Anda di halaman 1dari 42

BAB II

DESKRIPSI NASKAH DAN TEKS


SÊRAT BABAD JÊJÊRIRA SELAHARDI
PUPUH LX-LXIV

2.1 Pengantar Deskripsi Naskah dan Teks Sêrat Babad Jêjêrira

Selahardi

Dalam melakukan kajian terhadap sebuah naskah perlu

disertakan deskripsi naskah dan teks. Deskripsi naskah dan teks

berguna untuk memberikan gambaran kepada pembaca mengenai

kondisi naskah dan teks yang dijadikan sebagai objek penelitian.

Untuk pendeskripsian naskah SBJS peneliti membatasi pada

pengamatan deskripsi fisik naskah secara umum serta deskripsi teks

hanya pada pupuh LX-LXIV.

2.2 Deskripsi Naskah Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi

Deskripsi naskah Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi adalah

sebagai berikut sebagai berikut:

2.2.1 Judul Naskah.

Judul naskah memiliki beberapa versi yaitu (1) pada

katalog manual Daftar Koleksi Naskah Museum Sonobudoyo

Yogyakarta yang didata kembali pada tanggal 4 Maret 2015

tertulis Serat Babad Jejerira Selakardi. (2) Pada halaman

kosong pertama adalah Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi yang

ditulis dengan bolpoin pada lembaran kertas berwarna biru. (3)

Pada halaman kosong lembar kedua dari depan tertulis judul

1
Babad Jejeripun Selaardi 1837 Poro Ratu Nagri Jowo yang

ditulis dengan menggunakan pensil. (4) Pada halaman kosong

lembar ketiga dari depan terdapat tulisan judul yaitu Serat

Djedjerira Selahardi yang terletak pada bagian pojok kanan

atas. (5) Pada bagian label registrasi tertulis nama koleksi

yaitu Serat Babad Jejerira Selakardi. (6) Pada nomor koleksi

yang ditempel pada sampul luar tertulis judul Serat Babad

Jejerira Selahardi. Tulisan judul juga disebutkan dalam

kolofon pada pupuh pertama teks pada lembar pertama setelah

lembar judul yang berbunyi

“…Sêrat Babad, Jêjêrira Selahardi, sêngkalaning…”. (lih.


Lampiran 1)

Sehingga disimpulkan oleh peneliti bahwa judul dari

naskah adalah yang sesuai dengan kolofon yang menyebutkan

Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi.

2.2.2 Tempat Penyimpanan Naskah.

Naskah Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi disimpan di

Perpustakaan Museum Sonobudoyo Unit II.

2.2.3 Nomor Koleksi.

Pada katalog manual Daftar Koleksi Naskah Museum

Sonobudoyo Yogyakarta yang didata kembali pada tanggal 4

Maret 2015 urutan ke 1332/6/ Serat Babad Jejerira Selakardi.

Pada label registrasi nama koleksi Serat Babad Jejerira

Selakardi memiliki nomor inventarisasi 01.1.1332. Pada balik

2
kertas label registrasi tertulis kode XP.5 26800. Pada sampul

luar tertempel kode nomor 1128 Serat Babad Jejerira Selahardi

XP.05.

2.2.4 Ukuran Naskah1.

Naskah memiliki ukuran panjang 32,5 centimeter dan

lebar 20 centimeter. Adapun naskah memiliki tebal tujuh

centimeter diukur dari sampul depan terluar hingga sampul

belakang terluar. ( Lih. Lampiran 2)

2.2.5 Ukuran Kolom Teks2

Naskah memiliki kolom teks yang berukuran panjang

25,5 centimeter dan lebar 12,5 centimeter dimulai pada halaman

yang benomor satu menggunakan aksara jawa hingga halaman

terakhir yang bernomor halaman 446 dengan menggunakan

aksara Jawa (Lih. Lampiran 4). Pada halaman tersebut memiliki

ukuran margin sebagai berikut atas 4 cm; bawah 3 cm; kanan 4

cm; kiri 3,5 cm. Terdapat perbedaan ukuran kolom teks yaitu

pada dua halaman sebelum halaman satu yaitu berukuran

panjang 15 centimeter, lebar 9,5 centimeter dan margin atas 9,5

cm; bawah 8,5 cm; kanan 5 cm; dan margin kiri 5,5 cm. ( Lih.

Lampiran 3)

1
Ukuran naskah adalah ukuran halaman naskah diperhitungkan lebar kali panjang dalam
centimeter ( Saktimulya, 2016: 37).
2
Ukuran kolom teks adalah pengukuran lebar kali panjang bagian halaman tempat teks ditulis
sehingga diperkirakan ukuran pias (margin) atas, bawah, kir dan kanan ( Saktimulya, 2016: 37).

3
2.2.6 Jumlah Halaman.

Adapun jumlah halaman adalah tiga lembar ( enam

halaman) bagian depan adalah kertas kosong, dua halaman tidak

bernomor halaman. Dua halaman yang tidak bernomor halaman

memuat kolofon teks. Pada penelitian ini dua halaman tersebut

diberikan nomor halaman i dan ii. Penomoran mulai angka 1

hingga 446 ditulis dengan menggunakan aksara Jawa terletak

pada halaman recto3 bagian margin atas sebelah tengah, diikuti

dengan lima lembar (sepuluh halaman) pada bagian belakang

yang tidak bernomor halaman. Penomoran pada halaman 1

verso diberikan tambahan nomor halaman menggunakan angka

Arab yang ditulis dengan menggunakan pensil. Hal tersebut

dilakukan hingga pada halaman empat verso dengan angka Arab

delapan ( lih. Lampiran 4).

2.2.7 Jumlah Baris Per Halaman.

Jumlah baris per halaman adalah 19 (sembilan belas baris)

namun terdapat perbedaan jumlah baris pada halaman pertama

dan kedua (pada naskah tidak terdapat nomor halaman) yaitu

sebelas baris setiap kolomnya (lih. Lampiran 5).

