Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah
Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah
Remedial/Referal
Evaluasi/Follow Up
Masalah peserta
didik Sedang Guru Pembimbing
1. Masalah (kasus) ringan, seperti : membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang
tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras
tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali
kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru
pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.
2. Masalah (kasus) sedang, seperti : gangguan emosional, berpacaran, dengan
perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena
gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas
sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh
guru pembimbing (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah,
ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi
kasus.
3. Masalah (kasus) berat, seperti : gangguan emosional berat, kecanduan alkohol
dan narkotika, pelaku kriminalitas, peserta didik hamil, percobaan bunuh diri,
perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal
(alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum
yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.
J. Proses Konseling
Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta
didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian
lebih. Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan
bimbingan dan konseling.
Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih
dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan
pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih
diperlukan. Oleh karena itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai
proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada
peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan
efisien.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap
mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap
perubahan dan tindakan).
1. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai
konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang
perlu dilakukan, diantaranya :
a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport).
Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-
asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan,
keterbukaan; dan kegiatan.
b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah.
Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah
melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah
klien.
c. Membuat penaksiran dan perjajagan
Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan
merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan
semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi
antisipasi masalah.
d. Menegosiasikan kontrak
Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi :
1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh
klien dan konselor tidak berkebaratan.
2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien.
3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan
tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh
rangkaian kegiatan konseling.
2. Tahap Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya
adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal
yang harus dilakukan, diantaranya :
a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam.
Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan
alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya. Konselor
melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau
kembali permasalahan yang dihadapi klien.
b. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
1) Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara
konseling, serta menampakan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan
memecahkan masalah yang dihadapinya.
2) Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang
bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar –
benar peduli terhadap klien.
c. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh
pihak konselor maupun klien.
3. Tahap Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a. Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses
konseling
b. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan
yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
c. Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
d. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ;
a. Menurunnya kecemasan klien
b. Perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
c. Pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya.
d. Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
Contoh :
” Tampaknya yang Anda katakan suatu...”
” Barangkali yang akan Anda utarakan adalah...”
” Adakah yang Anda maksudkan peristiwa...”
4. Eksplorasi; eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan
pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan
rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya.
Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut,
tertekan dan terancam.
Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi,
yaitu :
a. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang
tersimpan.
Contoh :
”Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ”
”Saya kira rasa sedih Anda sangat mendalam. Dapat Anda kemukakan
lebih lanjut ?”
b. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat
klien.
Contoh :
”Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah
sambil bekerja”
”Saya kira pendapat Anda mengenai hal itu baik..Dapatkah Anda
menguraikannya lebih lanjut ?
c. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali
pengalaman-pengalaman klien.
Contoh :
”Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin
memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya
terhadap pendidikan Anda”
5. Menangkap Pesan (Paraphrasing); menangkap pesan (paraphrasing) adalah
teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti
mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan
sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan
mengamati respons klien terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa
konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien;
(2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3)
memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi
konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh dialog :
Klien :”Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak
mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian ? ”
Konselor : ”Tampaknya Anda masih ragu.”
6. Pertanyaan Terbuka (Opened Question); pertanyaan terbuka yaitu teknik
untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan,
pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka
(opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata
tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan
klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik
gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh :
” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ? ”
” Bagaimana perasaan Anda saat ini ?”
” Dapatkah Anda mengemukakan hal itu lebih lanjut ?”
7. Pertanyaan Tertutup (Closed Question); dalam konseling tidak selamanya
harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula
digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak
atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1)
mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3)
menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien :”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti
belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor : ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”.
Klien : ”Empat ”
Konselor : ”Sekarang berapa ? ”
Klien : ”Sebelas ”
8. Dorongan minimal (Minimal Encouragement); dorongan minimal adalah
teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa
yang telah dikemukakan klien.Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh...,
ya...., lalu..., terus....dan...
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar
pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan
mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang
memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas
pembicaraan klien.
