentral (sejauh rentangan tangan pemeriksa kemudian
digerakkan ke central) dari delapan arah pada bidang ke tengah –
tengah penderita dan pemeriksa
 Lapang pandang pasien dibandingakan dengan lapang pandang
pemeriksa
 Kemudian diperiksa mata kontralateral
 Menyebutkan hasilnya :
 Lapang pandang penderita luasnya sama dengan lapang
pandang pemeriksa
 Lapang pandang penderita lebih sempit dari lapang
pandang pemeriksa (sebutkan didaerah mana yang
mengalami penyempitan)

b. Hidung atau penciuman


1) Inspeksi
a) Hidung internal
Bentuk, ukuran, warna kulit, kesimetrisan, adanya benjolan,
tanda radang, dan bentuk khusus hidung.
Normalnya : simetris, warna sama dengan wajah, terletak di
tengah wajah
Abnormal : deformitas, bengkak dan merah
b) Nares anterior
Inspeksi warna mukosa, lesi, rabas, perdarahan (epistaksis),
bengkak
Mukosa normal : pink, lembab, tanpa lesi
Abnormal : rabas mukoid (rinitis), rabas kuning
kehijaun (sinusitis)
c) Septum dan turbinat
Kepala di tengadahkan septum inspeksi kesejajaran, perforasi
atau perdarahan, normal septum dekat dengan garis tengah,
bagian anterior lebih tebal dan pada daripada posterior, lihat
adanya polip.
2) Palpasi
 palpasi dengan hati-hati punggung hidung dan jaringan lunak
dengan menempatkan 1 jari disetiap sisi lengkung hidung dan
secara hati-hati menggerakkan jari-jari dari batang hidung ke
ujung hidung.
 Nyeri tekan, massa, penyimpangan
 Normal struktur hidung keras dan stabil
 Kepatenan lubang hidung dapat dikaji dengan jari dilektakkan di
sisi hidung dan menutup 1 lubang hidung, beritahu untuk
menghembuskan nafas lewat hidung .
 Amati apakah dapat bernafas dengan mulut tertutup
 Lakukan bergantian, kemudian rasakan apakah ada hambatan dan
bandingkan kanan dan kiri.

c. Mulut atau pengecapan


1) Inspeksi
 Bantu pasien duduk berhadapan dengan anda, dengan tinggi yang
sejajar
 Amati bibir untuk mengetahui kelainan kongenital, bibir sumbing,
warna bibir, ulkus, lesi, dan massa.
 Lanjutkan pengamatan pada gigi dengan pasien dianjurkan
membuka mulut.
 Atur pencahayaan yang memadai dan bila diperlukan gunakan
penekan lidah untuk menekan lidah sehingga gigi akan nampak
lebih jelas.
 Amati keadaan setiap gigi mengenai posisi, jarak, gigi rahang atas
dan bawah, ukuran, warna, lesi atau adanya tumor. Amati juga
secara khusus pada akar- akar gigi dan gusi.
 Pemeriksaan gigi dengan cara mengetuk secara sistematis,
bandingkan gigi bagian kiri, kanan, atas dan bawah, dan anjurkan
pasien untuk memberitahu bila merasa nyeri sewaktu diketuk.
 Perhatikan pula ciri – ciri umum sewaktu melakukan pengkajian
antara lain kebersihan mulut dan bau mulut.
 Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya.
Suruh pasien menjulurkan lidah dan amati mengenai kelurusan,
warna, ulkus, maupun setiap ada kelainan.
 Amati selaput lendir mulut secara sistematis pada semua bagian
mulut mengenaai warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi,
peradangan, ulkus dan perdarahan.
 Beri kesempatan pasien untuk istirahat dengan menutup mulut
sejenak bila capai, lalu lanjutkan dengan inspeksi paring dengan
cara pasien dianjurkan membuka mulut, tekan lidah kebawah
pasien sewaktu pasien berkata “ah”. Amati paring terhadap
kesimetrisan ovula.
2) Palpasi

Palpasi pada pengkajian mulut dilakukan terutama bila dari


inspeksi belum diperoleh data yang meyakinkan. Tujuan palpasi pada
mulut terutama untuk mengetahui bentuk dan setiap ada kelainan pada
mulut yang dapat diketahui dengan palpasi, yang antara lain meliputi
pipi, dasar mulut, palatum/langit-langit mulut dan lidah. Palpasi harus
dilakukan secara hati-hati dan perlu di upayakan agar pasien tidak
muntah.

 Atur posisi pasien duduk menghadap anda.


 Anjurkan pasien membuka mulut.
 Pegang pipi diantara ibu jari dan jari telunjuk ( jari telunjuk berada
di dalam ). Palpasi pipi secara sistematis dan perhatikan terhadap
adanya tumor atau pembengkakan. Bila ada pembengkakan
determinasikan menurut ukuran, konsistensi, hubungan dengan
daerah sekitarnya dan adanya nyeri.
 Lanjutkan dengan palpasi pada palatum dengan jari telunjuk dan
rasakan terhadap adanya pembengkakan dan visura.
 Palpasi dasar mulut dengan cara pasien mengatakan “el” kemudian
palpasi dilakukan pada dasar mulut secara sistematis dengan jari
telunjuk tangan kanan. Bila diperlukan beri sedikit penekanan
dengan ibu jari dari bawah dagu untuk mempermudah palpasi.
Catat apabila ada pembengkakan
 Palpasi lidah dengan cara pasien disuruh menjulurkan lidah, pegang
lidah dengan kasa steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari
penunjuk tangan kanan lakukan palpasi lidah terutama bagian
belakang dan batas-bats lidah.

