Anda di halaman 1dari 11

Literature Review

DAMPAK PAJANAN KARBON MONOKSIDA (CO)


TERHADAP KESEHATAN MANUSIA
Rusydi Indra (K012181005)1
1
Depertemen Kesehatan Ligkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin Makassar

Abstrak
Karbon monoksida (CO) adalah gas, yang sifatnya tidak berwarna, tidak berbau dan
hambar, menjadikannya sebagai ancaman tak terlihat. Karbon monoksida merupakan
penyebab utama dari keracunan morbiditas dan mortalitas di banyak negara maju. Adanya
perubahan neorologik, aktivitas menurun, kenaikan hemotokrit dan perubahan pada fetus
atau janin bagi wanita hamil merupakan tanda paparan gas karbon monoksida pada
konsentrasi rendah. Sedangkan paparan pada konsentrasi tinggi atau dampak akut paparan
gas karbon monoksida dapat menyebabkan kematian. Karbon monoksida masuk ke tubuh
melalui proses inhalasi dan diserap oleh paru - paru. Karbon monoksida diabsorbsi ke dalam
darah Sebagai gas menyebabkan keadaan sesak nafas. Target utama adalah oksigen dan
langsung berkorelasi dengan hemoglobin menghasilkan senyawa COHb dan mengikat
oksigen. Hal inilah yang menyebabkan keracunan karbon monoksida. Banyak penelitian yang
dilakukan terkait tentang pencemaran karbon monoksida, bukan hanya dampaknya terhadap
lingkungan tetapi juga dampaknya ke manusia. Keracunan karbon monoksida memberi efek
terhadap system kardiorespirasi, system saraf, otot, kulit dan jaringan lunak serta
berpengaruh pada ibu hamil, perkembangan janin dan bayi.

Kata Kunci : Karbon Monoksida, Toksikologi, Toksikokinetik, Toksikodinamik

Abstract
Carbon monoxide (CO) is a gas, which is colorless, odorless and tasteless, making it an
invisible threat. Carbon monoxide is a major cause of morbidity and mortality poisoning in
many developed countries. The existence of neorological changes, decreased activity,
increased hemotocrit and changes in the fetus or fetus for pregnant women is a sign of
exposure to carbon monoxide gas at low concentrations. While exposure to high
concentrations or the acute impact of exposure to carbon monoxide gas can cause death.
Carbon monoxide enters the body through an inhalation process and is absorbed by the
lungs. Carbon monokside is absorbed into the blood As gas causes shortness of breath. The
main target is oxygen and directly correlates with hemoglobin to produce COHb compounds
and bind oxygen. This is what causes carbon monokside poisoning. Many studies conducted
related to carbon monoxide pollution, not only the impact on the environment but also its
impact on humans. Carbon monoxide poisoning has an effect on the cardiorespiratory system,
nervous system, muscle, skin and soft tissue and has an effect on pregnant women, fetal and
infant development.