2.2.8 Kertas.

Kertas yang digunakan adalah kertas bergaris tebal tipis.

Kertas berwarna coklat kekuningan.

3
Recto: halaman belakang setiap lembar naskah (Tim Penyusun, 1972: 94).

4
2.2.9 Cap kertas (watermark)4.

Tidak terdapat cap kertas pada naskah Sêrat Babad Jêjêrira

Selahardi.

2.2.10 Bayangan Garis Tipis Dan Garis Tebal.

Dalam naskah SBJS terdapat garis tebal dan tipis pada

kertas.

2.2.11 Kuras5.

Naskah SBJS memiliki kuras yang berjumlah duapuluh

tujuh. Pada setiap kuras terdapat nomor kuras pada bagian

lembar terakhir. Nomor tersebut ditulis dengan menggunakan

aksara jawa. Pada setiap kuras terdapat empat tusukan benang.

2.2.12 Sampul.

Naskah SBJS memiliki sampul berwarna hitam keras yang

masih dalam kondisi baik. Pada bagian sampul terdapat nomor

naskah pada kertas yang ditempel pada bagian punggung

sampul naskah (lih. Lampiran 6)

2.2.13 Jilidan.

Naskah SBJS dijilid dengan cara dijahit menggunakan

benang. Panjang benang pada ruas pertama adalah 4,5 cm, ruas

kedua 7 cm , dan panjang benang pada ruas ketiga adalah 8 cm.

4
Cap kertas (watermark) merupakan tanda pada kertas, berupa gambar transparan ( Saktimulya,
2016:37).
5
Kuras merupakan istilah untuk menyebut sejumlah lembar kertas yang dilipat dan dijahit
tengahnya dengan benang ( Pudjiastuti, 2006:14).

5
Kondisi jilidan masih dalam keadaan yang baik dan rapi (Lih.

Lampiran 7).

2.2.14 Bahasa.

Pada naskah Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi ditulis

dengan menggunakan bahasa Jawa dan beberapa kata serapan

dari bahasa Arab.

2.2.15 Aksara.

Naskah Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi ditulis dengan

menggunakan aksara Jawa dan beberapa aksara latin. Aksara

latin digunakan untuk menuliskan judul naskah pada bagian

sampul. (lih. Lampiran 8)

2.2.16 Warna tinta.

Tinta yang digunakan pada naskah SBJS berwarna hitam.

2.2.17 Bentuk.

Naskah SBJS merupakan karya sastra yang berbentuk

tembang macapat. Adapun jumlah pupuh dalam naskah SBJS

adalah CXI dengan rincian sebagai berikut;

Tabel 1. Daftar Jumlah Pupuh, Nama Tembang, Sasmita


Tembang6 dan Jumlah bait

Pupuh ke Nama tembang Sasmita Jumlah


Tembang bait
I. Dhandhanggula dosane yya 46
undurna
6
Sasmita Tembang adalah kata yang menunjukkan nama tembang. Adapun peletakaan sasmita
tembang biasanya pada baris pertama bait pertama pupuh atau pada gatra terakhir bait terakhir
pada pupuh ( Subalidinata, 1968: 93).

6
II. Durma supados 36
antuk branti
III. Asmaradana sěmana 35
kawijil ing
tyas.
IV. Mijil wěkasan 37
měgat luh
V. Měgatruh ngěnglěng 28
kanthen ing
kěprabon
VI. Kinanthi priya anom 34
pěkik-pěkik
VII. Sinom ngěrěsing 36
tyas anglir
sinamběran
dhandhang
VIII. Dhandhanggula Mundur 28
wadya
suměkta
IX. Durma sri Galuh 22
bronta
kingkin
X. Asmaradana tiněkan 58
panědheng
wuntat
XI. Pangkur Yěkti tan 20
mundur ing
jurit.
XII. Durma lir madu 34
kinum warih.
XIII. Dhandhanggula sang dyah 19
mijil kang
waspa
XIV. Mijil ingsun atut 29
pungkur
XV. Pangkur tan nědya 30
mundur ing
jurit.
XVI. Durma lampahe 24
pěksi
langking
XVII. Dhandhanggula lir manggih 30
sang dyah
kěnya
XVIII. Sinom Sang dyah 38

7
sru ngěrik
tan nědya
mundur sing
ngarsa
XIX. Durma Sakeběr 30
langkung
kikin
XX. Asmaradana siyungnya 32
Sarpakěnaka
XXI. Pangkur sri nata suka 25
ing galih.
XXII. Sinom Ingkang 26
kantun para
baron
gudhandhan
gan
XXIII. Dhandhanggula Sukmul 39
langkung
kasmaran.
XXIV. Sinom ingkang rama 13
maju mundur
nglilanana
XXV. Durma nagri tan 28
ngasmarani
XXVI. Asmaradana ingkang galih 64
guladrawa
XXVII. Dhandhanggula males ngong 34
bejang
wuntat
XXVIII. Pangkur wong katri 27
samya
nyodheti.
XXIX. Kinanthi nĕrung 41
ngronta
minta manis
XXX. Dhandhanggula akathah 43
kanthenira
XXXI. Kinanthi arsa males 15
lara wuri
XXXII. Pangkur pan lajĕng 48
kasmaran
ngelmi.
XXXIII. Asmarandana - 24
XXXIV. Dhandhanggula Wauta kang 19