d. Telinga atau pendengaran


1) Inspeksi :
a) Amati bentuk aurikula : normal, menutup, bengkak, simetris
b) Amati aurikula : merah, pucat, sianosis
c) Dengan otoscope
 Amati keadaan meatus austikus eksternus : normal, bengkak,
merah, jerawat, bisul, serumen, sekret, pus
 Amati keadaan membrane timpani : utuh, pecah, menegang,
merah, penonjolan, luka, lubang, cairan, jaringan parut atau
tumor.
2) Palpasi:
a) Lakukan penekanan pada tragus. aurikula, danos. Mastoideus di
posterior aurikula Perhatikan adanya nyeri tekan, kemungkinan otitis
okstema dan mastoiditis
b) tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar . catat
adanya lesi. cerumen. dan cairan yang keIuar.
c) Gerakkan daun blinga, taken tragus dan catat adanya nyeri telinga
catat adanya nyeri talinga.
d) Lakukan proedur pada sisi telinga yang lain.
3) Pemeriksaan pendengaran :
a) Dengan bisikan
 ruangan cukup tenang, dengan panjang 6 meter
 Telinga yang tidak di periksa ditutup,orang yang diperiksa tidak
boleh melihat pemeriksa(pemeriksa berdiri di sisi yang diperiksa
 bisiskan suatu bilangan misal 76
 dimulai dari jarak 6 meter dan makin lama makin mendekat, maju
tiap1meter sampai penderita dapat mengulangi tiap kata yang
benar
 periksa telinga satunya dengan cara yang sama
 Bandingankan kemampuan mendengar telinga kanan yang kiri
b) Dengan arloji
 pegang arloji disamping telinga klien
 tanyakan klien apakah mendengar detak arloji
 pindah posisi arloji perlahan lahan menjahui telinga dan minta
penderita menyatakan bila tidak dapat mendengar lagi. Normal
detak arloji dapat terdengar jarak 30cm dari telinga
 periksa telinga satunya denga cara yang sama
 bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri
c) Dengan garputala
a Tes Rinne
 Garputala digetarkan
 Tangkai garputala diletakkan di prosesus mastoid penderita.
Bila penderita tidak mendengar suara lagi, kaki garputala
didekatkan didepan liang telinga penderita kirakira 2,5 cm
 Bila masih terdengar rinne (+) disebut telinga normal atau
tulis sensori naural, bila tidak terdengar maka disebut rinne (-
) disebut tuli konduktif
b Tes Webber
 Garputala digetarkan kemudian tangkainya diletakkan digaris
tengah kepala (ubun ubun, dahi, dan pangkal hidung, tengah
tengah gigi seri,atau di dagu) penderita
 Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana bunyi terdengar
kebih keras wibber tidak ada lateralisasi disebut telnga
normal
 Bila terdapat lateralilasi ketelinga yang sakit disebut tuli
konduktif
 Bila terdapat lateralisasi yang normal ke telinga yang sehat
disebut tuli sensori neural
c Tes Schwabach
 Garputala didengarkan kemudian ketangkai garputala
ditelakkan ke prosessus mastoid pemeriksa,
 Apakah pemeriksa masih mendengar apabila pemeriksa
masih mendengar meskipun tidak lagi didengar oleh
penderita schawabah memendek disebut tuli sensorineural
 Apabila pemeriksa juga tidak mendengar ulangi tes kembali.
 Garputala diletakkan diprosesus mastoid pemeriksa terlebih
dahulu bila sudah tidak terdengar lagi pindahkan pada
mastoid penderita
d Tes Bing (oklusi)
 Tragus telinga yang diperiksa di tekan (ditutup)
 Garputala digetarkan dan diletakkan di tengah garis kepala
(ubun ubun, dahi, pangkal hidung, tengah tengah garis seri
atau didagu) penderita
 Apabila bunyi garputala terdengar keras pada telinga yang
ditutup telinga maka normal atau tuli sensori neural
 Bila tidak ada lateralisasi ketelinga yang ditutup (yang
diperiksa ) maka teinga disebut konduktif

e. Kulit
Pemeriksaan fisik pada kulit, rambut dan kuku adalah inspeksi dan
palpasi. Sistem integument meliputi kulit, rambut, dan kuku. Sistem ini
berfungsi memberikan proteksi eksternal bagi tubuh, membantu dalam proses
pengaturan suhu tubuh, sebagai sensor nyeri, dan indera peraba.
a) Inspeksi: Pada pasien dengan gangguan sistem integumen secara
umum kulit dikaji dengan mengamati warna, kekeringan, adanya lesi,
vaskularitas, mobilitas, edema yang mungkin terjadi.
b) Palpasi: Untuk palpasi secara umum dikaji dengan perabaan pada kulit
mencangkup kelembapan tekstur kulit, kasar atau halus, elestisitas kulit.
Tugor kulit akan kembali dalam waktu < 2 detik (normal), jika di
temukan piting edema pada daerah yang di tekan akan tampak bekas
jari pemeriksa dan akan kembali dengan lambat (>2detik).

