Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ALERGI MAKANAN


Published February 8, 2010 by rastiti
1. A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. 1. Pengertian/Definisi

 Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan
oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula
 Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh
yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan.
 Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi
terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas
terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.

1. 2. Epidemiologi

Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada saat seseorang
menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya maka mereka akan
beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta membuktikan, tidak semua
anggapan tersebut benar. Hanya 1% pada orang dewasa dan 3% pada anak anak yang terbukti
jika mereka memang benar benar alergi terhadap makanan tertentu.

Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-2% bayi alergi terhadap susu sapi,
sekitar 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan, dan 2% orang
dewasa juga menderita alergi makananPerkiraan insidensi alergi makanan yang diantara IgE dan
merupakan hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0% populasi.

1. 3. Etiologi

Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :

a. Faktor Internal

 Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-
enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik)
memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus
mentoleransi makanan tertentu.
 Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa
bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
 .Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen
bertambah.

b. Fakor Eksternal

 Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau
beban latihan (lari, olah raga).

 Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya

Ikan 15,4 % Apel 4,7 %


Telur 12,7 % Kentang 2,6 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Babi 1,5 %
Gandum 4,7 % Sapi 3,1 %

 Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi
alergi.

1. 4. Patofisiologi

Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi
makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang
tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi
pada kulit orang tersebut.Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen
yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel
B untuk mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel
mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya
oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap
berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil,
sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. 2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian histamin
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit,
alergen akan menyebabkan terjadinya gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada
kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan
terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik
syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan
bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian

5.Klasifikasi
 Hipersensitivitas anafilaktif ( tipe 1 )

Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di mulai dalam
tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.

 Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )

Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali konsituen


tubuh yang normal sebagai benda asing.

 Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )

kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari dalam
sirkulasi darah lewat kerja fagositik.

 Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )

Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam sesudah
kontak dengan alergen

6.Gejala Klinis

Adapun Gejala klinisnya :

v Pada saluran pernafasan : asma

v Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

v Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal

v Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

7.Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala adanya


urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir

Palpasi : ada nyeri tekan pada kemerahan

Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan

Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang
menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat)

8.Pemeriksaan Penunjang
 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan
seperti susu, telur, kacang, ikan).
 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi,
atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM.
IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
 Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

9.Diagnostik

- Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik,
Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic
disease dan sebagainya.

- Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan
pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi
(aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella),
virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein,
glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat),
tiramin (keju) dan sebagainya.

- Reaksi psikologi

10.Therapy/Pengobatan

Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :

1. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu, Telur,
Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan makanan-
makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan
dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin lain untuk wilayah yang lain,
sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur, kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai,
gandum, ayam, babi, sapi dan kentang, sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur,
kedelai dan kacang.
2. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan dengan indeks
alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan ”elimination diet”, regimen ini terdiri dari beberapa
bahan makanan yang diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam,
wortel, bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.

3. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan dengan
indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging
kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan makanan yang
lain tidak diperkenankan.

4. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan
yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan
keluhan dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.

5. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan sendiri oleh


penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.

Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan makanan setiap
minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen
kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika
dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan dengan benar, maka
diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang baru, penderita diberi ”carnaval”
selama seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta).
Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan demikian ada
semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan
selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.

Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti
yang tersebut di bawah ini :

1. i. Kromolin, Nedokromil.

Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika. Kromolin umumnya
efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan alergi makanan.
Dosis kromolin untuk penderita asma berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari
untuk nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4
kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin
5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes
mata/hari.Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan metered-dose
inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk
konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.

1. ii. Glukokortikoid.

Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan pada yang
gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma
malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta
bronkodilator parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah :
metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-
2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan
sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk
penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat yang digunakan adalah metil
prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan
dilewati disusul rumatan prednison oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan
rinitis alergika.

1. iii. Beta adrenergic agonist

Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan dengan dosis
0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.

1. iv. Metil Xantin

Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah aminofilin dan teofilin,
dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.

1. v. Simpatomimetika

Simpatomimetika terdiri atas :

Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam

Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

11. Prognosis

Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya
imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna
karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik
maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas
5 atau 7 tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi
makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala Autismepun
biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan
tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.

1. B. ASUHAN KEPERAWATAN

I.PENGKAJIAN
1. 1. Pengkajian
2. 1. ( Data subjektif dan Data Objektif)
1. A. Data dasar, meliputi :

 Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
 Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien)

1. B. Riwayat Keperawatan, meliputi :

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:

ü Alasan masuk rumah sakit:

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada


kulit,mual muntah,dan terasa gatal

ü Keluhan utama

1. Pasien mengeluh sesak nafas


2. Pasien mengeluh bibirnya bengkak
3. Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah
4. Pasien mengeluh nyeri di bagian perut
5. Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.
6. Pasien mengeluh diare
7. Pasien mengeluh demam

ü Kronologis keluhan

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada


kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah
mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual
muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.
 Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.