8
winurcita
manis7.
wantu putra
sri nata
XXXV. Sinom warna-warna 30
sang nata
mulat
kasmaran
XXXVI. Asmarandana niskara gĕtun 40
sri nata
XXXVII. Sinom lan ni tuwa 30
kang mĕntas
kintiring
dhandhang
XXXVIII. Dhandhanggula lah wis patih 19
mundura
XXXIX. Durma beji timbul 38
sinĕksi
XL. Maskumambang Ki Jaka 33
mocung
turira.
XLI. Pocung maling sĕkti 22
tyasnya lir
sinambĕr
dhandhang
XLII. Dhandhanggula tan kĕna 41
ingunduran
XLIII. Durma Kasmaran 23
gung dipati.
XLIV. Asmarandana gawe kanthi 23
olah-olah
XLV. Kinanthi Kasmaran 18
sajroning
galih.
XLVI. Asmaradana arsa 31
ngundurkĕn
narindra.
XLVII. Durma rinagkul 20
luhnya mijil
XLVIII. Mijil kinanthi ing 10
ratu.
XLIX. Kinanthi sri nata 13
taruna
Pĕngging

7
Sasmita tembang terletak pada awal gatra pertama bait pertama tembang

9
L. Sinom datan kĕna 35
wus tinakdir
yen mundur
LI. Durma tuwa anom 40
ajake

LII. Sinom prapteng 33


pura lir
pendah
sinambĕr
dhandhang
LIII. Dhandhanggula sang nata 19
miyos sihnya
LIV. Mijil Dadi 68
kanthenings
un
LV. Kinanthi sang nata 10
kasmareng
galih.
LVI. Asmaradana mĕksih nom 83
tinilar pĕjah
LVII. Sinom mandhĕk 68
tĕngah sang
rĕtna
manggung
raras.
LVIII. Mijil ngandika lir 16
madu
LIX. Dhandhanggula laliya malah 44
brongta
LX. Asmarandana wong kalih 65
dasa tut
wuntat
LXI. Pangkur ulate lindri 64
amanis
LXII. Dhandhanggula Kasmaran 64
kanjĕng
sunan
LXIII. Asmarandana darĕdah 26
rĕmbaging
wuntat
LXIV. Pangkur agĕng alit 50
marĕk kamal
LXV. Sinom ngambil 33
dhuwung
marang pĕthi

10
gudhandhan
gan
LXVI. Dhandhanggula sěmune karya 38
brongta
LXVII. Asmaradana sri nata aris 48
ngandika
LXVIII. Sinom Supadriya 42
umangkat
lumakweng
wuntat
LXIX. Pangkur lampahira 52
gula milir
LXX. Dhandhanggula sing adulu 34
kasmaran
LXXI. Asmaradana ya dadiya 42
kantheningw
ang.
LXXII. Kinanthi tan oleh 56
manising
Widi
LXXIII. Dhandhanggula kang den 25
undur
lěnggahnya.
LXXIV. Durma ing dalu 26
brongta kikin
LXXV. Asmaradana lir wong 28
kapěgatan
trěsna
LXXVI. Měgatruh lampahe lir 31
dhandhang
layon.
LXXVII. Dhandhanggula mung 34
Jakasura
putra
LXXVIII. Sinom cipta ngrasa 31
yen kinen
yuda kěnaka
LXXIX. Pangkur tan nědya 43
mundur ing
jurit
LXXX. Durma ing dulur 40
brongta kikin
LXXXI. Asmaradana neng wuri 49
ngabani
wadya.

11
LXXXII. Pangkur umangkatkěn 38
maring
wěngi.
LXXXIII. Dhandhanggula pěsthi tilar 42
gri nata.
LXXXIV. Sinom amiwiti 37
kasmaran
agama Eslam
LXXXV. Asmaradana adulur kang 41
aneng wuntat
LXXXVI. Pangkur kuněng kang 41
kentaring
warih.
LXXXVII. Dhandhanggula nimbali kang 47
gěng brongta
LXXXVIII. Asmaradana angrěmbag 56
yuda kěnaka
LXXXIX. Pangkur sri nata 35
mangrubeng
puri.
XC. Sinom sarěng nglilir 36
baya seta
malih
brongta
XCI. Asmaradana ri děge 12
Děmak Sri
Nata.
XCII. Sinom datan eca 28
karya
kasmaran
ing gěsang
XCIII. Asmaradana sunan arsa 36
měgat nyawa
XCIV. Megatruh tan bisa ana 36
dhandhang
ěnggon.
XCV. Dhandhanggula Kinanthi 43
mring sang
nata.
XCVI. Kinanthi ki patih 38
němbah gya
mijil
XCVII. Mijil langkung 46
kasmareng
kung.

12
XCVIII. Asmaradana dhukuh 32
Majasta
kawuntat
XCIX. Pangkur Měgatruh 19
rasaning
galih.
C. Megatruh Sampun 28
prapta
jajahan
wukir
Prawata8
CI. Durma lan patih 24
esmu manis

CII. Dhandhanggula dhahar sare 44


kawuntat
CIII. Pangkur sri natanira 21
agami.
CIV. Sinom mring kang 35
brongta
Nimas Ratu
Kalinyamat.
CV. Asmaradana tiyang kalih 53
atut wuntat
CVI. Pangkur Mundur 36
kuda den
kambili.
CVII. Durma sědaya 22
brongta
kingkin
CVIII. Asmaradana keměngan 36
tyas sri
natengrat.
CIX. Sinom sri narindra 83
kělangkung
kingkin ing
driya.
CX. Asmaradana lir sinamběr 46
pěksi
dhandhang
CXI. Dhandhanggula - 5

8
Sasmita tembang terletak pada gatra pertama awal pupuh berikutnya

13
2.2.18 Kolofon.

Dalam naskah Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi terdapat

kolofon yang memuat tarikh penulisan naskah (lih. Lampiran 9).

2.2.19 Nama Pemrakarsa, Penulis dan Tempat Penulisan

Dalam naskah SBJS tidak disebutkan identitas mengenai

siapa pemrakarsa, penulis maupun di mana tempat penulisan

dilakukan.

2.2.20 Tarikh Penulisan/ Penyalinan.

Tarikh penulisan naskah disebutkan dengan jelas pada

kolofon naskah yang berbunyi

(h.i)
Purwaning reh mangrěnggeng měmanis,
sĕnin kliwon ejing jam nawa,
tanggal pitulas surane,
kasonga mangsanipun,
wukonira sinta lumaris,
kulawu ingkang ejrah,
jimawal kang taun,
anĕpa kang sĕrat babat,
jĕjĕrira selahardi sĕngkalaning,
pandhita tri es-
(h.ii)
thi Ningrat,
....