B. Pemeriksaan penunjang
a. Mata atau penglihatan
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berdasarkan
Smeltzer & Bare (2013) dan adalah:
1) Oftalmoskopi
Sebuah alat yang digunakan untuk melihat struktur eksterior dan
inferior mata dalam ofalmoskop. Paling mudah untuk mengkaji fundus
saat runag gelap karena pupil akan dilatasi. Saat menggunakan
oftalmoskop direk, perawat memegang instrument dengan tangan kanan
saat mengkaji OD dan tangan kiri saat mengkaji OS. perawat berdiri pada
sisi yang nyaman dan sama dengan mata klien yang akan diperiksa. Klien
diminta melihat ke arah depan pada objek yang terletak di dinding
belakan perawat. Bagian yang diperksa dari pemeriksaan ini yaitu,
diskusoptikus, pembuuh optikus, fundus, makula.
Dapat dilihat melalui oftalmoskop, yaitu suatu instrumen yang
digunakan dengan cara dipegang yang memproyeksikan cahaya melalui
prisma dan membelokkan cahaya dengan sudut 90°, memungkinkan
pemeriksa melihat retina. Dalam melakukan pemeriksaan ruangan harus
digelapkan untuk melebarkan dilatasi pupil. Pemeriksaan ini meliputi
evaluasi diskus optikus, pembuluh darah retina, karakteristik retina, area
makula, dan humor aqueus.
2) Tonometri
Tonometri adalah teknik untuk mengukur tekanan intraokuler
(TIO).Tonometri Schiotz memakai instrumen metal yang dipegang
(tonometer) dan diletakkan pada permukaan kornea yang dianastesi.
Hasilnya bervariasi namun cukup baik untuk mengistimasi TIO. Alat
pengukur tekanan lainnya yaitu Tonometer aplanasi dari Goldman,
dihubungkan dengan lampu slit. Dianggap sebagai bentuk alat ukur TIO
yang paling akurat.Pemberian pewarna fluoresen dan anestesi topikal
diperlukan sebelum tonometer aplanasi. Peningkatan TIO merupakan
tanda kardinal pada glaukoma.
3) Lampu-Slit
Lampu-slit adalah instrumen yang biasa dijumpai dikamar periksa
ahli oftalmologi atau di tempat dimana dilakukan evaluasi oftalmik.
Pemerisaan dilakukan dengan cara mengarahkan cahaya berbagai bentuk
dan warna ke permukaan depan mata. Instrumen ini akan memperbesar
kornea, sklera, dan kamera anterior, dan memberikan pandangan oblik ke
dalam trabekulum dengan lensa khusus. Kebanyakan lampu-slit
dilengkapi dengan tonometer applanasi. Untuk pemeriksaan, ruangan
harus gelap dan klien harus kooperatif. Sebelum pemeriksaan perawat
atau teknisi biasanya membantu memberikantetes mata untuk mendilatasi
pupil.
4) Ultrasonografi (USG)
USG dapat digunakan untuk mengukur dimensi, struktur kuler, dan
untuk mengukur kedalaman serta bentuk bola mata. Pada USG,
gelombang dengan frekwensi tinggi diemisi dari sebuah tranduser kecil
seperti probe diletakkan dimata. Setelah mengenai jaringan okuler,
gelombang suara kemudian memantul dan ditangkap oleh transduser
yang sama. Kemudian dikonversi menjadi pola gelombang dan dan
ditampilkan pada osilokop. Prosedur ini tidak menimbulkan nyeri namun
memerlukan anestesi lokal. Setelah dilakukan pengujian sarankan pada
klien agar tidak menggosok matanya. Ada dua tipe primer ultrason yang
digunakan, yaitu A-scan dan B-scan.
a) A-scan-ultrason : untuk membedakan tumor maligna dan benigna,
mengukur mata untuk pemasanga implan lensa okuler dan
memantau adanya glaukoma kongenital
b) B-scan-ultrason : Untuk memndeteksi berbagai struktur dalam mata
yang kurang jelas akibat adanya pendarahan katarak atau opasitas
lain.
5) Angiografi Fluoresen
Untuk mengevaluasi pembuluh darah oftalmik. Pewarna kontras
disuntikkan ke vena perifer. dan diambil foto serial fundus. Uji ini
membantu menentukan luasnya kelainan pembuluh darah retina, seperti
yang berhubungan dengan diabetes dan hipertensi, papiledema, dan
sumbatan arteri retina sentralis.