Keywords: Carbon Monoxide, Toxicology, Toxicokinetics, Toxicodynamics


I. Pendahuluan
Dewasa ini, pencemaran udara merupakan masalah serius yang dihadapi oleh
negara-negara industri. Pencemaran udara menimbulkan dampak yang sangat
merugikan. Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran udara tersebut tidak hanya
berdampak langsung terhadap kesehatan manusia, akan tetapi juga dapat merusak
lingkungan. Salah satu emisi yang terdapat pada pencemaran udara tersebut yaitu
senyawa karbon monoksida (CO).
Karbon monoksida adalah gas, yang sifatnya tidak berwarna, tidak berbau dan
hambar, menjadikannya sebagai ancaman tak terlihat. Karbon monoksida merupakan
penyebab utama dari keracunan morbiditas dan mortalitas di banyak negara maju . Pada
tahun 1999-2004, menurut catatan kematian di Amerika, keracunan karbon monoksida
merupakan salah satu penyebab kematian dari 16.447 kasus. Selama periode tersebut,
keracunan karbon monoksida terhitung 439 kematian per tahun. Menurut estimasi
40.000 orang per tahun membutuhkan bantuan medis karena keracunan karbon
monoksida di Amerika Serikat. (Reumuth et al., 2018)
Dua sumber yang paling umum adalah asap dari kebakaran dan asap knalpot
mesin mobil (tanpa adanya converter kataliktik). Lainnya termasuk penggunaan arang
pada pemanggang di ruangan - ruangan terbatas (misalnya tenda), peralatan pembakaran
yang tidak berventilasi, rusak atau tidak beroperasi dengan benar. dan pembakaran yang
tidak sempurna dari butana dan propana. Serta berasal dari lingkungan termasuk sisa
industri (Penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan), kebakaran hutan dan hutan,
dan lain – lain. (Gregorczyk-Maga et al., 2019)
Adanya perubahan neorologik, aktivitas menurun, kenaikan hemotokrit dan
perubahan pada fetus atau janin bagi wanita hamil merupakan tanda paparan gas karbon
monoksida pada konsentrasi rendah. Sedangkan paparan pada konsentrasi tinggi atau
dampak akut paparan gas karbon monoksida dapat menyebabkan kematian.
Hemoglobin dalam tubuh mengikat gas karbon monoksida yang masuk dan membentuk
karboksihaemoglobin (COHb). Sehingga menghambat masuknya oksigen ke dalam
tubuh. Menurut penelitian terbaru, meningkatnya karbon monoksida berperan dalam lesi
mukosa oral, yang mengarah ke neoplasma rongga mulut. (Gregorczyk-Maga et al.,
2019)
Banyak penelitian yang dilakukan terkait tentang pencemaran karbon monoksida.
Penelitian tersebut sering difokuskan pada dampaknya terhadap berbagai aspek,
termasuk aspek kesehatan manusia diantaranya keracunan dari senyawa karbon
monoksida serta dampak dari keracunan karbon monoksida. Pada akhirnya, literature
review ini bisa berkonstribusi dalam membantu pembaca untuk informasi – informasi
mengenai karbon monoksida yang baru dari berbagai permasalahan yang menyangkut
aspek toksikokinetik dan toksikodinamik dari karbon monoksida.
II. Metode
Pada literature review ini, kata kunci yang digunakan untuk mendapatkan referensi
artikel yang terkait adalah “carbon monoxide toxicology”. Ruang lingkup literature
review akan dibatasi mulai tahun 2008 ke atas dengan tujuan supaya mesin pencari bisa
menghasilkan jurnal – jurnal dan referensi yang lebih terfokus pada perkembangan
masalah dan solusi terbaru. Referensi juga terbatas pada jurnal yang terkenal, yaitu
Science Direct, karena jurnal tersebut bisa diakses secara gratis. Hasil pencarian dengan
menggunakan kata kunci didapatkan 6.200 artikel penelitian dan 7.865 buku. Namun
berdasarkan kriteria toksikokinetik dan toksikodinamik, hanya 10 artikel yang direview,
terdiri atas 8 artikel penelitian dan 2 buku.