Yang artinya:

Hari Senin Kliwon pagi jam sembilan,


taggal tujuh belas bulan
kesembilan waktunya (saat)
wuku sinta (yang sedang) berjalan,
kulawu hijriah,
tahun jimawal,
menggagas serat babad,

14
jejerira selahardi dengan sengkalan9,
pandhita tri esthi Ningrat.

2.3 Deskripsi Teks Pupuh LX-LXIV

Teks pada naskah Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi pupuh LX-

LXIV berbentuk tembang macapat yang terdiri dari lima pupuh, yaitu:

1) Asmaradana berjumlah 65 bait terletak pada halaman 216

rekto sampai dengan halaman 222 rekto;

2) Pangkur berjumlah 64 bait terletak pada halaman 222 rekto

sampa dengan halaman 228 rekto;

3) Dhandhanggula berjumlah 64 bait terletak pada halaman 228

rekto sampai dengan halaman 237 rekto;

4) Asmaradana berjumlah 26 bait terletak pada halaman 237

rekto sampai dengan halaman 239 verso;

5) Pangkur berjumlah 50 bait terletak pada halaman 239 verso

sampai dengan halaman 245 rekto.

Pada setiap pergantian tembang, teks ditandai dengan adanya

pĕpadan 10 . Model pepadan yang digunakan dalam teks Sêrat Babad

Jêjêrira Selahardi pupuh LX-LXIV adalah pepadan yang tidak berhias.

(Lih. Lampiran 10).

Dalam teks pupuh LX-LXIV terdapat banyak kata yang tidak

menggunakan nasal, sehingga hal tersebut diasumsikan oleh peneliti

9
Sengkalan merupakan kalimat atau gambar yang digunakan untuk memperingati hari suatu
kejadian (Padmosoekotjo, 1960:134).
10
Pĕpadan adalah gambar tertentu yang digunakan untuk menandai pergantian pupuh suatu
tembang pada suatu teks ke pupuh selanjutnya.

15
sebagai salah satu kekhasan teks. Beberapa kata yang tidak berpelancar

telah dikumpulkan dalam tabel

Tabel 2. Kata Tidak Berpelancar

arti dalam
Kata Dalam Kata Lokasi
No bahasa
Naskah Seharusnya Dalam Teks
indonesia
1. Nedra Nendra tidur h.216 r
2. Amigu Aminggu diam h.216 r
3. Igih Inggih duduk h.216 r
4. Tugu Tunggu menunggu h.216 r
5. Gorengi Nggorengi menggoreng h.216 r
( memasak)
6. Aligihya Alinggihya duduklah h.216 v
7. luguhe Lungguhe duduknya h.216 v
berwenang
8. winena winenang h.216 v
( berhak)
Munggeng
9. Mugeng arsa h.218 r
arsa
10. bejang benjang besok h.219 r
11. Ligih Linggih duduk h.219 r
12. egala enggala segeralah h. 219 v
13. guligen gulingen h. 220 r
14. tugal Tunggal h. 221 r
15. ejing Enjing pagi h. 222 v
16. pinujul pinunjul sakti h. 224 v
17. tugil tunggil h. 227 r
18. jujung junjung angkat h. 227 v
19. ugahna unggahna angkat h. 227 v
20. dadan dandan berdandan h. 228 r
21. mugah munggah naik h.228 v
22. sitĕn sintĕn siapa h. 229 r
23. kĕpagih kĕpanggih bertemu h. 232 v
24. migah minggah naik h. 232 v
25. glodhogan glondhongan h. 234 v
26. tugonana tunggonana tunggulah h. 235 v
27. sapitĕn sapintĕn h. 236 r
28. ngigil nginggil atas h. 241 r

Pada teks terdapat nomor halaman yang bertuliskan halaman 228

rekto berjumlah dua halaman serta 228 verso dua halaman, yang mana

16
halaman tersebut saling berhubungan. Teks pada teks pupuh LX-LXIV

ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa dan aksara Jawa yang relatif

besar dan jelas.

Teks yang menceritakan tentang Walisanga dimulai pada pupuh

LX bait ke 49 sampai dengan pupuh LXIV bait ke 25. Penentuan

mengenai mulai dan berakhirnya cerita didasarkan pada kalimat yang

menunjukkan pergantian cerita. Adapun pada permulaan cerita

ditujukkan dengan kalimat:

Sinigĕg ingkang karon sih,


gĕnti ingkang kawarnaha,
ing Palembang winiraos,
Sang Dipati Arya Damar,
langkung mukti wibawa,
sugih garwa dunya sunu,
garwane ingkang panĕngan ( pupuh LX bait 49).

Yang artinya:

“Disingkat (cerita mengenai) yang bersenggama.


Berganti yang diceritakan.
Diceritakan di Palembang
Sang Adipati Arya Damar
(yang) lebih merasakan kesenangan hidup,
Kaya akan istri, anak (dan) harta.
Istrinya yang penengah”

Adapun berakhirnya cerita ditujukkan dengan kalimat pergantian

cerita pada pupuh LXIV bait ke 26, yaitu:

Sĕmana sigra bubaran,


para wali kunĕng gĕnti winarni,
Sri Narindra Majalangu,
Sang Prabu Brawijaya,
neng jro pura langkung putĕk ing tyasipun,
dene nagri Majalĕngka,
ing mangke pinarĕg gĕring.

17
Yang artinya:

“Pada saat itu semua wali bubar.