6) Prosedur Pencitraan
Kadang-kadang kita perlu melihat mata terhadap hubungan dengan
tengkorak atau jaringan lunak lainnya. Karena mata terletak di dalaam
rongga intracranial, maka abnormalitas tengkorak dapat memengaruhi
bola mata dan struktur oftalmik. Fraktur blowout orbita dapat menjebak
otot atau saraf ekstraokuker sehingga membatasi gerakan bola mata yang
terkena. Sinar-x tengkorak dapat mengidentifikasi abnormalitas cranium.
MRI (computerized tomografi) dapat digunakan untuk mengidentifikasi
pertumbuhan dan anatomi intraokuler dan ekstraokuler.
7) Hitung Sel Endotel
Alat fotografi yang dihubungkan ke lampu slit dan menghasilkan
bayangan dengan resolusi tinggi terhadap detil morfologi sel endotel:
ukuran, bentuk, destansi, dan batas sel. Merupakan uji praoperatif yang
sangat penting untuk mengidentifikasi kerusakan endotel, yang akan
meningkatkan resiko komplikai pascaoperasi.
8) Refraksi dan Akomodasi
Defek minor dan ketidak segarisan mata dapat ter;ihat hampir ke
semua orang. Koreksi refraksi biasanya tidak diperlukan defek seperti ini.
Namun bila terpaksa dilakukan koreksi reflaksi, tujuannya adalah untuk
menghilangkan gejala seperti pandangan kabur, nyeri kepala atau
keletihan mata, dan tidak untuk meningkatkan kesehatan mata itu sendiri.
Beberpa tipe pembedaha reflaksi kornea tersedia untuk mengoreksi
myopia, hyperopia, dan astigmatisma. Prosedur tersebut dapat
mengurangi pemakaian kacamata atau mengurangi kekuatan presskripsi
yang diperlukan untuk mengoreksi pengelihatan.
Kesalahan refleksi dan penanganannya bisa dipahami dengan baik bila
dihubungkan dengan akomodasi. Akomodasi terjadi bila otot silier
berkontraksi, mengakibatkan relaksasi zonula, dan meningkatkan
kelengkungan lensa. Hal ini menyebabkan peningkatan refraksi
(akomodasi), kekuatan mata (pembelokan cahaya), untuk memusatkan
fokus mata pada benda dekat. Ketika otot siler berelaksasi, kekuatan otot
mata berada pada kekuatan rendah yang paling mungkin dicapai, seperti
tampak pada paranalis badan silier (sikloplegia).

b. Hidung atau penciuman


Pemeriksaan Penunjang Hidung (Hetharia, 2011) :
1) Rinoskopia Anterior, pemeriksaan untuk melihat rongga hidung dan
anterior, dilakukan menggunakan speculum.
2) Renoskopia Posterior, pemeriksaan untuk melihat rongga hidung dari
belakang dilakukan dengan bantuan kaca yang diletakkn diorofaring.
3) Transluminasi/Diafanoskopi, pemeriksaan untuk melihat sinus maksilaris
dan fronalis dilakukan dikamar gelap.
4) X-Foto sinus yang paling sering dibuat adalah posisi water.
5) CT Scan
6) Biopsy
Pemeriksaan Laboratorium
1) Pengambilan sputum

c. Lidah atau pengecapan


1) Pemeriksaan Diagnostik (Smeltzer S. C., 2013)
a) Biopsy eksisi
b) Biopsy insisi
c) Punch biopsy
d) Needle biopsy
e) Biopsy aspirasi
f) Media transpor
2) Pemeriksaan laboratorium (Smeltzer S. C., 2013)
a) Hematologi
b) Mikrobiologi
d. Telinga atau pendengaran
1) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pendengaran
Pemeriksaan diagnostik berdasarkan Smeltzer & Bare (2013):
a Audiometri
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer
nerupakan satu-satunya instrumen diagnostik yang paling penting.
Uji audiometri ada 2 macam, yaitu:
 Audiometri Nada murni, dimana stimulus suara terdiri atas
nada murni atau musik (semakin keras nada sebelum pasien
bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan
pendengarannya).
 Audiometri Wicara, dimana kata yang diucapkan digunakan
untuk menetukan kemampuan mendengar dan membedakan
suara.
b) Timpanogram atau Audiometri Impedans
Mengukur refleks otot telinga tengah terhadap stimulus suara,
selain kelenturan membran timpani, dengan mengubah tekanan udara
dalam kanalis telinga yang tertutup. Kelenturan akan berukuran pada
penyakit telinga tengah.
c) Elektrokokleografi (EcoG)
Elektrokokleografi (EcoG) adalah perekaman potensial
elektrofisiologis koklea dan nervus kranialis VIII sebagai respon
stimuli akustik. Rasio yang dihasilkan digunakan untuk membantu
dalam mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam
seperti penyakit Meniere dan fistula perilimfe. Prosedur ini dilakuakn
dengan menempatkan elektroda sedekat mungkin dengan koklea.
Untuk persiapan pengujian, pasien diminta untuk tidak memakai
diuretika selama 48 jam sebelum uji dilakukan, sehingga
keseimbangan cairan ditelinga tidak berubah.
d) Keseimbangan
a Elektronistamografi (ENG)
Elektronistamografi (ENG) adalah sebuah test yang
mendeteksi secara sensitif penyakit sentral dan perifer dari sistem
vestibular pada telinga. ENG mendeteksi dan merekam
Nistagmus (pergerakan mata involunter) karena mata dan telinga
saling berhubungan untuk keseimbangan. Elektroda direkam pada
kulit di area dekat mata, dan satu atau banyak prosedur (test
kalori, pergantian posisi pandangan atau pergantian posisi kepala)
yang dilakukan untuk menstimulus nstagmus. Kegagalan
nistagmus terjadi dengan kegagalan stimulasi serebral yang
mengindikasikan abnormalitas pada apparatus vestibulokoklea,
korteks serebral, saraf auditori, atau batang otak. ENG dapat
membantu diagnosis seperti penyakit Meniere dan tumor kanalis
auditoriusinternus atau fosa posterior (Ignatavicius & Workman,
2013). Persiapan klien untuk melakukan ENG:
 Menjelaskan prosedur dan maksud dari test. Pemeriksa akan
bertanya kepada klien untuk menamai sesuatu atau untuk
mengerjakan hitungan mudah ketika test untuk mengetahui
apakah klien tersebut masih sadar.
 Minta klien untuk berpuasa dalam beberapa jam sebelum test
dan menghindari minuman berkafein selama 24-48 jam
sebelum test.
 Pada klient yang menggunakan pacemaker atau pemacu
jantung tidak perlu mengikuti test karena sinyal pacemaker
dapat mengganggu sensitivitas ENG.
 Berikan cairan oral setelah test untuk menghindari mual dan
muntah.
b Tes Kalori
Mengevaluasi porsi vestibula pada saraf auditori. Air atau
udara hangat dimasukkan ke telinga. Respon normal pada
permulaan vertigo dan nistagmus antara 20-30 detik (Ignatavicius
dan Workman , 2013). Persiapan klien untuk test kalori antara
lain, yaitu:
 Menjelaskan prosedur dan tujuan dari test.
 Minta klien untuk berpuasa beberapa jam sebelum test
 Katakan pada klen bahwa bagian yang mengalami gangguan
di tes dahulu.
 Jelaskan pada klien untuk beristirahat setelah prosedur,
berikan cairan oral untuk menghindari mual dan muntah.
c Tes Dix-Hallpike untuk vertigo
Dilakukan dengan membantu klien duduk di meja
pemeriksaan dengan posisi berdiri di samping klien dan
memposisikan klien dari duduk kesupinasi secara cepat dengan
kepala ekstensi keluar dari ujung sisi meja. Klient dengan vertigo
posisi benigna akan mengalami robekan nistagmus setelah 5-10
detik kemudian (Ignatavicius dan Workman , 2013). Persiapan
klien untuk test Dix-Hallpike.
 Jelaskan prosedur dan tujuan
 Katakan pada klien terus membuka mata dan jangan berkedip
 Jelaskan pada klien bahwa pandangan berbayang dapat
terjadi pada saat tes
d Posturografi Platform
Posturografi platform adalah uji untuk menyelidiki
kemampuan mengontrol postural. Diuji integrasi antara bagian
visual, vestibuler dan proprioseptif (integrasi sensoris dengan
keluaran respons motoris dan koordinasi anggota bawah.Pasien
berdiri pada panggung (platform), dikelilingi layar, dan berbagai
kondisi ditampilkan. Respons klien terhadap 6 kondisi yang
berbeda diukur dan menunjukkan sistem mana yang terganggu
(Smeltzer & Bare, 2013).
2) Pemeriksaan Laboratorium
Umumnya bukan untuk menilai dalam menentukan ketajaman
pendengaran. Tetapi untuk melihat adanya infeksi pada telinga, organisme
yang menyebabkan, dan pengobatan yang tepat. Jika terapi antibiotik tidak
berhasil, maka dapat dilakukan kultur mikroba dan uji sensitivitas
(Ignatavicius & Workman, 2013)