III. Hasil Penelusuran

Sumber Karbon Monoksida


Ada dua sumber utama karbon monoksida, eksternal dan endogen. Meskipun pada
prinsipnya senyawa karbon monoksida merupakan penyebab utama keracunan karbon
monoksida, akan tetapi secara fisiologis, sumber karbon monoksida yang berasal dari
endogen sangat penting dan dalam kondisi tertentu, bahkan mungkin menjadi
patologis.(Varma, Mulay, & Chemtob, 2015)
1. Sumber Eksternal
Karbon monoksida merupakan hasil dari proses pembakaran yang tidak sempurna
seperti yang dalam pengoperasian kendaraan, pemanasan, pembangkit listrik
batubara, dan pembakaran biomassa. Dua sumber yang paling umum adalah asap
dari kebakaran dan asap knalpot mesin mobil (tanpa adanya converter kataliktik).
Peristiwa geografis alam seperti letusan gunung berapi, emisi gas alam, degradasi,
vegetasi dan hewan, dan kebakaran hutan semua berkontribusi menghasilkan gas
karbon monoksida. Secara global, Sekitar 40% karbon monoksida berasal dari
sumber-sumber alam. Selebihnya, sekitar 60% merupakan hasil campur tangan
manusia seperti konsumsi bahan bakar fosil, pembuangan sampah, asap tembakau,
dan kebakaran, penggunaan arang pada pemanggang di ruangan - ruangan terbatas
(misalnya tenda), peralatan pembakaran yang tidak berventilasi, rusak atau tidak
beroperasi dengan benar. dan pembakaran yang tidak sempurna dari butana dan
propana.(Gregorczyk-Maga et al., 2019; Varma et al., 2015)
Terlepas dari berbagai perubahan lain, negara-negara berkembang yang ditandai
dengan meningkatnya migrasi penduduk desa ke daerah kumuh dan kota-kota
kumuh seperti São Paulo, Mexico, Johannesburg, Mumbai, Shanghai, dan lain-lain;
ini dikaitkan dengan peningkatan karbon monoksida di udara. Pada daerah tertentu,
gas karbon monoksida tidak melebihai nilai ambang batas, seperti di Mexico dan
Los Angeles yang sebenarnya bisa saja kedua kota tersebut tingkat pencemaran
karbon monoksidanya tinggi. Hal ini membuktikan bahwa banyak upaya yang
dilakukan oleh lembaga pemerintah untuk mengurangi emisi karbon
monoksida.(Varma et al., 2015)
2. Sumber Endogen
Sumber utama karbon monoksida endogen pada individu yang sehat berasal dari
degradasi heme oxygenase oleh heme (HO) Ho-1 dan HO-2. Enzim HO-1 adalah
diinduksi dan HO-2 adalah konstitutif; heme oxygenase mendegradasi heme
menjadi karbon monoksida dan biliverdin, dan kemudian diubah menjadi bilirubin.
Sebagian kecil (20%) dari karbon monoksida endogen berasal dari hemoproteins
lain seperti mioglobin dan banyak enzim yang mengandung besi lainnya. Ini
berfungsi sebagai sampel dalam pemantauan karbon monoksida endogen untuk
tujuan diagnostik.(Varma et al., 2015)

Toksikokinetik Karbon Monoksida (CO)


Karbon monoksida di atmosfer dapat melakukan perjalanan ribuan kilometer dari
sumbernya dan memiliki paruh 1-2 bulan. Meskipun efek biologis karbon monoksida
berbeda tergantung apakah berasal dari eksternal ataupun endogen, pada akhirnya
karbon monoksida akan terlepas dari sumbernya.
Gambar 1.
Deretan rantai proses pada fase kerja toksik dalam organisme secara biologic

Karbon monoksida masuk ke tubuh melalui penyerapan paru. Setelah terhirup, karbon
monoksida berdifusi dari alveoli ke darah dalam kapiler paru melintasi membran
alveoli-kapiler, yang terdiri dari epitel paru, epitel kapiler, dan membran ruang bawah
menyatu dari dua. Penyerapan karbon monoksida dengan hemoglobin sangat cepat dan
transfer karbon monoksida merupakan difusi terbatas. Semakin besar durasi paparan
karbon monoksida, konsentrasi karbon monoksida di udara yang dihirup, dan ventilasi
alveolar, semakin besar jumlah total COHb. Meskipun penyerapan karbon monoksida
dengan Hemoglobin sangat cepat, pelepasan karbon monoksida dari kompleks COHb
sangat lambat. Karena konsentrasi COHb meningkat, formaoksihemoglobin pada setiap
konsentrasi oksigen dalam penurunan udara yang dihirup.(Varma et al., 2015)
Karbon monoksida dieliminasi dari tubuh hampir secara keseluruhan melalui paru-paru.
Ketika menghirup udara ruangan, penghapusan paruh karbon monoksida pada orang
dewasa yang sehat adalah kira – kira 4 jam, yang dapat dikurangi menjadi 1 jam ketika
menghirup oksigen pada tekanan atmosfer normal(Varma et al., 2015).