 Riwayat Psikososial dan Spiritual

Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien
terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres,
persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai
kepercayaan.

¶ Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :

1. Bernafas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi
rate.

1. Makan

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien
mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.

1. Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih
banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).

1. Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

1. Gerak dan aktifitas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat


menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat
menjalani perawatan di RS.

1. Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien
merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)

1. Kebersihan Diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS

1. Rasa Aman

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya,
dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.

1. Sosial dan komunikasi

Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar
(termasuk terhadap pasien lainnya).

1. Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang
akan diberikan untuk kesembuhannya.

1. Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.

1. Spiritual

Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya
adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

v Pemeriksaan fisik

¶ Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum

- Tingkat kesadaran CCS

 Tanda-tanda vital
 Keadaan fisik
o Kepala dan leher

o Dada

o Payudara dan ketiak

o Abdomen

o Genitalia

o Integument
o Ekstremitas

o Pemeriksaan neurologist

v Pemeriksaan Penunjang

v Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau,
kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur,
kacang, ikan).

v Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml
disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.

v IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar
IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau
mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.

v Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

v Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

v Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan
inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan
mikroskop imunofluoresen ).

v Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

v Analisa Data

 Data Subjektif
o Sesak nafas

o Mual, muntah

o Meringis, gelisah

o Terdapat nyeri pada bagian perut

o Gatal – gatal

o Batuk

v Data objektif

 Penggunaan O2
 Adanya kemerahan pada kulit
 Terlihat pucat
 Pembengkakan pada bibir
 Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

v Adapun diagnose keperawatan yang dapat kami ambil:

1..Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen

2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)

III.RENCANA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.

Kriteria hasil :

 Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)


 Pasien tidak merasa sesak lagi
 Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
 Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan,
termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas. Kedalaman
pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan
dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.

1. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels, mengi,
gesekan pleura.
R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan,
bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/
kegagalan pernapasan.

1. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur
dan ambulansi sesegera mungkin.

R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan


posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.

1. Observasi pola batuk dan karakter secret.

R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.

1. Berikan oksigen tambahan

R/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

1. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic

R/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret untuk
memudahkan pembersihan.

2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun

Kriteria hasil :

 Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)


 Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :

1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )

R/ : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

1. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati normal

1. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol


R/: Dapat membantu mengurangi demam

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan pasien tidak akan mengalami
kerusakan integritas kulit lebih parah

Kriteria hasil :

 Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema


 Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
 Kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi :

1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

R/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer

1. Hindari obat intramaskular

R/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan pada
pasien dapat teratasi.

Kriteria hasil :

 Pasien tidak mengalami diare lagi


 Pasien tidak mengalami mual dan muntah
 Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
 Turgor kulit kembali normal

Intervensi :

1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik.

R/ : peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan kehilangan
cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan
kekurangan cairan sistemik.
1. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).

R/ : indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut


mungkin kering karena napas mulut dan oksigen.

1. Monitor intake dan output cairan

R/ : mengetahui keseimbangan cairan

4. Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.

R/ : berguna menurunkan kehilangan cairan

1. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

R/ : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat


memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri pasien
teratasi

kriteria hasil :

- Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang

- Wajah tidak meringis

- Skala nyeri 0

- Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :

 Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg


 Nadi : 60-100 kali/menit
 Pernapasan : 16-20 kali/menit
 Suhu : Oral (36,1-37,50C)

Rektal (36,7-38,10C)

Axilla (35,5-36,40C)

Intervensi :

1.Ukur TTV
R/ : untuk mengetahui kondisi umum pasien

2.Kaji tingkat nyeri (PQRST)

R/ : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3.Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

R/ : memberikan rasa nyaman kepada pasien

4.Ciptakan suasana yang tenang

R/ : membantu pasien lebih relaks

5.Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

R/ : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi


meningkatkan perilaku positif.

6.Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah, palpitasi, keinginan
berkemih.

R/ : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.

7..Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

R/ : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

IV.EVALUASI

Diagnosa Evaluasi
1 S : pasien mengeluh tidak sesak lagi

O : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-tanda


sianosis,pasien tidak mengalami gangguan pola nafas,pasien tidak
tampak menggunakan alat bantu pernapasan.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien


2 S:Pasien mengatakan tidak demam lagi

O: Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC),bibir pasien


tidak tampak bengkak lagi.
A:Tujuan tercapai

P:Pertahankan kondisi pasien


3 S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagi

O : kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda


angioderma,pruritus dan urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien
tidak terdapat kemerahan.

A: tujuan tercapai sebagian

P: lanjutkan intervensi ( no 1 dan 2)


4 S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi

O: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD :


120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5 oC,Frekuensi pernapasan :
16-24 x / menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda
sianosis,turgor kulit kembali normal.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien


5 S : pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang

O: wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, Jakarta:EGC..

Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta: EGC.

www.medikaholistik.com

Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi


6.Jakarta:EGC.

Like this:

Like
Be the first to like this post.

6 comments

Posted in: Dioxygenic's ASKEP

Anda mungkin juga menyukai