e. Kulit
Pemeriksaan Penunjang pada kulit menurut (Smeltzer S. C., 2013), yaitu:
1) Biopsi Kulit
Biops kulit yang bertujuuan untuk mendapatkan jaringan bagi
pemeriksa mikroskopik dilakukan lewat eksesi dengan scalpel atau
penusukan dengan alat khusus (skin punch) yang akan mengambil sedikit
bagian tengah jaringan. Biposi dilakukan terhadap nodul kulit yang
asalnya tidak jelas untuk menyingkirkan kemungkinan malignitas dan
terhadap plak dengan bentuk serta warna yang tak lazim; biopsi kulit
dilakukan untuk memastikan diagnosis yang tepat pada pembentukan
lepuh dan kulit lainnya.
2) Imunofluoresensi (IF)
Untuk mengidentifikasi lokasi suatu reaksi imun, pemeriksaan IF
mengkombinasikan antigen atau antibody dengan zat warna fluorokrom
(antibody dapat dibuat berpedar dengan meningkatnya pada zat warna).
Tes IF pada kulit (direct IF test) merpakan teknik pemeriksaan untuk
mendeteksi autoantibodi terhadap bagian-bagian kulit. Indirect IF test
mendeteksi antibody yang spesifik dalam serum pasien.
3) Patch Test
Pacth test yang dilakukan untuk mengenali substansi yang
menimbulkan alergi pada pasien, meliputi aplikasi alergi yang dicurigai
pada kulit normal dibawah plester khusus (occlusive patches).jika terjadi
dermatitis, gejala kemerahan, tonjolan halus atau gatal-gatal dianggap
sebagai reaksi positif lemah. Blister yang halus, papula dan gatal-gatal
yang hebat menunjukkan reaksi positif sedang, sementara blister (bullae),
nyeri serta ulserasi menunjukkan reaksi positif kuat.
4) Pengerokan Kulit
Sempel jaringan dikerok dari lokasi jamuryang dicurigai. Pengerokan
ini dilakukan dengan mata pisaua skapel yang sudha dibasahi dengan
minyak sehingga jaringan kulit yang dikerok melekat pada mata pisau
tersebut. Bahan hasil kerokan dipindahkan ke slide kaca, tutup dengan
kaca objek dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
5) Pemeriksaan Apus Tzanck
Tes ini dilakukan untuk memeriksa sel-sel dari kulit yang mengalami
pelepuhan, seperti herpes zoster, varisela, herpes simpleks dan semua
bentuk pemfigus. Secret dari lesi yang dicurigai dioleskan pada slide kaca,
diwarnai dan diperiksa.
6) Pemeriksaan Cahaya Wood
Tes ini bergantung pada lampu khusus untu memproduksi cahaya
ultraviolet gelombang panjang (black light) yang akan menghasilkan sinar
perpendar berwarna ungu gelap yang khas. Warna sinar perpedar ini
terlihat paling jelas pada kamar gelap dan digunakan untuk membedakan
lesi epidermis dengan lesi dermis dan lesi hipopigmentasi serta
hiperpigmentasi dengan kulit yang normal. Kepada pasien harus dijelaskan
bahwwa cahaya tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan kulit ataupun
mata.
7) Pembuatan Foto Klinis
Foto klinis dibuat memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit,
dan digunakan untuk menentukan progresivitas atau perbaikan setelah
dilakukan terapi.
Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan bakteriologi dilakukan pada penyakit infeksi kulit karena
bakteri
2) Pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis.
C. Penatalaksanaan farmakologi
a. Mata atau penglihatan
Obat Mata : tetes mata, salap mata, pencuci mata dan beberapa bentuk
pemakaian yang khusus yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh
atau terluka digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik, terapetik lokal,
merealisasikan kerja farmakologis. Agen farmakologis oftalmik :
 Obat midriatikum
 Obat miotikum
 Obat anti radang mata
 Obat antiseptik dan antiinfeksi
 Obat anti glukoma
 obat osmotic
 anti kologenertik midriatik
 anestesi topical
 lubrikan