Adapun berganti yang diceritakan.
Sri Narindra Majalangu
Sang Prabu Brawijaya.
Hatinya bersedih di dalam pura
Karena negara Majalengka
sekarang diserang penyakit”

18
BAB III
SUNTINGAN TEKS, TERJEMAHAN DAN CATATAN TEKS SÊRAT
BABAD JÊJÊRIRA SELAHARDI PUPUH LX-LXIV

3.1 Pengantar dan Pedoman Suntingan

Adapun pedoman suntingan teks yang dipakai dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

3.1.1 Sistem Transliterasi

Tabel 3. Aksara Jawa, Pasangan dan Transliterasi

Aksara Jawa Pasangan Transliterasi

ha

na

ca

ra

ka

da

ta

sa

wa

la

pa

dha

19
ja

ya

nya

ma

ga

ba

tha

nga

Tabel 4. Aksara rĕ dan lĕ

Aksara Transliterasi

Tabel 5. Aksara Murda

Aksara Transliterasi
Na

Ta

Pa

20
Sa

Ba

Tabel 6. Angka Jawa

Angka Jawa Angka arab


1

10

Tabel 7. Sandangan

Aksara sandangan Transliterasi


Suku u

21
Taling e

Taling tarung o
...
Pepet ĕ
Wulu i

Wigyan h

Cecak ng

Layar r

3.1.2 Sistem ejaan

Dalam menyajikan suntingan teks naskah SBJS pupuh LX-

LXIV, peneliti mengacu pada sistem ejaan antara lain sebagai

berikut

3.2.1 Penggunaan Huruf Kapital

a) Huruf kapital dipakai pada awal bait.

b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama di dalam

ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, kitab

suci, dan agama termasuk kata ganti untuk Tuhan

(Balai Bahasa Yogyakarta Departemen Pendidikan

Nasional Pusat Bahasa, 2006: 7).

Contoh di dalam teks:

Teks Suntingan Letak

22
C Hyang Asmara h. 219 r

n Hyang Kang Maha h.221 v


Luhur
t Hyang Agung h. 224 v, 228 r,
229 v,
o
Hyang Sukma, h. 228r, 230v,
h
231r, 231v,
232r, 232v,
239r,
Hyang Widi. h. 228v, 229r,
229v, 231r,
231v, 242v,
c) H
Hyang Sukmana h. 228v
u Hyang Guru h. 233v,

r Sang Yang Rawi h.240r

u
Eslam h.225r
f

kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar

kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti

nama orang (Balai Bahasa Yogyakarta Departemen

Pendidikan Nasional Pusat Bahasa, 2006: 8).

Contoh dalam teks:

Teks Suntingan Letak


Ni Kasihyan/ h. 216v, 218r,
Ni Kasiyan, 218v,
Kusuma Rara
Kasiyan/ Rara
Kasiyan/Retna
Kasiyan
Retna h. 217r
Nawangsih
Dewi Nawang h. 219r

23
Wulan
Dewi Nawang h. 219r
Sasi
Sang Kusuma h.218v
Nawang Sasi
Sang Dyah h.235v
Rĕtna Dumilah
Sang Dipati h.220v
Arya Damar
Pangeran h. 222r, 228v
Modang,
Pangran
Modang
Pangeran h.228r
Santri,
Pangran h.228r
Wukir Jati,
Pangeran h. 238r
Palembang
Pangran Siti h. 238r,
Jĕnar
Raden h. 220v, 221r,
Patah/Dyan 221v, 223r, 223v,
Patah 227r,
Raden Timbalh.220v, 221r, 224r,
225v,
Seh Bĕntho h.224v
Seh Mĕlaya/ h.228v, 230r
Seh Mlaya
Seh Maulana h. 228r, 228v,
Mahribi.

Seh Lĕmah h. 231v


Bang
Seh Jambu h. 234r
Karang
Jĕng Sunan h.224v
Ngampel
Gadhing,

Kanjĕng h.224v
Susunan
Benang

Jĕng Sunan h. 225r

24
Gari,

Jĕng Sunan h.230r, 230v, 231r,


Kali/ Jĕng 231v, 232r, 233r,
Sunan 234r, 234v, 235v,
Kalijaga 236r, 238r, 242r.
Jĕng Sunan h.237v
Kudus

Sunan Purwa h. 238r


Gondha

Sunan Wukir h. 238r


Jati

sunan Murya h.240v

sunan Carbon h.240v

Ki Wana h. 222v, 223r,


223v,
Ki Patah h.225r

Ki Timbal h.227r, 227v

Ki Kopak h.234r

Ki Supa h. 235r, 235v, 236r,


236v, 237r, 237v,
243r, 244r, 244v.
Ki h.237v
Tumĕnggung
Supa Driya.
Ki Jĕbeng Kali h.241v, 242v
Ki Jigja h.243r, 243v,
Ki Sangkĕlat h.244r,
Ki Condhong h.244r, 244v.
Campur,
Kyai h.241v, 242r
Ontrakusuma
Kyai Godhil h. 242r
Sang Ratu h.242v,
Andarawati

25
d) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama

geografi (Balai Bahasa Yogyakarta Departemen

Pendidikan Nasional Pusat Bahasa, 2006: 10).

Contoh dalam teks:

Teks Suntingan Letak


Majapahit h.222r,
224r, 225v,
226v.
Brawijaya h.220v,
221r, 225v,
242v
Majalengka h.220v
Dĕlanggung, h.222v
Nagri h.228v
Garĕsik,
Palembang h. 220v,
221r, 221v,
222r, 224r,
226r, 238r,
240v.
Jawa, h. 221r,
222r, 237r,
242v.
Bintara, h.225r,
225v, 226r,
226v, 227v,
232v, 234v,
239r,
Glagah h.225r
Wangi.

Carebon/ h. 222r
Cirebon

Tuban h.228r,
235v, 243r.
Tubin h. 235v
Dĕmak h.228r,
232v, 237r,
237v, 240r
Mĕkah h.228v,

26
229r, 232r,
232v, 240r,

3.2.2 Kata Ulang

Kata ulang penuh ditulis secara lengkap dengan

menggunakan tanda hubung (Balai Bahasa Yogyakarta

Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa, 2006: 16).