Toksikodinamik Karbon Monoksida (CO)


Setelah terhirup karbon monoksida menyebabkan hipoksia jaringan terutama
mempengaruhi daerah yang tinggi aliran darah dan kebutuhan oksigen. Afinitas karbon
monoksida untuk mioglobin juga 60 kali lebih besar dari oksigen menyebabkan jantung
depresi dan berpotensi hipotensi. Namun, mekanisme patologi utama belum terbukti
pengurangan oksigen tercatat kapasitas yang disebabkan oleh peningkatan
carboxyhemoglobin. Efek toksik adalah hasil dari karbon monoksida mengikat sitokrom
oksidase dan menghambat transpor elektron rantai(Reumuth et al., 2018)
Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi
oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler.
Karbon monoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling
terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar yaitu jantung
(pompa bahan bakar), paru – paru (sumber bahan bakar), dan otak (kekuatan
pendorong).(Downs, 2015)
Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat dari
keracunan karbon monoksida karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan
pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas. Efek
toksisitas merupakan hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan
transportasi oksigen. Karbon monoksida mengikat hemoglobin secara reversible, yang
menyebabkan anemia. Hal ini karena karbon monoksida mengikat hemoglobin kali
lebih kuat daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis.
Karbon monoksida yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk
jaringan menurun.(Abe et al., 2018)
Karbon Monoksida mengikat myoglobin jantung lebih kuat dari pada mengikat
hemoglobin yang menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan
hipoksia jaringan. Keadaan klinis terkadang tidak sesuai dengan kadar HbCO
menyebabkan kegagalan respirasi di tingkat seluler. Karbon monoksida mengikat
cytochromes c dan P450 yang daya ikatnya lebih lemah dari oksigen sehingga diduga
menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa penelitian mengindikasikan bila karbon
monoksida dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan inflamasi di otak
yang dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi hiperbarik
oksigen. Pada kasus keracunan berat, pasien menunjukkan gangguan sistem saraf pusat
sehingga menyebabkan edema dan nekrosis fokal.(Palmer & Von Rueden, 2015)
Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide dari
platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan karbon monoksida
yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. (McRae, Pudwell, Peterson, &
Smith, 2019; Palmer & Von Rueden, 2015)
Karbon monoksida dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari karbon monoksida pada
temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. 100% oksigen dapat menurunkan waktu paruh
menjadi 30 – 90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm
dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh sampai 15 – 23 menit.(Abe et al.,
2018; Varma et al., 2015)

Efek pada sistem kardiorespirasi.