1) Obat Midriatikum

a) Adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil mata.


b) Juga digunakan untuk siklopegia (dengan melemahkan otot siliari)
sehingga memungkinkan mata untuk fokus pada obyek yang dekat.
c) Obat midriatikum menggunakan tekanan pada efeknya dengan
memblokade inervasi dari pupil spingter dan otot siliari.
d) Obat untuk midriatikum bisa dari golongan obat simpatomimetik dan
antimuskarinik, sedangkan obat untuk Siklopegia hanya obat dari
golongan antimuskarinik.
e) Obat midriatikum-siklopegia :
 Atropine
 Homatropine
 Tropicamide

2) Obat Miotikum
a) Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi
dari pupil mata).
b) Bekerja dengan cara membuka sistem saluran di dalam mata, dimana
sistem saluran tidak efektif karena kontraksi atau kejang pada otot di
dalam mata yang dikenal dengan otot siliari.
c) Contoh penggunaan : Pengobatan glaukoma bertujuan untuk
mengurangi tekanan di dalam mata dan mencegah kerusakan lebih
lanjut pada penglihatan.
d) Contoh obat :
 Betaxolol (penghambat beta adregenik)
 Pilokarpin (reseptor agonis muskarinik).

3) Obat anti radang mata


a) Obat mata golongan kortikosteroid digunakan untuk radang / alergi
mata atau mata bengkak yang bisa disebabkan oleh alergi itu sendiri
atau oleh virus.
b) menghilangkan gejalanya saja.
c) Kombinasi antiseptik untuk menghindari infeksi sekunder.
d) Contoh :
 Betamethasone dihydrogenphosphat dinatrium tetes mata dosis 1
mg/mL atau 0,1 %
 Fluorometholone tetes mata mengandung 0,1 %

4) Obat antiseptik & antiinfeksi


a) Indikasi :
 infeksi oleh mikroba,
 luka / ulkus kornea mata .
 masuknya benda asing ke dalam kornea mata
b) Syarat sediaan :
 harus steril
 inert (tidak menimbulkan efek pada mata atau tidak bereaksi
dengan zat aktifnya / obat) dalam bentuk tetes atau salep,
 zat aktifnya merupakan antibiotik / antiseptik atau antivirus

c) Berikut jenis zat aktif yang ada dalam obat antiseptik dan antiinfeksi
mata:
 Sulfacetamid Na, Ciprofloxacin HCl, Tobramycin,
Chloramphenicol dan kombinasinya, Levofloxacin, Dibekacin
Sulfat, Fusidic acid, Gentamycin Sulfat, Oxytetracycline dan
urunannya, Kombinasi Neomycin Sulfat dan antibiotik lainnya,
Ofloxacin ,Acyclovir.

b. Hidung atau penciuman


a) Obat antibiotik
Merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, fungsinya untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka
sumbatan ostium sinus. Contoh : amoxilin
b) Obat dekongestan
Obat ini digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan membantu
mengurangi penyumbatan pada sinus. Obat dekongestan ada yang
berbentuk tablet dan ada yang semprot.
c) Obat antihistamin
Obat ini digunakan padaa sinusitis yang di semprot ke hidung, biasanya
obat yang digunakan adalah kortikosteroid guna mengurangi
pembengkakan sinus.
c. Lidah atau pengecapan
a) Obat kortikosteroid
Obat ini dapat meredakan nyeri dan dapat mempercepat kesembuhan, obat
digunakan begitu luka muncul. yang termasuk obat kortikosteroid adalah
dexamethasone, triaciomonole, fluocinoide, dan clobetasol.
b) Obat antimikroba
Obat ini dapat mempercepat penyembuhan dan mencegah infeksi pada
luka. Contoh tetracycline, chlorhexidene gluconate dan hidrogen
peroksida.
c) Obat immunosupresan
Obat ini dapat menghambat pembentukan luka pada mulut dan biasa nya
diperuntukkan penderita kasus sariawan yang parah. Yang termasuk obat
golongan ini adalah cochline, clofazimine, azathioprine, dan thalidomide.