Contoh dalam teks:

Teks Suntingan Letak


Mĕgap-mĕgap h.217v
Pira-pira h.218r
Nyanyah- h. 218r
nyunyah
Kĕlangkung- h.222v
langkung
Usus-usus h.223r,
Angulap-ulap h. 223v, 244v
Ngewuh-ewuhi h.224r
Saĕnggen-ĕnggen h. 228r
Kur-ungkuran h. 228r
Guwa-guwa h. 228r
Wanti-wanti h. 244v

3.2.3 Huruf Rangkap

Huruf yang rangkap di dalam teks tidak ditulis dalam

suntingan.

Contoh:

Teks suntingan Letak


punakawane h.216r

3.2.4 Penulisan Vokal O

27
Vokal o dalam suku kata tertutup yang ditulis dengan o

akan disesuaikan dengan kamus Baoesastra Jawa

Poerwadarminta, kemudian disunting menjadi a dan diberikan

catatan pada aparat kritik yang menunjukkan tulisan asli pada

naskah.

Contoh:

Teks Suntingan Letak


mangsa h.216v, 234v,
236v, 243v.
brangta h. 219v, 237v,
Sumangga h. 232r, 242r,
kanca h. 233r, 240r,
Pinangka h. 233r

28
3.2.5 Penulisan Aksara Ha

a) Aksara ha jika dalam pengucapan jelas maka disuntung

menjadi ha.

Contoh:

Teks
b) A Suntingan Letak
dĕdhaharan h.216r
k
puruhita h. 222r
a dirham h. 223r
sara ha, hi, hu, he, ho yang dalam pengucapan ringan

disunting menjadi vokal a, i, u, e, o.

Contoh:

Teks Vokal Suntingan Letak


a adang h.216r

i Lampah ira h.222r

e Eslam risang h.234r

o kinaota h.219v

3.2.6 Tanda-Tanda Yang Digunakan Dalam Suntingan

29
Tanda Keterangan

, (Koma) Menunjukkan akhir gatra

. (Titik) Menunjukkan akhir pada

(...) Menunjukkan tambahan


dari peneliti
...¹˒²˒³ Menunjukkan nomor urut
kata yang dirujuk pada
bagian aparat kritik yang
terletak pada footnote setiap
halaman.

3.2 Pengantar dan Pedoman Terjemahan

Terjemahan merupakan salinan bahasa, alih aksara dari suatu bahasa

ke bahasa yang lain ( KBBI, 1994:1047). Dalam melakukan sebuah kajian

terhadap naskah, seorang filolog memiliki tugas untuk menyajikan dan

menafsirkan isi teks (Robson, 1994: 12). Penafsiran atau terjemahan dapat

memberikan kemudahan bagi para pembaca yang ingin mengetahui isi

karya namun belum menguasai seluk beluk bahasa asli.

Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan hasil terjemahan yang

dirasa sesuai, peneliti menyajikan terjemahan dengan menggunakan

kombinasi dari tiga cara penerjemahan yaitu:

1. Terjemahan harfiah, merupakan menerjemahkan dengan

menuruti teks sedapat mungkin.

30
Contoh :

Sangking sangĕte gĕng brangti, (Pupuh LII, Bait 1)

Diterjemahkan menjadi:

Karena sangat besar cintanya

2. Terjemahan agak bebas, merupakan seorang penerjemah diberi

kebebasan dalam proses penerjemahan, namun kebebasannya

masih dalam batas kewajaran.

Contoh:

kĕlangkung susah ing kalbu, (Pupuh LII, Bait 1)

diterjemahkan menjadi:

Hatinya sangat sedih

3. Terjemahan sangat bebas, yaitu penerjemah secara bebas

melakukan terjemahan baik melakukan perubahan menambah,

mengurangi atau menghilangkan teks (Lubis,1996 : 75-76).

Contoh:

Punakawane sawiji,
busuk tan bĕtah ngĕrapa,
nuli pamit mring gustine,
diterjemahkan menjadi:

Satu abdinya (yang)

tidak mengerti apa-apa tidak tahan (dengan rasa)


lapar.

31
Kemudian pamit kepada tuannya

Adapun dalam menerjemahan teks SBJS pupuh LII-LVII, peneliti

menggunakan pedoman sebagai berikut.

a. Penerjemahan dilakukan dengan mengacu kepada bahasa Indonesia

yang berdasarkan PUEBI.

b. Penomoran pupuh menggunakan angka romawi disertai nama

tembang dan jumlah bait yang diletakkan di dalam tanda kurung.

Contoh:

(Pupuh I, Asmarandana, 65 bait)

Artinya pupuh pertama dengan jenis tembang macapat

Asmarandana memiliki bait sebanyak 65 bait.

c. Tanda petik dua (“…”) digunakan untuk mengapit kalimat

langsung dalam pembicaran.

Contoh:

….
pan kĕpanggih aneng gubug,
sang dyah aris aturira.

Kakang aligihya11 dhingin,


yen luwe sira dhahara,
mĕngko tumandanga maneh,
ki jaka anulya lĕnggah,
...
Diterjemahkan menjadi:
...

11
Baca: alinggihya

32
(Mereka) bertemu di gubuk.
Sang dyah berkata dengan sopan

“Kakak duduklah terlebih dahulu,


jika engkau lapar makanlah nanti bekerja kembali!”...

d. Tanda buka kurung dan tutup kurung (…) digunakan untuk

menandai bahwa terdapat kata tambahan dari peneliti yang

bertujuan untuk memperlancar struktur kalimat terjemahan dengan

tetap mempertahankan arti dalam terjemahan.

Contoh:

Sangking sangĕte gĕng brangti,


supe dhahar lawan nendra,
.....