Setiap molekul karbon monoksida memasuki tubuh melalui paru – paru bereaksi dengan
hemoglobin, mengurangi kapasitas pembawa oksigen darah dan menyebabkan stres
yang terbatas pada organisme. Dengan demikian, pada kondisi tidak ada dosis karbon
monoksida itu bukan tanpa efek pada tubuh. Tubuh mengkompensasi stress anoxic ini
dengan meningkatkan fungsi jantung atau dengan meningkatkan aliran darah ke organ
tertentu, seperti otak.(Downs, 2015; Varma et al., 2015)
Gejala dan tanda yang berhubungan dengan keracunan karbon monoksida berhubungan
erat dengan waktu lamanya paparan. Hipoksia jaringan dan sel dapat bersifat ringan
sampai berat. Pada beberapa kasus, kadar COHb dalam darah tidak mempunyai korelasi
dengan gejala dan tanda yang timbul. Lamanya waktu paparan menjadi faktor yang
sangat penting, lamanya paparan terhadap gas karbon monoksida selama satu jam dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas beberapa kali lipat. (Varma et al., 2015)
Waktu paruh dari COHb ketika pasien menghirup udara ruangan adalah 4 sampai 6 jam
dan dapat dikurangi menjadi menjadi 40 – 80 menit bila pasien menghirup oksigen
100%. Terapi oksigen hiperbarik pada tekanan 2 – 3 atm dapat jauh lebih singkat waktu
paruhnya menjadi kurang dari 30 menit. Karena lamanya waktu paparan dan jarak
waktu pemberian oksigen 100% pada-pasien yang terlambat, didapatkan kadar HbCO
yang tinggi (57%) pada pasien, sehingga pasien adalah kandidat yang kuat untuk
pemberian terapi oksigen hiperbarik. (Abe et al., 2018)
Efek toksik karbon monoksida secara langsung ke jantung bila terjadi paparan selama 4
jam. Efek terhadap kardiovaskular dapat berupa iskemia miokard, edema pulmonal,
aritmia dan sindrom miokardial. Efek kardiovaskuler ini dapat disebabkan karena
menurunnya fungsi jantung yang disebabkan oleh hipoksia jaringan, reaksi karbon
monoksida dengan myoglobin dan menyebabkan kurangnya pelepasan oksigen ke sel.
Pada beberapa penelitian, dilaporkan adanya abnormalitas konduksi jantung akibat
keracunan karbon monoksida yang merupakan efek dari iskemia miokard dan infark
otot jantung. Perubahan secara patologi anatomi yang ditemukan dapat berupa nekrosis
miokard, infiltrasi lekosit dan bercak-bercak perdarahan pada otot jantung sehingga
terjadi peningkatan kadar Creatinin Kinase Myocardial Band.(Varma et al., 2015)

Efek pada sistem saraf.


Manifestasi klinis yang paling sering muncul pada pasien dengan intoksikasi karbon
monoksida adalah rasa lemah, sakit kepala, nausea, rasa cemas dan kesulitan berpikir.
Pasien juga sering mengalami nistagmus, ataksia dan pada intoksikasi akut yang berat
dapat ditemukan edema serebri.
Pasien dengan keracunan karbon monksida mengalami berbagai gejala neuropsikiatri
serta berbagai temuan melalui magnetik resonance imaging (MRI). Secara klinis, pasien
dengan gejala ringan seperti sakit kepala dan mual dan kemungkinan terparah
mengalami koma dan kematian. Pasien dengan keracunan karbon monoksida akut
muncul dengan berbagai perubahan mental, sehingga diagnosis dini dan pengobatan
sangat penting. Keracunan karbon monoksida biasanya menyebabkan lesi iskemik di
bilateral globi Pallidi dari ganglia basal, termasuk corpus callosum, thalamus,
hippocampus, materi putih periventrikular, dan korteks serebral mungkin terlibat.(Lee et
al., 2016)
Dari beberapa penelitian, pemeriksaan neuroimaging yang paling sering didapatkan
adalah lesi dengan densitas rendah di globus palidus. Penelitian terbaru berpendapat
bahwa karbon monoksida dapat menyebabkan hipoksia yang diikuti oleh injuri
reoksigenasi dari sistem saraf pusat. Pada taruma serebri karena paparan karbon
monoksida dengan konsentrasi tinggi, terjadi perubahan oksidasi vaskuler yang dipicu
oleh spesies reaktif nitrogen yang diduga menyebabkan rangkaian reaksi biokimia yang
mengakibatkan aktivasi dan adhesi lekosit yang kemudian diikuti dengan peroksidasi
lipid di otak. (Varma et al., 2015)
Keadaan hipoksia ini menyebabkan sel-sel endotelial dan platelet melepaskan asam
nitrat, yang kemudian membentuk radikal bebas peroksinitrat. Jika hal ini terjadi di otak
dapat menyebabkan disfungsi mitokondria, kebocoran kapiler, sequestrasi lekosit dan
apoptosis. Keadaan patologis ini paling sering terjadi saat fase pemulihan (reperfusi) di
saat peroksidasi lipid terjadi. Hasil selanjutnya adalah demyelinisasi serebral yang
sifatnya reversibel. Perubahan, tersebut biasanya dapat terdeteksi pada pemeriksaan
MRI. (Lee et al., 2016; Varma et al., 2015)
Peran dari nitric oxide (NO) dan radikal bebas oksigen lainnya sudah banyak diteliti
dengan latar belakang keracunan karbon monoksida. Beberapa riset pada hewan
menunjukkan vasodilatasi serebral setelah paparan karbon monoksida, yang
berhubungan dengan hilangnya kesadaran sementara dan peningkatan kadar NO dalam
darah. Diduga kehilangan kesadaran tersebut berhubungan dengan relaksasi pembuluh
darah yang dimediasi oleh NO dan menyebabkan rendahnya aliran darah.(Coşkun, Eren,
Eren, & Korkmaz, 2018)
Nitrit oksida juga merupakan vasodilator sistemik yang dapat menyebabkan hipotensi.
Adanya hipotensi sistemik pada keracunan karbon monoksida ini berhubungan dengan
derajat keparahan lesi serebral khususnya pada daerah yang membutuhkan perfusi
oksigen yang tinggi. Nitrit oksida berperan dalam kerusakan otak secara oksidatif yang
bertanggung jawab terjadinya gangguan neurologis yang tertunda. NO dapat
mempengaruhi adhesi netrofil di endotel, dengan cara mengganggu fungsi dari molekul
adhesi p2-integrin sehingga memacu aktivasi xantin oksidase, formasi radikal bebas,
kerusakan oksidatif dan peroksidase lipid serebral, yang diduga menyebabkan gannguan
neurologis yang tertunda (delayed neurologic sequele). (Sönmez et al., 2018)
Peroksidasi lipid serebral setelah keracunan karbon monoksida merupakan fenomena
reperfusi post iskemik, yang dimediasi oleh gangguan aliran darah otak dan kerusakan
yang disebabkan oleh oksigen radikal bebas. Periode tidak sadarkan diri dan terjadinya
hipotensi pada pasien dapat menyebabkan peroksidasi lipid tersebut. Dalam beberapa
penelitian, NO inhibitor dapat mencegah terjadinya vasodilatasi serebral dan kerusakan
oksidatif. (McRae et al., 2019)