Contoh dialog :
\ Klien : ” Saya putus asa... dan saya nyaris... ”
(klien menghentikan pembicaraan)
Konselor : ” ya...”
Klien : ” nekad bunuh diri”
Konselor : ” lalu...”
9. Interpretasi; yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman
klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor,
dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan
berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien :”Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan
perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada
keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat
membutuhkan biaya.”
Konselor :”Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak
bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar
seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak,
maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas.
Membantu orang tua memang harus, namun mungkin
disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan
meninggalkan SMA”.
10. Mengarahkan (Directing); yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien
melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan
konselor atau menghayalkan sesuatu..
Klien :”Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. saya tak dapat
lagi menahan diri akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor :”Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap
dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”
11. Menyimpulkan Sementara (Summarizing); yaitu teknik untuk menyimpulkan
sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan
menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2)
menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan
kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.
Contoh :
” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu
agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan
yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda
untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan
yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda
segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana
tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”
12. Memimpin (leading); yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam
wawancara konseling sehingga tujuan konseling .
Contoh dialog :
Klien :”Saya mungkin berfikir juga tentang masalah hubungan
dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”
Konselor :”Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil
bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu.
Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka
kepedulian Anda juga ?”
13. Fokus; yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok
pembicaraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan
mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena
itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa
yang fokus masalah. Misalnya dengan mengatakan :
”Apakah tidak sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal
hubungan Anda dengan orang tua yang kurang harmonis ”.
Ada beberapa yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Fokus pada diri klien.
Contoh :
”Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan ”.
”Tampaknya Anda berjuang sendirian”
b. Fokus pada orang lain.
Contoh :
” Roni, telah membuat kamu menderita, Terangkanlah tentang dia dan apa
yang telah dilakukannya ?”
c. Fokus pada topik.
Contoh :
” Pengguguran kandungan ? Kamu memikirkan aborsi ? Pikirkanlah
masak-masak dengan berbagai pertimbangan”.
d. Fokus mengenai budaya.
Contoh:
” Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki harus diatas
sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek laki-laki.”
14. Konfrontasi ; yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya
inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal
dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya
adalah : (1) mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur; (2)
meningkatkan potensi klien; (3) membawa klien kepada kesadaran adanya
diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.
Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan : (1)
memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan
waktu yang tepat;(2) tidak menilai apalagi menyalahkan; (3) dilakukan dengan
perilaku attending dan empati.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya baik-baik saja”.
(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah).”
Konselor :”Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang
tidak beres”
”Saya melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan
diri ”.
15. Menjernihkan (Clarifying); yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan
klien yang samar-samar, kurang jelas dan agak meragukan. Tujuannya adalah :
(1) mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-
kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis, (2) agar klien menjelaskan,
mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.
Contoh dialog :
Klien :”Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya
bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di
rumah itu.”
Konselor :”Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya ? Misalnya
peran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”
16. Memudahkan (facilitating); yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien
dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan
pengalamannya secara bebas
Contoh :
”Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan
dengan sebaik-baiknya.”
17. Diam; teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 – 10 detik,
komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah (1)
menanti klien sedang berfikir; (2) sevagai protes jika klien ngomong berbelit-
belit; (3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien babas bicara.
Contoh dialog :
Klien :”Saya tidak senang dengan perilaku guru itu”
Konselor :”..............” (diam)
Klien :” Saya..harus bagaimana.., Saya.. tidak tahu..
Konselor :”..............” (diam)
18. Mengambil Inisiatif; teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat
untuk berbicara, sering diam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien
untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan : (1)
mengambil inisiatif jika klien kurang semangat; (2) jika klien lambat berfikir
untuk mengambil keputusan; (3) jika klien kehilangan arah pembicaraan.
Contoh:
”Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar.
Coba Anda renungkan kembali”.
19. Memberi Nasehat; pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien
memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya
apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat
tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.