Diterjemahkan menjadi:

Karena sangat besar cintanya


(sehingga) lupa makan dan tidur.
....
e. Apabila terdapat bait yang berhubungan antara bait satu dengan

bait selanjutnya, maka pada bait yang merupakan kelanjutan tidak

diawali dengan menggunakan huruf kapital.

Contoh :

1. Satu temannya (yang) tidak mengerti apa-apa tidak tahan

lapar. Kemudian pamit kepada tuannya untuk pulang ke

rumah bertemu dengan [2] kusuma rara.“Tuan saya

meminta nasi, semalam tidak bisa tidur

2. dan tuan (Lembu Peteng) tidak bisa tidur.

Semalaman menunggu [3] pegagan, sepertinya tuan

(Lembu Peteng) juga lapar.” Ki Ageng mendengar

33
perkataan pelayannya (saat) berbicara dengan anak (nya).

“Nak kirimkanlah (bekal) (!)

f. Istilah dalam bahasa Jawa yang tidak ditemukan padanan katanya

dalam bahasa Indonesia, tetap dipertahankan tetapi disajikan

dengan ditulis miring atau italik..

Contoh:

g. Kata atau istilah yang membutuhkan keterangan lebih lanjut

diberikan nomor satu sampai dengan selesai di dalam tanda […]

pada bagian depan kata. Penjelasan mengenai kata atau istilah

diletakkan pada bagian sub bab catatan terjemahan sesuai dengan

nomor yang tertera pada awal kata atau istilah yang bersangkutan.

Contoh:

(Ia) justru menginap di [1] pegaganya.

Kata yang terdapat tanda [1] di depannya dapat dirunut

penjelasannya pada bagian catatan pada omor 1.

h. Huruf kapital digunakan pada penulisan awal kalimat, awal bait,

nama Tuhan, nama orang, nama tempat dan yang menunjukkan

gelar.

34
3.3 Suntingan dan Terjemahan Teks Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi
Pupuh LX-LXIV

Naskah Terjemahan
(Pupuh LX, Asmarandana, 65 (Pupuh LX, Asmarandana, 65
bait) bait)
(h.216r) (h.216r)
(1) Sangking sangĕte gĕng brangti, Karena sangat besar cintanya
supe dhahar lawan nendra12, (sehingga) lupa makan dan tidur.
malah sipĕng pĕgagane, (Ia) justru menginap di [1]
sadalu prapteng rahina, pegaganya.
aminggu13 datan ngucap, Malam hingga siang
kĕlangkung susah ing kalbu, diam tidak berbicara.
mung kang rayi katingalan. Hatinya sangat sedih,
hanya sang adik yang terlihat.

(2) Punakawane sawiji, Satu abdinya (yang) tidak mengerti


busuk tan bĕtah ngĕrapa, apa-apa
nuli pamit mring gustine, tidak tahan (dengan rasa) lapar.
arsa mulih marang wisma, Kemudian berpamit kepada tuannya
panggih kusuma rara, (untuk) pulang ke rumah
gusti kula nyuwun sĕkul, bertemu dengan [2] kusuma rara.
sĕdalu tan sagĕt nendra14. “Tuan saya meminta nasi,
semalam tidak bisa tidur

(3) Myang gusti tan sagĕt guling, dan tuan (Lembu Peteng) (juga)
sĕdalu tĕngga pĕgagan, tidak bisa tidur.
kadi gusti inggih15 luwe, Semalaman menunggu [3] pegagan,
yata kiyagĕng miyarsa, sepertinya tuan (Lembu Peteng) juga
ature pĕrpatira, lapar.”
angandika marang sunu, Ki Ageng mendengar
nini sira angirima. perkataan pelayannya
(ketika) berbicara dengan anak (nya).
“Nak kirimkanlah (bekal) (!)

(4) Kakangira datan mulih, Kakakmu tidak pulang,


sawĕngi tunggu16 pĕgagan, semalaman menjaga [4] pegaga.
wĕsthi pĕrih ing atine, Pasti lapar perutnya.
sira dhewe angirima, Kirimkanlah sendiri

12
Naskah: nedra
13
Naskah: amigu
14
Naskah: nedra
15
Naskah: igih
16
Naskah: tugu

35
marang ing kakangira, kepada kakakmu
kang wĕruh ing kadang sĕpuh, yang bertemu saudara tua,
iku gĕgĕntining bapa. dia (adalah) pengganti ayah”.

(5) Sang rĕtna nuli nggorengi17, Kemudian sang retna segera


ginĕlak genira adang, memasak.
gya sumĕkta kesah age, Disegerakan olehnya (untuk)
menanak nasi,
angirim marang pĕgagan, kemudian segera bersiap (untuk)
pergi.
ingiring kang pawongan,
Mengirimkan nasi ke pegagan.
sĕkawan wau kang tumut, (Ia) diiringi oleh pelayan
yang berjumlah empat orang.
gawa sumbul lawan dhulang. (Ada yang) membawa bakul dan
baki.

(6) Kang sawiji gawa kĕndhi, Salah satu(nya) membawa kendi,


malih dhulang dhĕdhaharan, serta baki (yang berisi) makanan.
(h.216v)
tan winarna ing la- Tidak diceritakan saat di perjalanan.
Kemudian (sudah) sampai di [5]
(h.216v)
pegagan
mpahe, bertemu dengan sang kakak.
(Mereka) bertemu di gubuk.
nuli rawuh ing pĕgagan, Sang dyah berkata dengan sopan.
kĕpanggih ingkang raka,
pan kĕpanggih aneng gubug,
sang dyah aris aturira.

(7) Kakang alinggihya18 dhingin, “Kakak duduklah terlebih dahulu,


yen luwe sira dhahara, jika engkau lapar makanlah
nanti bekerja kembali!”
mĕngko tumandanga maneh, Kemudian Ki Jaka duduk
bersanding dengan Ni Kasihyan
Ki Jaka anulya lĕnggah,
serta memegang tangannya,
sumanding Ni Kasihyan, (tetapi) dilemparkan (oleh) Sang
Retna.
sarwi nyandhak astanipun,

17
Naskah: gorengi
18
Naskah: aligihya

36
kinipatkĕn mring Sang Rĕtna.