Efek pada kulit, otot dan jaringan lunak.


Hipoksia dapat terjadi menyeluruh dari tingkat seluler dan jaringan sehingga berefek
pada kulit, otot dan jaringan lunak. Pada orang kulit putih bisa ditemukan kulit
berwarna seperti buah cherry (cherry red) tetapi hal ini jarang terjadi. Sebuah penelitian
terbaru menyatakan bahwa meningkatnya karbon monoksida berperan dalam lesi
mukosa oral, yang mengarah ke neoplasma rongga mulut. (Downs, 2015; Gregorczyk-
Maga et al., 2019)

Efek pada Bayi, Ibu dan Janin


Karbon monoksida melintasi plasenta secara bebas. Penyumbatan hemoglobin ibu dan
janin oleh karbon monoksida mengakibatkan masalah serius pada janin, terutama di
minggu – minggu terakhir kehamilan. Hemoglobin ibu dan hemoglobin janin tidak
identik. Hemoglobin janin memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap karbon
monoksida dibandingkan dengan hemoglobin ibu. Hampir 2 hari yang diperlukan untuk
mencapai keseimbangan dalam hemoglobin ibu dan janin, dan pada kesetimbangan
COHb janin sedikit lebih tinggi dari COHb ibu. Merokok merupakan faktor risiko yang
diakui selama kehamilan. Hasil analisis dari 60 kasus paparan karbon monoksida
terhadap ibu hamil dan disimpulkan bahwa paparan akut parah karbon monoksida dapat
menyebabkan kematian janin serta malformasi anatomis dan perubahan
fungsional.(Palmer & Von Rueden, 2015; Varma et al., 2015)