Contoh respons konselor terhadap permintaan klien :
”Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Anda ? Sebab, dalam
hal seperti ini saya yakin Anda lebih mengetahuinya dari pada saya.”
20. Pemberian informasi; sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki
informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau
pun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien
mengusahakannya.
Contoh :
”Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya
sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke
situs www.upi.com di internet”.
21. Merencanakan; teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk
membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang
produktif untuk kemajuan klien.
Contoh :
”Nah, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik
berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi ”
22. Menyimpulkan; teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan
yang menyangkut : (1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama
mengenai kecemasan; (2) memantapkan rencana klien; (3) pemahaman baru
klien; dan (4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi
berikutnya, jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan.
L. Teknik-Teknik Khusus
Dalam konseling, di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal
tertentu dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini
dikembangkan dari berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme,
Rational Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya
Di bawah disampaikan beberapa teknik – teknik khusus konseling, yaitu :
1. Latihan Asertif; teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami
kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar.
Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak
mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,
mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah
dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok
juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
2. Desensitisasi Sistematis; desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling
behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari
ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi
teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan
menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat
dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan
teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara
negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang
berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
3. Pengkondisian Aversi; teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan
kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien
agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan
stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut
diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki
kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku
yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
4. Pembentukan Perilaku Model; teknik ini dapat digunakan untuk membentuk
Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam
hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat
menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati
dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil
dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian
sebagai ganjaran sosial.
5. Permainan Dialog; teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk
mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan
top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :
a. Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.
b. Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.
c. Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.
d. Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.
e. Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya
klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil
resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan
teknik “kursi kosong”.
6. Latihan Saya Bertanggung Jawab; merupakan teknik yang dimaksudkan untuk
membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada
memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan
kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “...dan
saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Contoh :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung
jawab atas ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu
meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini
diingkarinya.
7. Bermain Proyeksi;
Proyeksi :
Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak
mau melihat atau menerimanya
Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada
orang lain.
Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan
atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta
kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan
kepada orang lain.
8. Teknik Pembalikan; gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali
mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang
berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran
“ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.
9. Bertahan dengan Perasaan; teknik ini dapat digunakan untuk klien yang
menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat
ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan
perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan
menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini
konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan
perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih
dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan
yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-
perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan
pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya
itu.
10. Home work assigments; teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas
rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai
tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang
diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan
perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan
tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru,
mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien
dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan
untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan
pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien
dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
11. Adaptive; teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan
klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang
diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
12. Bermain peran; teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang
menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan
sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya
sendiri melalui peran tertentu.
13. Imitasi; teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku
tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri
yang negatif.
Catatan : beberapa contoh phrase dalam wawancara konseling di atas diambil dari Sofyan
S. Willis (2004) dan Sugiharto (2005)
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Akhmad Sudrajat. 1986. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri Siswa oleh Orang Tua
dengan Prilaku Sosial Siswa di Sekolah (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik
(Klinis) : Jakarta : Kanisius
Chaplin, J.P. (terj. Kartini Kartono).2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : P.T. Raja Grafindo
Persada.
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan
Tenaga Akdemik Dirjen Dikti
--------- 2003. Pedoman Penyelenggaraaan Program Percepatan Belajar SD, SMP dan SMA.
Jakarta : Dirjen Dikdasmen.
---------,1990. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Jakarta :
Depsiknas
Djumhar I dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance &
Counseling). Bandung : CV Ilmu.
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York : McMillan
Publishing.
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : McGraw-Hill Book
Company
Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB - IKIP Bandung.
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja
Rosdakarya.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
----------, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka
Cipta.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC
Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Sugiharto.(2005). Pendekatan dalam Konseling (Makalah). Jakarta : PPPG
Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali.
Sunaryo Kartadinata.2003. Inventori Tugas Perkembangan. Bandung : Lab. PPB-UPI Bandung
Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT Rosda
Karya Remaja.
W.S. Winkel 1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah. Jakarta : Gramedia.