(8) Sang dyah angling esmu runtik, Sang dyah berkata (dan) terlihat
karane anyĕkĕl tangan, marah
karena (Ki Jaka) memegang
nora pĕrsaja lungguhe19, tangannya
(sehingga) duduknya (menjadi) tidak
Ki Jaka aris ngandika,
nyaman.
kaliru areningwang, Ki Jaka berkata dengan pelan
“Salah saya,
ingsun arsa nyandhak kĕlut, saya ingin mengambil sapu,
(tetapi) salah mengambil tanganmu.
kaliru ing astanira.

(9) Yayi sira aja runtik, Adik kamu jangan marah,


nadyan ingsun anyĕkĕla, meskipun saya memegang
(tanganmu),
ing astane kadang anom, itu tangan adik.
Jika kamu menangis,
mĕnawa sira amular,
saya sudah berwenang
pan ingsun wus winĕnang20, untuk menggendongmu,
kakakmu sudah pantas.
wĕnang gendhong ngindhet
ingsun,
kadang tuwa wus prayoga.

(10) Aja duka sira gusti, kamu jangan marah tuan putri,
tulusa asih ing kadang, tuluslah sayang kepada saudara(mu).
Benarkah kamu marah kepadaku (?)
bĕnĕr sira duka ingong, Perutku sangat lapar
semalaman terasa mengantuk
sangĕt luwe wĕtĕngingwang,
berada di gubuk tanpa tidur,
sĕdalu akaripan, dingin (dan) banyak hewan kecil
memangsa.”
aneng gubug datan wuru,

19
Naskah: luguhe
20
Naskah: winĕna

37
asrĕp akeh lĕmut mangsa21.

(11) Sang rĕtna wĕlas ningali, Sang Rĕtna (merasa) kasihan


nulya mĕdalkĕn kiriman, melihatnya.
Kemudian segera mengeluarkan
sĕga gya linadek- bekal,
nasi segera disiapkan
(h.217r)
(h.217r)
ake, (dan) ikannya segera ditata.
Ki Jaka lalu mencuci tangan.
ulamira gya tinata, Berkatalah sang bagus (Ki Jaka)
“Ayo adik (kita) makan bersama.”
nuli wijik Ki Jaka,
angandika sang abagus,
payo yayi barĕng dhahar.

(12) Nuruti Rĕtna Nawangsih, Menurutlah Retna Nawangsih.


nuli wijik milu dhahar, Kemudian mencuci tangan (dan) ikut
makan
anglĕgani ing kadange, (untuk) menyenangkan (hati)
saudaranya.
nanging raden tansah ngangkah,
Tetapi raden semakin menjadi-jadi
nuruti brangtanira, menuruti nafsunya.
Ia memperlambat makannya
denya dhahar den dĕdangu, (dan) mengepal nasi kecil.
ngĕpĕl sĕga pangkĕrĕtan.

3.4 catatan terjemahan

1. Pegaga : lahan yang ditanami padi berjenis gaga yang tidak diairi.

(Poerwadarminta, 1938:127).

2. kusuma rara:

21
Naskah: mongsa

38
3. pegagan:

4. pegaga:

5. pegagan:

6. kusuma:

7. Majalangu

8. menggaris tanah

9. menggerakkan jempol kaki

10. jimat Mustika Retnadi

11. midadareni: kegiatan begadang pada malam hari sebelum bertemunya

penganten pada keesokan harinya (Poerwadarminta, 1938:662).

12. Mĕrang : tangkai padi atau kulit padi (Poerwadarminta, 1938:310).

13. Nimas:

14. raja kaputran

15. Ratih dan Kumajaya

16. bunga dewadaru

39
DAFTAR PUSTAKA

A. Naskah

Sêrat Babad Jêjêrira Selahardi X4. Koleksi Perpustakaan Museum


Sonobudoyo.

B. Pustaka bacaan

Baried, Siti Baroroh, Siti Chamamah, Soeratno, dkk. 1985. Pengantar


Teori Filologi. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM.

Fathurahman, Oman. 2015. Filologi Indonesia: Teori dan Metode.


Jakarta: Kencana.

Hanafi, Nurachman. 1986. Teori dan Seni Menerjemahkan. Flores:


Nusa Indah.

Kamila, Syifa. 2018. “Perjalanan Menuju Manusia Sempurna:


Perkembangan Karakter Sunan Kalijaga dalam Serat
Walisanga Koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman”.
Skripsi.

Nugroho, Ahmad. 2018. “Cerita Watugunung dalam Sêrat Babad


Jêjêrira Selahardi” (Laporan penelitian).

Peursen, Van C A. 1988. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Kanisius.

Robson, S.O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indinesia. Jakarta: RUL.

Saktimulya, Sri Ratna. 2016. Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman


Periode Paku Alam II (1830-1858).Jakarta: KPG Gedung
Kompas Gramedia.

40
Sumarsih, Saktimulya, Mangkusudarmo, Arsanti Wulandari. 2017.
“Pembacaan Teks Sebagai Kunci Pembuka Taman Kajian”.
Disajikan dalam Temu Ilmiah FKS Sastra Jawa /Jawa
Kuna/Bali UGM-UI-UNS-UNUD 4-6 Agustus di
Kaliurang Yogyakarta.

Tajudin, Yuliatun. 2014. dalam majalah ADDIN “Walisanga Dalam


Strategi Komunikasi Dakwah”.

Tim Penyusun Fakultas Ilmu Budaya edisi revisi. 2013. Pedoman


Penyusunan Skripsi. Fakultas Ilmu Budaya UGM

Tim Penyusun Program Studi Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya


UGM. 2014. Pedoman Penyusunan Skripsi. Program Studi
Sastra Jawa FIB UGM.

41
42

Anda mungkin juga menyukai