IV. Kesimpulan
Keracunan Karbon monoksida merupakan salah satu jenis keracunan melalui inhalasi di
yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian yang tinggi serta melibatkan beberapa
sistem organ. Karbon monoksida, yang dikenal sebagai silent killer, masuk ke tubuh
melalui proses inhalasi dan diserap oleh paru - paru. Karbon monoksida diabsorbsi ke
dalam darah sebagai gas menyebabkan keadaan sesak nafas. Target utama adalah
oksigen dan langsung berkorelasi dengan spesifik dengan hemoglobin menghasilkan
senyawa COHb. Karena konsentrasi COHb meningkat, formaoksihemoglobin pada
setiap konsentrasi oksigen dalam penurunan udara yang dihirup. COHb adalah
penyebab utama keracunan karbon monoksida. Keracunan karbon monoksida memberi
efek terhadap system kardiorespirasi, system saraf, otot, kulit dan jaringan lunak serta
berpengaruh pada ibu hamil, perkembangan janin dan bayi.

V. Referensi
Abe, N., Nishihara, T., Takasaki, Y., Asano, M., Hamada, T., Sekiya, K., … Yorozuya,
T. (2018). Carbon monoxide poisoning–induced delayed encephalopathy
accompanies decreased microglial cell numbers: Distinctive pathophysiological
features from hypoxemia–induced brain damage. Brain Research,
1710(September 2018), 22–32. https://doi.org/10.1016/j.brainres.2018.12.027
Coşkun, A., Eren, F. A., Eren, Ş. H., & Korkmaz, İ. (2018). Predicting of
neuropsychosis in carbon monoxide poisoning according to the plasma troponin,
COHb, RDW and MPV levels: Neuropsychoses in carbon monoxide poisoning.
American Journal of Emergency Medicine.
https://doi.org/10.1016/j.ajem.2018.09.017
Downs, J. C. U. (2015). Carbon Monoxide Exposure: Autopsy Findings. Encyclopedia
of Forensic and Legal Medicine: Second Edition (Vol. 1). Elsevier Ltd.
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-800034-2.00058-6
Gregorczyk-Maga, I., Maga, M., Wachsmann, A., Janik, M. K., Chrzastek-Janik, O.,
Bajkowski, M., … Koziej, M. (2019). Air pollution may affect the assessment of
smoking habits by exhaled carbon monoxide measurements. Environmental
Research, 172(November 2018), 258–265.
https://doi.org/10.1016/J.ENVRES.2019.01.063
Lee, I. H., Kim, D. M., Yoo, D. S., Park, J. Y., Hwang, S.-B., & Song, C. J. (2016).
Acute carbon monoxide poisoning: MR imaging findings with clinical
correlation. Diagnostic and Interventional Imaging, 98(4), 299–306.
https://doi.org/10.1016/j.diii.2016.10.004
McRae, K. E., Pudwell, J., Peterson, N., & Smith, G. N. (2019). Inhaled carbon
monoxide increases vasodilation in the microvascular circulation. Microvascular
Research, 123, 92–98. https://doi.org/10.1016/j.mvr.2019.01.004
Palmer, J., & Von Rueden, K. (2015). Carbon Monoxide Poisoning and Pregnancy:
Critical Nursing Interventions. Journal of Emergency Nursing, 41(6), 479–483.
https://doi.org/10.1016/j.jen.2015.07.013
Reumuth, G., Alharbi, Z., Houschyar, K. S., Kim, B. S., Siemers, F., Fuchs, P. C., &
Grieb, G. (2018). Carbon monoxide intoxication: What we know. Burns, 6–10.
https://doi.org/10.1016/j.burns.2018.07.006
Sönmez, B. M., İşcanlı, M. D., Parlak, S., Doğan, Y., Ulubay, H. G., & Temel, E.
(2018). Delayed neurologic sequelae of carbon monoxide intoxication. Turkish
Journal of Emergency Medicine, 18(4), 167–169.
https://doi.org/10.1016/j.tjem.2018.04.002
Varma, D. R., Mulay, S., & Chemtob, S. (2015). Carbon Monoxide: From Public
Health Risk to Painless Killer. Handbook of Toxicology of Chemical Warfare
Agents: Second Edition. Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-
800159-2.00021-X

Anda mungkin juga menyukai