d. Telinga atau pendengaran


Obat telinga dapat terbagi menjadi :
a) Obat telinga sebagai antiseptik dan anti infeksi.
Mengandung antibiotik seperti chlorampenikol, gentamisin, atau ofloxacin
dengan tambahan penghilang sakit lokal (lidokain/benzokain).
b) Antiseptik telinga dengan kortikosteroid
Mengandung antibiotik dan penghilang sakit lokal juga ditambah
kortikosteroid yang berfungsi untuk menghilangkan gejala alergi pada
telinga.
c) Obat telinga lainnya
untuk saluran telinga yang tersumbat oleh kotoran yang mengeras.

` Penumpukan serumen

a) Karena produksi kotoran telinga berlebihan yang tidak diimbangi dengan


pengeluaran
b) Tanda : rasa nyeri, gatal dan pendengaran menurun.
c) Cara membersihkan telinga :
 cotton bud (lidi berkapas) yang dicelup ke dalam cairan perhidrol
(H202 3%) atau fenolgliserin.
 meneteskan terlebih dahulu cairan perhidrol (H202 3%) atau
fenolgliserin
e. Kulit
Menurut fauzi kasim(2017) Pengobatan penyakit kulit yang di sebabkan
oleh jamur, bakteri, ataupun virus dapat diobati dengan topical ataupun oles
namun jika penyakitnya meluas dapat di obati dengan oral.
1) Obat topikal untuk kulit
No Golongan Nama obat Keterangan

1. Antiakne Acnosil  Kandungan: tretinoin 0,1% dan


0,05%
 Indikasi: pengobatan topikal
aknevulgaris, pengurangan
komedo, papel dan postul
 Dosis: oleskan secukupnya pada
kulit satu kali pada waktu akan
tidur
 Sediaan: 10g krim
2. Anti Bakteri Bravodoremn  Kandungan: fluosinolon asetonide
0,2mg dan neomisin sulfat 5mg/g
 Indikasi: dermatitis yang terinfeksi
oleh kuman yang peka terhadap
neomisin / yang tampak pada ada
infeksi sekunder
 Kontra indikasi: hipersensitifitas
terhadap kandungan obat ini.
Gangguan kulit yang disebabkan
oleh infeksi akut, tuberkulosis,
herpes simplek, virus, varicella,
hindari pemakaian yang lama atau
wanita hamil.
 Perhatian: hindari penggunaan
daerah dengan luka terbuka,
penggunaan jangka panjang,
hentikan pengobatan jika terjadi
reaksi sensitasi dan iritasi
 Dosis: sehari, 2 – 3 x sehari,
oleskan tipis pada bagian yang
sakit
 Sediaan: tube 5g krim
3 Antifungi Citotilin  Kandungan: zinci oksidum 125mg,
kamfer 6,25mg, asam benzoat
30mg
 Indikasi: sebagai obat penyakit
kulit yang disebabkan oleh jamur
dan parasit seperti eksim, panu,
kadas, kurap, micosis, psoriasi.
 Perhatian: hanya untuk pemakain
luar tubuh bukan untuk bayi
 Dosis: di oleskan pada tempat yang
sakit 3-4 kali sehari
 Sediaan: botol 8g

4 Antisekabies aloxid  Kandungan: minoksidil


 Indikasi: alopesia seperti gatal,
kulit kering, eritema, ruam kulit,
rasa panas terbakar
 Perhatian: iritasi pada mata, hindari
kontak dengan kulit yang lecet
 Dosis: oleskan satu ml pada area
yang membutuhkan sehari 2 x
maksimal 2ml

2) Obat oral
No Golongan Nama obat Keterangan

1. Antijamur Grisefulvin  Manfaat: mengobati infeksi jamur


 Sediaan: tablet
 Indikasi: infeksi jamur di kulit
kepala, selangkangan, lipatan paha
dan kuku.
 Kontra indikasi: hipersensitifitas,
wanita yang sedang hamil
 Dosis: orang dewasa(0,5-1g/hari),
anak > 2 tahun (10mg/kgBB/hari)
 Efek samping: gangguan fungsi
hati, ruam kulit, diare, nyeri ulu hati
dan mual muntah.
2 Antijamur Terbinafin  Manfaat: mengatasi infeksi jamur
 Sediaan: tablet dan krim
 Dosis: dewasa (250mg 1x/hari),
untuk tinia cruris 2-4 minggu untuk
tenea corporis 4 minggu, tinia pedis
2-6 minggu dan untuk jamur kuku
6-12 mingu
 Manfaat: mengatasi infeksi jamur
 Indikasi: infeksi jamur di kulit
kepala, kuku tangan dan kaki
3. Antijamur ketoconazole  Manfaat: menangani infeksi jamur
dan mengatasi ketombe
 Sediaan: tablet 200mg
 Indikasi: infeksi jamur pada kulit
misal kurap pada kaki, badan
lipatan paha, panu, dermatitis
seboroik, ketombe
 Kontra indikasi: hipersensitifitas
dan ibu hamil
 Dosis: 200mg/hari bagi orang
dewasa
 Efek samping: mual, diare, sakit
kepala, sakit perut, ruam atau iritasi
kulit perih pada kulit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengkajian fisik yang dapat kita lakukan pada system sensori persepsi
berupa 4 indra yaitu mata, hidung, telinga dan lidah. Pengkajian bertujuan untuk
memeriksa keempat indra pasien dan untuk mengetahui apakah ada kelainan pada
keempat indra. Mata : penglihatan, penggunaan kaca mata atau lensa kontak,
pemeriksaan terakhir, rasa nyeri, kemerahan, air mata berlebihan, penglihatan
ganda, penglihatan kabur, bintik, bayangan seperti noda kecil, silau, glaucoma,
katarak. Pendengaran : kemampuan pendengaran, tinitus, vertigo, sakit telinga,
infeksi, rabas. Jika kemampuan pendengaran berkurang, apakah klien
menggunakan alat bantu dengar atau tidak. Hidung dan sinus :kemampuan
penciuman, sering flu, hidung tersumbat, rabas hidung atau gatal-gatal, hay fever,
perdarahan hidung, masalah hidung. Mulut : kemampuan pengecapan, keadaan
gigi dan gusi, nyeri pada lidah, mulut kering.

B. Saran
Saran penulis yaitu agar perawat dapat menerapkan pengkajian pada
sistem sensori persepsi secara baik dan benar serta marilah kita belajar dengan
sungguh-sungguh agar kita dapat menjadi perawat yang professional.
DAFTAR PUSTAKA

Hetharia, Rospa, Sri, Mulyani. (2011). Asuhan Keperawatan Telinga Hidung Tenggorokan.
Jakarta: CV.Trans Info Media.

Muttaqin, Arif. (2011). Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • SAP 3M PKM
    SAP 3M PKM
    Dokumen13 halaman
    SAP 3M PKM
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Stroke LP Fix
    Stroke LP Fix
    Dokumen44 halaman
    Stroke LP Fix
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • ABSTRAK Sidang SK
    ABSTRAK Sidang SK
    Dokumen2 halaman
    ABSTRAK Sidang SK
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Bab 4-3
    Bab 4-3
    Dokumen17 halaman
    Bab 4-3
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 (1) - 1
    Bab 1 (1) - 1
    Dokumen6 halaman
    Bab 1 (1) - 1
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • LP - DM Sofihatul
    LP - DM Sofihatul
    Dokumen25 halaman
    LP - DM Sofihatul
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Leaflet 5M
    Leaflet 5M
    Dokumen2 halaman
    Leaflet 5M
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • NB Untuk Semua
    NB Untuk Semua
    Dokumen2 halaman
    NB Untuk Semua
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Bukti Perbaikan
    Bukti Perbaikan
    Dokumen4 halaman
    Bukti Perbaikan
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • BBNG
    BBNG
    Dokumen5 halaman
    BBNG
    novita ulfayatin
    Belum ada peringkat
  • LP Stroke Infark
    LP Stroke Infark
    Dokumen39 halaman
    LP Stroke Infark
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • DS Gas
    DS Gas
    Dokumen1 halaman
    DS Gas
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • MODUL Bambang Ir
    MODUL Bambang Ir
    Dokumen13 halaman
    MODUL Bambang Ir
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 Pak Hamim
    BAB 3 Pak Hamim
    Dokumen2 halaman
    BAB 3 Pak Hamim
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • SEMANGAT
    SEMANGAT
    Dokumen13 halaman
    SEMANGAT
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Pnemoni IGD
    Pnemoni IGD
    Dokumen20 halaman
    Pnemoni IGD
    Sa'adah
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Kel 11
    Bab 2 Kel 11
    Dokumen12 halaman
    Bab 2 Kel 11
    Indrie
    Belum ada peringkat
  • Distribusi Frequensi Pak Kus
    Distribusi Frequensi Pak Kus
    Dokumen5 halaman
    Distribusi Frequensi Pak Kus
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Daftar Ngaji
    Daftar Ngaji
    Dokumen2 halaman
    Daftar Ngaji
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kritis 17
    Tugas Kritis 17
    Dokumen10 halaman
    Tugas Kritis 17
    Anggun Dhika
    Belum ada peringkat
  • Intervensi Kelompok 11
    Intervensi Kelompok 11
    Dokumen12 halaman
    Intervensi Kelompok 11
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Pengkajian Aib
    Asuhan Keperawatan Pengkajian Aib
    Dokumen4 halaman
    Asuhan Keperawatan Pengkajian Aib
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Indri Cantik
    Indri Cantik
    Dokumen9 halaman
    Indri Cantik
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen12 halaman
    Bab Ii
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-2
    Bab 1-2
    Dokumen14 halaman
    Bab 1-2
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Makalah Krisis Tiroid
    Makalah Krisis Tiroid
    Dokumen18 halaman
    Makalah Krisis Tiroid
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Teknik Terapi Bekam
    Teknik Terapi Bekam
    Dokumen3 halaman
    Teknik Terapi Bekam
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Form Analisa Data-1
    Form Analisa Data-1
    Dokumen5 halaman
    Form Analisa Data-1
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Nuraisa
    Belum ada peringkat
  • KOLOM Inter, Imple & CP-1
    KOLOM Inter, Imple & CP-1
    Dokumen13 halaman
    KOLOM Inter, Imple & CP-1
    Irawan Terate
    Belum ada peringkat